You are on page 1of 9

Pengetahuan Ibu Terhadap Pencegahan pada Balita

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang
sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor lingkungan yang tidak sehat karena
tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula, maka akan meningkatkan kejadian penyakit diare terutama pada balita (Depkes RI,
2005 dalam Niken, 2014).

Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas dan
mortalitas pada anak usia kurang dari dua tahun di seluruh dunia terutama di negara-negara
berkembang. Hampir satu triliun dan 2,5 milyar kematian karena diare dalam dua tahun pertama
kehidupan. Diare juga menyebabkan 17% kematian anak balita di dunia. Tercatat 1,8 milyar
orang meninggal setiap tahun karena penyakit diare (World Health Organization, 2009).

Di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita
dan urutan ketiga bagi bayi serta urutan kelima bagi semua umur. Serta beberapa faktor yang
mempengaruhi diare meliputi faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor gizi, dan faktor sosial
ekonomi (Suharyono, 2008). Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare dan berakumulasi dengan perilaku
manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes,
2005).
Dasar (2013) melaporkan bahwa angka prevalensi nasional diare pada tahun 2013 adalah
3,5%. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007 yaitu sebesar
9,0%. Prevalensi diare berdasarkan kelompok umur, balita (1-4 tahun) adalah kelompok yang
paling tinggi menderita diare yaitu sebesar 12,2%. Sedangkan pada umur ˂ 1 tahun
prevalensinya yaitu 11,2%. Pada tahun 2007 prevalensi diare pada balita (1-4 tahun) yaitu
sebesar 16,7%. Kemudian prevalensi pada umur ˂ 1 tahun yaitu 16,5% (3) . Berdasarkan profil
kesehatan Indonesia Berdasarkan hasil Riset Kesehatan tahun 2015, pada tahun 2014 terjadi 6
Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tersebar di 5 Provinsi, 6 Kabupaten dengan jumlah penderita
2.549 orang dengan kematian 29 orang dan Case Fatality Rate (CFR) 1,14%. Pada tahun 2015
kasus KLB mengalami peningkatan yang signifikan, dimana terjadi 18 Kejadian Luas Biasa
(KLB) yang tersebar di 11 Provinsi, 18 Kabupaten dengan jumlah penderita sebanyak 1.213
orang dan kematian 30 orang (CFR 2,47%). Jumlah kasus terbanyak terjadi di Provinsi Nusa
Tenggara Timur yaitu 452 kasus dengan kematian 6 orang (CFR 1,33%) (4) .

Puskesmas Kambaniru adalah salah satu puskesmas yang ada di Sumba Timur
dengan angka diare tahun 2016 sebesar 151 kasus pada balita, tahun 2017 mengalami
peningkatan menjadi 213 kasus pada balita, tahun 2018 menurun menjadi 208 kasus pada balita
dan tahun 2019 menurun menjadi 49 kasus pada balita dan tahun 2020

Hasil penelitian November 2015 didapatkan informasi dari data puskesmas


karangsambung bahwa terdapat balita berjumlah 138 orang di Desa Karangsambung Kebumen.
Balita yang mengalami diare sebanyak 40 orang (28,9%). Berdasarkan komunikasi dengan
perawat komunitas Desa Karangsambung menunjukkan bahwa diantara bayi yang mengalami
diare didapatkan ibu-ibu yang mempunyai perilaku kurang baik dalam pencegahan diare
terutama berkaitan dengan personal hygiene dan sanitasi makanan. Sebagian besar masyarakat di
Desa Karangsambung tidak memberikan ASI eksklusif dan memberikan makanan pendamping
ASI dini. Oleh sebab itu, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti bagaimana perilaku ibu
balita dalam pencegahan diare pada balita di Desa Karangsambung Wilayah Kerja Puskesmas
Karangsambung.

Beberapa faktor resiko terjadinya diare adalah sumber air yang tidak aman (air sungai yang
tercemar, sumber mata air yang keruh, air minum yang tidak dimasak,, dan personal hygiene
yang tidak baik (kebersihan peralatan makan misalnya botol susu, dot, gelas, atau sendok).
Oleh karena itu, botol susu sebagai salah satu peralatan makan bayi bisa berhubungan
dengan kejadian diare. Peralatan makan bisa terkontaminasi oleh bakteri patogen dari
sumber air yang juga terkontaminasi dengan material tinja, ataudari susu formula yang sudah
dibiarkan pada suhu ruangkan lebih dari 24 jam. Pencucian dan pensterilan yang benar
diperlukan untuk memusnahkan bakteri patogen penyebab diare tersebut (Singh, K, 2012).

Berdasarkan masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Studi


Deskriptif Pengetahuan Ibu Terhadap Pencegahan Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kambaniru Kecamatan Kambera Kabupaten Sumba Timur

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian,
yaitu: “Pengetahuan Ibu Terhadap Penanganan Diare pada Balita

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu terhadap penanganan diare pada balita
di Puskesmas Kambaniru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diare

2.1.1 Pengertian Diare

Diare adalah Buang Air Besar (BAB) encer atau bahkan dapat berupa air saja
(mencret) biasanya lebih dari 3 kali dalam sehari. Diare atau penyakit diare (Diarrhead
Disease) berasal dari bahasa yunani yaitu Diarroi yang artinya mengalir terus, adalah
keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang frekuen (Ariani, 2016).

2.1.2 Penyebab Diare Penyebab

Penyebab diare menurut Cooper, B.T, et al, 1989 yaitu :

1) Virus (tersering) misalnya Rotavirus Bakteri

a) Organisme terutama bersifat invasif (invasi mukosa, bakteriemi,


septikemi, pembentukan abses lokal atau yang jauh) misalnya spesies
Campylobacter, Salmonella typhi, Shigella, Yersinia enterocolitica, Neisseria
gonorhoeae.

b) Organisme yang terutama bersifat toksigenik (potensi invasi mukosa


terbatas atau tidak bermakna) misalnya Vibrio cholerae Clostridium difficile,
beberapa spesies E. coli dan Salmonella B. Cereus. Protozoa misalnya Giardia
lambia, Entamoeba histolitika, diare pada wisatawan (traveller's diarrhoea)

2) Penyakit inflamasi usus misalnya Kolitis ulseratif dan Penyakit Crohn

3) Keadaan malabsorpsi dan maldigestif Kegagalan eksokrin pankreas karsinoma


pankreas, pankreatitis kronik, penyakit fibrokisti Lingkungan lumen yang
berlawanan (hostile).

Sedangkan penyebab diare menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare penyebab


diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :
1) Faktor infeksi

a) Infeksi enteral Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang


meliputi infeksi bakteri, infeksi virus (enterovirus, polimyelitis, virus echo
coxsackie, adeno virus, rota virus, astrovirus, dll). Infeksi parasit seperti
cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxlodies), protozoa (entamoeba
histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) dan jamur (canida
albicous).

b) Infeksi parenteral Infeksi luar alat pencernaan makanan seperti otitis


media akut (OMA) tonsilititis atau tonsilofaringitis, bronkopneumonia,
ensefalitiis dan sebagainya.

2) Faktor malabsorbsi Malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein.

3) Faktor makanan

4) Faktor psikologis

Diare akut akarena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh :

1) Bakteri : Escherichia coli, Salmonela typhi, Salmonela para typhi A/B/C, Shigella
dysentriae, Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus,
Clostridium perfrigens ampilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp,
Streptococcus sp, Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
2) 2) Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis,
Isospora sp) dan cacing (A. lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O.
vemicularis, S. stercoralis, T. saginata dan T. solium)
3) 3) Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.,

2.1.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare melalui mulut benda, makanan dan minuman yang tercemar

Faktor risiko terjadinya diare adalah:

1. Faktor perilaku
2. Faktor lingkungan

Faktor perilaku antara lain:

a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan


Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare
karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu
c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB
anak
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis

Faktor lingkungan antara lain:

a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci
Kakus (MCK)
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi
terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak
(Kemenkes RI, 2011).
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan lama atau durasi waktu diare, penyakit diare dapat dibedakan
menjadi 1) Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari
normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya
sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak
terjadi (Wong, 2009).

2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari dan kehilangan berat
badan atau berat badan tidak bertambah
2.1.5 Patofisiologi

Berdasarkan mekanisme patofisiologik yang mendasari terjadinya diare, diare dapat


diklasifikasikan menjadi diare oleh karena :

1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik, diare tipe ini
desebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus serta
menurunnya absorbsi. Secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja banyak
sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan
dan minum. Penyebab diare tipe ini antara lain karena enterotoksin pada infeksi
Vibrio cholerae atau Escherichia coli, penyakit yang mengahasilkan hormon
(VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbsi garam empedu) dan efek obat
laksatif. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi atau diare osmotik, diare tipe ini
disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang
disebabkan obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik, malabsorbsi umum, dan
defek dalam absorbsi mukosa usus, misal pada defisiensi disakaridase,
malabsorbsi glukosa atau galaktosa.
2) Malabsorbsi asam empedu, diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan
atau produksi micelle empedu dan penyakitpenyakit saluran bilier hati.
3) Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit, diare
tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transpor aktif Na+K +ATPase
di enterosit dan absorbsi Na+ dan air yang abnormal.
4) Motilitas dan waktu transport usus abnormal, diare tipe ini disebabkan adanya
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi
yang abnormal. Penyebabnya antara lain pasca vagotomi dan hipertiroid.
5) Gangguan permeabilitas usus, diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang
abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada
usus halus.
6) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik, adanya kerusakan mukosa
usus karena proses inflamasi sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan
dan eksudasi air serta elektrolit ke dalam lumen sehingga terjadi gangguan
absorbsi air dan elektrolit.
7) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi, infeksi oleh bakteri merupakan
penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi
menjadi invasif (merusak mukosa) dan bakteri non invasif.

2.1.6 Manifestasi

Awalnya seorang balita akan sering cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada nafsu makan, yang disertai dengan timbulnya diare. Keadaan
kotoran (tinja) makin cair,kemungkinan mengandung darah atau lendir, yang berwarna menjadi
kehijau-hijauan yang disebabkan karena bercampur dengan empedu anus dan sekitarnya menjadi
lecet yang mengakibatkan tinja menjadi asam(Mansjoer, 2000).
Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare, bila telah banyak kehilangan air dan
elektrolit maka akan terjadi dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi disekitar ubun-ubun besar
dan cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir menjadi
kering(Mansjoer, 2000).

2.1.7 Pencegahan

Pencegahan diare dapat di lakukan denagn cara memberikan ASI, memperbaiki makanan
pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan sebelum makan,
menggunakan jamban, membuang tinja anak pada tempat yang tepat (Depkes,2000)

2.1.8 Diagnosis
Anamnesis
perlu ditanyakan mengenai riwayat pejalanan penyakit kepada keluarga atau penderita, seperti.
Frekuensi buang air besar (BAB) anak, lamanya diare terjadi (berapa hari), apakah ada darah
dalam tinja, apakah ada muntah. Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera.
Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya. Gejala invaginasi
(tangisan keras dan kepucatan pada bayi). Selain itu, Riwayat pemberian makan anak sangat
penting dalam melakukan tatalaksana anak dengan diare (WHO, 2013). pada pemeriksaan fisik
hal yang perlu diperiksa seperti berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan
pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi seperti
kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya seperti ubun-
ubun besar cekung atau tidak, mata (cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata) bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010).

You might also like