You are on page 1of 10

Anggota Kelompok :

• Nama : Sheila Septiana A.


NIM : 215040100113033
• Nama: Riizky Afriansyah Simatupang
NIM : 215040107113033
• Nama : Ruth Virgin Emanuella Beauty Aiko
NIM : 215040101111161
• Nama : Alvinka Warsito Putri
NIm : 215040100113015
• Nama : Triwahyu okcentrico
NIM : 215040107113013
• Nama : Aditiya Fajar Iyasa
NIM : 215040100113027

TUGAS KELOMPOK (1) AGRIBISNIS KA


ULASAN REFERENSI TENTANG PENYUMBANGAN AGRIBISNIS
KELAPA SAWIT TERHADAP PDB NASIONAL

Kontribusi Kelapa Sawit Terhadap PDB Indonesia


Keberadaan kelapa sawit di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Salah satu subsektor
perkebunan yang sangat penting berada pada posisi sebagai kontributor dominan terhadap domestik
bruto nasional.
Kementerian Pertanian mengatakan sejauh ini kelapa sawit masih menjadi komoditas penghasil
utama bagi negara. Pada tahun 2016, sektor perkebunan secara keseluruhan memberikan kontribusi
sebesar Rp429 triliun terhadap PDB. Dari jumlah tersebut hingga 260 triliun rupiah, lebih dari
setengahnya disumbangkan oleh subsektor kelapa sawit. Selebihnya disumbang antara lain oleh
karet, kelapa, kopi, kakao dan tebu. Kontribusi dari sektor perkebunan itu lebih besar dibandingkan
kontribusi sektor minyak dan gas yang menyumbang Rp 365 triliun.
Untuk mendukung pelaksanaan peremajaan kebun kelapa sawit pekebun, pemerintah telah
menghimpun dana pungutan ekspor CPO yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan
Kelapa Sawit (BPDPKS) serta didukung oleh kredit dari perbankan.
Berdasarkan data FAO, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, mengacu
pada Palm Oil Outlook 2018 (2018) yang diterbitkan oleh Pusat Sistem Informasi Data Pertanian di
bawah arahan Sekretaris Jenderal Menteri Pertanian. Indonesia menguasai 8,33% pasar minyak sawit
dunia. Posisi ini juga menjadikan Indonesia sebagai eksportir terbesar.
Menurut sumber di atas, Indonesia masih memproduksi 19,32 juta ton minyak sawit mentah dan
3,86 juta ton inti sawit pada tahun 2009. Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun
2018, terdapat 1,67 juta ton minyak sawit mentah dan 3,86 juta ton inti sawit. Tak terkecuali ekspor
dalam bentuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terus meningkat seiring dengan
peningkatan produksi minyak sawit. Sementara ekspor CPO hanya mencapai 16,83 juta ton pada
2009, pada 2017 angka tersebut akan terus meningkat hingga mencapai 27,35 juta ton.

Selain itu, mengenai prospek kelapa sawit 2018, produksi kelapa sawit adalah 8, juta karena asumsi
"cateris paribus" bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja internal dan eksternal industri
kelapa sawit stabil atau konstan. 2022 ton Dengan kapasitas produksi sebesar itu, ekspor neto
diperkirakan mencapai 29,59 juta ton. Sisanya 18,85 juta ton untuk konsumsi sendiri. Menurut
Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2018 BPS (2018), bagaimanapun, seluruh sektor pertanian Indonesia
masih menyumbang lebih dari 10% dari PDB. Misalnya, sektor pertanian menyumbang 13, % pada
2017 dan 12,81% dari PDB pada 2018. Dari sisi kontribusi terhadap PDB, sektor pertanian
menempati urutan ketiga setelah manufaktur, grosir, eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor.

Untuk sektor pertanian, salah satu sub sektor yang paling penting adalah hasil hutan tanaman.
Hingga saat ini, subsektor tanaman ini menempati urutan pertama dalam kelompok usaha di sektor
pertanian. Pada tahun 2018, kontribusinya tercatat sebesar 3,30% dari PDB dan 25,75% dari sektor
pertanian. Dalam hal ini, jelas bahwa produksi kelapa sawit merupakan salah satu produk dari
perkebunan yang memegang peranan penting. Melihat Investasi Indonesia, diperkirakan industri
kelapa sawit menyumbang rata-rata 1,5-2,5% dari PDB. Namun, pada 2018, menurut data Menteri
Perekonomian (2019), ekspor minyak sawit mencapai 17,89 miliar USD, memberikan kontribusi
3,5% terhadap PDB. Pada tahun 2017, total luas yang tercatat adalah 1 ,03 juta hektar. Sentra
produksi kelapa sawit Indonesia terletak di provinsi Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Jambi.

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, Kementerian PPN/Vapenas memperkirakan industri ini mampu
menarik 16,2 juta tenaga kerja. Secara khusus, ,2 juta adalah tenaga kerja langsung dan 12 juta adalah
tenaga kerja tidak langsung.

Mengutip hasil Asian Development Bank yang berjudul “Kebijakan dan Strategi Peningkatan Nilai
Tambah dan Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia Secara Berkelanjutan dan Berkeadilan” yang
diterbitkan oleh Plan National Development/Kementerian Vapenas (2010) yang diterbitkan. Lihat
dokumen kebijakan. (ADB 2002) Koefisien Gini untuk industri minyak sawit adalah dari 0,36. Angka
tersebut masih dalam kategori pendapatan yang relatif terdistribusi dengan baik. Memang, rasio ini
selalu lebih rendah dari faktor 0, 0 yang menjadi titik awal sinyal ketimpangan pendapatan.

Apa Itu Agribisnis Kelapa Sawit?


Dalam perekonomian Indonesia , Sektor pertanian merupakan sektor yang paling penting karena
peranya sebagai sumber pangan & pertumbuhan ekonomi.Namun sektor pertanian di Indonesia
sekarang ini semakin langka karena menurunya sumber daya alam , seperti minyak bumi/petrokimia
dan air , dalam sektor pertanian juga akan memperbesar kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan
Nasional dsb.
Dalam rencana pembangunan Nasional , pemerintah sudah menyiapkan strategi untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat, mempertahankan pertumbuhan ekonomi , pemberantasan
kemiskinan & konservasi sumber daya alam . Dan mengingat sektor pertanian merupakan sektor
utama dalam mencapai tujusn tersebut dan masih banyak sumber daya alam pertanian yang belum
dimanfaatkan dengan baik dan jumlah rakyat pengangguran di Indonesia masih tinggi .
Pada sektor pertanian , subsektor perkebunan diharapkan tetap memainkan peran pentingnya
dalam PDB , ciri ciri subsektor perkebunan yaitu : (i)Ditinjau dari cakupan komuditasnya sekitar 145
jenis tanaman tahunan & tanaman semusim yang perkembanganya dapat menjangkau berbagai tipe
sumber daya, (ii)ditinjau dari hasil produksinya , bahan baku industri ekspor telah melekat dengan
kebutuhan keterkaitan berbagai sektor & subsektor , (iii) ditinjau dari pengusahanya sekitar 85%
usaha perkebunan rakyat tersebar diberbagai daerah .
Tanaman perkebunan kelapa sawit mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan .
Perkembanganya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat (pendapatan petani kelapa sawit pada
thn 2010 sekitar USD.1.246 - 1.650) Produksi yg menciptakan nilai tambah dalam negeri dan ekspor
Sebagai penghasil devisa (dari 2000 sebesar 7 ton lalu meningkat menjadi 12,45 pd 2005),
Ekspor CPO menghasilkan devisa (volume ekspor thn 2000 sebesar 4.11 senilai USD,1.09 juta
meningkat 10,37 senilai USD,3,76 pada tahun 2005)
Dalam pelestarian Lingkungan hidup kelapa sawit dapat berperan dalam penyerapan efek gas
rumah kaca, menghasilkan CO2 selain itu kelapa sawit juga sebagai sumber pangan dan gizi bagi
penduduk dalam negeri .Namun pengembangan agribisnis kelapa sawit akan dapat memberikan
manfaat diatas apabila ada dukungan dan peran aktif dari berbagai pihak.
Kondisi Agribisnis Kelapa Sawit
A. Profil Perkebunan Kelapa Sawit
Melalui berbagai upaya pengembangan, baik yang dilakukan oleh perkebunan besar, proyek-
proyek pembangunan maupun swadaya masyarakat, perkebunan kelapa sawit telah berkembang
sangat pesat. Pada tahun 1968, luas areal yang baru 120 ribu ha menjadi 5.160 ribu ha pada tahun
2005 dan pada tahun 2006 diproyeksikan telah mencapai 6.046 ribu ha (Ditjenbun dan PPKS,
2006)
Sekarang pertumbuhan areal wilayah Indonesia penyebarannya telah berkembang pesat,yang
tadinya 3 provinsi sekarang jadi 19 provinsi dan Sumatra menjadi pulau yang memiliki wilayah
terluas yaitu 74,87% diikuti Kalimantan dan Sulawesi 21,35% dan 2,40%
Sejalan dengan perkembangan areal, produksi kelapa sawit juga mengalami peningkatan, dari
hanya 181 ribu ton CPO pada tahun 1968 menjadi 12,45 juta ton pada tahun 2005 (Lampiran 1),
dengan komposisi PR memberi andil produksi CPO sebesar 3.874 ribu ton (31,11%), PBN
sebesar 2.050 ribu ton (16,46 %) dan PBS sebesar 6.528 ribu ton (52,43%) (Ditjenbun, 2006).
Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas PR sekitar 2,86 ton CPO/ha atau setara 13,61
ton TBS (tandan buah segar)/ha, PBN 3,57 ton CPO/ha atau setara 16,98 ton TBS/ha dan PBS
3,51 ton CPO/ha atau sekitar 16,69 ton TBS/ha.
B. Profil Usaha Perbenihan
Saat ini sumber benih kelapa sawit tergabung dalam Forum Komunikasi Produsen Benih
Kelapa Sawit. Forum ini beranggotakan 7 produsen benih kelapa sawit, yaitu PPKS, PT. Socfin,
PT. Lonsum, PT. Dami Mas, PT. Tunggal Yunus, PT. Bina Sawit Makmur dan PT. Tania Selatan.
Kapasitas produksi benih nasional adalah 136 juta per tahun yang berasal dari masing-masing
produsen benih di atas secara berurutan sebesar 35 juta, 35 juta, 15 juta, 12 juta, 12 juta, 25 juta
dan 2 juta kecambah. Ketujuh produsen benih tersebut pada dasarnya mempunyai potensi untuk
memenuhi kebutuhan benih nasional, walaupun harus meningkatkan kapasitas produksi.
C. Profil Industri Pengolahan Kelapa Sawit
1. Industri pengolahan CPO
Industri pengolahan kelapa sawit yang mengolah TBS segara menjadi CPO terus
mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan luas areal dan produksi.
2. Pabrik pengolahan lanjut
Untuk keperluan pangan, CPO dipisahkan menjadi fraksi padat (stearin) dan fraksi cair
(olein). Olein sudah dapat dikelompokkan sebagai minyak goreng. Kapasitas terpasang
industri fraksinasi pada 1985 adalah 2,9 juta ton padahal produksi CPO tahun tersebut adalah
1,2 juta ton. Pada 1995, kapasitas pabrik fraksinasi adalah 6 juta ton yang juga melebihi
produksi CPO nasional dan pada tahun 2000, kapasitas terpasang mencapai 11 juta ton
(Lampiran 4).
D. Perdagangan dan Harga
1. Ekspor dan harga
CPO dan beberapa produk oleokimia. Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia 1980
2005 meningkat dengan laju 12,9%/tahun. Sementara itu ekspor minyak inti sawit Indonesia
1980 - 2005 meningkat dengan laju 12,5%/tahun (Lampiran 6). Ekspor minyak sawit dan
minyak inti sawit Indonesia pada 2006 diproyeksikan mencapai sekitar 11.413 ribu ton dan
1.260 ribu ton. Impor minyak sawit umumnya dalam bentuk olein dari Singapura dan
Malaysia. Impor ini biasanya terjadi pada waktu harga dunia tinggi dimana terjadi rush export
dari Indonesia. Dalam keadaan demikian biasanya pemerintah menggunakan mekanisme
pajak ekspor untuk menjamin pasokan dalam negeri yang besarnya pernah mencapai 60%.
Dengan pajak ekspor 60%, praktis seluruh pasokan Indonesia diserap oleh pasar domestik,
dan tidak ada kelebihan ekspor dari menjual di dalam negeri.
2. Neraca minyak kelapa sawit
Dalam 10 tahun terakhir, konsumsi minyak sawit domestik sekitar 25%-30% dari produksi
dan penggunaannya sebagian besar untuk pangan (80%-85%) sedangkan untuk industri
oleokimia relatif masih kecil (15%20%). Pertumbuhan konsumsi minyak sawit dalam negeri
adalah sekitar 5,5%/tahun.
3. Peta perdagangan minyak kelapa sawit
Sebagai catatan, ekspor produk turunan minyak sawit Indonesia ratarata telah mencapai
56,87% dari total ekspor minyak sawit Indonesia. Kondisi ini diprediksikan akan terus
meningkat secara gradual seiring dengan peningkatan permintaan produk-produk turunan
minyak sawit, terutama dari negara-negara importir di Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan
dan Eropa Timur. Masih diperlukan penelitian mengenai pangsa ekspor produk turunan
minyak sawit Indonesia. Biodiesel sebagai produk unggulan di masa depan diharapkan dapat
mendongkrak proporsi ekspor produk turunan minyak sawit Indonesia secara nyata.
E. Penelitian dan Pengembangan
Bagi agribisnis kelapa sawit, lembaga riset/penelitian dan pengembangan berperan sangat
strategis dalam mendukung implementasi kebijakan dan program pengembangan demi kelanjutan
industri kelapa sawit di Indonesia. Lembaga ini melaksanakan seluruh aktifitas yang berkaitan
dengan penelitian dan pengembangan dalam penanaman, produksi, panen, ekstraksi, pengolahan,
penyimpanan, transportasi, pemanfaatan, konsumsi, sosial ekonomi, hukum dan pemasaran kelapa
sawit dan produk turunannya termasuk produk limbah, yang diemban oleh PPKS, Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia (LRPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian.
F. Kelembagaan dan Kebijakan Pemerintah
Beberapa kebijakan pemerintah Indonesia yang menonjol dan spesifik untuk minyak sawit
adalah:
(i) Kebijakan perdagangan untuk menghambat ekspor, stabilisasi harga minyak goreng dan
ketersediaan bahan baku untuk industri dalam negeri diterapkan melalui penggunaan
instrumen pajak ekspor,
(ii) Kebijakan perpajakan dan retribusi untuk meningkatkan penerimaan negara dan daerah
melalui penggunaan instrumen pajak penghasilan, pertambahan nilai dan retribusi,
(iii) Kebijakan yang berkaitan dengan perijinan usaha/investasi, yaitu adanya integrasi vertikal
antara kebun kelapa sawit dengan pengolahan dan integrasi horizontal antara kebun kelapa
sawit dengan usaha lain, misal ternak, dan
(iv) Pengembangan perkebunan melalui penerapan 5 pola, yaitu:
(1). Pola koperasi usaha perkebunan (Pola KUP),
(2). Pola patungan koperasi sebagai majoritas pemegang saham dan investor sebagai
minoritas pemegang saham (Pola Pat K-I),
(3). Pola patungan investor sebagai mayoritas pemegang saham dan koperasi sebagai
minoritas pemegang saham (Pola Pat I-K), (4). Pola built, operated, and transferred
(Pola BOT),
(5). Pola bank tabungan negara (Pola BTN).
(v) Sebagai bagian integral dari subsektor perkebunan, usaha di agribisnis kelapa sawit juga
tunduk pada pengaturan yang ditetapkan dalam UU No. 18 Tahun 2004 disamping aturan
perundang-undangan lainnya.

Prospek, Potensi, dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit

A. Prospek

1. Harga

Secara umum harga minyak sawit di pasar Eropa 2006-2010 diperkirakan memiliki tren
meningkat pada kisaran USD 424-625,7,-/ton. Tren harga yang meningkat tidak terlepas dari
berkembangnya pasar minyak sawit, termasuk pasar baru yaitu diterimanya sejumlah produk
hasil diversifikasi berbasis kelapa sawit. Dengan kata lain, minyak sawit masih mempunyai
prospek kedepan.

2. Ekspor

Pada tahun 2005 pangsa ekspor minyak sawit Indonesia mencapai sekitar 39,35% dari ekspor
minyak sawit dunia dan pada periode yang sama, pangsa ekspor minyak sawit Malaysia
adalah sekitar 50,68%. Berdasarkan Lampiran 10 diketahui terdapat kecenderungan
penurunan pangsa pasar Malaysia dan di lain pihak pangsa pasar Indonesia semakin
meningkat seiiring dengan peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Seperti telah
dikemukakan bahwa perkembangan ekspor minyak sawit Malaysia tertahan oleh adanya
keterbatasan sumber daya lahan dan tingginya tingkat upah pekerja.

3. Pengembangan produk

Pengembangan produk kelapa sawit diperoleh dari produk utama, yaitu minyak kelapa sawit dan
minyak inti sawit, dan produk sampingan yang berasal dari limbah. Beberapa produk yang
dihasilkan dari pengembangan minyak sawit diantaranya adalah minyak goreng, produkproduk
oleokimia, seperti fatty acid, fatty alkohol, glycerine, metalic soap, stearic acid, methyl ester, dan
stearin. Perkembangan industri oleokimia dasar merangsang pertumbuhan industri barang
konsumen seperti deterjen, sabun dan kosmetika.

B. Potensi

1. Kesesuaian dan ketersediaan lahan

Pengembangan tanaman kelapa sawit telah dilakukan secara luas di Indonesia baik di
kawasan barat maupun di kawasan timur Indonesia. Lahan untuk kelapa sawit tergolong sesuai
dan sesuai bersyarat. Lahan berpotensi sedang memiliki KKL tergolong sesuai dan sesuai
bersyarat, sementara lahan berpotensi rendah memiliki KKL tergolong sesuai bersyarat dan
tidak sesuai. Pada saat ini areal berpotensi tinggi sudah terbatas ketersediaannya, dan areal yang
masih cukup tersedia dan berpeluang untuk dikembangkan adalah yang berpotensi sedang –
rendah. Faktor iklimnya ialah jumlah bulan kering yang berkisar 2-3 bulan/tahun yang
menggambarkan penyebaran curah hujan yang tidak merata dalam setahun. Lahan
gambut. Drainase yang jelek pada dataran pasang surut, dataran aluvium, dan lahan
gambut.

2. Produktivitas

Proyeksi produktivitas PR, PBN dan PBS hingga 5 tahun ke depan memiliki kecenderungan
meningkat. Untuk skope nasional, produktivitas naik dari 3,28 ton CPO/ha/tahun pada tahun
2005 menjadi 3,75 ton CPO/ha/tahun di tahun 2010. Hal ini mengisyaratkan bahwa peluang
untuk meningkatkan produktivitas kebun di berbagai jenis pengusahaan masih ada, sehingga
gerakan peningkatan produktivitas nasional harus menjadi tema penting dalam pengembangan
kelapa sawit ke depan.

3. Pengembangan industri

Industri Minyak Makan

Industri fraksinasi/rafinasi menghasilkan nilai tambah yang relative kecil tetapi kapasitas
terpasang industri ini sudah terlalu besar. Nilai tambah yang diperoleh dari perdagangan eceran
minyak makan cukup besar. Untuk itu dibutuhkan kebijakan pemerintah yang terpadu dalam
pengembangan minyak goreng/makan .

Industri Oleokimia

Industri oleokimia dasar masih relatif kecil padahal nilai tambahnya cukup
besar. Penggunaan minyak/lemak dalam industri oleokimia dunia hanya sekitar 6% dari total
produksi minyak/lemak dunia. Namun, industri oleokimia berkembang dengan sangat pesat
terutama di Malaysia. Teknologi untuk membuat berbagai produk oleokimia sudah ditemukan
tetapi belum layak dikembangkan karena belum adanya insentif untuk produk-produk yang
ramah lingkungan.

C. Arah Pengembangan

Dengan potensi dan kemungkinan pengembangannya, maka pengembangan agribisnis kelapa


sawit ke depan mengarah pada pengembangan kawasan industri masyarakat perkebunan melalui
pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir. Pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan
tidak terlepas dari:
1. Pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan.
2. Pengembangan keseimbangan perdagangan domestik dan internasional.
3. Mendorong pengembangan industri hilir kelapa sawit. Dalam kaitan dengan
pengembangan wilayah, pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan tetap berorientasi
di sentra-sentra produksi kelapa sawit saat ini, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Kebijakan dan program pengembangan agribisnis kelapa sawit tahun 2006-2025

A. Arah Kebijakan Jangka Panjang 2025


Dengan posisi sebagai produsen terbesar kedua saat ini dan menuju produsen
utama di duniapada masa depan, Indonesia perlu memanfaatkan peluang ini dengan
sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan sampai dengan upaya menjaga agar tetap
bertahan pada posisi sebagai
a country leader. Berkaitan dengan hal tersebut,maka visi yang dikembangkan dalam
pembangunan kelapa sawit adalah "PembangunanSistem dan Usaha Agribisnis Kelapa
Sawityang Berdaya Saing,Berkerakyatan, Berkelanjutan dan Terdesentralisasi".

B. Kebijakan Jangka Menengah


Agar diperoleh manfaat yang optimal dalam pembangunan agribisnis kelapa sawit
nasional,maka kebijakan pengembangan agribisnis kelapa sawit nasional pada periode
2006-2010 adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu kelapa sawit.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman serta
mutu kelapa sawit secara bertahap, baik yang dihasilkan oleh petani pekebun
maupun perkebunan besar.
2. Pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah kelapa sawit.
Kebijakan ini dimaksudkan agar ekspor kelapa sawit Indonesia tidak lagi berupa
bahan mentah (CPO), tapi dalam bentuk hasil olahan, sehingga nilai tambah
dinikmati di dalam negeri dan meningkatkankesempatan lapangan kerja baru
3. Kebijakan industri minyak goreng/makan terpadu.
Kebijakan ini diperlukan mengingat rawannya pasar minyak goreng di Indonesia
dan besarnyabiaya ekonomi dan sosial akibat kelangkaan bahan pangan ini di dalam
negeri dan goyahnya posisi Indonesia sebagai pemasok CPO terpercaya di pasar
dunia
4. Dukungan penyediaan dana.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk tersedianya berbagai kemungkinan sumber
pembiayaan yang sesuai untuk pengembangan kelapa sawit, baik yang berasal
dari lembaga perbankanmaupun non bank. Disamping itu perlu segera
dihidupkan kembali dana yang berasal dari komoditi kelapa sawit untuk
pengembangan agribisnis kelapa sawit (semacam dana CESS).

kelapa sawit dapat di rumuskan sebagai berikut:


1. Perencanaan, monitoring dan evaluasi
(i) Pengkajian prospek minyak sawit, produk turunan dan limbah kelapa sawit
meliputi: kondisi dan kecenderungan penawaran dan permintaan ke depan,
negara-negara pesaing, daya saing,produk substitusi, perkembangan
tuntutan pasar dan selera konsumen.
(ii) Penyiapan bahan rumusan kebijakan di bidang pengembangan agribisnis
kelapa sawit
(iii) Pendataan ketersediaan potensi wilayah pengembangan kelapa sawit,
kondisi sumberdayalahan (jenis dan kesuburan
tanah,iklim,ketinggian,topografi, dan peluang peranan dalam pengembangan
ekonomi wilayah) dan kesesuaiannya.
(iv) Pengembangan sistem informasi yang mencakup akses untuk
memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai
peluang usaha pada agribisnis kelapasawit.
(vi) Penciptaan iklim investasi yang mencakup berbagai dukungan kebijakan
integral (sektoral,regional, dan komoditas) dan aturan pelaksanaan yang
kondusif untuk investasi pada agribisnis kelapa sawit.
(vi) Pengembangan pemberdayaan kelembagaan (organisasi, aturan
dan pelaku) usahaagribisnis kelapa sawit.
(vii) Penyusunan dan penyerasian rencana dan program tahunan
dalam pembangunanagribisnis kelapa sawit.
(viii) Penyiapan bahan usulan program dan persiapan kerja sama terutama
bantuan luar negeridan penyusunan pedoman administrasi
penyelenggaraannya.
(ix) Pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan
pengembangan agribisniskelapa sawit.
(x) Pemantapan model penumbuhan agribisnis kelapa sawit melalui
pengembangan usahabudidaya, pengolahan dan pemasaran produk.

2. Pengembangan usaha
(i) Pemantapan kawasan agribisnis kelapa sawit dengan titik berat pada aspek
pengolahan danpemasaran hasil.
(ii) Perbaikan mutu dan agroindustri kelapa sawit di pedesaan.
(iii) Pengembangan layanan penunjang agribisnis kelapa sawit, seperti
sarana produksi,alsintan, teknologi dan permodalan.
(iv) Diversifikasi produk kelapa sawit ke produk turunannya.
(v) Percepatan pengembangan agribisnis di daerah-daerah
pengembangan terutama diIndonesia Timur (Kalimantan, Sulawesi
dan Irian Jaya)
(vi) Pengembangan infrastruktur (transportasi, perhubungan,
energi kelistrikan dantelekomunikasi) untuk mendorong
pengembangan agribisnis kelapa sawit.
(vii) Pengembangan penelitian untuk menghasilkan inovasi teknologi dan
kelembagaan.
(viii) Penguatan sistem perkarantinaan dan standar mutu produk kelapa
sawit dan produkturunannya.
(ix) Perluasan, intensifikasi dan rehabilitasi kebun kelapa sawit dengan
menerapkan inovasiteknologi dan kelembagaan dalam rangka
peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha.
(x) Peningkatan profesionalisme para pelaku, baik para petugas dari berbagai
fungsi terkait di bidang pelayanan, bimbingan dan pendampingan kegiatan
usaha budidaya tanaman tahunan,maupun para pelaku langsung kegiatan
usaha yaitu: petani, masyarakat,dan pengusaha.
(xi) Pemberdayaan petani dan organisasi petani untuk pengembangan
kemampuan petani dan organisasi petani untuk dapat memperoleh
akses dalam memenuhi kebutuhan (modal,teknologi, agro-
input,benih/bibit) dan pengembangan kemitraan antara petani dengan

pengusaha dalam berbagai kegiatan di hulu hingga hilir.

3. Perbenihan
(i) Pengembangan strategi yang tepat dalam pengadaan, penyediaan dan
distribusi benih kelapa sawit ke berbagai pelaku usaha di berbagai
wilayah pengembangan agribisnis kelapasawit.
(ii) Penetapan baku mutu benih dan sistem
pengendalian mutu benihuntuk menghindari
pemalsuan.
(iii) Penyediaan benih kelapa sawit bermutu guna mendukung penumbuhan
agribisnis kelapasawit.
(iv) Penumbuhan dan pengembangan usaha industri perbenihan, usaha
penangkaran danpembinaan pengembangannya.

4. Perlindungan tanaman
(i) Penumbuhan dan pengembangan kesadaran dan kemampuan petani
dalam pengendalianOrganisme Pengganggu Tanaman (OPT) kelapa
sawit sebagai bagian sistem usahataninya.
(ii) Pemasyarakatan dan pelembagaan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
kelapa sawit sertapenyediaan pedoman penerapan agen hayati untuk
pengendalian OPT kelapa sawit.
(iii) Penerapan teknis budidaya sehat dan ramah lingkungan untuk
mendapatkan produk yangaman konsumsi dan sumber daya alam yang
lestari.
(iv) Fasilitasi pemberdayaan pelaku perlindungan tanaman kelapa sawit.
(v) Pengembangan koordinasi peramalan dan peringatan dini (Early
Warning System/EWS)terhadap epidemi hama dan penyakit tanaman
kelapa sawit.

5. Pemberdayaan masyarakat kelapa sawit


(i) Pendidikan, pelatihan dan magang petani maupun petugas.
(ii) Pendampingan dan pengawalan implementasi teknologi dan kelembagaan.
(iii) Penghimpunan dana peremajaan dalam rangka keberlanjutan usaha.
(iv) Pemantapan kelembagaan yang mendukung pengembangan agribisnis
kelapa sawit.

Kebutuhan Investasi Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit


Investasi pada agribisnis kelapa sawit dapat dibedakan untuk pembangunan industry
hulu,yaitu pembangunan kebun dan pabrik minyak kelapa sawit dan untuk pembangunan
hilir,yaitu pembangunan pabrik biodiesel.Kebutuhan investasi yaitu infrastruktur,investor,dan
pelaku.
A. Investasi Kebun dan Pabrik Minyak Kelapa Sawit
1.Perluasan Kebun
Luas areal kelapa sawit Indonesia pada tahun 2006-2010 mengalami penambahan
secara nasional sebesar 8,02 juta ha. wilayah Indonesia Barat,Investasi perluasan
kelapa sawit sebesar 112,229 ha,sedangkan di wilayah Indonesia timur investasi
perluasan kebun kelapa sawit sebesar 403,233 ha.
2. Peremajaan Kebun
Peremajaan kebun kelapa sawit juga hal yang penting untuk kebutuhan
investasi,karena lebih murah dari pada perluasan kebun.Peremajaan kebun kelapa
sawit sebesar 77,251 juta ha adalah Rp2.24 triliun yang terbagi menjadi 2 bagian
yaitu Indonesia Barat sebesar 63.636 ha dan Indonesia Timur sebesar 14.616 ha.
3. Rencana Pendanaan
Pendanaan direncanakan berasal dari dana revitalisasi perkebunan untuk PR serta
dana non revitalisasi (swadaya) untuk BPN dan PBS

B. Investasi Pabrik Biodiesel


Pabrik boidiesel minyak sawit yang dibangun umumnya berkapasitas produksi
6.600 kiloliter/tahun dan 110.000 kilo liter / tahun.Struktur biaya produksi biodiesel
sangat tergantumg dari harga bahan baku CPO dan Methanol.

Daftar Pustaka
https://www.litbang.pertanian.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/sawit/sawit-bagian-a.pdf
https://www.litbang.pertanian.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/sawit/sawit-bagian-b.pdf
https://www.bpdp.or.id/Sawit-Kontributor-Utama-PDB-Indonesia
https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/ekonomi/membangun-industri-sawit-
berkelanjutan

You might also like