You are on page 1of 10

Jurnal Komunika

Jurnal Komunikasi, Media dan Informatika


ISSN 2579-5899 (Online) Vol.8 No.1/Juni 2019
ISSN 2303-1700 (print) DOI: 10.31504/komunika.v8i1.1688

Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik


Rekaman di Indonesia Berdasarkan Aspek Ekonomi Politik
Komunikasi
Analysis of Implementation of Radio Broadcasting and Record Music Industry Policies in Indonesia
Based on the Political Economy Aspect of Communication
Muntadliroh
Humas Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya”, Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali, Indonesia
E-mail: mun_tadliroh@yahoo.com
Menerima 1 Oktober 2018, Revisi 3 Oktober 2018, Diterima 21 Maret 2019
Abstract
Currently, the radio broadcasting and music recording industries in Indonesia are facing challengefrom the
Internet. Although the government has formulated policies that regulate the radio broadcasting and music
recordingindustries, both of them need to find ways to maintain their existence in the present. Accordingly, this paper
aims to analyze the implementation of radio broadcastingand music recording policy in Indonesia from the political
economy of communications perspective by Vincent Mosco (2009). The results showed that the commodification of
music content promoted on the radio has helped introduce Indonesian music and form celebrity fetishism. The
spatialization has spawned conglomeration by a large media group that controls national radio networks. The
horizontal spatialization has been done by recording companies such as PT Music Factory Indonesia (MFI) through a
co-branding strategy with KFC to sell its music. The structurationhas createdthe cultural hegemony for foreign,
national, and local music. The results of this analysis have demonstrated that the implementation of the Broadcasting
Lawno. 32 of 2002 and the Telecommunications Law no. 36 of 1999 in Indonesia has not fully protectedthe public
interest.
Keywords: Political Economy of Communications, Radio Broadcast, Music Recording, Broadcasting Policy.

Abstrak
Saat ini, industri radio siaran dan musik rekaman di Indonesia sedang menghadapi persaingan dengan
munculnya internet. Meskipun pemerintah telah merumuskan kebijakan yang mengatur operasionalisasi radio siaran
dan musik rekaman, kedua industri tersebut perlu memikirkan cara untuk mempertahankan eksistensinya di masa kini.
Untuk itu, tulisan ini bertujuan menganalisis implementasi kebijakan industri radio siaran dan musik rekaman di
Indonesia dari perspektif ekonomi politik komunikasi Vincent Mosco (2009). Hasilnya menunjukkan bahwa praktik
komodifikasi konten musik yang dipromosikan melalui radio telah membantu mengenalkan musik Indonesia dan
memunculkan fetishisme selebritas dari industri musik rekaman. Praktik spasialisasi telah melahirkan konglomerasi
oleh kelompok media besar yang menguasai jaringan radio nasional, sedangkan spasialisasi horizontal dilakukan oleh
perusahaan musik rekaman seperti PT Music Factory Indonesia (MFI) melalui strategi co-branding dengan KFC untuk
memasarkan musiknya. Praktik strukturasi melahirkan hegemoni kebudayaan musik asing, nasional, dan lokal. Hal
tersebut menunjukkan bahwa implementasi kebijakan UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 dan UU Telekomunikasi No.
36 Tahun 1999 Indonesia belum sepenuhnya membela kepentingan rakyat.
Kata kunci: Ekonomi Politik Komunikasi, Radio Siaran, Musik Rekaman, Kebijakan Penyiaran.

PENDAHULUAN
Indonesia diperkirakan terjadi pada era „80 hingga
Kemunculan industri radio siaran pertama kali di
‟90-an ketika televisi masih menjadi barang yang
Indonesia adalah pada tahun 1925 di masa
langka bagi masyarakat karena harganya yang cukup
penjajahan Belanda. Akan tetapi, eksistensi radio
mahal, sehingga radio merupakan media yang paling
tidak begitu besar saat itu disebabkan hanya
interaktif (Masduki, 2006). Meskipun industri radio
beberapa golongan masyarakat saja yang dapat
di Indonesia pernah berada di bawah kendali
mendengarkan siaran radio. Masa kejayaan radio di
1
Jurnal Komunika
Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia Berdasar Aspek Ekonomi Politik Komunikasi

Belanda dan Jepang, kiprah stasiun radio yang ada di melalui radio dan televisi. Hadirnya internet juga
Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan memperparah praktik pembajakan karya industri
tersebut sangat besar perannya. Salah satunya adalah musik secara online yang merugikan pihak
turut menyebarluaskan pembacaan teks proklamasi perusahaan rekaman. Rasio peredaran album CD
kemerdekaan Indonesia ke seantero Nusantara. musik bajakan dan legal di tahun 2007 bahkan telah
Artinya, industri radio di Indonesia pernah berhasil mencapai 96% : 4%, angka ini diprediksikan akan
merangkai integrasi nasional di masa kemerdekaan. terus bertambah (Lausa, 2011). Berdasarkan data
Setali tiga uang dengan industri radio, terdapat dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI),
industri musik rekaman yang keberadaannya musik bajakan menguasai 95,7 persen pasar di
familiar di telinga masyarakat Indonesia. Secara Indonesia sejak 2007, sedangkan musik legal hanya
historis, industri musik rekaman di Indonesia lebih sekitar 4,3 persen. Hal ini disebabkan mudahnya
dulu berkembang dibandingkan dengan kehadiran masyarakat dalam mengakses musik digital bajakan
industri radio siaran. Dimulai sejak tahun 1920-an, melalui internet. Kerugian akibat pembajakan musik
industri musik rekaman Columbia Electric rekaman ditaksir mencapai Rp 4 triliun per tahun.
Recording melakukan sejumlah kegiatan rekaman Meskipun demikian, masih ada harapan bagi
suara mulai dari kelompok gamelan, orkes industri radio siaran dan musik rekaman di Indonesia
keroncong, wayang golek, wayang orang, dan opera untuk bertahan. Data dari Nielsen Radio Audience
yang ada di Hindia Belanda (Compusiciannews.com, Measurement (2016) manyatakan bahwawaktu rata-
2014). Produk musik rekaman tersebut dapat rata audiens Indonesia mendengarkan radio terus
dinikmati pendengarnya melalui piringan hitam. bertambah setiap tahunnya. Angka tersebut
Kemudian, muncullah industri radio yang mayoritas disumbangkan oleh Generasi X (35-49
menampung produk musik hasil rekaman tersebut tahun) yang mendengarkan radio lebih dari 18
sebagai konten selain berita yang bersifat informatif. jam. Disusul Baby Boomers (50-65 tahun) dengan
Sejak itulah kolaborasi antara radio dan musik 17 jam 20 menit, Silent Generation (65 tahun ke
rekaman terbangun. atas) dengan 16 jam 22 menit, Millenials (15-34
Mengacu pada fakta tersebut, perlu diakui tahun) 15 jam 37 menit, dan Generasi Z (10-14
bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara industri tahun) yang menghabiskan waktu mendengarkan
radio siaran dan musik rekaman, mengingat musik radio lebih dari 13 jam tiap minggu.
dan berita adalah salah satu elemen utama yang Untuk melindungi eksistensi industri radio
harus ada dalam radio siaran (List, 2003). Selain siaran dan musik rekaman, sebetulnya pemerintah
sebagai konten utamadalam radio siaran,musik juga telah membuat payung hukum berupa UU Nomor 32
berfungsi sebagai jembatan diantara program Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang -Undan g
talkshow atau berita. Radio identik dengan T el ekomuni kasi Nomor 36 T ahun 1999
musik/lagu, oleh sebab itu baik radio berita maupun t ent ang Fr ekuensi Radi o, dan Undang-
radio musik tetap akan membutuhkan musik sebagai undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
kontennya. Dengan kata lain, hubungan antara radio Cipta. Namun dalam pelaksanaannya, kebijakan-
dan perusahaan musik rekaman merupakan kebijakan tersebut perlu ditinjau secara kritis,
simbiosis mutualisme. Radio siaran membutuhkan apakah sudah mengakomodasi kepentingan warga
musik untuk kontennya, sedangkan perusahaan negara atau justru berpihak pada kepentingan
musik rekaman membutuhkan radio sebagai media kapital. Untuk itu, rumusan masalah dalam tulisan
distribusi dan promosi musik kepada publik. ini mengacu pada “bagaimana implementasi
Saat ini, industri radio rekaman dan musik siaran kebijakan industri radio siaran dan musik rekaman di
di Indonesia tengah menghadapi persaingan yang Indonesia berdasarkan perspektif ekonomi politik
semakin kompleks. Kemunculan teknologi informasi komunikasi?‟ Adapun manfaat dari tulisan ini adalah
dan internet secara perlahan telah menggeser untuk memetakan implementasi kebijakan industri
keberadaan media konvensional seperti koran, radio radio siaran dan musik rekaman di Indonesia
dan televisi. Radio yang dulunya menjadi primadona berdasarkan aspek komodifikasi, spasialisasi, dan
audiens, kini peminatnya semakin berkurang. strukturasinya. Lebih jauh, hal ini diharapkan dapat
Demikian halnya dengan industri musik rekaman. memberikan manfaat berupa rekomendasi evaluatif
Dahulu, untuk dapat menikmati musik, masyarakat terkait implementasi kebijakan industri radio siaran
harusmembeli kaset musik atau mendengarkannya dan musik rekaman di Indonesia bagi pemerintah.

2
Jurnal Komunika
Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia Berdasar Aspek Ekonomi Politik Komunikasi

KERANGKA KONSEPTUAL atau pendengaran (Romli, 2004). Radio mencakup


teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal
Konsep Ekonomi Politik Komunikasi dengan cara modulasi dan radiasi gelombang
elektromagnetik (Rahanatha, 2008). Sejak awal
Secara historis, konsep ekonomi politik
kemunculannya, media radio dinilai mempunyai
komunikasi lahir dari adanya kapitalisme media dan
kemampuan untuk mewadahi kebutuhan masyarakat
perkembangan teknologi informasi. Kerangka
berupa informasi, pendidikan, dan hiburan
Marxis dalam konteks ini cenderung menekankan
(Masduki, 2006). Karakteristik media penyiaran
kontrol pada seluruh media yang dilakukan oleh
yang melekat pada radio membuatnya menjadi salah
perusahaan kapital. Keterkaitan keduanya dijelaskan
satu media komunikasi pilihan dalam membantu
secara rinci oleh Wilkin (2001) bahwa teknologi
penyampaian pesan-pesan dengan cepat dan
informasi dalam proses restrukturisasi ekonomi
serentak. Keunggulan lain dari radio adalah sifatnya
global merupakan bahan bakar utama ide-ide yang
yang auditory sehingga memudahkan orang untuk
mendorong kemunculan pasar kapitalis global.
menyampaikan pesan dalam bentuk acara yang
Dalam hal ini, media menjadialat akumulasi modal
menarik dan kemampuannya untuk
global yang turut menciptakan perubahan kualitatif
menyampaikaninformasi dengan cepat dengan biaya
dalam hubungan sosial dalam wujud masyarakat
murah kepada masyarakat (KPI, 2018). Di
informasi. Konsep ini diperjelas oleh Mosco (2009)
Indonesia, jasa penyiaran radio diselenggarakan oleh
yang menguraikan definisi ekonomi politik
empat Lembaga Penyiaran yang diizinkan oleh
komunikasi sebagai: “The study of the social
Pemerintah menurut UU Penyiaran Nomor 32 Tahun
relations, particularly the power relations that
2002 yaitu: Lembaga Penyiaran Publik (RRI),
mutually constitute the production, distribution, and
Lembaga Penyiaran Swasta (stasiun radio swasta),
consumption of resources, including communication
Lembaga Penyiaran Komunitas (stasiun radio
resources.”
komunitas), dan Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Secara lebih terperinci, Mosco (2009)
mengidentifikasi pintu masuk ekonomi politik
Industri Musik Rekaman di Indonesia
komunikasi melalui tiga aspek, yaitu komodifikasi,
spasialisasi, dan strukturasi. Komodifikasi Dilihat dari konteks sejarahnya, perjalanan
merupakan proses transformasi nilai guna suatu industri musik rekaman di Indonesia seusia dengan
barang ataupun jasa menjadi nilai tukar yang bersifat masuknya industri radio siaran ke Hindia Belanda.
komersial. Spasialisasi berkaitan dengan sebuah Lanskap industri musik rekaman di Hindia Belanda
proses untuk mengatasi kendala ruang dan waktu dimulai pada awal era 1900-an saat alat musik
dalam kehidupan sosial. Artinya, media juga gramofon mulai hadir dan melahirkan tiga
berupaya untuk menemukan cara agar produk dan perusahaan rekaman besar di Hindia Belanda. Pada
jasanya dapat dinikmati audiens tanpa sekat ruang tahun 1951, perusahaan rekaman Irama mulai
dan waktu. Adapunstrukturasi mengacu pada sebuah memproduksi piringan hitam. Di tahun 1954,
proses untuk menegakkan struktur sosial oleh para berdirilah perusahaan rekaman milik negara
agen perubahan yang melibatkan kelas, ras, dan bernama Lokananta di Solo yang fokus pada
gender (Mosco, 2009). Sebagai sebuah industri rekaman lagu-lagu Jawa. Puncaknya adalah pada era
media, radio siaran dan musik rekaman akan 1990-an, industri musik rekaman Indonesia menjadi
bersinggungan dengan kepentingan kapitalisme yang terbesar se-Asia Tenggara (Sen & Hill, 2001).
seperti dijelaskan dalam ekonomi politik komunikasi Hingga saat ini, industri musik rekaman di Indonesia
tersebut. masih tetap eksis, meskipun pelakunya harus
menempuh berbagai upaya untuk menyesuaikan diri
Industri Radio Siaran di Indonesia dengan perkembangan teknologi.
Radio, tepatnya radio siaran (broadcasting
Pertalian Industri Radio Siaran dan Musik
radio) merupakan salah satu jenis media massa
Rekaman di Indonesia
(mass media), yakni sarana atau saluran komunikasi
massa (channel of mass communication), seperti Dalam praktiknya, radio sebagai salah satu
halnya suratkabar, majalah, atau televisi. Ciri khas bentuk media massa yang mengedepankan sisi
utama radio adalah auditif, yakni dikonsumsi telinga musikalitas dalam programnya, sekarang ini
mengalami perkembangan yang lebih luas lagi. Oleh
3
Jurnal Komunika
Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia Berdasar Aspek Ekonomi Politik Komunikasi

sebab itu, operasional industri radio siaran tidak 1. UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
dapat dipisahkan dari industri musik rekaman. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran
Musik rekaman merupakan kegiatan yang mencakup melalui sarana pemancaran dan/atau sarana
pengelolaan proses produksi, manufaktur, distribusi, transmisi di darat, di laut atau di antariksa,
promosi dan menjaga hak cipta rekaman musik dengan menggunakan spektrum frekuensi radio
(Putranto, 2010). Salah satu produk dari musik melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya
rekaman adalah album rekaman, yang tentunya akan untuk dapat diterima secara serentak dan
terdistribusi dan terpromosikan dengan lebih baik, bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
dapat dikenal masyarakat luas melalui majalah, penerima siaran. Undang-undang ini mengatur
koran, televisi, maupun radio apabila ada label mengenai regulasi, perizinan dalam penyiaran
rekaman yang mendukung pemasarannya. radio.
Terdapat sejumlah alasan yang mendasari 2. Pengaturan frekuensi radio dan sanksi diatur oleh
perlunya kerjasama antara radio siaran dan musik Undang-Undang Telekomunikasi Nomor 36
rekaman. Pertama, ketika orang mendengarkan Tahun 1999 tentang Frekuensi Radio. Pasal 33
radio, maka radio identik dengan musik/lagu. Oleh ayat (1) dan (2) mensyaratkan bahwa penggunaan
sebab itu, musik adalah elemen utama yang harus spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib
ada dalam radio siaran (List, 2003). Kedua, dilihat mendapatkan izin Pemerintah. Penggunaan
dari aspek sejarah, pihak industri rekaman melihat spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus
peluang dengan memanfaatkan radio sebagai sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling
kendaraan promosi untuk produk rekaman musiknya mengganggu.
(mcpress.media-commons.org, 2018). Terakhir, 3. Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2002
kerjasama keduanya memungkinkan terjadinya tentang Hak Cipta untuk Perlindungan terhadap
politik komodifikasi musik dalam radio siaran Musik Rekaman menyatakan bahwa pemerintah
(Guthrie, 2014). melindungi karya anak bangsa dengan
Bentuk relasi musik rekaman dengan industri mengeluarkan hak eksklusif pemegang hak cipta
radio siaran menurut Morissan (2008) dapat lagu dan musik. Dalam undang-undang ini,
diidentifikasi ke dalam dua bentuk, yaitu sebagai ciptaan yang dilindungi mencakup bidang ilmu
program siaran (programming) dan cara pemasaran pengetahuan, seni, dan sastra: a. buku, program
(marketing). Dalam dunia radio siaran, musik dapat komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya
hadir sebagai bagian dari program siaran, yaitu tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
barang yang dibutuhkan orang sehingga mereka lain; b. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain
bersedia mendengarkannya (Masduki, 2004). yang sejenis dengan itu; c. alat peraga yang
Biasanya musik masuk dalam kategori siaran dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
hiburan yang memiliki tujuan untuk menghibur pengetahuan; d. laguatau musik dengan atau
pendengar radio selain program kuis, humor, dan tanpa teks; e. drama atau drama musikal, tari,
drama. Disisi lain, diperdengarkannya musik dalam koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. seni
radio siaran merupakan cara yang ditempuh oleh rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis,
industri rekaman untuk memasarkan musik yang gambar, seni ukir, seni kaligrafi seni pahat, seni
menjadi produknya sesuai dengan kesepakatan patung, kolase, dan seni terapan; g. arsitektur; h.
bisnis antara stasiun radio dan perusahaan rekaman. peta; i. seni batik; j. fotografi; k. sinematografi; l.
Dengan demikian, musik dalam program radio juga terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
memiliki fungsi sebagai media iklan komersial database, dan karya lain dari hasil
(Prayudha, 2003). pengalihwujudan.

Telisik Kebijakan Industri Komunikasi Radio METODE


Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia
Tulisan ini bersifat konseptual berdasarkan
Sebagai industri yang berkembang di Indonesia, penilaian kritis terhadap implementasi kebijakan dan
radio siaran dan musik rekaman telah diatur oleh teori yang relevan dalam konteks deskriptif
kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia, kualitatif. Data dikumpulkan melalui studi pustaka
baik dalam bentuk undang-undang maupun
ketetapan menteri, yang meliputi:
4
Jurnal Komunika
Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia Berdasar Aspek Ekonomi Politik Komunikasi

dan observasi pada obyek penelitian. Adapun objek media radio dan musik rekaman adalah
penelitian ini lebih memfokuskan pada lembaga komodifikasi, yang didefinisikan sebagai proses
radio siaran dan rekaman musik swasta yang ada di mengubah nilai pakai menjadi nilai tukar.Proses ini
Indonesia seperti: PT. Music Factory Indonesia, menggambarkan cara kapitalisme mendapatkan
yang merupakan jaringan radio mitra Kompas modal atau nilai yang riil melalui transformasi nilai
Gramedia Group. Dalam hal ini, aktivitas guna menjadi nilai tukar – atau dapat dikatakan
komersialisasi yang sarat dengan kapitalisme sebagai proses mentransformasiukan produk yang
sebagai lokus kajian ekonomi politik komunikasi nilainya ditentukan oleh kemampuan produk
lebih banyak dipraktikkan oleh lembaga swasta tersebut dalam memenuhi kebutuhan individu dan
dibandingkan dengan lembaga publik. Lebih lanjut, sosial menjadi produk yang mempunyai nilai yang
penelitian ini menganalisis implementasi praktik diatur untuk bisa dibawa kepada pasar
radio siaran dan musik rekaman tersebut yang terkait (marketplace). Dalam industri media, komodifikasi
dengan kebijakan penyiaran yang berlaku di dapat terjadi pada dimensi konten yang melibatkan
Indonesia. Adapun implementasi dari masing- transformasi pesanmenjadi produk yang bisa
masing kebijakan tersebut dalam industri radio dipasarkan.Smythe dalam Mosco (2009) melihat
siaran dan musik rekaman di Indonesia akan dibahas audiens sebagaikomoditi utama bagi media massa
dengan menggunakanperspektif ekonomi politik yang dapat dijual oleh media ke pihak pengiklan.
komunikasi, yang mencakup aspek komodifikasi, Hal ini juga merupakan bentuk komodifikasi dalam
spasialisasi, dan strukturasi (Mosco, 2009). konteks audiens. Disamping itu, media juga
memanfaatkan pekerja yang terlibat untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN diperhitungkan secara ekonomis agar dapat
menyelesaikan pekerjaannya dengan efisien dan
Praktik Komodifikasi Musik Rekaman di Radio inilah yang disebut komodifikasi buruh.
Siaran Indonesia: Dari Munculnya Fetishisme Apabila dirunut dari aspek historis, keterkaitan
Selebritas Hingga Tangga Lagu Pesanan Studio antara produk musik rekaman dan radio siaran telah
Rekaman terjalin sedari awal kemunculan radio sebagai alat
komunikasi masa. Ini lantaran radio telah
Teori ekonomi politik komunikasi dalam
beradaptasi dengan perubahan dunia dengan
konteks industri media lebih menyoroti struktur
mengembangkan hubungan saling menguntungkan
ekonomi daripada muatan (isi) ideologis media.
dan bersifat komplementer dengan media lainnya
Teori ini mengemukakan ketergantungan ideologi
(Dominick, 2000). Kerjasama keduanya dapat
pada kekuatan ekonomi dan melakukan analisis
berbentuk komodifikasi. Guthrie (2014) memetakan
empiris terhadap struktur kepemilikan dan
bentuk komodifikasi musik rekaman dalam radio
mekanisme kerja kekuatan pasar media komunikasi
siaran sebagai berikut:
massa (Wasko, 1997). Lembaga media komunikasi
1. Pada masa awal perkembangannya, produsen
massa harus dilihatsebagai bagian dari sistem
musik telah menjadikan radio sebagai media
ekonomi yang juga bertalian erat dengan sistem
yang sempurna untuk melengkapi komodifikasi
politik. Kualitas informasi yang diproduksi oleh
musik. Pada masa itu, produsen musik telah
media, sebagian besar ditentukan oleh nilai tukar
memosisikan musik sebagai produk yang layak
pelbagai ragam kontenyang menuntut adanya
untuk dijual. Radio menyediakan peluang untuk
perluasan pasar dan juga ditentukan oleh
membawa musik, berita, dan konten lainnya
kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu
kepada audiens yang bersifat massal. Radio juga
kebijakan. Beragam kepentingan tersebut berkaitan
menjalankan tugas untuk melanjutkan “reifikasi”
dengan kebutuhan untuk memperoleh keuntungan
musik itu sendiri. Artinya, ketika produk musik
dari hasil kerja lembaga media dan juga dengan
rekaman tersebut diperdengarkan melalui radio,
keinginan bidang usaha lainnya untuk memperoleh
pendengar semakin percaya bahwa
keuntungan, sebagai akibat dari adanya
mendengarkan musik melalui radio terasa lebih
kecenderungan monopolistis dan proses integrasi,
baik daripada mereka mendengarkan musik
secara vertikal maupun horizontal.
secara privat melalui alat pemutar musik di
Dalam perspektif ekonomi politik komunikasi,
rumah mereka.
pintu masuk pertama untuk menganalisis
persinggungan kepentingan politis dibalik industri
5
Jurnal Komunika
Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia Berdasar Aspek Ekonomi Politik Komunikasi

2. Dalam perkembangannya hingga era digital kini, mendorong mereka untuk mencari tahu. Kemudian,
radio telah berhasil membentuk fetishisme pada tangga lagu periode berjalan, lagu tersebut
selebritas dari industri musik rekaman. Konten dimasukkan ke dalam tangga lagu.
musik dalam radio siaran menjadi lebih canggih, Dilihat dari implementasi kebijakan penyiaran
bukan hanyadari sisiproduk rekaman, melainkan yang menaungi industri radio siaran dan musik
juga dari kontribusinya yang mempopulerkan rekaman di Indonesia, maka praktik komodifikasi
profil komposer, band, DJ, dan penyiar yang konten dan audiens terkait produk musik rekaman
muncul sebagaiselebritas dengan sendirinya. yang diputar di radio siaran tersebut tidak menyalahi
Tidak dapat dipungkiri, bahwa praktik promosi aturan selama konten tersebut tidak menjurus ke
musik hasil rekaman melalui media radio juga masih pornografi dan SARA. Hal ini merujuk pada UU
jamak terjadi. Bukan hanya label musik rekaman Penyiaran No. 32 Tahun 2002 Pasal36 ayat (1)
nasional saja yang melakukan praktik ini, bahwa isi siaran wajib mengandung informasi,
melainkanpromosi musik melalui radio juga menjadi pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk
peluang bagus bagi grup musik indie untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral,
mengenalkan musiknya ke audiens. Contoh band kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan
indie Indonesia yang sukses dikenal masyarakat kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan
karenasebelumnya memanfaatkan promosi musik budaya Indonesia. Disamping itu, pasal 5
melalui radio adalah Pas Band, The Changcuters dan menyebutkan bahwa isi siaran dilarang: bersifat
Mocca. Bahkan, pada akhirnya mereka direkrut oleh fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
label rekaman nasional (Swa.co.id, 2008). Selain menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian,
masyarakat mengenal musiknya, personel dari band penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang; atau
tersebut juga turut terkenal dan menghasilkan mempertentangkan suku, agama, ras, dan
selebritas muda baru dari generasi terkini. Dalam antargolongan.
perpektif ekonomi politik komunikasi, praktik ini Praktik komodifikasi konten yang melibatkan
lazim disebut komodisifasi konten. pertalian antara industri radio siaran dan musik
Selain komodifikasi konten, dalam industri radio rekaman di Indonesia ini juga mendorong
siaran juga mungkin terjadi praktik komodifikasi tumbuhnya industri kreatif lain berbasisfenomena
audiens, yang dapat dilihat dalam skenario fetishisme selebritas. Munculnya tokoh selebritas
penentuan tangga lagu favorit. Ada beberapa cara baru sebagai dampak dari ketenaran musik yang
yang digunakan oleh stasiun radio dalam dibawakannya akan membuka peluang terbukanya
menentukan tangga lagu. Pertama, tangga lagu dapat lapangan kerja baru bagi masyarakat. Hal ini sejalan
dibuat berdasarkan request dari audiens. Hampir dengan tujuan UU Penyiaran No. 32 Tahun2002
semua stasiun radio memiliki acara request lagu. pada Pasal3 yaitu untuk memajukan kesejahteraan
Dalam acara itu, lagu yang dimintaoleh audiens umum, dalam rangka membangun masyarakat yang
didaftar dan dicatat, berapa kali lagu tersebut di- mandiri.
request. Durasinya bisa mingguan atau bulanan. Di sisi lain, praktik komodifikasi audiens
Lagu yang paling banyak di-request kemudian melalui pembuatan tangga lagu sesuai pesanan
ditempatkan pada urutan pertama tangga lagu. Lagu studio rekaman adalah bentuk penyampaian konten
yang jumlah request-nya kurang akan dikeluarkan musik yang kurang fair terhadap publik. Meskipun
dari tangga lagu dan digantikan dengan new entry, hal ini dapat dikategorikan sebagai praktik
yaitu lagu baru yang sedang naik daun atau marketing terselubung dari studio rekaman tertentu,
dipromosikan. Kedua, tangga lagu juga dapat hal ini telah merampas hak publik untuk
disusun berdasarkan pesanan dari studio rekaman. mendapatkan konten siaran musik yang objektif.
Ketika sebuah studio rekaman mengeluarkan album Praktik komodifikasi audiens ini juga
baru, maka stasiun radio akan mendapatkan kiriman merepresentasikan bentuk pemanfaatan audiens oleh
kaset atau CD-nya sebelum diedarkan di pasaran. stasiun radio dan studio rekaman untuk meraih
Tujuannya adalah untuk promosi. Lagu baru tersebut keuntungan secara ekonomi. Hal ini bertentangan
sengaja disisipkan ke dalam chart sebagai new dengan arah UU Penyiaran No. 32 Tahun2002 pada
entry meskipun belum ada request dari audiens. Pasal5 yang menyatakan bahwa media penyiaran
Chart tersebut bisa diputar pada prime time sehingga seharusnya memberikan informasi yang benar,
banyak orang yang mendengarkan dan akhirnya seimbang, dan bertanggung jawab. Meskipun

6
Jurnal Komunika
Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia Berdasar Aspek Ekonomi Politik Komunikasi

demikian, pemerintah tidak menindak aspek negatif dari praktik komodifikasi yang terjadi. Dengan kata
lain, secara garis besar, implementasi UU Penyiaran pendengar Muslim di Manado), dan Montini FM di
No. 32 Tahun 2002 masih mengutamakan Manado (Simamora, 2016). Bagi Kompas, bisnis
kepentingan kapital yang bernilai ekonomi dan jaringan media radio yang tersebar di berbagai
menomorduakan kepentingan publik dalam konteks wilayah di Indonesia tersebut dapat dimanfaatkan
praktik komodifikasi konten dan audiens di industri sebagai jaringan distribusi konten termasuk untuk
radio maupun musik rekaman. promosi musik.
Praktik spasialisasi yang radikal juga dilakukan
Praktik Spasialisasi dalam Industri Musik salah satunya oleh PT. Music Factory Indonesia
Rekaman dan Radio Siaran di Indonesia: Kuasa (MFI), anak bisnis PT. Fast Food Indonesia Tbk.
Media Bermodal Besar dan Manuver Bisnis (FFI). Master franchise Kentucky Fried Chicken
Studio Rekaman Terkini (KFC) di Indonesia tersebut mendirikan perusahaan
rekaman yang juga berfungsi sebagai manajemen
Praktik ekonomi politik komunikasi juga bisa artis dan event organizer pada Juli 2006. Melalui
terjadi pada proses menghilangkan sekat ruang dan musik, merek-merek yang ada -- termasuk KFC --
waktu. Inilah yang oleh Henri Lefebvre dalam bisa lebih mudah menyasar segmen anak muda.
Mosco (2009) disebut dengan istilah spasialisasi. Karena itulah, misi MFI adalah mencari musisi, baik
Spasialisasi memberi peluang pada kapitalisme grup maupun individu, yang bisa menjadi the next
untuk memperbaiki sarana transportasi dan star di pentas musik Indonesia sekaligus
komunikasi, mempersingkat waktu, memperpendek mempromosikan merek KFC di kalangan anak
jarak yang selama ini dianggap sebagai kendala muda. Hal ini dilakukan sebagai siasat bisnis untuk
ekspansi modal. Praktik ini juga lazim disebut mengantisipasi persaingan dengan musik
diversifikasi, yaitu menambahkan lini bisnis pada mancanegara guna mendapatkan perhatian audiens.
perusahaan media yang berkembang. Dalam bisnis Komposisi pemutaran lagu impor dibanding lagu
media, spasialisasi juga bisa ditunjukkan dengan lokal di radio Indonesia mencapai 80:20 dan berubah
strategi akuisisi pesaing yang memunculkan pola menjadi 50:50 (Swa.co.id, 2008). Rasio tersebut
integrasi vertikal maupun horizontal. menunjukkan komposisi persaingan yang sangat
Praktik spasialisasi dapat ditemukan pada ketat antara musik domestik dan mancanegara.
industri radio siaran dan musik rekaman di Untuk itu, industri musik rekaman merasa perlu
Indonesia. Salah satunya adalah seperti yang melakukan perluasan peluang bisnisnya melalui
dilakukan oleh Kompas Group. Meskipun Kompas strategi spasialisasi dengan merambah pangsa pasar
Gramedia Group telah menjadi media besar di off air. Hal ini menunjukkan peta baru bahwa
Indonesia, hal tersebut tidak menjamin stabilitas dan industri musik rekaman saat ini tidak dapat hanya
keamanan bisnisnya. Untuk itu, Kompas juga mengandalkan kemitraan dengan stasiun radio saja,
menerapkan strategi bertahan di era digital yang tetapi mulai membuat rute sendiri dalam
dinamis ini melalui praktik spasialisasi horizontal memasarkan produk musiknya.
dengan memperluas jaringan bisnis medianya yang Upaya menyasar pangsa pasar off air seperti
tidakhanya berfokus pada surat kabar, televisi, yang dilakukan studio rekaman PT. Music Factory
percetakan, media online, tetapi juga Indonesia (MFI) melalui strategi co-branding
mempertahankan eksistensi media radio. Spasialisasi dengan KFC adalah salah satu bentuk antisipasi
horizontal media Kompas dalam bisnis jaringan terhadap praktik pembajakan. Selain itu, mereka
radio dilakukan melalui kerjasama dengan sejumlah juga menerapkan strategi lain untuk memasarkan
stasiun radio, seperti Radio Sonora. Radio produk musik tanpa terancam pembajakan melalui
Sonoramerupakanstasiun radio yang berkomitmen penjualan Nada Sambung Pribadi (NSP), pemasaran
untuk mewujudkan visi sebagai radio informasi dan berbayar melalui iTune, dan sejenisnya. Persoalan
hiburan yang paling diminati oleh pendengar dan mendasar yang dihadapi oleh industri musik
pemasang iklan serta untuk mengantisipasi berbagai rekaman adalah masih lemahnya perlindungan
perubahan yang terjadi di masyarakat. Selain Radio negara terhadap pelanggaran hak cipta, khususnya
Sonora, kerja sama juga dijalin dengan beberapa untuk produk musik. Padahal pemerintah telah
stasiun radiolain, misalnya Motion Radio (Jakarta), menetapkan regulasi Undang-undang RI Nomor 19
Smart FM (Jakarta), RAL FM (radiountuk segmen Tahun 2002 mengenai Hak Cipta. Pada saat publik

7
Jurnal Komunika
Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia Berdasar Aspek Ekonomi Politik Komunikasi

tidak dapat lagi mengandalkan ketegasan pemerintah individusebagai pelaku sosial yang perilakunya
dalam memberantas pembajakan, maka pada titik didasari oleh hubungan sosial merekadan posisi,
inilah industri musik rekaman mulai menerapkan termasuk kelas, ras, dan jenis kelamin. Dengan kata
strategi spasialisasinya. Dalam konteks ini, negara lain, strukturasi berkaitan dengan relasi ide
gagal melindungi hak cipta warga negaranya secara antaragen masyarakat, proses sosial dan praktik
bertanggung jawab. sosial dalam analisis struktur. Strukturasi dapat
Lebih jauh, praktik spasialisasi ini pada akhirnya digambarkan sebagai proses saling ditegakkannya
juga melahirkan konglomerasi media. Hanya struktur sosial oleh para agen sosial, dan bahkan
kelompok media bermodal besar yang dapat masing-masing bagian dari struktur mampu
mengembangkan bisnisnya ke berbagai lini. Apa bertindak melayani bagian yang lain. Hasil akhir
yang dilalukan oleh Kompas Gramedia Group dan dari strukturasi adalah pengorganisasian serangkaian
PT. Music Factory Indonesia (MFI) adalah contoh hubungan sosial dan proses kekuasaan di antara
konkret praktik spasialisasi yang berujung pada kelas, gender, ras dan gerakan social, yang masing-
konglomerasi media di Indonesia. Hal ini masing berhubungan erat satu sama lain dengan
bertentangan dengan tujuan UU Penyiaran No. 32 kepentingan hegemonik.
Tahun 2002 Pasal 5 (g) mencegah monopoli Pertalian promosi musik rekaman melalui radio
kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat siaran otomatis membawa dampak pada praktik
di bidang penyiaran. Fenomena ini lagi-lagi strukturasi industri di kedua media tersebut.
menunjukkan lemahnya negara dalam membela Lingkaran strukturasi ini salah satunya dapat
kepentingan publik. Menjamurnya praktik berbentuk hegemoni ideologi. Terdapat tiga irisan
spasialisasi pada industri musik rekaman dan radio wilayah yang bersaing membentuk hegemoni
siaran menandakan bahwa negara masih tunduk ideologi musik dalam industri radio siaran di
pada kepentingan kapital bermodal besar. Otomatis, Indonesia. Pertama, pada tataran jaringan stasiun
cita-cita siaran nasional yang merata masih jauh dari radio nasional, terdapat pertarungan hegemoni
harapan publik. ideologi musik asing dan musik nasional Indonesia
Lebih dari itu, penguasaan kepemilikan media dengan rasio perbandingan 50:50. Musik asing yang
radio siaran juga menimbulkan praktik konglomerasi masuk dalam tanggal lagu dunia dan disiarkan
frekuensi. UU Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999 melalui jaringan radio nasional Indonesia, tanpa
mensyaratkan satu pihak hanya dapat memiliki satu sadar membentuk hegemoni budaya asing seperti
izin frekuensi. Namun dalam prakteknya, peraturan efek westernisasi, munculnya penggemar budaya
ini mudah disiasati oleh para pengusaha bermodal musik K-Pop yang Korea-sentris, hingga demam
besar dalam memperoleh izin lebih dari satu musik Hindustan(India-sentris).
frekuensi yaitu dengan cara mengatasnamakan orang Kedua, karya musik rekaman berbahasa
lain untuk mengajukan izin frekuensi Indonesia juga harus bertarung memperebutkan
(Wahyuningsih, 2014). Dengan kata lain, dalam perhatian audiens di saluran yang sama dengan lagu
konteks spasialisasi, kebijakan radio siaran di asing yaitu di jaringan radio siaran nasional.
Indonesia masih belum sepenuhnya memihak Meskipun pemerintah dalam UU Penyiaran No. 32
kepentingan masyarakat, sehingga peluang monopoli Tahun2002 telah mendorong munculnya konten
bisnis media masih mungkin terjadi. radio siaran berbahasa nasional Indonesia untuk
memupuk nasionalisme, konten musik nasional
Praktik Strukturasi dalam Industri Musik berbahasa Indonesia juga dapat membawa efek
Rekaman dan Radio Siaran di Indonesia: negatif berupa hegemoni kultur Jakarta-sentris
Ancaman Imperialisme Budaya Global dan khususnya bagi pendengar radio di daerah. Ketiga,
Mandulnya Identitas Nasional Indonesia sektor lain yang juga membawa hegemoni ideologi
adalah musik daerah yang juga populer diputar di
Pintu masuk ekonomi politik komunikasi yang radio siaran lokal, misalnya lagu campursari dan
ketiga adalah strukturasi. Strukturasi oleh Anthony dangdut koplo populer di radio lokal Jawa, lagu
Giddens dalam Mosco (2009) dipandang sebagai “A daerah Bali populer di radio lokal Bali, demikian
process by which structures are constituted out of halnya dengan lagu daerah lainnya.
human agency.” Artinya, strukturasi mengacu pada Dalam tataran ini, implementasi UU Penyiaran
konsepsi sosial fundamental yang melibatkan No. 32 Tahun 2002 sangat penting artinya.

8
Jurnal Komunika
Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia Berdasar Aspek Ekonomi Politik Komunikasi

Pemerintah harus benar-benar mengawasi proporsi dampak negatif imperialisme budaya. Namun
musik asing dan nasional yang diperdengarkan di faktanya, keberadaan UU Penyiaran No. 32 Tahun
radio siaran Indonesia untuk meminimalisasi 2002 tidak cukup efektif untuk mengatur konten
budaya yang dikonsumsi oleh warga negaranya.
Salah satu alasan mendasarnya adalah karena KESIMPULAN
pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya
Implementasi kebijakan industri musik rekaman
manusia untuk mengawasi konten budaya yang ada
dan radio siaran di Indonesia dapat diidentifikasi
di media, termasuk yang disiarkan melalui stasiun
melalui tiga aspek pintu masuk ekonomi politik
radio di Indonesia. Kewenangan KPI dalam UU
komunikasi. Pertama, praktik komodifikasi konten
Penyiaran saja hingga saat ini masih tumpang tindih,
musik yang dipromosikan melalui media radio
sementara kemampuan self censorship yang
membantu mengenalkan musik-musik karya anak
dilakukan oleh masing-masing media penyiaran
bangsa dan memunculkan fetishisme selebritas dari
yang ada di Indonesia tidak memiliki standar yang
industri musik rekaman. Kedua, praktik spasialisasi
sama. Hal ini berbeda dengan kebijakan pemerintah
melahirkan konglomerasi oleh kelompok media
Tiongkok yang lebih ketat mengatur distribusi
besar seperti Kompas Gramedia Group yang
konten yang dikonsumsi warga negaranya.
menguasai jaringan radio nasional. Praktik
Kebijakan proteksi film asing dengan pembatasan
spasialisasi horizontal dilakukan oleh perusahaan
kuota penayangan film yang bersifat revenue-
musik rekaman PT Music Factory Indonesia (MFI)
sharing sebanyak 20-34 film saja (Mccutchan,
dengan menerapkan strategi co-branding dengan
2013), hingga larangan aplikasi Facebook di
KFC untuk memasarkan musiknya karena saat ini
Tiongkok adalah cara negara tersebut
tidak dapat hanya mengandalkan promosi musik
meminimalisasi kontaminasi budaya asing tanpa
melalui radio siaran. Ketiga, praktik strukturasi
menghilangkan identitas budaya lokal. Pemerintah
melahirkan hegemoni kebudayaan musik asing,
Indonesia belum sepenuhnya menjalankan kontrol
nasional, dan lokal. Dari hasil analisis aspek
terhadap konten kebudayaan seperti yang
ekonomi politik komunikasi tersebut dapat
diamanatkan dalam UU Penyiaran No. 32 Tahun
disimpulkan bahwa kebijakan industri radio siaran
2002 Pasal5 yaitu memajukan kebudayaan nasional
dan musik rekaman di Indonesia belum sepenuhnya
Indonesia.
membela kepentingan rakyat. Hal ini ditunjukkan
Dilihat dari sisi konten, produk musik rekaman
dengan masih adanya praktik konglomerasi media
Indonesia khususnya karya anak bangsa yang
dan manipulasi ijin frekuensi siaran yang
banyak disiarkan di stasiun radio saat ini seolah
menunjukkan masih lemahnya implementasi UU
kehilangan ruh nasionalisme Indonesia di tengah isu
Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dan UU
disintegrasi bangsa yang saat ini hangat dibicarakan.
Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999.
Audiens merasa lebih update bila mendengarkan
lagu yang kekinian atau asing dan parahnya, stasiun
radio maupun pihak musik rekaman justru tunduk
SARAN
pada selera pasar/audiens yang murni untuk Guna mempertegas implementasi UU Penyiaran
kepentingan komersial. Akibatnya, persoalan No. 32 Tahun 2002 dan UU Telekomunikasi No. 36
nasionalisme bukan lagi menjadi prioritas utama. Tahun 1999, pemerintah perlu melakukan
Hal ini paradoksal dengan konten musik rekaman pengawasan terhadaptumbuhnya hegemoni budaya
yang diperdengarkan di stasiun radio pada masa asing melalui media musik yang disiarkan, baik
perjuangan kemerdekaan Indonesia dan masa-masa melalui radio dan media lainnya,agar tidak mengikis
membangun bangsa pasca 17 Agustus 1945. semangat nasionalisme warga Indonesia. Di samping
Menyikapi fenomena ini, pemerintah seperti belum itu, pemerintah juga harus memonitor praktik jual
melihat peluang penanaman konten nasionalisme beli frekuensi oleh pemodal besar. Hal tersebut
melalui musik dan media radio. Pemerintah sibuk dapat dilakukan dengan membangun kerjasama
menggaungkan isu nasionalisme di panggung formal dengan masyarakat melalui perantara KPI daerah
dan media sosial dan justru abai pada konten di untuk melakukan sistem pengawasan bersama. Di
media radio maupun musik rekaman yang ada di sisi lain, pemerintah perlu mendukung nilai-nilai
Indonesia. positif yang muncul dari industri radio siaran dan
musik rekaman berupa penciptaan lapangan kerja

9
Jurnal Komunika
Analisis Implementasi Kebijakan Industri Radio Siaran dan Musik Rekaman di Indonesia Berdasar Aspek Ekonomi Politik Komunikasi

baru bagi masyarakat, seperti lahirnya industri musik Stasiun Radio. Buletin Studi Ekonomi,
indie dan munculnya selebritas musisi baru di Volume 13, Nomor 1.
berbagai daerah. Romli, A.S.M. (2004). Broadcast Journalism:
Panduan Menjadi Penyiar, Reporter, dan
DAFTAR PUSTAKA Scriptwriter. Bandung: Penerbit Nuansa.
Sen, K., & Hill, D.T. (2001). Media, Budaya, dan
Compusiciannews.com. (2014). Sejarah Awal
Politik di Indonesia. Jakarta: ISAI.
Industri Musik Indonesia. Diakses pada 25
Simamora, E.R. (2016). Spasialisasi dan
Februari 2018, dari
Konglomerasi media Pada Kelompok Kompas
http://www.compusiciannews.com/read/Sejara
Gramedia. The Messenger, Vol. VIII, No. 2,
h-Awal-Industri-Musik-Indonesia-827.
100-111.
Dominick, Y.S., et. al. (2000). Broadcasting, Cable,
Swa.co.id. (2008). Bait Baru Industri Musik
Internet and Beyond, An Introduction to
Indonesia. Diakses pada 1 April 2018, dari
Modern Electronic Media. USA: McGraw
https://swa.co.id/swa/listed-articles/bait-baru-
Hill Company.
industri-musik-indonesia.
Guthrie, J.L. (2014). Economy of The Ether: Early
Wahyuningsih, S. (2014). Analisis Kendala
Radio History and The Commodification of
Perizinan Spektrum Frekuensi Radio untuk
Music. MEIEA Journal, Nashville Vol 14, lss,
Radio Komunitas. Puslitbang Sumber Daya
1.
dan Perangkat Pos dan Informatika: Jakarta.
KPI. (2018). Sejarah Singkat Perkembangan Radio.
Wasko, J. (1997). The Political Economy of
Diakses pada tanggal 23 Februari 2018, dari
Information. Medison: The University of
http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-
Wisconsin Press.
dalam-negeri/34250-sejarah-perkembangan-
Wilkin, P. (2001). The Political Economy of Global
radio.
Communication: An Introduction. London:
Lausa, A. (2011). Pembajakan Musik dan Lagu
Pluto Press.
Secara Digital. UNAND.
List, D. (2003). Participative Marketing for Local
Radio. New Zealand: Original Books.
Masduki. (2006). Jurnalistik Radio: Menata
Profesionalisme Reporter dan Penyiar.
Yogyakarta: Lkis.
Mccutchan, S. (2013). Government Allocation of
Import Quota Slots to US Film in China’s
Cinematic Movie Market. Nort Carolina:
Duke University Durham.
Mcpress.media-commons.org. (2018). Music in The
Air Radio and The Record Industry. Diakses
pada 25 Februari 2018, dari
http://mcpress.media-
commons.org/piracycrusade/chap2/music-in-
the-air-radio-and-the-record-industry/.
Morissan. (2008). Manajemen Media Penyiaran.
Jakarta: Kencana.
Mosco, V. (2009). The Political Economy of
Communication. London: Sage Publication.
Prayuda. (2004). Radio. Jakarta: Media Publising.
Putranto, W. (2010). Rolling Stone Music Biz
Manual Cerdas Menguasai Bisnis Musik.
Yogyakarta: B First.
Rahanatha, G.B. (2008). Skema Pembentukan
Positioning Terhadap Pendengar Dari Sebuah

10

You might also like