You are on page 1of 8

S5 Jurnal Komunikasi dan Kajian Media Vol 4, No 2 (2020)

P-ISSN : 2597-7490 E-ISSN : 2598-2869


Universitas Tidar
( https://jurnal.untidar.ac.id/index.php/komunikasi )

PERAN MEDIA SOSIAL TWITTER DALAM FENOMENA PANIC BUYING SAAT


AWAL PANDEMI

Muhammad Rafli Yusuf1 Hanifah Azzahra² Petrus Alessandro Sinaga³


Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia,
Jalan Joyoboyo 17 Rt 02 RW 01 Sawotratap, Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia.
Email : muhammadrafli.19057@mhs.unesa.ac.id

Abstract : Covid-19 pandemic (coronavirus disease 2019) that was being epidemic since the
beginning of the year had shutting down many sector, which one is economical sector and
industrial sector. Large Scale Social Restriction policy that was issued by the government not
only has benificial factors ,but it has beneficial factors. Effect of that policy is the
implementation of a health protocol that requiring people to wear masks, wash their hands, and
keep their distance. That one will be focused is to wear the mask and wash the hands with a soap
and hand sanitizer. That has led to the scarcity of masks, soap, and hand sanitizer on the market
place. Because of that, it becomes a phenomenon of panic buying that citizen started to buying
all the stock of masks and hand sanitizer. The stock of that goods within weeks of the beginning
of the pandemic being scarcity. The media on this point have a big impact in the factors that
cause people being crazy so that panic buying phenomenon occurs. On this point, social media
plays an important roles because all of the information about this pandemic can be accesible via
television, social media, etc.
Key words : Pandemic, Panic Buying, Role of the Media
Abstrak: Pandemi Covid-19 yang mewabah sejak awal tahun telah mematikan banyak sektor,
salah satunya ialah sektor ekonomi dan sektor industri. Kebijakan pembatasan Sosial Skala
Besar yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut memiliki faktor yang menguntungkan namun
juga merugikan. Dampak dari kebijakan PSBB ialah diterapkannya protokol kesehatan yang
mewajibkan masyarakat untuk memakai masker, mencuci tangan, serta jaga jarak. Salah satu
yang menjadi fokus ialah memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun dan hand
sanitizer. Hal tersebut menyebabkan kelangkaan masker, sabun dan hand sanitizer di pasaran.
Karena hal itulah terjadi fenomena Panic Buying dimana masyarakat mulai memborong masker
dan hand sanitizer. Stok barang tersebut dalam hitungan minggu sejak awal pandemi langsung
mengalami kelangkaan. Media dalam hal ini memiliki andil besar dalam faktor yang
menyebabkan beberapa orang menjadi kalap dan terjadi fenomena panic buying. Dalam hal ini
media sosial memegang peranan karena segala informasi mengenai pandemi dapat diakses
melalui media baik itu media Tv, media Sosial dan lain sebagainya.
Key words : Pandemi, Panic Buying, Peran Media

Pendahuluan
Dalam era yang sangat serba maju saat ini, kemajuan teknologi juga memiliki peran dalam cara
berkomunikasi masyarakat dengan masyarakat lainnya. Komunikasi saat ini sudsh tidak melalui
komunikasi sefara verbal saja serta tatap muka, melainkan bisa melalui dunia maya yang
difasilitasi oleh media sosial. Sosial media sudah seperti rumah yang selalu disinggahi oelh
banyak orang,bahkan ada yang mengatakan bahwa online di sosial media termasuk ibadah.
Namun pernyataan tersebut tidak perlu diikuti karena akan menimbulkan pro dan kontra. Apapun
yang terjadi di dunia baik itu berita dari belahan dunia barat hingga timur telah tersedia di sosial
media. Perkembangan dunia Komunikasi melalui sosial media in idisebut sebgai perkembangan
teknologi informasi.
Jaman perkembangan teknologi 4.0 ini banyak informasi yang didapat secara instan dari
berbagai penjuru. Bahkan kejadian beberapa detik yang lalu dapat terbingkai secara aktual dalam
hitungan menit ke depan. Kecanggihan smartphone saat ini turut menyokong berkembangnya
komunikasi lewat jaringan internet yang sudah menjadi asupan wajib bagi masyarakat.
Teknologi informasi banyak jenisnya mulai dari platform media sosial baik Facebook, Twitter,
dan Twitter turut menyumbang kemajuan dalam bidang komunikasi dewasa ini.
Pandemi Covid-19 telah menghantui seluruh masyarakat dunia tidak terkecuali Indonesia.
Wabah yang mendunia ini berasal dari Wuhan, Tiongkok yang diagnosa awalnya berasal dari
hewan kelelawar yang dikonsumsi masyarakat sekitar. Dari virus tersebut, wabah mulai
menyebar di area Wuhan hingga pada akhirnya mendunia karena dibawa oleh turis yang
berkunjung dan berinteraksi dengan para pengidap Covid-19.
Dari pandemi tersebut wabah pun mendunia dan berimbas pada masyarakat Indonesia.
Menurut penelitian oleh DR Buana yang berjudul "Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia
dalam Menghadapi Pandemi Virus Corona (Covid-19) dan Kiat Menjaga Kesejahteraan Jiwa"
Panic buying dapat menghasilkan sebuah bias kognitif. Bias kognitif adalah sebuah kesalahan
Pemikiran sistem yang mempengaruhi keputusan dan penilaian yang dibuat seseorang. Jenis bias
kognitif yang tepat untuk menjelaskan fenomena ini adalah bias Optimisme, bias emosional dan
efek Dunning-Kruger. Mampu mengatasi prasangka. Langkah-langkah kognitif yang bisa
dilakukan masyarakat Indonesia antara lain:Jangan membuat keputusan dalam keadaan darurat;
hindari membuat keputusan ketika satu orang terlibat dalam banyak tugas secara kognitif; jangan
jika seseorang aktif di malam hari untuk mengambil keputusanAtau pekerjaan yang dimulai di
pagi hari (dan sebaliknya); hati-hati di dalam membuat keputusan saat Anda senang; pikirkan
berdasarkan data dan fakta.

Tinjauan Pustaka (Teori Interaksionisme Simbolik)


Menurut Herbert Blumer manusia hakikatnya ialah berinteraksi dengan sesamanya. Interaksi
tersebut tak hanya ekslusif antarmanusia, namun dengan makhluk yang ada di bumi ini. Dalam
hal ini dapat disimpulkan manusia itu selalu berinteraksi dalam setiap perbuatannya. Teori
Interaksionisme simbolik terpemgaruh oleh struktur sosial masyarakat yang kemudian
terbentuklah simbol-simbol yang lahir dari interaksi sosial masyarakat tersebut. Teori ini
menuntut setiap individu bersikap refleksif, proaktif, serta kreatif dalam menafsirkan perilaku
yang unik dan sukar untuk diinterpretasikan. Teori ini menekankan dua hal yaitu pertama,
manusia dalam struktur sosial masyarakat tidak pernah luput dari interaksi sosial. Yang kedua,
interaksi dalam masyarakat tersebut menghasilkan suatu simbol yang cenderung bersifat dinamis
sesuai dengan kondisi sosial masyarakat setempat. (Ahmadi, 2005)
Faktor keterbukaan seorang individu dalam mengekspresikan dirinya merupakan hal yang tak
dapat diabaikan dalam proses Interaksionisme simbolik ini. Hal lainnya ialah pemakaian
simbolisasi harus baik dan benar sesuai norma dan nilai agar tidak menimbulkan kerancuan
interpretasi di masyarakat. Setiap subjek diharuskan memperlakukan individu lainnya tidak
sebagai objek, namun sebagai subjek agar penyampaian simbol-simbol tersebut dapat
tersampaikan secara baik dan tidak menimbulkan ambigu. Pada akhirnya, jika interaksi
simbolisasi tersampaikan dengan baik, benar, serta dipahami secara utuh, maka hal tersebut
melahirkan sebuah interaksi yang sehat dan baik untuk kehidupan masyarakat sekitar. (Ahmadi,
2005)
Proses interaksi dapat juga melalui interaksi non simbolik yang tidak melalui proses berpikir. Hal
tersebutlah seperti yang dikatakan Blumer tadi dapat menimbulkan kerancuan interpretasi yang
membuat penyampaian interaksi menjadi tidak baik dan menimbulkan keambigu-an. Kesimpulan
dari teori Interaksionisme simbolik ialah aktor-aktor terlibat dalam proses saling mempengaruhi.
(Syaifuddin, 2018)

Metode
Metode penelitian ini ialah metode penelitian kualitatif. Dalam metode ini peneliti
menggunakannya sebagai instrumen kunci sebagai pedoman dasar untuk merancang artikel
melalui penguasaan teori, wawasan yang luas dengan banyak membaca referensi, dan dapat
mengkonstruksikan obyek yang akan diteliti agar mempunyai arah penelitian yang jelas. Metode
kualitatif menghasilkan data yang deskriptif yang didapat dari perkataan seseorang baik itu
tertulis maupun dari lisan secara langsung serta melalui perilaku seseorang yang diamati. Teknik
penentuan informan didapatkan dari studi literatur melalui portal-portal berita di Twitter beserta
isi komen dari para netizen sebagai sumber penelitian ini. Tak hanya itu, kemungkinan
mewawancarai salah satu akun media berita di Twitter atau follower dari media tersebut yang
memberikan komentar jika diperlukan. Untuk teknik analisa data dari penelitian ini dengan
mengolah data yang didapat dan dianalisis secara pendekatan kualitatif. Dari pendekatan
kualitatif tersebut didapatlah data deskriptif yang telah dianalisis secara kritis untuk
menghasilkan data yang utuh berdasarkan pernyataan responden dan informan secara tertulis
pada akun media berita di platform Twitter. Dari hal tersebut diharapkan dapat menghasilkan
analisis yang mampu menjawab permasalahan yang sedang menjadi isu penelitian ini.
Temuan dan Pembahasan

Teknik pengumpulan data menggunakan studi literatur yaitu dengan mengumpulkan


dan menganalisis bacaan terkait serta penelitian sebelumnya yang sudah membahas
terkait tema ini. Penelitian terdahulu yang pertama berjudul "Panic buying pada
pandemi COVID-19: Telaah literatur dari perspektif Psikologi" Artikel tersebut
menyebutkan bahwa panic buying ini melahirkan hal-hal yang negatif seperti antrian
panjang, stok yang kurang, rasa cemas dan kekecewaan yang besar. Dari hal ini
berujung pada dampak negatif pada pasar yaitu menimbulkan buying frenzies,
compulsive buying, dan impulsive buying.
Penelitian terdahulu kedua berjudul "Do social media platforms develop consumer panic
buying during the fear of Covid-19 pandemic". Berdasarkan artikel tersebut, fenomena
panic buying dihasilkan oleh interpretasi sosial dari informasi yang ada, rumor yang
beredar, dan bentuk disinformasi lainnya yang disebabkan oleh para aktor sosial. Panic
buying mencetuskan sebuah teori yang berhubungan dengan konstruksi sosial
masyarakat. Oleh karena itu, interpretasi sosial dan pengaruh sosial dihasilkan oleh
aktor sosial yang berbeda.
Penelitian terdahulu ketiga berjudul "Analisis Keputusan Pembelian: Fenomena Panic
Buying and Service Convenience (Studi Pada Grocery Store di DKI Jakarta)". Perilaku
pembelian konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor internal dan eksternal. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh panic buying dan kenyamanan layanan
Keputusan pembelian. Berdasarkan data yang diperoleh dan serangkaian uji statistik,
penelitian ini terbukti ada dampak positif dan penting antara pembelian darurat dan
kenyamanan layanan pembelian. Hal ini membuktikan aspek pribadi dan lingkungan
konsumen berdampak terhadap perilaku pembelian konsumen.
Penelitian terdahulu keempat berjudul "Consumer Panic Buying and Quota Policy under
Supply Disruptions" Ada beberapa pendorong utama panic buying dari konsumen.
Artikel ini menunjukkan bahwa keinginan konsumen menimbun produk untuk konsumsi
masa depan hanya jika valuasinya atas produk di atas ambang batas. Selain itu,
ditemukan bahwa konsumen lebih cenderung menimbun ketika harga produk atau
harga biaya penyimpanan konsumen rendah, atau ketika konsumen menghindari risiko,
atau kurang yakin tentang perolehan produk di periode berikutnya.
Selanjutnya penelitian terdahulu terakhir berjudul "Media portrayal of panic buying: A
content analysis of online news portals" Artikel tersebut berpendapat bahwa penemuan
ini menunjukkan bahwa media telah melakukan penggambaran lebih banyak aspek
negatif dari Panic dan terdapat variasi dalam pelaporan Secara spekulatif, jika
dibandingkan antara HIC dan LMIC. Peneliti menyarankan perumusan dan
implementasi media pedoman, yang dapat bermanfaat dalam mengontrol setiap bagian
panic buying dalam populasi. Media massa sangat mempengaruhi terjadinya panic
buying di masyarakat.
Dari beberapa penelitian di atas dapat ditemukan bahwa media sangat mempengaruhi
fenomena panic buying yang terjadi di awal pandemi. Kelangkaan pun terjadi di mana-
mana sehingga orang yang seharusnya berhak mendapatkan barang tersebut menjadi
kesusahan karena ulah oknum penimbun. Beberapa bulan setelah pandemi, barang-
barang seperti masker dan hand sanitizer mulai distock kembali dan harganya normal
kembali. Dsri peristiwa tersebut, para penimbun yang sudah bersiap menjual kembali
dengan harga yang lebih tinggi mengalami kerugian, salah satunya penimbun satu ini.

Dari cuitan tersebut , ia beranggapan bahwa dirinya mendapat musibah karena telah
membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi dengan tujuan menjualnya kembali
dengan harga lebih tinggi saat barang langka untuk memperoleh keuntungan.
Namun,saat harga mulai normal ia resah dan merasa rugi dari hal itulah ia berinisiatif
menjual kembali dengan harga dibawah yang ia beli saat dahulu atau bisa disebut jual
rugi. Namun, harganya sangat jauh dari harga pasaran yang sudah normal kembali
yaitu berkisar pada harga 50 ribuan. Dalam konsep Interaksionisme simbolik, penimbun
berinisiatif menimbun masker saat pemerintah memerintahkan untuk mengikuti protokol
kesehatan dengan cara memakai masker yang wajib bagi seluruh masyarakat. Si
penimbun tersebut menangkap simbol dari kebijakan pemerintah bahwa masker saat itu
sangat dibutuhkan, alhasil dirinya berinisiatif menimbun barang tersebut dengan
memborong dan saat keadaan masker mulai langka, ia akan menjualnya kembali
dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan keuntungan.
Netizen lain pun menanggapi hal tersebut dengan nada agak kesal atas pernyataan
sang penimbun. Dia pun mengkalkulasi keuntungan yang didapatkan si penimbun dan
dengan keuntungan besar tersebut tak mungkin sang penimbun merugi. Lanjutnya,
netizen lainnya beranggapan bahwa sang penimbun lah berakting layaknya sebagai
korban, padahal penimbun itulah sebagai seorang pelaku kejahatan yang tidak punya
nurani karena mengambil keuntungan di tengah kondisi susah masyarakat.
Berdasarkan kasus di atas, si penimbun melakukan interaksi simbolik terhadap
kebijakan pemerintah yang menjadi inisiatif bagi dia untuk menimbun barang yang
dibutuhkan oleh semua masyarakat. Namun ia menulis cuitan tersebut tanpa melalui
proses berpikir. Cuitan tersebut menjadi bumerang baginya yang mengakibatkan ia
dibully oleh netizen lainnya karena merasa menjadi korban padahal ialah pelaku
sebenarnya. Dari tanggapan netizen lainnya mengenai cuitan si penimbun tersebut
melalui proses Interaksionisme simbolik melalui proses berpikir sehingga dapat
menerima simbol-simbol yang disampaikan oleh penimbun tersebut. Netizen tersebut
menerima simbol dengan baik dan tidak terjadi kerancuan interpretasi. Setelah
penimbun mendapatkan kecaman dan cemooh dari segala pihak, ia beranggapan
bahwa ia tidak bersalah karena ia juga dirugikan. Dari pernyataannya tersebut netizen
semakin geram. Namun, seperti yang kami telusuri cuitan tersebut sudah hilang, namun
jejak digital selalu ada.

Kesimpulan
Dari hal tersebut kita harus memahami cara berinteraksi dengan baik agar simbol-
simbol yang kita beri atau terima tidak mengalami kerancuan interpretasi yang berujung
pada bumerang kepada kita sendiri. Walaupun manusia menulis sebuah tulisan atau
mengucapkan sebuah lisan bertujuan untuk dirinya sendiri, namun seperti yang
dikatakan Blumer bahwa manusia itu selalu berinteraksi selalu ada saja tanggapan dari
orang lain. Itulah konsekuensi dari terjadinya proses interaksi sosial masyarakat yang
tidak dapat kita hindari. Sebagai manusia yang baik tentunya kiata harus memfilter
apapun yang akan kita interaksikan agar mendatangkan manfaat bagi kita

Daftar Pustaka

You might also like