You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

F DENGAN STATUS EPILEPTIKUS DI


RUANG PADMANABA BARAT RSUP DR. SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak


Pembimbing Akademik :
Dr. Atik Badi’ah, S.Pd., S.Kp.,M.Kes.
Pembimbing Klinik :
Budi Winarti, S.Kep., Ns

Disusun Oleh :
Aly Sahid Saifullah (P07120220026)
Nur Aini (P07120220025)
Semester V

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2022
Lembar Pengesahan

Laporan asuhan keperawatan anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada


An. F dengan Status Epileptikus di Ruang Padmanaba Barat RSUP Dr. Sardjito” ini
disusun untuk memenuhi tugas praktik keperawatan anak yang disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat : Ruang Padmanaba Barat RSUP Dr. Sardjito

Mengetahui
Clinical Instructor (CI) Pembimbing Akademik

Budi Winarti, S.Kep., Ns Dr. Atik Badi’ah, S.Pd.,S.Kp.,M.Kes


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan pada An. F dengan Status
Epileptikus di Ruang Padmanaba Barat RSUP Dr. Sardjito”. Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak. Ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada :
1. Bondan Palestin, SKM., M.Kep., Sp.Kom. selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
2. Ns. Maryana S.SiT., S.Psi., S.Kep., M.Kep. selaku Ka.Prodi Sarjana Terapan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
3. Dra. Ni Ketut Mendri, S.Kep.,Ns.,M.Sc. selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan demi terselesaikannya laporan ini.
4. Budi Winarti, S.Kep., Ns. selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan
bimbingan demi terselesainya laporan ini.
5. Semua pihak yang telah memberikan sumbangsih dalam penyusunan lapuran ini
Kami berharap semoga laporan ini dapat membantu pembaca untuk lebih
mengetahui tentang “Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Chronic Kidney Disease
(CKD) di Ruang Padmanaba Timur RSUP Dr. Sardjito”. Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan laporan ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharap dan saran dari berbagai pihak agar laporan ini lebih sempurna.

Yogyakarta, 8 November 2022

Penulis
Daftar isi

Halaman Judul .........................................................................................................1


Lembar Pengesahan.................................................................................................2
Kata Pengantar.........................................................................................................3
Daftar isi...................................................................................................................4
BAB I.......................................................................................................................5
LAPORAN PENDAHULUAN................................................................................5
A. Konsep Dasar Status Epileptikus....................................................................5
B. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Status Epileptikus..................17
BAB II....................................................................................................................34
ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................34
A. Pengkajian....................................................................................................34
B. Analisa Data.................................................................................................44
C. Diagnosis Keperawatan Berdasarkan Prioritas.............................................47
D. Perencanaan Asuhan Keperawatan...............................................................47
E. Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan........................................52
BAB III..................................................................................................................63
PENUTUP..............................................................................................................63
A. Kesimpulan...................................................................................................63
B. Saran.............................................................................................................63
Daftar Pustaka........................................................................................................64
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Status Epileptikus


1. Defenisi
Status epileptikus (aktifitas kejang lama yang akut) merupakan suatu
rentetan kejang umum yang terjadi tanpa perbaikan kesadaran penuh diantara
serangan. Istilah ini telah diperluas untuk mencakup kejang klinis atau listrik
kontinu yang berakhir sedikitnya 30 menit, meskipun tanpa kerusakan kesadaran
(Muttaqin, Arif.2008). Menurut WHO (Chadwick, 1991) epilepsi adalah suatu
kelainan otak kronik dengan berbagai macam penyebab yang ditandai serangan
kejang berulang yang disebabkan oleh bangkitan neuron otak yang berlebihan,
dimana gambaran klinisnya dapat berupa kejang, perubahan tingkah laku,
perubahan kesadaran tergantung lokasi kelainan diotak.
Pada konvensi Epilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang lalu,
status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau
lebih rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau
aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang
yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan
sebagai status epileptikus.
Masalah dasarnya diperkirakan akibat gangguan listrik (disritmia) pada sel
syaraf disalah satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan
listrik abnormal, berulang, dan tidak terkontrol. Karakteristik kejang epileptik
adalah suatu manifestasi muatan neuron berlebih.
2. Etiologi
Secara umum penyebab kejang dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
a. Idiopatik 
Penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisigenetik
b. Kriptogenik
Dianggap simptomatik tatapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini
sindrom west, sindrom lennox-gastaut, dan epilepsi mioklonik,
gambaranklinik sesuai dengan ensefalopati difus.
c. Imptomatik
Disebabkan oleh kelainan/lesi ada susunan saraf  pusat misalnya trauma
kepala, infeksi susunan saraf (SSP), kelainan kongenital, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan
neuro degenerative.
3. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskanoleh suatu sumber gaya listrik
di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokusini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron disekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak
yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang
substansia retikularisdan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan
impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Status epileptikus terjadi akibat kegagalan mekanisme untuk membatasi
penyebaran kejang baik karena aktivitas neurotransmiter eksitasi yang
berlebihan danatau aktivitas neurotransmiter inhibisi yang tidak efektif.
Neurotransmiter eksitasiutama tersebut adalah neurotran dan asetilkolin,
sedangkan neurotransmiter inhibisiadalah gamma-aminobutyric acid (GABA)
4. Faktor Predisposisi
a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti
ibumenelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami
infeksi,minum alkohol, atau mengalami cedera.
b. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
c. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
d. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada
anak-anak.
e. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
f. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak.
g. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose,
danneurofibromatosis dapat menyebabkan kejang yang berulang-ulang.
h. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan
karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan
pada anak
5. Pathway

6. Klasifikasi
Saat ini, ada beberapa versi pengklasifikasian SE sebagai berikut (Treiman):
a. Generalized Convulsive SE Merupakan tipe SE yang paling sering dan
berbahaya. Generalized mengacu pada aktivitas listrik kortikal yang
berlebihan, sedangkan convulsive mengacu kepada aktivitas motorik suatu
kejang.
b. Subtle SE terdiri dari aktivitas kejang pada otak yang bertahan saat tidak
ada respons motorik. Terminologi ini dapat membingungkan, karena subtle
SE seperti tipe NCSE (Non-convulsive Status Epilepticus). Walaupun
secara definisi subtle SE merupakan nonconvulsive, namun harus dibedakan
dari NCSE lain. Subtle SE merupakan keadaan berbahaya, sulit diobati, dan
mempunyai prognosis yang buruk.
c. Nonconvulsive SE NCSE dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu absence
SE dan complex partial SE. Perbedaan 2 tipe ini sangat penting dalam
tatalaksana, etiologi, dan prognosis; focal motor SE mempunyai prognosis
lebih buruk.
d. Simple Partial SE Secara definisi, simple partial SE terdiri dari kejang
yang terlokalisasi pada area korteks serebri dan tidak menyebabkan
perubahan kesadaran. Berbeda dengan convulsive SE, simple partial SE
tidak dihubungkan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi
Secara tradisional, SE dapat diklasifikasikan menjadi convulsive dan
nonconvulsive, namun istilah ini dapat tidak tepat. Skema baru klasifikasi
ILAE (International League Against Epilepsy) telah menolak penggunaan
istilah nonconvulsive, karena dapat merupakan suatu keadaan yang beragam
seperti kejang fokal pada limbic SE ataupun generalized seperti absence SE.
Di samping itu, keadaan convulsive, khususnya kejang myoclonic, dapat
terlihat pada nonconvulsive SE, misalnya kejang di kelopak mata atau
perioral.
Skema ILAE 2001 mendefinisikan SE sebagai aktivitas kejang yang
terusmenerus dan mengklasifi kasikan SE menjadi dua kategori, yaitu
generalized dan focal SE. Laporan ILAE Core Group (2006) mengklasifi
kasikan bermacam-macam tipe SE, serta berusaha menghindari istilah
generalized dan focal.
7. Manifestasi Klinis
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk
mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized
Tonic-Clonic) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai,
hasil dari survei ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain
dapat juga terjadi.
a. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status
Epileptikus) Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling
sering dihadapi dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang
didahului dengan tonikklonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah
menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik umum, serangan
berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan
kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang
melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus.
Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2.
Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin
berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang
mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan
metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus
yang tidak tertangani.
b. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status
Epileptikus) Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik
umum mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode
kedua.
c. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus) Status epilepsi tonik
terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran tanpa
diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan
gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.

d. Status Epileptikus Mioklonik. Biasanya terlihat pada pasien yang


mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering
asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status
epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa
yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi
atau kondisi degeneratif.
e. Status Epileptikus Absens Bentuk status epileptikus yang jarang dan
biasanya dijumpai pada usia pubertas atau dewasa. Adanya perubahan
dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu keadaan mimpi
(dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai “slow motion
movie” dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin
ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak.
Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz
spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus
Benzodiazepin intravena didapati.
f. Status Epileptikus Non Konvulsif Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis
dengan status absens atau parsial kompleks, karena gejalanya dapat sama.
Pasien dengan status epileptikus nonkonvulsif ditandai dengan stupor atau
biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan
paranoia, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif
(impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus
dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave
discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.
g. Status Epileptikus Parsial Sederhana
- Status Somatomotorik Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut
mulut, ibu jari dan jarijari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki
dan kaki pada satu sisi dan berkembang menjadi jacksonian march pada satu
sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran
tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic
lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang berlawanan (PLED),
dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam
otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang
intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).
- Status Somatosensorik Jarang ditemui tetapi menyerupai status
somatomotorik dengan gejala sensorik unilateral yang berkepanjangan atau
suatu sensory jacksonian march.
h. Status Epileptikus Parsial Kompleks Dapat dianggap sebagai serial dari
kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup untuk mencegah
pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara,
dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas
fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan
epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens
dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial
kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.
8. Penatalaksanaan Medis
Evaluasi tanda vital serta penilaian airway, breathing, circulation (ABC)
harusdilakukan seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan. Pemilihan jenis
obat sertadosis anti-konvulsan pada tata laksana SE sangat bervariasi antar
institusi. Berikut iniadalah algoritma tata laksana kejang akut dan status
epileptikus berdasarkan KonsensusUKK Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
- Diazepam iv : 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit,kecepatan
2 mg/menit. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu
dihabiskan
- Fenobarbital : pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1
dengankecepatan yang sama
- Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM,
ambilsesuai dosis yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang
telahdibuang jarumnya, dan teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit.
Dosismidazolam buccal berdasarkan kelompok usia :
• 2,5 mg (usia 6-12 bulan)
• 5 mg (usia 1-5 tahun)
• 7,5 mg (usia 5-9 tahun)
• 10 mg (usia diatas 10 tahun)
- Tapering off midzolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24
jamsetelah pemberian midazolam, maka pemberian midazolam
dapatditurunkan secara bertahap dengan kecepatan 0,1 mg/jam dan
dapatdihentikan setelah 48 jam bebas kejang.
- Midzolam : pemberian midzolam infus kontinyu di ICU namun disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit
- Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang
dalamkeadaan tidak kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital
10mg/kg IV dilanjutkan dengan pemberian rumatan bila diperlukan.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi ginjal
dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka dilakukan
kultur darah
b. Imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk mengevaluasi lesi struktural di otak
c. EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat mungkin
jika pasien mengalami gangguan mental
d. Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS atau
perdarahan subarachnoid.
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Status Epileptikus
1. Pengkajian keperawatan
Dalam pengkajian keperawatan menurut (Prayogi,2018).
1) Data Subjektif Identitas :
a. Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
b. Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
c. Riwayat Penyakit Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa
kejang ditanyakan
d. Apakah betul ada kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar
dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak.
- Apakah disertai demam Dengan mengetahui ada tidaknya demam
yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi
memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara
timbulnya kejang dengan demam.
- Lama serangan
- Pola serangan
a. Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai
pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik.
b. Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang
kesadaran
c. Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai
gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik.
d. Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi
sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme
infantile.
e. Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
- Frekuensi serangan Apakah penderita mengalami kejang
sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan
berapa frekuensi kejang per tahun.
- Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan Sebelum kejang
perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala
dan lain-lain.
2) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai Apakah muntah, diare, truma
kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal,
kelainan jantung, Dengue Hemoragi Fever (DHF) , Infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA), Otitis media akut (OMA), Morbili dan lain-lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
a. Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat
kejang terjadi untuk pertama kali.
b. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, Otitis media
akut (OMA) dan lain-lain.
4) Riwayat kehamilan dan persalinan Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester,
apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil.
Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-
obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah
sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante
partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,
diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang
5) Riwayat imunisasi Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum
ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.
Pada umumnya setelah mendapat imunisasi difteri, pertusis, dan tetanus
(DPT) efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
6) Riwayat perkembangan Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
a. Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
b. Gerakan motorik halus berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan
koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu
benda, dan lain-lain.
c. Gerakan motorik kasar berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
d. Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
7) Riwayat kesehatan keluarga.
a. Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+25% penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan)
b. Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya.
c. Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti Infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA), diare atau penyakit infeksi menular
yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
d. Riwayat social
a) Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu
dikaji siapakah yanh mengasuh anak.
b) Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya.
8) Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan Ditanyakan keadaan sebelum dan
selama sakit bagaimana.
9) Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
a. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
b. Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis.
c. Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
10) Pola nutrisi
a. Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak.
b. Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak. Bagaimana selera
makan anak. Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari.
11) Pola eliminasi
a. Buang air kecil (BAK) ditanyakan frekuensinya, warnanya, jumlahnya,
secara makroskopis.
b. ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah, serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
c. Buang air besar (BAB) ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau
tidak, dan bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir
12) Pola aktivitas dan latihan Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan
teman sebayanya, Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam dan
Aktivitas apa yang disukai
13) Pola tidur/istirahat Berapa jam sehari tidur, berangkat tidur jam berapa,
bangun tidur jam berapa, kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur
siang.
14) Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum Pertama kali perhatikan keadaan umum vital :
tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang
demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran
setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa
kelainan neurologi.
b. Pemeriksaan Fisik
- Kepala Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah
dispersi bentuk kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan
intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan
ubun-ubun besar menutup atau belum.
- Rambut Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut.
- Muka/ wajah Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi
yang paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga
wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus,
opistotonus, trimus, Apakah ada gangguan nervus cranial.
- Mata Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa
pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera,
konjungtiva.
- Telinga Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang
telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
- Hidung Apakah ada pernapasan cuping hidung, Polip yang
menyumbat jalan napas, Apakah keluar sekret, bagaimana
konsistensinya, jumlahnya.
- Mulut Adakah tanda-tanda sardonicus, cyanosis, Bagaimana
keadaan lidah, Adakah stomatitis, Berapa jumlah gigi yang tumbuh,
Apakah ada caries gigi,
- Tenggorokan Adakah tanda-tanda peradangan tonsil, Adakah tanda-
tanda infeksi faring, cairan eksudat.
- Leher Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid,
Adakah pembesaran vena jugulans.
- Thorax Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
- Jantung Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya,
Adakah bunyi tambahan, Adakah bradicardi atau tachycardia.
- Abdomen Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada
abdomen, Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus, Adakah
tanda meteorismus, Adakah pembesaran lien dan hepar.
- Kulit Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya,
Apakah terdapat oedema, hemangioma, Bagaimana keadaan turgor
kulit.
- Ekstremitas Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah
terjadi skejang, Bagaimana suhunya pada daerah akral.
- Genetalia Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari
vagina, tanda-tanda infeksi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi
adalah:
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
peningkatan sekresimucusb.
- Resiko tingsgi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama
kejang atau kerusakan perlindungan diri.
- Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma
berkenaan dengankondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan
pengungkapan tentang perubahan gayahidup, takut penolakan; perasaan
negative tentang tubuh
- Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit
berhubungan dengankurangnya informasi
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
Dan Indikator Diagnosis”. Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Tindakan Keperawatan”. Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. “Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Kriteria Hasil”. Jakarta Selatan: DPP PPNI
Desya, M. (2020). Status Epileptikus. laporan pendahuluan status epileptikus, 1-20.
Yanuar, P. T. (2013). Laporan Pendahuluan. Status Epileptikus, 9-17.

You might also like