You are on page 1of 9

Nama :

Kelompok : I Angkatan 34
Coach : Drs. Sumarbowo, MM, Msi

Atikel/ Jurnal

KOMPAS.com - Angka stunting di Indonesia masih terbilang tinggi walau data


Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2021 menunjukkan penurunan. Data
Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) mencatat terjadi penurunan angka stunting secara
nasional sebesar 1,6% tahun lalu sehingga jumlahnya menjadi 24,4%. Persentase itu
didapat setelah Kemenkes bersama BPS dan Tim Percepatan Pencegahan Anak
Kerdil Sektretariat Wakil Presiden mengumpulkan data dari 34 provinsi. Hasilnya,
153.228 balita masuk dalam data dan hanya lima provinsi yang mengalami angka
kenaikan stunting. Walau ada penurunan, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi
Sadikin menyebut persentase stunting dalam SSGI masih tinggi dan harus diturunkan
hingga 2024 mendatang. Budi mengatakan bahwa Pemerintah akan berupaya
menekan angka stunting hingga turun menjadi 14% selama dua tahun ke depan.
Pentingnya penurunan angka stunting Stunting merupakan kondisi gagal
pertumbuhan pada anak yang disebabkan ketidakcukupan gizi. Stunting tidak boleh
dibiarkan dan harus dicegah sebab bisa mengakibatkan perkembangan otak anak
terganggu. Di sisi lain, tinggi badan anak akan lebih pendek dari teman-teman
seusianya, anak berisiko mengalami penurunan kecerdasan, dan mudah sakit-sakitan.
Budi mengatakan, jika akumulasi anak stunting tidak diturunkan dapat merugikan
Indonesia pada bonus demografi di tahun 2030 mendatang. "Tahun 2030 nanti
generasi pekerja indonesia yang muda-muda porsinya akan lebih banyak dari yang
tua," kata Budi dalam virtual media gathering yang digelar Tentang Anak, Selasa
(5/4/2022). "Yang mengkawatirkan kami ya kalau anak-anaknya (setelah dewasa)
enggak sehat, pintar, dan kuat. Bonus demografi malah jadi bencana," imbuhnya.
Karena stunting merupakan masalah serius, Budi menyebut intervensi terhadap ibu
sangatlah diperlukan. Ibu harus mendapat informasi dan pengetahuan yang mumpuni
soal pemenuhan gizi anak, ketika bayi masih di dalam kandungan hingga anak
menginjak usia balita. Di sisi lain, pencegahan stunting juga bisa dikakukan dengan
new born screening. Artinya bayi yang baru lahir akan langsung dites kesehatannya.
Dokter akan melakukan tes darah, memeriksa kondisi genetik langka, hormon, dan
kemungkinan masalah metabolisme yang dapat mengakibagkan gangguan kesehatan
serius. "New born screening juga untuk mengetahui kelenjar hipotiroidnya seperti
apa. Kalau tidak dites dan kita tidak tahu dan tidak dirawat padahal perawatannya
mudah, anak-anak malah bisa idiot," jelas Budi. Pencegahan stunting Selain
intervensi kepada ibu dan new born screening, stunting juga dapat dicegah dengan
pemberian ASI dan makanan pendamping ASI (MPASI) yang benar berbasis protein
hewani. Saran itu dikatakan oleh Ketua Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI), Prof. Damayanti dalam acara yang sama. Ia menyampaikan,
pertumbuhan bayi sebaiknya dipantau secara teratur di fasilitas kesehatan, seperti
posyandu setiap bulannya. "Tujuannya untuk deteksi dini dan tata laksana segera
weight faltering terbukti dapat mencegah stunting," terang Prof. Damayanti Di sisi
lain, stunting sebaiknya diwaspadai para ibu ketika bayinya masih di dalam
kandungan. Alasannya adalah janin dapat mengalami gangguan pertumbuhan yang
berpotensi menyebabkan stunting. "Persalinan prematur juga berpotensi
menyebabkan stunting," tandas Ketua Pokja Angka Kematian Ibu (AKI)
Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI), Prof. Dwiana Ocviyanti.
Dalam masalah stunting di Indonesia yang terbilang tinggi, ia menyoroti masalah lain
yang turut mengganggu perkembangan janin. Seperti kehamilan di usia remaja,
malnutrisi atau kurang energi kronik (KEK), obesitas, anemia, dan gangguan
kesehatan ibu. "Oleh karenanya, upaya pencegahan stunting perlu dilakukan sejak
dini, bahkan sebelum ibu hamil. Kehamilan perlu direncanakan dan dipersiapkan
dengan baik," jelasnya. Untuk itu Prof. Dwiana menyarankan para pasutri untuk
merencanakan dan mempersiapkan kehamilan dengan baik. Cara yang bisa dilakukan,
yakni menghindari kehamilan di usia remaja, rutin memeriksakan kehamilan, dan
menjaga asupan makanan agar memenuhi kebutuhan gizi selama masa kehamilan.
"Dan yang terpenting ibu memahami pentingnya perencanaan kehamilan agar ibu
dapat tetap sehat dan bahagia saat hamil dan menyusui bayinya," terangnya.
Sumber : https://lifestyle.kompas.com/read/2022/04/05/202536720/perlunya-
intervensi-kepada-ibu-untuk-mencegah-stunting-pada-anak?page=all#page2

1. LATAR BELAKANG
Permasalahan kesehatan global pada balita yang belum terselesaikan hingga

saat ini salah satunya adalah stunting. Stunting (Balita Pendek) merupakan status

gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar

antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada

ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan

<-3 SD (sangat pendek / severely stunted) (WHO, 2010). Secara global, sekitar 1

dari 4 balita mengalami stunting dan sekitar 9 juta balita di dunia mengalami
stunting yang dimana sebagian besar balita penderita stunting tinggal di negara

berkembang (UNICEF, 2013).

Berdasarkan data dari WHO sekitar 22 % atau 149 juta balita di dunia

mengalami stunting (WHO, 2018). Jika dibandingkan dengan batas “non public

healt problem” WHO menentukan masalah kependekan memiliki ambang batas

yaitu 20%, maka hampir semua provinsi di Indonesia masih memiliki masalah

kesehatan masyarakat khususnya stunting (Kemenkes, 2010). Data dari

Pemantauan Status Gizi (PSG), prevalensi balita pendek di Indonesia mengalami

peningkatan dari tahun 2016 sebesar 27,5% menjadi 29,6% di tahun 2017 (PSG,

2017). Hasil data RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2018 terdapat

30,8% balita Indonesia masih dalam kategori status gizi pendek dan sangat

pendek. Angka kejadian stunting di Jawa Timur tahun 2018 menunjukkan sekitar

26% balita terkena stunting (RISKESDAS, 2018).

Penyebab stunting sangat kompleks, penelitian yang dilakukan di Nepal yang

mengatakan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan panjang badan

rendah berisiko lebih tinggi terkena stunting (Paudel, 2012). Hasil Riskesdas,

(2013) mengungkapkan bahwa kejadian stunting pada balita dipengaruhi oleh

status ekonomi, terutama pendapatan yang rendah. Faktor lain penyebab stunting

dapat berupa faktor dari ibu, penelitian yang telah dilakukan di Yogyakarta

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara Kekurangan Energi

Kronis (KEK), pada ibu hamil dengan faktor resiko kejadian stunted (Sartono,

2013). Penelitian lain yang dilakukan di Ethiopia Selatan mengatakan balita yang
tidak diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan status gizi yang buruk juga

menjadi salah satu faktor penyebab stunting (Fikadu, 2014). Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan di Banjarbaru mengungkapkan faktor pendidikan ibu

yang rendah menjadi salah satu penyebab stunting (Atikah Rahayu, 2014).

Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan rendahnya panjang lahir bayi yang

dilahirkan (Rolla Destarina, 2018). Sampai saat ini masih belum diketahui secara

pasti faktor utama penyebab stunting. Oleh karena itu penyebab stunting harus

dapat di cegah atau di tanggulangi dengan baik agar tidak menimbulkan dampak

pada balita di kemudian hari.

Berbagai dampak negatif dapat timbul bagi balita penderita stunting baik

dampak jangka pendek maupun jangka panjang, secara fisik dan psikologis.

Stunting pada balita dapat menghambat perkembangan anak, dan dampak negatif

di kehidupan selanjutnya yaitu penurunan intelektual, mudah terkena penyakit

tidak menular, penurunan produktivitas hingga menyebabkan kemiskinan dan

risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF, 2013). Data

Internasional menunjukkan bahwa stunting dapat menghambat pertumbuhan

ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan

hilangnya 11% GDP (Gross Domestic Products) serta mengurangi pendapatan

pekerja dewasa hingga 20%. Selain itu, stunting juga dapat berdampak pada

melebarnya kesenjangan atau inequality, sehingga mengurangi 10% dari total

pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan kemiskinan antar generasi

(World Bank, 2017).


Tingginya angka balita stunting di Indonesia mendorong pemerintah untuk

membuat beberapa program dengan upaya mengurangi balita stunting di

Indonesia, pada 2012 pemerintah Indonesia bergabung dalam gerakan global

Scaling-Up Nutrition (SUN) yang bertujuan bahwa semua penduduk berhak untuk

memperoleh akses ke makanan yang cukup dan bergizi tersebut melalui

perancangan dua kerangka besar intervensi stunting. Kerangka pertama adalah

Intervensi Gizi Spesifik merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam

1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan

stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada

sektor kesehatan. Intervensi ini juga bersifat jangka pendek dimana hasilnya dapat

dicatat dalam waktu relatif pendek. Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk

melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik dapat dibagi menjadi beberapa intervensi

utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita yang

terdiri dari: Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran ibu hamil, Intervensi Gizi

Spesifik dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan (TNp2k, 2017).
Gagasan Pemecahan Masalah

Rekomendasi
No Masalah Penyebab Masalah Akar Penyebab Alternatif Solusi Solusi
(Solusi yg dipilih)
1. Tingginya 1. Kurangnya Kurangnya 1. Melakukan konseling 1. Pemantauan
angka pemahaman pada pengetahuan pentingnya pada pertumbuhan
Penemuan anak keluarga pasien masyarakat akan pemeriksaan tumbuh kembang balita
stunting. stunting sehingga pentingnya kembang anak. Baik dan anak
masih banyak pengecekan pada konseling lisan maupun dengan melihat
yang menganggap anak dan balita menggunakan media pola asuh, pola
biasa kejadian stunting leaflet. makan , tinggi
tersebut. 2. Menggunakan media badan dan
2. Wilayah cakupan pembelajar berat badan
yang luas an yang menarik dalam sesuai dengan
sehingga kegiatan pembelajaran umur balita
pelacakan pasien 3. Pemantauan atau anak
stunting sedikit pertumbuhan kembang tersebut
mengalami balita dan anak dengan Kunjungan
kendala. melihat pola asuh, pola rumah oleh
Orang tua yang makan , tinggi badan kader atau
Anaknya terduga dan berat badan sesuai lintas sektor
stunting, enggan dengan umur balita guna
untuk periksa atau atau anak tersebut melakukan
melihat 4. Kunjungan rumah oleh pendekatan
perkembangan kader atau lintas sektor persuasive
tumbuh kembang guna melakukan dengan
anak ke tempat pendekatan persuasive keluarga anak
pelayanan dengan keluarga anak atau balita
kesehatan atau balita stunting agar stunting agar
mau rutin mau rutin
memeriksakan tumbuh memeriksakan
kembang anak di tumbuh
fasilitas kembang anak
kesehatan/posyandu. di fasilitas
5. Pemberian Edukasi kesehatan/posy
kepada Keluarga terkait andu.
pentingnya sanitasi dan
penggunaan air bersih
untuk menghindari
resiko terjadinya
penyakit infeksi dan
membiasakan mencuci
tangan pakai sabun dan
air mengalir

You might also like