Professional Documents
Culture Documents
LP DM TIPE 2 Azna
LP DM TIPE 2 Azna
Disusun Oleh:
Azna Yuliana, S.Kep
11194692110094
Menyetujui,
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin
Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM
NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS TIPE 2
C. Etiologi
1. Pola makan
Mengkonsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi
dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan
kadar gula darah meningkat sehingga akan menyebabkan diabetes.
2. Obesitas
Orang gemuk dengan berat badan berlebih berisiko memiliki
peluang lebih besar terkena penyakit diabetes. Obesitas menurunkan
jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh tubuh sehingga insulin
yang tersedia menjadi kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik
3. Faktor genetik
Penyebab diabetes melitus dapat disebabkan oleh faktor genetis.
Gen penyebab diabetes melitus dapat diwariskan dari orang tua kepada
anak. Pewarisan gen diabetes dapat sampai ke cucunya bahkan cicit
walupun kemungkinannya lebih kecil.
4. Bahan- bahan kimia dan obat- obatan
Terpaparnya bahan- bahan kimia dan penggunaan obat-obatan
yang cukup lama akan mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pada pankreas. Radang pada pankreas akan menyebabkan fungsi
pankreas terganggu sehingga terhambatnya sekresi hormon- hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin.
5. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Penyakit kolestrol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko
terkena diabetes melitus. Infeksi pada pankreas juga dapat
menyebabkan radang pankreas sehingga menyebabkan terganggunya
fungsi pankreas.
6. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun
(Hasdianah, 2012).
E. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinis utama
a. Poliuria (Banyak Kencing)
Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing.
Kencing yang sering terutama pada malam hari akan sangat
mengganggu penderita diabetes.
b. Polidipsia (Banyak Minum)
Rasa haus yang sangat sering dirasakan karena banyaknya cairan
yang dikeluarkan melalui urine.
c. Polifagia (Banyak Makan)
Rasa lapar yang sering timbul diakibatkan karena kalori negatif pada
pasien diabetes mengalami keseimbangan, sehingga timbul rasa
lapar yang sangat besar.
d. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Pada penderita diabetes glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke
dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk aktivitas sehari- hari, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot sehingga
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus
(Wijaya & Putri, 2013).
2. Manifestasi klinis tambahan
a. Kesemutan
b. Gatal di daerah kemaluan wanita
c. Luka sulit sembuh
d. Penglihatan kabur
e. Impotensi pada pria (Kemenkes RI, 2019)
F. Patofisiologi
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah suatu kondisi dimana sel- sel Betha
pankreas relatif tidak mampu mempertahankan sekresi dan produksi insulin
sehingga menyebabkan kekurangan insulin. Menurut Dona C Ignativius
dalam bukunya Medical Surgical menyatakan bahwa “Diabetes Melitus (DM)
diakibatkan oleh 2 faktor utama, yaitu obesitas dan usia lanjut.” Obesitas atau
kegemukan merupakan suatu keadaan dimana intake kalori berlebihan
dengan sebagian besar berbentuk lemak- lemak sehingga terjadi defisiensi
hidrat arang. Hal ini menimbulkan penumpukan lemak pada membran sel
sehingga mengganggu transport glukosa dan menimbulkan kerusakan atau
defek selular yang kemudian menghambat metabolisme glukosa intrasel.
Gangguan- gangguan tersebut terjadi pula pada post reseptor tempat insulin
bekerja, jika gangguan ini terjadi pada sel- sel pankreas maka akan terjadi
hambatan atau penurunan kemampuan menghasilkan insulin. Hal ini
diperberat oleh bertambahnya usia yang mempengaruhi berkurangnya
jumlah insulin dari sel- sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan atau
penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin. Penurunan produksi insulin
dan menurunnya sensitifitas insulin menyebabkan terjadinya NIDDM.
Pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 atau NIDDM, terdapat
kekurangpekaan dari sel beta dalam mekanisme perangsangan glukosa.
Sedangkan pada pasien yang obesitas dengan NIDDM terdapat penurunan
jumlah reseptor insulin pada membran sel otot dan lemak. Pasien yang
obesitas mensekresi jumlah insulin yang berlebihan tetapi tidak efektif karena
penurunan jumlah reseptor. Jika terdapat defisit insulin, terjadi 4 perubahan
metabolik yang menyebabkan timbulnya hipergikemik,yaitu :
1. Transport glukosa yang melintasi membran sel- sel berkurang
2. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam
darah
3. Glikolisis meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan
glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi
kebutuhan.
4. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang
tercurah ke dalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Pada diabetes tipe 2 (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin -
NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukagon dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus
tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus tipe II.
Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan
1200 mg/dl hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan
oleh ketidakmampuan glukosa berdifusi melalui membran sel, hal ini akan
merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan volume ekstrasel
sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang
hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian
lateral (Polidipsi). Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume
reseptor di hypothalamus menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis
osmosis yang akan mempercepat pengisian vesika urinaria dan akan
merangsang keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa
kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme
sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas
glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat makan di bagian
lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar (Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa
terjadi atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di
seluruh tubuh, dan perubahan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat
mengarah pada komplikasi lain seperti thrombosis koroner, stroke, gangren
pada kaki, kebutaan, gagal ginjal dan neuropati.
G. Pathway
DM tipe I DM tipe II DM tipe lain
Genetik Obesitas, usia, genetik
Malnutrisi kalori protein
Proses autoimun Penurunan sensitivitas reseptor
insulin Kerusakan pancreas
Kerusakan pancreas
Insulin yang ada kurang efektif Penurunan fungsi sel beta
Penghancuran sel beta
Melebihi ambang batas filtrasi Produksi energy menurun penebalan membran pemb. Darah
ginjal
Kelemahan Pengambilan Makroangiopati Mikroangiopati
Ekskresi melalui ginjal berlebih cadangan
Intoleransi makanan di
Aterosklerosis Penimbunan glukosa darah
Glukosuria Diuresis aktivitas lemak dan
osmotic otot
Penyumbatan Retinopati Neuropati
vascular
Poliuria Atrofi otot
Hipovolemia Dehidrasi Pandangan Perub. biokimia
Insufisiensi kabur syaraf
Rangsang Penurunan
Hipotensi vascular perifer Gang.
pusat haus BB
Katarak Metabolic
di syok Penurunan suplai Penurunan
hipotalamus Defisit kecepatan
O2 ekstremitas Kebutaan
Nutrisi konduksi
polidipsia motorik
Nekrotik jaringan Risiko
Rangsang pusat Penurunan
Cedera
lapar Gangguan sensori getar
Ulkus
hipotalamus Integritas Kulit/ Kelemahan otot
Jaringan
Thrombosis Gangguan
polifagia
pembuluh darah Mobilitas
Sumber : Wijaya (2013), SDKI Fisik
(2017) Gangren
Risiko
Gangguan Citra Tubuh
Amputasi infeksi
H. Komplikasi
1. Akut
a. Hipoglikemia
b. Ketoasidosis
c. Diabetik
2. Kronik
a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik,
nefropati diabetik.
J. Penatalaksanaan Medis
1. Diet
Kalori yang direkomendasikan oleh American Diabetes Association
adalah 50 – 60 % yang berasal dari :
a. Karbohidrat 60 – 70 %
b. Protein 12 – 20 %
c. Lemak 20 – 30 %
2. Obat hipoglikemik oral
a. Biguanid untuk menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak sampai
di bawah normal.
b. Sulfoniluera bekerja dengan cara menurunkan ambang sekresi
insulin, meningkatkan sekresi insulin, menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan.
c. Inhibitor α glukosidase bekerja dengan menghambat kerja enzim di
saluran pencernaan yang mengakibatkan penyerapan glukosa dan
hiperglikemia menurun.
d. Insulin dengan indikasi gangguan diabetes dengan berat badan
turun drastis, ketoasidosis laktat, diabetes yang mengalami stres
berat, diabetes dengan gestasional dan diabetes yang tidak
berespon terhadap obat hipoglikemik oral.
3. Latihan Jasmani
Aktivitas dengan cara melawan tahanan merupakan salah satu latihan
yang dapat menambah laju metabolisme istirahat, menurunkan berat
badan, stres dan menyegarkan tubuh.
4. Pemantauan atau kontrol gula darah yang rutin
5. Pendidikan (Wijaya & Putri, 2013).
K. Penatalaksaan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes
Mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata,
riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan
masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering,
merah, dan bola mata cekung.
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah
otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
resistensi insulin
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
c. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot
f. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk
tubuh
h. Risiko cedera dibuktikan dengan faktor risiko perubahan fungsi
psikomotor
i. Risiko infeksi dibuktikan dengan faktor risiko kerusakan integritas
kulit
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
1 Ketidakstabilan Kadar Kestabilan Kadar Manajemen Hiperglikemia
Glukosa Darah Glukosa Darah (L.03022) (I.03115)
(D.0027) Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1 x
1. Identifikasi kemungkinan
24 jam kestabilan kadar
glukosa darah dapat penyebab hiperglikemia
meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi situasi yang
hasil : menyebabkan kebutuhan
1. Mengantuk menurun insulin meningkat
2. Pusing menurun 3. Monitor kadar glukosa
3. Lelah/ lesu menurun darah
4. Keluhan lapar
4. Monitor tanda dan gejala
menurun
5. Gemetar menurun hiperglikemia
6. Berkeringat menurun 5. Monitor intake dan ouput
7. Rasa haus menurun cairan
8. Kadar glukosa dalam
darah membaik Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral
2. Konsultasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
Edukasi
1. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari
250 mg/Dl
2. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara
mandiri
3. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian
keton urine
5. Ajarkan pengelolaan
diabetes
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
insulin
2. Kolaborasi pemberian
cairan IV
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
3 Hipovolemia (D.0023) Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia
Setelah dilakukan (I.03116)
tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 8 jam 1. Periksa tanda dan gejala
diharapkan status cairan hipovolemia
klien membaik dengan 2. Monitor intake dan output
kriteria hasil : cairan
1. Turgor kulit meningkat
2. Perasaan lemah Terapeutik
menurun 1. Hitung kebutuhan cairan
3. Membran mukosa
membaik 2. Berikan posisi modified
4. Frekuensi nadi trendelenburg
membaik 3. Berikan asupan cairan oral
5. Tekanan darah
membaik Kolaborasi
6. Kadar HB membaik 1. Kolaborasi pemberian IV
isotonis (NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (NaCl
0.4 %)
4 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas Manajemen Energi (I.05178)
(D.0056) (L.05047) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi gangguan
tindakan keperawatan 1 x fungsi tubuh yang
8 jam diharapkan mengakibatkan masalah
toleransi aktivitas dapat 2. Monitor kelelahan fisik dan
meningkat dengan kriteria emosional
hasil : 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuensi nadi 4. Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyamanan selama
2. Saturasi oksigen melakukan aktivitas
meningkat
3. Kemudahan dalam Terapeutik
melakukan aktivitas 1. Sediakan lingkungan
sehari- hari meningkat nyaman dan rendah
4. Keluhan lelah stimulus
menurun 2. Lakukan rentang gerak
5. Perasaan lemah pasif atau aktif
menurun 3. Berikan aktivitas distraksi
6. Tekanan darah yang menenangkan
membaik 4. Fasilitasi duduk di sisi
7. Frekuensi napas tempat tidur
membaik
8. Warna kulit membaik Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas scera bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
6 Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/ Jaringan Jaringan (L.14125) (I.11353)
(D.0129) Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1 x 1. Identifikasi penyebab
24 jam diharapkan gangguan integritas kulit
integritas kulit dan
jaringan dapat meningkat Terapeutik
dengan kriteria hasil : 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika
1. Elastisitas meningkat tirah baring
2. Hidrasi meningkat 2. Lakukan pemijatan pada
3. Kerusakan jaringan area penonjolan tulang,
menurun jika perlu
4. Kerusakan lapisan 3. Gunakan produk berbahan
kulit menurun petrolium atau minyak
5. Kemerahan menurun pada kulit kering
6. Nyeri menurun 4. Gunakan produk berbahan
7. Suhu kulit membaik ringan/ alami hipoalergik
8. Sensasi membaik pada kulit sensitif
9. Tekstur membaik 5. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
7 Gangguan Citra Tubuh Citra Tubuh (L.09067) Promosi Citra Tubuh
(D.0083) Setelah dilakukan (I.09305)
tindakan keperawatan 1 x Observasi
8 jam diharapkan citra 1. Identifikasi harapan citra
tubuh klien meningkat tubuh berdasarkan tahap
dengan kriteria hasil : perkembangan
1. Melihat bagian tubuh 2. Identifikasi budaya,
meningkat agama, jenis kelamin, dan
2. Menyentuh bagian umur terkait citra tubuh
tubuh meningkat
3. Identifikasi perubahan citra
3. Verbalisasi kecacatan
bagian tubuh tubuh yang mengakibatkan
meningkat isolasi sosial
4. Verbalisasi kehilangan 4. Monitor frekuensi
bagian tubuh pernyataan kritik terhadap
meningkat diri sendiri
5. Verbalisasi perasaan
negative tentang
perubahan tubuh Terapeutik
menurun 1. Diskusikan perubahan
6. Respon nonverbal tubuh dang fungsinya’
pada perubahan tubuh 2. Diskusikan perbedaan
membaik penampilan fisik terhadap
harga diri
3. Diskusikan kondisi stres
yang mempengaruhi citra
tubuh
4. Diskusikan cara
mengemabangkan
harapan citra tubuh secara
realistis
5. Diskusikan persepsi
pasien dan keluarga
tentang perubahan citra
tubuh
Edukasi
1. Jelaskan kepada keluarga
tentang perawatan
perubahan cira tubuh
2. Anjurkan mengungkapkan
gambaran diri terhadap
citra tubuh
3. Anjurkan menggunakan
alat bantu
4. Latih fungsi tubuh yang
dimiliki
5. Latih peningkatan
penampilan diri
6. Latih pengungkapan
kemampuan diri kepada
orang lain maupun
kelompok
8 Risiko Cedera (D.0136) Tingkat Cedera Manajemen Keselamatan
(L.14136) Lingkungan (I.14513)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Identifikasi kebutuhan
selama 1 x 8 diharapkan keselamatan
tingkat cedera klien 2. Monitor perubahan status
menurun dengan kriteria keselamatan lingkungan
hasil :
1. Kejadian cedera Terapeutik
menurun 1. Hilangkan bahaya
2. Luka/ lecet menurun keselamatan lingkungan
3. Agitasi menurun 2. Modifikasi lingkungan
4. Gangguan mobilitas untuk meminimalkan
menurun bahaya dan risiko
3. Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan
4. Gunakan perangkat
pelindung
Edukasi
1. Ajarkan individu, keluarga
dan keompok risiko tinggi
bahaya lingkungan
9 Risiko Infeksi (D.0142) Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1 x 1. Monitor tanda dan gejala
24 jam diharapkan tingkat infeksi lokal dan sistemik
infeksi menurun dengan
kriteria hasil :
1. Kebersihan tangan Terapeutik
meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
2. Kebersihan badan 2. Cuci tangan sebelum dan
meningkat sesudah kontak dengan
3. Demam menurun pasien dan lingkkungan
4. Kemerahan menurun pasien
5. Nyeri menurun 3. Pertahankan teknik aseptic
6. Bengkak menurun pada pasien
7. Kadar sel darah putih
meningkat Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cari mencuci
tangan dengan benar
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2019. Standards of Medical Care in Diabetes
2019: The Journal of Clinical and Applied Research and Education.
42(1).
Brunner & sudarth’s. 2010. Textbook of Medical Surgical Nursing 12 th Edition.
Wolters Kluwer.
Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa dan Anak –
Anak dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika
International Diabetes Federation. 2019. IDF Diabetes Atlas 9th Edition 2019:
International Diabetes Federation
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Buku Pintar Kader Posbindu:
Kemenkes RI
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. PERKENI
PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Wijaya & Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika