Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Ahmad Abdul Fattah Habibullah
NIM 858861202
UNIVERSITAS TERBUKA
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH (UPBJJ)
UT MALANG/ POKJAR KEPANJEN KABUPATEN MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial manusia perlu melakukan interaksi dengan manusia
lain. Dengan berinteraksi, manusia dapat menciptakan suasana yang harmonis.
Suasana yang harmonis dapat terlaksana jika perilaku atau karakter dari manusia itu
sendiri cocok atau tidak merugikan manusia yang lain. Dalam hal ini hidup rukun
adalah salah satu sumber untuk mencapai kehidupan yang harmonis. Hidup rukun
adalah sikap menjaga hubungan baik dengan sesama. Hubungan baik dapat tercapai
jika individu memahami etika dalam pergaulan di rumah, sekolah, atau masyarakat.
Apa yang dilakukan oleh individu akan berdampak pada individu itu sendiri. Hidup
rukun juga sangat berdampak bagi setiap seseorang.
Dalam menciptakan suasana rukun terdapat komponen-komponen yang dapat
perlu diciptakan. Kasih sayang, kesejahteraan, kepedulian, kedamaian, dan rasa
aman merupakan hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia di dalam hidupnya.
kebutuhan manusia yang digagas oleh Abraham Maslow, bahwa setiap manusia
pada umumnya memiliki lima hierarki kebutuhan, yang diantaranya adalah
“kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial (rasa sayang),
kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri” (Amanda, dkk., 2020).
Berdampingan dengan kebutuhan manusia di atas, Indonesia sendiri memiliki
Pancasila sebagai ideologi negara yang memiliki nilai-nilai serta norma yang
menjadi visualisasi dari kearifan lokal atau ciri khas masyarakat Indonesia secara
menyeluruh. Nilai dari sila-sila Pancasila mengamanatkan kepada warga negara
Indonesia untuk selalu mengingat semangat religi, memuliakan martabat manusia,
kesatuan dan persatuan bangsa, demokrasi, serta keadilan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam wujud yang selalu tumbuh dan
berkembang semakin baik (Asmaroni, 2016).
1
2
B. Permasalahan
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia memiliki nilai-nilai yang perlu
dijalankan. Kemanusiaan yang adil dan beradab yang terdapat pada sila kedua
mengandung nilai bahwasannya setiap warga negara wajib menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk hidup yang beradab, terutama hak-
hak kodrat manusia (hak asasi) yang harus dijamin dalam perundang-undangan
negara. Namun pada kenyataannya masih banyak sekali hak-hak asasi manusia yang
3
terabaikan, salah satunya adalah bullying di sekolah. Saat ini masih banyak sekali
anak anak yang tertindas di bangku sekolah, KPAI mencatat dalam kurun waktu 9
tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak.
Untuk Bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473
laporan dan trennya terus meningkat.
Perilaku menyimpang anak banyak mendapat perhatian, khususnya kasus yang
terjadi pada anak Sekolah Dasar. Kasus bullying yang di dunia pendidikan masih
terjadi di sepanjang tahun 2021. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mencatat, sepanjang tahun 2021 ada 17 kasus yang melibatkan peserta didik dan
pendidik, bahkan baru baru ini yang terjadi di tahun 2022 kasus
bullying yang mengakibatkan kematian pada korban yaitu Bintang Tukanji seorang
siswa MTs berusia 13 tahun meninggal dunia diakibatkan menjadi korban bullying
dari 9 orang temannya.
Bentuk-bentuk intimidasi yang diperoleh di antaranya pemalakan, pengucilan
diri, merasa terancam, mendapatkan banyak gangguan secara fisik, verbal, dan
pelecehan seksual. Bulliying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang
dilakukan teman sebaya kepada seeorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih
lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan tertentu. Budaya bulliying
(kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta didik di
sekolah dasar, biasanya bulliying terjadi berulang kali, bahkan ada yang dilakukan
secara terencana.
Kasus yang dewasa ini hangat diperbincangkan mengenai diskriminasi
pendidikan. Bullying menjadi isu kritis dikarenakan tidak hanya berhenti di usia
anak-anak. Faktor yang paling beresiko untuk di bully kembali terjadi pada
jenjang yang lebih tinggi atau dewasa, karena sebelumnya seseorang pernah
menjadi korban bully (Andersen, dkk, 2015:1). Faktor psikososial merupakan salah
satu penyebab yang tidak bisa dipisahkan dari kejadian bullying (Jansen, 2012).
Bullying dapat disebabkan oleh perbedaan kelas, ekonomi, agama, gender, etnisitas
atau racism. Bullying juga dapat disebabkan oleh keluarga yang tidak rukun, situasi
sekolah yang tidak harmonis, dan karakter individu atau kelompok seperti adanya
4
iri hati, adanya semangat untuk menguasai diri korban dengan kekuatan fisik, dan
untuk meningkatkan popularitas di kalangan sepermainannya (Astuti, 2008).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis Bullying
1. Bullying dapat dikelompokan menjadi enam kelompok yaitu:
Kontak fisik langsung, merupakan jenis bullying yang kasat mata,siapa saja
dapat melihat tindakan bullying ini karena terjadi sentuhan fisik antar pelaku
dengan korban, contoh tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak,
mencubit, mencakar, merusak barang orang lain juga termasuk tindakan
bullying.
2. Kontak verbal langsung, jenis bullying ini juga dapat terdeteksi karena terdengar
oleh kita, contoh tindakan bullying ini yaitu, memaki, menghina, menuduh,
memfitnah, mempermalukan di depan umum, menyebar gossip.
3. Perilaku nonverbal langsung, perilaku bullying ini dapat terlihat dan terdengar
oleh kita jika kita awas dalam menghadapinya. Contoh tindakan bullying ini
yaitu melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka
yang merendahkan.
4. Perilaku nonverbal tidak langsung, contoh perilaku bullying ini yaitu,
mendiamkan seseorang, mengucilkan dan mengabaikan.
5. Cyber bullying, tindakan menyakiti orang lain dari sarana elektronik, contoh
perilakunya, mengomentari postingan korban dengan menghina, menyebarkan
video intimidasi, pencemaran nama baik lewat sosmed.
6. Pelecehan seksual, tindakan ini dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal
5
6
ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan
kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi
yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar
bahwa “mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku
agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan
seseorang”. Dari sini anak mengembangkan perilaku bullying.
2. Sekolah.
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya, anak-
anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku
mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying berkembang
dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan masukan negatif
pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak membangun sehingga
tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesame anggota
sekolah.
3. Faktor Kelompok Sebaya
Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar
rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak
melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk
dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman
dengan perilaku tersebut
4. Kondisi Lingkungan Sosial
Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku
bullying. Salah satu faktor lingkungan sosial yang menyebabkan tindakan
bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan berbuat
apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di
lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya
5. Tayangan televisi dan media cetak
Tayangan televisi dan media cetak Televisi dan media cetak membentuk pola
perilaku bullying dari segi tayangan yang mereka tampilkan. Survey yang
dilakukan kompas memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan adegan
7
film yang ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-
katanya (43%).
DAFTAR RUJUKAN