You are on page 1of 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/351056414

Kajian Kritis atas Islam dan Hubungan Antar Umat Beragama pada Masa Nabi
Muhammad dan Relevansinya di Era 4.0 Proses in BLA Kemenag Jateng 22 April
2021

Article · April 2021

CITATIONS READS
0 220

14 authors, including:

Hisam Ahyani Huda al


S3 Process Hukum Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung King Faisal University
185 PUBLICATIONS   143 CITATIONS    14 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

MANAJEMEN FLEKSIBEL PENDIDIKAN ISLAM ERA 4.0 (Model Manajemen Kelembagaan Pendidikan Tinggi Islam Swasta Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di Wilayah
Kopertais II Jawa Barat) View project

Transformasi Nilai Hukum Islam Terhadap Hukum Positif Di Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Hisam Ahyani on 22 April 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Kajian Kritis atas Islam dan Hubungan Antar Umat Beragama
pada Masa Nabi Muhammad dan Relevansinya di Era 4.0
Jagat Rayana1, Mustopa2, Ahmad Hapidin3, Hisam Ahyani4
1,2
STISA Ash-Shofa Manonjaya, Indonesia
1
kuncup_20@yahoo.com, 2cipakumustopa@gmail.com
3
STITNU Al Farabi Pangandaran, Indonesia
3
ahapidin@gmail.com
4
STAI Miftahul Huda Al Azhar Banjar, Indonesia
4
hisamahyani@gmail.com

Abstract: The purpose of this scientific research is to find out Islam and the
relationship between religious communities during the time of the Prophet
Muhammad and its relevance in the era of 4.0, where Islam is the closing religion of
the previous Abrahamic religions. This type of research used by researchers is
normative research with a literature research approach. This research is categorized as
a descriptive analytic type, which tries to describe and provide a comprehensive
analysis of how Islam and inter-religious relations during the time of the Prophet
Muhammad and its relevance in the era of the Industrial Revolution 4.0 as it is today,
which in fact Indonesia is not an Islamic state but the majority is inhabited by
Moslem people. The research data were obtained from primary and secondary data
taken from literature reviews, such as books, journals and the internet. The results
showed that the concept of Islam and inter-religious relations during the time of the
Prophet Muhammad and its relevance in the era of 4.0 carried the mission of
Rahmatan Lil 'Alamin by implementing it through tolerance. Tolerance of harmony
between religious communities in era 4.0, especially in Indonesia, needs to be put
forward, where Indonesia is not an Islamic country but various religions in Indonesia
are able to accept the concept of religious tolerance offered by Islam. And the
tolerance that exists in the concept of Rahmatan Lil 'Alamin is able to bring true
peace. As a result, tolerance at the time of the Prophet when it was implemented in
Indonesia was relevant, this is evidenced by the existence of moderate Islam,
religious moderation, mutual respect between religious differences embraced by
Indonesian citizens.
Keywords: Judaism, Christianity, Faith, Tolerance

Abstrak: Tujuan riset ilmiah ini adalah untuk mengetahui Islam dan hubungan antar
Umat beragama pada Masa Nabi Muhammad dan Relevansinya di Era 4.0, dimana
Dimana islam sebagai agama penutup dari agama-agama abrhamik terdahulu. Jenis
penelitian yang digunakan oleh Peneliti adalah penelitian normatif dengan
pendekatan penelitian kepustakaan. Penelitian ini dikategorikan sebagai tipe analitik
deskriptif, yang mencoba untuk menggambarkan dan memberikan analisis yang

1
komprehensif tentang bagaimana Islam dan Hubungan antar Umat beragama pada
Masa Nabi Muhammad dan Relevansinya di era revolusi Industri 4.0 seperti sekarang
ini, yang notabene Indonesia bukan Negara Islam namun mayoritas dihuni oleh orang
islam. Data penelitian diperoleh dari data primer dan sekunder yang diambil dari
kajian pustaka, seperti, buku-buku, jurnal-jurnal dan internet. Hasil penelitian
menunjukan bahwa konsep Islam dan Hubungan antar Umat beragama pada Masa
Nabi Muhammad dan Relevansinya di Era 4.0 ddalah membawa misi Rahmatan Lil
‘Alamin dengan diimplementasikan melalui toleransi. Toleransi kerukunan antar umat
beragama di era 4.0 khususnya di Indonesia perlu dikedepankan, dimana Indonesia
bukan negara islam namun berbagai agama yang ada di Indonesia mampu menerima
konsep toleransi beragama yang ditawarkan oleh islam. Dan toleransi yang ada pada
konsep Rahmatan Lil ‘Alamin yang mampu membawa kepada kedamaian yang
hakiki. Alhasil Toleransi di zaman nabi ketika diimplementasikan di Indonesia adalah
relevan, hal ini dibuktikan adanya islam yang moderat, moderasi beragama, saling
menghormati antar perbedaan agama yang di anut oleh warga negara Indonesia.

Kata kunci: Yahudi, Kristen, Iman, Toleransi

PENDAHULUAN
Bumi sebagai tempat manusia berpijak dan bernaung kini hanyalah satu
tempat. Sementara penghuninya terkotak-kotakan dan terpilah-pilih dalam berbagai
suku, ras, bangsa, profesi, kultural, dan juga agama. Setiap komunitas yang ada di
Dunia ini diharapkan dengan segala upaya yang dilakukan di alam semesta ini harus
mampu menerima keanekaragaman sosial budaya, toleransi satu sama lain yang
memberi kebebasan dan kesempatan bagi setiap orang menjalani kehidupannya sesuai
dengan keyakinannya masing-masing, tidak terkecuali manusia yang ditempatkan
(ditakdrikan) oleh Allah Swt menjadi warga negara Indonesia. Manusia di muka bumi
dituntut untuk tidak saling mengingkari kenyataan adanya pluralitas, termasuk pula
pluralitas agama, sama halnya dengan mengingkari kesadaran kognitif kita sendiri.
Oleh karenanya, maka jika kita membayangkan bahwa dalam hidup ini hanya
terdapat satu agama saja, rasanya merupakan suatu ilusi belaka (hilangnya
keniscayaan) atau hilangnya Rahmat Allah Swt. Islam sebagai risalah kenabian yang
sifatnya universal, dan risalah kenabian yang di bawa oleh sesosok Nabi yaitu
Muhammad SAW yang membawa rahmat bagi setiap insan (manusia) dan ummat,
artinya risalah ini adalah mengedepankan ahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh
alam sejagad raya), juga tidak menutup mata terhadap era terdahulu dan hingga
menuju di era sekarang dan yang akan datang. Sejak awal sebenarnya Islam melalui
kemukjizatan yang ada dalam al-Qur’an tekah menampilkan pandangan dalam
koleksi-koleksi hadits (ditafsirkan melalui Hadits) yang disampaikan oleh sang
pemandu ilmu (nabu Muhammad Saw), serta mengandung semacam keragu-raguan
yang sulit diterima oleh ummat kala itu. Dengan adanya sifat ketuhanan yang

2
universal dan inklusivistik yang merespon ketulusan dan komitmen pengabdian
kepada seluruh hamba Allah Swt di muka bumi ini (Esack, 1997, p. 146).
Pandangan al-Qur’an, pada setiap komunitas manusia Tuhan menghadirkan
seorang rasul atau penunjuk kebenaran, diantara mereka ada yang dikisahkan atau
tidak. Hal ini mengisyaratkan bahwa fenomena agama, yaitu kenyataan Sejarah
adanya agama-agama yang dalam ilmu perbandingan agama disebut agama wahyu
atau budaya, merupakan fenomena transendental yang tidak dapat dilepaskan dari
kehendak dan perbuatan Tuhan. Namun yang jelas bahwa Tuhan tidak mengutus
seorang rasulpun atau menghadirkan seorang penunjuk kebenaran melainkan
mewahyukan kepadanya prinsip keesaan Tuhan dengan segala implikasinya
(quran.kemenag.go.id, 2021). Dari sini tidak mengherankan jika kemudian Islam
menganggap agama adalah sesuatu yang sangat pribadi yang tidak berhak siapapun
untuk memaksanya. Hak kebebasan beragama merupakan salah satu hak asasi
manusia yang membedakannya dari makhluk lain, merampas hak tersebut sama
artinya dengan menanggalkan predikat insaniyah yang melekat pada diri seseorang
sehingga yang tampak adalah hak asasi semu (Qutub, 1967, p. 30).
Dalam hal kaitannya toleransi beragama dalam hal pernikahan, dimana terkai
tpikiran islam tentang pernikahan beda agama dalam konteks lokal dan global di era
seperti sekarang ini dimana pemikiran ulama tentang perkawinan beda agama,
khususnya antara non muslim dengan Muslim. Pernikahan beda agama merupakan
fenomena yang terjadi sejak masa awal Islam datang. Nabi Muhammad Saw dengan
para sahabatnya telah mengamalkannya. Dalam perkembangan awal Islam, masalah
ini menjadi tema yang uni penting untuk dibahas. Dalam Ayat-ayat dan al-hadits
sendiri tentang yang berhubungan dengan perkawinan beda agama menjadi viral
dimuka umum. Berbicara tentang perkawinan beda agama sangat erat kaitannya
dengan persoalan Ahli Kitab (kristen). Penafsiran istilah ini, ahl al-kitab, menjadi
kunci untuk menentukan hukum perkawinan beda agama. Sehingga mereka para
ulama tentang perkawinan antar agama dalam konteks lokal (Indonesia) dan global
dapat disimpulkan bahwa hukumnya adalah ada yang membolehkan dan ada pula
yang mengharamkannya yang mana tentunya adalah dengan didilakukan sebuah
telaah kritis oleh ulama (dalam berijtihad) Menurut aliran Hanbali dan Hanafi, istilah
ahlul-kitab mencakup semua orang beragama yang memiliki Kitab Suci. Tidak hanya
Kristen dan Yahudi. Sedangkan menurut ulama Syafi'i dan Maliki, ahlul-kitab hanya
terbatas pada orang Kristen dan Yahudi. Semua mazhab sepakat tentang
dibolehkannya seorang laki-laki Muslim menikah dengan perempuan ahlul-
kitab.Tingkat kemungkinan di sini adalah Makruh (Muntaqo, 2020).
Dalam meraungi fitrah keagamaan juga dapat dilihat dari penyadaraan
toleransi dalam hal pendidikan, yang mana pendidikan ini tujuannya adalah guna
membentuk wawasan yang unggul, akhlak karimah yang sesuai dengan ajaran agama
islam (Dimas, 2019). Masih mleemahnya metode penafsiran yang digunakan secara
tekstual guna menafsrikan apa yang diwahyukan oleh Allah Swt telah menjadi
sebuah keniscayaan seseorang dan juga hubungan antar umat beragama (Zuhdi &
Sarwenda, 2020). Studi toleransi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa

3
multikulturalisme, toleransi, dan prasangka merupakan masalah yang paling sering
terjadi di masyarakat (Zuhdi & Sarwenda, 2020). Menyadari tantangan yang semakin
meningkat terhadap masyarakat majemuk di Indonesia, literasi agama dapat
digunakan sebagai tujuan alternatif pendidikan agama.
Riset ilmiah ini berusaha menelusuri pandangan al-Qur’an mengenai agama-
agama lain di samping juga praktek-praktek kejadian “toleransi” yang ditawarkan
oleh Al-Qur’an dimana toleransi harus dikedepankan antar umat beragama yang
dilaksanakan di zaman/ masa Nabi Muhammad Saw sebagai tipe toleransi yang ideal
yang diterapkan pada suatu komunitas yang kala itu membawa ideologi
kosmopolitan. Pandangan Islam Tentang Agama Lain dengan Tipe-tipe manusia
dalam kaitannya dengan masalah keagamaan secara umum dalam al-Qur’an
disebutkan dalam berbagai term, seperti mukminun, muslimun, ahlul al-kitab,
Yahudi, Nasrani, musyrikun, kafirun, kuffar, dan juga munafiqun. Untuk itu tujuan
riset ini adalah menguak serta menggali terkait bagaimana konsep Islam dalam
rangka membangun hubungan Antar Umat beragama pada zaman dahulu (Pada Masa
Nabi Muhammad Saw dan kontekstualisasinya di era 4.0 seperti sekarang ini. Dan
bagaimana pandangan al-Qur’an terhadap agama-agama lain yang eksis kala itu di
zaman nabi Muhammad Saw dihubungkan dengan era sekarang 4.0.

Kerangka Konseptual
Pendekatan lokal daerah dalam riset ini juga dapat digunakan, yakni terkati
teori toleransi sebagaimana riset yang dicanangkan oleh (Yusrina & Ma’arif, 2020)
bahwa dalam memberikan andil yang signifikan dalam mendidik umat Islam menjadi
penganut agama Islam yang taat secara sosial dan teologis di Kudus dapat dilakukan
dengan melalui pendidikan tolerasi yang sudah diajarkan turun temurun oleh sesepuh
di desa kutuk kabupaten Kudus Jawa Tengah, Indonesia. Toleransi dalam kaitannya
dengan aktualisasi ajaran Islam dan Hubungan Antar Umat beragama pada Masa
Nabi Muhammad dan Kontekstualisasinya di Era 4.0 dapat dilakukan melalui
Memperkuat Moderasi Religius di lingkungan Pesantren (Thoriquttyas & Hanun,
2020).
Dalam perubahan masyarakat ambon misalanya yang mengakibatkan pada
pola tatanan nilai adat istiadat di wilayah tersebut ini yang menjadi salah satu
penyebab msayarakat ambon melakukan bunuh diri, yang mana dalam islam bunuh
diri adalah haram karena menentang kondrat Allah Swt. adat istiadat juga erat
kaitannya dengan norma yang ada di lingkungan masyarakat tertentu. berbicara
tentang agama di ambon sendiri dijelaskan bahwa agama tidak hanya sebatas sebagai
kepercayaan, tetapi juga memberikan peluang untuk bersama-sama membangun
kebersamaan (toleran) dalam melindungi moralitas masing-masing masyarakat
(Gaspersz et al., 2020).
Riset yang dilakukan oleh (Azmi & Kumala, 2019) Budaya dan juga latar
belakang seorang mahasiswa misalnya dalam hal menghargai jati diri sendiri dan
Kepribadian msyarakat tertentu yang membedakanya adalah secara prinsip, budaya,

4
sosial dan agama adalah kepribadian multikultural. Toleransi adalah seseorang yang
menerima dan menghormati, terhadap pendapat, perilaku dan gaya hidup yang
berbeda dengan diri sendiri meskipun seseorang tersebut tidak setuju dengan hal itu.
Toleransi dapat dimaknai dengan seseorang yang menerima dan menghormati,
terhadap pendapat, perilaku serta gaya hidup yang dilaluinya yang berbeda dengan
diri sendiri meskipun seseorang tersebut tidak setuju dengan hal itulah bentuk
daripada toleransi.
Pilihan keyakinan dalam memeluk agama menjadi keniscayaan hal ini
dikakrenakan orang yang beragama berarti orang yang mempunyai keyakinan
terhadap tuhannya. Tujuan toleransi adalah sebagai tujuan sosial masyarakat dalam
hal paksaan ideologis, oleh karena itu perlu adanya pembangunan sikap toleransi
dalam beragama dalam lingkungan masyarakat yang sangat kental akan pluralitas
seperti halnya di Indonesia (Casram, 2016).
Konsep multikultural Abdul Aziz Sachedina dalam menanggapi islam yang
hadir di tengah masyarakat yang sangat kental akan multikulturalnya perlu adanya
juru bicara agama yang mampu menyampaikan materi dalam merevolusi realitas
sosial masyarakat, namun hal ini dalam mencari juru bicara agama yang mumpuni
tersebut sangatlah sulit didapatkan, begitupun ketika pada masa Nabi Muhammad
multikultural yang diterapkan pada zamannya belum mampu menjawab kondisi sosial
kemaysakarat di Indonesia seperti sekarang ini (Azizah & Azhar, 2016).
Ditemukan bahwa dalam riset yang dilakukan oleh (Fauzan, 2011) tentang
pengakuan terhadap eksistensi agama lain menjadi salah satu bentuk keimanan umat
islam, artinya dalam al-Qur'an sendiri telah memberikan penjelasan tentang
keberagaman dan toleransi beragama, namun dewasa ini khusunya di Indonesia
dalam kaitannya perbedaan agama saja menjadikan sebuah ketegangan. Hal Paling
mendasar yang dijadikan sebagai prinsip dalam kehidupan manusia adalah agama.
Oleh karena itu, tidak heran jika Hubungan antar pemeluk agama dulu hingga
sekarang adalah masih sering diwarnai ketegangan. Dalam hal ini umat beragama
seringkali diklaim sebagai konotasi yang cukup riskan (negatif, sensitif) karena
adanya perbedaan agama. Di bawah bayang-bayang klaim kebenaran yang sudah
menjadi truth claim oleh agama-agama tertentu yang ada di dunia ini yang menyertai
pemahaman beragama, anggapan miring tersebut seringkali di demonstrasikan
dengan sikap dan perilaku yang kurang manusiawi (kekerasan, teoris) dan lain
sebagainya. Dalam kasus Islam, sebenarnya al-Qur’an telah memberikan penjelasan
yang cukup maksimal mengenai hubungan antar agama ini. Demikian juga di zaman
Nabi Muhammad saw, yang mana beliau telah mencontohkan kepada umat dalam
menyikapi perbedaan agama ini. Bahkan pengakuan terhadap eksistensi agama lain
tersebut menjadi salah satu hal yang mampu membuat keimanan umat Islam
khusunya di Indonesia menjadi toleran karena tauladan-tauladan dari beliau Nabi
Muhammad, semisal toleransi kepada agama nasrani, yahudi, dan Kristen kala itu
dengan tidak memerangi agama-agama non muslim ini.
Dengan demikian kerangka berfikir dalam kajian ini yaitu terkait islam
Hubungan Antar Umat beragama pada Masa Nabi Muhammad dan Relevansinya di

5
Era 4.0 adalah sebuah keniscayaan yang harus dikedepankan, dimana konsep islam
adalah yang ditanamkan oleh Nabi muhammad dulu hingga sekarang adalah masih
Rahmatan Lil ‘Alamin, artinya menaungi seluruh agama-agama yang ada di dunia ini.
Penitngnya kajian ini adalah guna memunculkan semangat nilai-nilai toleransi antar
umat beragama yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad serta relevansinya di era 4.0
seperti sekarang ini.

Metode
Jenis penelitian yang digunakan oleh Peneliti adalah penelitian normatif
dengan pendekatan penelitian kepustakaan. Penelitian ini dikategorikan sebagai tipe
analitik deskriptif, yang mencoba untuk menggambarkan dan memberikan analisis
yang komprehensif tentang bagaimana Islam dan Hubungan antar Umat beragama
pada Masa Nabi Muhammad dan Relevansinya di era revolusi Industri 4.0 seperti
sekarang ini, yang notabene Indonesia bukan Negara Islam namun mayoritas dihuni
oleh orang islam. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, dimana riset
kajian diperoleh dengan studi kepustakaan pada berbagai dokumen serta literatur
terkait. Data diolah dan dianalisis secara kualitatif. Data penelitian diperoleh dari
data primer dan sekunder yang diambil dari kajian pustaka, dari mulai kajian
tentang Islam dan Hubungan antar Umat beragama pada Masa Nabi Muhammad dan
Relevansinya di era revolusi Industri 4.0, dan yang tidak kalang pentinya lagi
tentunya sumber literatur yang didapatkan melalui kajian yang terdapat pada
dokumen resmi, kajian penelitian sebelumnya, jurnal-jurnal dan sumber lain yang
sesuai dengan kajian penelitian ini. Dengan demikian dapat dilihat sejauh mana
peranan Islam dan Hubungan antar Umat beragama pada Masa Nabi Muhammad dan
Relevansinya di era revolusi Industri 4.0 diimplementasikan di Indonesia seperti
sekarang ini.

Hasil dan Pembahasan


Hubungan Islam Antar Umat beragama pada Masa Nabi Muhammad
Hubungan Islam Antar Umat beragama pada Masa Nabi Muhammad adalah
toleransi yang tinggi. Dimana Allah Swt berfirman dalam surat al-Kafirun Ayat 6
“Bagimu agamamu, dan bagimku agamaku”. Dari sinilah terlihat jelas bahwa islam
membawa ajaran toleran yang sangat dikedepankan, dan inilah yang diidam-idamkan
oleh setiap umat manusia yang ada di dunia ini, yakni kedamaian dalam beragama. Di
Indonesia sendiri dikenal dengan konsep moderasi beragama. Dimana moderasi
beragama dimaksudkan guna menuntut bagi setiap warga negara Indonesia untuk
saling menghormati antar perbedaan, terutama perbedaan dalam memeluk agamanya,
dan ini dijamin oleh Undang-undang dasar 1945. Dimana pada Pasal 28 E ayat (1)
secara tegas dijelaskan bahwa setiap orang (warga negara) bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya, kemudian warga negara bebas untuk memilih
pendidikan dan pengajaran, dan bebas dalam memilih pekerjaan, bebas memilih
kewarganegaraan, bebas memilih tempat tinggal di wilayah negara dan

6
meninggalkannya, serta berhak kembali. Namun fakta di lapangan di era 4.0 masih
ada saja beberapa sekelompok orang yang tidak memiliki toleransi untuk bebas
memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya. Dimana toleransi antar umat
beragama di indonesia ini tujuannya adalah untuk mempertahankan kerukunan antar
warga negara Indonesia (Vinkasari et al., 2020).
Di masa nabi Muhammad Saw terkait Toleransi sangat dibutuhkan untuk
menjaga keharmonisan dan keserasian dalam lingkungan sosial saat itu. Toleransi
dapat diwujudkan melalui sikap saling menghargai dalam perbedaan. Nabi berusaha
menyatukan masyarakat madinah pada masa itu dalam menuju kerukunan bersama
tanpa tebang pilih dari suku mana mereka berasal. Artinya konsep damai dan
perdamaian yang dicanangkan oleh baginda Rasulullah Saw saat itu adalah sesuai
dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT melalui firmannya dalam Surat Al-
Kafirun ayat 6 “Bagimu agamamu, dan bagimku agamaku”. Dengan pengertian ini
jelas, bahwa kata kerukunan hanya dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan.
Sebagai mahluk sosial, manusia memerlukan hubungan dan kerja samadengan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hasil kajian mengenai hal ini terkait Islam Antar Umat beragama pada Masa
Nabi Muhammad hubungannya dengan era 4.0 seperti seakrang ini menurut hemat
peneliti islam menerima pluralisme. Hal ini sebagaimana riset yang dicanangkan oleh
(Mohammad Nur, 2018) dalam beberapa point yang dapat dijadikan argumentasi
dalam hal ini adalah persamaan agama-agama samawi dalam keyakinan terhadap
tauhid uluhiyah, Islam mengajarkantoleransi baik antar umat beragama maupun antar
umat seagama, dan bahkan Islammengajarkan ajaran persaudaraan bukan saja dalam
bentuk ukhuwwah islamiyah (islam yang kokoh) tetapi juga pada ukhuwwah
insaniyyah (keutuhan umat manusia) artinya manusia yang damai tentram. Meskipun
begitu, Islam tidak menerima pluralisme dalam konsep yang ditawarkan oleh John
Hick yang memandang bahwa semua agama-agama adalah benar dan membawa
plurasilme agama adalah membawa kepada keselamatan umat manusia, karena yang
dimaksud oleh Islam dengan pluralisme disini adalah dalam tatanan kehidupan sosial
yang damai, yang dapat dinikmati oleh antar umat manusia yang beragam agama,
maka dari itu dalam pemahaman agama perlu diluruskan terkait pluraslisme agama
ini, khusunya di indonesia. Perbedaan secara teologis memang tidak bisa dipungkiri
lagi terkait adanya eksistensi dalam beragama yang dianut oleh orang islam. Namun,
islam sebagai agama yang mampu dalam berinteraksi dengan agama lain dalam hal
sosial kemasyarakatan, baik dalam konsep maupun dalam aplikasinya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam hal Hubungan Islam antar Umat
beragama pada Masa Nabi Muhammad, dapat ditarik benang merah bahwa bentuk
pengayoman nabi muhammad terhadap kaum nasrani, yahudi kala itu tidak lain dan
tidak bukan adalah sebagai bentuk penghormatan semata, tidak menjelaskan secara
eksplisit bahwa semua agama-agama adalah benar, itu tidaklah demikian. Dan yang
lebih penting lagi dalam beragama adalah toleransi yang tinggi. Hal ini sebagaimana
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori yang artinya “Barangsiapa yang membunuh
orang non-Muslim yang terikat dengan perjanjian dengan umat Islam, maka ia tidak

7
akan mencium keharuman aroma suarga. Sesungguhnya keharuman suarga itu dapat
diciumnya hanya dapat dilaluinya dari jarak 40 tahun dalam perjalanan waktu di
dunia.” (H.R. Bukhari) (Isra, 2018).

Konsepsi Toleransi antar Umat Beragama pada Masa nabi Relevansinya di Era
4.0
Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary disebutkan bahwa
Toleransi yang asal katanya adalah dari bahasa latin yaitu "tolerantia" yang maknanya
ringan, sabar, lembut hati, dan loggar (Hornby, 1995, p. 67). Adapun menurut Kbbi
Online toleran berarti “mendiamkan, membiarkan”. Sedangkan Toleransi beragama
adalah sebuah realisasi dari pada ekspresi pengalaman suatu keagamaan dalam hal ini
adalah berbentuk komunitas, dimana toleran diterapkan dalam suatu
komunitastertentu, semisal dalam hal beragama, maka agama yang satu tidak
memaksa kepada agama yang lain untuk mengikuti agama yang sedang
diyakini/diikuti tersebut (Wach, 1958, pp. 121–132). Semisal orang islam memaksa
orang lain (yang beragama yahudi, nasrani) untuk masuk memeluk agama islam, ini
artinya orang islam tersebut tidak toleran. Berbeda ketika orang yahudi dan nasrani
yang ingin memeluk agama islamt tanpa dengan ada paksaan. Hal ini sebagaimana
firman Allah Swt dalam surat Al-Baqarah ayat 256 yang artinya “Tidak Ada
Pemaksaan Memeluk Islam” (Hosen, 2017).
Teori keberagaman atau toleransi yang ada dalam keberagamaan yang
mengedepankan harmoni agama dan budaya dalam seni masamper yang ada di
Sulawesi utara manado, dimana potensi kerukunan umat beragama melalui tradisi
lokal yaitu seni Masamper dalam masyarakat Sangir. Masamper sbagai salah satu
kajian budaya-agama, dengan mengedepankan mengambil intisari dari nilai-nilai
kegamaan yang terkandung dalam lagu-lagu masamper, dimana makna yang
terkandung dalam keseluruhan aspek Masamper yaitu meliputi proses, dan dialektika
agama budaya yang ada di sulawesi utara Masamper sebagai salah satu peninggalan
seni budaya leluhur masyarakat Sangir selain sebagai sarana dakwah juga menjadi
salah satu perekat kerukunan sosial keagamaan di Sulawesi Utara. Masamper dapat
mencairkan perbedaan keyakinan menjadi sebuah keterlibatan budaya melalui
pertunjukan seni yang mengajak masyarakat untuk saling menghargai atas nama
budaya dan saling menghormati dalam pengamalan keyakinan agama (Muslim,
2016). Implementasi lainnya bisa dilihat dalam politik dan orientasi anggota rohis
terhadap bentuk negara (Wibowo, 2017). Dimana model komunikasi transmisi nilai
agama yang terjadi dalam organisasi Rohis sebagai bentuk dakwah Islam, namun
mayoritas Rohis dalam hal dukungan yang besar terhadap Indonesia adalah
mendukung dengan terbentuknya negara republik Indonesia bukan negara islam.
Di era yang serba digital seperti sekarang ini 4.0 ibrah dari konsep toleransi
yang sejak zaman nabi muhammad jika diimplementasikan di Indonesia, dewasa ini
adalah cocok dan relevan, hal ini dibuktikan dengan adanya gencatan senjata pada
bidang ekonomi nasional, semisal dengan berdirinya perbankan syariah (tahun 2008),
kemudian peluncuran brand ekonomi syariah (awal 2021), dan juga wakaf uang

8
(Ahyani & Muharir, 2021) sebagai bentuk inovasi baru oleh Indonesia dalam bidang
ekonomi. Dalam bidang pendidikan misalnya dengan penerapan atau implementasi
pendidikan islam dan pendidikan multikultural pada peserta didik (Permana &
Ahyani, 2020). Nabi Muhammad Saw ketika masih hidup selalu mengampanyekan
Islam yang moderat “rahmatal lil alamin” menaungi semua umat manusia, dimana
kalimat rahmatal lil alamin ini terkandung fungsi dari pada ajaran Islam sebagai
agama yang mengayomi, agama yang memberikan kedamaian, agama yang
mengajarkan kesejahteraan, dan islam agama yang mengedepankan non-diskriminasi.
Hal ini sejak dahulu telah di praktekan oleh Nabi muhammad Saw sesuai dengan
perintah Allah Swt dalam Surat al-Mumtahanah ayat 8 s.d ayat 9, yang artinya Allah
Swt tidak melarang Nabi Muhammad untuk selalu berbuat baik dan selalu berbuat
adil kepada orang yang bukan islam/non-muslim yang tidak memusuhinya. Inilah
catatannya bahwa islam boleh memusuhi non muslim jika non muslim tersebut
memusuhi islam (Juhri, 2018). Dalam memahami moderasi beragama menurut
Rabiatul Adawiah bahwa moderatio (bahasa latin) yang maknanya adalah "sedang"
tidaklah lebih dan tidaklah kurang. selain itu moderasi berarti moderation yaitu sikap
yang sederhana dan sedang, dalam bahasa arab sendiri sedang adalah
Wasath/Wasathiyah yang artinya moderat/tengah-tengah, sehingga moderasi
beragama adalah sikap tengah-tengah dalam beragama (Rabiatul Adawiah, 2020).
Dalam memahami konsep moderasi beragama dalam keragaman yang ada di
indonesia sendiri perlu adanya penyeragaman paham yang mana dalam hal
religiusitas masyarakat Indonesia ini sangatlah riskan (sensitif) dalam berlomba-
lomba menuju agama yang dianggap paling benar (Akhmadi, 2019). Dimana
notabene Indonesia bukan negara Islam tetapi mayoritas penduduknya adalah
muslim. Dengan majemuknya masyarakat yang ada di Indonesia dewasa ini perlu
adanya tujuan bersama dalam menuju keharmonisan bernegara dan berbangsa salah
satunya adalah dengan mengedepankan moderasi beragama/toleran dalam beragama.
Moderasi Beragama di Indonesia sendiri menurut Mohamad Fahri dan Ahmad
Zainuri dalam jurnalnya dikatakan bahwa radikalisme yang mengatasnamakan agama
tertentu dapat diberantas melalui pendidikan Islam yang inklusif dan moderat.
Moderasi beragama dapat ditunjukkan melalui sikap tawazun yakni sikap
seimbang/tengah-tengah, selain itu moderasi beragama dapat dilakukan dengan cara
i’tidal yakni sikap yang lurus dan tegas, moderasi beragama di Indonesia sendiri
dapat dilakukan dengan cara sikap yang tasamuh atau toleran, moderasi beragama
juga dapat ditunjukan melalui sikap egaliter (musawah). Selain itu di Indonesia yang
masyarakatnya majemuk (tidak satu agama) maka moderasi beragama dapat
dilakukan dengan cara rembug bersama/syura/musyawarah, dapat juga dilakukan
dengan cara reformasi (ishlah), atau bisa juga melalui sikap mendahulukan mana
yang lebih dahulu diprioritaskan/ aulawiyah), tathawwur wa ibtikar atau yang dapat
dimaknai sebagai sikap yang dinamis dan inovatif dalam hal moderasi beragama di
Indonesia juga dapat dilakukannya. Alhasil moderasi beragama bidang pendidikan
pun di era sekarang dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat Indonesia tanpa
memandang agamanya (Fahri & Zainuri, 2019).

9
Dengan demikian Konsepsi yang ada pada Toleransi antar Umat Beragama
pada Masa nabi dan relevansinya di Era 4.0 dapat dilakukan dengan mengedepankan
konsep Rahmatan lil ‘Alamin yang sejak dahulu oleh Rasulullah Saw telah
dipraktikan. Dan kini khusun untuk di Indonesia menurut hemat peneliti terkait
relevansi dari konsep islam antar umat beragama yang dicontohkan oleh nabi
muhammad di era 4.0 seperti skarang ini sangatlah relevan menggunakan konsep
menaungi semua agama-agama (rahmatan lil ‘alamin). Tidak menutup kemungkinan
di negara-negara lain menggunakan konsep Rahmatan lil ‘Alamin ini guna
mewujudkan negara yang baldatun toyyibatun warabbun ghafur (yaitu negeri yang
diberikan kedamaian oleh Allah Swt). Hal ini senada dengan apa yang dijelaskan
dalam jurnal (Adawiyah, 2019) bahwa makna islam sebagai agama yang menaungi
semua agama yang dilakukan oleh para petinggi partai islam dalam menanggapi isu
SARA.

Kesimpulan
Dari pembahasan diatas tentang bagaimana Islam dan Hubungan antar Umat
beragama pada Masa Nabi Muhammad dan Relevansinya di era revolusi Industri 4.0
seperti sekarang ini, yang notabene Indonesia bukan Negara Islam namun mayoritas
dihuni oleh orang islam. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep Islam dan
Hubungan antar Umat beragama pada Masa Nabi Muhammad dan Relevansinya di
Era 4.0 ddalah membawa misi Rahmatan Lil ‘Alamin dengan diimplementasikan
melalui toleransi. Toleransi kerukunan antar umat beragama di era 4.0 khususnya di
Indonesia perlu dikedepankan, dimana Indonesia bukan negara islam namun berbagai
agama yang ada di Indonesia mampu menerima konsep toleransi beragama yang
ditawarkan oleh islam. Dan toleransi yang ada pada konsep Rahmatan Lil ‘Alamin
yang mampu membawa kepada kedamaian yang hakiki. Alhasil Toleransi di zaman
nabi ketika diimplementasikan di Indonesia adalah relevan, hal ini dibuktikan adanya
islam yang moderat, moderasi beragama, saling menghormati antar perbedaan agama
yang di anut oleh warga negara Indonesia.

Daftar Pustaka

Adawiyah, R. (2019). Makna Islam Sebagai Agama Rahmatan Lil Alamin Perspektif
Partai-Partai Islam Periode 2014-2019 (Studi terhadap Pernyataan Petinggi
Partai Islam dalam Menanggapi Isu SARA). Imtiyaz: Jurnal Ilmu Keislaman,
3(2), 129–149. https://doi.org/10.46773/imtiyaz.v3i2.53
Ahyani, H., & Muharir. (2021). Perspektif Hukum Ekonomi Syariah Tentang Wakaf
Uang Di Era Revolusi Industri 4.0 | LAN TABUR: Jurnal Ekonomi Syariah.
https://doi.org/10.1234/lan%20tabur.v2i2
Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Inovasi-
Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2), 45–55.

10
Azizah, L., & Azhar, P. (2016). Islam Di Tengah Masyarakat Multikultural Indonesia
(Studi Atas Konsep Multikultural Abdul aziz Sachedina). Toleransi: Media
Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, 7(1), 70–88.
https://doi.org/10.24014/trs.v7i1.1422
Azmi, R., & Kumala, A. (2019). Multicultural personality pada toleransi mahasiswa.
Tazkiya (Journal of Psychology).
Casram, C. (2016). Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural.
Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya, 1(2), 187–198.
https://doi.org/10.15575/jw.v1i2.588
Dimas, I. (2019). Pendidikan Agama Islam Dalam Revolusi Industri 4.0. Prosiding
Seminar Nasional Prodi PAI UMP. http://digital.library.ump.ac.id/254/
Esack, F. (1997). Qur’an Liberation and Pluralism: An Islamic Perspective of
Interreligious Solidarity Against Oppression. Oneworld Publications.
Fauzan, F. (2011). Potret Islam Dan Hubungan Antar Agama Pada Masa Nabi. Al-
Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama, 6(1), 1–16.
https://doi.org/10.24042/ajsla.v6i1.480
Gaspersz, S. G. C., Souisa, N. N., & Latuheru, R. D. (2020). Religion, Suanggi, and
Suicide: A Case Study in the City of Ambon from the Perspective of
Religious Studies. Analisa: Journal of Social Science and Religion, 5(02),
167–184. https://doi.org/10.18784/analisa.v5i02.1111
Hornby, A. S. (1995). Oxford Advanced Learner’s Dictionary 5th edition. New York:
Oxford University Press.
Hosen, N. (2017, March 10). Tafsir Ayat “Tidak Ada Pemaksaan Memeluk Islam.”
https://islam.nu.or.id/post/read/75972/tafsir-ayat--tidak-ada-pemaksaan-
memeluk-islam-
Isra, Y. (2018, January 24). Belajar Toleransi Beragama dari Nabi Muhammad.
https://islam.nu.or.id/post/read/85507/belajar-toleransi-beragama-dari-nabi-
muhammad
Juhri, M. A. (2018). Aplikatisi Moderasi Dalam Interaksi Muslimdan Non-Muslim
Perspektif Tafsir Nabawi. Ushuluna : Jurnal Ilmu Ushuluddin, 4(2), 145–163.
Mohammad Nur, S. (2018). Islam Dan Hubungan Antar Agama. Jurnal Studi Agama
Program Studi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran
Islam Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang (e-ISSN: 2655-
9439), 2(2).
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/jsa/article/view/3058/2091
Muntaqo, L. (2020). Islamic Thoughts On Interfaith Marriage In Local And Global
Context. Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, 20(1), 69–79.
https://doi.org/10.32699/mq.v20i1.1615
Muslim, A. (2016). Religious And Cultural Harmonies In The Art Of Masamper.
Analisa: Journal of Social Science and Religion, 1(2), 259–274.
https://doi.org/10.18784/analisa.v1i2.283
Permana, D., & Ahyani, H. (2020). Implementasi Pendidikan Islam Dan Pendidikan
Multikultural Pada Peserta Didik. Jurnal Tawadhu, 4(1), 995–1006.

11
quran.kemenag.go.id. (2021). Al-Anbiya’—‫ | االنب ۤياء‬Qur’an Kemenag Verse 25.
https://quran.kemenag.go.id/sura/21
Qutub, S. (1967). Fi Dzilal al-Qur’an, Juz III. Beirut : Dar Ihya Turats al-Arabiyah.
Rabiatul Adawiah. (2020, September 15). Islam Dan Moderasi Beragama. Situs
Resmi UIN Antasari. https://www.uin-antasari.ac.id/islam-dan-moderasi-
beragama/
Thoriquttyas, T., & Hanun, F. (2020). Amplifying the Religious Moderation from
Pesantren: A Sketch of Pesantren’s Experience in Kediri, East Java. Analisa:
Journal of Social Science and Religion, 5(02), 221–234.
https://doi.org/10.18784/analisa.v5i02.1147
Vinkasari, E., Cahyani, E. T., Akbar, F. D., & Santoso, A. P. A. (2020). Toleransi
Antar Umat Beragama Di Indonesia Untuk Mempertahankan Kerukunan.
Prosiding HUBISINTEK, 1, 67–67.
Wach, J. (1958). The Comparative Study of Religion. New York : Colombia
University Press.
Wibowo, A. M. (2017). Political View And Orientation Of The Rohis Members
Toward The Form Of The State. Analisa: Journal of Social Science and
Religion, 2(2), 234–253. https://doi.org/10.18784/analisa.v2i2.498
Yusrina, J. A., & Ma’arif, S. (2020). Islam and Tolerance: The Educational Pattern of
Community in Kutuk Village, Kudus. Analisa: Journal of Social Science and
Religion, 5(02), 235–250. https://doi.org/10.18784/analisa.v5i02.1140
Zuhdi, M., & Sarwenda, S. (2020). Recurring Issues in Indonesia’s Islamic
Education: The Needs for Religious Literacy. Analisa: Journal of Social
Science and Religion, 5(01), 1–13. https://doi.org/10.18784/analisa.v5i1.1038

12

View publication stats

You might also like