You are on page 1of 10

JURNAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Volume 5 Nomor 1, Mei 2016

Penelitian Hal

Analisis Parameter Oseanografi Hubungannya Dengan Hasil Tangkapan Ikan Tuna 1-9
Sirip Kuning Di Perairan Maluku Utara (The relationship analysis of oceanography
parameters with the ikan tuna sirip kuning catched in north molucas waters)
Umar Tangke, John W. Ch. Karuwal, Achmar Mallawa, Mukti Zainuddin
Profil Kondisi Oseanografi Daerah Penangkapan (Pasi) Ikan Kakap Merah Sub Famili 10-17
Etelinae di Kepulauan Lease (Oceanography profile condition in fishing ground (pasi) of
the red snapper, sub-family Etelinae at Lease Island)
Delly D. P. Matrutty
Rancang Bangun Perangkat Lunak Dalam Mendesain Jaring Insang Dengan Menggunakan 18-25
Netbeans (Design Software in Designing gill net using netbeans)
Jacobus B.Paillin, Stany R. Siahainenia, Jack Rahanra
Implementasi Pengelolaan Perikanan Karang Dengan Pendekatan Ekosistem Pada Program 26-34
Lumbung Ikan Nasional (Lin) Di Maluku (Implementation of Ecosystem Approach for Reef
Fisheries Management Into The Program Of Lumbung Ikan Nasional (Lin) in Maluku)
B. Grace Hutubessy; Jacobus W. Mosse; Gino V. Limmon
Kajian Perbedaan Warna Jigs Terhadap Hasil Tangkapan Cumi (Loligo Sp) (Studi of JIGS 35-42
color variation against The catch of squid (Loligo sp))
Etwin Tanjaya
Reaksi Ikan Epinephelus Fuscogutattus Terhadap Alat Tangkap Bubu Dengan Intensitas 43-49
Cahaya Berbeda (A different light intensity of Epinephelus fuscogutattus reacted to direct
into fish pots)
SR Siahainenia, JB Paillin, RHS Tawari, A Tupamahu
Karakteristik Nelayan Di Teluk Ambon (Characteristic of Fisherman in Ambon Bay) 50-58
Welem Waileruny

Terbit dua kali setahun


Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109

KARAKTERISTIK NELAYAN DI TELUK AMBON


Characteristic of Fisherman in Ambon Bay

Welem Waileruny

Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan


Universitas Pattimura Ambon. Korespondensi: Welem Waileruny, wimwaileruny@yahoo.com

ABSTRACT
Pooverty of fisherman community is a complex problem due to the inability to acces the available natural
resources. Several factors, i.e lack of education, skills, and capital, also the limmited accesibility of natural
resources lead the fisherman to become a marginalized group. One of the most important fisherman
community in East Indonesia located in the Inner-side of Ambon bay (IAB), Ambon City. However, the
characteristics of this fisherman community is still slightly understood. Thir research aimed to describe the
sicio-economic condition and characteristics of fishermen in IAB. The result showed that fishermen of IAB
chategorized as commercial fisherman, which utilize their catch for commercial purpose instead of
personal daily consumption. Based on the enteprize scale, the IAB fishermen chategorized as small scale
and artisanal with low utilization of technology, while on education level, 90.2% of the fishermen
graduated from high school. Average income of fishermen in IAB was rather high, in fact 68,63% of the
fisherman has income > Rp. 3.000.000.-/month. Based on this result, we concluded that fisherman of IAB
is not chategorized as poor, low social level, and marginalized community.

Kay word: Characteristic, fisherman, poor, social economic.

PENDAHULUAN Kesteven (1973) yang diacu oleh


Pengertian nelayan menurut UU No Smith (1983) mengelompokkan nelayan ke
45 Tahun 2009 tentang perikanan adalah dalam tiga tipe yaitu nelayan industri,
orang yang mata pencahariannya artisanal dan subsistem (Waileruny 2014).
melakukan penangkapan ikan. Menurut Nelayan industri dan artisanal berorientasi
Widodo dan Suadi (2006) nelayan adalah komersial sedangkan hasil tangkapan
orang atau komunitas orang yang secara nelayan subsistem biasanya tidak dijual di
keseluruhan atau sebagian dari hidupnya pasar tetapi lebih mengutamakan
tergantung dari kegiatan menangkap ikan. pemenuhan kebutuhan konsumsi sendiri
Nelayan dikelompokan ke dalam empat tipe beserta keluarganya atau untuk dijual
yaitu 1) Nelayan subsistem (subsistence secara barter. Nelayan artisanal yang
fishery), yaitu nelayan yang menangkap termasuk sebagai small scale fishery adalah
ikan hanya untuk konsumsi sendiri; 2) orang pemilik perahu yang sebagian besar
Nelayan asli (native/indigenous/aboriginal penghasilannya bergantung pada kegiatan
fishers), yaitu nelayan yang sedikit penangkapan ikan di laut, mengoperasikan
banyaknya memiliki karakter yang sama sendiri perahunya dengan bobot 2,75-25
dengan kelompok pertama, namun GT (atau ukuran panjang perahu antara 5
sebagian hasil tangkapannya sudah untuk meter hingga 15 meter, lebar antara 1,5
dijual; 3) Nelayan rekreasi (recreational meter hingga 6 meter menggunakan
fishers) yaitu orang yang menangkap ikan peralatan tangkap ikan sederhana (seperti
untuk tujuan rekreasi atau bersenang- gilnet, jaring badut, minitrawl, pancing,
senang; 4) Nelayan komersial (comercial rawai pancang), menggunakan sistem bagi
fishers) yaitu mereka yang menangkap ikan hasil antara pemilik dan anak buah kapal,
untuk tujuan komersial yang hasil dan menjual hasil tangkapan ikan dalam
tangkapannya dipasarkan di pasar lokal lingkup pasar lokal yang terbatas (Berkes et
maupun eksport (Charles 2001). al 2001; Charles; Satria 2002; Ardianto
2007).

50
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109

Mukfiati (2010) menjelaskan bahwa mengeksploitasi sumberdaya yang ada,


masyarakat nelayan di Indonesia ataukah karena terbatasnya tingkat
merupakan golongan masyarakat yang pendidikan atau penyebab lain. Dulunya
dianggap miskin secara absolut, bahkan TAD menjadi salah satu daerah
paling miskin diantara penduduk miskin (the penangkapan potensial terutama ikan
poorest of the poor). Selanjutnya beberapa umpan untuk perikanan cakalang dengan
hasil penelitian menunjukkan juga bahwa pole and line, namun saat ini sudah sangat
kondisi nelayan, khususnya nelayan rendah produksi ikan umpan. Bagaimana
perikanan skala kecil di Indonesia berada kondisi nelayan yang ada di TAD saat ini,
pada tingkat marjinal (Kusnadi 2000; merupakan informasi penting yang perlu
Semedi 2003). Mubyarto et al. (2003) dalam diketahui guna perbaikan-perbaikan ke arah
Kinseng (2011) menjelaskan bahwa yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan
keluarga nelayan pada umumnya lebih untuk mengetahui karakteristik dan kondisi
miskin daripada keluarga petani atau sosial ekonomi nelayan di TAD.
pengrajin. Umumnya masyarakat nelayan
masih hidup dalam keterbatasan,
diantaranya adalah keterbatasan ekonomi METODOLOGI
dan sosial. Keterbatasan ini nampak pada Penelitian ini berlangsung dari bulan
tingkat pendapatan nelayan yang pada November sampai Desember 2014,
umumnya masih rendah dan kondisi berlokasi di Teluk Ambon Dalam Kota
sumberdaya manusia yang masih rendah, Ambon. Lokasi pengambilan sampel adalah
terutama jika dibandingkan dengan Negeri Galala, Halong, Lata, Lateri, Paso,
komunitas lain di luar nelayan (Wahyono et Negeri Lama, Nania Hunut, Poka dan
al. 2001). Rumah Tiga Kecamatan Teluk Baguala
Kemiskinan nelayan merupakan Kota Ambon. Semua lokasi pengambilan
permasalahan kompleks sebagai akibat dari sampel berada di wilayah pesisir Teluak
ketidakberdayaan nelayan terhadap akses Ambon Dalam.
sumberdaya alam yang tersedia. Faktor
rendahnya pendidikan, keterampilan,
ketiadaan modal serta rendahnya Pengumpulan data
aksesibilitas menyebabkan nelayan menjadi Pengambilan data dilakukan melalui
kelompok yang semakin termarjinalkan. wawancara dan observasi. Wawancara
Hasil penelitian Sinaga (1982), Sinaga dan dilakukan terhadap nelayan yang
Simatupang (1987) terhadap nelayan pantai pekerjaaan utamanya sebagai nelayan atau
di Jawa menunjukkan bahwa keadaan nelayan sambilan dan mantan nelayan.
sosial ekonomi sangat memprihatinkan, Data sekunder berupa kebijakan
pendidikan sangat rendah, bahkan sekitar pemerintah, sarana dan prasarana serta
38% nelayan masih buta huruf dan 58% istri fasilitas penunjang lainnya diambil dari
nelayan buta huruf. Menurut Sajogyo (1983) instansi terkait. Sampel diambil dengan
bahwa rumah tangga nelayan tergolong menggunakan metode purposive sampling,
miskin selain rumah tangga petani sempit, yaitu dilakukan dengan mengambil sampel
buruh tani, dan pengrajin. dari populasi berdasarkan suatu
Bagaimana karakteristik nelayan di pertimbangan tertentu (Sugiyono 2011).
Teluk Ambon Dalam (TAD) Kota Ambon.
Apakah sama dengan nelayan Indonesia Analisis data
sebagaimana disampaikan oleh berbagai Untuk mengetahui karakteristik
peneliti seperti dikemumkakan di atas, nelayan, data yang didapat dari nelayan
ataukah lebih baik terutama dari sisi ditabulasi dalam bentuk tabel dan diagram
ekonomi. Jika kondisinya sama apa kemudian dianalisis secara deskriptif.
penyebabnya, apakah karena kemampuan Setyosari (2012) menjelaskan bahwa
mereka yang terbatas dalam penelitian deskriptif merupakan penelitian

51
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109

yang bertujuan untuk menjelaskan atau untuk perikanan pancing, jaring insang dan
mendiskripsikan suatu keadaan, peristiwa, bubu sedangkan pukat pantai dan payang
objek apakah orang atau segala sesuatu menggunakan kapal yang lebih besar.
yang terkait dengan variabel-variabel yang Bahan kapal dasar kayu dan fiber glass,
bisa dijelaskan baik dengan angka-angka atau bahan dasar kayu yang dilapisi fiber
maupun dengan kata-kata. Dalam penelitian glass. Setiap kapal pancing dan jaring
deskriptif, peneliti menggunakan strategi insang dioperasikan oleh 1-2 orang
kuantitatif (misalnya teknik kuesioner, dan nelayan. Semua kegiatan operasi
observasi) untuk mengumpulkan data atau menggunakan tenaga manusia. Alat
informasi. Sugiyono (2010) menjelaskan tangkapan pancing tangan memiliki
bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian produktivitas yang rendah. Hasil tangkapan
yang dilakukan untuk mengetahui nilai maksimum 25 individu/trip, rata-rata 12
variabel, baik satu atau lebih tanpa individu/trip. Hasil tangkapan jaring insang
membuat perbandingan, atau menghubung- lebih banyak dari bubu dan pancing, namun
kan antara variabel satu dengan variabel hasil tangkapan bubu umumnya memiliki
yang lain. Supranto (2003) menyatakan harga yang lebih tinggi dari alat tangkap
bahwa sesuai dengan namanya maka studi lain. Semua hasil tangkapan untuk
deskriptif bertujuan untuk menguraikan kepentingan komersil, dijual di desa
tentang sifat-sifat (karakteristik) suatu masing-masing atau ke pasar terdekat.
keadaan. Selanjutnya Wardiyanta, (2006) Hasil tangkapan per trip tertinggi adalah alat
menyatakan bahwa penelitian deskriptif tangkap pukat pantai, kemudian payang
(descriptive research) adalah penelitian dan bagan. Namun dengan semakin
yang bertujuan membuat deskripsi atas berkurangnya ikan (sumberdaya) yang ada
suatu fenomena sosial/alam secara saat ini hasil tangkapan sudah sangat
sistematis, faktual dan akurat. rendah. Jumlah trip setiap bulan juga hanya
beberapa kali sebulan, dibandingkan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan beberapa tahun sebelumnya.
Daerah penangkapan ikan di TAD
Karakteristik nelayan
sampai ke luar teluk diantaranya di Teluk
Hasil penelitian ini mendapatkan
Baguala, Tanjung Alang, Pulau Tiga dan
bahwa unit penangkapan yang digunakan
sekitarnya. Saat ini, nelayan lebih banyak
nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya
memilih daerah penangkapan di luar TAD
perikanan Teluk Ambon Dalam adalah
karena hasil tangkapan di luar TAD lebih
pancing, gill net dan pukat pantai, payang,
banyak dengan jenis ikan yang bervariasi
bagan apung dan bubu. Alat tangkap
dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
pancing digunakan untuk penangkapan ikan
Penangkapan ikan umpan dengan alat
demersal dan pelagis kecil, sedangkan
tangkap pukat pantai dilakukan di wilayah
bubu dan gill net untuk perairan dangkal
pesisir TAD terutama di pesisr pantai Lateri.
umumnya untuk ikan demersal. Pukat
Ikan umpan yang ditangkap, sebelumnya
pantai dan bagan lebi diutamakan untuk
dikumpulkan dengan lampu di tengah teluk
penangkapan ikan umpan ditambah dengan
kemudian digiring ke wilayah pesisir untuk
berbagai jenis ikan lainnya. Tidak ada
ditangkap. Hasil tangkapan yang tinggi
perkembangan teknologi yang berarti dalam
adalah pada musim pancaroba dua dan
penggunaan alat tangkap maupun metode
awal musim timur. Menurut nelayan hasil
penangkapan. Nelayan selama ini
tangkapan saat ini untuk semua alat
menggunakan cara-cara konvensional
tangkap yang dioperasikan di TAD sudah
untuk menemukan gerombolan ikan
sangat berkurang dibandingkan 5-10 tahun
maupun operasi penangkapan.
lalu. Kondisi ini sangat terasa terutama
Kapal yang digunakan semuanya
bagi penangkapan ikan puri sebagai umpan
ukuran kecil, dengan ukuran panjang antara
pada perikanan pole and line. Saat ini
6-8 m, lebar 60-80 cm dan tinggi 50-70 cm
jumlah nelayan juga sudah sangat

52
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109

berkurang, banyak nelayan sudah beralih dikonsumsikan, bahkan waktu-waktu


profesi sebagai tukang batu atau yang tertentu semua hasil tangkapan dijual dan
lainnya. Berkurangnya hasil tangkapan untuk konsumsi keluarga mereka membeli
nelayan saat ini bukan karena banyaknya ikan-ikan pelagis dengan nilai jual yang
armada penangkapan tetapi diduga akibat lebih rendah. Hasil tangkapan dijual di
merosotnya potensi ikan yang tersedia. pasar lokal yang ada di sekitar tempat
Selain itu permasalah utama yang tinggal maupun di Kota Ambon. Hasil ini
dihadapi nelayan saat ini adalah banyaknya menunjukkan bahwa orientasi menangkap
sampah pada musim hujan. Semua ikan oleh nelayan-nelayan di TAD adalah
responden (100%) menjelaskan bahwa saat untuk kepentingan komersil bukan untuk
peralihan pertama (musim barat ke timur) konsumsi. Dengan demikian mereka bukan
sampai peralihan II (musim timur ke barat) lagi termasuk nelayan subsistem atau
dengan curah hujan yang tinggi, banyak native, tetapi tergolong nelayan komersil.
sekali sampah yang masuk ke Teluk Amon Charles (2001), menggolongkan
dan sangat menggagu aktifitas nelayan ke dalam empat tipe yaitu 1)
penangkapan. Pada hal, saat itu kehadiran Nelayan subsistem (subsistence fishery),
ikan di Teluk Ambon cukup banyak. nelayan yang menangkap ikan hanya untuk
Kehadiran sampah yang banyak dan konsumsi sendiri; 2) Nelayan asli
mengganggu aktifitas penangkapan sangat (native/indigenous/aboriginal fishers), yaitu
menurunkan produksi/hasil tangkapan yang nelayan yang sedikit banyaknya memiliki
berdampak pada pendapatan yang diterima. karakter yang sama dengan kelompok
Investasi yang digunakan bervariasi, pertama, namun sebagian hasil
tergantung ukuran dan jenis alat tangkap tangkapannya untuk dijual; 3) Nelayan
yang digunakan. Investasi setiap unit rekreasi (recreational fishers) yaitu orang
perikanan pancing, jaring insang dan bubu yang menangkap ikan untuk tujuan rekreasi
sekitar 1,5-5 juta, tergantung ukuran kapal atau bersenang-senang; 4) Nelayan
dan alat tangkap serta mesin penggerak komersil (comercial fishers) yaitu mereka
yang digunakan. Investasi terbesar adalah yang menangkap ikan untuk tujuan komersil
pukat pantai, kemudian payang dan bagan. yang hasil tangkapannya dipasarkan di
Investasi untuk satu unit pukat pantai dan pasar lokal maupun eksport. Nelayan skala
payang lebih dari 80 juta, sedangkan kecil menurut UU No 45 Tahun 2009
bagan sekitar 50 juta. Semua alat tangkap tentang perikanan adalah orang yang mata
pancing, bubu, bagan dan jaring insang pencahariannya melakukan penangkapan
dioperasikan oleh pemiliknya sendiri, ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sedangkan payang dan pukat cincin sehari-hari yang menggunakan kapal
ditambah juga dengan tenaga kerja bantu. perikanan berukuran paling besar 5 (lima)
Pengoperasian pukat pantai membutuhkan gross ton (GT). Sebelumnya Smith (1983)
tenaga kerja lebih dari 12 orang. Saat-saat membuat klasifikasi skala usaha perikanan
tertentu, kadang operasi penangkapannya dengan cara membandingkan perikanan
terhalang akibat kurangnya tenaga kerja. berdasarkan setuasi technico-socio-
Hal ini diakibatkan karena peng- economic nelayan dan membaginya ke
operasiannya yang terbatas, tidak lagi dalam dua golongan besar yaitu nelayan
sepanjang tahun tetapi hanya pada waktu- industri dan nelayan tradisional.
waktu tertentu sehingga tidak ada lagi Kesteven (1973) yang diacu oleh
nelayan tetap yang bekerja. Smith (1983) mengelompokkan nelayan ke
Semua ikan hasil tangkapan adalah dalam tiga kelompok yaitu nelayan industri,
untuk dipasarkan, terutama jenis-jenis ikan artisanal dan subsistem, dimana nelayan
dengan nilai ekonomis tinggi seperti garopa, industri dan artisanal berorientasi komersil
ikan merah dan ikan bae (kurisi) dan lain- sedangkan hasil tangkapan nelayan
lain. Nelayan akan memanfaatkan ikan-ikan subsistem biasanya tidak dijual di pasar
yang nilai jualnya rendah untuk tetapi lebih mengutamakan pemenuhan

53
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109

kebutuhan konsumsi sendiri beserta Usia nelayan juga bervariasi, antara


keluarganya atau untuk dijual secara barter 31 sampai >60 Tahun, dengan persentasi
(Waileruny, 2014). Berdasarkan pembagian yang berbeda menurut tingkat umur. Lebih
ini, maka Smith (1983) dalam Waileruny banyak nelayan berada pada usia 31 - 40
(2014) membuat rincian perbandingan tahun sebesar 29,41%, selanjutnya di atas
perikanan tradisional dan industri 50 tahun sebesar 25,49% dan yang paling
berdasarkan tecnico-socio-economic seperti sedikit di atas 60 tahun sebesar 19,61%.
pada Tabel 1. Hasil ini menunjukkan bahwa tenaga kerja
Mengacu pada berbagai pendapat yang bekerja sebagai nelayan di TAD
ahli dan UU No 45 tahun 2009, maka adalah orang-orang produktif dengan
nelayan di TAD dikarakteristikan sebagai komposisi tenaga-tenaga muda jauh lebih
nelayan skala kecil. Berdasarkan technico- banyak dari yang tua. Hal ini membuktikan
socio-economi sebagaimanan dikemukakan bahwa pekerjaan sebagai nelayan
oleh Smith (1983), di TAD dikarakteristikan membutuhkan orang-orang dengan
sebagai nelayan artisanal. Selanjutnya dari kemampuan kerja dan daya tahan yang
sisi komersil, sesuai kategori yang tinggi. Kondisi ini dimungkinkan karena
disampaikan oleh Kesteven (1973) dalam kadang mereka berhadapan dengan kondisi
Smith (1983) dan Charles (2001) maka lingkungan yang kurang bersahabat,
dapat disimpulkan bahwa semua nelayan di terutama saat cuaca buruk. Selain itu,
TAD dikarakterisasi sebagai nelayan aktifitas penangkapan yang mereka lakukan
komersil, karena semua hasil tangkapan umumnya pada malam hari, sehingga
mereka untuk kepentingan komersil, membutuhkan tenaga kerja dengan daya
terutama untuk memenuhi kebutuhan pasar tahan yang kuat yang terseleksi secara
lokal. alamiah
Data pada Tabel 2 juga menunjukkan
Kondisi sosial dan ekoonomi nelayan bahwa ada 50 responden atau 98% nelayan
Pendidikan, usia dan status pernikahan yang bertanggung jawab sebagai kepala
Nelayan di Teluk Ambon Dalam keluarga dan punya tanggung jawab
memiliki tinkat pendidikan yang berbeda, terhadap pendidikan anak-anaknya.
dari SD sampai SMA (Tabel 2). Data pada Dengan demikian jika pendapatan mereka
Tabel 2 menunjukkan bahwa nelayan di rendah, kemungkinan tanggung jawab
TAD semuanya telah mengenyam pendidikan anak menjadi terabaikan jika
pendidikan, dan kebanyakan mereka tidak ditunjang oleh yang lainnya. Hasil
27,45% telah tamat Sekolah Menengah penelitian ini menunjukkan bahwa dari 50
Pertama dan 62,75 % telah tamat Sekolah responden yang berstatus kepala keluarga,
Menengah Atas, sedangkan 9.80% tamat jumlah anggota keluarga lain yang bekerja
SD. Ini menunjukkan bahwa nelayan di TAD atau yang turut membantu dalam memenuhi
memiliki tingkat pendidikan yang cukup, kebutuhan ekonomi keluarga adalah 18
berbeda dengan tempat lain di Indonesia responden atau 35,29%. Bagi nelayan yang
sebagai disampaikan beberapa peneliti. lain, semua tanggung jawab ekonomi
Laila (2009) menyatakan bahwa selama ini keluarga berada pada nelayan itu sendiri.
nelayan hanya menggunakan cara yang Dengan demikian jika pendapatan mereka
tradisional salah satunya disebabkan rendah maka kemungkinan kondisi ekonomi
karena rendahnya tingkat pendidikan dan keluarga menjadi terpuruk.
penguasaan nelayan terhadap teknologi.
Hal yang hampir sama dikatakan oleh
Mukaffi, (2009) bahwa satu aspek yang
menjadi akar kemiskinan nelayan adalah
rendahnya tingkat pendidikan.

54
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109

Tabel 1 Perbandingan situasi technico-socio-economic antara nelayan tradisional dengan


nelayan industri
No Uraian Tradisional
Nelayan industri Artisanal Subsistem
1 Unit Penangkapan Tepat, dengan devisi Tepat, kecil, spesialisasi Tenaga sendiri atau
pekerjaan dan prospek dengan pekerjaan yang keluarga, atau grup
jelas tidak terbagi masyarakat
2 Kepemilikian Dikosentrasikan Biasanya dimiliki oleh Tersebar diantara
beberapa pengusaha, nelayan yang partisipan-partisipan.
kadang bukan nelayan. berpengalaman, atau
nelayan-nelayan
gabungan.
3 Komitmen waktu Biasanya penuh waktu Seringkali merupakan Kebanyakan paruh
pekerjaan sampingan waktu
4 Kapal Bertenaga, dengan Kecil, dengan motor di Tidak ada atau
peralatan yang dalam atau motor tempel berbentuk kano
memadai kecil.
5 Perlengkapan Buatan mesin atau Sebagian atau seluruhnya Meterial buatan
pemasangan lainnya menggunakan material tangan yang
buatan mesin dipasang pemiliknya
6 Sifat pekerjaan Dengan bantuan mesin Bantuan mesin yang minim Dioperasikan dengan
tangan
7 Investasi Tinggi, dengan proporsi Rendah; penghasilan Sangat rendah sekali
yang besar di luar nelayan seringkali diambil
nelayan dari pembeli hasil
tangkapan
8 Penangkapan per unit Besar Menengah Rendah hingga
sangat rendah
9 Produktivitas per orang Besar Menengah atau rendah Rendah hingga
sangat rendah
10 Pengolahan hasil Diolah menjadi tepung Beberapa dikeringkan, Kecil atau tidak ada
tangkapan ikan atau untuk bahan diasap, diasinkan untuk sama sekali,
konsumsi bukan untuk kebutuhan manusia semuanya untuk
manusia dikonsumsi
11 Keberadaan ekonomi Sering kali kaya Golongan menengah ke Minimal
nelayan bawah
12 Kondisi sosial Terpadu Kadang terpisah Masyarakat yang
terisolasi
Sumber: Kesteven (1973) yang diacu oleh Waileruny (2014)
.
Tabel 2 Pendidikan, Usia dan Status Pernikahan dari Nelayan Perikanan Demersal di Pulau
Ambon
Pendidikan Usia Status pernikahan
Jenjang Jumlah Persen Tahun Jumlah Persen Status Jumlah Persen
Tdk. Sekolah 0 0 21- 30 0 0 Menikah 50 98
SD 5 9,80 31-40 15 29,41 Belum 1 2
SLTP 14 27,45 41-50 13 25,49
SLTA 32 62,75 51-60 13 25,49
S1 0 0 >60 10 19,61
Jumlah 51 100 51 100 51 100
Data hasil penelitian yang diolah

Hasil penelitian mendapatkan juga bahwa 2% sisanya belum berkeluarga. Jumlah


tenaga kerja yang bekerja sebagai nelayan anak dari nelayan yang telah berkeluarga
di TAD 98% sebagai kepala keluarga dan antara 1-7 orang. Tidak ada nelayan yang

55
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109

sudah menikah dan belum punya anak, tinggi (kuliah), 24,46% sekolah lanjutan atas
sedangkan 40,38% jumlah anak 1-2 orang, (SMA) dan sisanya SMP, SD dan TK,
57,69% jumlah anak 3-4 orang dan 1,92% dengan jumlah tanggungan anak sekolah 1-
jumlah anak 5-7 orang. Anak-anak nelayan 7 orang (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan
ada yang belum bersekolah dan ada yang bahwa kesadaran nelayan terhadap
bersekolah dari SD sampai perguruan pendidikan sudah cukup tinggi, hal ini
tinggi, tidak ada yang putus sekolah. Hasil terbukti dengan tanggung jawabnya dalam
penelitian ini mendapati bahwa dari 51 menyekolahkan anak-anak sampai
responden yang memiliki anak sekolah, perguruan tinggi.
20,86% diantaranya memiliki tanggungan
anak yang sementara studi di perguruan

Tabel 3 Jumlah anak, tanggungan anak sekolah dan anggota keluarga para nelayan yang kerja
Jumlah Anak Tanggungan Anak Sekolah Anggota keluarga
lain yang bekerja
Jumlah Anak Responde Perse Jumlah Responde Persen Status Jumlah Persen
n (org) n n (%) (org) (%)
(%) (org)
0 0 0 0 0 0 Bekerja 18 35,29
1-2 21 40,38 1-2 22 44 Tidak 33 64,71
3-4 30 57,69 3-4 26 52
5-7 1 1,92 5-7 2 4
Jumlah 100 Jumlah 100 Jumlah 100
Data hasil penelitian yang diolah

Kondisi ekonomi keluarga nelayan pendapatan keluarga hanya dari nelayan,


Kondisi ekonomi nelayan diketahui dengan demikan bagi yang memiliki
dari pendapatan bersih yang mereka pendapatan rendah akan mengganggu
dapatkan dari hasil penjualan ikan hasil stabilitas ekonomi keluarga.
tangkapan dalam bentuk segar maupun Nelayan juga memanfaatkan waktu
hidup. Semua ikan hasil tangkapan tidak luang saat tidak melaut untuk berkebun.
pernah dijual dalam bentuk olahan tetapi Sekitar 35,45% nelayan memanfaatkan
semuanya dalam bentuk segar. Hasil waktu luangnya untuk berkebun, dengan
analisis terhadap pendapatan nelayan demikian kebutuhan hariannya juga
seperti pada Tabel 4. didapatkan dari kebun. Bagi nelayan yang
Nelayan pada TAD (Tabel 4) memiliki tidak berkebun mereka menggunakan
pendapatan yang beragam. Hasil analisis ini waktu luang dengan bekerja sebagai buruh
menunjukkan bahwa pendapatan paling bangunan, tukang ojek dan lainnya dengan
rendah yang diterima nelayan sebesar Rp. pendapatan sekitar Rp. 750.000/bulan. Bagi
900.000,- sedangkan pendapatan yang nelayan yang berkebun, kebutuhan
tinggi sampai di atas Rp. 3.000.000,- konsumsi harian keluarga didapatkan dari
Nelayan dengan pendapatan antara Rp. kebun sedangkan bagi nelayan yang tidak
1.500.000.- 3.000.000 sebanyak 29,41% memiliki kebun semua kebutuhan konsumsi
dan di atas Rp. 3.000.000.- sebesar keluarga dibeli di pasar
68,63%. Hanya 35,29% keluarga nelayan
yang tambahan pendapatan keluarga juga
datang dari anggota keluarga lain yang
bekerja. Sedangkan 64,71% sumber

56
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109

Tabel 4 Pendapatan Nelayan Teluk Ambon Dalam


Pendapatan (Rp) Jumlah Responden (org) Persentasi (%)
< 1.500.000 1 1,96
1.500.000-3.000.000 15 29,41
> 3.000.000 35 68,63
Data hasil penelitian yang diolah

Rumah yang ditempati nelayan poorest of the poor), hal yang hampir sama
umumnya dimiliki sendiri, hasil penelitian ini disampaikan oleh Kusnadi 2002; Semedi
mendapati bahwa hanya 1,96% nelayan 2003; Mubyarto et al (2003) yang dikutip
yang belum memiliki rumah tetap, meraka Kinseng (2011).
tinggal pada rumah orang lain atau pada
orang tua, sedangkan 98,04% nelayan KESIMPULAN
sudah memiliki rumah tetap. Rumah yang Nelayan di TAD dikarakteristikan
ditempati nelayan 37,25% adalah rumah sebagai nelayan komersil, yang
parmanen dan 62,75% semi parmanen. memanfaatkan hasil tangkapannya untuk
Tidak ada nelayan dengan rumah non kepentingan komersil bukan untuk
parmanen. Rumah-rumah nelayan juga konsumsi. Berdasarkan skala usaha,
100% diantaranya sudah memiliki fasilitas dikarakteristikan sebagai nelayan kecil dan
MCK. Semua rumah (100%) rumah yang artisanal dengan penggunaan teknologi
ditempati nelayan juga sudah dialiri listrik. yang rendah. Salah satu penyebab
Nelayan juga memiliki berbagai peralatan menurunnya hasil tangkapan nelayan
elektronik seperti TV, DVD, kulkas, radio adalah banyaknya sampah yang masuk di
dan lain-lain. Teluk Ambon saat musim hujan yang
Dari sisi keuangan, nelayan juga mengganggu aktifitas penangkapan dan
sudah menggunakan jasa-jasa keuangan berdampak pada menurunnya produksi dan
resmi seperti perbankan. 96,08% pendapatan. Secara umum nelayan di TAD
diantaranya memiliki tabungan sedangkan bukan termasuk kelompok masyarakat yang
3,92% sisanya tidak memiliki tabungan. Dari miskin, tingkat sosial rendah dan
96,08% nelayan yang memiliki tabungan, termarginal. Secara umum, nelayan di TAD
80,39% diantaranya menyimpan uangnya di memiliki pendapatan yang cukup, 98,04%
bank, 1,96% menyimpan uangnya di diantarnya memiliki pendapatan di atas Rp.
koperasi sedangkan sisanya menyimpan 1.500.000.- Nelayan di TAD semuanya
uangnya. Hasil analisis ini juga mendapati sudah mengenyam pendidikan, 90,2%
bahwa nelayan 3,92% telah menggunakan diantarnya tamat Sekolah Menengah
jasa perbankan untuk meminjam uang, Pertama sampai Menengah Atas dan
51,69% meminjamkan uang di koperasi dan memiliki tanggung jawab yang tinggi
sisanya tidak pernah meminjam uang ke terhadap pendidikan anak-anaknya.
pihak manapun.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa DAFTAR PUSTAKA
karakteristik nelayan yang miskin,
Ardianto L. 2007. A Snapshot on Small
pendidikan rendah dan predikat negatif
Scale Fisheries. Sebuah Pengagar
(rendah lainnya di masyarakat)
Focus Group Discussion. PKSPL IPB.
sebagaimana ditemukan pada nelayan lain
di Indonesia tidak dijumpai pada nelayan di Berkes F, Mathias J, Kislalioglu M, Fast H.
TAD. Mukfiati (2010) menjelaskan bahwa 2001. The Canadian Arctic and the
masyarakat nelayan di Indonesia Oceans Act: the development of
merupakan golongan masyarakat yang participatory environmental research
dianggap miskin secara absolut, bahkan and management. Ocean & Coastal
paling miskin diantara penduduk miskin (the Management 44(3): 451-469.

57
Jurnal “Amanisal” PSP FPIK Unpatti-Ambon Vol. 5. No. 1, Mei 2016 Hal 50-58. ISSN.2085-5109

Charles AT. 2001. Sustainable Fishery Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi


System. Saint Mary’s University Masyarakat Pesisir. Jakarta:
Halifax, Nova Scotia Canada. Cidesindo.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sugiyono 2010. Metode Penelitian
Maluku, 2010. Laporan Tahunan Administrasi dilengkapi dengan
Statistik Perikanan Tahun 2010. Metode R&D. (cetakan ke 18).
Dinas Kelautan dan Perikanan Penerbit Alvabeta CV, Jakarta 2003.
Kabupaten Maluku Tengah 2011. Supranto 2003. Metode Riset. Aplikasi
Kinseng RA. 2011. Konflik Kelas Nelayan di dalam Pemasaran. (cetakan ke-2
Indonesia. Tinjauan Kasus edisi ke-7). Penerbit PT. Rineka Cipta,
Balikpapan. Penerbit IPB Pres 2011. Jakarta. 2003.
179 hal. Waileruny W. 2014. Pemanfaatan
Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan. Berkelanjutan Sumberdaya Perikanan
Kemiskinan dan Perebutan Cakalang di Laut Banda Provinsi
Sumberdaya Alam. Penerbit, LKiS Maluku. [disertasi] Sekolah
Yokyakarta:188 Pascasarjana Institiut Pertanian
Maluku Dalam Angka. 2013. Kerjasama Bogor. 132p.
Badan Pusat Statistik dan Badan Widodo Y dan Suadi. 2006. Pengelolaan
Perencanaan Pembangunan Daerah Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah
Provinsi Maluku. Mada University Press.
Mukaffi Z. 2008. Kemiskinan Nelayan
Bagaimana Solusinya.

58

You might also like