You are on page 1of 7

Volume 4, Nomor 1, April 2020 ISSN 2623-1581 (Online)

ISSN 2623-1573 (Print)

PENGARUH SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING


PADA BALITA DI DESA KUALU TAMBANG KAMPAR

Dian Wahyuni1, Rinda Fitrayuna2


Program Studi S1 Teknologi Informatika1, DIII Kebidanan2
STMIK Amik Riau1, Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Riau2
Dian.tando@yahoo.com1,

ABSTRACT

According to WHO, stunting is a condition of failure to grow. This can be experienced by children
who are getting poor nutrition, recurrent infections, and inadequate psychosocial stimulation.
Children approve of height growth according to world standard growth charts. The 2018 National
Health Research (Riskesdas) data processed by Lokadata Beritagar.id shows that 30.8 percent of
children under five in Indonesia increase stunting. Based on the Kampar Nutrition Situation Map in
2018 explained that the prevalence of toddlers is very short. In Kampar District it is 6.67% and short
toddlers is 13.15%. If you see the prevalence according to sub-districts in Kampar District, this
research is an observational study using Cross Sectional, using 105 underfives. The study was
conducted in Kualu Village. Bivariate data analysis using the Quadratic Kai Test. The results showed
that parents in the Toddler Stunting group had a basic education of 102 respondents (92.86%), most
of them had a workforce of 70 respondents (67.87%) and also proved capable of producing large
Paid regional drinking (<UMR) of 65 respondents (58.62%). Research results by the bivariat found
two variables (Education, and Income) significantly associated with the incidence of Stunting (p-value
<0.05). Distributed to parents of toddlers both in the Stunting group and those who are not Stunting,
it takes time to work while still providing appropriate parenting for the Toddler. Parents should be
able to meet the needs of their toddlers.

Keywords: Education, Employment and Income and Stunting Events.

ABSTRAK

Menurut WHO, stunting adalah kondisi gagal tumbuh. Ini bisa dialami oleh anak-anak yang
mendapatkan gizi buruk, terkena infeksi berulang, dan stimulasi psikososialnya tidak memadai. Anak
dikatakan stunting ketika pertumbuhan tinggi badannya tak sesuai grafik pertumbuhan standar dunia.
Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas) 2018 yang diolah Lokadata Beritagar.id menunjukkan,
30,8 persen balita di Indonesia mengalami stunting. Berdasarkan Peta Situasi Gizi Kampar Tahun
2018 menjelaskan bahwa Prevalensi balita sangat pendek . Di Kabupaten Kampar adalah 6,67% dan
balita pendek sebesar 13,15%. Jika dilihat prevalensi menurut kecamatan di Kabupaten Kampar,
Penelitian ini merupakan penelitian observasional menggunakan rancangan Cross Sectional,
menggunakan 105 Balita. Penelitian dilakukan di Desa Kualu. Analisa data Bivariat menggunakan Uji
Kai Kuadrat .Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian orang tua pada kelompok Balita Stunting
berpendidikan dasar sebanyak 102 responden (92,86 %), sebagian besar memiliki pekerjaan buruh
sebanyak 70 responden (67,87 %) serta penghasilan sebagian besar berpendapatan dibawah upah
minum regional (< UMR) sebanyak 65 responden (58,62%). Hasil Penelitian secara bivariat
ditemukan dua variabel (Pendidikan, dan Pendapatan ) signifikan berhubungan dengan kejadian
Stunting (p-value < 0,05). Disarankan kepada orang tua Balita baik pada kelompok Stunting maupun
yang tidak Stunting, hendaknya dapat mengatur waktu meskipun bekerja sehingga tetap dapat
memberikan pola asuh yang memadai kepada Balitanya. Sebaiknya orang tua mampu untuk
mencukupi kebutuhan Balita nya.

Kata kunci : Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan serta Kejadian Stunting.

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 20


Volume 4, Nomor 1, April 2020 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)
LATAR BELAKANG Gizi Anak, pendek dan sangat pendek
adalah status gizi yang didasarkan pada
Status gizi merupakan keadaan indeks panjang badan menurut umut
keseimbangan antara asupan dan (PB/U) atau tinggi badan menurut umur
kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh (TB/U) yang merupakan padanan istilah
untuk tumbuh kembang terutama untuk stunted (pendek) dan severely stunted
anak balita, aktifitas, pemeliharan (sangat pendek). Z- score untuk kategori
kesehatan, penyembuhan bagi mereka pendek adalah -3 SD sampai dengan <-2
yang menderita sakit dan proses biologis SD dan sangat pendek adalah <-3 SD.
lainnya di dalam tubuh. Kebutuhan bahan Penggunaan istilah panjang badan jika
makanan pada setiap individu berbeda anak yang diukur belum mencapai linier
karena adanya variasi genetik yang akan 85 cm, sementara tinggi badan baru diukur
mengakibatkan perbedaan dalam proses setelah anak mencapai 85 cm. Ukuran
metabolisme. Sasaran yang dituju yaitu panjang 85 cm diambil sebagai patokan
pertumbuhan yang optimal tanpa disertai populasi di negara maju, sebaiknya di
oleh keadaan defisiensi gizi. Status gizi negara berkembang dipatok pada angka 80
yang baik akan turut berperan dalam cm karena pertumbuhan sebagian besar
pencegahan terjadinya berbagai penyakit, anak “terlambat” (Arisman, 2008).
khususnya penyakit infeksi dan dalam Pengukuran panjang badan atau tinggi
tercapainya tumbuh kembang anak yang badan anak umumnya tidak mendapatkan
optimal (Depkes RI, 2008). Dalam perhatian yang besar seperti kenaikan berat
menentukan status gizi seseorang stunted / badan balita. Pengukuran tinggi badan
pendek dapat dilakukan dengan metode tidak rutin dilakukan karena pertambahan
antropometri. Metode antropometri yang sedikit dan tidak signifikan, sehingga
merupakan metode pengukuran ukuran tidak menjadi isu masalah di masyarakat.
fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran Terpenuhinya kebutuhan gizi anak akan
dibedakan berdasarkan umur (kadang juga menentukan laju tumbuh kembang anak.
berdasarkan jenis kelamin dan ras) dan Manifestasi dan adanya hambatan
tingkat kebutuhan gizi. Dengan pertumbuhan adalah menjadi tidak
pengukuran antropometri dapat diperoleh sesuainya berat badan anak dengan usinya.
informasi terhadap status gizi masa Dengan membandingkan berat badan yang
lampau. (Gibson, 2005). Penilaian status sama pada waktu KMS dapat diketahui ada
gizi secara antropometrik (menggunakan tidaknya hambatan pertumbuhan (Moehji,
ukuran- ukuran tubuh) merupakan cara 2003). Pertumbuhan balita dapat juga
yang paling sering digunakan. Cara ini diketahui apabila setiap bulan ditimbang,
merupakan cara yang sederhana, bisa hasil penimbangan dicatat di KMS.
dilakukan oleh siapa saja yang telah Pengukuran tinggi badan sering diabaikan
dilatih, menggunakan alat yang relatif petugas kesehatan di pencatatan KMS
murah dan mudah dibawa, dan terdapat dikarenakan pertambahan tinggi badan
baku referensi yang memastikan validitas tidak signifikan bertambah setiap
dari cara ini. Namun, pengukuran gizi bulannya, berbeda dengan berat badan
antropometri tidak dapat digunakan untuk yang fluktuatif berubah setiap bulan.
mendeteksi status gizi makro serta Stunting sering dihubungkan dengan
kesalahan saat pengukuran akan kualitas anak tersebut. Hasil penelitian
mempengaruhi validitas dan analisis status menunjukkan bahwa kurang gizi pada
gizi. anak usia dini, salah satunya tercermin dari
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan keadaan stunting, berdampak pada
Republik Indonesia Nomor rendahnya kemampuan kognitif dan nilai
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang IQ yang diasumsikan dengan rendahnya
Standar Antropometri Penilaian Status kemampuan belajar dan pencapaian

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 21


Volume 4, Nomor 1, April 2020 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)
prestasi di sekolah. Stunting dapat Maluccio Jhon A, Melgar Paul,
menyebabkan anak kehilangan IQ sebesar Quisumbing Agnes R, Ramirez-Zea
5-11 poin (World Bank, 2006). Penelitian Manuel, Stein Aryeh D, Yount Kathryn M,
lain mengungkapkan bahwa anak yang Martorell Reynaldo., 2008; World Bank,
tidak dapat mengejar pertumbuhan yang 2006). Hales dan Barker (2001)
optimal sejak dimulai dari 1000 hari menyebutkan Hipotesis thrifty phenotype
pertama kelahiran akan memiliki risiko phenomena yang menyatakan adanya
yang lebih tinggi terhadap lemahnya asosiasi epidemiologi antara pertumbuhan
perkembangan kognitif. Kemampuan janin yang buruk yang berakibat pada
kognitif yang lemah akan berdampak rendahnya outcome kehamilan dengan
buruk pada prestasi di sekolah, sehingga penyakit diabetes melitus tipe dua dan
menghasilkan pekerja buruh rendah dan sindrom metabolik sebagai dampak dari
produktifitas rendah di tahap kehidupan gizi buruk pada awal kehidupan. Kondisi
selanjutnya (Martorell, 2010). ini menghasilkan perubahan permanen
Tingkat kognitif rendah dan gangguan dalam metabolisme glukosa-insulin.
pertumbuhan pada balita stunting, Stunting adalah pertumbuhan yang rendah
merupakan faktor-faktor yang dapat dan efek kumulatif dari ketidakcukupan
menyebabkan kehilangan produktifitas asupan energi, zat gizi makro dan zat gizi
pada saat dewasa. Orang dewasa yang mikro dalam jangka waktu panjang, atau
pendek memiliki tingkat produktifitas hasil dari infeksi kronis/infeksi yang
kerja yang rendah serta upah kerja yang terjadi berulang kali (Umeta et al.,
lebih rendah dibandingkan dengan dewasa 2003).Kejadian stuntingmuncul sebagai
yang tidak pendek. Tinggi badan menjadi akibat dari keadaan yang berlangsung lama
salah satu faktor yang menjadi syarat pada seperti kemiskinan, perilaku pola asuh
jenis pekerjaan tertentu, sehingga orang yang tidak tepat, dan sering menderita
yang lebih tinggi memiliki kesempatan penyakit secara berulang karena higiene
memperoleh penghasilan yang lebih tinggi maupun sanitasi yang kurang
karena lebih besarnya peluang baik.Stuntingpada anak balita merupakan
mendapatkan pekerjaan. Penelitian di salah satu indikator status gizi kronis yang
Brazil mengungkapkan bahwa pria yang dapat memberikan gambaran gangguan
lebih tinggi dapat memperoleh penghasilan keadaan sosial ekonomi secara
yang lebih banyak, dimana peningkatan keseluruhan di masa lampau dan Salah
tinggi badan sebanyak 1 persen satu penyebab tidak langsung dari masalah
diasosiasikan dengan kenaikan upah stunting adalah status sosial ekonomi
sebesar persen (Strauss & Thomas, 1998). keluarga yang dipengaruhi oleh tingkat
Anak yang kurang diberi makan pada dua pendidikan orang tua, karena jika
tahun pertama kelahirannya dan anak pendidikan. tinggi semakin besar
dengan kenaikan berat badan dengan cepat peluangnya untuk mendapatkan
pada masa kanak-kanak, pada saat dewasa penghasilan yang cukup supaya bisa
akan lebih berisiko tinggi terkena penyakit berkesempatan untuk hidup dalam
kronis terkait gizi seperti obesitas dan lingkungan yang baik dan sehat,
hipertensi (Victora C.G., Adair Linda, sedangkan pekerjaan yang lebih baik orang
Caroline Fall, Hallal Pedro C., Martorell tua selalu sibuk bekerja sehingga tidak
R., Richter L., Sachdev H.S., 2008). Anak- tertarik untuk memperhatikan masalah
anak yang mengalami stunting pada dua yang dihadapi anak- anaknya, padahal
tahun kehidupan pertama dan mengalami sebenarnya anak-anak tersebut benar-benar
kenaikan berat badan yang cepat berisiko membutuhkan kasih sayang orangtua
tinggi terhadap penyakit kronis, seperti (Adriani, 2012).
obesitas, hipertensi, dan diabetes Masalah gizi kurang yang ada sekarang ini
(Hoddinott Hoddinott J , Behrman JR, antara lain adalah adalah disebabkan

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 22


Volume 4, Nomor 1, April 2020 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)
karena konsumsi yang tidak adekuat stunting pada Balita di Desa Kualu
dipandang sebagai suatu permasalahan
ekologis yang tidak saja disebabkan oleh
ketidak cukupanketersediaan pangan dan METODE
zat-zat gizi tertentu tetapi juga dipengaruhi Jenis penelitian yang digunakan adalah
oleh kemiskinan, sanitasi lingkunga yang penelitian kuantitatif analitik dengan
kurang baik dan ketidaktahuan tentang pendekatan Cross sectional. Penelitian ini
gizi. Tingkat sosial ekonomi dilakukan pada tanggal Juni 2019. Populasi
mempengaruhi kemampuan keluarga penelitian ini adalah semua balita yang tinggi
untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita, badannya dibawah -2 Standar Deviasi dari
disamping itu keadaan sosial ekonomi juga nilai median menurut perhitungan Z score
berdasarkan indeks TB/U atau PB/U.
berpegaruh pada pemilihan macam Penelitian ini dilaksanakan didesa Kualu
makanan tambahan dan waktu pemberian Kampar. Populasi penelitian berjumlah 105
makananya serta kebiasan hidup sehat. Hal Balita, semua anggota populasi diteliti. Data
ini sangat berpengaruh terhadap kejadian dianalisa univariat untuk menggambarkan
stunting balita. penghitungan nilai statistik yang meliputi
Status sosial ekonomi juga sangat distribusi frekuensi dari variabel pendapatan
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga, pendidikan, pekerjaan ayah dan
keluarga, apabila akses pangan ditingkat Kejadian Stunting pada Balita. Analisis
rumah tangga terganggu, terutama akibat bivariat dilakukan untuk melihat hubungan
kemiskinan, maka penyakit kurang gizi antara variabel independen yaitu sosial
(malnutrisi) salah satunya stunting pasti ekonomi (pekerjaan ayah, pendidikan ayah dan
pendapatan keluarga) dengan variabel
akan muncul. Berdasarkan hal tersebut dependen yaitu Kejadian Stunted pada Balita
peneliti tertarik untuk melakukan dengan menggunakan uji Chi Square pada α
penelitian mengenai hubungan antara 0,05.
status sosial ekonomi dengan kejadian

HASIL
Penelitian dilakukan di Desa Kualu Pendidikan ayah dengan Kejadian Stunting
Kampar. Jumlah subjek yang diukur lebih lengkapya dapat dilihat tabel 1
adalah 392 Balita. Data hubungan berikut
Tabel 1. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah dengan Kejadian Stunting

Pendidikan Kejadian Stunting Total OR (95%


Ayah Stunting Tidak Stunting CI) p-Value
n % N % N %
Dasar 104 30,6 236 69,4 340 100 2,424 0,036
Lanjut 8 15,4 44 84,6 52 100 (1,1-5,3)
Total 112 28,6 280 71,4 392 100

Pendidikan ayah pada kelompok stunting dengan menggunakan uji chi square dengan α
memiliki tingkat pendidikan dasar yakni = 0,05 diperoleh p-value 0,036. Hal ini
sebanyak 104 responden (30,6%). Proporsi menunjukkan bahwa ada hubungan antara
tersebut jauh lebih banyak jika dibandingkan pendidikan ayah dengan kejadian stunting.
dengan pendidikan ayah pada tingkat lanjut,
yakni hanya 8 responden (15,4%). Selanjutnya

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 23


Volume 4, Nomor 1, April 2020 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)
Tabel 2. Hubungan Tingkat Pekerjaan Ayah dengan Kejadian Stunting
Kejadian Stunting
Pekerjaan Total OR p- Value
Ayah Stunting Tidak Stunting (95%
n % n % n % CI)
Petani 75 28, 189 71,6 264 100
4
Wiraswasta 24 30, 54 69,2 78 100
8
Nelayan 4 21, 15 78,9 19 100 - 0,702
1
Swasta 7 36, 12 63,2 19 100
8
PNS 2 16, 10 83,3 12 100
7
Total 112 28, 280 71,4 392 100
6 sebanyak 189 responden (71,6%).
Selanjutnya dengan Uji Chi Square pada α
Berdasarkan tabel 2. Dapat dilihat bahwa = 0,05 diperoleh p-value sebesar 0,702.
jenis Pekerjaan Ayah yang terbanyak Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
adalah Petani, baik pada kelompok hubungan antara pekerjaan Ayah dengan
Stunting sebanyak 75 responden (28,4%), kejadian Stunting.
maupun pada kelompok Tidak Stunting

Tabel 3. Hubungan Tingkat Pendapatan Ayah dengan Kejadian Stunting


Pendapatan Kejadian Stunting Total OR (95%
Keluarga Stunting Tidak Stunting CI) p-Value
N % n % n %
< UMR 67 35,8 120 64,2 187 100 2,424 0,036
≥ UMR 45 22 160 78 205 100 (1,1-5,3)
Total 112 28,6 280 71,4 392 100

Berdasarkan tabel 3. Terlihat bahwa pada (22%). Selanjutnya dengan menggunakan


kelompok stunting sebanyak 67 responden Uji Kai Kuadrat pada α 0,05 diperoleh p-
(35,8%) memiliki pendapatan dibawah value 0,036. Hal ini menunjukkan bahwa
UMR , masih dikelompok yang sama ada hubungan yang signifikan antara
angka tersebut proporsinya lebih besar tingkat Pekerjaan Ayah dan Kejadian
dibandingkan yang memiliki pendapatan Stunting.
diatas UMR yakni sebanyak 45 responden

PEMBAHASAN penelitian ini dijumpai bahwa pada


kelompok stunting, pendidikan ayah
Hubungan Pendidikan dengan Kejadian didominasi berpendididikan dasar. Hasil
Stunting pengujian statistik menunjukkan adanya
Pada penelitian dilakukan pengamatan hubungan yang signifikan antara
terhadap Balita sebanyak 392 Balita. pendidikan ayah dengan kejadian stunting.
Istilah yang digunakan pada penelitian ini Keadaan ini senada dengan teori bahwa
terdapat 2 istilah yaitu subjek dan orang tua yang memiliki pendidikan yang
responden. Yang dimaksud subjek lebih tinggi akan lebih berorientasi pada
adalah Balita, sedangkan Responden tindakan preventif, tahu lebih banyak
adalah orang tua Balita yang berada di tentang masalah kesehatan, memahami
wilayah penelitian yaitu di Desa Kualu pengetahuan gizi dan kesehatan. Hal ini
Kecamtan Tambang Kabupaten Kampar, Pada berkaitan erat dengan wawasan

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 24


Volume 4, Nomor 1, April 2020 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)
pengetahuan mengenai sumber gizi dan umumnya tidak menentu, sehingga
jenis makanan yang baik untuk konsumsi menyebabkan kemampuan untuk
keluarga. Kondisi demikian ini memenuhi kebutuhan gizi anak menjadi
menyebabkan orang tua kurang optimal kurang, kondisi demikian jika berlanjut
dalam memenuhi kebutuhan gizi anak, akan menyebabkan kejadian stunting pada
sehingga menyebabkan anak mengalami Balita.
stunting. Hal diatas didukung data Riset Kesehatan
Tingkat pendidikan orang tua juga Dasar disebutkan bahwa penyebab
berkaitan dengan kesadaran untuk terjadinya penderita Stunting antara lain
memanfaatkan fasilitas kesehatan. dikarenakan ketidakcukupan pangan dalam
Menurut penelitian sebelumnya dijelaskan rumah tangga yang menyebabkan
bahwa wanita yang berpendidikan kekurangan asupan gizi makanan terutama
cenderung lebih baik dalam pemanfaatan pada anak Balita. Kondisi demikian ini
fasilitas pelayanan kesehatan, lebih banyak diperlukan peran tenaga kesehatan
dapat berinteraksi secara efektif dengan khususnya petugas gizi Puskesmas dengan
memberi pelayanan kesehatan serta lebih cara melakukan penyuluhan mengenai cara
mudah mematuhi saran yang diberikan menyusun menu sehat dari bahan makanan
kepadanya. lokal yang ada untuk membantu keluarga
dalam mengatasi masalah gizi keluarga,
Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian serta melakukan pengawasan terhadap
Stunting balita yang berisiko mengalami stunting
terutama pada keluarga yang kurang
Pada penelitian ini dijumpai bahwa bahwa mampu.
jenis Pekerjaan Ayah yang terbanyak
adalah Petani, baik pada kelompok Hubungan Pendapatan dengan
Stunting sebanyak 75 responden (28,4%), Kejadian Stunting
maupun pada kelompok Tidak Stunting
sebanyak 189 responden (71,6%). Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa
pengujian statistik menunjukkan tidak ada pada kelompok stunting lebih banyak
hubungan yang signifikan antara pekerjaan pendapatannya adalah dibawah UMR
ayah dengan kejadian stunting.Hasil yakni sebanyak 67 responden (35,8%) ,
penelitian ini sesuai dengan hasil sedangkan yang memiliki pendapatan
penelitian yang dilakukan di Provinsi Nusa diatas UMR hanya sedikit yakni sebanyak
Tenggara Barat dan Banten menunjukkan 45 orang (22%). Hal ini sesuai dengan
tidak ada hubungan antara pekerjaan pendapat Sulistyoningsih bahwa
dengan status gizi pada balita.5 Hasil meningkatnya pendapatan akan
penelitian tersebut juga menunjukkan tidak meningkatkan peluang untuk membeli
ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pangan dengan kualitas dan kuantitas yang
status gizi balita. Selain itu, penelitian di lebih baik, sebaliknya penurunan
India menemukan bahwa di kalangan ibu pendapatan akan menyebabkan
bekerja, ternyata mereka yang mendapat menurunnya daya beli pangan yang baik
penghasilan lebih banyak mempunyai anak secara kualitas maupun kuantitas.
dengan status gizi lebih baik. Berdasarkan Tingginya penghasilan yang tidak
teori dapat dijelaskan bahwa orang tua diimbangi pengetahuan gizi yang cukup,
yang bekerja akan mempunyai akan menyebabkan seseorang menjadi
kemampuan ekonomi untuk memenuhi sangat konsumtif dalam pola makannya
kebutuhan gizi pada anak. Sebagian besar sehari-hari, sehingga pemilihan suatu
orang tua yang memiliki pekerjaan sebagai bahan makanan lebih didasarkan kepada
petani kecenderungan memiliki pertimbangan selera dibandingkan aspek
penghasilan yang terbatas dan pada gizi.Keadaan yang tidak stunting terjadi

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 25


Volume 4, Nomor 1, April 2020 ISSN 2623-1581 (Online)
ISSN 2623-1573 (Print)
bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi Kecukupan Protein Dan Zinc Dengan
yang digunakan secara efisien, sehingga Stunting Pada Balita Usia 6 – 35 Bulan
memungkinkan pertumbuhan fisik, Di Kecamatan Tembalang Kota
pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
kesehatan secara umum pada tingkat 1(2) : 617 – 626.
2. Aritonang I. 2012. Mengoptimalkan
setinggi mungkin. Status gizi kurang Peran Posyandu Menekan Stunting.
terjadi bila tubuh mengalami kekurangan Makalah
satu atau lebih zat-zat lebih esensial. 3. dengan Status Gizi Balita
Gizi kurang dipengaruhi dari pemenuhan 4. Depertemen Kesehatan RI. 2004.
gizi, penyakit infeksi pada anak, hygiene Program Perbaikan Gizi Makro.
yang kurang, letak demografi/tempat Jakarta:Depkes
tinggal dapat berdampak pada status gizi 5. Depertemen Kesehatan RI. 2014. Hasil
individu. Sehingga dapat menyebabkan Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) RI
stunting, sedangkan gizi merupakan 2014. Jakarta: Depkes RI
kebutuhan yang sangat penting dalam 6. Dinas Kesehatan DIY. 2014. Profil
membantu proses pertumbuhan dan Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
7. Harniwita. 2008. Pengaruh Tingkat
perkembangan pada bayi dan anak, Pendapatan Terhadap Gizi Keluarga Di
mengingat manfaat gizi dalam tubuh dapat Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu
membantu proses pertumbuhan dan Kabupaten Kampar, Vol. IX, No. 1.
perkembangan anak, serta mencegah Jurnal penelitian, (online), diakses 17
terjadinya berbagai penyakit akibat kurang Juni 2013. Lutviana. E, Budiono. I.
gizi dalam tubuh. Terpenuhinya kebutuhan 2010. Prevalensi Dan Determinan
gizi pada anak diharapkan anak dapat Kejadian Gizi Kurang Pada Balita.
tumbuh dengan cepat sesuai dengan usia Jurnal Kesehatan Masyarakat.
tumbuh dan dapat meningkatkan kualitas 8. Hidayati , RN . 2011. Hubungan Tugas
hidup serta mencegah terjadinya Kesehatan Keluarga, Karakteristik
morbiditas dan mortalitas. Peran pola asuh Keluarga dan Anak
9. Khomsan, A. 2012. Ekologi Masalah
terhadap status gizi sangat penting. Gizi, Pangan, Dan Kemiskinan.
Bandung: Alfabeta
Menurut peneliti sebelumnya bahwa 10. Linda, O dan Hamal, DK.. 2011.
apabila penghasilan keluarga meningkat, Hubungan pendidikan dan pekerjaan
penyediaan lauk pauk akan meningkat Orang Tua Serta Pola Asuh Dengan
mutunya.Sebaliknya, penghasilan yang Status Gizi Balita Di Kota dan
rendah menyebabkan daya beli yang Kabupaten Tangerang Banten. Skripsi.
rendah pula, sehingga tidak mampu Kesehatan Masyarakat. FIKES
membeli pangan dalam jumlah yang UHAMKA.
diperlukan. Hasil penelitian di Desa Buluh 11. Pada Seminar Nasional 1000 Hari
Cina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Pertama Untuk Negeri. 21 April 2012.
12. Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk
Kampar menunjukkan ada hubungan Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:
antara tingkat pendapatan dengan status Graha Ilmu
gizi keluarga. Hasil penelitian ini didukung 13. Timmreck, C.T. 2005. Epidemiologi
oleh penilitian yang dilakukan di Medan Suatu Pengantar. Jakarta: EGC
juga menunjukkan hasil ada hubungan 14. Yogyakarta : Jurusan Gizi Poltekkes
antara tingkat pendapatan dengan status Kemenkes.
gizi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anindita P. 2012. Hubungan Tingkat


Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 26

You might also like