You are on page 1of 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/306378784

Program Pelatihan Persiapan Pra Nikah bagi Dewasa Muda di Jakarta

Article · September 2015

CITATIONS READS

2 7,452

2 authors:

Titi Sahidah Fitriana Ratih Arruum Listiyandini


Erasmus MC UNSW Sydney
25 PUBLICATIONS   224 CITATIONS    93 PUBLICATIONS   179 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Depression among Adolescents with Parental Divorce: The Protective Factors View project

Psychological Resilience and Well-being among Indonesian Vulnerable Communities View project

All content following this page was uploaded by Ratih Arruum Listiyandini on 23 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROGRAM PELATIHAN PERSIAPAN PRA NIKAH
BAGI DEWASA MUDA DI JAKARTA
Titi Sahidah Fitriana1, Ratih Arruum Listiyandini2

ABSTRACT: Premarital preparation programs carried out to improve there adiness of


prospective couples to enter into marriage. Increased knowledge of themarital conditionis
expected to minimizethe rate of divorce in couples. The program is conducted 4 sessions in a
month. Theme sthat given are the concept of marriage relationship, establish effective
communication, rolein household and unifythe visionand potential usesof self. Participants are
people who have plans to get married one year to the next, both menand women. After the fourt
raining sessions before marriage, there is an increased level of knowledge of significant
wedding on trainees. Some suggestions are included at the end of the discussion fort he
implementation of future programs.
Keywords: premarital, preparation, marriage

ABSTRAK: Program persiapan pranikah bertujuan untuk meningkatkan kesiapan pernikahan


pada pasangan yang telah memiliki rencana untuk menikah. Peningkatan pengetahuan akan
kondisi pernikahan diharapkan dapat menurunkan tingkat perceraian suami istri di Indonesia.
Program ini terdiri dari 4 sesi dalam satu bulan dimana setiap sesi berdurasi antara 2-3 jam.
Tema-tema yang diangkat antara lain adalah konsep pernikahan, komunikasi dan resolusi
konflik yang efektif, peran dalam rumah tangga serta menetapkan visi dan menggali potensi
rumahtangga. Partisipan yang mengikuti pelatihan ini adalah mereka yang memiliki rencana
untuk menikah dalam jangka waktu 1 tahun ke depan. Berdasarkan evaluasi setelah pelatihan
terdapat peningkatan tingkat pengetahuan yang signifikan pada setiap partisipan. Diskusi untuk
meningkatkan efektivitas program juga dibahas pada akhir uraian.
Kata Kunci: pranikah, persiapan pernikahan

Pendahuluan

Dari tahun ke tahun, angka perceraian di Indonesia terus merangkak naik.


Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag)
Mahkamah Agung, selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian
hingga 70% (dalam www.republika.co.id). Kemudian pada tahun 2011, angka
perceraian diperkirakan naik 10% dari tahun sebelumnya. Tidak ada yang mengetahui
pasti mengenai penyebab meningkatnya perceraian di Indonesia. Perceraian ini terjadi
di berbagai kalangan baik ekonomi atas maupun bawah, pendidikan tinggi maupun
rendah serta masyarakat desa maupun kota.
Dampak negatif dari perceraian terhadap kesejahteraan anak dan pasangan sudah
sepatutnya menarik perhatian para praktisi dan Pemerintah. Namun sayangnya, hingga
saat ini Pemerintah belum memiliki program khusus untuk menurunkan tingkat
perceraian di Indonesia. Beberapa negara di Amerika Serikat, sejak tahun 1980, telah
menyadari bahwa salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menekan laju angka
perceraian (baik untuk pasangan menikah atau tidak menikah) adalah dengan edukasi
mengenai hubungan romantis (Bagarozzi, Bagarozzi, Anderson & Pollane, 1984;
Hawkins & Erickson, 2014). Kebijakan memberikan edukasi mengenai hubungan
romantic juga diberlakukan di negara seperti Inggris dan Australia. Berbagai penelitian
sudah sejak lama membuktikan mengenai kebermanfaatan program persiapan pranikah

1
Fakultas Psikologi Universitas YARSI. Email: titi.sahidah@yarsi.ac.id
2
Fakultas Psikologi Universitas YARSI. Email: ratih.arruum@yarsi.ac.id

73
untuk membantu pasangan membangun hubungan jangka panjang yang sehat dan
meningkatkan kesejahteraan anak (Hawkins & Erickson, 2014).
Saat ini, program persiapan pranikah di Indonesia hanya sebatas pembekalan
secara agama yang dilakukan oleh penghulu di KUA. Persiapan pranikah ini dilakukan
dengan metode ceramah yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam selama 1 kali
pertemuan. Durasi ini tentu tidak cukup untuk menyiapkan pasangan dengan
ketrampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi pernikahan. Program persiapan
pranikah seharusnya membantu pasangan untuk dapat mengatasi tugas-tugas penting
yang akan mereka hadapi setelah menikah (Bagarozzi, dkk., 1984). Bagarozzi, dkk
(1984) menambahkan bahwa program persiapan pranikah sepatutnya membantu
pasangan untuk memiliki ketrampilan dan kemampuan pemecahan masalah yang
dibutuhkan saat berbagai masalah pernikahan hadir. Selain itu, program persiapan
pranikah sebaiknya juga memberi kesempatan bagi partisipan untuk mengevaluasi
kembali mengenai tujuan mereka menikah.
Pentingnya program persiapan pranikah dan belum adanya pihak yang
mengembangkan program pranikah secara intensif, menjadi motivasi bagi tim penulis
untuk menyusun sebuah program persiapan pranikah bagi calon pasangan suami istri.
Melalui program ini, peserta akan diberikan gambaran mengenai kehidupan pernikahan
dan diajarkan berbagai ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengelola kehidupan
pernikahan. Harapannya melalui program ini wawasan dan ketrampilan peserta
mengenai pernikahan meningkat sehingga akhirnya dapat menjadikan perceraian
sebagai jalan paling akhir untuk menyelesaikan masalah di dalam pernikahan.

Metode Penelitian

Program persiapan pranikah mengundang calon pasangan yang telah memiliki


rencana untuk menikah dalam kurun waktu 1 tahun ke depan. Adanya rencana untuk
menikah 1 tahun ke depan merupakan cara peneliti untuk menyeragamkan karakteristik
partisipan. Diharapkan dengan durasi menuju pernikahan yang sama, maka langkah
persiapan yang dilakukan oleh setiap partisipan berada pada baseline yang setara.
Partisipan dianjurkan hadir bersama dengan pasangan, namun tidak menutup
kemungkinan apabila partisipan hadir sendiri saja tanpa pasangan.
Program persiapan pranikah diselenggarakan dalam 4 sesi dimana setiap sesi
berlangsung 2-3 jam. Satu sesi dengan sesi berikutnya berjarak 1 minggu. Adanya jarak
antar sesi bertujuan untuk memudahkan peserta menerapkan pengetahuan yang didapat,
melatih ketrampilan dan melakukan evaluasi terhadap perubahan pasangan di setiap
minggunya.
Program persiapan pranikah diharapkan dapat membantu pasangan untuk dapat
mengatasi tugas-tugas penting yang akan mereka hadapi setelah menikah (Bagarozzi,
dkk., 1984). Oleh karena itu, program persiapan pranikah sepatutnya membantu
pasangan memiliki berbagai ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah
pernikahan.Menjawab hal ini, tema-tema yang diangkat pada program persiapan
pranikah merupakan hasil studi literatur peneliti terhadap masalah-masalah pada
pernikahan yang menghambat tercapainya kepuasan pernikahan. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Li & Fung (2014) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap tercapai-tidaknya kepuasan pernikahan adalah faktor
intrapersonal (contoh: kepribadian), factor interpersonal (contoh: komunikasi
pasangan), faktor mikro di lingkungan (contoh: kepuasan pernikahan orangtua) serta

74
factor makro di lingkungan (contoh: kebijakan pemerintah). Pada literatur lainnya,
disebutkan bahwa faktor sosial ekonomi – penghasilan pasangan juga berkontribusi
terhadap kepuasan dalam pernikahan (Ponzetti, 2003; Miller, 1976). Faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap kepuasan pernikahan ini menjadi referensi peneliti dalam
menentukan tema-tema program pranikah yang diangkat.
Berdasarkan studi literatur diketahui bahwa berbagai masalah yang terjadi pada
awal pernikahan adalah terkait anak, agama, keluarga, cara berkomunikasi, peran dalam
rumah tangga, ekspektasi yang tidak realistis, keuangan, seks, kecemburuan, pemecahan
masalah, rasa percaya, kemandirian, kecanduan narkoba, karir dan kebersamaan
(Karney & Bradbury, 2014). Berdasarkan kajian tersebut, peneliti melihat bahwa
masalah-masalah yang biasa terjadi pada awal pernikahan berkaitan dengan
ketidaktahuan akan diri sendiri dan pasangan serta persiapan akan masa mendatang
yang kurang matang. Oleh karena itu, sesi pertama dan kedua pada program pelatihan
terkait dengan pengenalan diri dan pola komunikasi dengan pasangan sementara sesi
ketiga dan keempat membahas mengenai persiapan masa depan yaitu pengenalan peran
rumah tangga dan perumusan visi masa depan. Adapun materi-materi ini disusun
dengan mengangkat sumber utama dari karya popular oleh Adriana Ginanjar yaitu
‘Sebelum Janji Terucap’ dan dilengkapi dari sumber-sumber lainnya seperti Duvall
&Miller (1985) serta Murray& Murray (2004). Uraian dari materi yang diangkat dalam
pelatihan ini adalah sebagai berikut:

Waktu Realisasi Pelaksanaan


Pertemuan 1 Pernikahan: Mengenal Tujuan dan Diri Sendiri
(Sabtu, 9 Mei 2015) Pada pertemuan pertama ini, pemateri memberikan
pengetahuan kepada peserta mengenai pentingnya memulai
pernikahan dengan tujuan dan harapan yang realistis serta
perlunya mengenali diri sebelum hendak menyatukannya
dengan orang lain dalam wadah pernikahan. Pemateri juga
menekankan pentingnya mengenal keluarga pasangan dalam
rangka mengenai karakter pasangan. Sesi ini banyak
melibatkan peserta untuk berefleksi, mengerjakan aktivitas
dan berdiskusi dengan pasangan. Pada awal dan akhir sesi,
pemateri memberikan pre dan post test untuk mengukur
perubahan tingkat pengetahuan peserta.
Pertemuan 2 Komunikasi dan Konflik
(Sabtu, 16 Mei 2015) Sesi ini diawali dengan role play secara berpasangan.
Pemateri memberikan tiga tugas kepada setiap pasangan
dimana pasangan diminta untuk mengerjakan tugas tersebut
secara bersama-sama. Pemateri hanya memberitahukan
tugas tersebut kepada salah satu pihak, kemudian ia diminta
untuk mengkomunikasikan dan mengerjakan tugas tersebut
bersama pasangan. Melalui role play ini, pemateri dapat
membantu peserta untuk mengevaluasi pola komunikasi
mereka selama ini. Setelah sesi role play ini, pemateri
memberikan materi mengenai komunikasi dan resolusi
konflik kepada peserta.
Pertemuan 3 Mengenal Peran dalam Rumah Tangga
(Jum’at, 22 Mei 2015) Pada pertemuan ini, pemateri meminta kepada para peserta
untuk mengisi kuesioner dan diskusi terkait dengan
pembagian peran seperti apa yang hendak dijalani. Setelah
mengenali pembagian peran dalam rumah tangga yang ingin

75
mereka jalani, materi mengenai jenis-jenis peran kemudian
disampaikan. Sebelum membahas materi mengenai tips
perencanaan keuangan, para peserta juga diminta untuk
menyusun tujuan keuangan jangka pendek, menengah, dan
panjang. Dengan demikian, peserta lebih memahami
pentingnya tujuan dalam pengaturan keuangan.
Pertemuan 4 Menguatkan Sumber Daya Menggapai Sakinah,
(Jum’at, 29 Mei 2015) Mawadah, Warahmah
Pertemuan terakhir mengintegrasikan pengetahuan peserta
mengenai materi sebelumnya, yaitu: mengenal diri
sendiri/pasangan, keterampilan komunikasi/resolusi konflik,
dan pembagian peran. Untuk itu, pemateri mengajak peserta
membuat peta sumber daya (resource map) beserta visi
pernikahan. Hal ini bertujuan agar para peserta lebih
memahami dan dapat memprediksi berbagai sumber daya
yang mereka miliki untuk mempertahankan pernikahan. Di
akhir materi, peserta diminta untuk mengisi post-test/lembar
evaluasi mengenai kebermanfaatan seluruh materi.

Hasil Dan Pembahasan


Adapun evaluasi setiap sesi yang berjalan akan dijelaskan pada bagian berikut
ini. Sesi pertama dengan tema “Pernikahan : Mengenal Tujuan dan Diri Sendiri”. Di
awal sesi, pemateri menanyakan mengenai alasan peserta untuk menikah. Mayoritas
jawaban peserta telah merefleksikan tujuan pernikahan yang positif seperti 'hendak
membangun keluarga sakinah'. Namun ada pula yang membangun tujuan pernikahan
yang tidak realistis seperti 'karena saya sangat mencintainya' atau 'saya berharap ia
dapat mengubah saya menjadi pribadi yang lebih baik'. Setelah aktivitas tersebut,
pemateri menyampaikan materi terkait dengan harapan pernikahan, kemudian
dilanjutkan dengan situasi pernikahan yang real terjadi. Materi ini disampaikan sebagai
pengetahuan bagi peserta bahwa terdapat banyak tantangan dalam pernikahan yang
membutuhkan kerjasama bersama pasangan. Pernikahan tidak hanya membutuhkan
cinta namun juga komitmen dan keinginan untuk beradaptasi bersama.
Setelah menyampaikan tentang makna pernikahan, pemateri menyampaikan
mengenai pentingnya mengenal diri sebagai upaya untuk memudahkan adaptasi di
dalam pernikahan. Sesi ini diawali dengan aktivitas mengenal diri yang dilakukan
secara individual. Peserta diminta untuk memilih karakter-karakter dirinya pada satu
lembar kertas yang didalamnya telah terdaftar sekita 50 karakter manusia. Setelah
menandai, peserta diminta untuk memilih 3 karakter yang paling menonjol dan
menuliskannya pada secarik kertas. Pemateri juga meminta peserta untuk menuliskan
dua tambahan karakter yang bukan karakter dirinya. Dari lima karakter yang telah
tertulis pada 5 carik kertas, pasangan peserta diminta untuk memilih tiga karakter mana
yang merupakan karakter dari pasangannya. Aktivitas ini dilakukan secara bergantian.
Melalui aktivitas ini, peserta diharapkan lebih sadar mengenai dirinya sendiri dan
mampu mengevaluasi sejauh mana mereka mengenal satu sama lain sebagai pasangan.
Sesi ditutup dengan materi kiat memahami pasangan.
Sesi ini berjalan dengan sangat baik. Peserta terlihat antusias dalam mengikuti
materi dan mengerjakan aktivitas yang diberikan oleh pemateri. Hasil antara pra dan
post test juga menunjukkan peningkatan level pengetahuan pernikahan dari peserta.
Berikut hasil skor tingkat pengetahuan pernikahan dari peserta di awal dan akhir
pelatihan sesi pertama:

76
Pemberian Respon yang Tepat
150%

100%

50%

0%
item 1item 2item 3item 4item 5item 6item 7item 8item 9 item
10

pretest postest

Gambar 1: Grafik Pre-test dan Post-test pada sesi pertama (Sumber: Peneliti)

Adapun beberapa hal yang menjadi kekurangan dari sesi ini adalah waktu dan
dinamika pasangan. Waktu mulai kegiatan mundur 30 menit dari rencana. Kemudian
pada sesi ini, terdapat kondisi yang membutuhkan aktivitas bersama pasangan. Peserta
yang datang bersama dengan pasangan tentu sangat menikmati kegiatan bersama ini.
Namun mereka yang datang tidak bersama dengan pasangannya (karena satu dan lain
hal) harus menunggu tanpa ada kegiatan lainnya hingga aktivitas pasangan selesai.
Sesi kedua dengan tema “Komunikasi dan Konflik”. Adanya role play dalam
sesi ini mendapat sambutan yang baik dari peserta. Melalui role play ini, peserta
menjadi lebih sadar mengenai pola komunikasi mereka sebagai pasangan serta
kelebihan dankekurangan pola komunikasi mereka selama ini. Hal yang perlu
ditingkatkan ke depannya terkait dengan materi ini adalah perlunya sesi aktivitas untuk
mempraktekkan materi komunikasi yang telah disampaikan. Hal ini dilakukan agar
pemahaman peserta lebih mendalam.
Sesi ketiga dengan tema “Berbagi Peran”. Secara umum, keseluruhan sesi
berjalan dengan lancar dan kondusif. Pada pertemuan ini, hanya 2 dari 3 pasangan awal
yang bisa hadir. Satu pasangan berhalangan hadir dikarenakan adanya agenda lain yang
lebih mendesak. Ditambah dengan beberapa orang lainnya yang termasuk pendatang
baru, maka total ada sekitar 8 peserta yang hadir pada pertemuan ini.
Materi yang dimulai dengan pengisian kuesioner disambut antusias oleh para
peserta. Mereka tampak mampu diajak bekerjasama mengisi kuesioner pembagian
peran. Kuesioner ini berisi mengenai pernyataan-pernyataan mengenai pembagian peran
dalam rumah tangga, seperti “Pengasuhan anak bukan hanya tanggung jawab istri, tetapi juga
menjadi tugas suami” atau “Suami dan istri memiliki kesempatan yang sama untuk
mengembangkan diri dalam karir.” Peserta secara individual diminta menilai
setuju/tidaknya terhadap pernyataan-pernyataan tersebut. Dari hasil pengerjaan secara
individual, peserta kemudian diminta mendiskusikan hasilnya kepada pasangan. Para
pasangan yang memiliki kesamaan persepsi mengenai pembagian peran dianggap sudah
cukup memiliki visi yang sama dalam keluarga. Sebaliknya, apabila belum dan
ditemukan banyak perbedaan, maka mereka perlu mendiskusikannya lebih dalam lagi di
kehidupan sehari-hari.
Materi yang disampaikan terkait dengan pembagian peran, tampaknya juga
mendapat tanggapan yang positif. Seluruh peserta tampak mendengarkan dengan
seksama, dan sesekali tersenyum menanggapi contoh-contoh yang disampaikan
pemateri. Tampak pula bahwa pada peserta yang membawa pasangan, saling menoleh

77
dan menunjuk, untuk mendeskripsikan bahwa contoh yang dikemukakan pemateri
relevan dengan kehidupan mereka.
Pada saat mengisi kuesioner mengenai pembuatan tujuan keuangan, tampak
bahwa peserta juga mau diajak bekerjasama. Dipandu oleh pemateri, peserta mampu
menuliskan tujuan-tujuan apa yang mereka miliki untuk keuangan di masa depan. Pada
saat sesi diskusi, para peserta saling memberikan pendapat mengenai tujuan keuangan
pasangan mereka dan menilai kecocokannya. Berdasarkan hal tersebut, peserta menjadi
lebih mengenali pasangannya dan diharapkan mampu mendiskusikan hal tersebut lebih
dalam lagi ke depannya.
Sesi keempat dengan tema “Menguatkan Sumber Daya Menuju Sakinah,
Mawadah, Warahmah”. Sesi ini dihadiri oleh 2 dari 3 pasang peserta awal. Ditambah
dengan sekitar 6 orang pendatang, maka total peserta adalah sekitar 10 orang. Pada sesi
ini, tidak ada materi khusus yang disampaikan dan pemateri hanya melakukan review
terhadap materi yang sudah ada sebelumnya.
Setelah review melalui diskusi, pemateri kemudian meminta peserta untuk
mengisi resource map (peta sumber daya) serta visi pernikahan untuk diisi bersama oleh
pasangan. Sesi diskusi bersama pasangan membuat peserta mampu untuk lebih
mengenali potensi bersama yang dimiliki. Pada awalnya, peserta kebingungan dan agak
kesulitan memahami cara pengerjaan peta sumber daya. Namun dengan didampingi
fasilitator dan pemateri, peserta pun mampu mengisi peta yang ada. Berdasarkan peta
tersebut, peserta kemudian mendiskusikannya dengan pemateri untuk lebih menjelaskan
dan menyamakan persepsi mengenai sumber daya yang dimiliki.
Secara keseluruhan, peserta dapat mengikuti rangkaian acara dengan baik. Sesi
ini kemudian ditutup dengan kesimpulan dan pengisian kuesioner mengenai evaluasi
rangkaian kegiatan. Dari hasil yang ada, tampak bahwa peserta merasakan adanya
manfaat dari pelaksanaan program ini.
Setiap sesi pada pelatihan pranikah rata-rata diikuti oleh 10 peserta. Sepuluh
peserta ini terdiri dari couple dan individual (tidak membawa pasangan). Pelatihan
diikuti secara konsisten oleh 2 pasangan, sementara terdapat 1 pasangan lain yang tidak
bisa mengikuti sesi terakhir. Peserta pelatihan lainnya mengikuti satu atau dua
pertemuan.
Untuk melihat efektivitas pelatihan, pemateri melakukan perbandingan terhadap
kuesioner Persepsi mengenai Pengetahuan pernikahan. Berikut adalah hasil pra dan post
tes pada peserta yang mengikuti pelatihan dari awal hingga akhir:

9 9
7 7
5 5 Perempua
Perempuan
3 3 n
1 1 Laki-laki
Laki-laki

Gambar 2: Grafik Hasil Pra dan Post Test Kuesioner Persepsi mengenai Pengetahuan
Pernikahan (Sumber: Peneliti)

78
Evaluasi juga dilakukan pada peserta yang mengikuti pelatihan hanya satu sesi saja
yaitu sesi terakhir. Pemateri meminta peserta untuk menilai pergeseran pengetahuan
mengenai pernikahan sebelum dan sesudah sesi pelatihan. Dari hasil penilaian peserta
terhadap level pengetahuannya terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari
tingkat pengetahuan terkait pernikahan pada peserta.

10
8
6
4
Sebelum
2
Setelah
0
Persepsi mengenai Tingkat Pengetahuan
terkait Pernikahan

Gambar 3: Grafik Hasil Pre dan Post Tes Persepsi Pengetahuan mengenai Pernikahan
(Sumber: Peneliti)

Hal-hal yang dapat ditingkatkan ke depannya terkait dengan pelatihan ini adalah
waktu penyelenggaraan dan penyediaan alat ukur yang valid reliabel. Hal pertama,
waktu penyelenggaran pelatihan dilakukan sebanyak 4 sesi dalam 4 minggu. Lamanya
masa pelatihan menyebabkan tidak semua peserta dapat mengikuti pelatihan ini dari
awal hingga akhir. Apabila pelatihan ini hendak diselenggarakan kembali maka
sebaiknya pelatihan dipadatkan dalam satu minggu saja. Hal ini untuk memastikan
peserta dapat mengikuti seluruh sesi. Selain itu, alat ukur pelatihan juga perlu disusun
secara lebih teliti lagi sehingga dapat menciptakan alat ukur yang valid dan reliabel.

Simpulan Dan Implikasi

Merujuk pada indikator kinerja serta evaluasi program, adapun beberapa


kesimpulan yang dapat ditarik dari pelatihan pranikah ini adalah sebagai berikut.
Pertama program pelatihan pranikah yang telah disusun terbukti efektif untuk
meningkatkan pengetahuan pernikahan peserta. Hal ini terlihat dari peningkatan level
pengetahuan peserta di awal dan di akhir sesi. Namun begitu, program ini belum
terbukti dapat meningkatkan ketrampilan peserta dalam berkomunikasi, mengatasi
konflik dan menyusun rencana peran dalam pernikahan. Peningkatan level ketrampilan
peserta hanya dapat dilakukan apabila dilakukan pengukuran setelah beberapa minggu
sejak pelatihan berakhir.
Kedua program pelatihan pranikah mendapat evaluasi positif dari peserta terkait
dengan kebermanfaatan materi. Hal ini terlihat dari evaluasi pelatihan yang diberikan
oleh peserta.
Ketiga apabila merujuk pada indikator kinerja, yaitu terdapat 10 orang yang
mengikuti program dari awal hingga akhir, maka indikator ini tidak tercapai. Program
diikuti secara konsisten hanya oleh 2 pasangan (4 orang), sementara peserta lain hanya
mengikuti 2-3 sesi.

79
Daftar Pustaka

Bagarozzi, Dennis A., Bagarozzi, Judith I., Anderson., S.A., & Pollane, L. (1984).
Premarital Education And Training Sequence (Pets): A 3 Year Follow Up Of An
Experimental Study. Journal of Counseling and Development. 63.
Duvall, E.M., & Miller, B.C. (1985). Marriage and development. New York: Harper &
Row Publisher.
Ginanjar, A. (2011). Sebelum janji terucap. Jakarta: Gramedia.
Hawkins, Alan J., & Erickson, Sage E. (2015). Is Couple And Relationship Education
Efective For Lower Income Participant? A Meta Analytic Study. Journal of Family
Psychology. 29 (1), 59 – 68.
Lavner, Justin A., Karney, Benjamin R., & Bradbury, Thomas N. (2014). Relationship
Problems Over The Early Years Of Marriage: Stability Or Change. Journal of
Family Psychology. 28 (6), 979 – 985.
Li, Tianyun dan Fung., Helene H. (2011). The Dynamic Goal Theory of Marital
Satisfaction. Review of General Psychology. 15 (3), 246-254.
Miller, Brent. (1976). A Multivariate Developmental Model of Marital Satisfaction.
Journal of Marriage and Family. 45 (1), 141-151.
Murray, C, E., & Murray, T. L. (2004). Solution Focused Premarital Counseling:
Helping Couples Build a Vision for Their Marriage. Journal of Marital and Family
Therapy. 30(3), 349 – 358.
Ponzetti Jr., James J. (2003). International encyclopedia of marriage and family. New
York: Macmilan Reference.

80

View publication stats

You might also like