You are on page 1of 21

MAKALAH

PENELITIAN KUANTITATIF : SKALA PENGUKURAN DAN INSTRUMEN

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis Islam

Dosen Pengampu : DR. Putri Apria Ningsih, SE.I., MA

Disusun oleh : Kelompok 4

1. Syahra Khalsa Hamida 501200548

2. Sella Murdini 501200568

3. Elfina Adinda Putri 501200551

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

JAMBI

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Atas karunia-Nya
berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Tidak
lupa shawalat serta salam tercurahkan bagi Baginda Rasulullah SAW yang syafaatnya akan kita
nantikan kelak. makalah berjudul ” Penelitian Kuantitatif : Skala Pengukuran dan Instrumen”
merupakan penjelasan tentang skala pengukuran, instrument penelitian, validitas dan reeabilitas
instrumen pada penelitian kuantitatif.

Adapun tujuan penulisan makalah adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis Islam dengan dosen pengampu Ibu DR. Putri Apria
Ningsih, SE.I., MA dengan kerendahan hati, saya memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian
kalimat dan kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari pembaca
demi kesempurnaan makalah.

Wassalamualaikum wr.wb

Jambi, 10 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................2
BAB I ................................................................................................................4
PENDAHULUAN .............................................................................................4
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................4
BAB II ...............................................................................................................5
PEMBAHASAN ................................................................................................5
2.1 Skala Pengukuran .......................................................................................5
2.2 Instrumen Penelitian ................................................................................. 10
2.3 Validitas dan reabilitas instrumen ............................................................. 13
BAB III ........................................................................................................... 19
PENUTUP....................................................................................................... 19
Kesimpulan ................................................................................................... 19
BAB IV............................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang spesifikasinya
adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga pembuatan desain
penelitiannya.

Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menuntut
penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta
penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap kesimpulan penelitian akan lebih baik bila
disertai dengan gambar, table, grafik, atau tampilan lainnya.

Penelitian kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai (value free).
Dengan kata lain, penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas.
Objektivitas itu diperoleh antara lain melalui penggunaan instrumen yang telah diuji validitas
dan reliabilitasnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Skala pengukuran?

2. Apa itu Instrumen penelitian?

3. Apa yang dimaksud dengan Validitas dan reabilitas instrumen?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu skala pengukuran.

2. Untuk mengetahui apa itu instrumen penelitian.

3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan validitas dan reabilitas instrumen.

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan
panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan
dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang
berbentuk angka atau bilangan. Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau
dianalisis menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika. Skala pengukuran untuk
penelitian kuantitatif antara lain adalah sebagai berikut:

1. . Skala Nominal

Skala nominal adalah pengukuran yang dilakukan untuk membedakan memberikan kategori,
memberi nama, atau menghitung fakta-fakta. Skala nominal akan menghasilkan data nominal
atau diskrit, yaitu data yang diperoleh dari pengkategorian, pemberian nama, atau penghitungan
fakta-fakta.

Menurut Irianto (2015), Skala nominal adalah skala yang paling sederhana disusun menurut
jenis (kategorinya) atau fungsi bilangan. Dengan kata lain skala nominal yaitu angka yang tidak
mempunyai arti hitung. Angka yang diterapkan hanya merupakan simbol/tanda dari objek yang
akan dianalisis. Sebuah data dikatakan memiliki skala nominal, apabila angka-angka dalam
rentangan skala pengukuran hanya berfungsi sebagai pengganti nama (label) atau kategori, tidak
menunjukkan suatu kuantitas, maka skala pengukurannya disebut nominal. Angka-angka pada
skala nominal tidak merupakan urutan dalam suatu kontinum, melainkan menunjukkan kategori-
kategori yang terlepas satu dengan yang lain.

Skala nominal adalah tingkatan paling sederhana pada tingkatan pengukuran. Skala ini
dipakai untuk menggolongkan objek-objek atau peristiwa ke dalam kelompok yang terpisah
berdasar kesamaan atau perbedaan ciri-ciri tertentu dari objek yang diamati. Menurut Zulfikar
dan Budiantara (2004), Ciri-ciri data berskala nominal antara lain adalah sebagai berikut:

5
 Hanya bersifat membedakan, tidak mengurutkan mana kategori yang lebih tinggi, mana
kategori yang lebih rendah.
 Memiliki kategori yang bersifat homogen, mutually exclusive dan exchaustive. Mutually
exclusive dan exchaustive artinya setiap individu harus dapat dikategorikan hanya pada
satu kategori saja dan setiap kategori harus mengakomodasi seluruh data.

Dalam kegiatan penelitian, kita bisa saja memberikan angka pada kategori dalam variabel
berskala nominal, namun angka yang ada tidak bisa dijadikan dasar untuk menentukan bobot dari
kategori karena angka yang ada hanya bisa digunakan untuk membedakan antar kategori. Tidak
adanya bobot yang bisa ditunjukkan angka yang digunakan, membuat kita bisa saja mengganti
angka yang ada dengan sembarang angka.

Contoh penggunaan skala nominal adalah sebagai berikut:

 Berdasarkan kategori, misalnya responden dibagi berdasarkan jenis kelamin pria dan
wanita.
 Berdasarkan nama, misalnya dari penelitian mengenai minibus di Jambi ditemukan
data bus menurut jalur dan diberi nama jalur 1, jalur 2, jalur 3, dan seterusnya.
 Berdasarkan data hitung, misalnya dari data PDB suatu negara ditemukan pangsa
sektor pertanian sebesar 60%, sektor manufaktur sebesar 20%, dan sektor jasa sebesar
20%.

Skala nominal disebut juga dengan frequency data atau categorical data. Biasanya
menggunakan kode berupa angka yang berguna sebagai label atau simbol kategori untuk
membedakan dan tidak memperlihatkan besaran atau tingkatan. Sebagai contoh, jenis kelamin di
beri angka sebagai simbol, 0 = laki-laki dan 1 = perempuan. Status pernikahan, 1 = menikah dan
2 = tidak menikah.

2. Skala Ordinal

Menurut Irianto (2015), skala ordinal adalah skala yang didasarkan pada rangking diurutkan
dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya. Skala ordinal juga
dikatakan sebagai suatu skala yang sudah mempunyai daya pembeda, tetapi perbedaan antara

6
angka yang satu dengan angka yang lainnya tidak konsisten (tidak mempunyai interval yang
tetap).

Skala ordinal merupakan skala yang melekat pada variabel yang kategorinya selain
menunjukkan adanya perbedaan, juga menunjukkan adanya tingkatan yang berbeda. Setiap data
ordinal memiliki tingkatan tertentu yang dapat diurutkan mulai dari yang terendah sampai
tertinggi atau sebaliknya. Namun demikian, jarak atau rentang antar jenjang yang tidak harus
sama. Dibandingkan dengan data nominal, data ordinal memiliki sifat berbeda dalam hal urutan.

Sebuah data dikatakan memiliki skala ordinal, apabila angka-angka dalam rentangan skala
pengukuran tidak hanya menunjukkan kategori-kategori tertentu, tetapi juga menunjukkan
hubungan kuantitas tertentu, yakni berupa tingkatan (gradasi). Apabila diperoleh data tersebut,
maka skala pengukurannya disebut ordinal. Menurut Winarno (2013), skala ordinal salah satu
cirinya adalah adanya tingkatan, yaitu sebagai berikut:

 Sekelompok subjek disusun berturut-turut mulai dari yang paling tinggi (besar, kuat,
baik) sampai kepada yang paling rendah (kecil, lemah, jelek) dalam hal atribut yang
diukur.
 Angka-angka tidak menunjukkan seberapa besar (kuantitas) dalam arti absolut (titik
nol tidak mutlak).
 Tidak ada kepastian tentang sama atau tidaknya jarak-jarak (perbedaan-perbedaan)
antara angka-angka yang berurutan.

Contoh skala ordinal adalah sebagai berikut:

Tingkat pendidikan:

 Taman Kanak-kanak (TK) = 1


 Sekolah Dasar (SD) = 2
 Sekolah Menengah Pertama (SMP) = 3
 Sekolah Menengah Atas (SMA) = 4
 Diploma = 5
 Sarjana = 6

7
Skala ordinal sering dipergunakan dalam pengukuran variabel-variabel sikap, pendapat,
minat, preferensi, dan sebagainya yang sukar diukur secara absolut. Lebar rentangan yang
menunjukkan rangking (ordinal) ini dapat dibuat selebar jumlah subjek, dapat pula dibatasi ke
dalam beberapa rangking seperti: 1 = kurang, 2 = sedang, 3 = lebih; atau 1= sangat kurang, 2 =
kurang, 3 = sedang, 4 = lebih, 5 = sangat lebih. Dibandingkan dengan data nominal, data ordinal
memiliki sifat berbeda dalam hal urutan. Terhadap data ordinal berlaku perbandingan dengan
menggunakan fungsi pembeda yaitu > dan <. Walaupun data ordinal dapat disusun dalam suatu
urutan, namun belum dapat dilakukan operasi matematika ( +, – , x , : ).

3. Skala Interval

Menurut Irianto (2015), skala interval adalah skala yang menunjukkan jarak antara satu data
dengan data yang lain dan mempunyai bobot yang sama. Skala interval juga dikatakan sebagai
suatu skala yang mempunyai rentangan konstan antara tingkat satu dengan yang aslinya, tidak
mempunyai angka 0 mutlak. Pada skala interval perbedaan antara satu kategori dengan kategori
yang lain dapat kita ketahui. Skala interval tidak memiliki nilai nol absolut. Contohnya: pada
temperatur, nilai 0 derajat Celsius tidak berarti bahwa tidak ada temperatur, nol derajat Celsius
berarti titik beku air dan merupakan suatu nilai. Pada skala interval ini kita juga dapat
mengatakan bahwa suhu 100 derajat Celsius berati lebih panas dua kali lipat dari suhu 50 derajat
Celsius.

Sebuah data dikatakan memiliki skala interval, apabila angka-angka dalam skala pengukuran
tidak hanya menunjukkan hubungan kuantitatif dalam bentuk gradasi (rangking), tetapi juga
menunjukkan bahwa jarak atau perbedaan kuantitas antar dua angka yang berurutan selalu sama,
maka skala pengukurannya disebut interval. Menurut Winarno (2013), ciri-ciri skala interval
adalah sebagai berikut:

 Angka-angka rangking (rank-order) ditetapkan berdasarkan atribut yang diukur.


 Jarak atau perbedaan kuantitas antar angka-angka yang berurutan selalu sama.
 Tidak ada kepastian tentang kuantitas absolut, sehingga tidak diketahui dimana letak
angka nol absolut (angka nol yang menunjukkan kekosongan sama sekali akan atribut
yang diukur).

8
Ciri yang menonjol dalam skala interval adalah kesamaan jarak (interval) antar titik atau
angka (kategori) dalam skala. Misalnya, perbedaan bilangan 80 dan 90 dan perbedaan bilangan
120 dan 130 dalam skala IQ menunjukkan perbedaan kuantitas inteligensi yang sama. Apabila
seorang peneliti mengembangkan sebuah skala sikap dan prosedur penerapannya dengan cara
tertentu sehingga dapat diyakini bahwa perbedaan (interval) antar angka yang berurutan
menunjukkan perbedaan kuantitas sikap yang sama, maka skala tersebut dapat dianggap interval.

Contoh variabel yang berskala interval adalah jarak tempuh dengan kategori 0 sampai 25
km, 25 sampai 50 km, dan 50 sampai 75 km. Contoh variabel lain adalah lamanya penerbangan
dengan kategori 1 sampai 2 jam, kategori 2 sampai 3 jam. Kategori yang ada dalam kedua
variabel tersebut, jelas menunjukkan adanya bobot yang berbeda sehingga kita bisa katakan
bahwa kendaraan yang memiliki jarak tempuh 0 sampai 25 km memiliki jarak tempuh yang lebih
sedikit, dibanding kendaraan dengan jarak tempuh 25 sampai 50 km. Namun demikian, kita tidak
bisa mengatakan bahwa kendaraan dengan jarak tempuh 25 sampai 50 km memiliki jarak
tempuh dua kali dibanding kendaraan dengan jarak tempuh 0 sampai 25 km.

4. Skala Rasio

Skala rasio adalah tingkat skala yang tertinggi karena menyatakan kuantitas yang absolut
dan hasil pengukurannya dapat dipergunakan untuk semua keperluan analisis dalam penelitian
dengan menggunakan semua prosedur statistic Menurut Irianto (2015), Skala rasio adalah skala
pengukuran yang mempunyai nilai nol mutlak dan mempunyai jarak yang sama. Misalnya umur
seseorang dan ukuran timbangan berat badan badan seseorang keduanya tidak memiliki angka
nol negatif. Artinya seseorang tidak dapat berumur di bawah nol tahun dan seseorang harus
memiliki timbangan di atas nol pula. Menurut Winarno (2013), skala rasio memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:

 Angka-angka yang menunjukkan rangking (rank-order) telah ditentukan sebelumnya


berdasarkan atribut yang diukur.
 Interval (jarak) antar angka-angka yang berurutan menunjukkan jarak yang sama.
 Mempunyai nilai nol absolut, artinya jarak antara tiap angka dalam skala dengan titik nol
absolut dapat diketahui, secara eksplisit atau secara rasional.

9
Contoh variabel yang berskala rasio adalah penghasilan, dengan kategori 5 juta, 10 juta, dan
15 juta. Contoh lain berat badan dengan kategori 32 kg, 64 kg, dan 75 kg. Jika kita perhatikan
kategori dari variabel berskala rasio, kita bisa perbandingkan antara kategori satu dengan yang
lain. Orang yang berat badannya 64 adalah dua kali berat badan orang yang beratnya 32.
Demikian pula, orang yang penghasilannya 10 juta adalah dua kalinya dari orang yang
penghasilannya 5 juta. Kita bisa memperbandingkan nilai yang ada karena kedua kategori
tersebut dimulai dari titik nol yang sama.

Skala rasio merupakan skala yang melekat pada variabel yang kategorinya selain
menunjukkan adanya perbedaan, juga menunjukkan adanya tingkatan yang berbeda,
menunjukkan adanya rentang nilai, serta bisa diperbandingkan. Data rasio adalah data yang
menghimpun semua sifat yang dimiliki oleh data nominal, data ordinal, serta data interval. Data
rasio adalah data yang berbentuk angka dalam arti yang sesungguhnya karena dilengkapi dengan
titik Nol absolut (mutlak) sehingga dapat diterapkannya semua bentuk operasi matematik ( + , – ,
x, : ).

2.2 Instrumen Penelitian


Semua penelitian melibatkan pengumpulan data untuk menguji hipotesis yang telat
ditetapkan dalam penelitian tersebut. Umumnya peneliti menggunakan instrumen untuk
mengumpulkan data penelitian. Sappaile (2007) menyebutkan bahwa Instrumen merupakan
suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk
mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Instrumen dapat
berbentuk tes dan juga dapat berbentuk non tes, namun untuk memperoleh sampel tingkah laku
dari ranah kognitif digunakan tes.

Menurut Darmadi (2011:85) bahwa definisi instrumen adalah sebagai alat untuk mengukur
informasi atau melakukan pengukuran. Instrumen pengumpul data menurut Suryabrata (2008:52)
adalah alat yang digunakan untuk merekam-pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan
aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya
digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi mengemukakan bahwa
untuk atribut kognitif, perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut non-kognitif,
perangsangnya adalah pernyataan. Selanjutnya menurut Sukarnyana dkk (2003:71) instrumen
penelitian merupakan alat-alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data

10
dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau mencapai tujuan penelitian. Jika, data yang
diperoleh tidak akurat (valid), maka keputusan yang diambil pun akan tidak tepat.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa instrumen
penelitian merupakan alat yang digunakan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data
penelitian, sebagai langkah untuk menemukan hasil atau kesimpulan dari penelitian dengan tidak
meninggalkan kriteria pembuatan instrumen yang baik.

Bentuk instrumen penelitian yang dapat dipergunakan melalui metode kuantitatif adalah sebagai
berikut :

1. Angket

Angket penelitian adalah suatu bentuk instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian
yang bersifat kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bersifat hitungan.
Penelitian kuantitatif terdapat berbagai macam rumus di dalamnya yang hendak digunakan
sebagai analisis data. Angket harus memperhatikan responden yang dituju. Hal ini dikarenakan
instrumen penelitian dalam bentuk angket metode pengumpulan datanya adalah disebar dan
diberikan responden untuk diisi sendiri.

Angket yang mudah diterima responden akan menghasilkan data yang baik. Sebaliknya jika
responden dengan tingkat pendidikan rendah namun diberikan angket yang sulit dipahami maka
data yang terkumpul tidak akan diterima secara sempurna. Hal yang harus diperhatikan pada saat
menyebarkan angket kepada responden adalah usahakan pada setiap instrumen penelitian
disertakan kesan dan pesan responden terhadap objek yang akan diteliti oleh para peneliti.

Dalam hal ini mengandung tujuan bahwa pengumpulan data oleh angket agar berjalan secara
lengkap. Angket dalam klasifikasinya dibagi atas 3 jenis, yaitu angket terbuka, angket tertutup,
dan angket campuran.

 Angket Terbuka, Angket terbuka adalah angket yang tersusun secara sistematis, sehingga
pengambilan data dapat terjadi secara signifikan. Angket terbuka digunakan pada saat
data yang hendak dikumpulkan sulit untuk dimanipulasi oleh peneliti sehingga peneliti
mendapatkan data yang lengkap dari responden.

11
 Angket Tertutup, Angket tertutup adalah angket yang sudah disajikan pilihan jawabannya
oleh peneliti sehingga responden hanya perlu menjawab beberapa pilihan yang disajikan
oleh peneliti. Bentuk angket tertutup mirip seperti pilihan ganda pada ujian nasional.
 Angket Campuran, Secara penjelasan sederhana, angket campuran bisa dikatakan sebagai
bagian daripada gabungan antara angket terbuka dan angket tertutup. Isi dari angket
campuran antara lain seperti sebuah pilihan ganda dan bercampur dengan soal essay.

2. Pengamatan/Observasi

Pengamatan atau observasi adalah kegiatan melakukan pengamatan atau survey awal pada
subjek dan objek penelitian sebelum melaksanakan sebuah penelitian. Pengamatan atau
observasi berlaku pada semua jenis penelitian baik itu penelitian yang bersifat kualitatif maupun
penelitian yang mempergunakan metode kuantitatif.

Pengamatan atau observasi merupakan suatu hal penting dalam sebuah penelitian. Tanpa
dilakukan pengamatan terlebih dahulu maka seorang peneliti akan kesulitan dalam menentukan
subjek, objek, dan variable yang akan dikaji. Hal ini berdampak pada permasalahan yang hendak
dikaji dalam sebuah penelitian akan berjalan tidak sesuai dengan alur sebuah penelitian.

3. Test

Pada sebuah instrumen penelitian, pengertian test sama dengan angket. Persamaan test
dengan angket adalah pengumpulan datanya adalah dengan cara disebar kepada responden. Yang
membedakan antara test dengan angket adalah dalam angket isi instrumen penelitiannya berisi
seluruh data yang hendak dikumpulkan oleh seorang peneliti. Sedangkan isi dari test adalah
semacam pengujian kepada responden.

4. Dokumentasi

Seperti layaknya pengamatan, dokumentasi adalah Instrumen dari penelitian yang terdapat
pada penelitian yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dokumentasi merupakan sebuah
kegiatan dimana mengumpulkan data dalam bentuk visual. Secara pengetahuan orang awam,
dokumentasi sering diartikan bahwa bentuk pengumpulan data ini adalah sebuah foto. Namun

12
dokumentasi mempunyai arti yang luas. Dokumentasi menurut Sugiyono (2015: 329) adalah
suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip,
dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat
mendukung penelitian.

5. Skala

Skala data adalah sebuah instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian kuantitatif.
Skala hampir sama bentuknya dengan angket tertutup. Perbedaan skala dengan angket tertutup
jika angket tertutup bentuk pilihan gandanya bervariatif. Sedangkan skala bentuk pilihannya
adalah bertahap dari tahap yang paling rendah hingga paling tinggi. Keuntungan penggunaan
instrumen penelitian berbentuk skala adalah peneliti dapat dengan mudah mengungkap
kepribadian seorang responden tanpa harus bertatap muka. Instrumen penelitian skala bisa
digunakan pada penelitian yang bersifat psikologis.

Seluruh penilaian psikologis yang berhubungan dengan kejiwaan diperlukan instrumen skala.
Selain digunakan sebagai penelitian psikologis, instrumen penelitian skala juga banyak
digunakan untuk penelitian yang bersifat pendidikan. Hal ini dikarenakan permasalahan yang
terdapat di dunia pendidikan bermula dari sifat seorang individu di dalamnya yang
berkesinambungan dengan aspek psikologis.

2.3 Validitas dan reabilitas instrumen


 Validitas

Azwar (1987: 173) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai
arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan
fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut
menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan
besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.

Suryabrata (2000: 41) menyatakan bahwa validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada
derajat fungsi pengukurnya suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes. Validitas
suatu tes mempermasalahkan apakah tes tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur.

13
Maksudnya adalah seberapa jauh suatu tes mampu mengungkapkan dengan tepat ciri atau
keadaan yang sesungguhnya dari obyek ukur, akan tergantung dari tingkat validitas tes yang
bersangkutan. Sudjana (2004: 12) menyatakan bahwa validitas berkenaan dengan ketepatan alat
penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.
Suatu tes yang valid untuk tujuan tertentu atau pengambilan keputusan tertentu, mungkin tidak
valid untuk tujuan atau pengambilan keputusan lain. Jadi validitas suatu tes, harus selalu
dikaitkan dengan tujuan atau pengambilan keputusan tertentu.

Validitas instrumen dapat dibuktikan dengan beberapa bukti. Bukti-bukti tersebut antara lain
secara konten, atau dikenal dengan validitas konten atau validitas isi, secara konstruk, atau
dikenal dengan validitas konstruk, dan secara kriteria, atau dikenal dengan validitas kriteria

1. Validitas Konten

Validitas konten atau validitas isi fokus memberikan bukti pada elemen- elemen yang ada pada
alat ukur dan diproses dengan analisis rasional. Validitas konten dinilai oleh ahli. Saat alat ukur
diuraikan dengan detail maka penilaian akan semakin mudah dilakukan.

Beberapa contoh elemen yang dinilai dalam validitas konten adalah sebagai berikut.

 Definisi operasional variabel


 Representasi soal sesuai variable yang akan diteliti
 Jumlah soal
 Format jawaban
 Skala pada instrumen
 Penskoran
 Petunjuk pengisian instrumen
 Waktu pengerjaan
 Populasi sampel
 Tata bahasa
 Tata letak penulisan (format penulisan)

Setelah melakukan uji validitas konten kepada ahli, kemudian instrumen direvisi sesuai
saran/masukan dari ahli. Instrumen dinyatakan valid secara konten tergantung dari ahli. Ahli

14
bebas memberikan penilaian apakah instrumen ini valid atau tidak. Indikator bahwa suatu
instrumen telah valid adalah ahli sudah menerima instrumen, baik secara isi maupun formatnya,
tanpa ada perbaikan kembali. Jika setelah revisi ahli masih meminta ada perbaikan, maka revisi
masih perlu dilakukan hingga ahli benar-benar menerima instrumen tanpa perbaikan lagi.

2. Validitas konstruk

Validitas konstruk fokus pada sejauh mana alat ukur menunjukkan hasil pengukuran yang sesuai
dengan definisinya. Definisi variabel harus jelas agar penilaian validitas konstruk mudah.
Definisi tersebut diturunkan dari teori. Jika definisi telah berlandaskan teori yang tepat, dan
pertanyaan atau pernyataan item soal telah sesuai, maka instrumen dinyatakan valid secara
validitas konstruk.

3. Validitas Kriteria

Validitas kriteria fokus pada membandingkan instrumen yang telah dikembangkan dengan
instrumen lain yang dianggap sebanding dengan apa yang akan dinilai oleh instrumen yang telah
dikembangkan. Instrumen lain ini disebut sebagai kriteria. Ada dua jenis validitas kriteria:

1) Validitas Kriteria Prediktif dan

2) Validitas Kriteria Bersamaan .

Perbedaan kedua uji validitas kriteria tersebut terletak pada waktu pengujian instrumen dengan
kriterianya. Jika pengujian instrumen dan kriterianya dilakukan pada waktu yang berbeda, maka
disebut dengan validitas kriteria prediktif, sedangkan jika pengujian instrumen dengan
kriterianya dilakukan pada waktu yang bersamaan maka disebut dengan validitas kriteria
bersamaan (concurrent). Hasil dari uji instrumen dan kriterianya kemudian dihubungkan dengan
uji korelasi. Berikut ini disajikan rumus korelasi untuk mencari koefisien korelasi hasil uji
instrumen dengan uji kriterianya.

rxy = koefisien korelasi

15
n = jumlah responden

xi = skor setiap item pada instrumen

yi = skor setiap item pada kriteria

Nilai koefisien ini disebut sebagai koefisien validitas. Nilai koefisien validitas berkisar antara
+1,00 sampai -1,00. Nilai koefisien +1,00 mengindikasikan bahwa individu pada uji instrumen
maupun uji kriteria, memiliki hasil yang relatif sama, sedangan jika koefisien validitas bernilai 0
mengindikasikan bahwa tidak ada hubungan antara instrumen dengan kriterianya. Semakin
tinggi nilai koefisien validitas suatu instrumen, maka semakin baik instrumen tersebut.

 Reabilitas instrumen

Reliabilitas instrumen dapat diuji dengan beberapa uji reliabilitas. Beberapa uji reliabilitas
suatu instrumen yang bisa digunakan antara lain test-retest, ekuivalen, dan internal consistency.
Internal consistency sendiri memiliki beberapa teknik uji yang berbeda. Teknik uji relibilitas
internal consistency terdiri dari uji split half, KR 20, KR 21, dan Alfa Cronbach. Namun, setiap
uji memiliki kriteria instrumen seperti apa yang bisa diuji dengan teknik tersebut.

a. Test-Retest

Pengujian reliabilias dengan test- retest dilakukan dengan cara mencobakan satu jenis
instrumen beberapa kali pada subjek (responden) yang sama. Reliabilitas instrumen diukur dari
koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan percobaan selanjutnya. Instrumen
dinyatakan reliabel jika koefisien korelasi positif dan signifikan. Korelasi antara hasil uji pertama
dengan hasil uji selanjutnya diuji dengan korelasi Product Moment untuk mencari koefisien
korelasinya. Rumus korelasi P

roduct Moment yang digunakan seperti tersaji di bawah ini.

rxy = koefisien korelasi Product Moment

n = jumlah responden

16
xi = skor setiap item pada percobaan pertama

yi = skor setiap item pada percobaan selanjutnya

Signifikansi koefisien korelasi dapat ditentukan dengan dua cara. Cara pertama dengan
membandingkan koefisien korelasi dengan tabel r Product Moment. Dikatakan signifikan jika
nilai r hitung lebih besar saat dibandingkan dengan r tabel pada tabel r Product Moment (ri > rt).
Cara kedua dengan uji t (Sugiyono, 2014).

Berikut ini disajikan rumus uji t.

t = nilai t hitung

r = koefisien korelasi

n = jumlah responden

Setelah nilai uji t hitung diperoleh, nilai tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga t tabel.
Nilai t tabel yang digunakan disesuaikan dengan signifikansi penelitian yang digunakan.
Signifikansi yang tersedia pada t tabel antara lain 0,50; 0,25; 0,20; 0,05; 0,02; 0,01; dan 0,0005.
Namun, biasanya, dalam penelitian pendidikan, nilai signifikansi yang digunakan yaitu 0,01 atau
0,05. Derajat kebebasan (dk) merupakan hasil jumlah responden dikurangi dua (dk = n – 2).
Signifikansi korelasi antara dua instrument termasuk signifikan apabila t hitung > dari t tabel (t >
tt) (Sugiyono, 2014).

b. Equivalent

Pengujian reliabilias dengan uji equivalent dilakukan dengan cara mencobakan instrumen yang
berbeda tetapi ekuivalen (sebanding/sepadan). Percobaan dilakukan satu kali saja pada
responden yang sama. Reliabilitas instrumen diukur dari koefisien korelasi antara percobaan
instrumen satu dengan percobaan instrumen yang lainnya. Instrumen dinyatakan reliabel jika
koefisien korelasi positif dan signifikan. Pengujian koefisien korelasi dan signifikansinya

17
dilakukan seperti pada uji test-retest menggunakan rumus korelasi Product Moment dan diuji
signifikansinya menggunakan r tabel atau uji t.

c. Internal Consistency

Pengujian reliabilias dengan uji internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan
instrumen sekali saja pada subjek penelitian. Pengujian ini dapat dilakukan dengan teknik belah
dua (split half) dari Spearman Brown, KR 20, KR 21, atau dengan teknik Alfa Cronbach. Hasil
pengujian tersebut dianalisis dengan teknik tergantung jenis instrumennya.

18
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Skala pengukuran hanya dikenal dan digunakan dalam penelitian kuantitatif, sedangkan
dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah skala pengukuran. Secara singkat skala
pengukuran dapat didefinisikan sebagai cara mengukur suatu variabel. Variabel adalah suatu
atribut, nilai/sifat dari objek, individu/kegiatan yang mempunyai banyak variasi tertentu antara
satu dan lainnya yang telah ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan dicari informasinya
serta ditarik kesimpulannya.

Instrumen memiliki kedudukan yang penting dalam penelitian karena instrumen berperan
dalam proses pengambilan data. Instrumen yang valid dan reliabel dapat menghasilkan data yang
valid dan reliabel pula sehingga membawa pada kesimpulan yang sesuai dengan keadaan
sebenarnya.

Validitas mempermasalahkan sejauh mana pengukuran tepat dalam mengukur apa yang
hendak diukur. Ketepatan dinilai dengan validitas konten, validitas konstruk, dan validitas
kriteria. Ketepatan konten dan konstruk dinilai oleh ahli pada bidangnya. Instrumen dinyatakan
valid secara konten dan konstruk apabila ahli sudah tidak memberikan saran/masukan dan
menerima isi, format, serta konstruk dari instrumen tersebut. Ketepatan kriteria dinilai dengan
membandingkan instrumen dengan kriterianya. Perbandingan diuji dengan uji korelasi. Semakin
nilai koefisien validitas mendekati +1,00 maka instrumen diindikasi semakin valid.

Reliabilitas mempermasalahkan sejauh mana suatu pengukuran dapat dipercaya karena


keajegannya. Suatu instrumen dengan pilihan jawaban 2 atau lebih, dikatakan reliabel apabila
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap subjek yang sama (test-retest) diperoleh
hasil yang relatif sama atau dalam satu kali pengukuran dengan instrumen yang berbeda
(equivalent) diperoleh hasil yang relatif sama.

19
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA
Winarno. 2013. Metodologi Penelitian dalam Pendidikan Jasmani. Malang: UM Press.

Muhammad. 2005. Metode penelitian Ekonomi Islam. Yogyakarta: UPFEUMY.

Irianto, Agus. 2015. Statistik (Konsep Dasar, Aplikasi dan Pengembangannya). Jakarta :
Kencana.

Zulfikar dan Budiantara, I. Nyoman. 2014. Manajemen Riset dengan Pendekatan Komputasi
Statistika. Yogyakarta: Deepublish.

Djaali dan Muljono, Pudji. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Bungin, M. Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan


Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Prenada Media.

Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Ibnu Hadjar. 1996. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Ibnu, S., Moehnilabib, M., Mukhadis, A., Suparno., Rofi'udin, A. & Sukarnyana, I. W. 2003.
Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang: UM Press.

Margono, S. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ulfatin, N. 2014. Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan: Teori dan Aplikasinya.
Malang: Bayumedia.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.

20
Fraenkel, J. L., Wallen, N. E., & Hyun, H. H.. (2012). How to design and evaluate research in
education eighth edition. New York: Mc Graw Hill.

Sugiyono. (2014). Statistika untuk penelitian. Bandung:Alfabeta

21

You might also like