Professional Documents
Culture Documents
Menurut Soetjiningsih (2005), istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang berbeda sifatnya. Namun,
peristiwa tersebut saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Salah satu masalah kesehatan yang mengancam pada tumbuh dan berkembang anak Indonesia adalah stunting.
APA ITU
STUNTING ?
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang
atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur.
Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih
dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak
dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi,
gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan
gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan
mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan
kognitif yang optimal. Balita stunting bisa mengalami gangguan
perkembangan otak, kecerdasan, gangguan fisik dan gangguan
metabolisme tubuh.
Mengutip dari bulletin Pusdatin (Kementerian
Kesehatan (2018) mengenai status gizi anak di
Indonesia, kejadian balita stunting ini merupakan
masalah gizi yang utama, dengan prevalensi
tertinggi bila dibandingkan dengan masalah gizi
lainnya. Indonesia merupakan salah satu negara
dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi
dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan
menengah lainnya. Di dunia, Indonesia menduduki
posisi ke-17 dari 117 negara.
“Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Litbangkes), Provinsi Kaltara menunjukkan angka yang cukup menggembirakan terkait masalah stunting gizi buruk. Untuk
wilayah Kalimantan, Kaltara berada pada posisi terendah yakni 27 persen. Disusul Kalimantan Timur (Kaltim) 29,4 persen,
Kalimantan Selatan (Kalsel) 33,2 persen, Kalimantan Barat (Kalbar) 33,5 persen. Dan yang tertinggi Kalimantan Tengah
(Kalteng) sebesar 34,2 persen. Pada 2017, stunting di Kaltara berada pada angka 33,3 persen, dan di 2018 turun menjadi 27
persen, di mana sebagian besar anak-anak tersebut tinggal di wilayah pesisir. (Kaltara Miliki Kasus Gizi Buruk Terendah Se-
Kalimantan | KLA -Kabupaten/Kota Layak Anak, n.d.)
Daerah pesisir merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki masalah khususnya di bidang kesehatan masyarakat. Masalah
kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks. Hal ini saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar
kesehatan. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri tetapi
harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah "sehat-sakit".
01
PENYEBAB
STUNTING
Penyebab stunting sangat beragam dan kompleks sebagai berikut (Fitri, 2012):
4. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi dapat mengganggu pertumbuhan tinggi badan atau berat badan pada anak. Terlebih dahulu penyakit infeksi
akan mempengaruhi status gizi anak balita. Hal ini terjadi karena penyakit infeksi dapat menurunkan konsumsi makanan,
mengganggu absorbsi zat gizi, menyebabkan hilangnya zat gizi secara langsung, meningkatkan kebutuhan metabolik.
5. Pola asuh
Pola asuh merupakan interaksi antara orang tua dan anak yang terdiri dari praktik dalam merawat anak dan praktik pemberian
makanan pada anak. Status gizi anak berhubungan dengan praktik dalam pemberian makanan khususnya pada saat balita berumur
dua tahun (Ratu, Nancy S. H, & Maureen l, 2018). Peran keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak akan menentukan tumbuh
kembang anak. Pola asuh dalam praktik memberi makanan yang sehat, memberi makanan yang bergizi akan meningkatkan status
gizi anak (Rahmayana, Ibrahim, & Dwi Santy Damayanti, 2014).
8. BBLR
BBLR yaitu dimana berat bayi lahir kurang dari 2.500 gram akan menyebabkan risiko kematian, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak, termasuk dapat berisiko menjadi pendek jika tidak tertangani dengan baik (Depkes RI, 2016).
9. Pekerjaan ibu
Status pekerjaan ibu akan mempengaruhi terhadap polah asuh anak karena ibu yang bekerja akan memiliki peran ganda pada
keluarga. Peran utama ibu yaitu berstatus sebagai ibu rumah tangga, tetapi ibu juga menjalankan peran yang lain ketika memiliki
aktivitas lain di luar rumah seperti bekerja, menuntut pendidikan atau pun aktivitas lain dalam kegiatan sosial. Dengan peran ganda
ini, seorang ibu dituntut untuk dapat menyeimbangkan perannya sebagai seorang ibu ataupun peran-peran lain yang harus
diembannya (Al-rahmad et al., 2013).
10. Sanitasi
Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi rumah tangga yang terdiri dari sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah dan limbah
rumah tangga. Sanitasi yang buruk merupakan penyebab utama dari penyakit diare, disentri, kolera, tifoid, dan hepatitis A. Jika
sanitasi baik maka dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit dan kematian pada anak anak. Sanitasi baik dapat terpenuhi jika
fasilitas dari sanitasi aman, memadai dan dekat dengan tempat tinggal (Wiyogowati, 2012).
02
02
DAMPAK
STUNTING
Dampak stunting dalam Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting menurut
(Sandjojo, 2017) :
1. Berikan anak gizi seimbang agar tubuhnya bisa bertambah tinggi dan untuk perkembangan otak anak.
2. Melakukan aktivitas fisik, minimal olahraga 30 menit setiap hari.
3. Jangan biarkan anak tidur larut malam agar anak mendapat istirahat yang cukup.
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang termasuk
pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk
malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah
menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025. Untuk mewujudkan hal tersebut,
pemerintah menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya sebagai
berikut (Danna, 2019; Haskas, 2020; Kesehatan & Indonesia, 2011)
2. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 harus disikapi dengan koordinasi yang kuat di
tingkat pusat dan aturan main dan teknis yang jelas di tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga
pelaksana ujung tombak. Diseminasi informasi dan advocacy perlu dilakukan oleh unit teknis
kepada stakeholders lintas sektor dan pemangku kepentingan lain pada tingkatan yang sama.
Sehingga Dibutuhkan upaya yang bersifat holistik dan saling terintegrasi.
3. Mendorong Kebijakan Akses Pangan Bergizi, akses air bersih dan sanitasi serta melakukan
Pemantauan dan Evaluasi secara berkala.
4. Memperkuat surveilans gizi masyarakat sehingga dapat mendeteksi secara dini permasalahan
permasalahan gizi yang muncul di masyarakat. (Awaludin, 2019)
Thank u !