You are on page 1of 15

MAKALAH BAHASA INDONESIA III

TENTANG
TANTANGAN BAHASA INDONESIA DI ERA MILENIAL

DOSEN PEMBIMBING:
JUNITA IRAWATI

OLEH :
1. NUR KHOLIJAH
2. NUR LAILA
3. NABILA AYU
4. NUR HALIMAH
5. MULIA AHSAN
6. SITI PATIMAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat hidayah dan taufiq-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami
dengan tepat waktu. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan kesehatan dan
kesempatan kepada kita sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya
Sholawat dan salam ke Ruh junjungan nabi Besar muhammad SAW yang
telah membawa risalah islam ke tengah-tengah ummatnya, guna mengeluarkan
ummatnya dari alam kebodohan menuju alam yang berilmu pengetahuan yang
disertai iman dan islam sebagaiman yang kita rasakan saat sekarang ini.
Akhirnya hanya kepada Allahlah kami berserah diri dan memohon ampun
atas kesalahan yang diperbuat, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi
penulis khususnya, pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Panyabungan, Oktober 2022

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................1


B. Rumusan Masalah ............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN

A. Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Saat Ini........................................2


B. Tantangan Bahasa Indonesia Di Era Milenial................................3
C. Upaya Yang Dilakukan Dalam Menghadapi Tantangan Bahasa
Indonesia Di Era Milenial..............................................................6
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan dasar dari sendi susunan masyarakat. Sebagaimana


telah diketahui, unsur-unsur berdirinya suatu negara adalah adanya rakyat,
wilayah, serta adanya pemerintah yang mengatur kedua unsur tersebut. Sedangkan
rakyat/masyarakat merupakan kumpulan dari individu-individu yang kemudian
berinteraksi dan membentuk kumpulan-kumpulan lebih besar yang dinamakan
keluarga. Dengan perkataan lain, suatu negara adalah kumpulan negara-negara
kecil, yakni kumpulan keluarga-keluarga dari rakyatnya. Inilah kaitan perkawinan
dengan kehidupan masyarakat bernegara.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keberhasilan dan kesejahteraan


suatu negara bersumber pula dari ketentraman dan kesejahteraan dari negara-
negara kecil yang tidak lain keluarga-keluarga (rumah tangga-rumah tangga)
rakyatnya. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan
nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur negara khususnya
Pegawai Negeri. Karena itu, dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional yakni mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban
modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan Pegawai
Negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi
masyarakat yang harus menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata
kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan, dan ketaatan kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem perkawinan TNI?
2. Bagaimana sistem perkawinan PNS?
3. Bagaimana sistem perkawinan POLRI?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Perkawinan TNI


Pada dasarnya seorang anggota TNI pria atau wanita hanya diizinkan
mempunyai seorang isteri/ suami. Namun seorang suami hanya dapat
dipertimbangkan untuk diizinkan mempunyai isteri lebih dari seorang apabila hal
itu tidak bertentangan dengan ketentuan agama yang dianutnya dan dalam hal
isteri tidak dapat melahirkan keturunan, dengan surat keterangan dokter. Anggota
TNI tidak diperkenankan:
1. Kawin selama mengikuti pendidikan pembentukan pertama/pendidikan dasar
baik di dalam maupun di luar negeri.
2. Hidup bersama dengan wanita/pria sebagai ikatan suami isteri tanpa dasar
perkawinan yang sah. Sebelum melakukan perkawinan, terlebih dahulu
anggota TNI harus mengantongi izin kawin. Untuk memperoleh izin kawin
tersebut tata caranya:
a. Setiap anggota yang hendak kawin/nikah atau menceraikan isterinya,
menjatuhkan talak atas isterinya/minta cerai kepada suaminya, diharuskan
terlebih dahulu mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada
pejabat yang berwenang.
b. Sebelum permohonan izin kawin disampaikan kepada pejabat yang
bewenang, calon suami/isteri diwajibkan menghadap pejabat agama
Angkatan/Polri untuk menerima petunjuk/penggembalan dalam
perkawinan yang akan dilakukan.
c. Sebelum permohonan izin kawin disampaikan kepada pejabat yang
berwenang, suami/isteri yang bersangkutan wajib menerima
petunjuk/penggembalaan kerukunan rumah tangga dari pejabat agama
tersebut.
d. Dalam hal permohonan izin tersebut ditolak oleh pejabat yang berwenang,
kecuali ditolak oleh Presiden, maka yang bersangkutan dapat mengajukan
permohonan baik banding kepada pejabat setingkat lebih tinggi dari
pejabat tersebut.
e. Putusan atau suatu permohonan naik banding diberitahuan kepada yang
bersangkutan secara tertulis, dan merupakan putusan terakhir. Izin kawin
hanya diberikan apabila perkawinan yang akan dilakukan itu tidak
melanggar hukum agama yang dianut oleh kedua belah pihak yang
bersangkutan.

Untuk itu perlu adanya pernyataan/pendapat pejabat agama Angkatan/Polri


yang bersangkutan. Izin kawin pada prinsipnya diberikan kepada anggota TNI
yang bersangkutan jika perkawinan itu memperlihatkan prospek kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi calon suami isteri yang bersangkutan dan tidak akan membawa
pengaruh atau akibat yang merugikan kedinasan. Surat izin kawin hanya berlaku
selama 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal dikeluarkannya. Setelah
perkawinan dilangsungkan, maka salinan surat izin kawin dari lembaga yang
berwenang, serta salinan surat izin kawin harus diserahkan oleh yang
bersangkutan kepada pejabat personalia di kesatuannya, guna menyelesaikan
administrasi personil dan keuangan. Jika dalam hal ini izin kawin sudah diberikan
namun perkawinan tidak jadi dilakukan, maka yang bersangkutan harus segera
melaporkan pembatalan itu kepada pejabat yang memberikan izin tersebut disertai
dengan alasan-alasan secara tertulis.

Pejabat yang berwenang juga bisa menolak permohonan izin kawin


apabila:

1. Tabiat, kelakuan dan reputasi calon suami/isteri yang bersangkutan tidak


sesuai dengan kaidahkaidah (norma) kehidupan bersama yang berlaku dalam
masyarakat.
2. Ada kemungkinan, bahwa perkawinan itu akan dapat merendahkan martabat
TNI ataupun Negara baik langsung maupun tidak langsung.
3. Persyaratan kesehatan tidak terpenuhi. Wewenang pemberian izin kawin dan
cerai diatur sebagai berikut:
a. Oleh Presiden: Untuk pejabat-pejabat:
1) Menteri Pertahanan dan Keamananam / Panglima ABRI.
2) Wakil Panglima ABRI / Panglima Komando Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban.
3) Kas Angkatan / Kapolri
4) Pati yang menduduki jabatan: Menteri, Ketua/Wakil Ketua Lembaga
Tinggi/Tertinggi Negara/sederajat
b. Oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI:
1) Untuk pejabat-pejabat di Staf/Balakpus/Kotama Ops Hankam
a) Kas Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
b) Kas Ops. Kasmin, Kaskar, Irjan.
c) Pangkotama Ops Hankam.
d) Gub, Lemhannas

Untuk Pejabat-pejabat di Angkatan/Polri: De Kas


Angkatan/Polri Untuk karyawan: Pati yang menduduki jabatan Dubes,
Sekjen, Irjen pada Departemen Non TNI, Pimpinan Lembaga-lembaga
Negara Non Departemen/sederajat.

c. Oleh Wapangab An. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI:


1) Untuk pejabat-pejabat di Staf/Balakpus/Kotama Ops. Hankam.
a) As, Irut, Hankam, Kasetum, Dan Korma Hankam, dan Satkam.
b) Gub. Ka/Wadanjen Balakpus Hankam.
c) Wapang/Kas Kotama Ops Hankam.
d) Wagub Lemhannan. Untuk pejabat di Angkatan/Polri
e) As Kas Angkatan/Polri
f) Pang. Dan Kotama Angkatan/Polri
g) Pangdam, Pangdaeral, Pangkodau, dan Kadapol Untuk Karyawan.
Semua pati kecuali pada poin b.
Oleh Kas Angkatan/Kapolri Pangkotama Ops Hankam atau pejabat
yang ditunjuk: Untuk pejabat-pejabat: Semua anggota TNI yang berada
dalam lingkungan kekuasaannya kecuali tersebut pada a, b dan c. e.
d. Oleh Kasmin Hankam: Untuk Waas, Irhankum, Wagub/Waka Balakpus
Hankam Pati lainnya pada Staf/Balakpus Hankam. Pamen di lingkungan
Staf Hankam. Dan Korma Hankam Untuk golongan Pama, Bad an Ta di
lingkungan Hankam g. Oleh Danjen, Gub, Ka atau Pejabat yang ditunjuk:
Untuk golongan Pamen ke bawah di lingkungan Lakpus masing-masing.
B. Sistem Perkawinan PNS

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya/kepercayaannya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,
maka beristri lebih dari seorang dan perceraian sejauh mungkin harus dihindarkan.

Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama wajib


melaporkan kepada pejabat secara hirarkhis selambat-lambatnya 1 tahun sejak
tanggal perkawinan.Ketentuan ini juga berlaku bagi PNS yang berstatus janda
atau duda yang melangsungkan perkawinannya kembali.

PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh ijin secara


tertulis atau surat keterangan terlebih dahulu dari pejabat. PNS yang
berkedudukan sebagai penggugat harus memperoleh ijin dari Pejabat, sedangkan
bagi PNS yang berkedudukan sebagai tergugat cukup mendapat surat keterangan
dari Pejabat.1

Dasar Hukum

a. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

1
https://bkpp.kulonprogokab.go.id/detil/1964/perkawinan-perceraian#:~:text=Pegawai
%20Negeri%20Sipil%20(PNS)%20yang,duda%20yang%20melangsungkan
%20perkawinannya%20kembali.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan Dan
Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
c. Surat Edaran Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor
08/SE/1983
d. Surat Edaran Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor
48/SE/1990 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai
Negeri Sipil.

1. PNS Pria Yang Akan Beristri Lebih Dari Seorang

a. PNS yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin tertulis
lebih dahulu dari Pejabat.
b. Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib memberikan pertimbangan kepada Pejabat.
c. Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin untuk beristri lebih dari
seorang, wajib menyampaikan kepada pejabat melalui saluran hirarki
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima
surat permintaan izin tersebut.
d. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin tersebut.
e. Izin untuk beristri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat
apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan
ketiga syarat kumulatif.

2. Syarat alternatif (salah satu harus terpenuhi) :

a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya, karena menderita sakit


jasmani/rokhani.
b. Isteri mendapat cacat badan/penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan.
c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan setelah menikah sekurang-
kurangnya 10 tahun.
3. Syarat komulatif (semua harus terpenuhi) :

a. Ada persetujuan tertulis secara iklas dari isteri dan disahkan atasannya.
b. PNS pria mempunyai penghasilan yang cukup.
c. PNS pria berlaku adil terhadap isteri-isterinya dan anaknya. 

4. PNS Wanita Tidak Diijinkan Menjadi Isteri Kedua, Ketiga, Keempat


Dan Seterusnya

a. PNS wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat.


b. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat
dilarang menjadi PNS.
c. PNS wanita yang akan menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari pria bukan
PNS wajib memperoleh ijin tertulis dari Pejabat dan memenuhi syarat
sesuai Romawi V angka 3 SE BAKN No. 08/SE/1983.2

5. Hidup Bersama Di Luar Ikatan Perkawinan Yang Sah

a. PNS dilarang hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah.


b. Yang dimaksud hidup bersama diluar perkawinan yang sah adalah
melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan wanita yang bukan
isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya yang seolah-olah
merupakan suatu rumah tangga.

6. Sanksi

2
Prawirohamidjojo, R. Soetojo. 1988. Pluralisme dalam Perundang-undangan
Perkawinan di Indonesia. Surabaya. Airlangga University Press. Hal. 90
a. PNS yang tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis
kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah
perkawinan dilangsungkan, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat.
b. PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat apabila : 
1) melakukan perceraian tanpa memperoleh izin dari Pejabat bagi
yang berkedudukan sebagai Penggugat atau tanpa surat keterangan
bagi yang berkedudukan sebagai Tergugat, terlebih dahulu dari
Pejabat.
2) apabila menolak melaksanakan pembagian gaji dan atau tidak mau
menandatangani daftar gajinya sebagai akibat perceraian.
3) tidak melaporkan perceraiannya kepada Pejabat dalam jangka
waktu selambat- lambatnya satu bulan setelah terjadinya
perceraian.
4) setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak
meneruskan pemintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan
perceraian untuk melakukan perceraian, dan atau untuk beristri
lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan
adanya gugatan perceraian.
5) Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan
izin perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas
pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau tidak
memberikan keputusan terhadap permintaan izin untuk beristri
lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan setelah ia menerima izin atau pemberitahuan adanya gugatan
perceraian.3
c. PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat apabila: 

3
Saebani, Ahmad Beni. 2008. Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan Undang-Undang
Cet.1. Bandung. Pustaka Setia. Hal. 81
1) beristri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin terlebih dahulu
dari Pejabat.
2) tidak melaporkan perkawinanya yang kedua/ketiga/keempat
kepada Pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun
setelah perkawinan dilangsungkan.
d. PNS Wanita yang menjadi istri kedua/ketiga/keempat dan seterusnya
dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat
sebagai PNS.
e. PNS dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan apabila
melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah dengan
wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya.

C. Sistem Perkawinan POLRI


Peranan dan tugas pokok ABRI (TNI-Polri) cukup berat sehingga dari
setiap anggota ABRI dibebani suatu disiplin yang lebih berat dalam mengemban
tugasnya jika dibandingkan dengan anggota masyarakat lainnya. Kehidupan yang
sedemikian itu harus ditunjang oleh kehidupan suami istri yang harmonis dan
serasi, yang dapat menciptakan suasana tentram dan bahagia dalam kehidupan
rumah tangganya. 44 Untuk maksud tersebut, Menteri Pertahanan
Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata mengeluarkan Keputusan No. :
Kep/01/I/1980, tentang Peraturan Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk anggota
ABRI. Sebagai pelaksanaan dari Keputusan ini, maka dikeluarkan Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) No. Pol. : Juklak/07/III/1988 tanggal 18 Maret 1988 tentang
Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk bagi Anggota Polri dan Perssip, yang
bertujuan untuk menciptakan keseragaman dan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan perkawinan, perceraian, dan rujuk anggota Polri di lingkungan Polri.4
Satu hal yang membedakan anggota Polri selaku sipil yang bekerja sebagai
Pegawai Negeri pada Polri dengan Pegawai Negeri Sipil terletak pada anggota
Polri diizinkan, sesuai aturan yang berlaku, untuk membawa dan menggunakan
4
Harry Haryadi, “Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan
dalam Tindakan Kepolisian,”
senjata api dalam kedinasannya. 52 Hal ini selaras dengan pendapat yang
mengatakan polisi sipil adalah sekelompok orang sipil yang dipersenjatai guna
melindungi masyarakat di masa damai (Satjipto Raharjo, 2003). Polisi pada
hakikatnya merupakan “warga negara biasa yang berseragam” (a civilian in
uniform) 53 dan Polri merupakan institusi sipil yang dipersenjatai, tetapi bukan
combatant dan sama sekali berbeda dengan militer.5
Dasar hukum pembawaan dan penggunaan senjata api oleh anggota Polri
diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Idzin Pemakaian Sendjata Api
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun
1951.55 Pemakaian senjata api dinas adalah bukan untuk gagah-gagahan, namun
ditujukan kepada anggota yang telah dianggap mampu, serta melalui tes psikologi
sesuai standar Polri.56 Dalam peraturan di lingkungan Polri diatur bahwa anggota
Polri yang diberi izin menggunakan senjata api kedinasan minimal berpangkat
Brigadir Polisi Satu.57 Sehubungan dengan penggunaan senjata api oleh anggota
Polri, pada tanggal 13 Januari 2009 dikeluarkan Peraturan Kapolri Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang
bertujuan untuk memberikan pedoman bagi anggota Polri dalam pelaksanaan
tindakan kepolisian yang memerlukan penggunaan kekuatan sehingga terhindar
dari tindakan yang berlebihan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
1. Pengaturan Perkawinan bagi Anggota Polri
Pengertian perkawinan dalam Juklak No. Pol. : Juklak/07/III/1988
Pasal 3 huruf f yakni: “Perkawinan ialah adanya hubungan Suami-istri dalam
ikatan Perkawinan/Pernikahan berdasarkan ketentuan agama yang dianut oleh
yang bersangkutan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Terdapat hal-hal terkait perkawinan yang tidak diperkenankan dilakukan oleh
anggota Polri, sebagai berikut: 1) Melaksanakan perkawinan selama masih
mengikuti pendidikan pembentukan pertama/pendidikan dasar; 2) Hidup

5
Ricky Francois Wakanno Ginting, Endang Kesuma Astuty, dan Markus Gunawan, Buku
Pintar Calon Anggota dan Anggota Polri, cet. 1, (Jakarta: Visimedia, 2009). Hal. 130
bersama dengan wanita/pria sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang
sah; 3) Melaksanakan perkawinan selama masa iddah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya/kepercayaannya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,
maka beristri lebih dari seorang dan perceraian sejauh mungkin harus dihindarkan.

Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan pertama wajib


melaporkan kepada pejabat secara hirarkhis selambat-lambatnya 1 tahun sejak
tanggal perkawinan.Ketentuan ini juga berlaku bagi PNS yang berstatus janda
atau duda yang melangsungkan perkawinannya kembali.

Untuk itu perlu adanya pernyataan/pendapat pejabat agama Angkatan/Polri


yang bersangkutan. Izin kawin pada prinsipnya diberikan kepada anggota TNI
yang bersangkutan jika perkawinan itu memperlihatkan prospek kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi calon suami isteri yang bersangkutan dan tidak akan membawa
pengaruh atau akibat yang merugikan kedinasan. Surat izin kawin hanya berlaku
selama 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal dikeluarkannya.
DAFTAR PUSTAKA

Harry Haryadi, “Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan


Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian,”
Ricky Francois Wakanno Ginting, Endang Kesuma Astuty, dan Markus Gunawan,
Buku Pintar Calon Anggota dan Anggota Polri, cet. 1, (Jakarta:
Visimedia, 2009)
Prawirohamidjojo, R. Soetojo. 1988. Pluralisme dalam Perundang-undangan
Perkawinan di Indonesia. Surabaya. Airlangga University Press.
Saebani, Ahmad Beni. 2008. Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan Undang-
Undang Cet.1. Bandung. Pustaka Setia.
Subekti. 1989. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta. Intermasa
https://bkpp.kulonprogokab.go.id/detil/1964/perkawinan-
perceraian#:~:text=Pegawai%20Negeri%20Sipil%20(PNS)%20yang,duda
%20yang%20melangsungkan%20perkawinannya%20kembali.

You might also like