Professional Documents
Culture Documents
BAYI TABUNG
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah : Masail Fiqhiyyah
Dosen Pengampu : Yoyoh Badriyyah S.Pd.I M.Ag.
Disusun Oleh :
Meisyanti Ilmi Lativy 2108101173
M Ircham Almas’ury 2108101174
Siti Rahmah Alhusaeni 2108101181
M Hasyim Athoillah 2108101185
KELAS 3/E
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH MURJATI CIREBON
TAHUN 2022
BAYI TABUNG
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Capaian pembelajaran yang hendak dicapai dari kajian tentang “Bayi Tabung” yaitu :
Kajian tentang Bayi Tabung dikatakan tuntas ketika mahasiswa sudah mencapai
indikator-indikator tersebut :
C. MATERI PEMBELAJARAN
Bayi tabung adalah suatu istilah teknis. Istilah ini tidak berarti bayi yang
terbentuk di dalam tabung, melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk
membantu pasangan subur yang mengalami kesulitan di bidang” pembuahan “sel
1
telur wanita oleh sel sperma pria. Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari
indung telur wanita dengan alat yang disebut “laparoscop” ( temuan dr. Patrick C.
Steptoe dari Inggris ). Sel telur itu kemudian diletakkan dalam suatu mangkuk
kecil dari kaca dan dipertemukan dengan sperma dari suami wanita tadi. Setelah
terjadi pembuahan di dalam mangkuk kaca itu tersebut, kemudian hasil
pembuahan itu dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian
mengalami masa kehamilan dan melahirkan anak seperti biasa.
Bayi tabung dalam istilah ilmiahnya adalah usaha manusia untuk mengadakan
pembuahan, dengan menyatukan atau mempertemukann antara sel telur wanita
(ovum) dengan spermatozoa pria dalam sebuah tabung gelas. Pembuah seperti ini
disebut dengan in vivo. Sedangkan proses pembuahan secara alamiah disebut
dengan in vitro.
Dalam masalah bayi tabung, jika sperma dan ovum yang dipertemukan itu
berasal dari suami istri yang sah, maka hal itu dibolehkan. Tetapi jika sperma dan
ovum yang dipertemukan itu bukan berasal dari suami istri yang sah, maka hal itu
tidak dibenarkan, bahkan dianggap sebagai perzinahan terselubung.
Dibolehkannya bayi tabung bagi suami istri yang sah, disebabkan karena
manfaatnya sangat besar dalam kehidupan rumah tangga. bagi suami istri yang
sangat merindukan seorang anak, namun tidak bisa berproses secara alami, maka
setlelah diproses melalui bayi tabung, anak yang dirindukan itu akan segera hadir
di sisinya. disinilah letak maslahatnya, sehingga kebolehannya didasarkan melalui
mashlahat al mursalah.
Melahirkan dan memiliki banyak anak merupakan salah satu tujuan dasar dari
suatu pernikahan. Hal ini juga merupakan sunnah Rasulullah SAW. Diriwayatkan
dari Anas RA bahwa Nabi SAW telah bersabda :
2
“Menikahlah kalian dengan wanita-wanita yang subur (peranak) karena
sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya) kalian pada Hari Kiamat
nanti.”(HR. Ahmad)
Proses seperti ini merupakan upaya medis untuk mengatasi kesulitan yang ada,
dan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’. Sebab upaya tersebut adalah upaya
untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam.
Begitu pula haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut
terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur
yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Demikian pula haram
hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami
dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan
dalam rahim isteri.
Ketiga bentuk proses diatas tidak dibenarkan oleh Hukum Islam, sebab akan
menimbulkan percampur adukkan dan penghilangan nasab, yang telah
diharamkan oleh ajaran islam. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan
bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya,
atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka ia akan
3
mendapat laknat dari Allah SWT, para Malaikat, dan seluruh manusia” (HR.
Ibnu Majah)
3. Jenis-jenis bayi tabung
Dari penjelasan diatas, terdapat beberapa jenis dari bayi tabung yang
diperbolehkan dan ada pula yang diharamkan. Apabila ditinjau dari segi sperma,
dan ovum serta tempat embrio ditransplantasikan, maka bayi tabung dapat dibagi
menjadi 8 (delapan) jenis yaitu:
1. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-
isteri, kemudian embrionya ditrans-plantasikan ke dalam rahim isteri;
2. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-
isteri, lalu embrionya ditransplan-tasikan ke dalam rahim ibu pengganti
(surrogate mother);
3. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovumnya berasal
dari donor, lalu embrionya ditrans-plantasikan ke dalam rahim isteri;
4. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, sedangkan ovumnya
berasal dari isteri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri;
5. Bayi tabung yang menggunakan sperma donor, sedangkan ovumnya
berasal dari isteri lalu embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim
surrogate mother;
6. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, sedangkan ovumnya
berasal dari donor, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam
rahim surrogate mother;
7. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor, lau
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri'
8. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum berasal dari donor,
kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim surrogate mother.
(Salim, 1993: 9).
4
Majlis Ulama Indonesia (MUI) Dalam fatwanya pada 13 juni 1979, menetapkan 4
keputusan mengenai permasalalahan ini
a. Mubah
Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasutri yang sah, maka hukumnya
boleh (mubah), karena ini bentuk ikhtiyar yang berdasarkan kaidah agama. Asal
keadaan pasutri ini benar-benar memerlukan cara ini untuk memperoleh anak, karean
apabila menggunakan cara alami maka pasangan ini tidak akan mendapatksn hasil
yang di inginkan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqh
الحاجة تنزل منزلة لضرورة والضرورة تبيح الحضوراة
“Hajat(kebutuhan yang penting) di perlukan dalam keadaan terpaksa, padahal dalam
keadaan terpaksa, itu membolehkan perkara yang terlarang).
b. Haram
1. Apabila mani yang di tabung dalam rahim wanita tersebut bukan dari pasangan
yang sah (orang lain) maka bayi tabung hukumya haram mutlaq, hal tersebut
disandarkan pada hadist nabi yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas RA. Yang artinya:
“Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan allah Swt,
dibanding dengan perbuatan lelaki yang menaruh spermanya(zina) di dalam rahim
wanita yang tidak Halal baginya”
2. Apabila sperma yang di tabung milik suami istrin tapi mengeluarkannya tidak
muhtarom, maka hukumnya juga haram, mani muhtarom adalah mani yang
dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’, terkait mani yang yang
dikeluarkan secara muhtarom para ulama mengutip dasar hukum dari kitab kifayatul
akhyar II/113, “ seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan
spermanya(onani) dengan tangan istrinya,maka hal tersebut diperbolehkan,karena
istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang”
5. Hukum Bayi Tabung dan Hubungan Nasabnya
1. Anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung dengan menggunakan
sperma & ovum dari pasangan suami-istri, kemudian embrionya ditransfer ke
dalam rahim istrinya. Hasan Basri mengemukakan bahwa “Proses kelahiran
melalui teknik bayi tabung menurut agama Islam itu dibolehkan asal pokok
sperma dan sel telurnya dari pasangan suami-istri. Hal ini disebabkan
perkembangan ilmu pengetahuan yang menjurus kepada bayi tabung dengan
positif patut disyukuri. Dan ini merupakan karunia Allah SWT, sebab bisa
dibayangkan sepasang suami-istri yang sudah 14 mendambakan seorang anak
bisa terpenuhi”
5
Adapun Husein Yusuf mengemukakan bahwa : “Bayi tabung
dilakukan bila sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang diproses
dalam tabung, setelah terjadi pembuahan kemudian disarangkan dalam rahim
istrinya sampai saat terjadi kelahiran, maka secara otomatis anak tersebut
dapat dipertalikan keturunannya dengan ayah beserta ibunya, dan anak itu
memiliki kedudukan yang sah menurut syari’at Islam.
2. Anak dilahirkan melalui proses bayi tabung dengan sperma & ovum dari
pasangan suami-istri yang embrionya ditransferkan kedalam rahim ibu
pengganti (surrogate mother). Ali Akbar mengatakan bahwa “Menitipkan bayi
tabung pada Wanita yang bukan ibunya boleh, karena si ibu tidak
menghamilkannya sebab rahimnya mengalami gangguan, sedangkan
menyusukan anak kepada Wanita lain diperbolehkan dalam islam, malah
boleh diupahkan. Pendapat tersebut menyatakan bahwa cara ini disamakan
dengan dengan ibu susuan yang dikenal dalam Islam. Sedangkan Salim
Dimyati menyatakan sebagai berikut : “Bayi tabung yang menggunakan sel
telur & sperma dari suami-istri yang sah, lalu embrionya dititipkan kepada ibu
yang lain (ibu pengganti) maka anak yang dilahirkannya tidak lebih hanya
anak angkat belaka, sebab anak angkat bukanlah anak sendiri, tidak boleh
disamakan dengan anak kandung”
6
3. Anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung dengan sperma dan atau
ovum donor, secara tegas tidak ditemukan di dalam Al-qur’an, baik secara
khusus tentang kedudukan anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung
yang menggunakan sperma donor dan ovumnya berasal dari istri, kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim isteri. Tetapi yang ada adalah
adanya larangan pengguna sperma donor, seperti terdapat Surat Al-Baqarah :
223 dan Surat An-Nur :30-31.
Di dalam Hadits Nabi Muhammad SAW disebutkan bahwa “Tidak ada suatu dosa
yang lebih besar di sisi Allah sesudah syirik daripada seorang laki-laki yang
meletakkan maninya kedalam rahim perempuan yang tidak halal baginya” (HR. Abid
Dunya dariAl Haitamy Ibn Malik At Ta”i). Apabila ditelaah hadits ini maka jelaslah
bahwa meletakkan sperma kedalam rahim Wanita yang tidak sah baginya adalah
merupakan dosa besar sesudah syirik kepada Allah SWT.
Berdasarkan atas firman Allah SWT dan Hadist Nabi Muhammad saw tersebut, maka
dapatlah dikemukakan bahwa seorang istri tidak diperkenankan untuk menerima
sperma dari orang lain, baik yang dilakukan secara fisik maupun dalam bentuk pre-
embrio. Dan hal yang terakhir ini analog dengan penggunaan sperma donor. Karena
disini pendonor tidak melakukan hubungan badan secara fisik dengan istri, tetapi istri
menerima sperma dalam bentuk pre-embrio. Dan apabila hal ini juga dilakukan oleh
istri, maka ini juga termasuk dosa besar sesudah syirik. Kedudukan anaknya adalah
sebagai anak zina.
D. RANGKUMAN
Proses seperti ini merupakan upaya medis untuk mengatasi kesulitan yang ada,
dan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’. Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk
mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam.
7
yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dikembalikan ke tempatnya yang alami di
dalam rahim isteri agar terjadi kehamilan alami. Proses ini dibolehkan oleh Islam, sebab
berobat hukumnya sunnah (mandub) dan disamping itu proses tersebut akan dapat
mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu terjadinya kelahiran dan berbanyak
anak.
3. Apa hukumnya jika melakukan bayi tabung tapi bukan dari sperma ayah
kandungnya melainkan dari sperma orang lain?
a. Haram
b. Mubah
c. Jaiz
8
6. Apa hukumnya menyewa rahim Wanita yang bukan istri untuk proses bayi tabung
dalam islam?
a. Mubah
b. Haram
c. Jaiz
7. Bagaimana status anak yang lahir dari hasil bayi tabung yang berasal dari sperma
dan ovum sepasang suami istri dalam islam?
a. Anak kandung
b. Anak angkat
c. Anak tiri
9. Bagaimana kedudukan anak yang lahir dari hasil bayi tabung yang bukan berasal
dari sperma atau vokum sepasang suami istri?
a. Anak angkat
b. Anak tiri
c. Anak Zina
10. Berikut ini adalah landasan hukum yang membahas tentang bayi tabung dalam
makalah ini, kecuali
a. Mubah
b. Haram
c. Halal
9
F. REFERENSI
Ali Akbar, 1982. Seksualitas Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta; Ghalia Indonesia).
Hal
Said Agil Husin Al-Munawar, op. cit hal 115
Bayi Tabung ditinjau dari Hukum. Yogyakarta: FK UGM
Zuhdi, Masyfuk. 1993. Masail Fiqhiyah. Jakarta: CV. Haji Masagung.
Qardawi, Muhammad Yusuf Al-. 1990. Halal dan Haram dalam Islam. Alih Bahasa
Muhammad Hamidy. Surabaya: Bina Ilmu.
Mertokusumo, Sudikno. 1980. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Lyberti
Dimyati, H. Salim. 1986. Permainan Buatan dan Bayi Tabung. Jakarta: Univertas
Muhammdiyah.
MUI. 1990. Keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang inseminasi buatan/bayi
tabung (No. Kep. 952/MUI/IX/1990). Jakarta.
Mahmud, Kamal. 1980. “Permainan Buatan dan Fatwa MPKS”. Dalam Tempo. VI.
Jakarta.
10