You are on page 1of 47

ASUHAN KEBIDANAN PADA MATERNAL DAN NEONATAL

DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN BBLR

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Patofisiologi pada
Program Studi Pendidikan Profesi
Dosen Pengampu : Uly Atrha Silalahi, SST, M.Keb

Disusun Oleh:
Kelompok 9 :
1. Lia Maulidyawati 7. Dede Tresnawati
2. Anita Ganita 8. Elah Nurhayati
3. Imas Ipah 9. Kintan Yulianti Avifah
4. Irma Hendrawati 10. Kurniawati
5. Elza Dwi Asri Warisdiani 11. Heni
6. Mela Melinda 12. Eet Supriatin

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN PROFESI BIDAN
TASIKMALAYA
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Kebidanan pada Maternal dan Neonatal dengan Ketuban Pecah
Dini dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Patofisiologi dalam Kasus Kebidanan di Program Studi
Profesi Bidan.

Dalam proses penyusunan makalah ini kami menjumpai hambatan, namun


berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini, oleh karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih dan
penghargaan setinggi- tingginya kepada :

1. Hj Ani Radiati R, S.Pd, M.Kes, selaku direktur Poltekkes Kemenkes


Tasikmalaya
2. Nunung Mulyani, APP,M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan
3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST,M.Keb selaku ketua Program Studi Profesi Bidan
4. Endang Astiriyani, SST, MKeb selaku dosen mata kuliah patofisiologi kasus
kebidanan.
5. Serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu.

Karena berbagai keterbatasan, kami menyadari bahwa banyak kekurangan dari


laporan ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, kami berharap
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Tasikmalaya, September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… i


DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN1

A. Latar Belakang .......………………………………………………….. 1

B. Tujuan ………………………………………………………………... 3
C. Manfaat ……………………………………………………………… 4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Ketuban Pecah Dini (KPD)
1. Pengertian …………………………………………………….. 5
2. Etiologi ……………………………………………………….. 5
3. Tanda dan Gejala ………………………………………….….. 9
4. Patifisiologi …………………………………………………… 11
5. Penatalaksanaan Kebidanan …………………………….……. 12
B. BBLR
1. Pengertian …………………………………………………….. 14
2. Klasifikasi ..……………………………………………..…….. 14
3. Etiologi ……………………………………………………….. 14
4. Masalah BBLR ……………………………………………….. 16
5. Tatalaksana …………………………………………………… 18
6. Dampak BBLR ……………………………………………….. 18
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Asuhan Kebidanan Maternal Kasus KPD ……………………………. 20
B. Asuhan Kebidanan Neonatal Kasus BBLR ………………………….. 29
BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………………… 32
BAB V PENUTUP …………..…………………………………………………. 40

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 41

i
i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan memang menjadi momen membahagiakan yang dinanti
oleh para calon ibu. Meski begitu, kehamilan selalu identik dengan berbagai
perubahan yang terjadi akibat pengaruh hormon yang juga turut berubah.
Berbagai gangguan (komplikasi) kehamilan dialami oleh beberapa ibu hamil,
bahkan beberapa wanita meninggal dunia.
Angka kematian ibu di Indonesia sampai saat ini masih tinggi, ini
merupakan suatu masalah kesehatan yang sampai saat ini belum diatasi
secara tuntas. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, AKI (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan
nifas ) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Tiga penyebab utama
kematian ibu adalah : perdarahan, preeklamsia dan infeksi.
Penyebab kematian ibu akibat infeksi salahsatunya infeksi dari kasus
Ketuban Pecah Dini (KPD). Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai
pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini
dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm
atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37
minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes
(PPROM). (Ali et al., 2021).
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan
secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan
erat dengan KPD, namun beberapa faktor-faktor mana yang lebih berperan
sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya infeksi,
servik yang inkompetensia, trauma, hidramnion, gamely, trauma yang
didapat dan kelainan letak (Nugroho, 2010).
Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena
prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD
aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi

1
pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari
kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari
semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun
19813. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan dan
melakukan penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya. (Ali et al., 2021).
Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas
dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang
mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat,
bahkan fetus/ neonates akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas
terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi
mengalami kematian. Persalinan premature dengan potensi masalah yang
muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat inutero merupakan
komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar
18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat. (Ali et al., 2021).
Pada praktiknya manajemen KPD saat ini sangat bervariasi.
Manajemen bergantung pada pengetahuan mengenai usia kehamilan dan
penilaian risiko relatif persalinan preterm versus manajemen ekspektatif.
Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan bertambah pemahaman
mengenai risiko-risiko serta faktor-faktor yang mempengaruhi, diharapkan
ada suatu pedoman dalam praktik penatalaksanaan KPD aterm dan KPD
preterm, seperti waktu persalinan, penggunaan medikamentosa, dan praktik
pemilihan/ pengawasan terhadap manajemen ekspektatif, karena masih
banyaknya variasi mengenai manajemen KPD, khususnya KPD preterm.
Dengan adanya pendekatan penatalaksanaan yang sistematis dan berbasis
bukti ataupun konsensus maka diharapkan luaran persalinan yang lebih baik.
Dampak yang dapat ditimbulkan akibat terjadinya KPD adalah berbagai
macam komplikasi neonatus meliputi prematuritas (Bayi lahir dengan berat
badan rendah/BBLR), respiratory distress syndrome, pendarahan
intraventrikel, sepsis, dan fetal distress, sedangkan dampak KPD pada ibu
yaitu dapat menyebabkan mudahnya transmisi bakteri yang dapat
menimbulkan infeksi infeksi asenden dan intrapartal mulai dari bagian luar

2
ke bagian dalam rahim. Ibu bersalin yang mengalami fase laten memanjang
akan meningkatkan peluang infeksi pada bagian dalam rahim serta bayi yang
lahir dari persalinan premature. Hal tersebut juga dapat meningkatkan
kejadian angka kesakitan maupun angka kematian pada ibu dan bayi yang
ada di dalam rahim sehingga meningkatkan AKI maupun AKB (Ali et al.,
2021).
Salah satu upaya penanganan yang dilakukan yaitu dengan deteksi
dini, yang dapat dilakukan melalui pelayanan dan asuhan antenatal care
(ANC) yang merupakan cara untuk memonitoring dan mendukung kesehatan
ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal agar tidak
menjadi abnormal dengan pemeriksaan protein urone secara rutin,
pemeriksaan tekanan darah, pemantauan berat badan.
Jumlah 10 Kasus obstetri terbanyak pada tahun 2021 yaitu kasus
KPD, kasus terbanyak kedua yaitu Preeklamsi dan yang ke tiga Ikterus.
Penting untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya KPD pada ibu
bersalin karena hal tersebut dapat menjadi upaya untuk melakukan tindakan
preventif.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka kami tertarik untuk membahas
asuhan kebidanan pada maternal dengan kasus KPD dan neonatal dengan
kasus BBLR.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal
dengan kasus Ketuban Pecah Dini (KPD) yang berpusat pada Perempuan
dan kegawatdaruratan neonatal dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
secara komprehensif dan berkesinambungan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan asuhan kebidanan meliputi pengkajian,
penegakan diagnosis kebidanan, mengidentifikasi masalah potensial,
mengidentifikasi tindakan segera menyusun perencanaan,

3
mengimplementasikan dan melakukan evaluasi berdasara clinical
reasoning dan hasil kajian evidance based practice.
b. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan dan pelaporan
kebidanan.

C. Manfaat
Mampu mengetahui dan memahami mengenai pengkajian,
menginterpretasi data dari hasil pengkajian, mengidentifikasi kebutuhan akan
tindakan segera untuk mencegah kemungkinan yang terjadi pada kasus
maternal secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan serta mampu membuat
rencana asuhan kebidanan yang akan diberikan pada klien dengan kasus
ketuban pecah dini yang berpusat pada perempuan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketuban Pecah Dini (KPD)


1. Pengertian
Menurut POGI (2016) pengertian KPD adalah pecahnya selaput
ketuban (amnion dan korion) tanpa diikuti tanda persalinan pada kehamilan
aterm atau pecahnya selaput ketuban pada kehamilan preterm.
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan. Ketuban pecah
dini (KPD) yang terjadi pada kehamilan cukup bulan >37 minggu disebut
KPD aterm atau disebut premature rupture of membranes (PROM), KPD
yang tejadi pada usia kehamilan kurang <37 minggu disebut KPD preterm
premature rupture of membrance (PPROM). Pada kehamilan aterm 8-10 %
kehamilan akan mengalami ketuban pecah dini. (Prawirohardjo, 2016).
Ketuban Pecah Dini adalah keadaan pecahnya ketuban pada saat kehamilan
atau pada saat persalinan sebelum pembukaan serviks mencapai fase aktif.
(Sarwono, 2016)

2. Etiologi
Ada beragam mekanisme yang menyebabkan pecahnya membran
prelaboratif. Hal ini dapat terjadi akibat melemahnya fisiologis dari membran
yang dikombinasikan dengan kekuatan yang disebabkan oleh kontraksi
uterus. Infeksi intamniotik umumnya dikaitkan dengan PPROM. Faktor risiko
utama untuk PPROM termasuk riwayat PPROM, panjang serviks pendek,
perdarahan vagina trimester kedua atau ketiga, kekurangan nutrisi dari
tembaga dan asam askorbat, gangguan jaringan ikat, indeks massa tubuh
rendah, status sosial ekonomi rendah, merokok, dan penggunaan narkoba.
Meskipun berbagai etiologi, sering tidak ada penyebab yang jelas yang
diidentifikasi pada pasien yang datang dengan PROM. (Hong, 2019).
Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini menurut jurnal
(Susilowati,dkk. 2021) yaitu sebagai berikut:

5
a. Usia
Usia dapat dikategorikan menjadi dua yaitu risiko tinggi dan risiko
rendah, ibu dengan usia risiko tinggi mempunyai risiko lebih tinggi
terjadi KPD daripada ibu dengan risiko rendah dengan usia <20 tahun hal
ini dikarenakan organ reproduksinya belum bekerja dengan baik
termasuk jalan lahir wanita yang belum optimal untuk bekerja secara
sempurna. Organ reproduksi perempuan yang belum matang dan siap
dapat menyebabkan kurang optimalnya pembentukan beberapa jaringan
yang ada di dalamnya dan dari hal ini nantinya dapat berpengaruh
terhadap pembentukan membran ketuban yang tipis sehingga bisa
menyebabkan KPD. Sedangkan wanita dengan usia di atas 35 tahun akan
mengalami penurunan fungsi organ yang berarti mempunyai potensi
lebih besar untuk terkena penyakit degenerative seperti tensi yang tinggi,
gangguan pada sistem pembuluh darah, dan penyakit gula di mana
beberapa penyakit ini secara tidak langsung juga mempengaruhi dengan
tingkat kejadian KPD. (Maharrani & Nugrahini, 2017).
b. Gemelli
Gemelli merupakan kehamilan ganda yang ditandai dengan ukuran uterus
yang lebih besar dibandingkan dengan usia kehamilannya, dan dapat
menyebabkan terjadinya regangan pada rahim. Hal ini akan
meningkatkan tekanan di dalam rahim, sehingga dengan tekanan yang
berlebihan vaskularisasi tidak berjalan dengan lancar kemudian
mengakibatkan selaput ketuban kekurangan jaringan ikat kemudian
terjadi selaput ketuban yang lemah dan bila terjadi sedikit pembukaan
servik saja maka selaput ketuban akan mudah pecah. (Hackenhaar et al.,
2014).
c. Paritas
Komplikasi pada persalinan biasanya akan sering terjadi pada ibu
multipara dan grandemultipara, hal ini berkaitan dengan fungsi organ
reproduksi yang sudah menurun seperti pada bagian leher rahim yang
berkurang keelastisannya dan hal ini dapat menyebabkan pembukaan

6
yang lebih dini pada serviks sehingga hal lain juga bisa mengakibatkan
kelainan dalam proses persalinan seperti KPD, perdarahan dan eklamsia.
Ibu bersalin dengan paritas yang tinggi akan lebih berpotensi untuk
terkena beberapa komplikasi. Karena jika dilihat lebih tinggi paritas,
lebih tinggi juga angka kematian maternal (Maharrani & Nugrahini,
2017).
d. Preterm
Pada ibu dengan usia kehamilan preterm adalah 28-36 minggu pada
trimester ke-3 selaput ketuban mudah pecah, melemahnya kekuatan
selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi
rahim dan pembesaran janin. Hal ini dikarenakan pecahnya selaput
ketuban berkaitan dengan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstraseluler amnion, korion, dan apotosis membrane janin.
Ketuban pecah dini pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya
faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar dari vagina,
polihidramnion inkompeten serviks solusio plasenta (Tchirikov et al.,
2018).
e. Infeksi
Membran ketuban yang pecah dapat disebabkan oleh banyak hal, adapun
salah satunya yaitu karena adanya bakteri anaerob yang tumbuh pada
area vagina ibu. Hal ini bisa disebabkan oleh vulva hygiene ibu yang
kurang baik sehingga bisa menimbulkan adanya infeksi asendens yaitu
karena adanya perumbuhan bakteri pathogen atau terjadi perubahan
mikroba flora normal yang ada pada daerah vagina maupun servik ibu.
Bakteri pathogen ini nantinya akan merambah melalui vagina kemudian
ke serviks ibu hingga nantinya masuk ke membran ketuban sehingga
dapat menyebabkan penurunan fungsi pada membran ketuban. Serta
dengan adanya bakteri vaginosis yang mengakibatkan peptidase akan
dengan mudah untuk mendegenerasikan kolagen dan melemahkan
membran ketuban yang selanjutnya dapat mengakibatkan pecahnya
membran ketuban (Nguyen et al., 2021).

7
f. Cephalo pelvic disproportion (CPD)
Disorposi Kepala Panggul atau cephalopelvic disproportion (CPD)
adalah suatu kondisi yang timbul karena kepala bayi lebih besar jika
dibandingkan dengan panggul ibu sehingga kepala bayi tidak dapat
melewati panggul ibu. Hal ini dikarenakan bayi dengan makrosomia atau
kelainan ukuran panggul ibu yang sempit dan juga bisa dikarenakan
kombinasi antara keduanya. Disorposi kepala panggul atau CPD dapat
menyebabkan terjadinya KPD, hal ini dikarenakan tidak dapat masuknya
bagian terendah janin ke panggul ibu sehingga akan terjadi penekanan
pada cairan yang terdapat di dalam rahim bagian bawah dan akibatnya
dapat menimbulkan pecahnya membran ketuban atau terjadinya KPD
pada ibu bersalin (Barokah & Agustina, 2021).
g. Riwayat KPD
Riwayat KPD Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan
kejadian ketuban pecah dini dapat berpengaruh besar terhadap ibu jika
menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4
kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD
secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban
pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih
beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya (Shah et al, 2013).
h. Serviks inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot
– otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensia

8
serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Alim, 2015).
i. Kelainan Letak Janin
Kelainan letak pada janin dapat meningkatkan kejadian KPD karena
kelainan letak dapat memungkinkan ketegangan otot rahim meningkat
sehingga dapat menyebabkan KPD. Pada letak sungsang posisi janin
berbalik, kepala berada dalam ruangan yang besar yaitu di fundus uteri
sedangkan bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar di
paksa untuk menepati ruang yang kecil yaitu disegmen bawah rahim,
Sehingga dapat membuat ketuban bagian terendah langsung menerima
tekanan intrauteri dan ketegangan rahim meningkat, sedangkan letak
lintang bagian terendah adalah bahu sehingga tidak dapat menutupi PAP
yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah
maupun pembukaan serviks. (Ahmad, dkk.2021).

3. Tanda dan gejala


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak,
berwarna jernih, campur darah atau campur mekonium, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran mendatang.
Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Sunarti, 2017).

9
Secara prosedural, menurut Saifudin (2015) diagnosis ketuban pecah dini
ditegakkan dengan cara:
a. Anamnesa
Melakukan pendekatan dengan penderita untuk memastikan cairan yang
keluar adalah cairan ketuban. Tanyakan apakah penderita merasakan basah
pada vagina, keluar cairan tiba-tiba dalam kapasitas sedikitbanyak, berbau
khas, warna dan apakah tedapat his yang teratur serta pengeluaran lendir
darah.
b. Inspeksi
Mengamati dengan mata secara langsung, apabila ketuban baru pecah dan
jumlah ketuban masih banyak sehingga mengalir di vagina.
c. Pemeriksaan dengan Spekulum
Diagnosa KPD dapat ditegakkan dengan pemeriksaan dalam
menggunakan spekulum. Pemeriksaan KPD di dapatkan cairan amnion
keluar dari ostium uteri eksterna (OUE), jika cairan amnion belum nampak
keluar penderita diminta untuk batuk, mengejan, atau melakukan manuver
valsalva.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan cairan vagina : warna, konsistensi, bau dan pH
2) Test lakmus. Apabila dengan cara tersebut cairan belum keluar dapat
dilakukan dengan pemeriksaan dengan menggunakan kertas nitrasin
yang ditempelkan pada forniks posterior. Dengan menggunakan
pemeriksaan dengan kertas nitrasin menghasilkan perubahan warna
menjadi biru. Cairan amnion mempunyai pH sekitar 7,0 sampai 7,5
sedangkan pH normal cairan vagina antara 4,5 sampai 5,5. Namun
positif palsu dapat ditemukan oleh karena adanya kontaminasi dari
darah, cairan antiseprik, urine dan infeksi vagina.
3) Mikroskopik. Berdasarkan penelitian Hyagriv, pemeriksaan lain yang
dapat dilakukan adalah fern test, pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara meneteskan cairan sempel pada gelas objek, kemudian
dikeringkan selama 10 menit. Pada pemeriksaan di bawah mikroskop,

10
cairan amnion akan tampak seperti kristal yang berbentuk daun pakis,
yang menunjukkan tingginya kadar protein dan NaCl. Tingkat
ketepatan pada pemeriksaan ini mencapai 90% untuk diagnosis
PPROM dan jika spesimen ditemukan pakis dan nitrazine positif, ibu
harus segera ditangani.
e. Pemeriksaan USG Pemeriksaan USG bertujuan untuk mengetahui jumlah
cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD indeks jumlah cairan
ketuban berkurang yaitu <1000 ml.

4. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung
(Manuaba, 2011) sebagai berikut:
a. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban
sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
b. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1)
dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan
aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan,
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion,
menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
c. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
1) Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban
menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion
dengan dunia luar.
2) Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau
dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.

11
3) Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi
intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi
infeksi.
Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan KPD, infeksi
merupakan faktor utama yang terkait dengan KPD. Selama terjadi infeksi,
terjadi pelepasan endoktoksin dan eksotoksin dari mikroorganisme yang
menginvasi korionamnion dan desidua selanjutnya akan mengaktivasi desidua
dan selaput janin untuk memproduksi sejumlah sitokin, dimana banyak zat
bioaktif yang dilepaskan seperti prostaglandin bertindak intuk merangsang
kontraksi rahim, sedangkan di sisi lain metalloprotease mempengaruhi
kekuatan dari membran yang menyebabkan pecahnya membran (Al-Riyami,
2013). Matrix metalloproteinase (MMP) adalah grup dari protein yang
memecah kolagen. Kolagen memberikan kekuatan regangan utama pada
membran janin, oleh karena itu pecahnya selaput membran janin dikaitkan
dengan peningkatan ekspresi.
Berdasarkan Hasil penelitian Ika Yulia Darma, dkk (2021) ditemukan
kadar MMP-2 serum yang lebih tinggi pada ketuban pecah dini dibandingkan
kehamilan normal. Hal ini dapat disebabkan karena MMP-2 merupakan
enzim yang berperan dalam mendegradasi kolagen sehingga melemahkan
elastisitas selaput ketuban yang merupakan dasar terjadinya ketuban pecah
dini. Pada ketuban pecah dini MMP-2 aktif diawali oleh mekanisme infeksi.
Peningkatan kadar prostaglandin memicu desidua untuk meningkatkan kadar
matriks metalloproteinase-2 (MMP-2), yang kemudian peningkatan kadar
MMP- 9 ini memicu terjadinya peningkatan degradasi matriks ekstraseluler
(ECM). Degradasi matriks ekstraselluler yang meningkat mengakibatkan
terjadinya penurunan elastisistas membran, kemudian perlemahan pada
membran dan pada akhirnya menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
(Weiss et al.2007).

12
4. Penatalaksanaan kebidanan
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur
kehamilan, evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta
dalam keadaan inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini
dilakukan secara konservatif dan aktif, pada penanganan konservatif yaitu
rawat di rumah sakit (Saifuddin, 2015).
Menurut (Prawirohardjo, 2016) penanganan pada kasus ketuban pecah
dini di bagi dalam menjadi 2 yaitu :
1. Konservatif
a. Rawat dirumah sakit
b. Berikan antibiotik ( ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari). Jika
umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
c. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada tanda
infeksi, tes busa negatif beri dexametason, observasi tanda-tanda
infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu.
d. Jika usia 32-37 minggu sudah inpartu, tidak ada tanda infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), dexametason, dan induksi sesudah
24 jam.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-
tanda infeksi intrauterin).
f. Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan bila memungkinkan periksa kadar
lestin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal 2 hari, dexametason I.M 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
2. Aktif

13
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal
sectio cesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg- 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi
berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

14
B. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
1. Pengertian

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir yang
saat dilahirkan memiliki berat badan senilai < 2500 gram tanpa menilai
masa gestasi. (Sholeh, 2014). Pada tahun 1961 oleh World Health
Organization (WHO) semua bayi yang telah lahir dengan berat badan saat
lahir kurang dari 2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants atau Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR). Banyak yang masih beranggapan apabila
BBLR hanya terjadi pada bayi prematur atau bayi tidak cukup bulan. Tapi,
BBLR tidak hanya bisa terjadi pada bayi prematur, bisa juga terjadi pada
bayi cukup bulan yang mengalami proses hambatan dalam pertumbuhannya
selama kehamilan (Profil Kesehatan Dasar Indonesia, 2014).

2. Klasifikasi

Bayi BBLR dapat di klasifikasikan berdasarkan gestasinya, Bayi bblr


dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) prematuritas murni, yaitu


BBLR yang mengalami masa gestasi kurang dari 37 minggu. Berat
badan pada masa gestasi itu pada umumnya biasa disebut neonatus
kurang bulan untuk masa kehamilan (Saputra, 2014).
b. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dismatur, Yaitu BBLR yang
memiliki berat badan yang kurang dari seharusnya pada masa kehamilan.
BBLR dismatur dapat lahir pada masa kehamilan preterm atau kurang
bulan-kecil masa kehamilan, masa kehamilan term atau cukup bulan-
kecil masa kehamilan, dan masa kehamilan post-term atau lebih bulan-
kecil masa kehamilan (Saputra, 2014)
3. Etiologi

Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari faktor maternal dan faktor
fetus. Etiologi dari maternal dapat dibagi menjadi dua yaitu prematur dan
IUGR (Intrauterine Growth Restriction). Yang termasuk prematur dari

15
faktor maternal yaitu Preeklamsia, penyakit kronis, infeksi, penggunaan
obat, KPD, polihidramnion, iatrogenic, disfungsi plasenta, plasenta previa,
solusio plasenta, inkompeten serviks, atau malformasi uterin. Sedangkan
yang termasuk IUGR (Intrauterine Growth Restriction) dari faktor maternal
yaitu Anemia, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit kronis, atau pecandu
alcohol atau narkortika. Selain etiologi dari faktor maternal juga ada etiologi
dari faktor fetus. Yang termasuk prematur dari faktor fetus yaitu Gestasi
multipel atau malformasi. Sedangkan, yang termasuk IUGR (Intrauterine
Growth Restriction) dari faktor fetus yaitu Gangguan kromosom, infeksi
intrauterin (TORCH), kongenital anomali, atau gestasi multipel (Bansal,
Agrawal, dan Sukumaran, 2013). Selain itu ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan bayi dengan berat badan lahir rendah atau biasa disebut
BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) :

a. Faktor ibu:

Penyakit Penyakit kronik adalah penyakit yang sangat lama


terjadi dan biasanya kejadiannya bisa penyakit berat yang dialami ibu
pada saat ibu hamil ataupun pada saat melahirkan. Penyakit kronik pada
ibu yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR adalah hipertensi kronik,
Preeklampsia, diabetes melitus dan jantung (England, 2014).

1) Adanya komplkasi - komplikasi kehamilan, seperti anemia,


perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung
kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi atau darah tinggi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
3) Salah guna obat, merokok, konsumsi alkohol.

Ibu (geografis)

1) Usia ibu saat kehamilan tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.

16
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek dari anak satu ke anak
yang akan dilahirkan (kurang dari 1 tahun).
3) Paritas yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu yang paling sering
terjadi yaitu paritas pertama dan paritas lebih dari 4.
4) Mempunyai riwayat BBLR yang pernah diderita sebelumnya.
b. Keadaan sosial ekonomi
1) Kejadian yang paling sering terjadi yaitu pada keadaan sosial
ekonomi yang kurang. Karena pengawasan dan perawatan kehamilan
yang sangat kurang.
2) Aktivitas fisik yang berlebihan dapat juga mempengaruhi keadaan
bayi.
diusahakan apabila sedang hamil tidak melakukan aktivitas yang
ekstrim.
3) Perkawinan yang tidak sah juga dapat mempengaruhi fisik serta
mental.
c. Faktor janin
Faktor janin juga bisa menjadi salah satu faktor bayi BBLR disebabkan
oleh: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,
rubella bawaan, gawat janin, dan kehamilan kembar).
d. Faktor plasenta
Faktor plasenta yang dapat menyebabkan bayi BBLR juga dapat menjadi
salah satu faktor. Kelainan plasenta dapat disebabkan oeh : hidramnion,
plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom
parabiotik), ketuban pecah dini.
e. Faktor lingkungan
Banyak masyarakat yang menganggap remeh adanya faktor lingkungan
ini. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan BBLR, yaitu : tempat
tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun
(England, 2014).
4. Masalah BBLR

17
Masalah yang berhubungan dengan sulitnya adaptasi ekstra uterin akibat
gangguan fungsi organ dan kematangan fungsi organ.
a. Pernapasan
1) Depresi perintal di ruang bersalin akibat rendahnya adaptasi
bernapas.
2) Rerspiratory Distress Syndrome (RDS)/gangguan pernapasan
3) Apneu akibat mekanisme pengontrolan pernapasan yang belum
matang.
4) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) di klasifikasikan sebagai
penyakit paru kronis
b. Neurologis.
BBLR memiliki risiko tinggi untuk mengalami masalah neurologis,
meliputi :
1) Depresi prenatal
2) Perdarahan intrakranial/Intracranial Hemorrhage (ICH)
3) Periventrikel white-matter, dan cedera syaraf lainya.
c. Kardiovaskuler.
Meliputi:
1) Hipotensi, hipovelemi, disfungsi jantung, vasodilatas akibat sepsis
2) Patent Ductus Arteriosus (PDA) mungkin menyebabkan gagal
jantung kongestif
d. Kondisi hematologi merupakan resiko tinggi bagi bayi prematur,
diantaranya: anemia, hyperbilirubinemia
e. Nutrisi, bayi prematur membutuhkan perhatian yang spesifik pada
kandungan jumlah dan cara pemberian makan
f. Gastrointestinal/saluran cerna, prematur merupakan faktor risiko
terjadinya enterokolitis nekrotikan, susu formula juga merupakan
faktor risiko siginfikan, pemberian Air Susu Ibu (ASI) merupakan
protektif.
g. Metabolis, khususnya metabolisme glukosa dan kalsium

18
h. Ginjal belum matang, filtrasi glomerular rendah, ketidak mampuan
dalam mengatur air, zat terlarut, dan muatan asam, dan elektrolit
i. Regulasi temperatur. Bayi prematur mudah mengalami hipotermia dan
hipertermia
j. Immunologi, defisiensi humoral maupun respon sel menyebabkan bayi
premature berisko tinggi untuk megalami infeksi
k. Optalmologi/gangguan mata. Retinopati dini dapat terjadi pada bayi
dengan retina belum matang, pada bayi yang lahir &lt; 2 minggu atau
dengan berat lahir &lt; 1500 gram.

5. Tatalaksana BBLR

Bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi perhatian yang cukup besar
serta memerlukan penanganan yang tepat dan cepat. Untuk mengatasi
masalah-masalah yang terjadi. Penanganan BBLR meliputi Hal – hal
berikut:

a. Mempertahankan suhu dengan ketat. BBLR mudah mengalami


hipotermia. Maka, suhu sering diperhatikan dan dijaga ketat.
b. Mencegah infeksi dengan ketat. Dalam penanganan BBLR harus
memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi karena sangat rentan.
Bayi BBLR juga memiliki imunitas yang sangat kurang. Hal sekecil
apapun harus perlu diperhatikan untuk pencegahan bayi BBLR. Salah
satu cara pencegahan infeksi, yaitu dengan mencuci tangan sebelum
memegang bayi.
c. Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada BBLR belum
sempurna dan lemahnya refleks otot juga terdapat pada bayi BBLR Oleh
karena itu, pemberian nutrisi harus dilakukan dengan hati-hati.
d. Penimbangan ketat. Penimbangan berat badan harus perlu dilakukan
secara ketat karena peningkatan berat badan merupakan salah satu status
gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh (Syafrudin
dan Hamidah, 2009).

19
6. Dampak jangka panjang.
BBLR rentan terhadap penyakit. Risiko morbiditas dan mortalitas
menurun seiring dengan peningkatan umur kehamilan. Namun kegagalan
berat terjadi pada populasi kecil yaitu percobaan multisenter memberikan
sebuah gambaran yang komprehensif terhadap sequel dan efek intervensi.
a. Cacat perkembangan
1) Retradasi mental
2) Kerusakan sensori (Tuli, buta)
3) Disfungsi serebral (Ketidakmampuan bicara, belajar, hiperaktif,
gangguan perilaku)
b. Retinopathy of Prematurity (ROP)/kerusakan mata
c. Chronic Lung Disease (CLD)/penyakit paru kronis
d. Kurang pertumbuhan
e. Meningkatnya penyakit posneonatal dan sering masuk rumah sakit
f. Peningkatan cacat bawaan.

20
BAB III

TINJAUAN KASUS

Asuhan Kebidanan Pada Ny. S. 35 Tahun G3P2A0 36-37 Minggu Inpartu kala
I Fase Laten dengan KPD di PONED

Hari/tanggal Pengkajian : Selasa, 22 Agustus 2022

Tempat Pengkajian : PONED Puskesmas

Waktu Pengkajian : 11.15 WIB

A. Data Subjektif
1. Biodata
Ibu Suami
Nama : Ny. S Tn. P
Usia : 36 Tahun 40 Tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Wiraswasta
Golongan darah :A -
Alamat : Garut
2. Keluhan Utama
Ibu datang ke Puskesmas pukul 11.15 WIB, mengeluh perutnya sedikit
mules sejak pukul 05.00 WIB, keluar cairan sedikit demi sedikit dan
bertambah banyak hingga kain basah, berwarna jernih dan tidak berbau
sejak pukul 06.00 WIB.
3. Riwayat Obstetri
Ibu hamil anak ketiga, belum pernah keguguran.
Kehamilan anak pertama : lahir spontan, BBL 3100 gr, laki-laki, sekarang
berusia 10 tahun. Kehamilan anak kedua : lahir spontan, BBL 3400 gr,

21
perempuan, sekarang berusia 5 tahun. Tidak ada penyulit selama
kehamilan, persalinan dan nifas.
4. Riwayat Kehamilan sekarang
Usia kehamilan 9 bulan, HPHT: 10-12-2021, TP: 17-09-2022. ANC 7 kali
di PMB, sudah pernah USG 1 kali ke Puskesmas pada usia kehamilan 16
minggu.
5. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Lama haid : 6-7 hari
Banyak haid : 3-4 kali ganti pembalut
Siklus : 30 hari sekali
6. Riwayat Kesehatan
Ibu tidak memiliki penyakit berat seperti : TBC, Jantung, DM, Hipertensi.
Tidak memiliki penyakit menular.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang mengidap penyakit berat, menular, dan
menahun.
8. Riwayat Imunisasi
Imunisasi TT3
9. Pola nutrisi & eliminasi
Makan : 3-4 kali sehari, gizi seimbang. Terakhir makan pukul
07.00 WIB
Minum : 7 gelas sehari ari putih, Susu 1 kali sehari, Minum
terakhir pukul 09.00 WIB
BAB : 2 kali sehari, terakhir pukul 05.00 WIB
BAK : 6-7 kali sehari, terakhir pukul 10.00 WIB
10. Pola istirahat
Tidur malam : 7 jam
Tidur / istirahat siang : 1-2 jam

22
11. Riwayat Psikososial dan Spiritual.
Ny. A. tinggal bersama suami. Suami dan keluarga mendukung kehamilan
kehamilannya. Secara finansilan sudah mempersiapkan untuk persalinan,
ibu mempunyai kartu jaminan kesehatan.

B. Data Objektif
Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Berat Badan : 61 kg

Tinggi Badan : 149 cm


LILA : 26 cm

TTV : TD : 120/80 mmHg N : 87 x/menit


R : 20 x/menit S : 36,5℃

Kepala dan Rambut : Kepala bulat dan simetris, tidak ada luka, distribusi rambut
baik, rambut tidak rontok dan kulit kepala bersih tidak ada
ketombe, tidak ada benjolan maupun nyeri tekan.

Wajah : Tidak ada edema

Mata : Letak kedua mata simetris, tidak ada warna kemerahan


atau kekuningan pada sclera, konjungtiva tidak pucat, warna
iris hitam, refleks pupil positif, gerakan bola mata normal,
tidak ada nyeri tekan pada mata

Telinga : Letak kedua telinga simetris, tidak ada serumen, tidak ada
nyeri maupun benjolan, tidak ada kelainan pada membrane
timpani, tidak ada nyeri atau benjolan, tidak ada masalah
pada fungsi pendengaran

Hidung : simetris, tidak ada kelainan, tidak ada pengeluaran


abnormal

23
Mulut : simetris, tidak ada kelainan, gusi tidak berdarah, tidak ada
gigi berlubang

Leher : Bentuk normal, tidak ada pembesaran pada kelenjar getah


bening maupun kelenjar tiroid, tidak ada tekanan vena
jugularis kanan dan kiri. Gerakan normal.

Payudara : simetris, areola hitam, putting susu menonjol, tidak ada


nyeri tekan dan benjolan abnormal, sudah ada pengeluaran
ASI

Abdomen Tidak ada bekas luka operasi, warna kulit baik, tidak ada
masa, tidak ada nyeri tekan, bunyi bising usus normal,
TFU : 30 cm
L1 : teraba lunak, tidak melenting
LII : teraba keras memanjang di perut kanan, teraba bagian-
bagian terkecil di perut kiri
LIII : teraba bulat, keras, melenting, sudah masuk PAP
LIV : Konvergen, 4/5
DJJ : 158 x/menit
HIS : 1x 10’ 10”

Genetalia Ekterna : Tampak adanya pengeluaran cairan


Genitalia Interna : V/V tidak ada kelainan, portio berada di belakang, tebal-
lunak, pembukaan 1 cm. Penurunan Hodge I. Ketuban
jernih

Ekstremitas Atas : bentuk simetris, tidak ada edema, jumlah jari tangan 5/5,
tidak ada keterbatasan gerak

Ekstremitas Bawah : bentuk simetris,tidak ada edema dan varises, jumlah jari
kaki 5/5, tidak ada keterbatasan gerak, reflek patella +/+

Pemeriksaan : 11,3 gr/dl


penunjang Protein Urine : Negatif

24
(15/05/2022) Reduksi urine : negative
HBSAg : Non reaktif
HIV : Non reaktif

C. Analisa Data
Ny. S. 36 Tahun G3P2A0 36-37 Minggu Inpartu Kala I fase Laten dengan KPD

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu hasil pemeriksaan. Ibu mengetahui
2. Kolaborasi dengan dokter, advice dokter : cek lakmus, jika + ketuban infus
RL 20 tpm dan pantau kemajuan persalinan, jika 12 jam sejak ketuban
pecah tidak ada kemajuan, konsul DSOG.
3. Melakukan Informed consent kepada ibu dan keluarga untuk Tindakan
yang akan dilakukan dan persiapan jika terjadi kegawatdaruratan. Ibu dan
keluarga menyetujui dan menandatangan lembar informed consent.
4. Melakukan pemeriksaan test lakmus (Nitrazin Test). Hasil kertas lakmus
berubah menjadi biru yang berarti air ketuban.
5. Melakukan pemasangan infus RL 20 tpm. Infus RL sudah terpasang.
6. Melakukan observasi kemajuan persalinan.
7. Memberikan dukungan emosional dengan melibatkan keluarga. Ibu
terlihat tenang dan nyaman
8. Memfasilitasi kebutuhan nutrisi. Ibu minum segelas air.
9. Memfasilitasi kebutuhan ekiminasi. Ibu BAK ke kamar mandi.
10. Melakukan pendokumentasian. Dokumentasi tercatat.

E. Catatan Perkembangan
 Pukul 15.15 WIB
1. Subjektif
Ibu merasa mulas masih dirasa dan sesekali terasa ada cairan ketuban yang
keluar kehijauan.

25
2. Objektif
Keadaan umum: baik.
Kesadaran : Composmentis.
TTV : TD : 120/80 mmHg, Nadi : 98x/menit,
R : 20x/menit, Suhu : 36,5oC.
HIS : 4x 10’ 40-45”
DJJ : 162x/menit.
Genetalia : V/V : tidak ada kelainan, portio : tebal-lunak, pembukaan 3
cm. Penurunan Hodge I. Ketuban bercampur mekonium
3. Analisa
Ny. S. G3P2A0 36-37 Minggu Inpartu Kala I fase Laten dengan KPD
4. Penatalaksanaan
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan. Ibu mengetahui
b. KIE kepada ibu dan suami untuk afirmasi positif terhadap keadaannya.
Ibu dan suami yakin akan lancar segalanya
c. Melakukan observasi kemajuan persalinan
d. Memberikan dukungan emosional dengan melibatkan keluarga. Ibu
terlihat tenang dan nyaman
e. Konseling penguatan penggunaan kontrasepsi IUD post plasenta. Ibu
bersedia dan keluarga menyetujui.
f. Memfasilitasi kebutuhan nutrisi. Ibu minum segelas air.
g. Memfasilitasi kebutuhan ekiminasi. Ibu BAK ke kamar mandi.
h. Melakukan pendokumentasian. Dokumentasi tercatat

 Pukul 19.15 WIB


1. Subjektif
Ibu merasa mulas, masih dirasa namun masih tetap seperti sebelumnya
namun agak lama.
2. Objektif
Keadaan umum: baik.
Kesadaran : Composmentis.

26
TTV : TD : 110/70 mmHg, Nadi : 85x/menit,
Respirasi : 20x/menit, Suhu : 36,7oC.
HIS : 5x 10’ 45”
DJJ : 159x/ menit.
Genetalia : V/V : tidak ada kelainan, portio : tebal-lunak, pembukaan
4 cm. Penurunan Hodge II. ketuban bercampur meconium.
3. Analisa Data
Ny. S. G3P2A0 36-37 Minggu Inpartu Kala I fase Aktif dengan KPD dan
gawat janin.
4. Penatalaksanaan
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan. Ibu mengetahui
b. KIE kepada ibu dan suami untuk afirmasi positif terhadap keadaannya.
Ibu dan suami yakin akan lancar segalanya
c. Melakukan observasi kemajuan persalinan
d. Persiapan persalinan : alat, obat, dan perlengkapan lainnya
e. Memberikan dukungan emosional dengan melibatkan keluarga. Ibu
terlihat tenang dan nyaman
f. Memfasilitasi kebutuhan nutrisi. Ibu minum segelas air.
g. Memfasilitasi kebutuhan ekiminasi. Ibu BAK ke kamar mandi.
h. Melakukan pendokumentasian. Dokumentasi tercatat

 Pukul 19.30 WIB


1. Subjektif
Ibu merasa mulas masih dirasa namun masih tetap seperti sebelumnya
2. Objektif
Keadaan umum: baik.
Kesadaran : Composmentis.
Tekanan darah :120/70 mmHg, Nadi : 96x/menit, Respirasi : 20x/menit,
Suhu : 36,7oC.
HIS: 5x 10’ 50”
DJJ 163x/ menit.

27
Genetalia: V/V tidak ada kelainan, portio tidak teraba, pembukaan 10 cm,
UUK Kiri depan. Penurunan Hodge III. Sisa ketuban jernih.
3. Analisa
Ny. S. G3P2A0 36-37 Minggu Inpartu Kala II dengan KPD
4. Penatalaksanaan
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan. Ibu mengetahui
b. KIE kepada ibu dan suami untuk afirmasi positif terhadap keadaannya.
Ibu dan suami yakin akan lancar segalanya.
c. Memimpin persalinan
Bayi lahir pukul 19.45 WIB, bayi tampak kecil, JK laki-laki menangis,
Gerakan aktif, tonus otot kuat dan warna kulit kemerahan.

 Pukul 19.45 WIB


1. Subjektif
Ibu merasa mulas masih dirasa dan terharu dengan kelahiran bayinya
2. Objektif
Keadaan umum : baik.
TFU sepusat, Kantong kemih tidak penuh.
Genetalia: terdapat tali pusat di vulva.
3. Analisa
Ny. S. P3A0 Inpartu Kala III dengan Riwayat persalinan KPD
4. Penatalaksanaan
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan. Ibu mengetahui
b. KIE kepada ibu dan suami untuk afirmasi positif terhadap keadaannya.
Ibu dan suami yakin akan lancar segalanya
c. Melakukan manajemen aktif kala III : suntik Oksitosin, PTT,
Pengeluaran plasenta, massase. Plasenta lahir lengkap pada pukul
19.51 WIB
d. Massase uterus. Kontraksi uterus baik.

28
 Pukul 19.51 WIB
1. Subjektif
Ibu masih merasa mulas pada perut
2. Objektif
Keadaan umum : baik.
TFU 2 Jari bawah pusat, kontraksi uterus kuat, Kantong kemih tidak
penuh.
Genetalia: tidak terdapat luka laserasi pada perineum, ada pengeluaran
darah normal dari vagina.
3. Analisa
Ny. S. P3A0 Inpartu Kala IV dengan Riwayat persalinan KPD
4. Penatalaksanaan
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan. Ibu mengetahui
b. KIE kepada ibu dan suami untuk afirmasi positif terhadap keadaannya.
Ibu dan suami yakin akan lancar segalanya.
c. Melakukan asuhan dan pemantauan kala IV postpartum.
d. Melakukan pemasangan kontrasepsi IUD post plasenta.
e. Melakukan pendokumentasian.

29
Asuhan Kebidanan BBL Pada By. Ny. S. BBL dengan BBLR di PONED

Hari/tanggal Pengkajian : Selasa, 22 Juli 2022

Tempat Pengkajian : PONED Puskesmas

Waktu Pengkajian : 19.45 WIB

A. Subjektif
Identitas Pasien
Nama : By. Ny. S.
Jenis Kelamin : Laki-laki

Identitas orang tua Ibu Ayah


Nama : Ny. S. Tn. P.
Usia : 35 Tahun 40 Tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Wiraswasta
Golongan darah :A -
Alamat : Garut

Bayi lahir spontan Tanggal 22 Juli 2022 pukul 19.45 WIB., jenis kelamin laki-
laki dari ibu G3P2A0 usia kehamilan 36-37 minggu dengan Riwayat KPD.

B. Objektif
Keadaan umum Baik, Bayi menangis, Gerakan aktif, tonus otot kuat dan
warna kulit kemerahan. Tali pusat telah dipotong. BB: 2300 gr. Apgar Score

Nilai
Tanda 0 1 2 1 Menit
Frekuensi Tidak Kurang Dari 100/ Lebih Dari 100/
2
Jantung Ada Menit Menit

30
Lemah/Tidak
Tidak Baik/Menangis
Usaha Napas Teratur (Slow 2
Ada Kuat
Irregular)
Ekstremitas
Tonus Otot Lumpuh Dalam Fleksi Gerakan Aktif 2
Sedikit
Reaksi
Tidak Sedikit Gerakan Gerakan Kuat/
Terhadap 1
Ada Mimik (Grimace) Melawan
Rangsangan
Seluruh Tubuh
Badan Merah,
Warna Kulit Pucat Kemerah- 1
Ektrimitas Biru
Merahan
Jumlah 8

C. Analisa
Bayi Ny. S lahir spontan dengan BBLR (NCB-KMK).
D. Penatalaksanaan

1. Informed consent kepada keluarga untuk dilakukan penanganan bayi


baru lahir. Ayah bayi mengizinkan dan menandatangin informed
consent.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi lalu gunakan sarung
tangan saat memegang bayi. Evaluasi: pencegahan infeksi telah
dilakukan.
3. Melakukan asuhan bayi baru lahir dengan air ketuban meconium dan +
keadaan bayi bugar : meletakan bayi di perut ibu, mengeringkan badan
bayi, mengganti kain basah degan kain yang bersih dan kering
4. Melakukan Resusitasi Langkah awal : JAIKAN (Jaga bayi tetap hangat,
Atur posisi, Isap lender dari mulut dan hidung bayi, Keringkan dan
rangsang taktil, Atur posisi Kembali, nilai keadaan bayi
5. Menjaga bayi agar tetap hangat dengan melakukan IMD selama 1 jam

31
6. Memakaikan baju bayi
7. Memberikan salep mata dan suntikan Vitamin K1 1 mg IM di paha kiri
8. Menjaga bayi tetap hangat dengan mengajarkan metode kangguru kepada
keluarga. Metode kangguru telah dilakukan.
9. Pemantauan bayi
10. Memberikan informasi tentang dampak bayi BBLR dan kesiapsiagaan
jika terjadi kegawatdaruratan.
11. Melakukan pendokumentasian. Pendokumentasian telah dilakukan

32
BAB IV

PEMBAHASAN

TEMUAN KASUS TEMUAN JURNAL

S Data subjektif yang Dalam teori Ketuban pecah dini (KPD)


didapatkan Ibu datang didefinisikan sebagai pecahnya selaput
ke Puskesmas pukul ketuban sebelum terjadinya persalinan.
06.15 WIB, mengeluh Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau
perutnya mules sejak setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut
pukul 03.00 WIB, ibu KPD aterm atau premature rupture of
mengatakan air yang membranes (PROM) dan sebelum usia
keluar sedikit demi gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau
sedikit dan bertambah preterm premature rupture of membranes
banyak hingga sarung (PPROM) (POGI,2016). Pecahnya membran
basah, berwarna jernih disebabkan oleh berbagai faktor yang pada
dan tidak berbau sejak akhirnya menyebabkan melemahnya
pukul 06.00 WIB. Ibu membran yang dipercepat. Hal ini
merupakan kehamilan disebabkan oleh peningkatan sitokin lokal,
dan persalinan yang ke ketidakseimbangan dalam interaksi antara
3. Ibu usia kehamilan matriks metaloproteinase dan inhibitor
36-37 minggu. jaringan matriks metaloproteinase,
peningkatan aktivitas kolagenase dan
protease, dan faktor-faktor lain yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan
intrauterine (StatPearls Publishing LLC,
2020).
Usia > 35 tahun terjadi penurunan organ-
organ reproduksi yang berpengaruh pada
proses embryogenesis sehingga selaput
ketuban lebih tipis yang memudahkan pecah
sebelum waktunya. (Rosi Rizqi Nugrahani,

33
2019)

O Pada pemeriksaan fisik Dalam teori bahwa tanda-tanda vital ibu


kepada ibu diperiksa dalam batas normal dan DJJ yang teratur dan
abdomen : LI Teraba berada dalam batas normal yang
bulat, lunak dan kurang menandakan keadaan ibu dan janin baik,
melenting. LII Teraba kongjungtiva merah muda hemoglobin
tahanan memanjang di normal.(Pantiawati dan Saryono, 2010:122).
sebelah kanan perut ibu Adanya pengeluaran air pervaginam, jernih,
dan teraba bagian kecil dan terdapat verniks caseosa dengan bau
di sebelah kiri perut amis yang menandakan telah terjadi
ibu. LIII Teraba bulat, pelepasan air ketuban (Fadhlun,2011:114).
kersa dan melenting, Dilatasi servik 1-3 cm merupakan fase laten
belum masuk PAP. (Aisyah dan Oktarina, 2012:2). Ketuban
TFU 29 cm. DJJ pecah dini adalah pecahnya ketuban inpartu
158x/menit. His 1x yaitu apabila pembukaan pada primipara
dalam 10 menit kurang dari 3 cm dan pada mulitipara kurang
lamanya 10 detik. dari 5 cm, tanpa memperhatikan usia gestasi.
Eksremitas atas dan KPD dapat terjadi pada akhir kehamilan
bawah tidak ada maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.
kelainan. Genetalia : KPD preterm adalah KPD sebelum usia
V/V : tidak ada kehamilan 37 minggu, sedangkan KPD yang
kelainan, portio : tebal- memanjang adalah KPD yang lebih dari 12
lunak, pembukaan 1 jam sebelum waktunya melahirkan
cm. Penurunan Hodge ( Nugroho, 2012 ).
I, cairan ketuban
bercampur mekonium.
A Ny. S. 36 tahun G3P2O0 Ibu dengan usia >35 tahun juga berisiko
36-37 Minggu Inpartu tinggi mengalami ketuban pecah dini karena
Kala I Fase Laten usia yang sudah terlalu tua serta penurunan
dengan KPD . organ-organ reproduksi untuk menjalankan

34
fungsinya, keadaan ini juga menyebabkan
selaput ketuban semakin tipis yang
memudahkan ketuban pecah sebelum
waktunya. (Eka Frelestanty, Yunida
Haryanti. 2019. ANALISIS PENYEBAB
TERJADINYA KETUBAN PECAH DINI
PADA IBU BERSALIN.Volume 9 Nomor 2
November 2019).

Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38


minggu. Pada usia kehamilan lebih dari 34
minggu, mempertahankan kehamilan akan
meningkatkan resiko korioamnionitis dan
sepsis (level of evidence Ib). Tidak ada
perbedaan signifikan terhadap kejadian
respiratory distress syndrome. Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa
mempertahankan kehamilan lebih buruk
dibanding melakukan persalinan. Pemberian
co-amoxiclav pada prenatal dapat
menyebabkan neonatal necrotizing
enterocolitis sehingga antibiotik ini tidak
disarankan. Pemberian eritromisin atau
penisilin adalah pilihan terbaik. Pemberian
antibiotik dapat dipertimbangkan digunakan
bila KPD memanjang (> 24 jam)
(POGI,2016)

P Pada penatalaksaan Menurut Nugroho (2012) dalam


kolaborasi dengan menghadapi ketuban pecah dini harus
dokter, advice dokter dipertimbangkan beberapa hal sebagai
infus RL 20 tpm dan

35
persiapan rujukan ke berikut:
RS. Melakukan 1. Fase laten.
informed consent pada a. Lamanya waktu sejak ketuban pecah
ibu untuk penanganan sampai terjadi proses persalinan.
dan pemasangan infus b. Semakin panjang fase laten semakin besar
RL 20 tpm. Evaluasi : kemungkinan terjadinya infeksi.
Ibu bersedia. c. Mata rantai infeksi merupakan isindens
Melakukan observasi infeksi, antara lain: Karioamnionitis,
kemajuan persalinan, Abdomen terasa tegang, Pemeriksaan
HIS : 2x10’20”, DJJ laboratorium terjadi leukosiosis, Kuitur
163x/menit. cairan amnion positif, Desiduitis infeksi
yang terjadi pada lapisan desidua.
2. Perkiraan BB janin dapat ditentukan
dengan pemeriksaan USG yang mempunyai
program untuk mengukur BB janin, semakin
besar kemungkinan kematian dan kesakitan
sehingga tindakan terminasi memerlukan
pertimbangan keluarga.
Ketuban pecah dini/ premature rupture of
membranes (PROM) adalah pecahnya
ketuban sebelum waktunya yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes
fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥
37 minggu (POGI,2016).
Memberitahu ibu dan keluarga untuk
persiapan rujukan seperti surat2 penting,
uang, keperluan ibu dan bayi, orang untuk
mendonor apabila dibutuhkan, serta
pengambil keputusan. Komunikasikan
rencana merujuk dengan ibu dan
keluarganya, karena rujukan harus

36
medapatkan pesetujuan dari ibu dan/atau
keluarganya. Tenaga kesehatan perlu
memberikan kesempatan, apabila situasi
memungkinkan, untuk menjawab
pertimbangan dan pertanyaan ibu serta
keluarganya. Beberapa hal yang
disampaikan sebaiknya meliputi: Diagnosis
dan tindakan medis yang diperlukan alasan
untuk merujuk ibu, Risiko yang dapat timbul
bila rujukan tidak dilakukan, Risiko yang
dapat timbul selama rujukan dilakukan,
Waktu yang tepat untuk merujuk dan durasi
yang dibutuhkan untuk merujuk, Tujuan
rujukan, Modalitas dan cara transportasi
yang digunakan, Nama tenaga kesehatan
yang akan menemani ibu, Jam operasional
dan nomer telepon rumah sakit/pusat
layanan kesehatan yang dituju, Perkiraan
lamanya waktu perawatan, Perkiraan biaya
dan sistem pembiayaan (termasuk dokumen
kelengkapan untuk Jampersal, Jamkesmas,
atau asuransi kesehatan), Petunjuk arah dan
cara menuju tujuan rujukan dengan
menggunakan modalitas transportasi lain,
Pilihan akomodasi untuk keluarga
(Kemenkes RI, 2013)

TEMUAN PADA KASUS


TEMUAN PADA JUR\NAL
BBL

37
S Bayi dilahirkan dari seorang
Etiologi dari BBLR dapat dilihat dari
ibu dengan Riwayat Ketuban
faktor maternal dan faktor fetus.
Pecah Dini (KPD)
Etiologi dari maternal dapat dibagi
menjadi dua yaitu prematur dan IUGR
(Intrauterine Growth Restriction). Yang
termasuk prematur dari faktor maternal
yaitu Preeklamsia, penyakit kronis,
infeksi, penggunaan obat, KPD,
polihidramnion, iatrogenic, disfungsi
plasenta, plasenta previa, solusio
plasenta, inkompeten serviks, atau
malformasi uterin. (Bansal, Agrawal,
dan Sukumaran, 2013)
O APGAR Skor 8 Hal ini terjadi karena peningkatan
Nilai Reaksi Terhadap penguapan akibat kurangnya jaringan
Rangsangan (Grimace) : 1 lemak dibawah kulit dan permukaan
(Sedikit Gerakan Mimik) tubuh yang lebih luas dibandingkan
Nilai Warna kulit : 1 (Badan dengan bayi yang memiliki berat badan
Merah, Ektrimitas Biru) lahir normal. Hipotermi pada BBLR
juga terjadi karena pengaturan suhu
belum berfungsi dengan baik dan
produksi panas yang berkurang karena
lemak coklat (brown fat) yang belum
cukup.
A Bayi Ny. S. lahir spontan Sesuai dengan penemuan pada data
asfiksia sedang usia 0 jam. objektif
P 1. Cuci tangan sebelum dan 1. Menurut Menkes RI No. 27 Tahun
sesudah merawat bayi lalu 2017 Mencuci tangan merupakan
gunakan sarung tangan poin pertama dari 11 kewaspadaan
saat memegang bayi. standar yang harus diterapkan di

38
semua pelayanan fasilitas kesehatan.
2. Sesuai dengan penanganan yang ada
2. Melakukan asuhan bayi di dalam Buku Petunjuk Teknis
baru lahir dengan air asuhan Persalinan Normal : Alur
ketuban meconium dan + manajemen bayi dengan air ketuban
keadaan bayi bugar : bercampur meconium, jika keadaan
meletakan bayi di perut bayi bugar (menangis) maka harus
ibu, mengeringkan badan dilakukan Langkah-langkah
bayi, mengganti kain Resusitasi Langkah awal.
basah degan kain yang
bersih dan kering
kemudian melakukan
Resusitasi Langkah awal :
JAIKAN (Jaga bayi tetap
hangat, Atur posisi, Isap
lender dari mulut dan
hidung bayi, Keringkan
dan rangsang taktil, Atur
posisi Kembali, nilai
3. Sesuai dengan penanganan yang ada
keadaan bayi
di dalam Buku Saku Pelayanan
3. Menjaga bayi agar tetap
Kesehatan Neonatal Esensial : Saat
hangat dengan melakukan
lahir, mekanisme pengaturan suhu
IMD selama 1 jam
tubuh pada BBL, belum berfungsi
sempurna. Oleh karena itu, jika
tidak segera dilakukan upaya
pencegahan kehilangan panas tubuh
maka BBL dapat mengalami
hipotermia. Dan Proses IMDselain
merupakan proses bayi untuk belajar
inisiasi menyusu, juga dapat
mencegah hipotermia dan

39
hipoglikemia pada bayi

40
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari
perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang
berpotensi berat, bahkan fetus/neonatus akan berada pada risiko morbiditas
dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya,
hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan premature dengan
potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat
inutero merupakan komplikasi yang umum terjadi.
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi baru lahir
yang saat dilahirkan memiliki berat badan senilai < 2500 gram tanpa
menilai masa gestasi. (Sholeh, 2014). Salah satu penyebab/etiologi BBLR
adalah gangguan kehamilan dengan kasus Ketuban Pecah Dini (KPD).
BBLR rentan terhadap penyakit sehingga dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas pada bayi.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi perhatian yang cukup
besar serta memerlukan penanganan yang tepat dan cepat. Untuk mengatasi
masalah-masalah yang terjadi.

B. SARAN
Laporan ini merupakan salah satu karya tulis yang dapat membantu
para pembacanya untuk mendapatkan informasi tertentu. Untuk itu, bagi
para pembaca sebaiknya membaca beberapa sumber atau literatur guna
perbandingan. saya membuat laporan ini guna untuk mempermudah para
pembaca karena dalam karya saya telah dirangkum beberapa materi
referensi dari beberapa buku maupun literatur lainnya. Sehingga mudah
untuk mendapatkan point-point penting untuk dipahami.

41
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Arif , Eva Kurnia , Meike Julesa. 2021. HUBUNGAN LETAK JANIN
DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA
PADA IBU BERSALIN. Volume 1, Nomor 2 Agustus 2021 Journal of
Health Science.
Al Riyami, N., Al-Ruheili, I., Al-Shezawi, F., & Al-Khabori, M. (2013). Extreme
preterm premature rupture of membranes: Risk factors and feto maternal
outcomes. Oman Medical Journal, 28(2), 108–111.
Astuti, A. T. (2017). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini di RS TK II Pelamonia Makassar Tahun 2017. Jurnal
Kesehatan Delima Pelamonia, 1(2), 153–159.
Barokah, L., & Agustina, S. A. (2021). Faktor Internal Kejadian Ketuban Pecah
Dini di Kabupaten Kulonprogo. Window of Health: Jurnal Kesehatan,
04(02), 108–115.
Dewi, R. S., Apriyanti, F., & Harmia, E. (2020). Hubungan Paritas Dan Anemia
Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSUD Bangkinang. Jurnal
Kesehatan Tambusai, 1(2), 10–15.
Endang Susilowati , Endang Surani , Reka Anggie Estina. 2021. Scoping
Review: Faktor Penyebab Ketuban Pecah Dini pada Persalinan. Bidan
Prada: Jurnal Publikasi Kebidanan Vol. 12 No.2 Edisi Desember 2021, hlm.
35-48.
Hong.L.Peter. Premature Rupture of Membranes.2019.STATPEARLS.
https://www.statpearls.com/Keywords/UserViewPopup/27659
Manuaba. (2017). Pengantar Kuliah Obstetri. ECG : Jakarta.
Nikmathul Ali, R., Aprianti A Hiola, F., & Tomayahu, V. (2021). Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kejadian Komplikasi Ketuban Pecah Dini (Kpd) Di
Rsud Dr Mm Dunda Limboto. Jurnal Health Sains, 2(3), 381–393.
Perkumpulan Obstetri Ginekologi (POGI) & Himpunan Kedokteran Feto
Maternal (HKFM). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK):

42
Ketuban Pecah Dini. Indonesia: POGI & HKFM. 2016; 1-17/
http:/www.alumniobgynunpad.com.
Prawirohardjo Sarwono (2016). Buku Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Standar Prosedur Operasional RSUD Cibabat. 2016.
Saifuddin Abdul Bari, Trijatmo Rachimhadhi, Gulardi H. Wiknjosastro. 2015.
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Varney, Kriebs DG. BUku Ajar Asuhan Kebidanan. ECG; 2007.
Zamilah, R., Aisyiyah, N., & Waluyo, A. (2020). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di
RS.Betha Medika. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 10(2), 122–135.

43

You might also like