Professional Documents
Culture Documents
Ulasan Referensi Agribisnis Kelapa Sawit
Ulasan Referensi Agribisnis Kelapa Sawit
Selain itu, mengenai prospek kelapa sawit 2018, produksi kelapa sawit adalah 8, juta karena asumsi
"cateris paribus" bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja internal dan eksternal industri
kelapa sawit stabil atau konstan. 2022 ton Dengan kapasitas produksi sebesar itu, ekspor neto
diperkirakan mencapai 29,59 juta ton. Sisanya 18,85 juta ton untuk konsumsi sendiri. Menurut
Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2018 BPS (2018), bagaimanapun, seluruh sektor pertanian Indonesia
masih menyumbang lebih dari 10% dari PDB. Misalnya, sektor pertanian menyumbang 13, % pada
2017 dan 12,81% dari PDB pada 2018. Dari sisi kontribusi terhadap PDB, sektor pertanian
menempati urutan ketiga setelah manufaktur, grosir, eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor.
Untuk sektor pertanian, salah satu sub sektor yang paling penting adalah hasil hutan tanaman.
Hingga saat ini, subsektor tanaman ini menempati urutan pertama dalam kelompok usaha di sektor
pertanian. Pada tahun 2018, kontribusinya tercatat sebesar 3,30% dari PDB dan 25,75% dari sektor
pertanian. Dalam hal ini, jelas bahwa produksi kelapa sawit merupakan salah satu produk dari
perkebunan yang memegang peranan penting. Melihat Investasi Indonesia, diperkirakan industri
kelapa sawit menyumbang rata-rata 1,5-2,5% dari PDB. Namun, pada 2018, menurut data Menteri
Perekonomian (2019), ekspor minyak sawit mencapai 17,89 miliar USD, memberikan kontribusi
3,5% terhadap PDB. Pada tahun 2017, total luas yang tercatat adalah 1 ,03 juta hektar. Sentra
produksi kelapa sawit Indonesia terletak di provinsi Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Jambi.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, Kementerian PPN/Vapenas memperkirakan industri ini mampu
menarik 16,2 juta tenaga kerja. Secara khusus, ,2 juta adalah tenaga kerja langsung dan 12 juta adalah
tenaga kerja tidak langsung.
Mengutip hasil Asian Development Bank yang berjudul “Kebijakan dan Strategi Peningkatan Nilai
Tambah dan Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia Secara Berkelanjutan dan Berkeadilan” yang
diterbitkan oleh Plan National Development/Kementerian Vapenas (2010) yang diterbitkan. Lihat
dokumen kebijakan. (ADB 2002) Koefisien Gini untuk industri minyak sawit adalah dari 0,36. Angka
tersebut masih dalam kategori pendapatan yang relatif terdistribusi dengan baik. Memang, rasio ini
selalu lebih rendah dari faktor 0, 0 yang menjadi titik awal sinyal ketimpangan pendapatan.
A. Prospek
1. Harga
Secara umum harga minyak sawit di pasar Eropa 2006-2010 diperkirakan memiliki tren
meningkat pada kisaran USD 424-625,7,-/ton. Tren harga yang meningkat tidak terlepas dari
berkembangnya pasar minyak sawit, termasuk pasar baru yaitu diterimanya sejumlah produk
hasil diversifikasi berbasis kelapa sawit. Dengan kata lain, minyak sawit masih mempunyai
prospek kedepan.
2. Ekspor
Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai sekitar 39,35% dari ekspor
minyak sawit dunia dan pada periode yang sama, pangsa ekspor minyak sawit Malaysia
adalah sekitar 50,68%. Berdasarkan Lampiran 10 diketahui terdapat kecenderungan
penurunan pangsa pasar Malaysia dan di lain pihak pangsa pasar Indonesia semakin
meningkat seiiring dengan peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Seperti telah
dikemukakan bahwa perkembangan ekspor minyak sawit Malaysia tertahan oleh adanya
keterbatasan sumber daya lahan dan tingginya tingkat upah pekerja.
3. Pengembangan produk
Pengembangan produk kelapa sawit diperoleh dari produk utama, yaitu minyak kelapa sawit dan
minyak inti sawit, dan produk sampingan yang berasal dari limbah. Beberapa produk yang
dihasilkan dari pengembangan minyak sawit diantaranya adalah minyak goreng, produkproduk
oleokimia, seperti fatty acid, fatty alkohol, glycerine, metalic soap, stearic acid, methyl ester, dan
stearin. Perkembangan industri oleokimia dasar merangsang pertumbuhan industri barang
konsumen seperti deterjen, sabun dan kosmetika.
B. Potensi
Pengembangan tanaman kelapa sawit telah dilakukan secara luas di Indonesia baik di
kawasan barat maupun di kawasan timur Indonesia. Lahan untuk kelapa sawit tergolong sesuai
dan sesuai bersyarat. Lahan berpotensi sedang memiliki KKL tergolong sesuai dan sesuai
bersyarat, sementara lahan berpotensi rendah memiliki KKL tergolong sesuai bersyarat dan
tidak sesuai. Pada saat ini areal berpotensi tinggi sudah terbatas ketersediaannya, dan areal yang
masih cukup tersedia dan berpeluang untuk dikembangkan adalah yang berpotensi sedang –
rendah. Faktor iklimnya ialah jumlah bulan kering yang berkisar 2-3 bulan/tahun yang
menggambarkan penyebaran curah hujan yang tidak merata dalam setahun. Lahan
gambut. Drainase yang jelek pada dataran pasang surut, dataran aluvium, dan lahan
gambut.
2. Produktivitas
Proyeksi produktivitas PR, PBN dan PBS hingga 5 tahun ke depan memiliki kecenderungan
meningkat. Untuk skope nasional, produktivitas naik dari 3,28 ton CPO/ha/tahun pada tahun
2005 menjadi 3,75 ton CPO/ha/tahun di tahun 2010. Hal ini mengisyaratkan bahwa peluang
untuk meningkatkan produktivitas kebun di berbagai jenis pengusahaan masih ada, sehingga
gerakan peningkatan produktivitas nasional harus menjadi tema penting dalam pengembangan
kelapa sawit ke depan.
3. Pengembangan industri
Industri fraksinasi/rafinasi menghasilkan nilai tambah yang relative kecil tetapi kapasitas
terpasang industri ini sudah terlalu besar. Nilai tambah yang diperoleh dari perdagangan eceran
minyak makan cukup besar. Untuk itu dibutuhkan kebijakan pemerintah yang terpadu dalam
pengembangan minyak goreng/makan .
Industri Oleokimia
Industri oleokimia dasar masih relatif kecil padahal nilai tambahnya cukup
besar. Penggunaan minyak/lemak dalam industri oleokimia dunia hanya sekitar 6% dari total
produksi minyak/lemak dunia. Namun, industri oleokimia berkembang dengan sangat pesat
terutama di Malaysia. Teknologi untuk membuat berbagai produk oleokimia sudah ditemukan
tetapi belum layak dikembangkan karena belum adanya insentif untuk produk-produk yang
ramah lingkungan.
C. Arah Pengembangan
2. Pengembangan usaha
(i) Pemantapan kawasan agribisnis kelapa sawit dengan titik berat pada aspek
pengolahan danpemasaran hasil.
(ii) Perbaikan mutu dan agroindustri kelapa sawit di pedesaan.
(iii) Pengembangan layanan penunjang agribisnis kelapa sawit, seperti
sarana produksi,alsintan, teknologi dan permodalan.
(iv) Diversifikasi produk kelapa sawit ke produk turunannya.
(v) Percepatan pengembangan agribisnis di daerah-daerah
pengembangan terutama diIndonesia Timur (Kalimantan, Sulawesi
dan Irian Jaya)
(vi) Pengembangan infrastruktur (transportasi, perhubungan,
energi kelistrikan dantelekomunikasi) untuk mendorong
pengembangan agribisnis kelapa sawit.
(vii) Pengembangan penelitian untuk menghasilkan inovasi teknologi dan
kelembagaan.
(viii) Penguatan sistem perkarantinaan dan standar mutu produk kelapa
sawit dan produkturunannya.
(ix) Perluasan, intensifikasi dan rehabilitasi kebun kelapa sawit dengan
menerapkan inovasiteknologi dan kelembagaan dalam rangka
peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha.
(x) Peningkatan profesionalisme para pelaku, baik para petugas dari berbagai
fungsi terkait di bidang pelayanan, bimbingan dan pendampingan kegiatan
usaha budidaya tanaman tahunan,maupun para pelaku langsung kegiatan
usaha yaitu: petani, masyarakat,dan pengusaha.
(xi) Pemberdayaan petani dan organisasi petani untuk pengembangan
kemampuan petani dan organisasi petani untuk dapat memperoleh
akses dalam memenuhi kebutuhan (modal,teknologi, agro-
input,benih/bibit) dan pengembangan kemitraan antara petani dengan
3. Perbenihan
(i) Pengembangan strategi yang tepat dalam pengadaan, penyediaan dan
distribusi benih kelapa sawit ke berbagai pelaku usaha di berbagai
wilayah pengembangan agribisnis kelapasawit.
(ii) Penetapan baku mutu benih dan sistem
pengendalian mutu benihuntuk menghindari
pemalsuan.
(iii) Penyediaan benih kelapa sawit bermutu guna mendukung penumbuhan
agribisnis kelapasawit.
(iv) Penumbuhan dan pengembangan usaha industri perbenihan, usaha
penangkaran danpembinaan pengembangannya.
4. Perlindungan tanaman
(i) Penumbuhan dan pengembangan kesadaran dan kemampuan petani
dalam pengendalianOrganisme Pengganggu Tanaman (OPT) kelapa
sawit sebagai bagian sistem usahataninya.
(ii) Pemasyarakatan dan pelembagaan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
kelapa sawit sertapenyediaan pedoman penerapan agen hayati untuk
pengendalian OPT kelapa sawit.
(iii) Penerapan teknis budidaya sehat dan ramah lingkungan untuk
mendapatkan produk yangaman konsumsi dan sumber daya alam yang
lestari.
(iv) Fasilitasi pemberdayaan pelaku perlindungan tanaman kelapa sawit.
(v) Pengembangan koordinasi peramalan dan peringatan dini (Early
Warning System/EWS)terhadap epidemi hama dan penyakit tanaman
kelapa sawit.
Daftar Pustaka
https://www.litbang.pertanian.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/sawit/sawit-bagian-a.pdf
https://www.litbang.pertanian.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/sawit/sawit-bagian-b.pdf
https://www.bpdp.or.id/Sawit-Kontributor-Utama-PDB-Indonesia
https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/membangun-industri-sawit-
berkelanjutan