You are on page 1of 52

UNIVERSITAS INDONESIA

MAKALAH

MODEL KOLABORASI DAN KERJASAMA TIM KESEHATAN


DALAM MENGATASI STUNTING DI PUSKESMAS SAWANGAN,
KOTA DEPOK

Disusun Oleh:
1. Agfa Al-Latief (1906398023)
2. Athiya Fitria Maulani (1906289073)
3. Nafa Shahira Anglila S. (1906292490)
4. Nikita Evelyna S. (1906398036)
5. Syahla Nur Fauziah (1906350276)
6. Tiara Putri Finata (1906350175)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayahNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi penugasan kelompok
untuk Mata Kuliah Kolaborasi Kesehatan 2 dengan judul: “MODEL KOLABORASI DAN
KERJASAMA TIM KESEHATAN DALAM MENGATASI STUNTING DI PUSKESMAS
SAWANGAN, KOTA DEPOK”

Kami ucapkan terimakasih kepada banyak pihak yang sudah membantu agar makalah
ini dapat terselesaikan. Kami pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna karena keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharap bantuan
dari banyak pihak untuk memberikan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
Latar Belakang 3
Rumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
BAB II PEMBAHASAN 5
Gambaran Masalah Stunting 5
Faktor-faktor Risiko Stunting dengan Pendekatan Model H.L. Blum 5
Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan dalam Menangani Stunting di Puskesmas
Sawangan 9
Peran Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan dalam Menangani Stunting di Puskesmas
Sawangan 10
Prioritas Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan dalam Menangani Stunting di
Puskesmas Sawangan 11
Penyusunan Rencana Penyelesaian Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan dalam
Menangani Stunting di Puskesmas Sawangan 12
BAB III PENUTUP 18
Kesimpulan 18
DAFTAR PUSTAKA 19

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Stunting merupakan masalah kekurangan gizi kronis akibat kurangnya asupan
gizi dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan
pertumbuhan pada anak sehingga tinggi anak lebih pendek dari standarnya. Masalah
stunting juga merupakan masalah yang dapat dicegah dengan perbaikan sanitasi dan
akses air bersih, perbaikan pola makan, dan perbaikan pola asuh.
Pemerintah Indonesia juga memiliki salah satu fokus untuk mencegah stunting
pada anak-anak agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal dan maksimal. Salah satu cara pemerintah mencegah terjadinya stunting
adalah dengan menjalankan program pencegahan stunting di Puskesmas dan Posyandu
yang terdapat di daerah-daerah di Indonesia.
Pada makalah berikut, kami akan membahas tentang masalah pemberantasan
stunting di Puskesmas Sawangan dari aspek-aspek internal dan eksternal yang terkait
dengan kolaborasi dan kerjasama tim tenaga kesehatan dan non-kesehatan yang berada
di Puskesmas Sawangan.

1.2.Rumusan Masalah
Dalam menyelesaikan suatu masalah kesehatan, tentu dibutuhkan kerjasama
tim (teamwork) yang melibatkan peran beberapa tenaga kesehatan maupun non
kesehatan. Masalah kesehatan seperti stunting perlu menjadi tanggung jawab semua
pihak. Kerja sama tersebut diharapkan dapat mencapai satu tujuan utama yaitu
perbaikan generasi masa depan yang sehat, produktif, dan berdaya saing mulai dari
pemenuhan gizi yang baik selama 1000 HPK anak hingga menjadi lingkungan agar
tetap bersih dan sehat.
Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk mengidentifikasi dan merancang
model kolaborasi dan kerjasama tim kesehatan dalam mengatasi stunting khususnya di
Puskesmas Sawangan, Kota Depok.

3
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1.Tujuan Umum
Tujuan dari penugasan ini adalah untuk mengetahui masalah kolaborasi tim
kesehatan dalam permasalahan stunting di Puskesmas Sawangan Depok.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran permasalahan stunting di puskesmas Sawangan
Depok.
2. Mengetahui Faktor faktor Risiko Stunting dengan pendekatan H.L Blum.
3. Mengetahui Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan dalam
penanganan stunting di Puskesmas Sawangan.
4. Mengetahui peran tenaga kesehatan maupun non kesehatan dalam
permasalahan stunting.
5. Mengetahui Prioritas Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan
dalam penanganan stunting di Puskesmas Sawangan.
6. Mengetahui Rencana Penyelesaian Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim
Kesehatan dalam penanganan stunting di Puskesmas Sawangan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Gambaran Masalah Stunting


Masalah kesehatan yang kami pilih adalah stunting, karena di dunia masih
terdapat 149.2 juta anak dibawah 5 tahun di dunia yang mengalami stunting sesuai
data UNICEF tahun 2020 dengan prevalensi 22%, walau perlu diperhatikan bahwa
angka stunting di dunia menurun drastis dari 203.6 juta anak dibawah 5 tahun pada
tahun 2000, dengan persentase prevalensi tahun 2000 berada pada 33.1% (UNICEF,
2022). Untuk angka nasional sendiri, pada tahun 2022, masih terdapat 1.318.029 juta
total anak balita yang menderita stunting (DITJEN BINA PEMBANGUNAN
DAERAH - KEMENTERIAN DALAM NEGERI, 2022). Prevalensi stunting berada
pada 24.4% yang masih di atas standar WHO (20%) (PAUDPEDIA
KEMENDIKBUDRISTEK, 2022). Di Kecamatan Sawangan, Depok, terdapat kasus
stunting, sesuai data Puskesmas Sawangan terdapat 7,56% untuk cakupan stunting di
Kelurahan Sawangan, dan 8,56% untuk di Kelurahan Sawangan Baru (Puskesmas
Sawangan, 2022).

2.2. Faktor-faktor Risiko Stunting dengan Pendekatan Model H.L. Blum


Stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia
saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami
stunting. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia
(55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Menurut World
Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan
prevalensi stunting tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional
(SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia pada tahun 2005-2017
mencapai 36,4% (Kemenkes RI, 2018).
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang
dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun
terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi
lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk (Kemenkes RI, 2018). Balita stunting di
masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan
fisik dan kognitif yang optimal. Selain itu, anak dengan kondisi stunting juga berisiko

5
menyebabkan kecerdasan yang tidak maksimal yang dapat berhubungan dengan
penurunan tingkat produktivitas anak. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kualitas
generasi penerus bangsa Indonesia di masa yang akan datang dan sulit bersaing di
tingkat global.
Teori klasik H. L. Bloom menyatakan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan secara berturut-turut, yaitu: gaya hidup (life style), lingkungan
(sosial, ekonomi, politik, budaya), pelayanan kesehatan, dan faktor genetik
(keturunan). Keempat determinan tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi
derajat kesehatan seseorang.
1) Faktor Perilaku
Salah satu penyebab timbulnya permasalahan gizi ialah faktor pola asuh yang
tidak baik dalam keluarga. Pola asuh meliputi kemampuan keluarga untuk
menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik,
mental, dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dalam keluarga. Dalam hal ini,
pola asuh terhadap anak dapat berupa pemberian ASI dan makanan pendamping,
rangsangan psikososial praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan,
perawatan anak dalam keadaan sakit berupa praktek kesehatan di rumah dan pola
pencarian pelayanan kesehatan.
2) Faktor Lingkungan
a) Kondisi Ekonomi
Kekurangan gizi umumnya terjadi sejak bayi berasa dalam masa kandungan
dan pada masa awal setelah bayi tersebut lahir. Dengan kata lain, stunting
terjadi karena adanya malnutrisi dalam jangka panjang, khususnya selama
masa periode emas anak (Djauhari, 2017). Hal ini tentunya berkaitan dengan
kemampuan kondisi ekonomi untuk memenuhi asupan yang bergizi dan
pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan balita (Kemenkes RI, 2018).
Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih sedikit daripada anak-anak
dari keluarga dengan status ekonomi lebih baik. Dengan demikian, mereka
pun mengkonsumsi energi dan zat gizi dalam jumlah yang lebih lebih sedikit
(Rahayu et al., 2018).
b) Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi pada balita dapat mengakibatkan adanya penurunan
konsumsi makan pada anak. Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang

6
berkepanjangan, maka kondisi ini aka menimbulkan gangguan absorbsi
nutrisi, kehilangan nutrisi secara langsung, hingga terjadinya malnutrisi.
Malnutrisi dapat meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat
menyebabkan malnutrisi. Anak yang kurang gizi dan daya taha terhadap
penyakitnya rendah ketika terserang penyakit akan menjadi semakin kurang
gizi sehingga hal ini akan mengurangi kapasitasnya untuk melawan penyakit.
c) Sanitasi dan Keamanan Pangan
Sanitasi dan keamanan berkaitan erat dengan peningkatan risiko terjadinya
penyakit infeksi. Sanitasi yang ada di daerah kumuh biasanya kurang baik
sehingga dapat meningkatkan penularan penyakit infeksi seperti diare dan
kecacingan (Rahayu et al., 2018). Penyakit-penyakit ini dapat menganggu
penyerapan nutrisi pada proses pencernaan. Beberapa penyakit infeksi yang
diderita bayi dapat menyebabkan berat badan bayi turun. Jika kondisi ini
terjadi dalam waktu yang cukup lama dan tidak disertai dengan pemberian
asupan yang cukup untuk proses penyembuhan maka dapat mengakibatkan
stunting (Kemenkes RI, 2018).
d) Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi pertumbuhan anak balita.
tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara
pemilihan bahan pangan. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi
akan cenderung memilih bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas
maupun kuantitas. Semakin tinggi Pendidikan orang tua maka semakin baik
juga status gizi anaknya. Rendahnya pendidikan ibu dapat menyebabkan
rendahnya pemahaman ibu terhadap apa yang dibutuhkan demi
perkembangan optimal anak. Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang
rendah akan lebih baik mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan
dengan makanan, sehingga sulit menerima informasi baru bidang gizi.
Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya
seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka
seseorang akan lebih mudah menerima informasi- informasi gizi (Rahayu et
al., 2018).
e) Pekerjaan Ibu
Dalam keluarga peran ibu sangatlah penting yaitu sebagai pengasuh anak dan
pengatur konsumsi pangan anggota keluarga, juga berperan dalam usaha

7
perbaikan gizi keluarga terutama untuk meningkatkan status gizi bayi dan
anak. Para ibu yang setelah melahirkan bayinya kemudian langsung bekerja
dan harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore akan membuat bayi
tersebut tidak mendapatkan ASI. Sedangkan pemberian pengganti ASI
maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya. Hal ini
menyebabkan asupan gizi pada bayinya menjadi buruk dan bisa berdampak
pada status gizi bayinya (Rahayu et al., 2018).
3) Faktor Pelayanan Kesehatan
Akses pelayanan kesehatan merupakan bentuk pelayanan kesehatan dengan
berbagai macam jenis pelayanannya yang dapat dijangkau oleh masyarakat
(Maulany, Dianingati, dan Annisaa, 2021). Penelitian yang dilakukan pada Balita
di Kabupaten Jeneponto yang menyatakan bahwa seseorang ibu yang mampu
mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah memiliki pengetahuan yang lebih
baik mengenai kesehatan dan gizi pada anak sehingga hal tersebut akan
berdampak pada kondisi gizi anak yang lebih baik (Adha et al., 2021).
4) Faktor Keturunan
a) Kondisi Kesehatan Ibu
Kondisi kesehatan ibu merupakan salah satu faktor risiko yang berkaitan
dengan kejadian stunting. Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan pada
saat kehamilan serta setelah persalinan dapat mempengaruhi petumbuhan
janin dan meningkatkan risiko terjadinya stunting. Faktor-faktor yang
memperberat keadaan ibu hamil adalah terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering
melahirkan, dan terlalu dekat jarak kelahiran. Usia kehamilan ibu yang terlalu
muda atau di bawah 20 tahun berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR) (Kemenkes RI, 2018).
b) BBLR
Dampak dari BBLR akan berlangsung antar generasi. Seorang anak yang
mengalami BBLR akan mengakami deficit pertumbuhan di masa dewasanya.
Seorang perempuan yang lahir BBLR besar risikonya ia akan menjadi ibu
yang stunted sehingga berisiko melahirkan bayi yang BBLR seperti dirinya.
Bayi BBLR mempengaruhi sekitar 20% dari terjadinya stunting (Kemenkes
RI, 2018). Bayi yang dilahirkan BBLR tersebut akan kembali menjadi
perempuan dewasa yang juga stunted dan akan mengulangi siklus yang sama
seperti sebelumnya (Rahayu et al., 2018).

8
2.3. Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan dalam Menangani Stunting
di Puskesmas Sawangan
Berikut merupakan masalah yang dihadapi Puskesmas Sawangan dalam mengatasi
stunting yang diperoleh dari hasil wawancara:
a. Aspek Kepemimpinan
Puskesmas Sawangan hanya memiliki satu ahli gizi yang sekaligus menjadi
pemegang program gizi di puskesmas. Data-data stunting yang diperoleh dari
hasil pengukuran dan penimbangan di posyandu perlu dilakukan verifikasi atau
pengukuran kembali bagi anak yang diduga mengalami stunting untuk memeriksa
validitas data. Dalam melakukan verifikasi data, pemimpin program gizi di
Puskesmas Sawangan enggan meminta tolong kepada tenaga kesehatan pada
program lainnya karena beliau merasa rekan lainnya telah memiliki tugasnya
masing-masing yang lebih banyak. Alhasil, beliau menjadi merasa terbebani.
b. Aspek Konflik
● Ahli gizi di Puskesmas Sawangan memantau langsung pelaksanaan Bulan
Imunisasi Anak Nasional (BIAN) untuk memastikan validitas proses
pengukuran dan penimbangan anak. Karena beliau merupakan ahli gizi
satu-satunya di puskesmas, maka beliau harus menjalankan tugas tersebut
sendiri pada 24 posyandu di bawah wilayah kerja Puskesmas Sawangan.
Namun, pelayanan konsultasi gizi di puskesmas juga tetap berjalan dengan
jadwal yang bersamaan dengan pelaksanaan BIAN sehingga beliau tidak dapat
memberikan pelayanan konsultasi karena sedang berada di posyandu. Oleh
sebab itu, seringkali konsultasi menjadi tertunda.
● Kader baru keliru dalam pengukuran antropometri karena belum mendapat
pelatihan sehingga belum memiliki cukup ilmu dan hanya mencontoh teman
saja. Hal tersebut menyebabkan data stunting yang dilaporkan oleh kader
menjadi sangat tinggi.
● Keterbatasan alat ukur seperti papan ukur sehingga menggunakan alat ukur
yang tidak sesuai dengan kegunaannya seperti pita jahit yang menyebabkan
data stunting yang diperoleh menjadi tidak valid.
● Dalam melakukan verifikasi data stunting, terdapat beberapa balita yang tidak
datang ke posyandu sehingga para tenaga kesehatan serta kader mendatangi
rumah ibu dari balita tersebut untuk dilakukan pengukuran dan penimbangan.
Namun, seringkali diperoleh kendala seperti orang tua sedang bekerja dan

9
mengajak anaknya ikut ke tempat kerja atau orang tua menolak anaknya diukur
dan ditimbang karena terdapat beberapa perumahan dengan aturan yang tidak
memperbolehkan orang lain berkunjung.
c. Aspek Komunikasi Interpersonal
● Karena keterbatasan tenaga kesehatan khususnya ahli gizi, maka klien
konseling harus membuat jadwal konseling baru apabila ahli gizi sedang tidak
ada di Puskesmas.
d. Aspek Komunikasi Interprofesional
● Kurangnya koordinasi antar sesama tenaga kesehatan dalam kegiatan
pemberian TTD ke sekolah. Hal ini menyebabkan TTD yang akan diberikan
tertinggal di Puskesmas.
● Pada kegiatan pemberian data stunting, timbul miss komunikasi antara pihak
puskesmas dengan kelurahan.

2.4. Peran Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan dalam Menangani Stunting di
Puskesmas Sawangan
a. Tenaga Kesehatan
● Dokter: melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan anak
● Petugas Promosi Kesehatan: memberikan edukasi ke masyarakat,
melakukan pemetaan PHBS, menjalankan program UKS
● Petugas Kesehatan Lingkungan: mengelola PHBS (air bersih, food
hygiene, dll), melakukan inspeksi kesehatan lingkungan seperti melihat
kondisi sanitasi yang berada di wilayah puskesmas
● Petugas Gizi: melakukan konsultasi gizi
● Petugas KIA: melakukan pengawasan terhadap ibu hamil (anemia,
KEK, 4T) dan ibu bersalin (persalinannya aman), melakukan imunisasi
dan upaya pencegahan penyakit pada anak
● Petugas P2P: melakukan pencegahan penyakit pada anak, melakukan
imunisasi pada ibu hamil

b. Tenaga Non Kesehatan


Selain adanya tenaga kesehatan dalam penyelesaian masalah stunting, peran
dari tenaga non kesehatan juga sangat diperlukan, karena tentunya ada aspek
aspek yang tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh tenaga kesehatan. Dalam

10
menyelesaikan permasalahan stunting, tentunya setiap sektor yang memiliki
kaitan perlu membantu untuk mencegah dan mengurangi risiko kejadian
stunting di masyarakat. Berikut ini adalah peranan dari tenaga non kesehatan
dari berbagai sektor yang berhubungan dengan permasalahan stunting:
● Posyandu dan Kader: tanpa adanya kader dan posyandu, penyelesaian
stunting akan cukup sulit, karena kader merupakan penuntun bagi
tenaga kesehatan atau pihak puskesmas untuk dapat menjalankan
kunjungan ke masyarakat
● PKK: saat ini PKK dikerahkan setiap pokjanya untuk menyelesaikan
stunting, sebelumnya hanya beberapa pokja saja, tapi untuk sekarang
semuanya mengarah ke permasalahan stunting
● Sekolah: menjadi partner dalam penanganan stunting berupa pemberian
tablet tambah darah kepada remaja putri di sekolah sekolah yang
berada di wilayah puskesmas.
● Masyarakat (RW/RT): membantu kader untuk bekerjasama dalam
menyukseskan program pencegahan stunting
● Petugas KUA: memberi pembekalan kepada calon pengantin
● Pemilik UMKM: menjadi penyedia makanan untuk program
pengantaran makanan kepada anak stunting.
● Jejaring (BPM, bidan, klinik, rumah sakit): menjadi rujukan apabila
terjadi penyakit penyerta pada anak stunting, memberikan informasi
kejadian stunting
● Mahasiswa Kesejahteraan Sosial: Melakukan penelitian

2.5. Prioritas Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan dalam Menangani
Stunting di Puskesmas Sawangan

No. Masalah M F R Jumlah

Kader baru keliru dalam pengukuran


1. antropometri karena belum mendapat 5 5 4 100
pelatihan.

Keterbatasan alat ukur sehingga


2. menggunakan alat ukur yang tidak sesuai 5 4 4 80
dengan kegunaannya.

3. Kurangnya partisipasi masyarakat untuk 4 3 3 36

11
kegiatan pemantauan tumbuh kembang anak.

Kurangnya koordinasi antar sesama tenaga


kesehatan yang bertugas untuk memberikan
4. 4 4 4 64
TTD ke sekolah sehingga TTD pun
tertinggal ketika hendak diberikan.

Miss komunikasi data stunting antara pihak


5. 4 4 4 64
puskesmas dengan kelurahan.

Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan


terutama ahli gizi sehingga layanan
konsultasi gizi rutin harus tertunda akibat
6. 5 5 5 125
ahli gizi satu-satunya harus memantau
jalannya penimbangan dan pengukuran
balita di posyandu.

Ahli gizi enggan meminta tolong kepada


tenaga kesehatan pada program lainnya
7. 4 5 4 80
dalam melakukan verifikasi data stunting
sehingga menjadi kewalahan.
Keterangan:
M = Magnitude (besar masalah)
F = Feasibility (kelayakan)
R = Resources (dukungan sumber daya)

2.6. Penyusunan Rencana Penyelesaian Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim


Kesehatan dalam Menangani Stunting di Puskesmas Sawangan
a. Identifikasi Solusi dari Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan dalam
Menangani Stunting di Puskesmas Sawangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas program gizi di Puskesmas
Sawangan, ditemukan masalah-masalah dalam menangani stunting mulai dari
peringkat pertama hingga terakhir. Kemudian kami mengidentifikasi solusi dari
masing-masing masalah tersebut yang diberi nilai untuk menetapkan prioritas
solusi berdasarkan aspek relevansi, kelayakan, dan sumber daya. Berikut
merupakan penjabaran dari identifikasi solusi beserta penilaiannya:

Penilaian
Masalah Solusi Nilai Total Rangking
R K SD

Keterbatasan jumlah tenaga 1. Pelatihan kader agar 5 5 4 100 1


kesehatan terutama ahli gizi dapat melakukan

12
sehingga layanan konsultasi penimbangan dan
gizi rutin harus tertunda pengukuran balita
akibat ahli gizi satu-satunya dengan benar secara
harus memantau jalannya mandiri.
penimbangan dan 2. Membuat janji temu
pengukuran balita di antara pasien dan
posyandu. konselor/ahli gizi,
baik di puskesmas,
posyandu, atau di
rumah.

Kader baru keliru dalam Mengadakan pelatihan 5 5 4 100 2


pengukuran antropometri kader baru sebelum kader
karena belum mendapat tersebut mengikuti
pelatihan. kegiatan pengukuran.

Keterbatasan alat ukur Meminta anggaran ke 5 4 3 60 6


antropometri. kelurahan untuk membeli
alat ukur.

Ahli gizi kewalahan dalam Membuka pendaftaran 5 4 4 80 3


melakukan verifikasi data lowongan kerja untuk ahli
stunting karena enggan gizi di puskesmas.
meminta tolong kepada
tenaga kesehatan lain.

Kurangnya koordinasi antar Membagi tugas dari jauh 5 4 4 80 4


sesama tenaga kesehatan hari kepada seluruh tenaga
dalam kegiatan pemberian kesehatan yang bertugas
TTD ke sekolah sehingga dalam kegiatan pemberian
TTD pun tertinggal ketika TTD, terutama tugas untuk
hendak diberikan. memastikan TTD telah
disiapkan dan dibawa
ketika hendak berangkat
ke sekolah tujuan.

Miss komunikasi data 1. Meminta bantuan 4 4 4 64 5


stunting antara pihak kepala puskesmas
puskesmas dengan untuk memberi
kelurahan. informasi kepada
kelurahan terkait
kesalahan data yang
dilaporkan.
2. Membuat laporan
secara resmi terkait
data yang valid yang
ditandatangani oleh
kepala puskesmas
kepada kelurahan.

13
Kurangnya partisipasi Kader melakukan 4 4 3 48 7
masyarakat untuk kegiatan kunjungan rumah kepada
pemantauan tumbuh masyarakat yang tidak
kembang anak dikarenakan mengikuti kegiatan.
kesibukan masing-masing.
Keterangan
R = Relevansi
K = Kelayakan
SD = Sumber Daya

b. Rencana Kegiatan Operasional


Berdasarkan hasil identifikasi solusi dari masalah yang telah diuraikan di atas,
kami menetapkan kegiatan pelatihan dan pembinaan kader posyandu sebagai
solusi dari prioritas masalah dalam menangani stunting di Puskesmas Sawangan,
yaitu kurangnya jumlah tenaga kesehatan. Penetapan tersebut didasarkan pada
hasil diskusi kelompok dan beberapa literatur pendukung yang menyatakan bahwa
pentingnya pelatihan terhadap kinerja petugas kesehatan (Bachtiar, 2017).
Pelatihan itu sendiri merupakan serangkaian aktivitas individu dalam
meningkatkan pengetahuan dan keahlian secara sistematis agar memiliki kinerja
yang profesional di bidangnya. Melalui pelatihan, seseorang dapat lebih mudah
dan percaya diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya (Febrianto,
Gustina dan Rosaliina, 2021).
Dalam menyusun kegiatan pelatihan, kami melakukan beberapa
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah: Mencari informasi terkait masalah yang ada
2. Penentuan prioritas masalah: Menentukan prioritas masalah berdasarkan
hasil identifikasi
3. Analisis masalah: Melakukan analisis masalah berdasarkan prioritas masalah
yang sudah ditentukan
4. Persiapan pelaksanaan program:
- Membuat rancangan kegiatan
- Membuat formulir registrasi
- Menyiapkan kebutuhan administrasi dan perizinan
- Melakukan analisis kebutuhan materi
- Penyusunan materi

14
- Membuat susunan acara
- Melakukan penyebaran undangan
- Mempersiapkan Ice Breaking
5. Pelaksanaan program: Menjalankan pelatihan dan pembinaan kader
mengenai pemeliharaan dan Pemantauan Gizi Masyarakat
6. Monitoring dan evaluasi: Melakukan evaluasi berdasarkan hasil dari
pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pembinaan
Adapun rincian rancangan kegiatan adalah sebagai berikut:

Rancangan Kegiatan

Pelatihan dan Pembinaan Kader Posyandu mengenai Pemeliharaan dan


Judul
Pemantauan Gizi Masyarakat

Seluruh Kader Posyandu di Kelurahan Sawangan dan Kelurahan


Sasaran
Sawangan Baru, Kota Depok

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader mengenai


Tujuan
Pemeliharaan dan Pemantauan Gizi Masyarakat

Penanggung
Bulan Tempat Kegiatan Stakeholder
Jawab

Kepala Puskesmas
Sawangan,
Penanggungjawab
Kelurahan
I. Perizinan dan program gizi
Sawangan dan Ketua Pelaksana
Ke-1 perlengkapan kebutuhan Puskesmas
Kelurahan Program
administrasi Sawangan, Kader
Sawangan Baru
Posyandu, dan
tenaga kesehatan
yang terkait.

Kepala Puskesmas
Daring melalui II. Analisis kebutuhan Ketua Divisi
Ke-1 Sawangan,
platform online materi pelatihan Research
Penanggungjawab

15
program gizi
Puskesmas
Sawangan, dan
tenaga kesehatan
yang terkait.

III. Persiapan pelaksanaan


pelatihan
A. Penyusunan Penanggungjawab
Daring melalui materi Sekretaris program gizi
Ke-2
platform online B. Penyusunan Program Puskesmas
acara Sawangan.
C. Penyebaran
undangan

IV. Pelaksanaan pelatihan


- Minggu ke-1:
Kelurahan
Kelurahan
Sawangan dan
Sawangan
Kelurahan
- Minggu ke-2:
Sawangan Baru
Kelurahan
Sawangan Baru Tenaga kesehatan
yang terkait, Kader
Susunan acara: Ketua Divisi posyandu,
Ke-2 09.00-09.30 Registrasi Acara Penanggungjawab
peserta program gizi
09.30-10.00 Pembukaan & Puskesmas
Kelurahan
sambutan Sawangan.
Sawangan dan
10.00-10.30 Ice-breaking
Kelurahan
10.30-11.30 Materi I:
Sawangan Baru
Pengukuran Antropometri
11.30-13.00 Praktik dan
Evaluasi Materi I
13.00-14.00 ISHOMA

16
14.00-14.30 Ice-breaking
14.30-15.30 Materi II: Sistem
5 Meja Posyandu
15.30-16.30 Praktik dan
Evaluasi Materi II

Kepala Puskesmas
Sawangan, Kader
Posyandu,
Penanggungjawab
Daring melalui Sekretaris
~ V. Monitoring dan evaluasi program gizi
platform online Program
Puskesmas
Sawangan, dan
tenaga kesehatan
yang terkait.

17
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang
dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun
terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi
lainnya seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk. Pada tahun 2022 berdasarkan angka
nasional, terdapat 1.318.029 juta total anak balita yang menderita stunting. Di
Kecamatan Sawangan, Depok, terdapat kasus stunting, sesuai data Puskesmas
Sawangan terdapat 7,56% untuk cakupan stunting di Kelurahan Sawangan, dan 8,56%
untuk di Kelurahan Sawangan Baru. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk
mencegah ataupun menangani stunting. Dalam menangani stunting, perlu diketahui
terlebih dahulu faktor risikonya. Faktor risiko stunting dapat berasal dari lingkungan,
pelayanan kesehatan, perilaku dan keturunan.
Puskesmas Sawangan telah mengupayakan berbagai hal untuk menangani
stunting, namun ternyata dalam kegiatan tersebut ditemukan masalah-masalah yang
melibatkan tenaga kesehatan, lintas sektor dan masyarakat. Adapun masalah utama
yang dihadapi Puskesmas Sawangan dalam penanganan stunting adalah keterbatasan
jumlah tenaga kesehatan terutama ahli gizi sehingga layanan konsultasi gizi rutin harus
tertunda akibat ahli gizi satu-satunya harus memantau jalannya penimbangan dan
pengukuran balita di Posyandu. Hal inilah yang mendorong kelompok kami untuk
memberikan solusi berupa penyusunan kegiatan tentang “Pelatihan dan Pembinaan
Kader Posyandu mengenai Pemeliharaan dan Pemantauan Gizi Masyarakat” yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader mengenai
pemeliharaan dan pemantauan gizi masyarakat. Dengan adanya kegiatan ini
diharapkan kader dapat melaksanakan tugasnya lebih baik tanpa harus selalu
didampingi Ahli Gizi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, R. (2017). Hubungan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Sdm) Dengan Kinerja
Pegawai Dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Batua Kecamatan
Manggala Kota Makassar Tahun 2015. Uin Alauddin Makasar, 1–86.
http://repositori.uin- alauddin.ac.id/1178/1/rezki.pdf?cv=1.
DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH - KEMENTERIAN DALAM NEGERI, D.,
2022. Dashboard Prevalensi. [online] Aksi.bangda.kemendagri.go.id. Available at:
<https://aksi.bangda.kemendagri.go.id/emonev/DashPrev> [Accessed 4 September
2022].
Djauhari, T. (2017) ‘Gizi dan 1000 HPK’, 13.
Febrianto, Gustina, E. and Rosaliina, S. (2021) ‘Analisis Kinerja Petugas Kesehatan Dalam
Penemuan Kasus Baru Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2021’, 5(1). doi: 10.32524/jksp.v5i1.386.
Kemenkes RI (2018) ‘Buletin Stunting’, Kementerian Kesehatan RI, 301(5), pp. 1163–1178.
Kementerian Kesehatan RI (2018) ‘Cegah Stunting, itu Penting.’, Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Kesehatan RI, pp. 1–27. Available at:
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-Stuntin
g-2018.pdf.
PAUDPEDIA KEMENDIKBUDRISTEK, D., 2022. Prevalensi Stunting Indonesia 2022
Masih Diatas Standar WHO, 37% Pasangan Usia Subur Alami Anemia. [online]
Paudpedia.kemdikbud.go.id. Available at:
<https://paudpedia.kemdikbud.go.id/berita/prevalensi-stunting-indonesia-2022-masih-di
atas-standar-who-37-pasangan-usia-subur-alami-anemia?id=812&ix=11> [Accessed 4
September 2022].
P2PTM Kemenkes RI, 2018. Cegah stunting Dengan perbaikan Pola Makan, Pola Asuh Dan
Sanitasi. Direktorat P2PTM. Available at:
http://p2ptm.kemkes.go.id/post/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh
-dan-sanitasi [Accessed September 25, 2022].
Rahayu, A. et al. (2018) Study guide - Stunting dan upaya pencegahannya, Buku stunting dan
upaya pencegahannya.
UNICEF, U., 2022. Malnutrition in Children - UNICEF DATA. [online] UNICEF DATA.
Available at: <https://data.unicef.org/topic/nutrition/malnutrition/> [Accessed 3
September 2022].

19
Mata Kuliah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan 2 G 2022

Identifikasi Masalah Kolaborasi


dan Kerjasama, Penentuan
Prioritas Masalah, serta
Penyusunan Rencana Kegiatan
di Fasyankes Tingkat Pertama
Kelompok 3 - Stunting (Puskesmas Sawangan)
Anggota Kelompok

1. Agfa Al-Latief (1906398023)


2. Athiya Fitria Maulani (1906289073)
3. Nafa Shahira Anglila S. (1906292490)
4. Nikita Evelyna S. (1906398036)
5. Syahla Nur Fauziah (1906350276)
6. Tiara Putri Finata (1906350175)
MAJOR FOR COLLEGE CHILD DEVELOPMENT

Table of contents

Masalah Kolaborasi dan


Gambaran Masalah
Kesehatan (Stunting)
01 04 Kerjasama Tim Kesehatan
serta Prioritas Masalah

Faktor Risiko
Stunting 02 05 Identifikasi Solusi

Peran Tenaga Kesehatan


dan Non Kesehatan 03 06 Rancangan Kegiatan
Masalah
01 Kesehatan
(Stunting)
Stunting
Pada tahun 2020, masih terdapat 149,2 juta anak balita atau 22% anak dibawah 5
tahun yang mengalami stunting di dunia walaupun angka stunting di dunia sudah
menurun drastis dari 203,6 juta anak atau sebesar 33,1%pada tahun 2000 (UNICEF).

Sedangkan di Indonesia sendiri masih terdapat 1.318.029 juta anak balita yang
menderita stunting pada tahun 2022.
Prevalensi stunting di Indonesia adalah sebesar 24,4% yang mana masih berada di
atas standar WHO yaitu 20%.

Di Kecamatan Sawangan, Depok, terdapat kasus stunting. Sesuai data Puskesmas


Sawangan, terdapat:
● 7,56% untuk cakupan stunting di Kelurahan Sawangan
● 8,56% untuk cakupan stunting di Kelurahan Sawangan Baru
Faktor Risiko
02
Stunting
Situasi Stunting
Situasi di Dunia Situasi di Indonesia
Stunting merupakan salah satu masalah gizi Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia
yang dialami oleh balita di dunia saat ini. termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi
stunting tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East
Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta
Asia Regional (SEAR).
balita di dunia mengalami stunting. Pada tahun
2017, lebih dari setengah balita stunting di Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah
dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih gizi utama yang dihadapi Indonesia. Rata-rata
dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. prevalensi balita stunting di Indonesia pada tahun
2005-2017 mencapai 36,4% (Kemenkes RI, 2018).
Faktor Risiko Stunting

Faktor Lingkungan
Faktor Perilaku
● Kondisi Ekonomi
● Pola Asuh Keluarga ● Penyakit Infeksi
● Pemberian ASI ● Sanitasi dan Keamanan Pangan
● Pendidikan Ibu
● Pekerjaan Ibu

Faktor Keturunan
● Kondisi Kesehatan Ibu Faktor Pelayanan Kesehatan
● BBLR
● Akses terhadap Pelayanan Kesehatan
Peran Tenaga
03 Kesehatan dan
Non Kesehatan
Peran Tenaga Kesehatan di Puskesmas dalam Penanganan Stunting

Tenaga Tugas dan Peran

Dokter Melakukan pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan anak

Petugas Promosi Kesehatan Memberikan edukasi ke masyarakat, melakukan pemetaan PHBS,


menjalankan program UKS di sekolah

Petugas Gizi Melakukan konseling gizi, menjalankan program gizi anak

Petugas Kesehatan Lingkungan Mengelola PHBS (air bersih, food hygiene, dsb), melakukan inspeksi kesehatan
lingkungan

Petugas KIA Melakukan pengawasan terhadap ibu hamil (anemia, KEK, 4T) dan ibu
bersalin, melakukan imunisasi dan upaya pencegahan penyakit pada anak

Petugas P2P Melakukan pencegahan penyakit pada anak, melakukan imunisasi pada ibu
hamil
Peran Tenaga Non Kesehatan dalam Penanganan Stunting

Tenaga Tugas dan Peran

Posyandu dan Kader Sebagai penuntun masyarakat untuk mengikuti program kesehatan

PKK Memiliki sektor-sektor yang berfokus pada stunting

Sekolah Sebagai partner dalam penanganan stunting berupa pemberian TTD kepada
remaja putri di sekolah sekolah yang berada di wilayah puskesmas.

Masyarakat (RT/RW) Membantu kader untuk bekerjasama dalam menyukseskan program


pencegahan stunting
Peran Tenaga Non Kesehatan dalam Penanganan Stunting

Tenaga Tugas dan Peran

Petugas KUA Memberikan bimbingan dan pembekalan kepada calon pengantin

Pemilik UMKM Melaksanakan program pengantaran makanan kepada anak stunting

Jejaring (BPM, bidan, klinik, rumah sakit) Menjadi rujukan apabila terjadi penyakit penyerta pada anak
stunting, memberikan informasi kejadian stunting
04
Masalah Kolaborasi dan
Kerjasama Tim Kesehatan
& Prioritas Masalah
Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan

Aspek Kepemimpinan Aspek Konflik


● Pelayanan konsultasi gizi dan program BIAN dilaksanakan
● Puskesmas Sawangan hanya memiliki satu ahli pada waktu yang sama, sehingga ahli gizi puskesmas

gizi yang sekaligus menjadi pemegang program sawangan kewalahan


● Kekeliruan kader baru dalam pengukuran antropometri
gizi di puskesmas.
menyebabkan adanya kesalahan data stunting
● Dalam melakukan verifikasi data, pemimpin
● Keterbatasan alat ukur menyebabkan data stunting yang
program gizi di Puskesmas Sawangan enggan diperoleh menjadi tidak valid
meminta tolong kepada tenaga kesehatan pada ● Tenaga kesehatan serta kader harus mendatangi rumah

program lainnya → menimbulkan rasa terbebani karena balita tidak datang ke posyandu. Seringkali ditemui
hambatan dalam melakukan kunjungan rumah.
Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan

Aspek Komunikasi Interpersonal Aspek Komunikasi Interprofesional

● Kurangnya koordinasi antar sesama tenaga


kesehatan dalam kegiatan pemberian TTD ke
● Karena keterbatasan tenaga kesehatan
sekolah. Hal ini menyebabkan TTD yang akan
khususnya ahli gizi, maka klien konseling harus
diberikan tertinggal di Puskesmas.
membuat jadwal konseling baru apabila ahli gizi
● Pada kegiatan pemberian data stunting, timbul
sedang tidak ada di Puskesmas.
miss komunikasi antara pihak puskesmas dengan
kelurahan.
Tabel Prioritas Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim

No. Masalah M F R Jumlah

Kader baru keliru dalam pengukuran antropometri karena


1. 5 5 4 100
belum mendapat pelatihan.

Keterbatasan alat ukur sehingga menggunakan alat ukur


2. 5 4 4 80
yang tidak sesuai dengan kegunaannya.

Kurangnya partisipasi masyarakat untuk kegiatan


3. 4 3 3 36
pemantauan tumbuh kembang anak.

Kurangnya koordinasi antar sesama tenaga kesehatan yang


4. bertugas untuk memberikan TTD ke sekolah sehingga TTD 4 4 4 64
pun tertinggal ketika hendak diberikan.
Tabel Prioritas Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim

No. Masalah M F R Jumlah

Miss komunikasi data stunting antara pihak puskesmas


5. 4 4 4 64
dengan kelurahan.

Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan terutama ahli gizi


sehingga layanan konsultasi gizi rutin harus tertunda akibat
6. 5 5 5 125
ahli gizi satu-satunya harus memantau jalannya penimbangan
dan pengukuran balita di posyandu.

Ahli gizi enggan meminta tolong kepada tenaga kesehatan


7. pada program lainnya dalam melakukan verifikasi data 4 5 4 80
stunting sehingga menjadi kewalahan.
Identifikasi
05
Solusi
Tabel Identifikasi Solusi dari Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim

Penilaian Nilai
Masalah Solusi Ranking
Relevansi Kelayakan Sumber Daya Total

Keterbatasan jumlah tenaga ● Pelatihan kader agar dapat 5 5 4 100 1


kesehatan terutama ahli gizi melakukan penimbangan dan
sehingga layanan konsultasi pengukuran balita dengan benar
gizi rutin harus tertunda secara mandiri.
akibat ahli gizi satu-satunya ● Membuat janji temu antara
harus memantau jalannya pasien dan konselor/ahli gizi, baik
penimbangan dan pengukuran di puskesmas, posyandu, atau di
balita di posyandu. rumah.

Kader baru keliru dalam Mengadakan pelatihan kader baru 5 5 4 100 2


pengukuran antropometri. sebelum kader tersebut mengikuti
kegiatan pengukuran.

Keterbatasan alat ukur Meminta anggaran ke kelurahan 5 4 3 60 6


antropometri. untuk membeli alat ukur.
Tabel Identifikasi Solusi dari Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim

Penilaian Nilai
Masalah Solusi Ranking
Relevansi Kelayakan Sumber Daya Total

Ahli gizi kewalahan dalam Membuka pendaftaran lowongan 5 4 4 80 3


melakukan verifikasi data kerja untuk ahli gizi di puskesmas.
stunting karena enggan
meminta tolong kepada tenaga
kesehatan lain.

Kurangnya koordinasi antar Membagi tugas dari jauh hari 5 4 4 80 4


sesama tenaga kesehatan kepada seluruh tenaga kesehatan
dalam kegiatan pemberian yang bertugas dalam kegiatan
TTD ke sekolah sehingga TTD pemberian TTD, terutama tugas
pun tertinggal ketika hendak untuk memastikan TTD telah
diberikan. disiapkan dan dibawa ketika hendak
berangkat ke sekolah tujuan.
Tabel Identifikasi Solusi dari Masalah Kolaborasi dan Kerjasama Tim

Penilaian Nilai
Masalah Solusi Ranking
Relevansi Kelayakan Sumber Daya Total

Miss komunikasi data stunting ● Meminta bantuan kepala 4 4 4 64 5


antara pihak puskesmas puskesmas untuk memberi
dengan kelurahan. informasi kepada kelurahan
terkait kesalahan data yang
dilaporkan.
● Membuat laporan secara resmi
terkait data yang valid yang
ditandatangani oleh kepala
puskesmas kepada kelurahan.

Kurangnya partisipasi Kader melakukan kunjungan rumah 4 4 3 48 7


masyarakat untuk kegiatan kepada masyarakat yang tidak
pemantauan tumbuh kembang mengikuti kegiatan.
anak dikarenakan kesibukan
masing-masing.
Rancangan
06 Kegiatan
Operasional
Kegiatan operasional yang ditetapkan sesuai prioritas masalah:

Pelatihan dan Pembinaan


Kader Posyandu
Melalui pelatihan, seseorang dapat lebih mudah dan percaya diri dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya (Febrianto, Gustina dan Rosaliina, 2021).
Langkah-Langkah

Identifikasi Penentuan
Prioritas Analisis Masalah
Masalah
Masalah

Persiapan Pelaksanaan Monitoring dan


Pelaksanaan Evaluasi
Rancangan Kegiatan
Rancangan Kegiatan

Pelatihan dan Pembinaan Kader Posyandu mengenai


Judul
Pemeliharaan dan Pemantauan Gizi Anak

Seluruh Kader Posyandu di Kelurahan Sawangan dan Kelurahan


Sasaran
Sawangan Baru, Kota Depok

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader mengenai


Tujuan
Pemeliharaan dan Pemantauan Gizi Anak
Rancangan Kegiatan
Bulan Tempat Kegiatan PJ Stakeholder

Kelurahan
Ketua Kepala
Sawangan dan Perizinan dan perlengkapan
Pelaksana Puskesmas
Kelurahan kebutuhan administrasi
Program Sawangan,
Sawangan Baru
Penanggungja
wab program
Ke-I
gizi Puskesmas
Sawangan, dan
Daring melalui Analisis kebutuhan materi Ketua Divisi
tenaga
platform online pelatihan Research
kesehatan
yang terkait.
Rancangan Kegiatan
Bulan Tempat Kegiatan PJ Stakeholder

Persiapan pelaksanaan pelatihan Penanggungjawab


Daring melalui ● Penyusunan materi program gizi
Ke-2 Sekretaris Program
platform online ● Penyusunan acara Puskesmas
● Penyebaran undangan Sawangan.

Tenaga kesehatan
Pelaksanaan pelatihan yang terkait, Kader
Kelurahan
● Minggu ke-1: Kelurahan posyandu,
Sawangan dan
Ke-2 Sawangan Ketua Divisi Acara Penanggungjawab
Kelurahan
● Minggu ke-2: Kelurahan program gizi
Sawangan Baru
Sawangan Baru Puskesmas
Sawangan.
Rancangan Kegiatan
Bulan Tempat Kegiatan PJ Stakeholder

Susunan acara:
09.00-09.30: Registrasi peserta
Tenaga kesehatan
Kelurahan 09.30-10.00: Pembukaan & sambutan
yang terkait,
Sawangan 10.00-10.30: Ice-breaking
Ketua Kader posyandu,
Ke-2 dan 10.30-11.30: Materi I: Pengukuran Antropometri
Divisi Penanggungjawab
Kelurahan 11.30-13.00: Praktik dan Evaluasi Materi I
Acara program gizi
Sawangan 13.00-14.00: ISHOMA
Puskesmas
Baru 14.00-14.30: Ice-breaking
Sawangan.
14.30-15.30: Materi II: Sistem 5 Meja Posyandu
15.30-16.30: Praktik dan Evaluasi Materi II
Rancangan Kegiatan

Bulan Tempat Kegiatan PJ Stakeholder

Kepala Puskesmas
Sawangan, Kader
Posyandu,
Daring
Penanggungjawab
melalui Sekretaris
~ Monitoring dan evaluasi program gizi
platform Program
Puskesmas
online
Sawangan, dan
tenaga kesehatan
yang terkait.
Daftar Pustaka
Bachtiar, R. (2017). Hubungan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Sdm) Dengan Kinerja Pegawai Dalam Peningkatan
Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Batua Kecamatan Manggala Kota Makassar Tahun 2015. Uin Alauddin
Makassar, 1–86. http://repositori.uin- alauddin.ac.id/1178/1/rezki.pdf?cv=1.
DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH - KEMENTERIAN DALAM NEGERI, D., 2022. Dashboard Prevalensi. [online]
Aksi.bangda.kemendagri.go.id. Available at: <https://aksi.bangda.kemendagri.go.id/emonev/DashPrev> [Accessed 4
September 2022].
Djauhari, T. (2017) ‘Gizi dan 1000 HPK’, 13.
Febrianto, Gustina, E. and Rosaliina, S. (2021) ‘Analisis Kinerja Petugas Kesehatan Dalam Penemuan Kasus Baru Stunting
pada Balita di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2021’, 5(1). doi:
10.32524/jksp.v5i1.386.
Kemenkes RI (2018) ‘Buletin Stunting’, Kementerian Kesehatan RI, 301(5), pp. 1163–1178.
Daftar Pustaka
Kementerian Kesehatan RI (2018) ‘Cegah Stunting, itu Penting.’, Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI, pp.
1–27. Available at:
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-2018.pdf.
PAUDPEDIA KEMENDIKBUDRISTEK, D., 2022. Prevalensi Stunting Indonesia 2022 Masih Diatas Standar WHO, 37%
Pasangan Usia Subur Alami Anemia. [online] Paudpedia.kemdikbud.go.id. Available at:
<https://paudpedia.kemdikbud.go.id/berita/prevalensi-stunting-indonesia-2022-masih-diatas-standar-who-37-pasa
ngan-usia-subur-alami-anemia?id=812&ix=11> [Accessed 4 September 2022].
P2PTM Kemenkes RI, 2018. Cegah stunting Dengan perbaikan Pola Makan, Pola Asuh Dan Sanitasi. Direktorat P2PTM.
Available at: http://p2ptm.kemkes.go.id/post/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi
[Accessed September 25, 2022].
UNICEF, U., 2022. Malnutrition in Children - UNICEF DATA. [online] UNICEF DATA. Available at:
<https://data.unicef.org/topic/nutrition/malnutrition/> [Accessed 3 September 2022].
Terima
Kasih

You might also like