Professional Documents
Culture Documents
fhyanadiliaaf@gmail.com
ionesaid@gmail.com
Abstract
This study aims to explain the stages of implementation of posuo ritual, analyze the meaning of
denotation and conotation of the symbols and myths found in posuo ritual. The type of research used
in this study is a qualitative description. Data collection techniques used are observation, interviews,
records, and documentation. In analyzing the data it was used Roland Barthes semiotics analysis. The
researchwas conducted in Wawoangi village, Sampolawa District, South of Buton regency. The results
show that the stages of the implementation of the posuo ritual consist of 3, namely 1) preparation, 2)
implementation which include pokunde (shampoo), pebaho (bathing), pauncura (inauguration),
panimpa (blessing), padole (laid down), palego (moving limbs), pasipo (disapapi), posuo
(confinement), bhaliana yimpo (change in sleeping position), matana posuo (peak of the event), and 3)
closing. The symbols contained in the posuo ritual are divided into two. First, symbols in the form of
implementation procedures including: pokunde, pebaho, panimpa. Seconf, symbols in the form of
object/equipment including: suo (back room of the house), ndamu (ax), shroud/white cloth, and
patirangga (nail dye leaves). In general, these symbols contain the meaning of purity, beauty, safety,
strength, and direction of mate. Buton people believe in the posuo ritual as means to test the purity of
the girls and the means to find out the direction of their soul mate. In adition, people also believe that
by following the posuo ritual, a girl like bein reborn in a clean and pure state, lools more beautiful and
charming, will get a good match and also a good life, especially in running on a households life.
berhubungan dengan statusnya sebagai adalah prefiks atau kata depan yang
anak, istri, ibu, maupun posisinya sebagai menjadikan kata yang dilekatinya
bagian dari masyarakat yang telah bermakna verba/kata kerja, dan Suo adalah
memasuki usia dewasa. ruangan bagian belakang rumah (Kamus
Oleh karena itu, tujuan dari tulisan Bahasa Wolio, 1985:157). Jadi, secara
ini untuk membahas tiga pokok harfiah posuo dapat diartikan melakukan
permasalahan mengenai ritual posuo, yaitu: kurungan diruang belakang rumah. Posuo
1) Tahapan pelaksanaan ritual posuo, 2) ‘pingitan’ adalah suatu proses kurungan di
Makna simbol-simbol yang terdapat pada ruang belakang rumah bagi perempuan
tiap tahapan pelaksanaan ritual posuo, dan selama waktu tertentu, dan mereka tidak
3) mitos yang terkandung dalam ritual diperkenankan berhubungan dengan dunia
posuo. Sehubungan dengan hal itu, penulis luar. Prosesi ini telah menjadi tradisi
menggunakan teori Semiotika Roland mayarakat Buton sejak beberapa abad yang
Barthes untuk mengkaji pokok lalu, pada zaman Kesultanan Buton. Asal
permasalahan tersebut. Alasan mula prosesi pingitan ini berawal dari
menggunakan konsep semiotik tersebut kebiasaan masyarakat mengurung
karena peneliti berasumsi bahwa Roland perempuan. Mereka menganggap bahwa
Barthes adalah salah seorang ahli semiotik perempuan memiliki keindahan atau
yang pemikirannya sangat relevan untuk kecantikan yang dapat mengundang
dijadikan pisau analisis untuk menjawab kerawanan kriminal. Pihak keluarga tidak
permasalahan yang ada dalam penelitian diperkenankan membiarkan anak
ini, yaitu mengenai simbol dan mitos yang perempuannya keluar rumah dengan bebas,
terdapat pada ritual posuo. bila anak yang bersangkutan telah gadis.
Hal ini disebabkan karena mereka tidak
KONSEP DAN TEORI menginginkan anak gadisnya diperebutkan
Ritual oleh banyak pemuda. Para pemuda bisa
Ritual merupakan tata cara dalam melihat para gadis hanya pada waktu-
upacara atau suatu perbuatan keramat yang waktu tertentu seperti acara keluarga.
dilakukan oleh sekelompok umat Masyarakat Buton menganggap
beragama, yang ditandai dengan adanya bahwa pingitan merupakan bagian dari
berbagai macam unsur dan komponen, kewajiban orang tua terhadap anak
yaitu adanya waktu, tempat pelaksanaan perempuannya. Orang tua merasa berdosa
upacara, alat-alat dalam upacara, serta jika anak perempuannya belum dipingit.
orang-orang yang menjalankan upacara Oleh karena itu, orang tua dan keluarga
(Danandjaja, 2007:21). dekatnya akan mengupayakan agar seorang
Pada dasarnya ritual adalah sebuah anak perempuan harus dipingit meskipun
rangkaian kata dan tindakan dari pemeluk belum akan dinikahkan. Kewajiban
agama dengan menggunakan benda-benda, perempuan melakukan ritual pingitan yang
peralatan dan perlengkapan tertentu, di tidak diperuntukkan bagi anak laki-laki
tempat tertentu dan memakai pakaian menunjukkan bahwa perhatian terhadap
tertentu. Begitu pula halnya dengan ritual anak perempuan lebih besar dari anak laki-
upacara posuo ‘pingitan’, terdapat banyak laki. Pengetahuan atau ajaran-ajaran yang
perlengkapan atau benda-benda yang harus didapatkan selama dipingit diharapkan
dipersiapkan dan digunakan. akan menjadi bakal bagi perempuan
sebelum memasuki bahtera rumah tangga
Sejarah Singkat Ritual Posuo ‘Pingitan’ (Fariki, 2009:9).
masyarakat dan hasil bacaan dari sejumlah Ritual posuo, di samping sebagai
kepustakaan yang berkaitan dengan ritual sarana pembersihan/penyucian diri dan
posuo. Selain itu juga merupakan hasil sarana peralihan status, juga merupakan
pengamatan penulis secara langsung pada sarana pendidikan bagi kaum perempuan
acara posuo yang diselenggarakan oleh sebelum memasuki bahtera rumah tangga.
Keluarga La Ode Abdul Halim selaku Hal ini teramati dalam pelaksanaannya
Kepala Desa Wawoangi, Kecamatan yang bukan saja sebagai sebuah ritual,
Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan. melainkan proses pembinaan mental,
Masyarakat Buton merupakan moral, agama, dan perilaku sesuai dengan
masyarakat yang kaya akan tradisi. Salah peran seorang perempuan dalam kehidupan
satu tradisi yang ada dan masih berumah tangga dan bermasyarakat.
dipertahankan oleh masyarakat Buton Perempuan sempurna menurut pandangan
sejak dulu hingga sekarang adalah posuo. masyarakat Buton tidak hanya cantik dari
Istilah posuo terdiri dari dua akar kata, segi fisik, tetapi juga cantik dari segi sikap
yaitu “po” dan “suo”. Po adalah awalan dan perbuatannya sehari-hari. Bahkan
kata (prefiks) yang memiliki makna cantik sikap dan perbuatan merupakan nilai
‘melakukan’ atau ‘menjalankan’ sesuatu. yang paling dihargai. Hal ini karena
Sementara Suo memiliki makna ruang perempuan dianggap orang yang paling
belakang rumah. Dalam istilah yang lebih berpengaruh dalam kehidupan berumah
lazim di masyarakat Indonesia, posuo tangga nantinya, baik terhadap suami
berarti ‘pingitan’ yaitu suatu tradisi maupun keturunannya.
pengurungan para gadis di ruang belakang
rumah selama waktu yang ditentukan. Tahap-tahap Pelaksanaan Ritual Posuo
Posuo adalah sebuah ritual yang ‘Pingitan’
dilaksanakan khusus untuk seorang gadis
sekali seumur hidup. Oleh karena itu, ritual Secara umum prosesi posuo
posuo wajib dilakukan oleh setiap gadis dikelompokkan atas tiga tahap, yaitu
Buton karena merupakan sarana persiapan, prosesi, dan penutupan. Jangka
pembersihan/penyucian diri seorang anak waktu pelaksanaan ritual bervariasi, mulai
gadis menjelang dewasa, atau peralihan 9 hari 9 malam, 8 hari 8 malam, 7 hari 7
status dari remaja menjadi dewasa. Gadis malam, dan seterusnya hingga 2 hari 2
dalam konteks ini dibagi dua macam, yaitu malam, bergantung pada pihak yang
gadis remaja dan gadis dewasa. Gadis melaksanakannya. Bahkan ada pula yang
remaja dikenal dengan istilah kabuabua, hanya sekadar disarati (sekadar
sedangkan gadis dewasa dikenal dengan dimandikan dengan menggunakan air suci
istilah kalambe. Ritual ini dilakukan dan disertai dengan pembacaan doa-doa
dengan harapan bahwa seorang perempuan suci). Tidak ada makna khusus dari
ketika sudah melewati setiap tahapan perbedaan jangka waktu yang digunakan
pelaksanaan ritual, maka lengkaplah proses dalam pelaksanaan ritual posuo. Adapun
pembersihan diri secara hakiki, dan tahapan-tahapan pelaksanaan ritual posuo
merekapun secara resmi menyandang sebagai berikut:
status dewasa. Selain itu, masyarakat Tahap Persiapan
Buton juga menganggap bahwa meskipun Sebelum ritual posuo
seorang gadis sudah dianggap dewasa baik dilangsungkan, terlebih dahulu pihak
secara hukum Islam maupun hukum penghajat atau pihak yang
negara, mereka tidak dapat melakukan menyelenggarakan ritual mempersiapkan
ritual pernikahan sebelum melalui prosesi segala sesuatu yang diperlukan. Persiapan
adat posuo. tersebut dilakukan melalui musyawarah di
antara keluarga dengan membahas segala
278 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294
hal yang berkaitan dengan seluruh Makna Simbol Pada Ritual Posuo
kebutuhan yang diperlukan dalam Simbol berupa Tata Cara Pelaksanaan
pelaksanaan ritual termasuk menentukan Ritual Posuo
bulan atau hari yang dianggap baik. Pokunde ‘Keramas’
Setelah waktu sudah disepakati, Denotasi:
selanjutnya mengumumkan kepada Pokunde merupakan tahap pertama
keluarga jauh dan juga masyarakat sekitar dalam pelaksanaan ritual posuo, dimana
untuk ikut serta dalam perhelatan yang para gadis yang mengikuti ritual posuo
dimaksudkan. Pengumuman kepada dimandikan oleh bhisa dengan cara
keluarga disampaikan oleh pihak membasahi rambut/keramas rambut sang
penghajat, sedangkan pengumuman kepada gadis dengan menggunakan sampo yang
masyarakat disampaikan oleh tokoh adat. berasal dari santan kelapa.
Kemudian pihak penghajat ataupun tokoh Konotasi:
adat menghubungi bhisa bawine, yaitu Membasahi rambut/keramas
orang tua atau dukun wanita yang akan memiliki makna pembersihan dan
memimpin dan memandu proses ritual. penyucian diri para gadis. Hal ini
Tahap Pelaksanaan berpedoman pada salah satu syarat mandi
Tahap pelaksanaan terdiri atas wajib yang dianjurkan dalam ajaran agama
beberapa tahap pula, yaitu pokunde Islam, dengan harapan bahwa para gadis
‘keramas’, pebaho ‘mandi’, pauncura yang mengikuti ritual posuo akan tetap
‘pengukuhan’, panimpa ‘pemberkatan’, dalam keadaan bersih dan suci saat
palego‘menggerakkan badan/melenggang’, dimasukkan maupun setelah dikeluarkan
padole‘membaringkan’,pasipo ‘menyuapi’, dari ruang kurungan.
posuo ‘pengurungan’, bhaliana yimpo
‘perubahan posisi tidur’, landakiana tana Pebaho ‘Mandi’
‘penginjakkan kaki ke tanah’ dan matana Denotasi:
posuo ‘puncak acara’. Tahap ini diakukan dengan
Tahap Penutupan memandikan para gadis menggunakan air
Pada tahap penutup, dilakukan yang bersumber dari mata air yang sudah
ritual pemberkatan dan pembacaan doa dibaca-baca (diberi doa-doa).
sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Konotasi:
swt karena ritual posuo berjalan dengan Makna konotasi pebaho adalah
lancar sesuai dengan yang dharapkan. sebuah simbol pembersihan atau penyucian
Kemudian dilanjutkan dengan pemulihan diri. Simbol ini memiliki makna konotasi
atau pembersihan ruangan suo secara yang sama dengan simbol pokunde.
khusus, dan rumah keluarga yang Namun masing-masing memiliki konteks
melakukan perhelatan. Beberapa yang berbeda. Pembersihan/penyucian
kotoran/perlengkapan dalam kurungan pada simbol pokunde merupakan
seperti kain putih, bantal, tikar, dan pembersihan/penyucian tahap awal yang
perlengkapan lain yang dianggap tidak difokuskan pada kepala atau rambut dan
digunakan lagi di buang di sungai, dan ada dilakukan di luar ruangan, sedangkan
juga yang buang di tempat yang memang simbol pebaho merupakan
tidak akan dilihat oleh orang-orang. Hal ini pembersihan/penyucian tahap akhir yang
dilakukan dengan harapan semua hal-hal sudah mencakup seluruh anggota tubuh
buruk yang ada pada diri para gadis dan para peserta pingitan dan dilakukan di
keluarga akan ikut hilang bersama dengan dalam ruangan (tetapi bukan pada suo)
kotoran yang dibuang tersebut.
279 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294
dimandikan setelah keluar dari ruang juga kehidupan yang baik, khususnya
kurungan. dalam kehidupan berumah tangga.
Konotasi:
Warna pada kuku para peserta KESIMPULAN
posuo akan membuat penampilan mereka
menjadi lebih indah dan cantik. Hal ini Tahapan pelaksanaan ritual posuo
menimbulkan lahirnya makna konotasi dari ‘pingitan’ secara umum terdiri atas 3 yaitu
patirangga yaitu sebagai simbol (1) persiapan, (2) pelaksanaan yang
kecantikan dan keindahan. meliputi pokunde ‘keramas’, pebaho
Mitos pada Prosesi Ritual Posuo ‘mandi’, pauncura ‘pengukuhan’, panimpa
‘Pingitan’ ‘pemberkatan’, palego ‘menggerakkan
Mitos yang terdapat dalam ritual anggota badan/melenggang’, padole
posuo muncul secara alamiah melalui ‘membaringkan’, pasipo ‘menyuap’, posuo
pemaknaan denotasi dan konotasi yang ‘pengurungan’, bhaliana yimpo ‘perubahan
dimiliki oleh sebuah simbol. Di antaranya: posisi’, landakiana tana ‘menginjakkan
mitos pokunde yaitu seorang gadis akan kaki ke tanah’, matana posuo ‘puncak
menjadi bersih dan suci ketika sudah acara’, dan (3) penutup
melakukan prosesi pokunde ‘membasahi Simbol-simbol yang terdapat dalam
rambut (keramas)’, mitos pebaho yaitu ritual posuo terbagi atas dua. Pertama,
seorang gadis akan menjadi bersih dan suci simbol berupa tata cara pelaksanaan
ketika sudah dimandikan air yang meliputi: pokunde, pebaho, panimpa,.
bersumber dari mata air, mitos panimpa Kedua, simbol berupa benda-
yaitu para peserta posuo akan terhindar benda/perlengkapan meliputi: suo ‘ruang
akan terhindar dari hal-hal buruk setelah belakang rumah’, ndamu ‘kampak’, kain
melakukan prosesi panimpa, mitos suo putih, patirangga ‘daun pewarna kuku’.
yaitu gadis yang dikeluarkan dari ruangan Semua simbol tersebut mengandung
suo seperti seorang bayi yang baru makna kesucian, kecantikan, keselamatan,
dilahirkan, mitos ndamu yaitu para gadis dan petunjuk arah jodoh.
akan mengetahui arah jodohnya melalui Mitos yang terdapat dalam ritual
posisi mata kampak ketika menyentuh posuo muncul secara alamiah melalui
tanah, mitos kain putih yaitu seorang gadis pemaknaan denotasi dan konotasi yang
akan menjadi bersih dan suci ketika keluar dimiliki oleh sebuah simbol. Di antaranya:
dari kurungan, mitos patirangga yaitu mitos pokunde yaitu seorang gadis akan
seorang gadis akan menjadi lebih cantik menjadi bersih dan suci ketika sudah
ketika mewarnai kuku mereka. melakukan prosesi pokunde ‘membasahi
Di samping mitos yang muncul rambut (keramas)’, mitos pebaho yaitu
secara alamiah melalui proses penandaan seorang gadis akan menjadi bersih dan suci
sebuah simbol, terdapat pula mitos yang ketika sudah dimandikan air yang
sampai saat ini masih dipercaya oleh bersumber dari mata air, mitos panimpa
masyarakat Buton. Di antaranya: yaitu para peserta posuo akan terhindar
masyarakat Buton meyakini ritual posuo akan terhindar dari hal-hal buruk setelah
sebagai sarana untuk menguji kesucian melakukan prosesi panimpa, mitos suo
para gadis dan sarana untuk mengetahui yaitu gadis yang dikeluarkan dari ruangan
arah jodoh. Disamping itu, mereka juga suo seperti seorang bayi yang baru
percaya bahwa dengan mengikuti ritual dilahirkan, mitos ndamu yaitu para gadis
posuo, seorang gadis akan seperti terlahir akan mengetahui arah jodohnya melalui
kembali dalam keadaan bersih dan suci, posisi mata kampak ketika menyentuh
terlihat semakin cantik dan memesona, tanah, mitos kain putih yaitu seorang gadis
akan mendapatkan jodoh yang baik dan akan menjadi bersih dan suci ketika keluar
281 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294