You are on page 1of 18

Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102

Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198


DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

PELAKSANAAN UPACARA TIGA BULAN DITINJAU DARI


PENDIDIKAN AGAMA HINDU DI DUSUN SANTIBARU DESA
KASIMBAR SELATAN
(THREE-MONTH CEREMONY IMPLEMENTATION REVIEW OF
HINDU RELIGIOUS EDUCATION IN DUSUN SANTIBARU,
KASIMBAR SELATAN VILLAGE)

GEDE MERTHAWAN1,
STAH DHARMA SENTANA SULAWESI TENGAH
e-mail: gmerthawan@gmail.com

ABSTRACT
The human yajna ceremony is a yajna performed on fellow human beings,
which is manifested in various forms of the ceremony. The Three Month Ceremony
is performed when the baby is one hundred and five days or three months old. The
formulation of the problem is as follows: (1) What is the Process of Conducting the
Three Month Ceremony? (2) What is the Meaning and Purpose of the Three Month
Ceremony? The objectives of this study were (1) to determine the process of
implementing the Three Month Ceremony (2) to find out the meaning and purpose
of the Three Month Ceremony. The theory used in this study is The Theory of
Religion and The Theory of Symbols, the method of determining informants using
purposive sampling method. The results of the research are the Three Month
Ceremony Implementation Process, namely after the stakeholders have finished
requesting tirta panglukatan, cleaning, pabyekaonan, prayascita to Hyang Guru
then sprinkling the tirta first on the banten, the baby Natab is welcomed, chanting
in the mortar immediately the baby surrounds the mortar as much as Three times
immediately the baby megogo-gogoan, namely looking for jewelry, praying, praying.
The meaning of this Three Month ceremony is to purify the baby so that the baby
can enter the holy place, asking for salvation to the Almighty Creator. The goal is to
make the baby's soul return to his body and give a name to the baby and then carry
out a ceremony to go down the ground to introduce the baby to the motherland.

Keywords: Execution, Ceremony, and Three Months

ABSTRAK
Upacara manusia yajna yaitu yajna yang dilaksanakan kepada sesama
manusia, yang diwujudkan dalam bermacam-macam bentuk upakara. Upacara
Tiga Bulan ini dilakukan ketika umur si bayi seratus lima hari atau Tiga Bulan.
Rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah Proses Pelaksanaan Upacara
Tiga Bulan? (2) Apakah Makna dan Tujuan Upacara Tiga Bulan? Tujuan dari
penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui Proses Pelaksanaan Upacara Tiga Bulan
(2) Untuk mengetahui Makna dan Tujuan Pelaksanaan Upacara Tiga Bulan. Teori
yang digunakan dalam penilitian ini Teori Religi dan Teori Simbol, cara penentuan
informan menggunakan metode Purposive sampling. Hasil penelitian yaitu, Proses

83
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Pelaksanaan Upacara Tiga Bulan yaitu setelah pemangku selesai memohon tirta
panglukatan, pembersihan, pabyekaonan, prayascita ke Hyang Guru lalu tirta-tirta
tersebut dipercikkan dahulu pada banten, si bayi natab sambutan, mebanten di
lesung langsung si bayi mengelilingi lesung itu sebanyak tiga kali langsung si bayi
megogo-gogoan yaitu mencari perhiasan, melaksanakan sembahyang, natab
janganan. Makna dari upacara Tiga Bulan ini untuk menyucikan sang bayi agar si
bayi dapat memasuki tempat suci,memohon keselamatan kepada sang maha
pencipta. Tujuannya yaitu agar jiwatman si bayi kembali pada raganya serta
pemberian nama kepada si bayi selanjutnya dilaksanakan upacara turun tanah
untuk memperkenalkan si bayi kepada ibu pertiwi.

Kata Kunci: Pelaksanaan Upacara Tiga Bulan, agama hindu, Pendidikan

1. PENDAHULUAN ketenangan dan ketentraman.


Agama Hindu tidak bisa
Agama Hindu adalah terlepas dari tri kerangka dasar
satu-satunya agama yang tersebut sebab ketiganya begitu
memiliki ajaran keagamaan sempurna dalam satu
yang universal atau ajarannya kesatuan.
dapat masuk kesegala celah Umat Hindu wajib
kehidupan, sehingga pemeluk melaksanakan yajna karena
agama Hindu bukan hanya dari kita sebagai manusia memiliki
satu suku atau golongan saja. hutang yang harus dibayar
Keuniversalan agama Hindu yang disebut dengan Tri Rna
memberikan kebebasan kepada yaitu tiga hutang yang harus
setiap penganutnya dalam dibayar kepada Tuhan semasa
sistem keagamaannya masing- hidup di dunia, ketiga hutang
masing. Setiap keyakinan atau itu adalah sebagai berikut: 1)
agama yang diyakini manusia Dewa Rna yaitu hutang yang
memiliki cara yang berbeda- harus dibayar kepada Tuhan
beda dalam melaksanakan dan para Dewa, 2) Rsi Rna
ajaran agamanya. Agama yaitu hutang yang harus
Hindu memiliki berbagai cara dibayar kepada para rsi, 3)
dalam melaksanakan ajaran Pitra Rna yaitu hutang yang
agama yang diajarkan melalui harus dibayar kepada para
kitab suci. Agama Hindu pitra atau leluhur. Tuhan
sebagai pandangan hidup yang memberikan keleluasaan
memiliki tiga kerangka dasar kepada umat Hindu yang
yaitu Tattwa (Filsafat), Etika menjalankan rutinitas
(Susila), dan Ritual (Upacara). ritualnya, pada saat
Ketiga hal tersebut merupakan mendekatkan diri kepada Sang
landasan bagi umat Hindu di Hyang Widhi melalui bakti.
dalam usaha untuk mencapai Jalan bakti yang dimaksud

84
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

adalah melalui Karma Kanda ucapan terima kasih karena


yaitu dengan berbuat kebaikan, telah merawat bayi sejak dalam
Jnana Kanda yaitu dengan kandungan sampai lahir
pengetahuan dan Bhakti Yajna dengan selamat. Tattwa yang
yaitu dengan persembahan sebenarnya adalah syukuran
atau mempergunakan sesaji kehadapan Hyang Widhi atas
(banten). Keleluasaan bakti kelahiran bayi, (3) Pada saat
tersebut sesuai dengan mecolongan, si Bayi natab
kemampuan dan tingkatan- banten bajang colong artinya
tingkatan sosial yang didasari menerima lungsuran
oleh rasa ketulus iklasan. (prasadam) dari "kakaknya"
Apabila dikaji lebih dalam yaitu kandapat (plasenta: ari-
semua rutinitas bhakti yang ari, getih (darah), lamas, yeh-
dilaksanakan oleh pemeluk nyom (air ketuban), (4) Si Bayi
agama Hindu telah mencakup "mepetik" (potong rambut, terus
ketiga aspek kerangka dasar digundul, menghilangkan
agama Hindu itu sendiri, rambut "kotor" yang dibawa
karena rutinitas agama Hindu sejak lahir), (5) Si Bayi "mapag
akan dapat terlihat secara rare" (disambut kelahirannya)
nyata pada pelaksanaan yajna di Sanggah pamerajan,
atau upacara agama, dan di memberi nama, dan
dalam upacara tersebut sudah menginjakkan kaki pertama
masuk aturan atau etika-etika kali di tanah di depan
yang berlaku dan nilai filosofis Kemulan, (6) Si Bayi menerima
yang terkandung di dalamnya lungsuran (prasadam) Hyang
yaitu sebagai tattwanya, Kumara yaitu manifestasi
karena ketiga aspek tersebut Hyang Widhi yang menjaga
saling melengkapi dan apabila bayi, dan (7) Si Bayi "mejaya-
salah satunya tidak berfungsi jaya" dari pemimpin upacara ,
maka akan terjadi kesenjangan. atau yang disucikan oleh
Tahapan-tahapan upacara Pinandita.
dan simbol (niyasa) pada Fenomena Pelaksanaan
sebuah upacara Tiga Bulan Upacara Tiga Bulan yang
dan Otonan dalam babad Bali terjadi di Dusun Santibaru,
(http://sejarahharirayahindu.bl Desa Kasimbar Selatan,
ogspot.com) dijelaskan sebagai ternyata masih ada umat
berikut: (1) Ayah dan ibu bayi Hindu yang belum memahami
mebeakala dengan tujuan makna dari Upacara Tiga Bulan
menghilangkan cuntaka karena tersebut. Permasalahan yang
melahirkan, (2) Nyama bajang ditemukan dalam Proses
dan kandapat "diundang" Pelaksanaan Upacara Tiga
untuk dihaturi sesajen sebagai Bulan yaitu tidak ada upacara

85
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

mecolongan, Mapetik (potong Kasimbar Selatan, Kecamatan


rambut) dan beli rambut. Kasimbar, Kabupaten Parigi
Melihat kenyataan seperti Moutong, Provinsi Sulawesi
inilah maka peneliti tertarik Tengah. Untuk mengetahui
untuk mengambil judul Makna dan Tujuan
Pelaksanaan Upacara Tiga Pelaksanaan Upacara Tiga
Bulan ditinjau dari Pendidikan Bulan ditinjau dari Pendidikan
agama Hindu di Dusun agama Hindu di Dusun
Santibaru, Desa Kasimbar Santibaru, Desa Kasimbar
Selatan, Kecamatan Kasimbar, Selatan, Kecamatan Kasimbar,
Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Parigi Moutong,
Provinsi Sulawesi Tengah. Provinsi Sulawesi Tengah.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar 2. KAJIAN PUSTAKA
belakang di atas, rumusan Berdasarkan kajian
masalah dalam penelitian ini pustaka pada penelitian ini
adalah Bagaimanakah Proses landasan teori yang digunakan
Pelaksanaan Upacara Tiga yaitu, teori simbol dan teori
Bulan ditinjau dari Pendidikan makna.
agama Hindu di Dusun Suarjaya (2008:64) Tata
Santibaru, Desa Kasimbar cara pelaksanaan Tiga Bulan
Selatan, Kecamatan Kasimbar, yaitu: (1) Pandita/Pinandita
Kabupaten Parigi Moutong, memohon Tirtha Panglukatan,
Provinsi Sulawesi Tengah? (2) Pandita/Pinandita
Apakah Makna dan Tujuan melakukan pemujaan,
Pelaksanaan Upacara Tiga menghaturkan upakara dan
Bulan ditinjau dari Pendidikan memerciki Tirtha pada sajen
agama Hindu di Dusun (banten) dan pada si bayi, (3)
Santibaru, Desa Kasimbar Bila si bayi akan memakai
Selatan, Kecamatan Kasimbar, perhiasan-perhiasan seperti
Kabupaten Parigi Moutong, gelang, kalung (badong) dan
Provinsi Sulawesi Tengah? lain-lain, terlebih dahulu benda
Tujuan dan maanfaat tersebut diparisudha dengan
penelitian diperciki Tirtha. (4) Doa dan
Berdasarkan masalah persembahyangan untuk si
yang dirumuskan maka bayi dilakukan oleh ibu
penelitian ini bertujuan untuk bapaknya, diantar dengan
mengetahui Untuk mengetahui puja/mantra
Proses Pelaksanaan Upacara Pandita/Pinandita. (5) Si bayi
Tiga Bulan ditinjau dari diberikan Tirtha puja mantra
Pendidikan agama Hindu di Pengening (Tirtha Amertha)
Dusun Santibaru, Desa kemudian ngayah “jejanganan”,

86
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

(6) Terakhir si bayi diberi natab pencapaian tujuan penelitian.


sajen “Ayaban”, yang bermakna Pertimbangan yang digunakan
memohon keselamatan buku untuk menentukan informan
ini sangat cocok dan ini adalah pemangku, serati,
menunjang dalam pembuatan masyarakat yang mengetahui
penelitian ini. pelaksanaan Upacara Tiga
Bulan. Pertanyaan meliputi
3. METODOLOGI tentang Proses Pelaksanaan
Penelitian ini, dalam Upacara Tiga Bulan, Makna
kaitannya dengan Upacara dan Tujuan Upacara Tiga
Manusia Yajna yang berlokasi Bulan ditinjau dari Pendidikan
di Dusun Santibaru, Desa agama Hindu di Dusun
Kasimbar Selatan, Kecamatan Santibaru, Desa Kasimbar
Kasimbar, Kabupaten Parigi Selatan, Kecamatan Kasimbar,
Moutong, Provinsi Sulawesi Kabupaten Parigi Moutong,
Tengah. Pemilihan Dusun Provinsi Sulawesi Tengah. dan
Santibaru sebagai lokasi data sekunder adalah data
penelitian mengingat Dusun yang diperoleh langsung dari
Santibaru merupakan Dusun sumber yang tidak langsung,
dengan mayoritas dan laporan-laporan terdahulu.
penduduknya beragama Hindu Teknik wawancara yang
dan Pelaksanaan tradisi-tradisi digunakan adalah wawancara
keagamaannya masih sangat tidak berstruktur hal ini agar
kuat di desa ini termasuk dapat memudahkan untuk
Pelaksanaan Upacara Tiga mendapatkan informasi , serta
Bulan. Ternyata di Dusun dapat mengetahui gambaran
Santibaru masih banyak Umat yang sangat mendalam, dapat
Hindu yang belum memahami mengembangkan jawaban
akan makna pelaksanaan suatu bentuk pertanyaan yang
Upacara Tiga Bulan dan di dapat diajukan di lapangan,
dalam Proses Pelaksanaan dan mendapatkan hasil yang
Upacara Tiga Bulan tidak ada memuaskan.Teknik yang
upacara mecolongan, Mapetik digunakan dalam pengumpulan
(potong rambut) dan beli data, yaitu teknik observasi,
rambut.. Dengan demikian teknik wawancara, studi
peneliti memilih lokasi ini kepustakaan dan dokumentasi.
untuk diteliti. Penelitian ini Teknik analisis data
dalam penentuan informan menggunakan reduksi data,
menggunakan teknik purposive penyajian data dan penarikan
sampling, penentuan informan kesimpulan.
didasarkan atas pertimbangan
tertentu yang mendukung 4. HASIL PEMBAHASAN

87
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

1. Proses Pelaksanaan dengan upacara pada waktu


Upacara Tiga Bulan “kepus puser”. Pada upacara
Menurut Sudharta itu bayi dilukat dan sesudah itu
(1992:34) Upacara Tigang Sasih barulah bayi itu di
atau Nelu Bulanin yaitu sembahyangkan, mohon agar
upacara bayi umur Tiga Bulan bayi itu terus dalam keadaan
ini dilakukan seratus lima hari selamat.
setelah bayi itu lahir. Menurut Metra
Perhitungan terjadi karena satu (wawancara Tanggal 14 April
bulan umurnya tiga puluh lima 2020)
hari dalam kalender cara Bali. “.....upacara mecolongan
Upacara ini dilaksanakan di seharusnya
merajan atau di rumah dilaksanakan terlebih
pinandita dan tidak di Pura dahulu yaitu pada saat
(tempat pemujaan umum). si bayi berumur satu 49
Upacara ini adalah yang bulan tujuh hari atau 42
terpenting karena ia tidak akan hari barulah upacara
pernah kembali diadakan Tiga Bulan karena
selama hidupnya. Kalau proses mecolongan ini
upacara pada waktu bayi bertujuan memberikan
berumur enam bulan akan persembahan kepada
diulang lagi untuk beberapa sang catur sanak dan
kali setiap enam bulan akan dipersilahkan
berikutnya. Tetapi upacara Tiga pulang ketempat
Bulan ini hanya satu kali asalnya karena
dilaksanakan sebagai upacara dianggap dia sudah
perpisahan dengan (empat tidak diperlukan lagi
saudara) adapun keempat karena tugasnya sudah
saudara tersebut yakni ari-ari selesai dan kalau
disebut (Sang Anta), tali pusar dibiarkan begitu saja
(Sang Preta), darah (Sang Kala), atau tidak dihiraukan
air ketuban (Sang Dengen) yang dia akan menggoda
mengikuti dan menolong bayi maka dari pada itu
itu pada saat ia dilahirkan. upacara mecolongan
Menurut Tim Penyusun tidak diadakan
(1975:45) upacara ngelepas bersamaan dengan
hawon yaitu upacara ini upacara Tiga Bulan”.
dilaksanakan setelah bayi Menurut Parisada Hindu
berumur 12 (dua belas hari) Dharma Indonesia (2003:63-64)
dan disebut upacara “ngelepas pada saat si bayi berumur 42
hawon”. Upakara (banten) yang hari (satu bulan tujuh hari)
diperlukan pada saat ini sama diselenggarakan upacara yang

88
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

sering disebut “Mecolongan”. sebanyak 3 kali dan


Dalam upacara ini selain waktu mengelilingi lesung
pembersihan jiwa raga si bayi, sebelum si bayi
juga bertujuan mengembalikan menginjakkan kakinya ke
“Nyama Bajang” masing-masing tanah, tanah tersebut
ketempatnya, tidak harus dirajah dengan
mengganggu si bayi. Demikian tampak dare (+) dan
pula pembersihan kepada si langsung si bayi megogo-
ibu agar bisa memasuki tempat gogoan yaitu mengambil
persembahyangan (Merajan, perhiasan seperti kalung,
Sanggah, atupun Pura). gelang, cincin dan
1.1 Proses tahapan-tahapan langsung digunakan pada
pelaksanaan upacara Tiga si bayi, namun terlebih
Bulan dahulu perhiasan tersebut
Menurut Metra, beliau dipercikkan segau dan
menyatakan bahwa: dilukat dengan tirta
“....proses pelaksanaan panglukatan. Kemudian si
upacara Tiga Bulan yaitu bayi dan kedua orang
setelah pemangku selesai tuanya bersembahyang,
memohon tirta setelah sembahyang lalu
panglukatan, mohon tirta pangening
pembersihan, kepada Bhatara Guru,
pabyekaonan, prayascita langsung matetebus,
maka tirta-tirta tersebut natab janganan yang
dipercikkan dahulu pada dimaksudkan memberi
banten setelah itu sang upakara kepada
pemangku menghaturkan babu/rare bajang agar
upakara apa adanya jangan menggodanya dan
kepada Bhatara Guru dan langsung natab otonan”
seterusnya di pamerajan, (Wawancara Tanggal 14
setelah pemangku selesai April 2020).
menghaturkan upakara Selain itu, pendapat
tersebut kepada Bhatara senada disampaikan oleh Niluh
Guru di pamerajan si bayi Menik, beliau menyatakan
dipanggil untuk memasuki bahwa:
pamerajan dan terlebih “....menurut saya proses
dahulu si bayi di lukat pelaksanaan upacara
dan meprayascita Tiga Bulan terdiri dari
byekaon setelah itu upacara mabersih
langsung natab byakaon, mesambutan,
sambutan. Si bayi mebanten di lesung
mengelilingi lesung langsung si bayi

89
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

mengelilingi lesung itu Hyang Guru lalu tirta-tirta


sebanyak tiga kali tersebut dipercikkan dahulu
langsung megogo-gogoan pada banten, si bayi natab
cari perhiasan kalung, sambutan, mebanten di lesung
gelang, anting-anting, langsung si bayi mengelilingi
cincin, sembahyang lesung itu sebanyak tiga kali
dihadapan Bhatara Surya langsung si bayi megogo-gogoan
dan Bhatara Sami, yaitu mencari perhiasan,
kemudian natab melaksanakan sembahyang,
janganan, pekekean, natab janganan yang
langsung ke tempat tidur dimaksudkan memberi
natab oton”. (Wawancara upakara kepada babu/rare
Tanggal 24 April 2020). bajang agar jangan
Adapun hasil wawancara menggodanya langsung natab
yang tidak jauh berbeda oton di bale.
dengan Darma, beliau Akhli (1979-1980:49-50)
menjelaskan sebagai berikut: tata upacara Tiga Bulan yaitu
“....proses upacara Tiga dalam hal ini upacara langsung
Bulan menurut saya yaitu dipimpin oleh pimpinan
upesaksi ke Surya, nunas upacara (dilakukan di depan
tirta ke Hyang Guru, beliau) setelah itu barulah
kemudian si bayi natab dilaksanakan upacara turun
sambutan, langsung si tanah. Pelaksanaannya setelah
bayi mengelilingi lesung selesai mohon tirta
langsung megogo-gogoan, panglukatan, kemudian tirta
setelah itu langsung tersebut terlebih dahulu
natab oton di bale (tempat dipercikkan pada si bayi.
tidur)” (Wawancara Hendaknya pada upacara ini si
Tanggal 27 April 2020). bayi dibuatkan “keroncongan”
Berdasarkan beberapa (rantai bahu) gelang tangan
pendapat para informan di atas dan kaki. Sebelum alat-alat
dapat peneliti simpulkan tersebut digunakan pada si
bahwa proses upacara Tiga bayi, terlebih dahulu alat-alat
Bulan memiliki kesamaan tersebut diperciki segau,
dalam pelaksanaan upacara diperciki tirta dan dilukat.
Tiga Bulan dengan Akhli Kemudian si bayi
(1979-1980:49-50). Proses disembahyangkan 3 kali
pelaksanaan upacara Tiga dengan memohonkan semoga si
Bulan yaitu setelah Pemangku bayi tidak ternoda karena
selesai memohon tirta mulai saat ini ia memakai ratna
panglukatan, pembersihan, kencana (permata emas).
pabyekaonan, prayascita ke Setelah sembahyang, lalu diberi

90
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

tirta pangening dan barulah Setiap upacara agama


kemudian ngayab jejangan dilakukan pasti memerlukan
yang dimaksudkan memberi upakara sebagai sarana untuk
upakara kepada babu/rare mencapai suatu harapan.
bajang agar jangan Demikian halnya dengan
menggodanya. Setelah itu si upacara Tiga Bulan di Dusun
bayi lalu diberi natab banten Santibaru menggunakan
ayaban yang maksudnya agar upakara atau yang disebut
si bayi selamat berumur Tiga dengan sajen (banten), seiring
Bulan. dengan wawancara dengan Sri
Berdasarkan hasil Asih (Tanggal 26 Aprili 2020)
wawancara di atas dapat menjelaskan bahwa sajen
disimpulkan bahwa proses (banten) yang digunakan dalam
pelaksanaan upacara Tiga upacara Tiga Bulan adalah:
Bulan di Dusun Santibaru 1. Banten penyambutan yaitu
sudah dilaksanakan sebagai alas digunakan
berdasarkan pedoman yang ada sebuah tempat berbentuk
seperti pendapat Akhli (1979- bundar (tempeh) disusuni
1980:49-50). Namun masih ada taledan, telur ayam,
sedikit perbedaan-perbedaan tumpeng empat buah berisi
dari proses upacara Tiga Bulan tulung empat, peras, tulung
yang dilaksanakan oleh sayut, tulung urip, tulung
masyarakat di Dusun sangkur, sampian naga
Santibaru, walaupun ada sari, penyeneng, beras 1
sedikit perbedaan tetapi kaleng susu, batu, benang
tujuannya sama. Melihat dari setukel (1 ikat), uang 200
upacara Tiga Bulan di dusun kepeng.
ini sangat relevan dengan teori 2. Banten Mengelilingi lesung
religi, teori ini menyatakan yaitu 1 buah daksina
bahwa pelaksanaan upacara dengan kelapa yang ada
Tiga Bulan satu dengan yang kulitnya 1 biji, 11 taledan
lainnya saling berhubungan kecil berisi nasi dan jajan,
dan saling mempengaruhi sebuah rasmen,
sehingga adanya hubungan pengulapan 1 soroh,
timbal balik antara unsur- pengambeyan, jerimpen,
unsur atau komponen- jejangan, suci 1 soroh,
komponen religi pada proses prayasiste pebyekaon,
upacara tersebut. duur mangale, sude male,
1.2 Bentuk upakara pada waktu mengelilingi lesung,
pelaksanaan upacara Tiga bayi memakai tongkat lidi.
Bulan 3. Banten Megogo-gogoan
yaitu peras, ajuman, dalam

91
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

paso berisi air, udang, diisi beras, sebutir kelapa


kepiting, jantung pisang yang telah dikupas, telur
dihias dengan kain kuning, itik dan yang lain-lain
batu, blego/timun lalu seperti ini daksina masing-
dimasukkan emas-emasan. masing satu biji,
4. Banten otonan di tempat sedangkan pada tiap
tidur yaitu suci 1 soroh, sudut diisi sebuah
tumpengnya 22 tambah tumpeng (diperlukan 4
taman pragembal 1, teg- buah tumpeng) dan yang
teg, cengkir, daksine 4, ditengah menggunakan
jerimpen 2 biji, tebasannya tumpeng berujung telur
pageh tuuh, pageh urip, ayam yang direbus
pengenteg bayu, ditambah (tumpeng pucak manik).
sayut pajegan, canang Masing-masing disertai
rake. jajan, buah-buahan,
Berdasarkan pernyataan rerasmen berisi satu ekor
yang diungkapkan oleh Sri Asih ayam panggang
dapat disimpulkan bahwa sajen (ditempatkan ditengah).
(banten) yang digunakan pada Selain dilengkapi pula
saat proses upacara Tiga Bulan “soroan alit, penyeneng,
ada sedikit kesamaan dengan sanggah urip, pebersihan
kutipan Parisada Hindu serta canang burat
Dharma Indonesia (2003:69- wangi/yang lain.
70), walaupun ada perbedaan 2. Banten mengelilingi
ini disesuaikan oleh Desa Kala lesung, banten ini
Patra. Menurut informan sajen dinamakan pula banten
(banten) yang digunakan pada “megogo-gogoan”,
saat proses upacara Tiga Bulan bertempat di depan
di Dusun Santibaru yaitu Sanggah/Merajan
menggunakan sajen (banten) Kemulan. Sebagai alat
tingkatan madya. perlengkap adalah: sebuah
Menurut Parisada Hindu lumpang batu (lesung
Dharma Indonesia (2003:69-70) batu) disusuni “paso”
sajen (banten) yang digunakan berisi air, perhiasan
pada saat proses upacara Tiga (gelang, kalung, anting-
Bulan yaitu: anting/tindik dan lain-
1. Banten Penyambutan lain) sedangkan
yaitu sebagai alasnya ditengahnya di tempat
digunakan sebuah tempat “taman” (sejenis jejahitan)
berbentuk bundar berisi air, bunga 11
(Tempeh) disusuni taledan, warna/jenis dialasi
kemudian ditengah-tengah periyuk tanah; sebagai alat

92
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

penciprat/penutupnya Hasil wawancara dengan


dinamakan padma Mudra, beliau menyatakan
jejahitan dari janur kelapa bahwa:
gading. Sebagai yang “.....upacara Tiga Bulan
menyertai terdiri atas: ini harus dilaksanakan
Peras, ajuman, daksina, agar jiwa si bayi benar-
suci, pengulapan, benar kembali kepada
pengambeyan, raganya di samping itu
penyambutan, jejangan upacara ini juga untuk
serta tataban sesuai menyucikan sang bayi
dengan kemampuan. dan menetralisis
Sealin itu terdapat pula pertumbuhan si bayi agar
anak-anakkan dari: tumbuh sehat sempurna
belego/ketimun, batu, serta pemberian nama si
jantung pisang, dan telur bayi supaya dibikinkan
ayam yang mentah nama langsung
masing-masing diberi serangkaian juga upacara
secarik kain. Perlu ini dilakukan pula
diketahui bahwa pada upacara turun tanah”
waktu mengelilingi (wawancara Tanggal 17
lumpang (simbul mencari April 2020).
busana) orang yang Di tempat yang berbeda
menggendong si hasil wawancara dengan
bayi/ibunya memakai Suryani, beliau menyatakan:
tongkat “bungbung” “.....menurut saya sesuai
(seruas bambu yang telah dengan desa kale patra,
dihilangkan ruasnya). untuk memberikan si
Upacara Tiga Bulan ini anak nama dan untuk
dilakukan ketika umur si bayi mengenalkan anak
seratus lima hari hari atau Tiga kepada ibu pertiwi serta
Bulan karena pada usia Tiga mengucapkan rasa
Bulan sang bayi sudah mulai syukur kepada Tuhan
belajar duduk, sehingga sudah telah memberikan anak
dianggap siap untuk menginjak kepada kami”
bumi (belajar jalan). Dan dalam (wawancara Tanggal 20
tahapan menjelang bayi April 2020).
“berkenalan” dengan bumi Berdasarkan pernyataan
itulah orang tuanya harus informan dapat disimpulkan
menggelar upacara untuk bahwa upacara Tiga Bulan
meminta izin kepada Sang harus dilaksanakan agar jiwa si
Bumi. bayi benar-benar kembali pada
raganya, untuk menyucikan

93
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

sang bayi agar bersih dari leteh maka si bayi sampai kapanpun
(kekotoran) dan pemberian tidak bisa memasuki tempat
nama kepada si bayi serta ada suci.
upacara turun tanah untuk 2. Makna dan Tujuan
memperkenalkan si bayi Upacara Tiga Bulan
kepada ibu perthiwi 2.1 Makna Upacara Tiga Bulan
Menurut hasil wawancara Hasil wawancara dengan
dengan Puji, beliau Menik, beliau menyatakan
menyatakan bahwa: bahwa:
“....menurut saya dampak “.....menurut saya makna
terhadap anak jika tidak upacara Tiga Bulan yaitu
dilaksanakan upacara untuk menyucikan dan
tiga maka si bayi tidak menghilangkan leteh
sempurna lahir bhatindan (kekotoran) sang bayi
si bayi belum bersih jadi agar bisa masuk ke
sampai kapanpun si bayi tempat suci, memohon
tidak bisa memasuki kepada sang maha
tempat suci” (wawancara pencipta dan sang leluhur
Tanggal 22 April 2020). semoga si bayi sehat lahir
Di tempat yang berbeda bathin” (wawancara
hasil wawancara dengan Metra, Tanggal 24 April 2020).
beliau menyatakan: Berdasarkan hasil
“...dampak si bayi jika wawancara di atas dapat
tidak dilaksanakan disimpulkan bahwa, makna
upacara Tiga Bulan yaitu dari upacara Tiga Bulan ini
si bayi tidak bisa tidak ada sumber yang jelas
memasuki tempat suci dari buku, maka makna dari
sebelum melaksanakan upacara Tiga Bulan ini di dapat
upacara Tiga Bulan sebab dari hasil wawancara dengan
bayi masih dianggap leteh informan yaitu makna dari
(kotor)” (wawancara upacara Tiga Bulan ini untuk
Tanggal 14 April 2020). menyucikan sang bayi dari
Berdasarkan pernyataan leteh (kekotoran) yang dibawa
informan dapat disimpulkan sejak lahir agar si bayi dapat
bahwa dampak dari si bayi jika memasuki tempat suci selain
tidak dilaksanakan upacara itu juga memohon keselamatan
Tiga Bulan yaitu si bayi tidak kepada sang maha pencipta
sempurna secara lahir dan sang leluhur agar
bhatindan si bayi masih leteh diberikan kesehatan lahir
(kotor) sehingga sebelum orang bathin.
tuanya melaksanakan upacara
Tiga Bulan untuk anaknya

94
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

2.2 Makna yang terkandung nampak begitu banyak makna


dalam upakara dan didalamnya sebagai tujuan dari
Upacara Tiga Bulan pelakanaan upacara yadnya.
Upacara Tiga Bulan Secara umum makna yang
memiliki tujuan yang dapat digali dalam
diinginkan sehingga untuk melaksanakan upacara Tiga
mendapatkan keinginannya, Bulan yaitu: 1) untuk
keluarga melaksanakan memohon kepada sang maha
kegiatan upacara dengan pencipta, sang leluhur semoga
menggunakan beberapa sarana si bayi sehat lahir bathin, dan
sebagai simbol segala kebaikan 2) untuk menyucikan sang bayi
yang diharapkan. agar bisa masuk ke tempat
Melaksanakan upacara Tiga suci. (Metra, Tanggal 14 April
Bulan dengan beberapa sarana 2020).
yang digunakan, keluarga Kurangnya pemahaman
tentunya membuat sarana masyarakat terhadap makna
tersebut yang berupa banten pelaksanaan upacara Tiga
atau jejahitan berarti secara Bulan tidak menjadi halangan
tidak langsung dia telah bagi mereka untuk
mengingat Tuhan sebagai melaksanakan upacara ini
sumber dari segala yang ada. sebab mereka percaya bahwa
Membuat bermacam-macam apa yang mereka lakukan akan
jejahitan yang diatur mendapatkan hasil yang
sedemikian rupa sehingga mereka harapkan.
indah dilihat untuk keperluan 2.3 Makna sarana upacara Tiga
upacara memiliki makna yang Bulan
terkandung dalam simbol Upacara Tiga Bulan
banten atau jejahitan sesuai menggunakan upakara atau
dengan fungsinya. banten sebagai sarana, Sarana
Makna itulah yang bukan hanya sebagai bahan
dijadikan sebagai tujuan dan pelengkap begitu saja, seperti
dasar umat melaksanakan yang telah dijelaskan
kegiatan upacara namun tidak sebelumnya, bahwa
semua sesuai dengan upakara/banten Tiga Bulan
kenyataan, masih banyak terdiri dari beberapa macam
masyarakat umat Hindu yang dan bentuk sebagai simbol
belum memahami makna yang makna. Semua itu adalah
terkandung dalam banten sebagai wujud nyata perasaan
padahal dalam teori begitu yang diharapkan oleh keluarga
banyak makna dalam sarana dan anggota masyarakat di
banten, demikian halnya dalam Dusun Santibaru.
banten upacara Tiga Bulan

95
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Hasil wawancara dengan alam kedewataan (kealam


Warini, beliau mengatakan kesucian).
bahwa: 4. Banten otonan maknanya
“....makna dan simbol yaitu untuk memohon
banten-banten yang keselamatan si bayi agar
digunakan dalam upacara diberikan umur yang
Tiga Bulan adalah: panjang” (wawancara
1. Banten penyambutan Tanggal 25 April 2020).
maknanya yaitu untuk Berdasarkan wawancara di
menyambut Sang Hyang atas dapat disimpulkan bahwa
Atma/Bayu pramananya si makna simbol banten tidak ada
bayi agar betul-betul ada sumber yang jelas didapat dari
pada raganya. buku. Makna simbol banten ini
2. Banten mengelilingi lesung didapat dari hasil wawancara
maknanya yaitu untuk dengan informan, banten yang
mengesahkan bahwa si digunakan dalam pelaksanaan
bayi benar-benar anak upacara Tiga Bulan memiliki
manusia. Tongkat lidi makna simbol tersendiri,
merupakan simbul namun ini tidak mengurangi
penuntunan kepada si makna dan simbol banten
bayi, berupa budhi pekerti tersebut.
agar nantinya setelah 2.4 Tujuan Upacara Tiga
dewasa selalu berpijak Bulan
kepada kebenaran atau Menurut hasil wawancara
kebajikan. dengan Sujati, beliau
3. Banten megogo-gogoan menyatakan bahwa:
maknanya yaitu untuk “....tujuan upacara Tiga
memberikan izin Bulan yaitu agar
keselamatan kepada si jiwatman si bayi benar-
bayi. Biasanya pada benar kembali pada
upacara ini diadakan raganya dan disamping
pergantian gelang pada itu juga upacara ini
bayi, yang tadinya merupakan pembersihan
memakai gelang benang serta penegasan nama
sedatu (benang tiga warna) karena serangkaian
sekarang diganti dengan dengan upacara ini
gelang emas. Perangkat ini dilakukan upacara turun
mengandung makna dan tanah menurut Sujati”
simbul bahwa si bayi telah (wawancara Tanggal 19
terlepas dari pengaruh April 2020).
bhuta dan telah masuk ke Berdasarkan pernyataan
informan di atas dapat

96
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

disimpulkan bahwa tujuan berlangsung di daerah tersebut.


upacara Tiga Bulan sama Pengenalan makna dari simbol-
halnya dengan pendapat Akhli simbol merupakan sarana
(1979-1980:49) yaitu agar efektif untuk memperkenalkan
jiwatman si bayi benar-benar kepada generasi muda bahwa
kembali berada pada raganya agama Hindu memiliki banyak
dan merupakan pembersihan sekali simbol yang harus
serta penegasan/pemberian dipahami, seperti
nama kepada si bayi kemahakuasaan Tuhan dalam
selanjutnya dilaksanakan berbagai manifestasinya sangat
upacara turun tanah untuk relevan dengan teori simbol
meminta izin/memperkenalkan dimana teori ini adalah suatu
si bayi kepada ibu pertiwi. hal atau keadaan yang
Menurut Akhli (1979- merupakan pengantaraan
1980:49) tujuan dari upacara pemahaman terhadap objek
Tiga Bulan adalah agar jiwa penggunaan simbol-simbol ini
atma si bayi benar-benar acapkali menghasilkan makna-
kembali berada pada raganya. makna yang berbeda dari
Di samping itu upacara ini juga pelaku komunikasi, walau tak
merupakan pembersihan serta jarang pemaknaan atas simbol
penegasan nama si bayi. akan menghasilkan arti yang
Serangkaian dengan upacara sama, sesuai harapan pelaku
ini dilakukan pula upacara komunikasi tersebut. Simbol
turun tanah. Tujuannya adalah adalah suatu hal atau keadaan
untuk mohon wara nugraha yang merupakan pengantaraan
kepada Ibu Pertiwi bahwa si pemahaman terhadap objek.
anak akan menginjakkan
kakinya, dan agar Beliau 5. KESIMPULAN
melindungi/mengasuhnya. Berdasarkan Hasil
Permasalahan yang terjadi Penelitian dan Analisis Data
di lapangan tentang makna dan Mengenai Proses Pelaksanaan
tujuan upacara Tiga Bulan di Upacara Tiga Bulan Ditinjau
Dusun Santibaru, merupakan dari Pendidikan Agama Hindu
pengenalan ajaran agama di Dusun Santibaru, Desa
Hindu melalui simbol-simbol Kasimbar Selatan, Makna dan
yang dipergunakan dalam Tujuan Pelaksanaan Upacara
rangkaian upacara dan Tiga Bulan di Dusun
mengandung makna yang tidak Santibaru, Desa Kasimbar
dapat dipisahkan dari Selatan, Maka dapat
pelaksanaan ajaran agama disimpulkan sebagai
Hindu dan sangat melekat berikut:Proses Pelaksanaan
dengan tradisi yang Upacara Tiga Bulan Di Dusun

97
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Santibaru Yaitu: Proses selain itu juga memohon


pelaksanaan upacara Tiga keselamatan kepada sang
Bulan yaitu setelah pemangku maha pencipta dan sang
selesai memohon tirta leluhur agar diberikan
panglukatan, pembersihan, kesehatan lahir bathin.
pabyekaonan, prayascita ke Tujuannya yaitu agar jiwatman
Hyang Guru lalu tirta-tirta si bayi benar-benar kembali
tersebut dipercikkan dahulu berada pada raganya dan
pada banten, si bayi natab merupakan pembersihan serta
sambutan, mebanten di lesung penegasan/pemberian nama
langsung si bayi mengelilingi kepada si bayi selanjutnya
lesung itu sebanyak tiga kali dilaksanakan upacara turun
langsung si bayi megogo-gogoan tanah untuk meminta
yaitu mencari perhiasan, izin/memperkenalkan si bayi
melaksanakan sembahyang, kepada ibu pertiwi
natab janganan yang
dimaksudkan memberi 6. UCAPAN TERIMAKASIH
upakara kepada babu/rare Terikasih saya Ucapakan
bajang agar jangan kepada semua pihak yang telah
menggodanya langsung natab membantu dalam
oton di bale. Proses menyelesaikan Karya Ilmiah ini
pelaksanaan upacara Tiga sehingga dapat selesai dengan
Bulan di Dusun Santibaru tepat pada waktunya,tidak lupa
sudah dilaksanakan juga saya mengucapkan
berdasarkan pedoman yang ada terimakasih kepada Tim
seperti pendapat Akhli (1979- Redaksi Jurnal Widya Genitri
1980:49-50). Namun masih ada dalam penyusunan Karya
sedikit perbedaan-perbedaan Ilmiah ini.
dari proses upacara Tiga Bulan
yang dilaksanakan oleh DAFTAR RUJUKAN
masyarakat di Dusun Abdullah. 2010. Pelaksanaan.
Santibaru, walaupun ada (akses Tanggal 20 Oktober
sedikit perbedaan tetapi 2012). Tersedia dalam
tujuannya sama. Makna Dan URL:
Tujuan Upacara Tiga Bulan di (http://ekhardhi.blogspot.
Dusun Santibaru, Desa com/2010/12/
Kasimbar Selatan yaitu: Makna pelaksanaan.html).
dari upacara Tiga Bulan ini Adi, Rianto. 2005. Metodelogi
untuk menyucikan sang bayi Penelitian Sosial dan
dari leteh (kekotoran) yang Hukum. Jakarta: Granit.
dibawa sejak lahir agar si bayi
dapat memasuki tempat suci

98
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Agung. 1999. Dasar-dasar du.blogspot.com/2012/02


Interaksi Belajar. /nyambutin.html).
Surabaya: Usaha Nasional. Djadi. 2005. Metodologi
Ardiana. I Ketut. 2011. Tradisi Penelitian Sosial. Jakarta:
Nyedang Duwe Sebagai Restu Agung.
Rangkaian Upacara Dwijayanti, Ni Made. 2013.
Piodalan di Pura Prajapati Pemahaman Dan
Desa Tambakan Implementasi Fungsi Dan
Kecamatan Kubutambahan Makna Pelaksanaan
Kabupaten Buleleng (Tinjau Yadnya Sesa Dalam
Nilai Pendidikan Agama Meningkatkan Srada Dan
Hindu). Skripsi (tidak Bakti Umat Hindu Di Kota
diterbitkan). Denpasar: Palu. Skripsi. (tidak
Fakultas Dharma Acarya diterbitkan). Program
Institut Hindu Dharma Studi Pendidikan Agama
Negeri. Hindu Dharma Sentana
Artina, I Putu 2011. Sulawesi Tengah.
Penanaman Ajaran Budi Kusuma, Ade Warsita. 2012.
Pekerti Untuk Mengatasi Upacara dan Upakara
Kenakalan Siswa Hindu Online, (akses Tanggal 17
Kelas IV SDN. 1 November 2012). Tersedia
Bonemarawa Kecamatan dalam URL:
Rio Pakava, Kabupaten http://madewk.multiply.c
Donggala. Skripsi (tidak om/journal/item/17/Upac
diterbitkan). Denpasar: ara-dan-
Program Pendidikan Tinggi Upakara?&show_interstitia
Jarak Jauh (PTJJ), l=1&u=%2Fjournal%2Fite
Program Pendidikan m.
Agama Hindu Jenjang Maleong, Lexi. 2002. Metodelogi
Strata Satu (S1) Penelitian Kualitatif.
Universitas Hindu Bandung: PT. Remaja
Indonesia (UNHI). Rosdakarya Ofhset.
Arikunto. Suharsini. 2000. Margono. 1996. Metodelogi
Prosedur Penelitian (Suatu Penelitian. Jakarta:
Pendekatan Praktek. Rhineka Cipta.
Jakarta: Rhineka Cipta. Mars, H.Boy S. Sabarguna.
Bali Tours Guide. 2012. 2005. Analisis data pada
Nyambutin. (akses Tanggal penelitian kualitatif.
14 Mei 2013). Tersedia Indonesia, universitas.
dalam URL: Maswinara, I Wayan. 2008.
(http://sejarahharirayahin Bhagawad Gita. Surabaya:
Paramita.

99
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu P-ISSN : 2302-9102
Volume 11 Nomor 2 (2020) hal 83-100 E-ISSN : 2685-7198
DOI : 10.36417/widyagenitri.v11i2.375 STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Parisada Hindu Dharma Sutarmi, Ni Made. 2008.


Indonesia Kabupaten Pelaksanaan Upacara
Parigi Moutong. 2003. Penanaman Ari-Ari Dalam
Catur Yadnya. Upacara Manusia Yadnya
Pemda Tingkat 1 Bali Proyek di Banjar Berteh, Skripsi
Bantuan Lembaga (tidak diterbitkan).
Pendidikan Agama Hindu. Denpasar: Fakultas
1975. Catur Yadnya. Dharma Acarya, Institut
Denpasar. Hindu Dharma.
Suarjaya, I Wayan, Dkk. 2008. Team Akhli. 1979-1980. Catur
Panca Yajna. Denpasar: Yadnya. Bantuan
Widya Dharma. Penyuluh Agama.
Suartama, I Wayan. 2013. Tim Penyusun. 2004. Buku
Pelinggih Rong Tiga dan Pelajaran Agama Hindu
Rong Dua pada Sanggah untuk SLTA Kelas 2
Pamerajan di Desa Toinasa (Semester 1 dan 2).
Kecamatan Pamona Barat. Surabaya: Paramita.
Kabupaten Poso. Tesis Tim Penyusun. 2012. Pedoman
(tidak diterbitkan). penelitian skripsi. Palu:
Denpasar: Universitas sekolah
Hindu Indonesia Program Tinggi Agama Hindu Dharma
Magister Ilmu Agama dan Sentana.
Kebudayaan. Westa. 2010. Pelaksanaan.
Subagyo, Joko P. 1999. Metode (akses Tanggal 20 Oktober
Penelitian dalam Teori dan 2012). Tersedia dalam
Praktek. Jakarta: PT. URL:
Rineka Cipta. (http://ekhardhi.blogspot.
Sudarsana, I.B Putu. 2000. com/2010/12/
Ajaran Agama Hindu pelaksanaan.html).
Uparengga. Denpasar: Yasin, Syahrul. 2010.
Yayasan Dharma Acarya. Pelaksanaan Online.
Sudharta, Tjok Rai. 1992. (akses Tanggal 19
Tahap-tahap Kehidupan Nopember 2012). Tersedia
Bayi Hindu dari Pranatal dalam URL:
sampai Satu Weton. (http://ekhardhi.blogspot.
com/2010/12/pelaksanaa
n.html).

100

You might also like