Professional Documents
Culture Documents
tindak pidana korupsi di pengadilan negeri Pekanbaru dan masuk ke dalam upaya penal atau pemberantasan.
masih jauh belum bisa dikatakan memberi dampak Artinya penanggulangan kejahatan tersebut dengan
pada pemberantasan tindak pidana korupsi itu sendiri. menggunakan upaya penal.
Sebab, dari bentuk hukumannya saja masih banyak
Ada empat subsistem yang membangun sistem
yang ringan dan hanya diberikan hukuman minimal
peradilan pidana, yaitu kepolisian sebagai penyidiik,
khusus. Padahal kerugian yang dialami Negara cukup
kejaksaan sebagai penuntut umum, pengadilan
besar. Kemudian, banyak perkara yang dikenakan
(hakim) dan lembaga pemasyarakatan. Sebagai suatu
Pasal 3 dari pada Pasal 2 yang mana hukumannya
sistem, keempat subsistem tersebut saling terkait dan
lebih ringan dibanding Pasal 2.
mempengaruhi (Simarmata, 2011, hal. 505-506).
Kata Kunci: Eksaminasi, Putusan, Pengadilan Negeri, Pada umumnya putusan pengadilan dalam per-
Sanksi Pidana, Tindak Pidana Korupsi kara pidana adalah dengan menjatuhkan sanksi pidana
kepada pelaku jika memang dinyatakan bersalah oleh
hakim. Penjatuhan pidana ini juga memberi pengaruh
Pendahuluan yang besar terhadap pemberantasan tindak pidana ke
Penanggulangan kejahatan bisa dilakukan depan. Dikarenakan jika dilihat pada teori pemidanaan
dengan dua upaya. Kalau di lihat dari pendapat bahwa salah satu tujuan pemidanaan adalah untuk
G. Peter Hoefnagels, ia mengatakan bahwa untuk membuat pelaku jera dan membuat masyarakat
menanggulangi kejahatan itu bisa dilakukan dengan lain tidak melakukan hal yang sama. Untuk itu perlu
tiga hal sebagai berikut (Arief, 2008, hal. 45): rasanya melihat kembali bagaimana sanksi-sanksi
yang diberikan oleh hakim.
1. Penerapan Hukum Pidana;
Hakim adalah salah satu pejabat negara yang
2. Pencegahan Tanpa Pemidanaan;
ditentukan menurut peraturan perundang-undangan.
3. Mempengaruhi Pandangan Masyarakat tentang
Hakim diberikan kewenangan dalam memutuskan
Kejahatan dan pemidanaan lewat media massa.
dan menyelesaikan suatu perkara. Hak tersebut
Dari tiga hal tersebut dapat dipahami bahwa menunjukkan adanya kebebasan hakim sebagai
secara garis besar untuk menanggulangi kejahatan itu, pelaksana kekuasaan kehakiman (Amdani, 2016, hal.
dapat dilakukan dengan dua upaya yakni upaya penal 462).
dan non penal. Upaya penal di pahami bahwa untuk
Salah satu tindak pidana khusus yang sering
menanggulangi kejahatan itu maka menggunakan
terjadi adalah tindak pidana korupsi. Pada dasarnya
hukum pidana. Sedangkan upaya non penal dipahami
tindak pidana korupsi memiliki pengadilan tersendiri
sebagai penanggulangan tanpa menggunakan hukum
yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Meski telah
pidana. Jika dilihat pada pemahaman G. Peter di atas
memiliki pengadilan tersendiri masih ada kasus-kasus
maka poin satu termasuk ke dalam upaya penal dan
di daerah yang diselesaikan di Pengadilan Negeri
poin kedua ketiga termasuk upaya non penal.
seperti Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Upaya penal digunakan ketika kejahatan
Untuk menemukan data pasti jumlah putusan
sudah terlanjur terjadi. Sedangkan upaya nonpenal
perkara Tindak Pidana Korupsi dalam tahun 2018,
digunakan ketika kejahtan belum terjadi. Istilah
peneliti sudah mengunjungi bagian administrasi
lainnya untuk upaya penal dikenal juga dengan
Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 8 April 2019.
pemberantasan, dan untuk upaya non penal dikenal
Namun, pihak Pengadilan tidak dapat memberikan
juga dengan pencegahan.
data yang peneliti inginkan dan hanya meminta untuk
Perkara yang diselesaikan lewat jalur pengadilan mengunjungi website Pengadilan Negeri Pekanbaru.
menandakan bahwa kejahatan sudah terlanjur terjadi Setelah peneliti mengecek website yang dimaksud
didapatlah data sebagai berikut (Direktori Mahkamah Maka dari itu untuk melihat bagaimana proses
Agung, 2019): penegakan hukum pada tindak pidana korupsi,
terutama dalam upaya pemberantasannya, peneliti
Tabel 1
ingin melihat dan menganalisis sanksi pidana apa
Data Jumlah Putusan dalam Tahun 2018 di saja yang diberikan oleh Hakim pada Pengadilan
Pengadilan Negeri Pekanbaru Negeri Pekanbaru dalam tahun 2018 untuk kasus
Jumlah Tindak Pidana Korupsi dan menganalisisnya pada
No. Bulan Nomor Perkara
Putusan upaya pemberantasan. Namun, putusan yang peneliti
1. Januari Nomor 54/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pbr 1
maksud adalah semua putusan yang dikeluarkan oleh
2. Februari - 0
3. Maret Nomor 77/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pbr 2 Pengadilan Negeri Pekanbaru sepanjang tahun 2018
Nomor 82/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pbr baik yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap
4. April Nomor: 07/Pid.Sus-Tpk/2018/PN.Pbr. 6 atau pun tidak.
N omor 93/P id .Sus-TPK/2017/PN Pbr
N omor 91/P id .Sus-TPK/2017/PN. Pbr
N omor 90/P id .Sus-TPK/2017/PN. Pbr
Metode Penelitian
N omor 92/P id .Sus-TPK/2017/PN. Pbr
N omor 96/P id .Sus-TPK/2017/PN. Pbr Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah
5. Mei Nomor : 10/Pid.Sus.TPK/ /2018/PN.Pbr 12 penelitian hukum normatif yaitu “penelitian hukum
Nomor : 11/Pid.Sus.TPK/ /2018/PN.Pbr
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka
Nomor : 12/Pid.Sus.TPK/ /2018/PN.Pbr
Nomor : 09/Pid.Sus.TPK/ /2018/PN.Pbr atau data sekunder belaka.” (Soekanto & Mamudji,
Nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Pbr 2010, hal. 13). Sehingga di sini penulis akan meneliti
Nomor : 02/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Pbr data-data sekunder yang peneliti peroleh yang
Nomor: 65/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Pbr. berhubungan dengan masalah yang peneliti angkat.
Nomor: 68/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Pbr.
Nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Pbr.
Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, peneliti
Nomor: 66/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Pbr. juga menggunakan wawancara. Untuk sifatnya adalah
Nomor: 94/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Pbr. diskriptif analitis.
Nomor 8/Pid.Sus-TPK/2018/PN Pbr.
6. Juni Nomor 69/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pb 1
7. Juli - 0 Jenis sanksi pidana yang dijatuhkan oleh Hakim
8. Agustus Nomor : 26/Pid.Sus-TPK/2018/PN Pbr 4
Pengadilan Negeri Pekanbaru pada perkara Tindak
Nomor 13/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Pbr
Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Pbr Pidana Korupsi sepanjang Tahun 2018
Nomor 29/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Pbr Jenis penjatuhan pidana pada perkara tindak
9. September Nomor : 34/Pid.Sus.TPK/2018/PN.Pbr. 2
pidana korupsi sebagaimana yang disampaikan Evi
Nomor : 40/Pid.Sus-TPK/2018/PN Pbr
10. Oktober - 0 hartanti di dalam bukunya, bahwa terhadap orang
11. November - 0 yang melakukan tindak pidan korupsi adalah (Hartanti,
12. Desember Nomor : 43 /Pid.Sus-TPK/2018/PN. Pbr 2 2016):
Nomor : 50 /Pid.Sus-TPK/2018/PN. Pbr
TOTAL 30 a. Pidana Mati;
b. Pidana Penjara;
c. Pidana Tambahan;
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah
putusan tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri d. Gugatan Perdata Kepada Ahli Warisnya.
Pekanbaru dalam tahun 2018 berjumlah 30 putusan. e. Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau
Sebanyak 30 putusan inilah yang akan menjadi salah atas Nama Suatu Korporasi.
satu obyek penelitian peneliti.
Peneliti Indonesia Coruption Watch (ICW) hukuman yang berat, 16,7% untuk putusan yang
membagi tiga tingkatan pada pemberian hukuman dilepaskan dari hukuman, 6,7% untuk putusan yang
pada koruptor, yakni sebagai berikut (Setyaningsih, penuntutannya tidak bisa diterima. Lebih lanjut bisa
2019): “Vonis perkara korupsi di tingkat pengadilan, dilihat sebagaimana diagram berikut:
menurut Lola, sapaan akrab Lalola, terbagi menjadi
tiga kategori, yakni kategori ringan (1-4 tahun), Gambar 1
sedang (di atas 4 sampai 10 tahun) dan berat (di atas
10 tahun).”
Jika mengikuti pembagian klasifikasi tingkatan
hukuman seperti ICW maka tingkat hukuman yang
diberikan hakim pada perkara tindak pidana korupsi di
Pengadilan Negeri Pekanbaru adalah sebagai berikut:
Tabel 2
No Nomor Perkara Tingkatan Hukuman
1. Nomor 54/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pbr Ringan
2. Nomor 77/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pbr
(1-4 Tahun)
3. Nomor 82/Pid.Sus-TPK/2017/PN Pbr
4. Nomor: 07/Pid.Sus-Tpk/2018/PN.Pbr.
5. N omor 93/P id .Sus-TPK/2017/PN Pbr Sehingga untuk jenis sanksi pidana yang
6. N omor 91/P id .Sus-TPK/2017/PN. Pbr diberikan oleh hakim pada perkara tindak pidana
7. N omor 90/P id .Sus-TPK/2017/PN. Pbr
korupsi sepanjang tahun 2018 adalah didominasi
8. N omor 92/P id .Sus-TPK/2017/PN. Pbr
9. Nomor : 10/Pid.Sus.TPK/ /2018/PN.Pbr oleh hukuman penjara yang tergolong ringan, yakni di
10. Nomor : 11/Pid.Sus.TPK/ /2018/PN.Pbr bawah 4 tahun. Dalam hal ini ICW juga menyampaikan
11. Nomor : 12/Pid.Sus.TPK/ /2018/PN.Pbr
pendapatnya bahwa (Sigit & Emerson, 2018):
12. Nomor : 09/Pid.Sus.TPK/ /2018/PN.Pbr
13. Nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Pbr “Pada 3 Mei 2018 lalu meluncurkan tren vonis
14. Nomor : 02/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Pbr perkara korupsi yang diputus pengadilan selama
15. N omor 94/P id .Sus-TPK/2017/PN. Pbr tahun 2017. Mayoritas terdakwa korupsi divonis
16. N omor 8/P id .Sus-TPK/2018/PN. Pbr ringan oleh hakim. Tentu saja vonis pidana
17. N omor 26/P id .Sus-TPK/2018/PN. Pbr
ringan yang menjadi mayoritas dalam tren vonis
18. N omor 13/P id .Sus-TPK/2018/PN. Pbr
2017 tidak mengakibatkan efek jera bagi para
19. N omor 30/P id .Sus-TPK/2018/PN. Pbr
20. N omor 43/P id .Sus-TPK/2018/PN. Pbr
koruptor.”
21. N omor 96/P id .Sus-TPK/2017/PN. Pbr Sedang
Dalam perkara tersebut sebagian besar pasal
22 N omor 34/P id .Sus-TPK/2018/PN. Pbr (Di atas 4 Tahun-10
23. N omor 50/P id .Sus-TPK/2018/PN. Pbr Tahun)
dalam tindak pidana korupsinya dikaitkan dengan
24. Nomor: 65/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Pbr. Dilepaskan Pasal 55 KUHP yakni mengenai Delik Penyertaan.
25. Nomor: 68/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Pbr. Sebagaimana yang disampaikan Muhammad Nurul
26. Nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Pbr.
Huda dalam bukunya bahwa (Huda, Percobaan,
27. Nomor: 66/Pid.Sus-Tpk/2017/PN.Pbr.
28. N omor 69/Pid .Sus-TPK/2017/PN. Pbr Penyertaan dan Gabungan Delik Dalam Hukum Pidana,
29. N omor 29/P id .Sus-TPK/2018/PN. Pbr Penuntutan Tidak 2017): “tidak setiap yang terlibat dalam terwujudnya
30. N omor 40/P id .Sus-TPK/2018/PN. Pbr Diterima tindak pidana dapat dikategorikan sebagai peserta
Jika bentuk hukumannya dikelompokkan menurut Pasal 55 dan 56 KUHP.untuk dapat dipidana,
seperti di atas, maka presentasenya adalah 66,7% orang-orang yang terlibat haruslah memenuhi syarat-
untuk hukuman yang termasuk ke dalam hukuman syarat seperti disebut oleh kedua pasal tersebut.” Para
ringan, 10% untuk hukuman yang sedang, 0% untuk pelaku tindak pidana korupsi tersebut sebagian besar
terlibat sebagai secara bersama-sama melakukan yakni peraturan perundang-undangan Tindak Pidana
tindak pidana korupsi. Korupsi. Untuk pertama kalinya tindak pidana
korupsi diatur di dalam KUHP, namun pada waktu
Penjatuhan Sanksi Pidana Oleh Hakim Pengadilan itu tidak dikenal dengan sebutan tindak pidana
Negeri Pekanbaru Pada Perkara Tindak Pidana korupsi. Kemudian mulailah diatur di luar KUHP yakni
Korupsi Sepanjang Tahun 2018 Dikaitkan Dengan lewat Peraturan Penguasa Militer, dilanjut dengan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Peraturan Penguasa perang Pusat. Selepas itu barulah
mulai dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah
Natal Kristianto menyampaikan bahwa “Dalam
pengganti Undang-Undang nomor 24 tahun 1960.
konteks hukum pidana, maka upaya menciptakan
Pada akhirnya dibuat dalam bentuk Undang-undang,
ketertiban dalam masyarakat diwujudkan melalui
untuk dalam bentuk Undang-undang ini sendiri juga
bekerjanya sistem peradilan pidana untuk
telah mengalami beberapa kali perubahan. Untuk
menanggulangi masalah kejahatan, yaitu untuk
lebih lengkapnya dapat dilihat sebagai berikut:
mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-
batas toleransi masyarakat. Sistem ini dianggap berhasil a. KUHP (209, 210, 387, 388, Bab XXVIII)
apabila sebagian besar dari laporan maupun keluhan b. Peraturan Penguasa Militer :
masyarakat yang menjadi korban kejahatan dapat
a. Prt/PM-06/1957 tgl 9 April 1957 tentang
“diselesaikan” dengan diajukannya pelaku kejahatan
Pemberantasan Korupsi.
ke sidang pengadilan dan diputuskan bersalah serta
b. Prt/PM-08/1957 tgl 27 Mei 1957 tentang Penilikan
mendapat pidana. Apabila dihubungkan dengan
Terhadap Harta Benda.
pandangan Aristoteles, maka penegakan hukum yang
dilakukan melalui sistem peradilan pidana dapat c. Prt/PM-011/1957 tgl 1 Juli 1957 tentang Penyitaan
dipersamakan sebagai proses menciptakan keadilan dan Perampasan Barang-barang.
korektif yaitu pembetulan terhadap sesuatu yang d. Peraturan Penguasa Perang Pusat untuk daerah
salah.” (kristiono & Astuti, 2018) Angkatan Darat, No.Prt/Peperpu/013/1958
Salah satu tindak pidana yang masih menjadi tanggal 16 April 1958; dan
permasalahan hingga saat ini adalah tindak pidana e. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
korupsi. Fokusnya berkenaan dengan pemberantasan RI Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan,
tindak pidana tersebut. Sebab, setelah dilakukan Penuntutan, Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi
berbagai upaya oleh pemerintah ternyata tindak (Perpu No. 24 Tahun 1960); yang diganti dengan
pidana tersebut masih saja sering terjadi seolah-olah f. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1971 tentang
tidak ada habisnya. Hal ini bisa dilihat pada Pengadilan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; yang
Negeri Pekanbaru, yang mana ternyata tercatat ada diganti dengan
tiga puluh perkara Tindak Pidana Korupsi yang telah g. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999
diputuskan oleh hakim sepanjang tahun 2018. Tiga tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
puluh perkara bukanlah jumlah yang sedikit, hal inilah sebagaimana diubah dengan
yang sekaligus menunjukkan bahwa Tindak Pidana
h. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001
Korupsi khususnya di Pekanbaru masih sering terjadi
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
dan masih sulit untuk diberantas.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Membahas tentang upaya pemberantas Tindak Pidana Korupsi tanggal 16 Agustus 1999.
Pidana Korupsi, sebenarnya telah banyak hal yang
diupayakan oleh pemerintah dalam memberantas “Kendala utama yang dihadapi selama penerapan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dalam
perkara Tindak Pidana Korupsi ini. Pertama, kita
penanganan tindak pidana korupsi adalah
bisa melihat hal ini dari sisi substansi hukumnya,
kurangnya dukungan anggaran, sumber daya Selain itu permasalahan juga datang dari budaya
manusia yang belum memadai, hambatan- masyarakat itu sendiri, yakni budaya untuk melakukan
hambatan dalam penyidikan terhadap pejabat- korupsi tersebut. Tindak pidana korupsi sudah
pejabat negara, sulitnya menembus rahasia Bank,
dianggap sebagai tindakan kebiasaan yang dianggap
hukum acara pidana yang tidak efektif dan efisien,
serta rendahnya dukungan semua pihak baik hal yang biasa-biasa saja. Budaya ini juga termasuk
pemerintah maupun masyarakat” (Rahmayanti, pada lingkungan seperti eksekutif, legislatif dan
2017). yudikatif. Karena sebagaimana kita pahami bersama
bahwa tindak pidana korupsi ini sudah menjalar hingga
Lebih lanjut Prinst menilai bahwa: (Kasim, 2008)
ketiga lembaga tersebut. Mereka yang harusnya turut
“kelahiran Undang- Undang Nomor 31 Tahun melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak
1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
pidana korupsi justru turut andil dalam menciptakan
mempunyai orientasi kedepan menyangkut hal-
hal yang perlu dilakukan untuk memberantas tindak pidana korupsi.
korupsi di Indonesia yaitu : Pemberian hukuman ini yang menjadi puncak
a. Penindakan, Artinya semua pelaku Tindak wujud dari upaya pemberantasan kejahatan yang
Pidana Korupsi yang sudah terjadi harus dimaksud di atas. Tujuan pemberian hukuman ini
diadil tanpa pandang bulu dan dituntut berdasarkan waktu mengalami perkembangan sebagai
peran serta masyarakat untuk membuka berikut (Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, 2010):
dan mengadukan kasus-kasus tersebut.
Selanjutnya, mendesak instansi Penyidik, 1. Teori absolut, Pembalasan. Ditujukan kepada
Penuntut Umum untuk melaksanakan penjahatnya dan ditujukan untuk memenuhi
tugasnya dengan baik. Lalu mengawasi kepuasan dari perasaan dendam dikalangan
jalannya pengadilan (Judicial Watch) agar masyarakat.
dapat berlangsung dengan jujur dan adil.
2. Teori relatif, berpokok pangkal pada dasar bahwa
b. Pencegahan, Pencegahan harus dilakukan dan
pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib
dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat
dan seterusnya. Guna memasyarakatkan (hukum) dalam masyarakat.
pencegahan korupi itu harus dilakukan 3. Teori gabungan, mendasarkan pidana pada asas
penyadaran masyarakat melalui kampanye pembalasan dan asas pertahanan tata tertib
anti korupsi, menumbuhkan budaya malu masyarakat.
korupsi, dan memberikan tindakantindakan
terhadap koruptor melalui lembaga-lembaga Dari ketiga teori di atas yang membahas tentang
adat dan budaya setempat” tujuan pemidaaan atau pemberian hukuman
pada intinya adalah agar kejahatan tersebut dapat
Sebagaimana yang dikatakan oleh Marten dan memberikan dampak yang baik bagi pelaku sendiri
Mustating bahwa “Dalam upaya pencegahan dan maupun orang lain. Bagi orang melakukan kejahatan
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sering kali khususnya adalah merasakan penderitaan atas
masyarakat hanya membebankan tugas tersebut hukuman tersebut dan merasa jera serta tidak ada lagi
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan/ keinginan untuk melakukan kejahatan. Bagi orang lain
atau kepada para penegak hukum lainnya. Sedangkan dengan apa yang terjadi pada si pembuat kejahatan
didalam konstitusi negara ini menyebutkan bahwa membuat orang tersebut tidak ingin melakukan hal
masyarakat harus ikut andil dalam menangani Tindak yang sama.
Pidana Korupsi tersebut dalam arti lain masyarakat
Hal yang sama pula yang terjadi pada kejahatan
berperan serta dalam upaya pencegahan dan
seperti tindak pidana korupsi. Ketika tindak
pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.” (Bunga,
pidana korupsi sudah terlanjur terjadi maka untuk
Maroa, & dkk, 2019)
menanggulangi kejahatan tersebut adalah dengan
melakukan pemberantasan (represif) terhadap tindak kepada pelaku tindak pidana korupsi selama ini telah
pidana tersebut. Pemberantasan terebut dilakukan memberikan dampak yang baik bagi pemberantasan
dengan menyelesaikan nya lewat system peradilan tindak pidana korupsi itu sendiri. Sehingga berdampak
pidana (criminal justice system). Akhir dari system kepada pengurangan kasus tindak pidana korupsi.
tersebut adalah dengan melakukan eksekusi pada
Maka dari itulah peneliti ingin mengkaji hal ini
hasil putusan. Jika hakim memutuskan ia bersalah
untuk melihat kaitan pemberian hukuman pada
dan dijatuhi hukuman serta ia tidak pula mengajukan
pelaku tindak pidana korupsi dengan pemberantasan
upaya hukum, maka ia wajib melaksanakan putusan
tindak pidana korupsi itu sendiri. Dalam hal ini peneliti
hakim tersebut.
mengkajinya lewat putusan-putusan yang dikeluarkan
Pemberian hukuman tersebut, pada orang yang oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam rentang
melakukan tindak pidana korupsi adalah harapannya waktu sepanjang tahun 2018.
agar ia merasakan penderitaan atas tindak pidana
Salah satu tolok ukur untuk melihat apakah
korupsi tersebut dan tidak ada lagi keinginan untuk
hukuman yang diberikan hakim pada perkara tindak
melakukan tindak pidana korupsi. Untuk orang lain
pidana korupsi memberikan dampak yang baik pada
pun diharapkan dengan apa yang terjadi kepada
pemberantasan tindak pidana korupsi dan sekaligus
orang yang telah melakukan tindak pidana korupsi
melihat apakah tujuan dari pemidaan tercapai, dapat
tersebut, menjadi cerminan agar tidak melakukan hal
dilihat pada jumlah kasus yang terjadi pada tahun
yang sama.
berikutnya.
Ketentuan mengenai hukuman tersebut kurang
Kemudian untuk melihat dampak dari putusan
lebih sama dengan hukuman yang akan diberikan
yang dikeluarkan pada tahun 2018 bisa dilihat pada
kepada pelaku tindak pidana korupsi. Sebagaimana
perkara yang register pada tahun 2019, yakni sebagai
yang dijelaskan oleh Rahmayanti di dalam tulisannya
berikut (Direktori Mahkamah Agung, 2019):
bahwa:
“Subjek dalam tindak pidana korupsi yang Tabel 3
dilakukan oleh orang sanksi pidana yang dapat No. Bulan Nomor Putusan Total
dijatuhkan berupa: hukuman mati, seumur hidup, 1. Januari Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019 7
penjara dan denda. Sedangkan subjek pelaku Nomor 15/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
korupsi adalah korporasi, pidana pokok yang Nomor 14/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
dapat dijatuhkan hanya pidana denda. Selain Nomor 13/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
pidana pokok yang dijatuhkan pada korporasi, Nomor 6/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
juga pidana tambahan sebagaimana halnya pelaku Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
korupsi adalah orang” (Rahmayanti, 2017). Nomor 3/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
2. Februari - 0
Sebagaimana yang dijelaskan di atas, bahwa 3. Maret Nomor 25/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019 4
pemberian hukuman kepada pelaku diharapkan dapat Nomor 26/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
Nomor 24/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
memberikan rasa penderitaan kepada pelaku tindak
Nomor 23/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
pidana korupsi, dan sehingga tidak akan mengulangi 4. April Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019 4
perbuatan tersebut, serta bagi orang lain yang Nomor 29/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
mengetahui pemberian hukuman tersebut tidak akan Nomor 27/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
Nomor 28/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
mengikuti perbuatan pelaku. Maka dari itu diharapkan 5. Mei Nomor 32/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019 3
tindak pidana korupsi dapat diberantas dengan baik Nomor 33/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
lewat pemberian hukuman tersebut. Nomor 31/Pid.Sus-TPK/2019/PN Pbr Tahun 2019
6. Juni - 0
Namun, yang menjadi pertanyaan bersama adalah
apakah hukuman-hukuman yang telah diberikan
luar biasa pula. Sehingga peneliti melihat hukuman a. Para pelaku tindak pidana korupsi mendapat
yang diberikan hakim pada putusan yang dikeluarkan sanksi pidana penjara minimum khusus;
pada tahun 2018 tidak memberikan dampak yang baik b. Denda yang diberikan terhadap pelaku
bagi pemberantasan tindak pidana korupsi. tindak pidana korupsi belum memberikan
efek jera;
Salah satu putusan yang peneliti analisis adalah
c. Pelaksanaan pengembalian kerugian Negara
putusan nomor 93/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Pbr, dalam
tidak sepenuhnya dilakukan;
putusan itu si pelaku tindak pidana korupsi di pidana
d. Masih adanya perlakuan istimewa terhdap
dengan pidana penjara satu tahun dua bulan dan denda pelaku tindak pidana korupsi, seperti
lima puluh juta rupiah. Jaksa dalam perkara tersebut pemfasilitasan dalam penjara, pelaku korupsi
menggunakan dakwaan primair dan subsidair, yang bebas keluar masuk penjara.”
mana dakwaan primair dengan pasal 2 dan subsidair
dengan pasal 3. Hakim berpandangan bahwa dalam Selain itu Harjanto juga mengatakan dalam
perkara tindak pidana korupsi itu yang lebih tepat tulisannya bahwa (Harjanto, 2019): “jika dicermati
adalah dikenai dakwaan yang subsidair yakni pasal 3. putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang
Hal ini dikarenakan pasal 3 membahas pelaku koruptor kerap dikritisi oleh berbabgai elemen masyarakat,
yang dikarenakan memangku jabatan, maka pelaku umumnya karena dinilai belum mencerminkan nilai
dianggap lebih tepat dikenai pasal 3. Penyalahgunaan tujuan pemidanaan dan tujuan hukum yang dapat
wewenang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang dikategorikan ke dalam:
memiliki kewenangan, kesempatan atau kedudukan.
a. Putusan bebas pengadilan tindak pidana korupsi
Dalam prakteknya, memang banyak perkara terhadap para koruptor di berbagai daerah;
tindak pidana korupsi yang diberi tuntutan dengan
b. Putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang
Pasal 3 di banding Pasal 2. Inilah yang menyebabkan
menerapkan sanksi dibawah pidana minimal
banyak perkara tindak pidana korupsi yang diberi
khusus, atau;
hukuman tergolong ringan. Sebab dalam pasal 3
c. Putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang
hukumannya lebih ringan dibandingkan pasal 2, yakni
cenderung menerapkan sanksi pidana minimal
minimal satu tahun dan denda minimal lima puluh
mendekati atau sedikit di atas sanksi minimal
juta. Sebagian besar justru hakim memberikan sanksi
khusus;
pidana minimal khusus yakni satu tahun penjara dan
denda lima puluh juta rupiah. Banyak para ahli yang d. Putusan pengadilan tindak pidana korupsi yang
berpendapat bahwa Pasal 3 justru harusnya hukuman menerapkan sanksi pidana berdasarkan dakwaan
lebih berat di banding Pasal 2. subsidair dengan sanksi pidana yang lebih ringan
dibanding dakwaaan primair dengan sanksi
Dari perkara tersebut dari awal pelaku memang
pidana yang lebih berat. Sehingga menimbulkan
telah berniat untuk mengambil keuntungan dari
antipasti atau ketidakpercayaan masyarakat
pengadaan lampu LED tersebut dan dilakukan dengan
terhadap bekerjanya hukum di tingkat penyidikan,
secara bersama-sama dengan pihak lainnya bahkan
penuntutan maupun pengadilan.
kerugian Negara mencapai dua milyar lebih. Tetapi
sayangnya hakim justru memberikan hukuman yang Lain lagi dengan pendapat yang disampaikan
pas diminimal hukuman. oleh Yudi Krismen, bahwa: (Krismen, 2019) “tidak
Hal ini sejalan dengan pendapat Maychal dalam ada sebenarnya kaitan antara sanksi pidana yang
tulisannya bahwa: diberikan pada putusan pengadilan sebelumnya
“kenyataan yang dapat peneliti lihat dari beberapa dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebab,
fenomena kasus yang dilihat bahwa (Siburian, pelaku tindak pidana korupsi melakukan tindak pidana
2019): korupsi dikarenakan ada kesempatan.”