You are on page 1of 9

273 | JURNAL ILMU BUDAYA

Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294

RITUAL POSUO ‘PINGITAN’ PADA MASYARAKAT SUKU BUTON:


KAJIAN SEMIOTIKA
Waode Fian Adilia, Ikhwan M. Said

Program Magister Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin

fhyanadiliaaf@gmail.com
ionesaid@gmail.com

Abstract
This study aims to explain the stages of implementation of posuo ritual, analyze the meaning of
denotation and conotation of the symbols and myths found in posuo ritual. The type of research used
in this study is a qualitative description. Data collection techniques used are observation, interviews,
records, and documentation. In analyzing the data it was used Roland Barthes semiotics analysis. The
researchwas conducted in Wawoangi village, Sampolawa District, South of Buton regency. The results
show that the stages of the implementation of the posuo ritual consist of 3, namely 1) preparation, 2)
implementation which include pokunde (shampoo), pebaho (bathing), pauncura (inauguration),
panimpa (blessing), padole (laid down), palego (moving limbs), pasipo (disapapi), posuo
(confinement), bhaliana yimpo (change in sleeping position), matana posuo (peak of the event), and 3)
closing. The symbols contained in the posuo ritual are divided into two. First, symbols in the form of
implementation procedures including: pokunde, pebaho, panimpa. Seconf, symbols in the form of
object/equipment including: suo (back room of the house), ndamu (ax), shroud/white cloth, and
patirangga (nail dye leaves). In general, these symbols contain the meaning of purity, beauty, safety,
strength, and direction of mate. Buton people believe in the posuo ritual as means to test the purity of
the girls and the means to find out the direction of their soul mate. In adition, people also believe that
by following the posuo ritual, a girl like bein reborn in a clean and pure state, lools more beautiful and
charming, will get a good match and also a good life, especially in running on a households life.

Keywords: Ritual of Posuo, Symbols, Semiotics of Roland Barthes.

PENDAHULUAN Eksistensi ritual posuo dalam


perkembangannya masih sering dilakukan
Ritual posuo yang memiliki arti oleh masyarakat pendukungnya. Namun,
pingitan merupakan sebuah ritual adat pengetahuan dan pemahaman mengenai
masyarakat suku Buton yang sudah ada makna ritual posuo secara umum dan
sejak zaman kesultanan Buton. Tujuan makna tersurat dan tersirat dari simbol-
pelaksanaan ritual ini sebagai simbol masa simbol yang terdapat dalam ritual posuo
transisi atau peralihan status seorang gadis secara khusus sudah sangat kurang.
dari remaja (kabuabua) menjadi dewasa Bahkan sebagian anggota masyarakat,
(kalambe). Menurut Maulidun (46) ritual utamanya para gadis yang merupakan
posuo juga diyakini sebagai sarana untuk peserta posuo tidak mengetahui makna di
menguji kesucian seorang gadis. balik simbol-simbol tersebut. Padahal,
Sementara Agus Sana’a, putra mantan pemahaman akan makna simbol yang
khatib masjid Keraton Buton menjelaskan terdapat pada ritual posuo adalah sesuatu
bahwa posuo merupakan sarana untuk yang dianggap penting karena memiliki
mendidik dan melatih para gadis sebelum nilai-nilai etika, moral, spiritual dan pesan-
menjalani bahtera kehidupan rumah pesan tersendiri. Nilai-nilai tersebut
tangga. diperuntukkan bagi gadis Buton
274 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294

berhubungan dengan statusnya sebagai adalah prefiks atau kata depan yang
anak, istri, ibu, maupun posisinya sebagai menjadikan kata yang dilekatinya
bagian dari masyarakat yang telah bermakna verba/kata kerja, dan Suo adalah
memasuki usia dewasa. ruangan bagian belakang rumah (Kamus
Oleh karena itu, tujuan dari tulisan Bahasa Wolio, 1985:157). Jadi, secara
ini untuk membahas tiga pokok harfiah posuo dapat diartikan melakukan
permasalahan mengenai ritual posuo, yaitu: kurungan diruang belakang rumah. Posuo
1) Tahapan pelaksanaan ritual posuo, 2) ‘pingitan’ adalah suatu proses kurungan di
Makna simbol-simbol yang terdapat pada ruang belakang rumah bagi perempuan
tiap tahapan pelaksanaan ritual posuo, dan selama waktu tertentu, dan mereka tidak
3) mitos yang terkandung dalam ritual diperkenankan berhubungan dengan dunia
posuo. Sehubungan dengan hal itu, penulis luar. Prosesi ini telah menjadi tradisi
menggunakan teori Semiotika Roland mayarakat Buton sejak beberapa abad yang
Barthes untuk mengkaji pokok lalu, pada zaman Kesultanan Buton. Asal
permasalahan tersebut. Alasan mula prosesi pingitan ini berawal dari
menggunakan konsep semiotik tersebut kebiasaan masyarakat mengurung
karena peneliti berasumsi bahwa Roland perempuan. Mereka menganggap bahwa
Barthes adalah salah seorang ahli semiotik perempuan memiliki keindahan atau
yang pemikirannya sangat relevan untuk kecantikan yang dapat mengundang
dijadikan pisau analisis untuk menjawab kerawanan kriminal. Pihak keluarga tidak
permasalahan yang ada dalam penelitian diperkenankan membiarkan anak
ini, yaitu mengenai simbol dan mitos yang perempuannya keluar rumah dengan bebas,
terdapat pada ritual posuo. bila anak yang bersangkutan telah gadis.
Hal ini disebabkan karena mereka tidak
KONSEP DAN TEORI menginginkan anak gadisnya diperebutkan
Ritual oleh banyak pemuda. Para pemuda bisa
Ritual merupakan tata cara dalam melihat para gadis hanya pada waktu-
upacara atau suatu perbuatan keramat yang waktu tertentu seperti acara keluarga.
dilakukan oleh sekelompok umat Masyarakat Buton menganggap
beragama, yang ditandai dengan adanya bahwa pingitan merupakan bagian dari
berbagai macam unsur dan komponen, kewajiban orang tua terhadap anak
yaitu adanya waktu, tempat pelaksanaan perempuannya. Orang tua merasa berdosa
upacara, alat-alat dalam upacara, serta jika anak perempuannya belum dipingit.
orang-orang yang menjalankan upacara Oleh karena itu, orang tua dan keluarga
(Danandjaja, 2007:21). dekatnya akan mengupayakan agar seorang
Pada dasarnya ritual adalah sebuah anak perempuan harus dipingit meskipun
rangkaian kata dan tindakan dari pemeluk belum akan dinikahkan. Kewajiban
agama dengan menggunakan benda-benda, perempuan melakukan ritual pingitan yang
peralatan dan perlengkapan tertentu, di tidak diperuntukkan bagi anak laki-laki
tempat tertentu dan memakai pakaian menunjukkan bahwa perhatian terhadap
tertentu. Begitu pula halnya dengan ritual anak perempuan lebih besar dari anak laki-
upacara posuo ‘pingitan’, terdapat banyak laki. Pengetahuan atau ajaran-ajaran yang
perlengkapan atau benda-benda yang harus didapatkan selama dipingit diharapkan
dipersiapkan dan digunakan. akan menjadi bakal bagi perempuan
sebelum memasuki bahtera rumah tangga
Sejarah Singkat Ritual Posuo ‘Pingitan’ (Fariki, 2009:9).

Kata posuo berasal dari gabungan


dua kata dalam bahasa Wolio, yaitu Po
275 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294

Semiotika model sistematis dalam menganalisis


makna pada sebuah tanda. Model ini
Istilah semiotika berasal dari dikenal dengan istilah order of
bahasa Yunani yaitu semeion yang berarti signification, dengan mencakup denotasi
‘tanda’ atau seme yang berarti penafsir yaitu signifikasi tahap pertama (makna
tanda, atau dalam sebutan bahasa Inggris sebenarnya dari sebuah tanda) dan konotasi
“semiotics”. Jadi, semiotika adalah ilmu yaitu signifikasi tahap kedua (makna ganda
yang mengkaji tentang tanda. Menurut sebuah tanda yang lahir dari pengalaman
Zoest (1993) semiotika adalah cabang ilmu kultural dan personal). Di sinilah letak
yang berurusan dengan pengkajian tanda perbedaan teori semiotik Saussure dan
dan segala sesuatu yang berhubungan Barthes meskipun Barthes tetap
dengan tanda, seperti tanda dan proses mempergunakan istilah signifier-signified
yang berlaku bagi pengguna tanda. Tanda yang diusung oleh Saussure (Sobur,
merupakan sebuah unsur yang sangat 2004:11).
penting dalam berperilaku dan
berkomunikasi karena bisa memunculkan Denotasi
berbagai makna agar pesan dapat
dimengerti. Di dalam semiologi Roland
Dalam perkembangan teori Barthes yang dikutip oleh Fiske (1990:88),
semiotika, Berger (2010:11) menyebutkan denotasi merupakan tahap signifikasi
bahwa terdapat dua tokoh semiotika yang tingkat pertama yang menjelaskan
konsep teorinya sangat dikenal, yaitu hubungan antara penanda (signifier) dan
Charles Sander Peirce (1839-1914) dan petanda (signified) di dalam sebuah tanda,
Ferdinand de Saussure (1857-1913). Kedua dan antara tanda dengan objek yang
tokoh tersebut mengembangkan ilmu diwakilinya dalam realitas eksternalnya.
semiotika secara terpisah dan tidak Dengan kata lain, denotasi merupakan
mengenal satu sama lain. Peirce di makna paling nyata dari sebuah tanda.
Amerika Serikat dengan latar belakang
keilmuannya adalah filsafat dan Saussure Konotasi
di Eropa dengan latar belakang
keilmuannya adalah linguistik. Selain Konotasi merupakan tahap
teori-teori semiotik dari Pierce dan signifikasi tingkat kedua yang menjelaskan
Saussure, dikenal juga teori semiotik hubungan antara penanda dan petanda
Roland Barthes. Ia adalah penerus yang memiliki makna yang tidak eksplisit,
pemikiran Saussure. Dalam tulisan ini, tidak langsung dan tidak pasti. Makna
penulis menggunakan teori semiotika tersebut terbentuk ketika penanda
Roland Barthes sebagai pisau analisis. dihubungkan dengan berbagai aspek
psikologis seperti perasaan, emosi atau
Teori Semiotika Roland Barthes keyakinan.Barthes (1957) mengetengahkan
konsep konotasi sebagai “pemaknaan
Teori ini dikemukakan oleh Roland tingkat kedua” yang didasari oleh
Barthes sekitar tahun 1915-1980. Sebagai pandangan budaya, politik, atau ideologi
penerus pemikiran Saussure, ia pemberi makna. Dalam kerangka Barthes,
menekankan pada interaksi antara teks konotasi identik dengan operasi ideologi,
dengan pengalaman personal dan kultural yang disebutnya sebagai ’mitos’ dan
penggunanya, interaksi antara konvensi berfungsi untuk mengungkapkan dan
dalam teks dengan konvensi yang dialami memberikan pembenaran bagi nilai-nilai
dan diharapkan oleh penggunanya. Pada yang berlaku dalam suatu kurun waktu
teori semiotikanya, Barthes membuat tertentu. (Budiman, dalam Sobur 2009:71).
276 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294

Mitos METODE PENELITIAN


Dalam teori semiotika Barthes,
mitos dapat diuraikan melalui tiga unsur Jenis penelitian ini adalah
penandaan, yaitu tanda (sign), denotasi deskriptif kualitatif dengan menggunakan
(penanda/signifier), dan konotasi pendekatan semiotika. Penelitian ini
(petanda/signified). Tingkatan pertandaan menggunakan pendekatan semiotika
(staggered systems) tersebut karena penelitian ini mengkaji mengenai
memungkinkan untuk lahirnya makna yang makna tanda atau simbol yang terdapat
juga bertingkat-tingkat dari sebuah tanda. pada prosesi ritual posuo ‘pingitan’.
Tingkatan tanda dan makna Barthes dapat Penelitian ini dilaksanakan di Desa
digambarkan seperti berikut. Wawoangi, Kecamatan Sampolawa,
Kabupaten Buton Selatan. Pemilihan lokasi
ini didasari pertimbangan bahwa peneliti
Tanda Denotasi Konotasi Mitos
dapat memperoleh data yang akurat untuk
keperluan informasi penelitian karena
Gambar. Tingkatan Tanda dan Makna Barthes
(Sumber: Hasyim, 2014) masyarakatnya masih melakukan tradisi
ritual posuo secara mendetail dan masih
Menurut Barthes (1957:152), mitos menjujung tinggi tradisi tersebut sebagai
adalah suatu sistem komunikasi karena warisan leluhur.
berfungsi untuk menyampaikan pesan. Peneliti berusaha mendapatkan dan
Pesan yang disampaikan tidak ditentukan mengumpulkan data dan informasi yang
oleh materinya karena mitos merupakan dibutuhkan dengan melakukan pengamatan
suatu bentuk, bukan objek ataupun konsep. secara langsung terhadap obyek yang
Selain itu, mitos juga tidak selalu bersifat diteliti dengan cara observasi, wawancara,
verbal (kata-kata) baik lisan maupun rekam, dan dokumentasi.
tulisan, tetapi bisa juga dalam berbagai Setelah data terkumpul, dilakukan
bentuk lain atau campuran antara verbal interpretasi menggunakan interpretasi
dan nonverbal. Dalam penelitian semiotik, deskriptif kualitatif. Dalam melakukan
teori Roland Barthes sangat penting karena analisis, peneliti menggunakan analisis
dapat menjembatani teori dan penelitian yang mengacu pada teori semiotika Roland
dengan berbagai macam teks baik teks Barthes. Dalam teorinya, analisis tanda
verbal maupun teks nonverbal (Kusuma, dilakukan melalui dua tahap signifikasi.
2013:19). Tahap pertama adalah signifikasi denotasi
Selanjutnya, Barthes (1957:188) dan tahap kedua adalah signifikasi
juga menyatakan bahwa mitos adalah konotasi. Kedua tahap itu dilakukan untuk
sesuatu yang wajar atau alamiah dan tidak mengetahui makna simbol dan mitos yang
memerlukan kebenaran sebagai sanksinya. terkandung di dalam prosesi ritual posuo
Hal ini sejalan dengan pendapat Hasyim ‘pingitan’ pada masyarakat suku Buton.
(2014:59), mitos merupakan sebuah
gambaran psikologis yang dibangun HASIL DAN PEMBAHASAN
melalui proses semiologis (penanda dan
petanda) dengan memuat konsep ideologis Berdasarkan penelitian yang sudah
yang bertujuan menaturalisasikan suatu dilakukan, pada bagian ini penulis
konsep menjadi hal yang wajar atau menjelaskan tiga hal yang menjadi pokok
alamiah. permasalahan yaitu tahapan-tahapan
pelaksanaan ritual, makna simbol, dan juga
mitos yang terdapat dalam ritual posuo.
Data yang ditemukan merupakan hasil
wawancara kepada sejumlah tokoh
277 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294

masyarakat dan hasil bacaan dari sejumlah Ritual posuo, di samping sebagai
kepustakaan yang berkaitan dengan ritual sarana pembersihan/penyucian diri dan
posuo. Selain itu juga merupakan hasil sarana peralihan status, juga merupakan
pengamatan penulis secara langsung pada sarana pendidikan bagi kaum perempuan
acara posuo yang diselenggarakan oleh sebelum memasuki bahtera rumah tangga.
Keluarga La Ode Abdul Halim selaku Hal ini teramati dalam pelaksanaannya
Kepala Desa Wawoangi, Kecamatan yang bukan saja sebagai sebuah ritual,
Sampolawa, Kabupaten Buton Selatan. melainkan proses pembinaan mental,
Masyarakat Buton merupakan moral, agama, dan perilaku sesuai dengan
masyarakat yang kaya akan tradisi. Salah peran seorang perempuan dalam kehidupan
satu tradisi yang ada dan masih berumah tangga dan bermasyarakat.
dipertahankan oleh masyarakat Buton Perempuan sempurna menurut pandangan
sejak dulu hingga sekarang adalah posuo. masyarakat Buton tidak hanya cantik dari
Istilah posuo terdiri dari dua akar kata, segi fisik, tetapi juga cantik dari segi sikap
yaitu “po” dan “suo”. Po adalah awalan dan perbuatannya sehari-hari. Bahkan
kata (prefiks) yang memiliki makna cantik sikap dan perbuatan merupakan nilai
‘melakukan’ atau ‘menjalankan’ sesuatu. yang paling dihargai. Hal ini karena
Sementara Suo memiliki makna ruang perempuan dianggap orang yang paling
belakang rumah. Dalam istilah yang lebih berpengaruh dalam kehidupan berumah
lazim di masyarakat Indonesia, posuo tangga nantinya, baik terhadap suami
berarti ‘pingitan’ yaitu suatu tradisi maupun keturunannya.
pengurungan para gadis di ruang belakang
rumah selama waktu yang ditentukan. Tahap-tahap Pelaksanaan Ritual Posuo
Posuo adalah sebuah ritual yang ‘Pingitan’
dilaksanakan khusus untuk seorang gadis
sekali seumur hidup. Oleh karena itu, ritual Secara umum prosesi posuo
posuo wajib dilakukan oleh setiap gadis dikelompokkan atas tiga tahap, yaitu
Buton karena merupakan sarana persiapan, prosesi, dan penutupan. Jangka
pembersihan/penyucian diri seorang anak waktu pelaksanaan ritual bervariasi, mulai
gadis menjelang dewasa, atau peralihan 9 hari 9 malam, 8 hari 8 malam, 7 hari 7
status dari remaja menjadi dewasa. Gadis malam, dan seterusnya hingga 2 hari 2
dalam konteks ini dibagi dua macam, yaitu malam, bergantung pada pihak yang
gadis remaja dan gadis dewasa. Gadis melaksanakannya. Bahkan ada pula yang
remaja dikenal dengan istilah kabuabua, hanya sekadar disarati (sekadar
sedangkan gadis dewasa dikenal dengan dimandikan dengan menggunakan air suci
istilah kalambe. Ritual ini dilakukan dan disertai dengan pembacaan doa-doa
dengan harapan bahwa seorang perempuan suci). Tidak ada makna khusus dari
ketika sudah melewati setiap tahapan perbedaan jangka waktu yang digunakan
pelaksanaan ritual, maka lengkaplah proses dalam pelaksanaan ritual posuo. Adapun
pembersihan diri secara hakiki, dan tahapan-tahapan pelaksanaan ritual posuo
merekapun secara resmi menyandang sebagai berikut:
status dewasa. Selain itu, masyarakat Tahap Persiapan
Buton juga menganggap bahwa meskipun Sebelum ritual posuo
seorang gadis sudah dianggap dewasa baik dilangsungkan, terlebih dahulu pihak
secara hukum Islam maupun hukum penghajat atau pihak yang
negara, mereka tidak dapat melakukan menyelenggarakan ritual mempersiapkan
ritual pernikahan sebelum melalui prosesi segala sesuatu yang diperlukan. Persiapan
adat posuo. tersebut dilakukan melalui musyawarah di
antara keluarga dengan membahas segala
278 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294

hal yang berkaitan dengan seluruh Makna Simbol Pada Ritual Posuo
kebutuhan yang diperlukan dalam Simbol berupa Tata Cara Pelaksanaan
pelaksanaan ritual termasuk menentukan Ritual Posuo
bulan atau hari yang dianggap baik. Pokunde ‘Keramas’
Setelah waktu sudah disepakati, Denotasi:
selanjutnya mengumumkan kepada Pokunde merupakan tahap pertama
keluarga jauh dan juga masyarakat sekitar dalam pelaksanaan ritual posuo, dimana
untuk ikut serta dalam perhelatan yang para gadis yang mengikuti ritual posuo
dimaksudkan. Pengumuman kepada dimandikan oleh bhisa dengan cara
keluarga disampaikan oleh pihak membasahi rambut/keramas rambut sang
penghajat, sedangkan pengumuman kepada gadis dengan menggunakan sampo yang
masyarakat disampaikan oleh tokoh adat. berasal dari santan kelapa.
Kemudian pihak penghajat ataupun tokoh Konotasi:
adat menghubungi bhisa bawine, yaitu Membasahi rambut/keramas
orang tua atau dukun wanita yang akan memiliki makna pembersihan dan
memimpin dan memandu proses ritual. penyucian diri para gadis. Hal ini
Tahap Pelaksanaan berpedoman pada salah satu syarat mandi
Tahap pelaksanaan terdiri atas wajib yang dianjurkan dalam ajaran agama
beberapa tahap pula, yaitu pokunde Islam, dengan harapan bahwa para gadis
‘keramas’, pebaho ‘mandi’, pauncura yang mengikuti ritual posuo akan tetap
‘pengukuhan’, panimpa ‘pemberkatan’, dalam keadaan bersih dan suci saat
palego‘menggerakkan badan/melenggang’, dimasukkan maupun setelah dikeluarkan
padole‘membaringkan’,pasipo ‘menyuapi’, dari ruang kurungan.
posuo ‘pengurungan’, bhaliana yimpo
‘perubahan posisi tidur’, landakiana tana Pebaho ‘Mandi’
‘penginjakkan kaki ke tanah’ dan matana Denotasi:
posuo ‘puncak acara’. Tahap ini diakukan dengan
Tahap Penutupan memandikan para gadis menggunakan air
Pada tahap penutup, dilakukan yang bersumber dari mata air yang sudah
ritual pemberkatan dan pembacaan doa dibaca-baca (diberi doa-doa).
sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Konotasi:
swt karena ritual posuo berjalan dengan Makna konotasi pebaho adalah
lancar sesuai dengan yang dharapkan. sebuah simbol pembersihan atau penyucian
Kemudian dilanjutkan dengan pemulihan diri. Simbol ini memiliki makna konotasi
atau pembersihan ruangan suo secara yang sama dengan simbol pokunde.
khusus, dan rumah keluarga yang Namun masing-masing memiliki konteks
melakukan perhelatan. Beberapa yang berbeda. Pembersihan/penyucian
kotoran/perlengkapan dalam kurungan pada simbol pokunde merupakan
seperti kain putih, bantal, tikar, dan pembersihan/penyucian tahap awal yang
perlengkapan lain yang dianggap tidak difokuskan pada kepala atau rambut dan
digunakan lagi di buang di sungai, dan ada dilakukan di luar ruangan, sedangkan
juga yang buang di tempat yang memang simbol pebaho merupakan
tidak akan dilihat oleh orang-orang. Hal ini pembersihan/penyucian tahap akhir yang
dilakukan dengan harapan semua hal-hal sudah mencakup seluruh anggota tubuh
buruk yang ada pada diri para gadis dan para peserta pingitan dan dilakukan di
keluarga akan ikut hilang bersama dengan dalam ruangan (tetapi bukan pada suo)
kotoran yang dibuang tersebut.
279 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294

Panimpa ‘Pemberkatan’ simbol ini dalam ritual posuo adalah


Denotasi: dengan membuang kampak tersebut di
Tahap ini dilakukan dengan cara bawah kolong rumah. Jika mata kampak
memberikan sapuan asap kemenyan ke tersebut ketika sudah menyentuh tanah
tubuh para gadis yang mengikuti ritual. yang berada di bawah kolong menghadap
Konotasi ke lautan maka jodoh sang gadis
Sapuan asap kemenyan yang merupakan seorang pelaut, jika mata
diberikan ke tubuh peserta memiliki makna kampak menghadap ke arah timur maka
“keselamatan” atau “perlindungan” diri jodoh gadis tersebut berada di bagian
para peserta. Hal yang diharapkan adalah timur, jika ke arah barat maka jodoh sang
agar selama menjalani ritual posuo, para gadis berada di bagian barat, begitu halnya
peserta akan terlindungi dan terhindar dari dengan arah mata angin lainnya.
hal-hal buruk. Konotasi:
Simbol berupa Benda/Perlengkapan Secara konotasi simbol ndamu
Ritual Posuo memiliki makna “penunjuk arah jodoh”.
Suo ‘Ruang Belakang Rumah’ Hal ini didasarkan pada posisi mata
Denotasi: kampak ketika menyentuh tanah. Oleh
Suo merupakan sebuah ruangan karena itu, para gadis yang mengikuti ritual
yang berada pada bagian belakang rumah, posuo akan mengetahui arah jodohnya
yang seluruh sisi dinding ruangan ditutupi masing-masing melalui posisi mata
menggunakan kelambu dan kain putih. kampak tersebut.
Fungsi suo digunakan sebagai ruang Kaci ‘Kain Putih’
kurungan bagi para peserta selama prosesi Denotasi:
ritual posuo berlangsung. Kain putih adalah sebuah kain yang
Konotasi: berwarna putih dan bersih. Dalam ritual
Seluruh sisi dinding yang ditutupi posuo, kain putih digunakan untuk
menyebabkan keadaan di dalam ruangan menutupi seluruh sisi dinding ruang
menjadi gelap sehingga simbol suo kurungan, dan ada juga yang diletakkan di
memiliki makna “kegelapan”. Pada lantai sebagai pengalas tikar pada ruang
umumnya kegelapan selalu diartikan kurungan.
sebagai sesuatu yang tidak baik/buruk. Konotasi:
Namun, dalam masyarakat Buton konsep Warna kain yang putih dan bersih
kegelapan yang terdapat pada ritual posuo memberikan makna “kesucian” sehingga
memiliki makna yang berbeda. Kegelapan hal yang diharapkan bahwa para peserta
di dalam ruangan suo diibaratkan alam posuo akan keluar dari kurungan dalam
rahim seorang ibu. Para peserta yang keadaan bersih dan suci layaknya kain
dikurung dalam ruangan tersebut dianggap putih tersebut.
sebagai seorang janin yang berada dalam Patirangga ‘Daun Pewarna Kuku’
alam rahim seorang ibu. Oleh karena itu, Denotasi:
ketika para peserta dikeluarkan dari ruang Patirangga merupakan sejenis
kurungan tersebut, mereka dianggap tumbuhan yang daunnya digunakan
seperti seorang bayi yang baru lahir ke sebagai pewarna kuku/kuteks. Daun
dunia. tersebut dihaluskan/ditumbuk terlebih
Ndamu ‘Kampak’ dahulu kemudian diaplikasikan pada kuku
Denotasi: para peserta pingitan. Selanjutnya kuku
Ndamu adalah sebuah kampak yang yang sudah diberi patirangga dibungkus
sudah diikatkan sebuah parang, kuncup menggunakan plastik. Bungkusan tersebut
buah pinang, kuncup bunga kelapa, dan dibuka ketika para peserta akan
daun kasambo lili. Cara pengaplikasian
280 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294

dimandikan setelah keluar dari ruang juga kehidupan yang baik, khususnya
kurungan. dalam kehidupan berumah tangga.
Konotasi:
Warna pada kuku para peserta KESIMPULAN
posuo akan membuat penampilan mereka
menjadi lebih indah dan cantik. Hal ini Tahapan pelaksanaan ritual posuo
menimbulkan lahirnya makna konotasi dari ‘pingitan’ secara umum terdiri atas 3 yaitu
patirangga yaitu sebagai simbol (1) persiapan, (2) pelaksanaan yang
kecantikan dan keindahan. meliputi pokunde ‘keramas’, pebaho
Mitos pada Prosesi Ritual Posuo ‘mandi’, pauncura ‘pengukuhan’, panimpa
‘Pingitan’ ‘pemberkatan’, palego ‘menggerakkan
Mitos yang terdapat dalam ritual anggota badan/melenggang’, padole
posuo muncul secara alamiah melalui ‘membaringkan’, pasipo ‘menyuap’, posuo
pemaknaan denotasi dan konotasi yang ‘pengurungan’, bhaliana yimpo ‘perubahan
dimiliki oleh sebuah simbol. Di antaranya: posisi’, landakiana tana ‘menginjakkan
mitos pokunde yaitu seorang gadis akan kaki ke tanah’, matana posuo ‘puncak
menjadi bersih dan suci ketika sudah acara’, dan (3) penutup
melakukan prosesi pokunde ‘membasahi Simbol-simbol yang terdapat dalam
rambut (keramas)’, mitos pebaho yaitu ritual posuo terbagi atas dua. Pertama,
seorang gadis akan menjadi bersih dan suci simbol berupa tata cara pelaksanaan
ketika sudah dimandikan air yang meliputi: pokunde, pebaho, panimpa,.
bersumber dari mata air, mitos panimpa Kedua, simbol berupa benda-
yaitu para peserta posuo akan terhindar benda/perlengkapan meliputi: suo ‘ruang
akan terhindar dari hal-hal buruk setelah belakang rumah’, ndamu ‘kampak’, kain
melakukan prosesi panimpa, mitos suo putih, patirangga ‘daun pewarna kuku’.
yaitu gadis yang dikeluarkan dari ruangan Semua simbol tersebut mengandung
suo seperti seorang bayi yang baru makna kesucian, kecantikan, keselamatan,
dilahirkan, mitos ndamu yaitu para gadis dan petunjuk arah jodoh.
akan mengetahui arah jodohnya melalui Mitos yang terdapat dalam ritual
posisi mata kampak ketika menyentuh posuo muncul secara alamiah melalui
tanah, mitos kain putih yaitu seorang gadis pemaknaan denotasi dan konotasi yang
akan menjadi bersih dan suci ketika keluar dimiliki oleh sebuah simbol. Di antaranya:
dari kurungan, mitos patirangga yaitu mitos pokunde yaitu seorang gadis akan
seorang gadis akan menjadi lebih cantik menjadi bersih dan suci ketika sudah
ketika mewarnai kuku mereka. melakukan prosesi pokunde ‘membasahi
Di samping mitos yang muncul rambut (keramas)’, mitos pebaho yaitu
secara alamiah melalui proses penandaan seorang gadis akan menjadi bersih dan suci
sebuah simbol, terdapat pula mitos yang ketika sudah dimandikan air yang
sampai saat ini masih dipercaya oleh bersumber dari mata air, mitos panimpa
masyarakat Buton. Di antaranya: yaitu para peserta posuo akan terhindar
masyarakat Buton meyakini ritual posuo akan terhindar dari hal-hal buruk setelah
sebagai sarana untuk menguji kesucian melakukan prosesi panimpa, mitos suo
para gadis dan sarana untuk mengetahui yaitu gadis yang dikeluarkan dari ruangan
arah jodoh. Disamping itu, mereka juga suo seperti seorang bayi yang baru
percaya bahwa dengan mengikuti ritual dilahirkan, mitos ndamu yaitu para gadis
posuo, seorang gadis akan seperti terlahir akan mengetahui arah jodohnya melalui
kembali dalam keadaan bersih dan suci, posisi mata kampak ketika menyentuh
terlihat semakin cantik dan memesona, tanah, mitos kain putih yaitu seorang gadis
akan mendapatkan jodoh yang baik dan akan menjadi bersih dan suci ketika keluar
281 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 7, Nomor 2, Desember 2019 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN: 2354-7294

dari kurungan, mitos patirangga yaitu Pengantar Paling Komprehensif.


seorang gadis akan menjadi lebih cantik Yogyakarta : Jalasutra.
ketika mewarnai kuku mereka. Hasyim, Muhammad. 2014. Konstruksi
Mitos dan Ideologi dalam Teks
DAFTAR PUSTAKA Iklan Komersial Televisi, Suatu
Analisis Semiologi. Disertasi.
Barthes, Roland. 1968. Elements of Program Studi Magister Ilmu
Semiology. New York: Hill and Linguistik, Universitas Hasanuddin
Wang. Makassar.
Berger, A. Asa. 2010. Pengantar Hasyim, Muhammad, Hasjim, Munira &
Semiotika:Tanda-tanda dalam Nursidah. 2019. Online advertising:
Kebudayaan Kontemporer, Edisi how the consumer goods speaks to
Terbaru. Yogyakarta: Tiara women. Opcion. 35, (89), 826-845.
Wacana. Kusuma, S. Zaimar. 2013. Semiotika
Danandjaja, James. 2007. Folklor dalam Analisis Karya Sastra.
Indonesia:Ilmu Gosip, Dongeng, Depok: PT. Komodo Books.
dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Sadulloh. 2004. Pengantar Filsafat
Utama Grafiti. Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . Sobur, Alex. 2004. Analisis Teks Media.
1985. Kamus Wolio-Indonesia. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi.
Pengembangan Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Fariki, La. 2009. Mengapa Perempuan Zoest, Aart van. 1993. Semiotika: Tentang
Buton dan Muna Dipingit? Tanda, Cara Kerjanya, dan, Apa
Kendari: Komunika. yang Kita Lakukan Dengannya.
Fiske, John. 1990. Cultural and Ani Soekawati (Penerj.). Jakarta:
Communication Studies: Sebuah Yayasan Sumber Agung.

You might also like