You are on page 1of 10

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH BERDASARKAN ARBITRASE

SYARIAH
Muhammad Nailul Mughits1

Email : juhar2723@gmail.com

ABSTRACK
In the saga of the sharia business, the business progressed rapidly. In
fact, in almost all conventional-based business sectors, sharia business has led
to the existence of conventional businesses, by proposing sharia principles.
Such as Islamic banks, sharia pawnshops, sharia insurance, sharia investment
(capital market), and so on. We can all know that in a business conflict often
occurs, and conflict has a nature that cannot be denied, but can be resolved.
Conflicts can occur due to one party breaking a promise to the other party,
therefore it is appropriate not to drag on a problem, resolve it as soon as
possible, so as not to interfere with ongoing business performance, which can
cause losses. In this case, sharia arbitration is present as an institution that
plays a role in resolving various kinds of business disputes, one of which is
sharia business disputes, by prioritizing the principle of peace and being
Rahmatan lil alamin. In this case, the researcher determines the research
decision related to the settlement of sharia business disputes based on sharia
arbitration which has a role and legal power in resolving sharia business
disputes in Indonesia.
Keywords : sharia business dispute, Sharia arbitration, sharia business.
ABSTRAK
Dalam hikayat perjalanannya bisnis syariah melaju pesat. Kenyataannya
hampir di seluruh sektor bisnis yang berbasis konvensianal, bisnis syariah ikut
menggiring keberadaan bisnis konvensional, dengan mengemukakan prinsip-
prinsip syariah. Seperti halnya Bank syariah, pegadaian syariah, asuransi syariah,
investasi syariah (pasar modal), dan sebagainya. Dapat kita ketahui bersama
bahawa dalam suatu bisnis kerap terjadi konflik, dan konflik memiliki sifat yang tak
mampu dipungkiri, melainkan dapat diselesaikan. Konflik bisa saja terjadi
dikarenakan adanya salah satu pihak ingkar janji kepada pihak yang lain, oleh
karenanya sudah seyogyanya agar tidak berlarut dalam suatu masalah, secepat
mungkin diselesaikan, agar tidak mengganggu kinerja bisnis yang sedang
berjalan, yang dapat menyebabkan kerugian. Dalam hal inilah arbitrase syariah
hadir menjadi suatu lembaga yang berperan dalam penyelesaian berbagai macam
sengketa bisnis salah satunya sengketa bisnis syariah, dengan mengutamakan
asas damai dan bersifat rahmmatan lil alamin. Dalam hal ini peneliti menetapkan
putusan penelitian terkait penyelesaian sengketa bisnis syariah berdasarkan
arbitrase syariah yang memiliki peran dan kuasa hukum dalam penyelesaian
permasalahan sengketa bisnis syariah di Indonesia.
Kata Kunci : sengketa bisnis syariah, Arbitrase Syariah, bisnis syariah.

1 Mahasiswa Institu Agama Islam Negri Palangkaraya, Prodi Perbankan Syariah, 1904110110,

Pendidikan Sarjana 1.
A. Pendahuluan
Dalam melakukan aktifitas kehidupan terutama dalam berbisnis kerap
terjadi perselisihan hal inilah yang memacu suatu masalah yang bersangkutan
dengan badan hukum. Baik bersifat pribadi maupun kelompok (organiisasi,
perusahaan Bisnis tertentu) yang dapat menimbulkan reaksi permasalahan bisnis
bagi pihak yang bersangkutan. Reaksi dari permasalahan tersebut dapat
menciptakan reaksi positif mapun reaksi negatif. Jikalau yang terjadi adalah reaksi
positiif maka hal itu akan memberikan Feed back dan keuntungan bagi pihak yang
bersangkutan dan tentu saja tidak merugikan pihak manapun. Akan tetapi jikalau
yang hadir reaksi Negatif maka reaksi itu pulalah yang dapat merusak serta
merugikan banyak pihak dan dapat menimbulkan sengketa bisnis bagi para pelaku
bisnis yang bersangkutan.
Secara umum permasalahan sengketa bisnis akan terjadi disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya perbedaan kepentingan atau perselisihan antara satu
pihak dengan pihak yang lain, penyebab lainnya ialah adanya aturan kaku yang
dianggap sebagai penghalang dan penghambat untuk dapat mencapai tujuan
masing-masing pihak.2
Dalam persaingan bisnis tentunya masing masing pihak ingin menjalankan
secara baik tanpa adanya sengketa namun sulit dipungkiri bahwa sengketa bisa
saja terjadi kapanpun, tergantung pada setiap pihak dalam menyelesaikan
sengketa tersebut, ada dua jalur dalam penyelesaian sengketa bisnis yaitu dengan
cara membawa sengketa tersebut kepengadilan atau lebih memilih penyelesaian di
luar pengadilan, seperti halnya Negoisasi, Mediasi, Konsiliasi, dan salah satunya
adalah Arbitrase. Dimana kita tahu bahwa dalam setiap badan penyelesaian
sengketa tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing. Adapun
keputusan penyelesaian sengketa mau dibawa kemana, itu tergantung masing
masing pihak yang bersangkutan, jikalau dilakukan diluar pengadilan maka akan
dibawa melalui jalur selain jalur hukum pengadilan. Namun dalam hal ini harus
saling menyetujui antara kedua belah pihak dan tidak ada unsur paksaan.
Mengingat bahwasanya dalam agama islam tatkala terjadi suatu sengketa
islam mengajarkan kepada kita untuk melakukan penyelesaian sengketa baik, dan
sebaik mungkin dan harus diselesaikan secara damai sebagaimana yang terlampir
dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat, 9 :3

ْۤ ٰ ْۤ
ِٰٓ‫ت تَف ْي َِء ا‬
ِ‫ل اَ ْمر‬ ِْ ‫ت ا ْح ٰد ُىه َما َعلَى ْاْلُ ْخ ٰرى فَ َقاتلُوِا ال‬
ِّ ‫ِت تَ ْبغ ِْي َح‬ ِْ َ‫صل ُح ْوِا بَ ْي نَ ُه َماِ فَا ِْن بَغ‬
ْ َ‫ي اقْتَ تَ لُ ْوا فَا‬
َِْ ‫ت م َِن ال ُْم ْؤمن‬ِ ٰ ‫َوا ِْن طَا ِٕى َف‬
ْۤ
‫ي‬
َِْ ‫ب ال ُْم ْقسط‬ ِّٰ ‫صل ُح ْوِا بَ ْي نَ ُه َما ِبل َْع ْدلِ َواَقْسطُْوِاِۗا ِن‬
ِ ‫اللَ ُُي‬ ْ َ‫ت فَا‬ ّٰ
ِْ ‫اللِِِفَا ِْن فَا َء‬
Artinya : Dan apabila dua golongan orang mukmin berperang, maka berdamailah
di antara mereka. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim kepada (golongan)
yang lain, maka perangilah (golongan) yang zalim itu, agar golongan itu kembali
kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah),
maka berdamailah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adil. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (Q.S Al-Hujarat 9).

2
Jimmy Joses Sembiring. 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di luar Pengadilan. Jakarta:
Visimedia, halaman 1.
3 Al-Qur’an surat Al-Hujurat Ayat 9, (Kitab Suci Ummat Muslim) dikutip dari APK MY QUR’AN

Pada Tanggal (28 Maret 2022) at 07.02 Pm.


Ayat tersebut memberikan penegasan kepada kita bahwa kegiatan usaha
(Bisnis) yang dilakukan yang menggunakan prinsip ekonomi Syariah apabila
terjadinya sengketa hendaklah dilakukan secara musyawarah agar mencapai
Mufakat terlebih Dahulu, demi terjalin hubungan yang baik guna keberlangsungan
bisnis serta Limaslahatil Ummat (kemaslahatan bersama).
Metode penyelsaian sengketa bisnis melalui jalur Arbitrase sudah banyak
dilakuakan oleh para pengusaha pada umumnya dan sudah menjadi pilhan mereka
dalam menangani permasalahan bisnis mengingat serta memperhatikan bahwa
dalam perjalanannya Arbitrase dinilai lebih prospek dalam melakukan pekerjaannya
dan tidak menunggu waktu yang lama dalam penyelesaiannya dibandingkan
melalui pengadilan yang dinilai kurang efektif dan efisien dalam menyelesaikan
masalah sengketa, dan memakan waktu lama, mulai dari tingkat pertama, Banding,
Kasasi, dan biaya yang lebih mahal, sudah tentu menjadikan Arbitrase lebih Unggul
Bagi para pelaku Bisnis dan para pengusaha dalam memilih putusan penyelesaian
sengketanya melalui Badan Arbitrase syariah, baik yang bersifat Nasional mauun
Internasional, mengingat Arbitrase dalam penyelesaiannya didasarkan pada
perjanjian Arbitrase itu sendiri yang ditulis oleh pelaku sengketa dan bersifat
Rahasia juga tertutup dan dihadiri oleh beberapa orang arbiter saja.4 Sehingga hal
inilah yang menjadikan para pelaku bisnis mengambil keputusan untuk
penyelesaian sengketa mereka melalui arbitrase untuk menjaga performa kinerja
serta brand mereka tetap baik dimata masyarakat.
Badan Lembaga Arbitrase Nasional yang kita ketahui saat ini di Indonesia
merupakan salah satu lembaga yang memiliki wewenang dalam menyelesaikan
permasalahan sengketa bisnis syariah. Lembaga tersebut menangani berbagai
macam permasalahan dalam bisnis Syariah yaitu Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS). Hingga saat ini keberadaan Basyarnas sangat dibutuhkan oleh
para pelaku usaha dan sangat dibutuhkan oleh ummat Islam. Terlebih lagi bagi para
pelaku bisnis seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan ekonomi
maupun bisnis syariah yang terus meningkat tentunya dalam hal seperti ini akan
menimbulkan berbagai macam sengketa ekonomi dan bisnis syariah.5
Oleh karenanya dengan semakin meningkatnya jalinan kerjasama bisnis
tentunya akan terjadi pula sengketa bisnis diantara para pelaku usaha dan bisnis
tersebut yang terlibat. Ada satu perihal yang menegaskan kita dalam Fatwanya
(DSN-MUI) terkait perihal dalam Muamalat (Perdata) agar seharusnya diakhiri
dengan ketentuan : “Apabila diantara pihak yang satu tidak menjalankan tugas dan
kewajibannya sehingga terjadi selisih di antara dua sekutu, maka dapat
diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah”. Dalam hal ini apabila terjadi suatu klausula atau perbedaan
pendapat dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak yang
bersangkutan maka secara otomatis dalam penindakan selanjutnya ialah
Pengadilan Negri setempat.
Selanjutnya dalam Fatwa DSN-MUI serta diatur dalam pasal 3 UU No.30
tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa memiliki hak dalam
menolak sengketa yang berklausula Arbitrase oleh karenanya Pengadilan Negri
kehilangan Wewenang dalam melakukan pemeriksaan serta pengadilan tersebut,
kemudian para pihak yang bersangkutan dapat menyelesaikan sengketa bisnis
4 OYO S. Mukhlas. 2019. Dual Banking System & Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah.
Bandung: PT Refika Aditama, halaman 227.
5 Rizka Faza Rinanda. 2018. Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan Arbitrase

Syariah Nasional (BASYARNAS): Vol 1 No. 2, halaman 147.


yang terjadi melalui Arbitrase dengan prosedur beracara dalam dan peraturan yang
ada dalam lembaga arbitrase sesuai dengan pilihan hukum kontrak yang disetujui
oleh arbitrase kemudian melakukan penyelesaiain sengketa melalui Badan
Arbitrase Syariah Nasional.6

B. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan salah satu faktor suatu permasalahan yang
akan di bahas, dimana metode penelitian merupakan cara yang memiliki tujuan
untuk mencapai penelitian ilmiah, sesuai dengan rumusan permasalahan dan
tujuan penelitian.
Adapun jenis penelitian yang digunakan ialah dengan menggunakan library
research karena dilakukan dengan menelusuri website dari berbagai jurnal ilmiah,
artikel dan makalah yang berkaitan dengan pembahasan. Dari tempat-tempat ini,
perpustakaan merupakan salah satu hal yang paling kaya data, dan referensi yang
relevan serta mudah ditemukan.
Jenis Penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum normatif.
Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian doktrinal.
Pada penelitian ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan
perundang – undangan (law in books).
Sifat penelitian hukum bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan
keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana penyelesaian sengketa bisnis
syariah melalui badan arbitrase syariah nasional pada masyarakat. Berdasarkan
tujuan penelitian hukum tersebut, maka kecenderungan sifat penelitian yang
digunakan adalah deskriptif. Peneltian deskriptif adalah penelitian yang hanya
semata-mata melukiskan keadaan obyek atau peristiwa tanpa suatu maksud untuk
mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan sesuai dengan
penelitian dan diteliti serta dievaluasi keabsahannya. Setelah itu dianalisis secara
kualitatif dan akan diuraikan secara deskriptif analisis dalam bentuk uraian kalimat
yang dituliskan melalui berbagai macam penelitian terkait.
C. Pembahasan
1. Dasar hukum penyelesaian sengketa bisnis syariah berdasarkan arbitrase
syariah
Dalam menyelesaikan sengketa harus ada dasar hukumnya, maka dalam
arbitrase dasar hukumnya berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits, karena setiap
muslim wajib mentaati (mengikuti) Allah SWT, kehendak para rasul dan kehendak
ulil amri., yaitu memiliki kekuasaan Atau penguasa, kehendak Allah Ini adalah
ketentuan yang tercantum dalam Al-Qur'an, kehendak para rasul dalam bentuk
hadits yang disusun dalam buku-buku hadits dan kehendak (penguasa) adalah
terkandung dalam undang-undang.
Hal ini dinyatakan dalam ayat 59 dari Surat Annisa (4) Al-Qur'an, yang
artinya : "Barangsiapa yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya dan ulil
amri di antara kamu. Ada perbedaan pendapat tentang sesuatu, maka jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir, kembalikan kepada Allah (Al-
Qur'an) dan Rasul (Hadits-Nya). Ini lebih penting (bagimu) dan karena itu lebih
baik." Dasar hukum arbitrase dalam ayat 9 akidah al-hujarat, yang artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara, demikianlah antara
6 Rizki Agung Batubara, Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Secara Arbitrase Melalui Badan

Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), hal.6


kedua bersaudara, bertakwalah kepada Allah, agar kamu diberi hidayah.”
Dan Al Qur'an Annisa ayat 35 yang artinya :
Serta bila kalian takut hendak terjalin perselisihan di antara mereka,
hingga kirimkan hakam dari keluarga pria serta hakam dari keluarga wanita. Bila
kedua hakim bernazar melaksanakan peninjauan, pasti Allah hendak
membagikan taufik kepada suami istri tersebut. paham. Bukan itu saja yang
diriwayatkan oleh hadits Anasai pula menarangkan kalau dikala berdiskusi
Rasulullah Bersama Abu Shureih dikala itu nabi bertanya kepada Abu Shureih:“
kenapa kalian diucap Abu Naval Hakam?” para ulama serta para teman Nabi
setuju buat sengketa lewat arbitrase. Misalnya, diriwayatkan pada dikala Umar
bin Khattab mau membeli seekor kuda. Pada dikala Umar mengendarai kuda
guna melaksanakan ujian, kaki kuda itu patah. Umar berupaya
mengembalikannya kepada pemiliknya, namun pemiliknya kuda menolak.
Pemilik kuda menolak. Setelah itu mereka berdiskusi tentang perihal tersebut
hingga mereka memutuskan buat menyerahkan sengketa itu kepada Abu
Shureih. Abu Shureih yang terpilih memutuskan kalau Umar wajib mengambil
serta membayar harga kuda tersebut. Abu Shureih mengatakan kepada Umar bin
Khattab:“ Ambillah apa yang kalian beli ataupun kembalikan kepada pemiliknya
apa yang sudah kalian ambil semacam semula tanpa cacat sedikitpun”. Dikala
umar menerima keputusan tersebut. 7
a. Dasar hukum BASYARNAS di Indonesia yang berbentuk hukum positif, ialah
selaku berikut: 8
Dalam Undang-Undang No 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase serta
Alternatif dalam Penyelesaian sengketa. Yang diatur dalam Undang-Undang
tersebut bisa masuk kedalam 10 bab yang terdiri dari 82 pasal serta 7 bagian,
yang terdiri dari perihal berikut:
(1) Syarat universal( pasal 1 hingga dengan pasal 5)
(2) Alternatif penyelesaian sengketa( pasal 6)
(3) Syarat- syarat arbitrase pertimbangan arbiter, hak ingkar( pasal 7 hingga
dengan pasal 26)
(4) Kegiatan yang dihadapan majelis arbitrase( pasal 27 hingga pasal 51)
(5) Pendapat serta putusan arbitrase( pasal 52 hingga dengan pasal 58)
(6) Penerapan putusan arbitrase( pasal 59 hingga dengan pasal 72)
(7) Berakhirnya tugas arbiter( pasal 73 hingga dengan pasal 77)
(8) Syarat peralihan( pasal 78 hingga dengan pasal 79)
(9) Syarat penutup( pasa 80 hingga dengan pasal 82)
(10) Dilengkapi dengan uraian universal serta uraian pasal demi pasal.
Undang- undang no 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase serta Alternatif
penyelesaian sengketa ialah mekanisme penyelesaian sengketa perdata diluar
peradilan universal, sebaliknya lembaga arbitrase merupakan tubuh yang
diseleksi oleh para pihak yang bersengketa buat membagikan putusan menimpa
sengketa itu. Tubuh arbitrase syariah nasional merupakan lembaga arbitrase
sebagaimana diartikan UU Nomor. 30/ 1999.

7 Yulia Kusuma Wardani, Y., & Amnawaty, S. H. (2018). PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
SYARIAH MELALUI BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS). Pactum Law Journal,
1(02), 155-163.
8 Rosidah, N., & Zaidah, L. M. (2020). Efektifitas Penerapan Prinsip Syariah dalam Penyelesaian

Sengketa Ekonomi Syariah di Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). TAWAZUN: Journal of
Sharia Economic Law, 3(1), 16.
b. Undang- Undang Nomor. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal
581 hingga dengan Pasal 59.
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia( DSN- MUI) Tahun 2006
No 05, 06, 07, serta 08. Seluruh fatwa dewan syariah nasional majelis ulama
Indonesia( DSN- MUI) bertepatan pada ikatan perdata( muamalah) diakhiri
dengan syarat: bila salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya ataupun bila
terjalin di antara kedua belah pihak, hingga penyelesaiannya dicoba lewat Tubuh
Arbitrase Syariah sehabis tidak tercapainya konvensi lewat diskusi yang
dilakukan dalam penyelesaian sengketa. Fatwa Nomor. 05 tentang jual beli
saham, Fatwa Nomor. 06 jual beli istisna., Fatwa Nomor. 07 Tentang Pembiayaan
Mudarabah, Fatwa Nomor. 08 Tentang Pembiayaan Musyarakah, serta
seterusnya)9
d. SK MUL SK Dewan Pimpinan MUI Nomor. Kep- 09/ MUI/ XII/ 2003 Bertepatan
pada 30 Syawal 1424 H( 24 Desember 2003) tentang Tubuh Arbitrase Syariah
Nasional.10
BASYARNAS mempunyai syarat sendiri dalam menuntaskan sengketa
bisnis syariah. Tidak hanya mengacu pada hukum islam pula mengacu pada
hukum nasional. Pada dasarnya penyelesaian sengketa lewat arbitrase
berpedoman pada undang- undang Nomor. 30 Tahun 1999 merupakan bertabiat
universal, sebab BASYARNAS mempunyai syarat sendiri, hingga berlaku lex
specialis derogate legi generali ialah peraturan yang bertabiat spesial
mengesampingkan peraturan yang bersifat umum. Walaupun BASYARNAS
mengenakan peraturan prosedurnya sendiri, peraturan BASYARNAS tersebut
tidak boleh mengenyampingkan syarat yang terdapat dalam undang- undang
Nomor. 30 Tahun 1999, dengan demikian berlakulah kedua peraturan tersebut,
ialah hukum Islam serta hukum nasional. Bawah hukum tersebut wajib diiringi
untuk para pihak yang menuntaskan sengketa lewat BASYARNAS serta tidak
boleh terdapat saat ini dari kedua belah pihak.11
Landasan hukum BASYARNAS yang mengacu pada hukum Islam, ialah
Al- Qur’ an, Assunnah, ijma’, serta Fiqih. Tidak hanya itu, BASYARNAS pula
berlandaskan pada hukum nasional, ialah undang- undang no 30 tahun 1999
tentang arbitrase serta alternatif penyelesaian sengketa, SK MUI, serta fatwa
DSN MUI BASYARNAS mempunyai syarat penyelesaian sengketa sendiri
bersumber pada peraturan dan tata cara dalam sengketa BASYARNAS.12 Badan
arbitrase syariah nasional cocok dengan pedoman bawah yang diresmikan oleh
MUI yakni lembaga hukum yang leluasa, otonom serta independen, tidak boleh
dicampuri oleh kekuasaan dari pihak manapun.
Ada pula dasar hukum pembuatan lembaga BASYARNAS selaku berikut::
1) Undang undang no 30 Tahun 1999 tentang arbitrase serta alternatif penyelesaian
sengketa. Arbitrase bagi undang- undang no 30 tahun 1999 merupakan metode
penyelesaian sengketa perdata diluar majelis hukum universal, sebaliknya

9 Ibid., halaman 23.


10 Eko Siswanto.Peran Arbitrase BASYARNAS Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syari’ah Al-
Amwal, Vol.3,No. 2,September 2018.
11 Hakim, M. A. (2022). Efektivitas Pasal 9 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Terhadap

Penyelesaian Sengketa Bisnis di Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Sakina: Journal of Family Studies,
6(1).
12 Hariyanto, E. (2014). Penyelesaian sengketa ekonomi syariah di indonesia. IQTISHADIA Jurnal

Ekonomi & Perbankan Syariah, 1(1), 42-58.


lembaga arbitrase merupakan tubuh yang diseleksi oleh para pihak yang
bersengketa buat membagikan putusan menimpa sengketa tertentu. Tubuh
arbitrase syariah nasional ataupun lembaga arbitrase sebagaimana diartikan
undang- undang no 30 tahun 1999.
2) SK MUI( Majelis ulama Indonesia) SK Dewan pimpinan MUI Nomor. Kep09/ MUI/
XII/ 2003 bertepatan pada 24 desember 2003 tentang tubuh arbitrase syariah
nasional. Tubuh arbitrase syariah nasional merupakan lembaga hakim( arbitrase
syariah) salah satunya di Indonesia yang berwenang mengecek serta memutus
sengketa muamalah yang mencuat dalam bidang perdagangan, keuangan,
industry, jasa serta lain- lain.
3) Fatwa DSN MUI. Seluruh fatwa dewan syariah nasional majelis ulama
Indonesia(DSN MUI) Mengenai ikatan muamalah( perdata) tetap diakhiri dengan
syarat:“ Bila salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya ataupun bila terjalin
perselisihan diantara kedua belah pihak, hingga penyelesaiannya dicoba lewat
Tubuh arbitrase syariah sehabis tidak tercapai konvensi lewat musyawarah.”(
amati fatwa no 05 tentang jual beli saham, Fatwa no 06 tentang jual beli istishna’,
fatwa no 07 tentang pembiayaan mudharabah, Fatwa No 08 Tentang
Pembiayaan Musyarakah, serta seterusnya).
Badan arbitrase syariah nasional (BASYARNAS) berwenang : 13
a) Menuntaskan secara adil serta kilat sengketa muamalah ataupun perdata yang
mencuat dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa serta lain– lain
yang bagi hukum serta peraturan perundang- undangan dipahami seluruhnya
oleh pihak yang bersengketa, serta para pihak setuju secara tertulis buat
menyerahkan penyelesaiannya kepada BASYARNAS cocok dengan tata cara
dalam penyelesaian sengketa arbitrase.
b) Membagikan tanggapan yang mengikat ataupun permintaan para pihak tanpa
terdapatnya sesuatu sengketa menimpa perkara berkenan dengan sesuatu
perjanjian. Tubuh arbitrase syariah nasional( BASYARNAS) memiliki peraturan
prosedur yang bagi syarat– syarat lain pemohon buat mengadakan arbitrase,
penetapan arbiter, kegiatan pengecekan, perdamaian, pembuktian, serta saksi-
saksi, berakhirnya pengecekan, pengambilan putusan, revisi putusan,
pembatalan putusan, registrasi putusan, penerapan putusan( eksekusi),
bayaran arbitrase.
2. Faktor penunjang dan penghambat dalam penyelesaian sengketa
bisnis syariah
a. Faktor Pendukung Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah melalui
BASYARNAS yaitu : 14
1) Kemampuan arbiter
Berhasil tidaknya proses penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS
tergantung pada integritas para pihak dan keahlian para arbiter. Oleh
karena itu, ada kebutuhan mendesak akan arbiter yang dipilih oleh
badan profesional. Dalam BASYARNAS, arbiter yang menyelesaikan
sengketa adalah arbiter yang benar-benar kompeten di bidangnya
masing-masing. Agar proses penyelesaian sengketa dapat berjalan
dengan lancar dan cepat sesuai dengan arbitrase yang tepat.15

13 Santriati, A. T. (2021). PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MELALUI


BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL. El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama, 9(1), 38-54.
14 Yulia Kusuma Wardani, Y., & Amnawaty, S. H. (2018). PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

SYARIAH MELALUI BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS). Pactum Law Journal,
1(02), 155-163.
15 Vetti, L. V., & Mutimatun Ni’ami, S. H. (2020). Eksistensi Badan Arbitrase Syariah Nasional
2) Bukti lengkap
Para pihak yang bersengketa wajib mengajukan bukti-bukti untuk
mendukung dan menguatkan fakta-fakta yang menjadi dasar pertanyaan
atau jawaban itu. Arbiter tunggal atau majelis arbiter dapat, dalam batas
waktu yang ditentukan oleh arbiter tunggal atau majelis arbiter, meminta
penjelasan atau menyerahkan dokumen-dokumen yang dianggap perlu
untuk mendukung fakta dalam permohonan atau surat tanggapan.
3) Para pihak datang
Penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS, jika para pihak datang
untuk menyelesaikan sengketa secara langsung, lebih mudah bagi
arbiter tunggal atau arbiter majelis untuk memahami keinginan para
pihak. Para pihak yang bersengketa dapat segera berunding, dengan
prinsip perdamaian sebagai prioritas, sehingga proses penyelesaian
sengketa dapat berjalan dengan lancar. Namun, jika para pihak gagal
mencapai kesepakatan, perselisihan akan diputuskan oleh arbiter
tunggal atau arbiter Majelis Umum.
4) Proses cepat
Bagi para pihak yang memilih melakukanpenyelesaian melalui arbitrase,
waktu dan tempat arbitrase harus disepakati.Jika waktu dan tempat
arbitrase tidak ditentukan, arbiter tunggal atau arbiter dalam arbitrase
yang akan memutuskan. Ini berarti bahwa perjanjian arbitrase harus
menentukan jangka waktu di mana suatu perselisihan harus diputuskan
atau diajukan ke arbitrase. Jika para pihak tidak menentukan jangka
waktu tertentu, lamanya jangka waktu penyelesaian akan ditentukan oleh
majelis arbitrase sesuai dengan aturan arbitrase yang dipilih.
b. Faktor Penghambat dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah melalui
BASYARNAS
Faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa bisnis syariah melalui
BASYARNAS terbagi menjadi 2 hambata yaitu hambatan yudisial dan non-
yudisial. Hambatan keadilan (yuridis), yaitu:16
1) Perlawanan pihak ketiga;
2) Perlawanan pihak tereksekusi;
3) Permohonan peninjauan kembali (PK);
4) Amar putusan tidak jelas;
5) Objek yang dieksekusi adalah milik negara
Hambatan yudiris tersebut di atas tidak hanya terjadi dalam
penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS, tetapi seringkali juga dapat
terjadi dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Hambatan non-
yudisial meliputi:
1) Pengerahan Massa
Salah satu hal yang dapat menyebabkan eksekusi gagal atau
tertundanya penyelesaian sengketa arbitrase adalah mobilisasi atau
pengerahan ataupun penyebaran massa. Dalam beberapa kasus,
penegakan hukum tertunda karena pihak yang bersengketa, terutama
pihak yang dipaksa, telah memobilisasi ataupun melakukan pengerahan
massa kepada pihak yang bersengketa.
2) Intervensi oleh pihak lain

Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah (Studi Kasus Basyarnas DI Yogyakarta) (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
16 BATUBARA, R. A. R. Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Secara Arbitrase Melalui Badan

Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).


Intervensi oleh pihak lain dalam proses persidangan yang dapat berasal
dari pihak administratif, legislatif, atau pihak lain yang biasanya meminta
untuk melakukan penundaan terhadap penegakan hukum yang
berlangsung.17
3) Tinjauan Bukti
Saat ini, proses penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS hanya
dapat diselesaikan secara terpusat di Jakarta. Sementara kasus yang
masuk ke BASYARNAS tidak hanya dari pusat, tetapi juga dari kota-kota
besar lainnya. Oleh karena itu, jika pihak yang bersengketa berasal dari
luar kota, maka arbiter atau badan arbitrase harus meninjau bukti secara
langsung dengan kota pihak yang bersengketa.
3. Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis syariah melalui arbitrase
syariah
D. Kesimpulan

17 Sutiarso, C. (2011). Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Binis. Yayasan Pustaka

Obor Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN

Fitri, A. (2020). Urgensi Dan Signifikansi Penerapan Mediasi Di Pengadilan. Jakarta:


Iwan Kartiawan Publisher.
Hervina. (2014). KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH
PADA PERBANKAN SYARI’AH DI SAMARINDA, FENOMENA. Vol 6 No 2.
Lanang sakti, N. A. (2021). Kewenangan Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Di
Indonesia. Jurnal Fundamental Justice, VOL 02.
Mukhlas., O. S. (2019). Dual Banking System & Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Syariah. . Bandung : PT Refika Aditama.
PPHIM. (2016). Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Perpustakaan Mahkamah-
RI.
RifyalKabbah. (2006). Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari'ah Sebagai Sebuah
Kewenangan Baru Peradilan Agama. JURNAL HUKUM, NO. 2 VOL 13 .
Sembiring, J. J. (2011). Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan Negosiasi,
Mediasi, Konsiliasi & Arbitrase. Jakarta: Visimedia.
Yulia Kusuma Wardani, Y., & Amnawaty, S. H. (2018). PENYELESAIAN SENGKETA
BISNIS SYARIAH MELALUI BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL
(BASYARNAS). Pactum Law Journal, 1(02), 155-163.
Rosidah, N., & Zaidah, L. M. (2020). Efektifitas Penerapan Prinsip Syariah dalam
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS). TAWAZUN: Journal of Sharia Economic Law, 3(1), 16.
Eko Siswanto.Peran Arbitrase BASYARNAS Dalam Penyelesaian Sengketa Bisnis
Syari’ah Al-Amwal, Vol.3,No. 2,September 2018.
Hakim, M. A. (2022). Efektivitas Pasal 9 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999
Terhadap Penyelesaian Sengketa Bisnis di Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
Sakina: Journal of Family Studies, 6(1).
Hariyanto, E. (2014). Penyelesaian sengketa ekonomi syariah di indonesia.
IQTISHADIA Jurnal Ekonomi & Perbankan Syariah, 1(1), 42-58.
Santriati, A. T. (2021). PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH MELALUI
BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL. El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama,
9(1), 38-54.
Yulia Kusuma Wardani, Y., & Amnawaty, S. H. (2018). PENYELESAIAN SENGKETA
BISNIS SYARIAH MELALUI BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL
(BASYARNAS). Pactum Law Journal, 1(02), 155-163.
Vetti, L. V., & Mutimatun Ni’ami, S. H. (2020). Eksistensi Badan Arbitrase Syariah
Nasional Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah (Studi Kasus
Basyarnas DI Yogyakarta) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
BATUBARA, R. A. R.(2020) Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Secara Arbitrase
Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
Sutiarso, C. (2011). Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Binis. Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

You might also like