You are on page 1of 13

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah


Alamat Website: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM

Perilaku Ibu Dalam Pencegahan Stunting Pada BADUTA

Filsya Khoirina Fildzah 1, Ahmad Yamin 2, Sri Hendrawati 3


1
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran , Indonesia
2
Departemen Keperawatan Komunitas, Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran
3
Departemen Keperawatan Anak, Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran
INFORMASI ABSTRACT
Korespondensi: The purpose of this research was to identified the behavior of mothers in the prevention
sri.hendrawati@unpad. of stunting on under two years baby in Cipacing Village, Jatinangor, Sumedang Dis-
ac.id trict.

This research used quantitative descriptive methods. The population of this study was
the mother who had a baby 0-2 years in Cipacing Village, Jatinangor, Sumedang Dis-
trict. The samples in this study were 218 people using proportional stratified random
sampling. The data were collected using a likert scale questionnaire, analyzed using
frequency distribution based on the mean value, then presented in proportion form.

The results showed the behavior of mothers in the stunting prevention of 53.07% had
good category on stunting prevention behavior, with the highest result was drinking
water and household food management sub variable with 74.3% with good categories
and the lowest was the hand washing with soap sub variable with a bad behavior cat-
egory of 55%.

Keywords: The advice for Public Health Center Institution was beside in terms of facilities but
Maternal Behavior, Stunt- also should have a target in improving the behavior of mothers in stunting prevention
ing Prevention, Under Two through STBM-Stunting programs.
Years Baby

272
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

PENDAHULUAN manusia yang diterima secara luas yang selanjutnya akan


Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa
oleh asupan gizi yang kurang dan sanitasi yang buruk yang akan datang (UNICEF, 2013).
dalam waktu cukup lama. Rendahnya kualitas makanan Terdapat beberapa faktor penyebab dari kejadian anak
dan sanitasi sejalan dengan frekuensi infeksi sehingga stunting yaitu faktor langsung dan tidak langsung (UNICEF,
dapat mengganggu pertumbuhan. Stunting dapat terjadi 2013). Faktor langsung diantaranya praktik pengasuhan
dari mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak yang kurang baik, dimana informasi menunjukkan bahwa
saat anak berusia dua tahun (Schmidt, 2014). Pada tahun 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu
2011 lebih dari 26% atau lebih dari seperempat anak Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 bayi berusia dua
usia lima tahun di seluruh dunia mengalami stunting. tahun (baduta) tidak menerima Makanan Pendamping
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting Air Susu Ibu (MP-ASI). Sedangkan upaya pencegahan
tertinggi dan menjadi peringkat ke-5 pada tahun 2013 stunting harus lebih ditekankan kepada masa konsepsi
(UNICEF, 2013). Hal ini ditunjukkan dengan prevalensi sampai usia bayi dua tahun (baduta) atau tercantum dalam
stunting tahun 2013 adalah 37,2% dan pada tahun 2018 program pemerintah yaitu 1000 Hari Pertama Kehidupan
adalah 30,8%. Persentase tertinggi pada tahun 2013 adalah (HPK) karena saat ini merupakan masa paling kritis untuk
di Provinsi Nusa Tenggara Timur (51,7%) sedangkan memperbaiki perkembangan fisik dan kognitif anak.
persentase terendah adalah Provinsi Kepulauan Riau Selain itu masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk
(26,3%) (Kementerian Kesehatan RI, 2016). layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang dilakukan oleh ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care (setelah
Kementerian Kesehatan RI (2013) menunjukkan bahwa melahirkan), dan pembelajaran dini yang berkualitas;
di Jawa Barat prevalensi gizi kurang pada balita (TB/U<- adapun tingkat kehadiran anak di posyandu semakin
2SD) secara nasional menunjukkan angka 35,3%. Hal ini menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak
dikatakan lebih baik daripada nasional (37,2%). Prevalensi belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi
stunting tertinggi berada di wilayah Kabupaten Bandung dan masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke
Barat (52,5%) dan terendah di Kota Depok (25,7%). makanan bergizi (Djauhari, 2017).
Menurut data 100 kabupaten/kota prioritas untuk Faktor tidak langsung yang memengaruhi stunting
intervensi anak stunting menyebutkan bahwa pada tahun diantaranya adalah faktor sanitasi yang berpengaruh
2016 prevalensi stunting di Kabupaten Sumedang adalah dalam kejadian stunting. Karena itu, sebagai upaya dari
41,08% (Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, pemerintah dalam menanggulangi faktor tidak langsung
2017) dan Kecamatan Jatinangor merupakan salah satu ini maka dapat dilaksanakan program STBM (Sanitasi
kecamatan yang menyumbang angka tersebut. Data yang Total Berbasis Masyarakat)-Stunting dengan melakukan
dikeluarkan oleh Puskesmas Jatinangor menyebutkan perubahan perilaku secara berjenjang untuk mencapai
bahwa target angka stunting di wilayah kerja Puskesmas kondisi hygiene sanitasi dan pencegahan stunting yang
Jatinangor adalah 20%, dan Desa Cipacing merupakan lebih baik dan berkelanjutan yang diatur dalam Permenkes
desa yang paling tinggi memiliki angka kejadian stunting No. 3/2014 tentang STBM-Stunting yang sampai 2015
yaitu mecapai 25%, Desa Hegarmanah 22%, Desa Cibeusi telah menjangkau 26.417 desa/kelurahan. Faktor sanitasi
14%, Desa Cilayung 14%, Desa Cileles 13%, Desa Sayang merupakan salah satu penyebab dari kejadian stunting.
12,5% dan Desa Cikeruh 9% (Pukesmas Jatinangor, 2017). Hubungan antara sanitasi dengan kejadian stunting adalah
Stunting merupakan permasalahan kekurangan gizi yang sanitasi yang buruk seperti tidak adanya penyediaan air
terjadi di Indonesia dan harus ditangani secara serius. minum, pengelolaan septic tank yang buruk, kontaminasi
Upaya pemerintah dalam menanggulangi stunting adalah kotoran, air tergenang, akses air bersih yang tidak memadai
dengan membuat indikator meningkatkan status gizi yang menyebabkan dampak berbagai penyakit seperti
masyarakat yang termuat dalam Sasaran Pembangunan kecacingan, infeksi usus, malaria, dan paparan terus
Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Hal ini tercapai menerus terhadap kotoran manusia dan binatang dapat
dengan menurunnya prevalensi stunting (pendek dan menyebabkan infeksi bakteri kronis yang menyebabkan
sangat pendek) pada anak dari angka kejadian 32,9% pada gizi sulit diserap oleh tubuh dan saat anak sakit lazimnya
tahun 2013 menjadi 28% di tahun 2019 (Kementerian selera makan pun berkurang, sehingga asupan gizi
Kesehatan RI, 2016). Masalah gizi khususnya stunting makin rendah dan membuat energi untuk pertumbuhan
merupakan hal yang menjadi fokus perhatian pemerintah. teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi.
Hal ini disebabkan karena anak dengan stunting akan Maka, pertumbuhan sel otak yang seharusnya sangat pesat
menjadi anak yang kurang sehat dan lebih rentan terhadap dalam dua tahun pertama seorang anak menjadi terhambat.
penyakit tidak menular, gangguan perkembangan Dampaknya, anak tersebut terancam menderita stunting
kognitif dan meningkatnya risiko terhadap penyakit yang mengakibatkan pertumbuhan mental dan fisiknya
infeksi dan lebih lanjut kematian. Dampak dalam jangka terganggu, sehingga cara untuk memutus rantai penularan
panjang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan penyakit atau alur kontaminasi adalah dengan melakukan
menurunkan produktivitas pasar kerja serta mengurangi perubahan perilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan
pendapatan pekerja dewasa. Selain itu, stunting juga dapat dengan pendekatan program STBM-Stunting (Chase,
berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality 2016).
dan juga menyebabkan kemiskinan antar generasi yang Tujuan penyelenggaraan Program STBM-Stunting adalah
merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis,

273
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

saniter dan menerapkan pola hidup dengan gizi baik. telah mengadakan evaluasi di Desa Cipacing mengenai
Program STBM-Stunting meliputi lima pilar STBM dan sarana dari 5 pilar tersebut, dan didapatkan capaian Pilar
tiga pilar pencegahan stunting melalui gizi dalam rangka 1 Stop BABS dengan kriteria terdapat sarana jamban
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- sehat (94,5%), Pilar 2 CTPS dengan kriteria terdapat air
tingginya secara mandiri dan berkeadilan (Kementerian mengalir, sabun dan tissue (7,8%), Pilar 3 PAMMRT
Kesehatan RI, 2017). Delapan Pilar Program STBM- dengan kriteria terdapat air minum berupa air rebus atau
Stunting terdiri dari lima pilar STBM dan tiga pilar kemasan (100%), Pilar 4 PS-RT dengan kriteria terdapat
Pencegahan Stunting melalui gizi, yaitu: Stop Buang Air pengangkut sampah desa (93,8 %), dan Pilar 5 PLCRT
Besar Sembarangan (SBS), Cuci Tangan Pakai Sabun dengan kriteria rumah ada pembuangan sampah dan
(CTPS), Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah pembuangan air limbah (52,4%). Hal ini menunjukkan
Tangga (PAMM-RT), Pengamanan Sampah Rumah Tangga bahwa pilar yang sudah mencapai target hanya ada dua
(PS-RT), Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC- yaitu pilar ketiga PAMMRT (Pengelolaan Air Minum dan
RT), Gizi Ibu Hamil, Pemberian Makan Bayi dan Anak makanan di Rumah Tangga) dan pilar keempat PS-RT
(PMBA) dan Pemantauan Pertumbuhan (Kementerian (Pengamanan Sampah Rumah Tangga).
Kesehatan RI, 2017). Hasil wawancara dengan petugas gizi puskesmas jatinangor
Data Riskesdas tahun 2016 mengenai target dan cakupan menjelaskan bahwa telah dilakukan upaya untuk
program STBM-Stunting nasional menunjukkan masih pelaksanaan tiga pilar gizi. Upaya yang sudah dilakukan
ada beberapa pilar yang belum mencapai target. Hal ini adalah penapisan gizi ibu hamil berupa pengukuran LILA,
ditunjukkan dengan masyarakat yang berperilaku cuci pengukuran Hb darah, melaksanakan kelas ibu hamil
tangan dengan benar adalah 47,0% dan perilaku SBS (penyuluhan), konseling menyusui, pemberian PMT pada
(Stop Buang Air Besar Sembarangan) atau ODF (Open ibu Kekurangan Energi Kronik (KEK), penimbangan
Defecation Free) adalah sebesar 26%, sedangkan target anak, pengukuran tinggi badan anak, pemberian vitamin A
RPJMN 2019 adalah 50%. Data untuk sarana air minum dan setiap anak memiliki KMS. Untuk data pilar keenam
yang diawasi adalah 16,02%, sedangkan targetnya yaitu gizi ibu hamil memiliki indikator makanan gizi beragam
35% sarana air minum yang dilakukan pengawasan. dan seimbang namun pihak puskesmas tidak memiliki
Dalam hal cara pengelolaan sampah, hanya 24,9% rumah data target dan juga capaian. Indikator selanjutnya adalah
tangga di Indonesia yang pengelolaan sampahnya diangkut penurunan prevalensi ibu dengan anemia target <19,9%,
oleh petugas. Sebagian besar rumah tangga mengelola sedangkan hasil capaian tahun 2018 adalah 26,26%, untuk
sampah dengan cara dibakar (50,1%), ditimbun dalam pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil target 82%
tanah (3,9%), dibuat kompos (0,9%), dibuang ke kali/ dengan capaian 99,4% dan target 80% untuk ibu dengan
parit/laut (10,4%), dan dibuang sembarangan (9,7%) KEK mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan
(Kementrian Kesehatan RI, 2016). Pada umumnya rumah (PMT). Pilar ketujuh dalam Pemberian Makanan Bayi
tangga di Indonesia membuang limbahnya langsung ke got dan Anak (PMBA) dengan indikator pemberian ASI
(46,7%) dan tanpa penampungan (17,2%). Hanya 15,5% eksklusif dengan target 90% dan hasil capaiannya adalah
yang menggunakan penampungan tertutup di pekarangan 67,64%, Untuk indikator pemberian taburia puskesmas
dengan dilengkapi sistem pembuangan air dan limbah, sudah tidak lagi melakukannya karena kebanyakan anak
13,2% menggunakan penampungan terbuka di pekarangan, tidak mengkonsumsi. Indikator ASI dilanjutkan sampai
dan 7,4% penampungannya di luar pekarangan. Kemudian dua tahun dan puskesmas tidak memiliki data. Sedangkan
untuk persentase nasional pemeriksaan kehamilan adalah untuk pemberian MP-ASI pada warga miskin target 100%,
70% dengan target Renstra 2017 adalah 76%, proses mulai namun capaian tidak terdata karena pemberian yang tidak
menyusu kurang dari satu jam (IMD) setelah bayi lahir jelas. Pilar kedelapan dalam pemantauan pertumbuhan
adalah 34,5%, serta kecenderungan frekuensi pemantauan untuk target 100% setiap anak memiliki KMS (Kartu
pertumbuhan anak umur 6-59 bulan dalam enam bulan Menuju Sehat) namun masih ada KMS yang hilang. Untuk
terakhir dengan penimbangan >4 kali adalah 44,6% indikator pemberian vitamin A target 100% untuk anak
(Kementrian Kesehatan RI, 2013). usia 6-11 bulan dan target 90% untuk anak usia 12-59
Data hasil wawancara dengan petugas kesehatan bulan namun puskesmas belum memiliki data capaiannya.
lingkungan Puskesmas Jatinangor menunjukkan telah Dari hasil evaluasi yang sudah dilakukan oleh pihak
dilakukan upaya dalam pelaksanaan program STBM- Puskesmas Jatinangor hanya dari aspek sarana saja dari
Stunting. Hal yang dilakukan yaitu berupa penyuluhan lima pilar STBM dan tiga pilar gizi belum semua aspek
setiap bulan kepada masyarakat termasuk masyarakat Desa terdata, serta mengenai pengetahuan dan perilaku dari
Cipacing yang diadakan pada saat kegiatan masyarakat dan masyarakat belum dilakukan evaluasi. Beberapa faktor
saat posyandu. Selain itu juga selalu diadakan monitoring yang memengaruhi tidak berjalannya program STBM
dari Pilar STBM-Stunting. Target dari program STBM adalah faktor sosial budaya dimana kebiasaan atau tradisi
Puskesmas Jatinangor tahun 2017 dari Pilar 1 Stop BABS masyarakat yang turun menurun lebih memilih perilaku
(Buang Air Besar Sembarangan) adalah 100%, Pilar 2 yang tidak sesuai selain itu tingkat sosial ekonomi yang
CTPS (Cuci tangan pakai Sabun) 80%, Pilar 3 PAMMRT rendah, pengetahuan kesehatan lingkungan yang kurang
(Pengelolaan Air Minum dan makanan di Rumah Tangga) dan kebiasaan buruk, sehingga diperlukan penelitian lebih
80%, Pilar 4 PS-RT (Pengamanan Sampah Rumah lanjut mengenai perilaku masyarakat terutama perilaku ibu
Tangga) 80%, dan pilar 5 PLCRT (Pengamanan Limbah (Davik, 2016).
Cair Rumah Tangga) adalah 80%. Pihak Puskesmas Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap

274
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

rangsangan atau lingkungan dan perilaku pada umumnya Jatinangor adalah maksimal 20% di tahun 2017. Desa
dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan. Cipacing juga merupakan desa dengan jumlah penduduk
Bloom menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga terpadat di Kecamatan Jatinangor dengan total 14.321 jiwa
domain, yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge), pada tahun 2013 dengan jumlah bayi 0-2 tahun sebanyak
sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktik 480 jiwa yang tersebar di 18 RW dan hanya 5 pilar yang
kesehatan (health practice). Dalam penelitian ini yang sudah dilakukan evaluasi dari segi sarana saja sedangkan
akan diukur adalah praktik tindakan dengan pendekatan terkait tindakan/praktik belum dilakukan evaluasi. Dari segi
Teori Bloom dalam delapan pilar STBM-Stunting yang 3 pilar gizi yaitu gizi ibu hamil, pemberian makan bayi dan
dilakukan oleh Ibu. anak dan pemantauan pertumbuhan dilihat tindakannya
Peran ibu sangat penting terhadap pencegahan stunting tetapi belum secara menyeluruh terdata dan hasil yang
melalui program STBM-Stunting, karena ibu merupakan sudah terdata pun masih banyak tindakan pencegahan
orang dewasa yang selalu dekat dengan anaknya dan stunting yang belum mencapai target yang direncanakan
mempunyai tanggung jawab yang pertama dan utama puskesmas. Hal ini dilihat dari angka anemia ibu yang masih
terhadap anak. Dalam kehidupan sehari-hari anak perlu tinggi dan pemberian ASI eksklusif yang belum mencapai
mendapatkan arahan dan juga bimbingan dari orang tuanya target. Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan
terutama ibu, maka dari itu ibu perlu untuk melakukan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perilaku ibu
perilaku sehat karena jika ibu tidak mendukung kesehatan dalam pencegahan stunting pada baduta di Desa Cipacing,
anaknya maka akan berpengaruh terhadap derajat Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
kesehatan anaknya. Dalam keluarga, peran ibu sebagai
pembuat keputusan tentang kesehatan utama, pendidik, METODE
konselor dan pemberi asuhan keluarga. Peran pengasuh Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian
adalah peran dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan ini adalah deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk
dan perawatan anak agar kesehatannya terpelihara sehingga mengetahui perilaku ibu dalam pencegahan stunting
diharapkan menjadi anak-anak yang baik secara fisik, pada baduta di Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor,
mental, sosial dan spiritual (Friedman, 2014). Kabupaten Sumedang dengan subvariabel perilaku ibu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Apriani (2018) di dalam program STBM-Stunting yang tercakup dalam
Kota Surakarta menjelaskan bahwa terdapat hubungan delapan pilar yaitu perilaku Stop Buang Air Besar
antara perilaku ibu dalam pelaksanaan gizi dan pelaksanaan Sembarangan (SBS), Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS),
PHBS dengan kejadian stunting. Penelitian lain yang Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga
dilakukan di Makassar menyebutkan bahwa terdapat (PAMM-RT), Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-
hubungan signifikan antara pola asuh ibu dalam praktik RT), Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-
pemberian makan, praktik kebersihan hygiene dan sanitasi RT), Gizi Ibu Hamil, Pemberian Makan Bayi dan Anak
lingkungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 (PMBA), dan Pemantauan Pertumbuhan. Populasi pada
bulan dan usia 24-59 bulan (Ibrahim, 2014). Penelitian penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi dua tahun
lain yang mendukung yang dilakukan oleh Rah (2015) di Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
di India menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara Sumedang yang merupakan salah satu Desa dengan angka
praktik kebersihan dengan kejadian stunting. Bahkan prevalensi stunting yang tinggi. Jumlah ibu yang memiliki
dalam penelitian yang dilakukan di Pedesaan Ethiopia baduta di Desa Cipacing adalah sebanyak 480 orang.
menjelaskan bahwa ibu yang memiliki pengetahuan Penelitian ini menggunakan teknik sampling propotional
yang lebih baik tentang praktik pemberian makan bayi stratified random sampling, sehingga didapatkan sampel
dan anak memiliki kejadian stunting yang lebih rendah sebanyak 218 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan
(Abebe, 2016). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dari dengan menggunakan lembar kuesioner perilaku ibu dalam
hasil penelitian tindakan/praktik gizi dan juga sanitasi ibu pencegahan stunting melalui delapan pilar STBM-Stunting
memengaruhi terhadap pencegahan stunting. yang dikumpulkan saat kegiatan posyandu. Kuesioner ini
Masalah stunting merupakan salah satu masalah yang terjadi dimodifikasi dari instrumen pengukuran STBM-Stunting
di komunitas. Sehingga perlu peran serta dari petugas yang disesuaikan dengan indikator program STBM-
kesehatan terutama perawat komunitas. Peran perawat Stunting Kementerian Kesehatan RI tahun 2017. Analisis
yang dapat dilakukan dalam pencegahan stunting dengan data yang digunakan adalah statistik deskriptif kuantitatif
adalah meneliti, mengedukasi dan konsultasi masyarakat menggunakan mean.
terkait delapan pilar STBM-Stunting yaitu diantaranya
adalah untuk berhenti buang air besar sembarangan, cuci
tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan HASIL
rumah tangga, mengamankan sampah rumah tangga, Berikut ini merupakan hasil penelitian kuantitatif terkait
mengamankan limbah cair rumah tangga, melakukan perilaku ibu dalam pencegahan stunting pada baduta
edukasi gizi ibu hamil, pendidikan pemberian makan di Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
bayi dan anak dan pemantauan pertumbuhan anak Sumedang. Pengambilan data dilakukan selama bulan
(Kementerian Kesehatan RI, 2017). Desa Cipacing Februari sampai dengan April 2019 dengan propotional
merupakan desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas stratified random sampling, sehingga didapatkan 218 orang
Jatinangor yang menempati tingkat kejadian stunting responden.
tertinggi dengan angka 25% dengan target Puskesmas

275
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Perilaku Ibu dalam 7 Perilaku ibu


Pencegahan Stunting pada Baduta (n=218) melaksanakan
Frekuensi pemberian makan 130 88 59,6% 40,4%
Variabel (f) Persentase (%) bayi dan anak
dalam pencegah-
Perilaku ibu dalam Baik Buruk Baik Buruk an stunting
pencegahan stunting 8 Perilaku ibu
117 101 53,7% 46,3% melaksanakan
Perilaku ibu dalam pencegahan stunting di Desa Cipacing, pemantauan 128 90 58,7% 41,3%
pertumbuhan
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang secara umum dalam pencegah-
adalah sebagian responden yaitu sebanyak 117 ibu atau an stunting
53,07% memiliki perilaku pencegahan stunting dengan Perilaku ibu dalam pencegahan stunting di Desa Cipacing,
kategori baik dan terdapat sebagian responden dimana 101 Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang yang terbagi
ibu atau sebanyak 46,3% memiliki kategori perilaku yang menjadi delapan pilar yaitu pilar pertama perilaku stop
buruk. buang air besar sembarangan ditemukan sebagian besar
memiliki perilaku baik yaitu sebanyak 154 ibu atau 70,6%.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Delapan Subvariabel Dalam pilar kedua yaitu perilaku ibu melaksanakan cuci
Perilaku Ibu dalam Pencegahan Stunting pada Baduta tangan pakai sabun dalam pencegahan stunting pada baduta
(n=218) sebagian reponden sebanyak 120 ibu atau 55% termasuk
Perilaku Ibu da- Frekuensi (f) Persentase (%) dalam perilaku buruk. Pilar ketiga yaitu perilaku ibu
lam Pencegahan melaksanakan pengelolaan air minum dan makanan rumah
No.

Stunting Baik Buruk Baik Buruk tangga dalam pencegahan stunting menunjukkan bahwa
sebagian besar responden sebanyak 162 ibu atau 74,3%
1 Perilaku ibu termasuk dalam perilaku baik. Pilar keempat yaitu perilaku
melaksanakan ibu melaksanakan pengamanan sampah rumah tangga
70,6%

29,4%

stop buang air 154 64 dalam pencegahan stunting pada baduta yaitu sebagian
besar sembaran-
gan dalam pence- responden sebanyak 124 ibu atau 56,9% memiliki perilaku
gahan stunting baik. Perilaku ibu dalam melaksanakan pengamanan limbah
2 Perilaku ibu cair rumah tangga dalam pencegahan stunting pada baduta
melaksanakan menunjukkan sebagian responden sebanyak 117 ibu atau
cuci tangan pakai 53,07% memiliki perilaku baik. Selanjutnya, perilaku ibu
45%

55%

sabun dalam 98 120


melaksanakan gizi ibu hamil dalam pencegahan stunting
pencegahan pada baduta menunjukkan sebagian responden sebanyak
stunting
121 ibu atau 55,5% memiliki perilaku baik. Sedangkan
3 Perilaku ibu perilaku ibu melaksanakan pemberian makan bayi dan
melaksanakan anak dalam pencegahan stunting pada baduta menunjukkan
pengelolaan
bahwa sebagian responden sebanyak 130 ibu atau 59,6%
74,3%

25,7%

air minum dan 162 56


makanan rumah memiliki perilaku baik. Dan terakhir pada pilar kedelapan
tangga dalam yaitu perilaku ibu melaksanakan pemantauan pertumbuhan
pencegahan dalam pencegahan stunting pada baduta menunjukkan
stunting bahwa terdapat sebagian responden yaitu sebanyak 128 ibu
4 Perilaku ibu atau 58,7% memiliki perilaku baik.
melaksanakan
pengamanan
56,9%

43,1%

sampah rumah 124 94


tangga dalam PEMBAHASAN
pencegahan Pada tabel hasil penelitian diatas dijelaskan bahwa perilaku
stunting ibu dalam pencegahan stunting dibagi menjadi dua kategori
5 Perilaku melak- yaitu perilaku baik dan perilaku buruk. Secara umum
sanakan pen- hasilnya adalah sebagian responden yaitu sebanyak 117 ibu
53,07%

46,03%

gamanan limbah 117 101 atau atau 53,07% memiliki perilaku pencegahan stunting
cair rumah tangga dengan kategori baik dan terdapat 101 ibu atau sebagian
dalam pencegah-
an stunting responden juga (46,3%) memiliki kategori perilaku buruk.
Hasil tersebut didapatkan dari hasil kumulatif total skor
6 Perilaku peman- delapan pilar pencegahan stunting. Depan pilar pencegahan
tauan gizi ibu
55,5%

44,5%

hamil dalam 121 97 stunting ini yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan,
pencegahan Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum dan
stunting Makanan Rumah Tangga, Pengamanan Sampah Rumah
Tangga, Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga,
Pemantauan Gizi Ibu Hamil, Pemberian Makan Bayi
dan Anak dan Pemantauan Pertumbuhan. Dengan hasil

276
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

yang menunjukkan 53,07% ibu yang memiliki bayi 0-2 (Bappenas, 2018).
tahun telah memiliki perilaku yang baik, namun angka Dalam mewujudkan hal ini, pemerintah berkomitmen
stunting masih belum mencapai target yang diberikan untuk percepatan perbaikan gizi yang diwujudkan dengan
oleh puskesmas dengan capaian maksimal angka stunting ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun
20%, dimana sekarang Desa Cipacing masih dalam angka 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan
stunting 25%. Hal ini menunjukkan perlu dilakukan Gizi yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan,
intervensi lebih lanjut kepada masyarakat terutama terutama kesehatan ibu, anak dan pengendalian penyakit
ibu yang memiliki bayi 0-2 tahun sebagai upaya dalam dengan pendekatan berbagai program dan kegiatan yang
peningkatan perilaku ibu dalam pencegahan stunting dan dilakukan lintas sektor. Implementasi perbaikan gizi juga
menetapkan target perilaku ibu dalam pencegahan stunting dituangkan ke dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan
secara bertahap. Gizi (RAN-PG) 2015-2019. Sedangkan, intervensi
Walaupun hasil dari penelitian menunjukkan perilaku baik gizi sensitif menyumbang sebesar 70% dalam menurunkan
ibu lebih dominan sebanyak 3%, hal ini tetap memerlukan angka stunting, dilakukan oleh sektor di luar gizi, dan
perhatian khusus. Perawat dan petugas puskesmas perlu sasarannya adalah masyarakat umum serta lingkungan
untuk dapat memiliki target dari capaian perilaku baik yang mendukung, Intervensi gizi sensitif mencakup dalam
terutama dalam delapan subvariabel pencegahan stunting lima pilar STBM-Stunting yaitu Stop Buang Air Besar
karena diharapkan dapat menjadi indikator tercapainya Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan
penurunan stunting di Desa Cipacing, Kecamatan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga, Pengamanan
Jatinangor, Kabupaten Tasikmalaya. Hal yang dapat Sampah Rumah Tangga dan Pengamanan Limbah Cair
dilakukan diantaranya dengan optimalisasi peran posyandu Rumah Tangga (Bappenas, 2018).
dalam pencegahan stunting dengan melakukan intervensi Dalam Peningkatan intervensi sensitif ini hal-hal yang
holistik sebagai strategi nasional percepatan pencegahan dapat dilakukan untuk penurunan stunting menurut
stunting seperti intervensi gizi spesifik, intervensi gizi sensitif Badan Perencanaan Pembangunan Nasional adalah
dan enabling-evironment (lingkungan yang mendukung). dengan pembinaan pelaksanaan STBM, mengembangkan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosha (2016) layanan pengendalian penyakit filariasis dan kecacingan,
upaya penurunan stunting akan lebih efektif apabila peningkatan penyediaan air minum dan sanitasi yaitu
menggabungkan intervensi gizi sensitif, gizi spesifik dan dengan akses air minum dan sanitasi yang layak dan aman
enabling environment karena diinisiasi dengan pendekatan (Bappenas, 2018). Dengan demikian diharapkan akan ada
Holistik, Integratif, Tematik dan Spatial (HITS). Intervensi peningkatan perilaku baik ibu dalam pencegahan stunting
gizi spesifik menyumbang sebesar 30% dalam menurunkan yang akan menurunkan angka stunting. Menurut penelitian
kasus stunting. Intervensi ini ditunjukan kepada rumah kualitatif yang dilakukan oleh Rosha (2016) di Kota Bogor
tangga pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan dengan cara wawancara mendalam kepada pemegang
dilakukan oleh sektor kesehatan, bersifat jangka pendek, program KIA dan Gizi sebanyak 12 orang mengenai
dan hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek,. peran intervensi gizi spesifik dan sensitif dalam perbaikan
Hal ini tercantum dalam tiga pilar STBM-Stunting yaitu masalah gizi balita. Penelitian ini menunjukkan bahwa
Pemantauan Gizi Ibu Hamil, Pemberian Makan Bayi intervensi gizi spesifik dilakukan dengan pemantauan
dan Anak dan Pemantauan pertumbuhan yang bisa terus balita di posyandu, imunisasi, pemberian vitamin A dan
digencarkan (Rosha, 2016). pemberian makanan tambahan ibu hamil dan program
Program yang dapat dilakukan puskesmas dalam tablet darah beserta intervensi sensitif berupa intervensi
pencegahan stunting menurut Kementerian Perencanaan kesehatan lingkungan. Integrasi yang dilakukan antara
dan Pembangunan Nasional adalah penyebarluasan intervensi spesifik dan sensitif dalam upaya perbaikan
informasi melalui berbagai media terkait pencegahan balita sebaiknya dilakukan agar penanganan masalah gizi
stunting. Hal yang dapat dilakukan berupa penyediaan dapat sustainable atau berkelanjutan.
konseling perubahan perilaku, penyediaan konseling Sejauh ini, menurut petugas kesehatan Puskesmas
pengasuhan hak orang tua, penyediaan akses Pendidikan Jatinangor bahwa langkah intervensi dalam pencegahan
Anak Usia Dini (PAUD), promosi stimulasi anak usia dini, stunting yang telah dilakukan di Desa Cipacing adalah
dan pemantauan tumbuh kembang anak. Selain itu, hal dengan rutin melaksanakan penyuluhan terkait delapan
yang dapat dilakukan dalam peningkatan akses pangan pilar STBM-Stunting di setiap posyandu baik itu oleh
bergizi adalah dengan akses fortifikasi bahan pangan utama, kader posyandu, petugas puskesmas atau oleh bidan desa,
penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan. Dan selain itu selalu ada pemberian biskuit secara cuma-cuma
bagi instansi kesehatan dapat dilakukan melalui kegiatan sebagai makanan tambahan bagi bayi 6 bulan sampai 2
pembinaan dan peningkatan status gizi masyarakat, tahun. Sedangkan kegiatan yang belum terlaksana adalah
pembinaan dan peningkatan pengetahuan gizi masyarakat, penyediaan konseling perubahan perilaku, penyediaan
pembinaan pencegahan stunting, pelaksanaan strategi konseling pengasuhan hak orang tua, penyediaan akses
promosi kesehatan, peningkatan surveilans gizi, penguatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan promosi
intervensi suplemen gizi pada ibu hamil dan balita, stimulasi anak usia dini.
penyediaan makanan tambahan bagi ibu hamil kurang Perilaku Stop Buang Air Besar Sembarangan merupakan
energi kronis, penyediaan makanan tambahan bagi balita salah satu pilar yang dicanangkan Kemenkes sebagai
kekurangan gizi, suplementasi gizi mikro, serta pembinaan upaya dalam pencegahan stunting. Dimana Stop BABS
dan peningkatan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan ini adalah suatu kondisi dimana setiap individu dalam

277
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air dapat dilakukan oleh petugas kesehatan terutama perawat
besar sembarangan yang dapat berpotensi menyebarkan puskesmas terhadap Perilaku Ibu dalam Stop Buang Air
penyakit. Cara untuk mewujukannya melalui kegiatan Besar Sembarangan adalah tetap melakukan penyuluhan
sedikitnya membudayakan perilaku BAB sehat yang dapat setiap bulan kepada masyarakat termasuk masyarakat agar
memutus alur kontaminasi kotoran manusia sebagai tetap menjaga perilaku baik dalam Stop BABS, karena
sumber penyakit secara berkelanjutan dan menyediakan selain dalam pencegahan stunting juga dapat mencegah
serta memelihara sarana buang air besar yang memenuhi penyebaran penyakit yang infeksius lainnya.
standar dan persyaratan kesehatan (Kementerian Kesehatan Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih
RI, 2017). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, yang mengalir merupakan pilar kedua dalam pencegahan
secara umum perilaku ibu dalam melaksanakan Stop stunting. Hal ini dapat diwujudkan melalui kegiatan
Buang Air Besar Sembarangan pada penelitian ini memiliki sedikitnya membudayakan perilaku cuci tangan dengan
kategori sebagian besar responden memiliki perilaku baik. air bersih yang mengalir dan sabun secara berkelanjutan
Ditunjukkan dengan sebanyak 154 responden dari 218 dan menyediakan serta memelihara sarana cuci tangan
atau 70,6% memiliki kategori perilaku yang baik dan yang dilengkapi dengan air mengalir, sabun, dan
29,4% memiliki kategori buruk. Dari data yang didapatkan saluran pembuangan air limbah dengan tujuan untuk
dari Puskesmas Jatinangor di bagian Sanitasi menjelaskan menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari
bahwa dalam Program STBM-Stunting capaian Pilar 1 permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme
terkait Stop BABS dengan kriteria sarana jamban sehat sementara. Terdapat lima waktu kritis yang mengharuskan
adalah 94,5% walaupun targetnya adalah 100%. Sehingga praktik cuci tangan pakai sabun untuk mencegah stunting
sudah selayaknya masyarakat Desa Cipacing terutama yaitu cuci tangan sebelum makan, sebelum mengolah dan
Ibu telah melakukan perilaku baik dalam Stop Buang Air menghidangkan makanan, sebelum menyusui, sebelum
Besar Sembarangan. Hal ini bisa menunjukkan bahwa memberi makan bayi/balita, sesudah buang air besar/kecil
kecenderungan masyarakat dalam sarana maupun perilaku dan sesudah memegang hewan/unggas (Umrah, 2013).
Stop Buang Air Besar Sembarangan sudah dikatakan baik Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, secara umum
dan dapat untuk menurunkan angka kesakitan karena perilaku ibu dalam melaksanakan cuci tangan pakai
infeksi. sabun dalam pencegahan stunting pada baduta dalam
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Banggai dan Sigi penelitian ini dikategorikan sebagian responden memiliki
menunjukkan bahwa rerata tinggi badan pada kelompok perilaku buruk. Hal ini ditunjukkan dengan sebanyak 120
desa SBABS lebih tinggi dibanding dengan kelompok responden atau 55% termasuk dalam kategori buruk. Hasil
desa non SBABS. Mekanisme ini dapat merujuk melalui ini juga sesuai dengan data dari Puskesmas Jatinangor,
apa yang disebut sebagai pencegahan tropical enteropathy, bahwa dalam segi sarana masyarakat Desa Cipacing telah
pencegahan diare dan penyakit infeksi lainnya yang menyediakan sarana cuci tangan menggunakan sabun
menghambat penyerapan zat-zat gizi pada pencernaan anak hanya mencapai 7,8% dari target 80%. Sehingga perilaku
baduta, namun meski begitu masih banyak faktor yang buruk ibu dalam melaksanakan cuci tangan pakai sabun
memengaruhi dalam kejadian anak stunting (Hafid, 2017). merupakan salah satu penyebab yang dapat menyumbang
Meskipun perilaku Ibu dalam melaksanakan Stop Buang Air peningkatan angka stunting di Desa Cipacing dimana
Besar Sembarangan di Desa Cipacing sudah dikategorikan hal ini dikarenakan faktor infeksi yang berpengaruh
sebagian besar responden memiliki perilaku baik, namun terhadap kejadian stunting dikarenakan tidak melakukan
angka stunting masih saja tetap tinggi. Menurut Penelitian cuci tangan pakai sabun. Cuci tangan merupakan salah
Spears (2013) di India menyatakan bahwa perilaku sanitasi satu hal yang penting dalam pencegahan stunting dimana
lingkungan yang buruk dalam hal kebiasaan buang air besar hasil penelitian Humphrey melaporkan bahwa penyakit
sembarangan (BABS) menjadi faktor penentu kejadian lingkungan subklinis enteropati telah meningkatkan
stunting. Tetapi faktor penyebab stunting tidak hanya pada permeabilitas usus kecil untuk menjadi patogen sekaligus
kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan saja, namun mengurangi penyerapan zat gizi sehingga hal inilah yang
multifaktoral yaitu faktor langsung dan juga faktor tidak dapat menyebabkan malnutrisi dan stunting (Humphrey,
langsung, sedangkan Stop Buang Air Besar merupakan 2009). Menurut UNICEF (2013) mencuci tangan
salah satu faktor tidak langsung terhadap kejadian stunting. sangatlah penting untuk dibiasakan pada anak karena dapat
Sehingga bisa jadi dalam suatu daerah yang masyarakatnya menghindari penyakit infeksi seperti diare dan cacingan,
telah memiliki perilaku baik dalam Stop Buang Air Besar hal tersebut sangat memengaruhi penyerapan nutrisi pada
Sembarangan tetapi masih tinggi akan jumlah anak yang tubuh balita sehingga dapat berisiko untuk mengalami
mengalami stunting. penurunan berat badan.
Hal ini pun sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini
Djauhari (2017) dimana faktor penyebab dari kejadian menunjukkan bahwa ibu yang melakukan kebiasaan
anak stunting yaitu faktor langsung dan tidak langsung mencuci tangan sebelum makan, sebelum menyiapkan
atau intervensi spesifik dan juga intervensi sensitif. Faktor makanan, setelah buang air besar dan setelah pegang
langsung adalah praktik pemberian ASI secara ekslusif, binatang pada anak dengan status gizi normal jumlahnya
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), layanan lebih banyak dari ibu pada kelompok anak stunting.
ANC-Ante Natal Care, Post Natal Care dan juga faktor Selain itu, penelitian Torlesse (2016) menunjukkan bahwa
tidak langsung berupa faktor sanitasi yang berpengaruh terdapat interaksi yang signifikan antara fasilitas sanitasi
dalam kejadian stunting (Djauhari, 2017). Hal yang rumah tangga, pengolahan air rumah tangga dengan

278
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

stunting. Dimana prevalensi stunting secara signifikan lebih baik untuk dikonsumsi oleh keluarga terutama oleh anaknya.
tinggi di antara anak-anak yang tinggal di rumah tangga Menurut badan perencanaan dan pembangunan nasional
yang tidak menggunakan sabun untuk mencuci tangan menjelaskan bahwa penurunan stunting menitikberatkan
dibandingkan dengan mereka yang melakukannya. Hal pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang
yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan khususnya berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses
perawat puskesmas dan perawat institusi untuk melakukan terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial
intervensi terhadap perilaku ini adalah dengan cara yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan
memberikan contoh yang baik berupa selalu cuci tangan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan
serta memberikan penyuluhan untuk ibu ibu yang ada untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta
di Puskesmas bahwa cuci tangan sangatlah penting bagi kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air
kesehatan ibu dan anak terutama dalam pencegahan bersih dan sanitasi (lingkungan). Keempat faktor tersebut
stunting. memengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan
Pilar ketiga yang diukur dalam penelitian ini adalah anak dan memengaruhi terhadap kejadian stunting. Hal
Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan terutama
(PAMM-RT). PAMM-RT adalah kegiatan membudayakan perawat terhadap perilaku ibu dalam pengelolaan air
perilaku pengolahan air layak minum dan makanan yang minum dan makanan rumah tangga adalah tetap
aman dan bersih secara berkelanjutan serta menyediakan melakukan penyuluhan setiap bulan kepada masyarakat
dan pemeliharaan tempat pengolahan air minum dan agar tetap memiliki pengolahan air minum yang aman
makanan rumah tangga yang sehat (Kementerian dan bersih secara berkelanjutan, selalu menyediakan dan
Kesehatan RI, 2017). Aspek yang perlu diperhatikan setelah memelihara tempat pengolahan air minum dan makanan
pengolahan air adalah wadah penyimpanan air minum rumah tangga yang sehat dan melakukan 6 prinsip hygiene
dengan aman untuk keperluan sehari-hari. Cara yang sanitasi pangan yaitu memperhatikan pemilihan bahan
dapat dilakukan adalah dengan cara wadah penyimpanan makanan, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan
harus tertutup, berleher sempit atau lebih baik dilengkapi makanan, pengolahan makanan, pengangkutan makanan
dengan kran. Wadah penyimpanan dicuci setelah tiga dan penyajian makanan.
hari atau saat air habis dan menggunakan air yang sudah Pilar keempat yaitu pengamanan sampah rumah tangga
diolah sebagai air bilasan terakhir dan penyimpanan air merupakan salah satu pilar dalam pencegahan stunting.
yang sudah diolah adalah dengan disimpan dalam tempat Hal ini dilakukan dengan membudayakan perilaku
yang bersih dan selalu tertutup (Kementerian Kesehatan memilah sampah rumah tangga sesuai dengan jenisnya dan
RI, 2017). Pemilihan bahan makanan untuk pencegahan membuang sampah rumah tangga di luar rumah secara
stunting harus memperhatikan mutu dan kualitas serta rutin, melakukan pengurangan (reduce), penggunaan
memenuhi persyaratan yaitu bahan makanan yang tidak kembali (reuse), dan pengolahan kembali (recycle) dan
dikemas harus dalam keadaan segar, tidak busuk, tidak menyediakan serta memelihara sarana pembuangan
rusak/berjamur, tidak mengandung bahan kimia berbahaya sampah rumah tangga di luar rumah. Berdasarkan
dan beracun serta berasal dari sumber yang resmi atau jelas. hasil penelitian yang dilakukan, secara umum perilaku
Untuk bahan makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan, ibu dalam melaksanakan pengamanan sampah rumah
mempunyai label dan merek, komposisi jelas, terdaftar dan tangga dalam pencegahan stunting pada baduta sebagian
tidak kadaluwarsa (Kementerian Kesehatan RI, 2017). responden memiliki perilaku baik dan sebagian responden
Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga memiliki perilaku buruk. Hal ini ditunjukkan dengan
dalam pencegahan stunting pada baduta dikategorikan 124 responden (56,9%) memiliki kategori baik. Selisih
hampir seluruh responden memiliki perilaku baik. Hal antara yang berperilaku baik dan buruk masih sangat tipis
ini ditunjukkan dengan 162 responden (74,3%) termasuk perbedaannya. Menurut data dari Puskesmas Jatinangor
dalam kategori baik. Menurut data dari Puskesmas bahwa untuk capaian sarana pengamanan sampah rumah
Jatinangor, bahwa hasil dari aspek sarana dalam menunjang tangga telah mencapai 93,8% dari target 80%. Jika
perilaku dalam melaksanakan pengelolaan air minum dan dianalisis, perilaku ibu dalam pengamanan sampah rumah
makanan rumah tangga telah mencapai 100% dari target tangga 56,9% sudah dalam kategori baik dan 43,1%
100% masyarakat mengkonsumsi minuman yang sudah masih dalam kategori buruk. Hal ini diduga karena sarana
layak minum. Sehingga hasil penelitian yang menunjukkan pembuangan di Desa Cipacing sudah dilengkapi dengan
bahwa perilaku ibu sudah baik dalam aspek PAMM-RT pengangkut truck sampah yang setiap pagi selalu datang
sesuai dengan data aspek sarana air bersih yang diberikan mengambil sampah masyarakat selain itu, masyarakat juga
oleh puskesmas Jatinangor. Dikarenakan sebagian telah dibekali pengetahuan oleh petugas kesehatan di Desa
responden ibu di Desa Cipacing telah memiliki perilaku yaitu bidan Desa yang secara berkala dilakukan penyuluhan,
baik sebanyak 74,3% hal ini memiliki kecenderungan tapi walaupun begitu perlu ditentukan target dari perilaku
bahwa ibu dapat mencegah stunting dari aspek PAMM-RT ibu dalam melaksanakan Pengamanan Sampah Rumah
sehingga hal yang perlu dilakukan untuk mempertahankan Tangga, karena jika dilihat dengan angka perilaku baik
dalam melaksanakan PAMM-RT adalah tetap melakukan yang mencapai 56,9% belum cukup untuk menurunkan
pengawasan dan pencerdasan yang dilakukan secara terus angka stunting di Desa Cipacing. Jika dalam suatu desa
menerus supaya menjadikan masyarakat lebih mengetahui tidak melaksanakan pengamanan sampah rumah tangga,
dan terus menjaga status kesehatannya dalam mengolah air maka akan mengakibatkan banyaknya masalah penyakit
minum yang layak minum dan mengolah makanan yang dimulai dari masalah diare bagi anak yang akan berdampak

279
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

panjang terhadap pertumbuhan atau peningkatan masalah Puskesmas terkait Pengamanan Sampah Rumah tangga.
stunting, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Begitupun hail penelitian yang menunjukkan masih
oleh Sudarmaji (2013) yang menjelaskan bahwa derajat sebagian responden yang memiliki kategori perilaku baik
kesehatan masyarakat yang optimal dapat dicapai jika faktor dan sebagian responden memiliki perilaku buruk.
yang merupakan komponennya diwujudkan yaitu antara Indikator perilaku Ibu dikatakan baik terkait dengan
lain dengan adanya lingkungan yang sehat. Lingkungan pengamanan limbah cair rumah tangga adalah ibu
hidup yang sehat berarti dikelolanya dengan baik kualitas melakukan pemisahan saluran limbah cair rumah tangga
suatu lingkungan, yaitu dapat dikendalikannya pencemaran melalui sumur resapan dan saluran pembuangan air,
baik pencemaran tanah, air, dan udara. menyediakan dan menggunakan penampungan limbah cair
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan faktor rumah tangga dan memelihara saluran pembuangan dan
preventif terjadinya penyakit infeksi dan stunting. Menurut penampungan limbah cair rumah tangga. Di Maharashtra
Randremanana (2016), anak-anak yang tinggal di rumah India, anak-anak yang tinggal di desa menerima perlakuan
yang berisi atau dikelilingi oleh sampah tiga kali lebih motivasi sanitasi dan subsidi pembangunan sarana limbah
mungkin untuk mengalami diare berat dan stunting daripada cair rumah tangga. Hasilnya ternyata pertumbuhan
anak yang tinggal dirumah bebas sampah dan didukung tinggi badan anak-anak penerima motivasi dan subsidi
oleh penelitian Budiman (2011) yang menunjukkan bahwa jamban dan sarana pengamanan limbah cair rumah
terdapat hubungan yang signifikan antara STBM aspek tangga lebih tinggi daripada anak-anak di desa kontrol.
mengolah sampah dengan benar dengan kejadian diare pada Penelitian yang dilakukan di Jatibodor Kabupaten Tegal
balita yang dapat meningkatkan keajdian stunting. Masalah menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara penerapan
di pedesaan dan perkotaan yang paling besar adalah masalah program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) aspek
persampahan. Produksi sampah dari waktu ke waktu selalu Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga (PAL-RT) dengan
mengalami peningkatan, baik sampah dari pasar, rumah kejadian diare yang dapat meningkatkan angka stunting di
tangga, industri maupun dari pertanian. Apabila tidak wilayah kerja Puskesmas Jatibogor Kabupaten Tegal. Hasil
dikelola dengan baik maka dapat menimbulkan banyak penelitian ini pun sejalan dengan penelitian oleh Budiman
masalah kesehatan. Hal yang bisa dilakukan bagi petugas (2011) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
kesehatan adalah dengan meneruskan program selalu yang signifikan antara STBM aspek mengolah limbah cair
memantau masyarakat dan terus melakukan penyadaran rumah tangga dengan aman dengan kejadian penyakit
dengan penyuluhan kepada masyarakat terutama ibu. diare yang meningkatkan angka stunting pada balita.
Selain itu, hal yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan
khususnya perawat puskesmas dan perawat institusi untuk memberikan pengetahuan terkait dengan bagaimana ibu
melakukan intervensi terhadap perilaku ini adalah dengan dapat melakukan pemisahan saluran limbah cair rumah
memantau perilaku ibu dalam pengamanan sampah dan tangga melalui sumur resapan dan saluran pembuangan
tetap memberikan pengetahuan bahwa dengan perilaku air, menyediakan dan menggunakan penampungan limbah
buruk dalam pengamanan sampah rumah tangga dapat cair rumah tangga dan memelihara saluran pembuangan
meningkatkan penyakit dan infeksi seperti diare yang dan penampungan limbah cair rumah tangga.
dampak lebih panjangnya dapat mengakibatkan angka Pilar keenam adalah gizi ibu hamil. Gizi ibu hamil
stunting menjadi meningkat. merupakan hal penting yang harus dipenuhi selama
Pilar kelima adalah Pengamanan Limbah Cair Rumah kehamilan berlangsung. Gizi yang baik ketika kehamilan
Tangga (PLC-RT). PLC-RT adalah melakukan kegiatan sangat membantu ibu hamil dan janin tetap sehat. Calon
pengolahan limbah cair yang berasal dari sisa kegiatan ibu harus mengatur pola konsumsi makanan yang beraneka
mencuci, kamar mandi dan dapur yang memenuhi standar ragam dan bergizi seimbang yang harus dikonsumsi selama
baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan kehamilan yaitu dengan porsi dua kali makan orang yang
yang mampu memutus mata rantai penularan penyakit. tidak hamil. Hal yang perlu diperhatikan selain makanan
Tindakan yang dilakukan adalah melakukan pemisahan adalah usia kehamilan. Usia yang sehat dan aman untuk
saluran limbah cair rumah tangga melalui sumur resapan hamil adalah 20-35 tahun. Hal ini dikarena sebelum
dan saluran pembuangan air limbah, menyediakan dan usia 20 tahun secara biologis belum optimal, mental dan
menggunakan penampungan limbah cair rumah tangga fisiknya belum matang sehingga mudah untuk mengalami
dan memelihara saluran pembuangan dan penampungan keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian
limbah cair rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian terhadap pemenuhan kebutuhan gizi pada saat kehamilan.
yang dilakukan, secara umum perilaku ibu dalam Sedangkan jika usia sudah mencapai 35 tahun mengalami
melaksanakan pengamanan limbah cair rumah tangga kehamilan berkaitan dengan penurunan daya tahan tubuh
dalam pencegahan stunting pada baduta dikategorikan serta berbagai penyakit (Thorn, 2010). Untuk pencegahan
dengan sebagian responden memiliki perilaku baik dan anemia semua ibu hamil harus mengkonsumsi 1 tablet
sebagian responden memiliki perilaku buruk. Hal ini tambah darah setiap hari selama kehamilannya, minimal
Ditunjukkan dengan 117 responden (53,07%) memiliki 90 tablet berturut-turut dan 1 tablet suplemen Multipel
kategori baik dan 101 responden (46,09%) berperilaku Mikronutrien (MMN) setiap hari selama kehamilan
buruk. Menurut Data Puskesmas Jatinangor, bahwa hasil dan melakukan kunjungan ANC setidaknya 4x selama
dari Sarana Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga di kehamilan yaitu kunjungan 1 pada trimester pertama
Desa Cipacing telah mencapai 52,4% dari target 80%. kunjungan 2 selama trimester kedua dan kunjungan 3
Hal ini menunjukkan belum tercapai capaian target dari dan 4 dilakukan selama trimester ketiga (Kementerian

280
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

Kesehatan RI, 2017). desa terkait dengan perilaku ibu dalam pemantauan gizi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait ibu hamil dalam pencegahan stunting adalah memberikan
gizi ibu hamil dalam pencegahan stunting pada baduta pengetahuan yang berkelanjutan bagi ibu hamil di setiap
memiliki data sebagian responden atau 121 ibu (55,05%) posyandu tentang pentingnya mengatur pola konsumsi
memiliki kategori perilaku baik dan sebagian responden makanan yang bergizi dan berimbang, memeriksakan
97 responden (44,05%) memiliki perilaku buruk. Dengan kehamilan kepada petugas kesehatan secara rutin minimal
hasil penelitian seperti ini angka stunting di Desa Cipacing 4x dan tidak menderita kekurangan darah. Selain itu dapat
yang mencapai 25% harus tetap diwaspadai dan segera juga diadakan kelas khusus bagi ibu hamil yang dapoat
dilakukan intervensi yang tepat. Sebelumnya peneliti diikuti secara rutin untuk mengukur LILA dan mendeteksi
telah mengambil data pendahuluan terkait dengan Gizi ibu hamil yang kekurangan Energi Kronik.
Ibu Hamil. Data yang didapatkan dari Puskesmas untuk Pilar ketujuh adalah Pemberian Makan Bayi dan Anak
penurunan prevalensi ibu dengan anemia target <19,9% (PMBA). PMBA adalah makanan yang diberikan kepada
hasil capaian tahun 2018 adalah 26,26%, untuk pemberian anak dimulai dari ASI Eksklusif, Pemberian taburia,
tablet tambah darah pada ibu hamil target 82% dengan Pemberian ASI dilanjutkan sampai 2 tahun dan Makanan
capaian 99,4% dan target 80% untuk ibu dengan KEK Pendamping ASI (MP-ASI). ASI merupakan makanan
mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT). terbaik yang mangandung nutrisi yang sangat dibutuhkan
Pada negara-negara berkembang, status gizi wanita dan oleh bayi pada usia 0-6 bulan. Selain itu, ASI juga
remaja putri dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang mengandung enzim, hormon, kandungan imunologik dan
saling berhubungan, seperti rendahnya akses mendapatkan anti infeksi. Taburia adalah tambahan multivitamin dan
makanan, kurangnya pengaruh kaum perempuan dalam mineral untuk memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh
mengatur rumah tangga dibandingkan dengan laki-laki, kembang balita usia 6-59 bulan dengan prioritas balita usia
tradisi dan adat istiadat yang memengaruhi konsumsi 6-24 bulan. Taburia mengandung 12 macam vitamin dan
makanan yang kaya gizi, kebutuhan zat gizi untuk ibu 4 macam mineral yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh
hamil dan menyusui, rendahnya cadangan energi untuk kembang anak balita dan mencegah terjadinya Anemia
mengantisipasi penyakit berulang serta terbatasnya akses (kurang darah (Kementerian Kesehatan RI, 2013a).
ke pelayanan kesehatan. Kondisi kesehatan dan status Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). MP-ASI yang baik
gizi ibu saat hamil dapat memengaruhi pertumbuhan adalah padat energi, protein dan zat gizi mikro (zat besi,
dan perkembangan janin. Ibu yang mengalami Zinc, Kalsium, Vit. A, Vit. C dan Folat), Tidak berbumbu
kekurangan energi kronis atau anemia selama kehamilan tajam, tidak menggunakan gula, garam, penyedap rasa,
akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah pewarna dan pengawet, Mudah ditelan dan disukai anak
(BBLR). BBLR lahir rendah banyak dihubungkan dengan (Mufida et al., 2015).
tinggi badan yang kurang atau stunting. Oleh karena itu Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, secara umum
diperlukannya upaya pencegahan dengan menetapkan dan perilaku ibu terhadap pemberian makan bayi dan anak
memperkuat kebijakan untuk meningkatkan intervensi gizi dalam pencegahan stunting pada baduta menunjukkan
ibu dan kesehatan mulai dari masa remaja (WHO, 2014). sebagian responden memiliki perilaku baik dan sebagian
Penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2013) yang memiliki perilaku buruk, didasarkan pada data peneltian
juga menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan yang yaitu 59,63% memiliki kategori perilaku baik dan
signifikan antara kekurangan energi kronis pada kehamilan 40,37% memiliki kategori buruk. Sedangkan untuk data
(KEK) dengan kejadian stunting. Penelitian ini sejalan yang didapatkan dari Puskesmas jatinangor bahwa Pilar
yang dilakukan di Madiun oleh Trihardiani (2011) pada Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) dengan
tahun 2011 mengatakan bahwa ibu hamil yang mengalami indikator pemberian ASI eksklusif dengan target 90%
Kurang Energi Kronik (KEK) mempunyai risiko 8,24 dan hasil capaiannya adalah 67,64%. Hal ini bisa dilihat
kali lebih besar melahirkan bayi dengan BBLR yang akan meskipun dalam Pilar PMBA sudah 58,72% dikategorikan
berdampak stunting pada anak di masa akan datang. baik namun belum mencapai target puskesmas yaitu
Anemia ibu hamil juga sering dihubungkan dengan 67,64% dalam hal pemberian Makan Bayi dan Anak bagi
kelahiran prematur dan BBLR. Selain pengaruh KEK pada masyarakat Cipacing. Padahal dalam hal pemberian makan
kehamilan, hasil Riskesdas 2013 menunjukkan proporsi bayi dan anak sangat banyak sekali aspek yang memengaruhi
ibu hamil dengan anemia di Indonesia mencapai 37,1%. terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kondisi ini tentunya akan memperparah risiko BBLR Dimana aspek yang diukur adalah pemastian pemberian
dan pertumbuhan stunting pasca lahir. Berbagai program ASI Eksklusif pada bayi, Pemberian MP ASI yang tepat,
telah dikembangkan untuk menjaga kesehatan ibu hamil dan lanjutan pemberian ASI sampai 2 tahun disertai MP-
dan janin, diantaranya adalah pemberian tablet tambah ASI. Dimana hal ini sesuai dengan penelitian Devillya
darah (TTD). Sayangnya, hasil Riskesdas 2013 kembali (2015) yang menjelaskan bahwa anak yang tidak diberikan
menunjukkan bahwa cakupan konsumsi TTD pada ibu ASI eksklusif lebih banyak angka kejadian stunting daripada
hamil hanya mencapai 33,2%, atau dengan kata lain, yang diberikan ASI eksklusif, besarnya prevalensi bayi
hanya 1 dari 3 ibu hamil mengkonsumsi cukup tablet yang tidak memperoleh ASI Eksklusif penyebab utamanya
tambah darah. Hasil studi kohort di Bogor menunjukkan adalah karena faktor sosial budaya, kurangnya kesadaran
pertambahan berat badan ibu selama kehamilan. akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas
Hal yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan yang ada kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program
di puskesmas khususnya yang ada di bagian gizi atau bidan Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI), gencarnya

281
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

promosi susu formula, rasa percaya diri ibu yang masih kecepatan pertumbuhan tercermin dalam penurunan nafsu
kurang, kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI makan, padahal anak-anak membutuhkan energi untuk
akan diri dan anaknya. Meskipun di dalam penelitian mencukupi kebutuhan gizi mereka (Thomson, 2008). Berat
ini perilaku ibu dalam pemberian makan bayi dan anak badan merupakan parameter antropometri yang sangat
sudah dalam kategori baik yaitu sebanyak 59,63%. Perawat labil dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan
sebagai petugas kesehatan yang ada di Puskesmas dapat baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan
melakukan beberapa intervensi terkait dengan peningkatan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti
perilaku baik ibu dalam Pemberian Makan Bayi dan Anak pertambahan umurnya. Sebaliknya dalam keadaan yang
(PMBA). Hal yang dapat dilakukan adalah memberikan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat
penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif bagi bayi badan, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih
yang salah satunya dapat mencegah kejadian stunting pada lambat dari keadaan normal (Supariasa, 2012). Selain itu,
bayi, Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) frekuensi kunjungan posyandu yang memenuhi syarat
saat bayi berusia 6 bulan dengan tetap memberikan ASI. menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian
Perawat juga dapat memberikan informasi Variasi makanan stunting.
dan cara pembuatan MP-ASI yang kaya akan gizi. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat dan kader
Pilar kedelapan adalah pemantauan pertumbuhan, cara posyandu dalam peningkatan perilaku baik ibu dalam
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setiap pemantauan pertumbuhan dalam pencegahan stunting
bulan di posyandu dan melakukan pengecekan KMS adalah dengan membujuk ibu agar tetap membawa
(Kartu Menuju Sehat) untuk imunisasi dasar lengkap jika anaknya dalam kegiatan posyandu. Selain itu untuk dapat
anak tersebut telah diimunisasi 1 kali BCG dan minimal menarik perhatian ibu dan anak dalam kegiatan posyandu
3 kali DPT dan minimal 3 kali Polio dan 1 kali campak dapat sesekali dengan melaksanakan kegiatan yang
dari usia 12-23 bulan. pemantauan pertumbuhan dan menarik seperti konsultasi gratis terkait dengan tumbuh
perkembangan dengan KMS adalah memudahkan ibu kembang anak, kemudian perawat mengunjungi baduta
untuk mengetahui status pertumbuhan anaknya, apabila yang BB dan TB nya tidak sesuai dengan yang seharusnya,
ada indikasi gangguan gizi maka ibu balita dapat melakukan iuran juga dapat diterapkan di posyandu dimana hasil
tindakan perbaikan, orang tua juga dapat mengetahui iuran ibu yang datang dapat dikumpulkan dan digunakan
apakah anaknya telah mendapat imunisasi tepat waktu untuk pemberian makanan tambahan, dan membantu
dan lengkap mendapatkan kapsul vitamin A secara pengobatan bagi bayi yang sakit. m
rutin dengan dosis yang telah ditentukan. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan, secara umum perilaku
ibu terhadap pemantauan pertumbuhan anak dalam KESIMPULAN
pencegahan stunting pada baduta dengan hasil pada 128 Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data tentang
responden (58,72%) berkategori baik dan 90 responden perilaku ibu dalam pencegahan stunting pada baduta di Desa
(41,28%) berkategori perilaku buruk. Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang
Menurut Thomson (2008) pertumbuhan merupakan didapatkan data bahwa sebagian responden memiliki
bertambahnya ukuran fisik, struktur tubuh, dan perilaku dalam pencegahan stunting yang dibagi kedalam
pertumbuhan yang bersifat kualitatif sehingga pertumbuhan delapan pilar adalah dengan kategori sebagian responden
dapat diukur diantaranya dengan mengetahui panjang berperilaku baik 53,07% dan sebagian responden
dan beratnya. Welasasih (2012) menyatakan kehadiran berperilaku buruk 46,93%. Hal ini dapat dilihat dari pilar
di posyandu menjadi indikator terjangkaunya pelayanan pertama Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBABS) ibu
kesehatan dasar posyandu meliputi pemantauan yang memiliki kategori perilaku baik adalah 70,6%, Perilaku
perkembangan dan pertumbuhan. Tingkat kehadiran di Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) didominasi dengan ibu
posyandu yang aktif mempunyai pengaruh besar terhadap yang memiliki perilaku buruk yaitu 55%, Pengelolaan
pemantauan status gizi, serta ibu balita yang datang Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-
keposyandu akan mendapatkan informasi terbaru tentang RT) dengan dominasi perilaku ibu baik yang mencapai
kesehatan yang bermanfaat dalam menentukan pola hidup 74,3%, Perilaku Pengamanan Sampah Rumah Tangga
sehat dalam setiap harinya. Penelitian ini sesuai dengan (PS-RT) 56,9% memiliki kategori baik, Pengamanan
yang dilakukan (Syahyuni, 2012) yang menyatakan ada Limbah Cair Rumah Tangga dengan dominasi ibu yang
hubungan antara frekuensi kehadiran ke posyandu dengan memiliki kategori baik adalah 53,07%, Gizi Ibu Hamil
status gizi. Balita yang datang ke posyandu dan menimbang yang mencapai 55,5% dengan kategori ibu yang memiliki
secara teratur akan terpantau status gizi dan kesehatannya. perilaku baik, Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
Diketahui bahwa frekuensi kunjungan posyandu dan yang telah mencapai 59,6% dengan ibu yang memiliki
kenaikan berat badan merupakan faktor risiko terhadap kategori perilaku baik, dan Pemantauan Pertumbuhan
kejadian stunting. Permasalahan berat badan yang tidak dengan 58,7% yang memiliki kategori perilaku baik
naik lebih dari 2 kali (2T) lebih banyak ditemukan pada dalam pencegahan stunting. Namun, meskipun tujuh dari
balita dengan kelompok umur 13-24 bulan. Pada usia delapan pilar pencegahan stunting mendominasi dalam
tersebut banyak balita mengalami permasalahan berat perilaku baik tetap perlu adanya target capaian perilaku
badan tidak naik lebih dari 2 kali (2T). Pertumbuhan dari petugas kesehatan yang dapat menurunkan angka
pada masa balita lebih lambat dibandingkan pada masa stunting, karena jika dilihat perbedaan frekuensi yang
bayi, namun pertumbuhannya lebih stabil. Memperlambat terdapat antara perilaku baik dan juga buruk masih belum

282
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

secara signifikan. ecara umum hanya memiliki perbedaan probolinggo. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia,
3%, sehingga perlunya peningkatan perilaku ibu dari 4, 107–116.
semua aspek dan pilar pencegahan stunting. Devillya. (2015). Status stunting kaitannya dengan
pemberian ASI eksklusif pada balita di Kabupaten
SARAN Gunung Kidul. Jurnal Medika Respati, X, 60–64.
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti bagi institusi Djauhari. (2017). Gizi dan 1000 HPK. Jurnal Gizi
puskesmas mengenai pencegahan stunting adalah pihak Dan 1000 HPK, 13(2), 125–133. https://doi.
puskesmas selain dari segi sarana juga harus memiliki org/10.22219/sm.v13i2.5554.
target dalam perbaikan perilaku ibu dalam pencegahan Friedman. (2014). Buku ajar keperawatan keluarga: Riset,
stunting, sehingga dengan adanya rencana dan target dalam teori, & praktik. Jakarta: EGC.
pencegahan stunting akan memudahkan petugas dalam Hafid, F. (2017). Efek program SBABS terhadap pencegahan
mengevaluasi dan menurunkan angka stunting secara stunting anak baduta di Kabupaten Banggai dan Sigi.
periodik dan terencana serta penerapan program holistik Indonesian Journal of Human Nutrition, (October
yang menerapkan delapan pilar pencegahan stunting. 2016), 79–87.
Saran peneliti untuk pendidikan maka dapat melakukan Humphrey, J.H. (2009). Child undernutrition, tropical
pembinaan dalam masalah kesehatan terutama dalam enteropathy, toilets, and hand washing. The Lancet,
pencegahan stunting ini dengan sebuah inovasi program 374. Retrieved from https://doi.org/10.1016/S0140-
yang menjadikan masyarakat sebagai binaan yang diawasi 6736(09)60950-8.
secara berkala dalam pelaksanaan program pencegahan Ibrahim, R. (2014). Hubungan pola asuh ibu dengan
stunting. Beberapa program yang dapat dilaksanakan adalah kejadian stunting anak usia 24-59 bulan di Posyandu
mengoptimalkan kembali peran kader posyandu sebagai Asoka II Wilayah Pesisir Kelurahan Barombong
penganjur kesehatan masyarakat (community health leader), Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun 2014.
serta membentuk kader sadar gizi cegah stunting dan Public Health Science Journal, VI(2), 424–436. https://
merancang program skrining stunting sehingga berbagai doi.org/10.9734/EJNFS/2015/20911.
macam masalah terkait kesehatan khususnya masalah Kementerian Kesehatan RI. (2013a). Panduan manajemen
stunting dapat teratasi atas inisiasi bersama. pemberian (Edisi ke-2). Jakarta: Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak.
Kementerian Kesehatan RI. (2013b). Riset kesehatan dasar.
DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan.
Abebe, Z. (2016). Health extension workers’ knowledge Kementerian Kesehatan RI. (2016). Situasi balita pendek.
and knowledge-Sharing effectiveness of optimal infant In Pusat data dan Informasi (p. 2). Jakarta: Kementrian
and young child feeding are associated with mothers’ Kesehatan Republik Indonesia.
knowledge and child stunting in Rural Ethiopia. Food Kementrian Kesehatan RI. (2016). Profil kesehatan
and Nutrition Bulletin, 37(3), 353–363. https://doi. Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
org/10.1177/0379572116651209. Indonesia.
Anisa, P. (2012). Faktor yang berhubungan dengan kejadian Kementerian Kesehatan RI. (2017). STBM stunting.
stunting pada balita usia 25-60 bulan di Kelurahan Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kalibaru Depok tahun 2012. Skripsi Program Studi Mufida, L., Widyaningsih, T.D., & Maligan, J.M. (2015).
Gizi Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI. Prinsip dasar makanan pendamping air susu ibu ( MP-
Apriani, L. (2018). Hubungan karakteristik ibu, pelaksanaan ASI ) untuk bayi 6-24 bulan: Kajian pustaka. Basic
keluarga sadar gizi (kadarzi) dan perilaku hidup bersih principles of complementary feeding for infant 6-24
dan sehat (PHBS) dengan kejadian stunting (Studi months : A Review. Jurnal Pangan Dan Agroindustri,
kasus pada baduta 6 - 23 bulan di Wilayah Kerja 3(4), 1646–1651.
Puskesmas Pucang Sawit Kota Surakarta). Jurnal Pukesmas Jatinangor. (2017). Data stunting Puskesmas
Kesehatan Masyarakat Undip, 6. Jatinangor. Sumedang.
Bappenas. (2018). Pedoman pelaksanaan intervensi Rah, J.H., Cronin, A.A., Badgaiyan, B., Aguayo, V., Coates,
penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota. S., & Ahmed, S. (2015). Household sanitation and
Kementrian Bappenas, (November). personal hygiene practices are associated with child
Bloom, B.S. (1956). Taxonomy of educational objectives: The stunting in rural India: A cross-sectional analysis of
classification of educational goals, handbook I cognitive surveys. BMJ Open, 5(2). https://doi.org/10.1136/
domain. New York: Longmans, Green and Co. bmjopen-2014-005180.
Budiman. (2011). Hubungan sanitasi total berbasis Randremanana. (2016). Etiologiesm risk and, factors
masyarakat dengan kejadian diare pada balita di and impact of severe diarrhea in the under five in
Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara. Jurnal Moramanga. Plos One, 7, 11.
Stikes A. Yani. Rosha, B. (2016). Peran intervensi gizi spesifik dan sensitif
Chase. (2016). Multisectoral approaches to improving dalam perbaikan masalah gizi balita di Kota Bogor.
nutrition: Water, sanitation and hygiene. Technical Buletin Penelitian Kesehatan, 44, 127–138.
Paper, the World Bank. Sartono. (2013). Hubungan kurang energi kronis ibu hamil
Davik, F.I. (2016). Evaluasi program sanitasi total berbasis dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di Jogjakarta.
masyarakat pilar stop babs di puksesmas kabupaten UGM Jurnal Penelitian.

283
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 5 (2) 2020

Schmidt, C.W. (2014). Beyond malnutrition: The role of


sanitation in stunted growth. Environmental Health
Perspectives.
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. (2017). 100
Kabupaten/Kota prioritas untuk intervensi anak kerdil
(Stunting). Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, 2, 42. https://doi.org/10.15713/ins.
mmj.3.
Senbanjo. (2011). Prevalence and risk factors for stunting
among school children and adolescents in Abeokuta,
Southwest Nigeria. No Title. Journal Health Population
Nutrition, 64–370.
Setiawan, E. (2018). Artikel penelitian faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada anak
usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018.
Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 275–284.
Spears. (2013). Defecation an childhood stunting in form,
an ecological analyisis of new data 112 district. Journal
PLoS ONE.
Sudarmaji, L.F. (2013). Pengelolaan tempat pemrosesan
akhir sampah Kabupaten Jombang dan kesehatan
lingkungan sekitarnya. Jurnal Kesehatan Lingkungan,
45–53.
Supariasa. (2012). Penilaian status gizi, (Edisi ke-2).
Jakarta: EGC.
Syahyuni, S. (2012). Frekuensi kunjungan ke posyandu
dengan status gizi dan tumbuh kembang balita. Jurnal
Stikes Yarsi.
Thomson, B. (2008). Nutrition through the life cycle.
Wadswoth.
Thorn, G. (2010). Kehamilan sehat panduan praktis diet,
olahraga, dan relaksasi bagi ibu hamil, dalam Setiorini,
Amanda., & Kamah, Wahyuni R. (Eds), Practical
parenting: Healthy pregnancy. Jakarta: Erlangga.
Torlesse. (2016). Determinants of stunting in Indonesian
children: evidence from a cross-sectional survey
indicate a prominent role for the water, sanitation
and hygiene sector in stunting reduction. BMC Public
Health, 16. Retrieved from http://bmcpublichealth.
biomedcentral.com/articles.
Trihardiani. (2011). Faktor risiko kejadian berat badan
lahir Rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang
Timur dan Utara Kota Singkawang. Jurnal Program
Sarjana Pendidikan Dokter Universitas Diponegoro,
Program Sa.
Umrah, D. (2013). Buku ajaran ketrampilan dasar praktik
kebidanan. Malang: Intimedia.
UNICEF. (2013). Improving child nutrition - The achievable
imperative for global progress. United Nations Children’s
fund. https://doi.org/978-92-806-4686-3
Welasasih, B.D. (2012). Faktor yang berhubungan dengan
status stunting. The Indonesian Journal of Public
Health, 8, 99–104.
WHO. (2014). WHA global nutrion targets 2025: Stunting
policy. Who Press.

284

You might also like