Professional Documents
Culture Documents
Penelitian Hal
Analisis Parameter Oseanografi Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Ikan Tuna 1-9
Sirip Kuning Di Perairan Maluku Utara (The relationship analysis of oceanography
parameters with the ikan tuna sirip kuning catched in north molucas waters)
Umar Tangke, John W. Ch. Karuwal, Achmar Mallawa, Mukti Zainuddin
Profil Kondisi Oseanografi Daerah Penangkapan (Pasi) Ikan Kakap Merah Sub Famili 10-17
Etelinae di Kepulauan Lease (Oceanography profile condition in fishing ground (pasi) of
the red snapper, sub-family Etelinae at Lease Island)
Delly D. P. Matrutty
Rancang Bangun Perangkat Lunak Dalam Mendesain Jaring Insang Dengan Menggunakan 18-25
Netbeans (Design Software in Designing gill net using netbeans)
Jacobus B.Paillin, Stany R. Siahainenia, Jack Rahanra
Implementasi Pengelolaan Perikanan Karang Dengan Pendekatan Ekosistem Pada Program 26-34
Lumbung Ikan Nasional (Lin) Di Maluku (Implementation of Ecosystem Approach for Reef
Fisheries Management Into The Program Of Lumbung Ikan Nasional (Lin) in Maluku)
B. Grace Hutubessy; Jacobus W. Mosse; Gino V. Limmon
Kajian Perbedaan Warna Jigs Terhadap Hasil Tangkapan Cumi (Loligo Sp) (Studi of JIGS 35-42
color variation against The catch of squid (Loligo sp))
Etwin Tanjaya
Reaksi Ikan Epinephelus Fuscogutattus Terhadap Alat Tangkap Bubu Dengan Intensitas 43-49
Cahaya Berbeda (A different light intensity of Epinephelus fuscogutattus reacted to direct
into fish pots)
SR Siahainenia, JB Paillin, RHS Tawari, A Tupamahu
Karakteristik Nelayan Di Teluk Ambon (Characteristic of Fisherman in Ambon Bay) 50-58
Welem Waileruny
Welem Waileruny
ABSTRACT
Pooverty of fisherman community is a complex problem due to the inability to acces the available natural
resources. Several factors, i.e lack of education, skills, and capital, also the limmited accesibility of natural
resources lead the fisherman to become a marginalized group. One of the most important fisherman
community in East Indonesia located in the Inner-side of Ambon bay (IAB), Ambon City. However, the
characteristics of this fisherman community is still slightly understood. Thir research aimed to describe the
sicio-economic condition and characteristics of fishermen in IAB. The result showed that fishermen of IAB
chategorized as commercial fisherman, which utilize their catch for commercial purpose instead of
personal daily consumption. Based on the enteprize scale, the IAB fishermen chategorized as small scale
and artisanal with low utilization of technology, while on education level, 90.2% of the fishermen
graduated from high school. Average income of fishermen in IAB was rather high, in fact 68,63% of the
fisherman has income > Rp. 3.000.000.-/month. Based on this result, we concluded that fisherman of IAB
is not chategorized as poor, low social level, and marginalized community.
50
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109
51
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109
yang bertujuan untuk menjelaskan atau untuk perikanan pancing, jaring insang dan
mendiskripsikan suatu keadaan, peristiwa, bubu sedangkan pukat pantai dan payang
objek apakah orang atau segala sesuatu menggunakan kapal yang lebih besar.
yang terkait dengan variabel-variabel yang Bahan kapal dasar kayu dan fiber glass,
bisa dijelaskan baik dengan angka-angka atau bahan dasar kayu yang dilapisi fiber
maupun dengan kata-kata. Dalam penelitian glass. Setiap kapal pancing dan jaring
deskriptif, peneliti menggunakan strategi insang dioperasikan oleh 1-2 orang
kuantitatif (misalnya teknik kuesioner, dan nelayan. Semua kegiatan operasi
observasi) untuk mengumpulkan data atau menggunakan tenaga manusia. Alat
informasi. Sugiyono (2010) menjelaskan tangkapan pancing tangan memiliki
bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian produktivitas yang rendah. Hasil tangkapan
yang dilakukan untuk mengetahui nilai maksimum 25 individu/trip, rata-rata 12
variabel, baik satu atau lebih tanpa individu/trip. Hasil tangkapan jaring insang
membuat perbandingan, atau menghubung- lebih banyak dari bubu dan pancing, namun
kan antara variabel satu dengan variabel hasil tangkapan bubu umumnya memiliki
yang lain. Supranto (2003) menyatakan harga yang lebih tinggi dari alat tangkap
bahwa sesuai dengan namanya maka studi lain. Semua hasil tangkapan untuk
deskriptif bertujuan untuk menguraikan kepentingan komersil, dijual di desa
tentang sifat-sifat (karakteristik) suatu masing-masing atau ke pasar terdekat.
keadaan. Selanjutnya Wardiyanta, (2006) Hasil tangkapan per trip tertinggi adalah alat
menyatakan bahwa penelitian deskriptif tangkap pukat pantai, kemudian payang
(descriptive research) adalah penelitian dan bagan. Namun dengan semakin
yang bertujuan membuat deskripsi atas berkurangnya ikan (sumberdaya) yang ada
suatu fenomena sosial/alam secara saat ini hasil tangkapan sudah sangat
sistematis, faktual dan akurat. rendah. Jumlah trip setiap bulan juga hanya
beberapa kali sebulan, dibandingkan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan beberapa tahun sebelumnya.
Daerah penangkapan ikan di TAD
Karakteristik nelayan
sampai ke luar teluk diantaranya di Teluk
Hasil penelitian ini mendapatkan
Baguala, Tanjung Alang, Pulau Tiga dan
bahwa unit penangkapan yang digunakan
sekitarnya. Saat ini, nelayan lebih banyak
nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya
memilih daerah penangkapan di luar TAD
perikanan Teluk Ambon Dalam adalah
karena hasil tangkapan di luar TAD lebih
pancing, gill net dan pukat pantai, payang,
banyak dengan jenis ikan yang bervariasi
bagan apung dan bubu. Alat tangkap
dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
pancing digunakan untuk penangkapan ikan
Penangkapan ikan umpan dengan alat
demersal dan pelagis kecil, sedangkan
tangkap pukat pantai dilakukan di wilayah
bubu dan gill net untuk perairan dangkal
pesisir TAD terutama di pesisr pantai Lateri.
umumnya untuk ikan demersal. Pukat
Ikan umpan yang ditangkap, sebelumnya
pantai dan bagan lebi diutamakan untuk
dikumpulkan dengan lampu di tengah teluk
penangkapan ikan umpan ditambah dengan
kemudian digiring ke wilayah pesisir untuk
berbagai jenis ikan lainnya. Tidak ada
ditangkap. Hasil tangkapan yang tinggi
perkembangan teknologi yang berarti dalam
adalah pada musim pancaroba dua dan
penggunaan alat tangkap maupun metode
awal musim timur. Menurut nelayan hasil
penangkapan. Nelayan selama ini
tangkapan saat ini untuk semua alat
menggunakan cara-cara konvensional
tangkap yang dioperasikan di TAD sudah
untuk menemukan gerombolan ikan
sangat berkurang dibandingkan 5-10 tahun
maupun operasi penangkapan.
lalu. Kondisi ini sangat terasa terutama
Kapal yang digunakan semuanya
bagi penangkapan ikan puri sebagai umpan
ukuran kecil, dengan ukuran panjang antara
pada perikanan pole and line. Saat ini
6-8 m, lebar 60-80 cm dan tinggi 50-70 cm
jumlah nelayan juga sudah sangat
52
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109
53
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109
54
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109
55
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109
sudah menikah dan belum punya anak, tinggi (kuliah), 24,46% sekolah lanjutan atas
sedangkan 40,38% jumlah anak 1-2 orang, (SMA) dan sisanya SMP, SD dan TK,
57,69% jumlah anak 3-4 orang dan 1,92% dengan jumlah tanggungan anak sekolah 1-
jumlah anak 5-7 orang. Anak-anak nelayan 7 orang (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan
ada yang belum bersekolah dan ada yang bahwa kesadaran nelayan terhadap
bersekolah dari SD sampai perguruan pendidikan sudah cukup tinggi, hal ini
tinggi, tidak ada yang putus sekolah. Hasil terbukti dengan tanggung jawabnya dalam
penelitian ini mendapati bahwa dari 51 menyekolahkan anak-anak sampai
responden yang memiliki anak sekolah, perguruan tinggi.
20,86% diantaranya memiliki tanggungan
anak yang sementara studi di perguruan
Tabel 3 Jumlah anak, tanggungan anak sekolah dan anggota keluarga para nelayan yang kerja
Jumlah Anak Tanggungan Anak Sekolah Anggota keluarga
lain yang bekerja
Jumlah Anak Responde Perse Jumlah Responde Persen Status Jumlah Persen
n (org) n n (%) (org) (%)
(%) (org)
0 0 0 0 0 0 Bekerja 18 35,29
1-2 21 40,38 1-2 22 44 Tidak 33 64,71
3-4 30 57,69 3-4 26 52
5-7 1 1,92 5-7 2 4
Jumlah 100 Jumlah 100 Jumlah 100
Data hasil penelitian yang diolah
56
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109
Rumah yang ditempati nelayan poorest of the poor), hal yang hampir sama
umumnya dimiliki sendiri, hasil penelitian ini disampaikan oleh Kusnadi 2002; Semedi
mendapati bahwa hanya 1,96% nelayan 2003; Mubyarto et al (2003) yang dikutip
yang belum memiliki rumah tetap, meraka Kinseng (2011).
tinggal pada rumah orang lain atau pada
orang tua, sedangkan 98,04% nelayan KESIMPULAN
sudah memiliki rumah tetap. Rumah yang Nelayan di TAD dikarakteristikan
ditempati nelayan 37,25% adalah rumah sebagai nelayan komersil, yang
parmanen dan 62,75% semi parmanen. memanfaatkan hasil tangkapannya untuk
Tidak ada nelayan dengan rumah non kepentingan komersil bukan untuk
parmanen. Rumah-rumah nelayan juga konsumsi. Berdasarkan skala usaha,
100% diantaranya sudah memiliki fasilitas dikarakteristikan sebagai nelayan kecil dan
MCK. Semua rumah (100%) rumah yang artisanal dengan penggunaan teknologi
ditempati nelayan juga sudah dialiri listrik. yang rendah. Salah satu penyebab
Nelayan juga memiliki berbagai peralatan menurunnya hasil tangkapan nelayan
elektronik seperti TV, DVD, kulkas, radio adalah banyaknya sampah yang masuk di
dan lain-lain. Teluk Ambon saat musim hujan yang
Dari sisi keuangan, nelayan juga mengganggu aktifitas penangkapan dan
sudah menggunakan jasa-jasa keuangan berdampak pada menurunnya produksi dan
resmi seperti perbankan. 96,08% pendapatan. Secara umum nelayan di TAD
diantaranya memiliki tabungan sedangkan bukan termasuk kelompok masyarakat yang
3,92% sisanya tidak memiliki tabungan. Dari miskin, tingkat sosial rendah dan
96,08% nelayan yang memiliki tabungan, termarginal. Secara umum, nelayan di TAD
80,39% diantaranya menyimpan uangnya di memiliki pendapatan yang cukup, 98,04%
bank, 1,96% menyimpan uangnya di diantarnya memiliki pendapatan di atas Rp.
koperasi sedangkan sisanya menyimpan 1.500.000.- Nelayan di TAD semuanya
uangnya. Hasil analisis ini juga mendapati sudah mengenyam pendidikan, 90,2%
bahwa nelayan 3,92% telah menggunakan diantarnya tamat Sekolah Menengah
jasa perbankan untuk meminjam uang, Pertama sampai Menengah Atas dan
51,69% meminjamkan uang di koperasi dan memiliki tanggung jawab yang tinggi
sisanya tidak pernah meminjam uang ke terhadap pendidikan anak-anaknya.
pihak manapun.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa DAFTAR PUSTAKA
karakteristik nelayan yang miskin,
Ardianto L. 2007. A Snapshot on Small
pendidikan rendah dan predikat negatif
Scale Fisheries. Sebuah Pengagar
(rendah lainnya di masyarakat)
Focus Group Discussion. PKSPL IPB.
sebagaimana ditemukan pada nelayan lain
di Indonesia tidak dijumpai pada nelayan di Berkes F, Mathias J, Kislalioglu M, Fast H.
TAD. Mukfiati (2010) menjelaskan bahwa 2001. The Canadian Arctic and the
masyarakat nelayan di Indonesia Oceans Act: the development of
merupakan golongan masyarakat yang participatory environmental research
dianggap miskin secara absolut, bahkan and management. Ocean & Coastal
paling miskin diantara penduduk miskin (the Management 44(3): 451-469.
57
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109
58