You are on page 1of 20

Doi : https://doi.org/10.

24164/prosiding18/09

PEMERINTAHAN, KEKUASAAN, DAN TATAKOTA


(PEMIKIRAN KAJIAN PADA KABUPATEN GARUT)
Governance, Power, and Cityplan (A Forethought Research on Garut)

Nanang Saptono
Balai Arkeologi Jawa Barat
Jln. Raya Cinunuk Km. 17 Cileunyi Kabupaten Bandung 40623
E-mail: nanangsaptono@gmail.com

Abstract

B ased on inscription sources, the city in the physical sense in Java has existed since the time
of Ancient Mataram. However, archeological remains in the form of ruins of the new city of
Majapahit era, namely the Trowulan site area in Mojokerto. The city has developed rapidly since
the Islamic era. These cities are developing something spontaneously there are also planned.
During the Mataram Sultanate, the territorial and regional system was built following the con-
cepts and symbols that refer to the concepts of government and power. The statutes of the Islamic
era were centered on a square surrounded by buildings of government, religious, and economic
facilities. The Garut region is the former Mataram territory which then went into the hands of
the VOC, Dutch colonial, British colonial, and Dutch colonial again. This paper discusses how
the patterns of Garut City and surrounding cities in relation to government and power. The city
of Garut and the surrounding cities physically follow the pattern of Islamic governance. In some
cities there are anomalies. The condition of cities in the Garut region still follows the pattern of
Islamic governance but is influenced by European concepts and geomorphological factors.
Keywords: square, palace, mosque, market, concept, symbol, autonomy.

Abstrak

B erdasarkan sumber prasasti, kota dalam arti fisik di Jawa sudah ada sejak zaman Mataram
Kuno. Namun, tinggalan arkeologis berupa runtuhan kota baru zaman Majapahit yaitu
kawasan situs Trowulan di Mojokerto. Kota berkembang pesat sejak zaman Islam. Kota-kota
tersebut berkembang ada yang secara sepontan ada juga yang direncanakan. Pada masa Kesultanan
Mataram, sistem pewilayahan dan tatakota dibangun mengikuti konsep dan simbol-simbol
yang mengacu pada konsep pemerintahan dan kekuasaan. Tatakota pada masa Islam terpusat di
alun-alun yang dikelilingi bangunan fasiltas pemerintahan, religi, dan ekonomi. Wilayah Garut
merupakan bekas wilayah kekuasaan Mataram yang kemudian beralih ke tangan VOC, kolonial
Belanda, kolonial Inggris, dan kolonial Belanda lagi. Makalah ini membahas bagaimana pola
tatakota Garut dan kota-kota di sekitarnya dalam kaitannya dengan pemerintahan dan kekuasaan.
Kota Garut dan kota-kota di sekitarnya secara fisik mengikuti pola tatakota Islam. Pada beberapa
kota terdapat anomali. Kondisi kota-kota di kawasan Garut tetap mengikuti pola tatakota Islam
namun dipengaruhi konsep-konsep Eropa dan faktor geomorfologis.
Kata kunci: alun-alun, keraton, masjid, pasar, konsep, simbol, otonomi.
PENDAHULUAN berdekatan, masing-masing mengalami
perkembangan. Proses aglomerasi ini

B erdasarkan fakta sejarah, banyak ragam


mengenai awal mula terbentuknya kota.
Beberapa permukiman kecil yang saling
akhirnya membentuk satu permukiman besar
yang berbentuk kota. Historiografi lokal
Cirebon menggambarkan bahwa Cirebon

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 103


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

sebelum jadi kota diawali dengan permukiman disebut Medang yang mengalami beberapa
para nelayan sekaligus berfungsi sebagai kali perpidahan. Ibu kota Mataram Kuna
pelabuhan. Permukiman itu dikenal dengan misalnya Medang ri Bhumi Mataram,
nama Muhara Jati. Selain pelabuhan Muhara Medang ri Poh Pitu, Medang ri Mamratipura,
Jati juga terdapat pasar Pasambangan. Di dan Medang ri Watu Galuh. Meskipun pada
sebelah utara lokasi itu terdapat kampung prasasti disebutkan dan beberapa tinggalan
Singapura dan Surantaka. Di timur ada arkeologis berupa bangunan candi sudah
kampung Jayapura. Selain di kawasan pantai, ditemukan, namun ibu kota-ibu kota yang
di pedalaman ada kampung Caruban yang disebutkan dalam prasasti tersebut lokasinya
kemudian dikenal dengan nama Caruban masih belum dapat dipastikan. Tinggalan
Girang. Dalam perkembangan selanjutnya kota secara fisik baru terlihat pada ibu kota
perkampungan-perkampungan itu belum Majapahit di Trowulan (Wiryomartono,
berkembang menjadi kota. Menurut sumber 1995). Sebagaimana Majapahit, di kawasan
sejarah lokal, pembentukan kota Cirebon Jawa Barat juga terdapat beberapa prasasti
dilakukan oleh Raden Walangsungsang karena yang menggambarkan sudah terbentuk kota.
perintah Syech Nurjati (Syech Datuk Kahfi). Kerajaan Sunda pada masa pemerintahan
Awal pembentukannya di Tegal Alang-Alang Prabu Raja Wastu beribu kota di Kawali dengan
(Hardjasaputra & Haris, 2011, hal. 23-24). keratonnya bernama Surawisesa. Kota Kawali
Begitulah selanjutnya dari permukiman- dikelilingi desa-desa. Gambaran ini terlihat
permukiman kecil tersebut bergabung menjadi pada prasasti Kawali I yang menyebutkan
permukiman besar yang layak disebut kota. bahwa Prabu Raja Wastu berkuasa di kota
Kawali telah membuat parit di sekeliling
Kalau Cirebon didahului dengan
ibu kota untuk memakmurkan seluruh desa
permukiman-permukiman kecil, lain halnya
(Poesponegoro & Notosusanto, 2009: 390;
dengan Yogyakarta. Pada 1756 Pangeran Surti & Djafar, 2016: 108).
Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono
I) setelah peristiwa Palihan Nagari mulai Pengertian tentang kota selama ini
memang sangat berragam sesuai dengan
membangun Kota Yogyakarta dengan
sudut pandang disiplin masing-masing. Max
perancangan yang sangat matang. Pemilihan
Weber melihat suatu kota dari aktivitas ada
ruang dengan membuka hutan Beringan,
tidaknya tukar menukar. Pada intinya kota
pembangunan keraton, konstruksi tata ruang, adalah pasar atau permukiman pasar (Weber,
konsep tata ruang dan bangunan arsitektural 1966: 66). Pada beberapa desa di Jawa peken
istana penuh dengan simbolisme. Proses atau pasar merupakan kegiatan yang rutin di
pembangunan kota istana yang dilakukan mana aktivitas sosial dan ekonomi terjadi dan
Pangeran Mangkubumi pada hakikatnya berkembang. Kehidupan kota di mana pun
mengikuti tradisi yang sudah berlangsung selalu ditemui adanya pasar. Wiryomartono
lama. Panembahan Senopati dalam sependapat dengan Weber bahwa dengan
membangun Kota Gede sebagai ibu kota adanya pemusatan kegiatan pasar dan
Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16 juga kekuasaan politik maka terciptalah pusat
sarat dengan konsep dan simbolisme (Suryo, permukiman dengan keragaman pembagian
2015: 30-31). kerja profesional. Di sisi lain, Wiryomartono
menambahkan bahwa pusat perekonomian
Secara arkeologis sejak sekitar abad ke-8 dan pusat pemerintahan belum cukup untuk
– 10 sudah dikenal adanya permukiman kota. dapat menumbuhkan peradaban kota. Suatu
Beberapa prasasti yang pernah ditemukan, permukiman urban akan terbentuk jika ada
terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, struktur-struktur tetap berupa pusat kegiatan
menerangkan bahwa pada masa Kerajaan perdagangan, pusat pemerintahan, dan pusat
Mataram Kuna sudah ada ibu kota yang peribadatan. Dengan sentra-sentra semacam

104 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU


Pemerintahan, Kekuasaan, dan Tata Kota ... | Nanang Saptono

itu organisasi sosial permukiman akan perkembangan kota di Indonesia terdiri dari
berkembang (Wiryomartono, 1995: 12-13). empat periode (Pontoh & Kustiwan, 2009: 66-
Model yang ditawarkan Weber diterima 67).
juga oleh John Sirjamaki. Pusat perekonomian  Kota-kota yang berkembang antara abad
tetap jadi titik pokok suatu kota. Namun, ke-3 – 9. Berdasarkan sumber tulisan,
Sirjamaki menambahkan bahwa permukiman pada masa ini sudah tumbuh aglomerasi
dapat disebut kota jika memenuhi peran dan terjadi hubungan antara Asia Tenggara
sebagai pusat komersial dan industri, dengan Cina.
masyarakatnya diatur oleh pemerintah, serta  Kota-kota yang berkembang antara abad
berperan juga sebagai pusat untuk belajar ke-9 – 15 berciri religius. Kota dilengkapi
dan tempat kemajuan peradaban (Sirjamaki, sistem pengairan berupa kanal, penduduk
1964: 3-7). Selanjutnya P.J.M. Nas memberi yang tinggal di ibu kota juga membangun
simpulan bahwa kota harus dapat dipandang kuil-kuil raksasa. Kota pada masa ini
dari lima aspek yaitu merupakan suatu misalnya Angkor Thom, Pagan, Sokhutei,
lingkungan material binaan (buatan manusia), Kadhiri dan Singhasari, Majapahit
pusat produksi, sebagai komunitas sosial,
 Kota-kota yang berkembang sekitar abad
komunitas budaya, dan masyarakatnya
ke-15 – 18 merupakan kota dagang yang
terkontrol (Nas, 1986: 14).
dinamis misalnya Gresik, Tuban, Demak,
Berkaitan dengan fisik, yaitu sebagai Jayakarta, Banten, Hatien, Phu-Xuan,
lingkungan buatan manusia dapat ditegaskan dan Rangon. Di Jawa hal ini berlangsung
lagi bahwa permukiman kota adalah ketika runtuhnya kerajaan-kerajaan
permukiman yang mempunyai bangunan- bercorak Hindu-Buddha dan digantikan
bangunan perumahan yang jaraknya kekuatan politik baru bercorak Islam.
rapat, memiliki berbagai prasarana dan  Kota-kota yang muncul sesudah abad
sarana, dan fasilitas yang memadai untuk ke-18 M berkembang dengan sistem
memenuhi kebutuhan sehari-hari warganya administrasi kolonial. Perjanjian Wina
(Menno & Alwi, 1992: 24). Sejalan dengan dan dibukanya terusan Suez memberi
beberapa pendapat tersebut, pengertian kota pengaruh terhadap perencanaan kota
yang umum diacu adalah tempat dengan yang memadukan antara konsep barat dan
konsentrasi penduduk yang lebih padat dari timur.
wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan
Kota-kota di Jawa yang berkembang
kegiatan fungsional yang berkaitan dengan
sesudah abad ke-18 umumnya merupakan
kegiatan atau aktivitas penduduknya (Pontoh
kota Islam yang banyak dipengaruhi Mataram.
& Kustiwan, 2009: 5). Dalam hal ini
Ekspansi Sultan Agung menyatukan
pengertian kota harus dilihat dari aspek fisik
Jawa memberi dampak besar pada sistem
dan non fisik.
kekuasaan, organisasi, dan tatakota. Menurut
Perkembangan kota dan perencanaan Selo Sumardjan (1962: 23-26) sebagaimana
kota di Indonesia mengalami pengaruh dari yang dikutip Jo Santosa, konsep kekuasaan
beberapa peradaban tinggi dunia. Karena Mataram tercermin pula pada tata ruang
Indonesia mengalami masa kolonialisasi negara yang berbentuk suatu sistem
maka kota-kota di Indonesia banyak pula yang lingkaran yang disusun secara hierarkis dan
mendapat pengaruh Eropa. Pada masa awal konsentris. Keraton sebagai tempat tinggal
konsep perencanaan kota berlandaskan pada sultan juga sebagai tempat kedudukan
konsep Hindu-Buddha, selanjutnya pengaruh administrasi dalam (parentah jero) yang
Islam tampak pada kota-kota pesisir dan berfungsi sebagai penghubung antara sultan
merembet ke pedalaman. Berdasarkan sejarah dengan administrasi luar (parentah jaba). Di
pertumbuhan aglomerasi di Asia Tenggara, luar lingkaran ini merupakan wilayah negara

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 105


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

sebagai tempat bermukimnya para bangsawan DATA DAN PEMBAHASAN


dan abdi dalem tingkat tinggi. Di luar negara
merupakan wilayah negara agung. Hampir Gambaran Lingkungan
semua wilayah negara agung merupakan
tanah gaduhan milik para patuh (anggota Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa
keluarga sultan dan para pejabat). Para patuh Barat bagian tenggara pada koordinat 6º56’49”
atas nama sultan berhak memungut upeti dari - 7º45’00” LS dan 107º25’8” - 108º7’30” BT
penduduk. Di luar wilayah negara agung (Kabupaten Garut Dalam Angka 2018, 2018).
merupakan wilayah mancanegara. Wilayah Secara geomorfologis, bentang alam Kabupaten
mancanegara memiliki sistem administrasi Garut bagian utara terdiri dari dataran dan
sendiri. Sultan tidak mengangkat kerabatnya cekungan antar gunung berbentuk tapal kuda
sebagai patuh di mancanegara. Untuk fungsi membuka ke arah utara, serta rangkaian-
pengendalian, sultan mengangkat bupati. rangkaian gunung api aktif yang mengelilingi
Atasan langsung para bupati di mancanegara dataran dan cekungan antar gunung, seperti
adalah patih. Para bupati mancanegara Kompleks G. Guntur, G. Haruman, G.
diwajibkan menghadap sultan secara rutin Kamojang di sebelah barat; G. Papandayan,
sebagai bukti kesetiaan (Santoso, 2008: 117- G. Cikuray di sebelah selatan hingga tenggara;
120). serta G. Cikuray, G. Talagabodas, dan G.
Galunggung di sebelah timur.
Secara fisik, kota-kota pada masa
Bentang alam di sebelah Selatan terdiri dari
Mataram dan sesudahnya bercirikan pola
dataran dan hamparan pesisir pantai dengan
tatakota Islam. Pola tatakota tersebut seperti
garis pantai sepanjang 80  km. Karakteristik
misalnya yang terlihat pada kota Yogyakarta. topografi Kabupaten Garut sebelah utara terdiri
Kraton merupakan pusat pemerintahan dari dataran tinggi dan pegunungan, sedangkan
dan kebudayaan. Kraton dianggap sebagai bagian selatan sebagian besar permukaannya
miniatur dari makrokosmos. Kraton berada di memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan
sebelah selatan alun-alun sebagai pusat kota. di beberapa tempat labil. Kabupaten Garut
Di sebelah barat terdapat masjid sebagai pusat mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi
aktivitas religi dan di sebelah utara terdapat antara wilayah yang paling rendah yang
pasar sebagai pusat perekonomian (Handinoto, sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah
2010: 220-221). Pola semacam ini menjadi tertinggi di puncak gunung. Wilayah yang
patokan bagi kota-kota yang berada pada berada pada ketinggian 500-100 m dpl terdapat
tingkat di bawahnya. Garut merupakan salah di Kecamatan Pakenjeng dan Pamulihan dan
wilayah yang berada pada ketinggian 100-
satu kota yang berada di wilayah mancanegara
1500 m dpl terdapat di Kecamatan Cikajang,
yang terbentuk karena direncanakan dengan
Pakenjeng-Pamulihan, Cisurupan dan Cisewu.
matang. Posisi Kota Garut merupakan pusat
Wilayah yang terletak pada ketinggian 100-
pemerintahan afdeling (ibu kota kabupaten) 500 m dpl terdapat di Kecamatan Cibalong,
yang dikelilingi beberapa kota kecil setingkat Cisompet, Cisewu, Cikelet dan Bungbulang
distrik (kecamatan). Berdasarkan latar serta wilayah yang terletak di daratan rendah
belakang tersebut, maka dalam prasaran pada ketinggian kurang dari 100 m dpl terdapat
ini akan dicoba dikaji mengenai apakah di Kecamatan Cibalong dan Pameungpeuk.
pola tatakota Garut dan kota-kota kecil di Sungai-sungai di wilayah Kabupaten Garut
sekitarnya juga mengikuti pola tatakota dibagi menjadi dua daerah aliran sungai (DAS)
sebagaimana di negara agung? Serta apakah yaitu Daerah Aliran Utara yang bermuara di
konsep hierarki pemerintahan dan kekuasaan Laut Jawa dan Daerah Aliran Selatan yang
penguasa (pemerintah) juga tercermin dalam bermuara di Samudera Indonesia. Daerah
pola tatakota? aliran selatan pada umumnya relatif pendek,

106 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU


Pemerintahan, Kekuasaan, dan Tata Kota ... | Nanang Saptono

sempit dan berlembah-lembah dibandingkan secara bertahap. Dapat dikatakan pembangunan


dengan daerah aliran utara. Daerah aliran utara Kota Garet terjadi dalam tiga fase. Fase pertama,
merupakan DAS Ci Manuk, sedangkan daerah berlangsung pada 1813 – 1920, yang dibangun
aliran selatan merupakan DAS Ci Kaengan terutama fasiltas pemerintahan. Selanjutnya,
dan Ci Laki. pada fase kedua didirikan beberapa bangunan
fasilitas kota seperti stasiun kereta api, kantor
Sejarah Garut pos, apotek, sekolah, hotel, pertokoan, dan
pasar. Pembangunan fase kedua berlangsung
Sumedanglarang merupakan salah satu pada 1920 – 1940. Pembangunan fase ketiga
kerajaan di Jawa Barat yang berlatarkan pada berlangsung pada 1940 – 1960 ditekankan
Hindu-Buddha. Kerajaan ini berakhir ketika pada pemukiman penduduk, tempat-tempat
Kesultanan Cirebon menguasainya dan pada perdagangan, dan lembaga pendidikan
1620 beralih lagi ke tangan Kesultanan (Sofianto, 2000). Pada awalnya, pembangunan
Mataram. Kekuasaan Mataram terhadap Kota Garut lebih didasarkan pada konsep kota
Priangan berakhir pada 19-20 Oktober yang direncanakan oleh pemerintah kolonial
1677. Selanjutnya pada 1705 Priangan di Hindia Belanda yang tentu saja mengutamakan
bawah kekuasaan VOC. Pada 1799 VOC kepentingan pemerintah kolonial (Lia Nuralia,
menyerahkan pengelolaannya kepada 2007: 41).
pemerintah Hindia Belanda. Pada waktu Selain fasilitas kota dibangun pula
itu Garut termasuk di wilayah Kabupaten fasilitas jaringan antar kota berupa jalur
Limbangan. Pada tahun 1811 oleh Daendels kereta api. Jalur kereta api ke Garut dibuka
dengan alasan produksi kopi dari daerah bersamaan dengan dibukanya jalur Cicalengka
Limbangan menurun dan bupati menolak – Warungbandrek (Cicalengka – Cibatu –
perintah menanam nila (indigo) (Katam & Warungbandrek). Jalur ke Garut dihubungakan
Affandi, 2012: 2-4). dari ruas Cibatu ke Garut. Pembukaan jalur ini
Setelah pemerintahan beralih ke Inggris, dilakukan oleh Staatsspoorwegen Westerlijnen
pada tanggal 16 Februari 1813, Raffles sebagai (SS), dan diresmikan pada 14 Agustus 1889.
Letnan Gubernur di Indonesia memutuskan Antara Cibatu dan Garut terdapat beberapa
mengaktifkan kembali Kabupaten Limbangan pemberhentian yaitu Pasirjengkol, Cimaragas,
yang beribu kota di Suci. Untuk sebuah ibu Cipari, Cinunuk, Cibolerang, Cikole, Sadang,
kota kabupaten, Suci dinilai kurang memenuhi Cimurah, dan Pasir Uncal. Pada tahun 1940
persyaratan sebab daerah tersebut kawasannya pemberhentian Cipari diganti namanya
sempit. Bupati Limbangan Adipati Adiwijaya menjadi Stasiun Wanaraja. Jalur kereta api
(1813-1831) merencanakan pemindahan ibu Cibatu – Garut kemudian diperpanjang hingga
kota melalui semacam panitia. Lokasi yang Cikajang oleh perusahaan yang sama. Jalur
mula-mula dipilih adalah Cimurah, sekitar 3 km Garut – Cikajang diresmikan pada tahun
sebelah timur Suci (sekarang dikenal dengan 1930. Antara Garut hingga Cikajang melewati
nama Kampung Pidayeuheun). Di Cimurah beberapa pemberhentian yaitu Pamoyanan,
ternyata kekurangan sumber air bersih. Cirengit, Kamojang, Cibodas, Bayongbong,
Selanjutnya dipilih lokasi di sebelah barat Suci Cidatar, dan Cisurupan (Katam, 2014; Katam
berjarak sekitar 5 km. Lokasi ini dinilai cocok & Affandi, 2012: 133).
untuk dijadikan ibu kota dengan pertimbangan
tanahnya subur, terdapat mata air yang Kota Garut dan Kota-Kota Hinterland-
mengalir ke Ci Manuk, dan dikelilingi gunung, nya
seperti Gunung Cikuray, Papandayan, Guntur,
Galunggung, Talaga Bodas, dan Gunung
♦♦ Kota Garut
Karacak. Lokasi ini kemudian diberi nama Kota Garut berada pada lingkungan yang
Garut. Pembangunan kota Garut dilakukan sudah dinilai cocok untuk ibu kota kabupaten.

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 107


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

Gambar 1. Peta Kota Garut (Sumber: Peta Java. Res. Preanger Regentschappen Blad NXXVII (Herzien
in het jaar 1908), Dutsch Colonial maps, Leiden University)

Geomorfologi berupa pedataran dengan kota yang berdiri secara direncanakan. Kota
diselingi pedataran bergelombang. Di bagian terpusat pada alun-alun berbentuk segi
barat kota terdapat aliran Ci Manuk, salah satu empat berukuran 100 x 100 m. Di tengahnya
sungai panjang yang bermuara di Laut Jawa. terdapat pohon beringin dan bangunan bundar
Beberapa sungai kecil seperti Ci Garut, Ci berfungsi sebagai paseban yang disebut
Kendi, Ci Maragas, Ci Peujeuh, dan Ci Walen babancong. Di sebelah selatan terdapat
bermuara di Ci Manuk (Lia Nuralia, 2007:
pusat pemerintahan sekaligus sebagai rumah
42). Kota Garut merupakan kota yang berdiri
bupati. Di sebelah barat terdapat masjid
secara direncanakan. Pada 15 September
agung. Di sebelah timur terdapat penjara dan
1813 dilakukan peletakkan batu pertama
pembangunan sarana dan prasarana ibu kota. di sebelah utara terdapat bangunan kediaman
Setelah fasilitas selesai dibangun, pada 1821, asisten residen (Raap, 2015: 13). Bangunan
ibu kota Kabupaten Limbangan pindah dari stasiun kereta api berada di bagian timur laut
Suci ke Garut. kota.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur


Jenderal No: 60 tertanggal 7 Mei 1913,
nama Kabupaten Limbangan diganti menjadi
Kabupaten Garut dan beribu kota Garut.
Keputusan itu berlaku mulai tanggal 1 Juli
1913. Pada waktu itu, Bupati yang menjabat
adalah RAA Wiratanudatar (1871-1915).
Kota Garut pada saat itu meliputi tiga desa,
yakni Desa Kota Kulon, Desa Kota Wetan,
dan Desa Margawati. Kabupaten Garut
meliputi Distrik-distrik Garut, Bayongbong,
Cibatu, Tarogong, Leles, Balubur Limbangan, Gambar 2. Bangunan babancong di alun-
Cikajang, Bungbulang dan Pameungpeuk alun Kota Garut (Sumber: Dokumen Balar
(Sofianto, 2000: 80). Kota Garut merupakan Bandung, 2007)

108 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU


Pemerintahan, Kekuasaan, dan Tata Kota ... | Nanang Saptono

Gambar 3. Tatakota Balubur Limbangan


♦♦ Kecamatan Balubur Limbangan Cikuray di sebelah timur. Topografis kawasan
berupa pedataran bergelombang. Di kawasan
Kecamatan Balubur Limbangan (sering kali Cikajang terdapat beberapa aliran sungai kecil
hanya disebut Limbangan) berada di wilayah yang merupakan hulu Ci Manuk. Sungai-
utara Garut berjarak sekitar 20 km dari pusat sungai tersebut antara lain adalah Ci Bareuntok
kota Garut. Wilayah Limbangan dilintasi jalan yang mengalir di utara Cikajang dan Ci
raya Bandung – Tasikmalaya. Geomorfologi Kandang mengalir di selatan Cikajang. Kedua
permukiman Limbangan pada umumnya berupa sungai tersebut bersatu dengan Ci Manuk di
pedataran rata. Di sebelah utara terdapat aliran sebelah barat laut Cikajang. Pemanfaatan
Ci Pancar dan di sebelah selatan terdapat aliran lahan di Cikajang pada umumnya untuk lahan
Ci Manuk. Ci Pancar merupakan anak sungai budidaya tanaman sayuran dan perkebunan
Ci Manuk yang menyatu di sebelah timur teh.
Limbangan. Di wilayah selatan Limbangan
Menurut cerita sejarah, wilayah Cikajang
terdapat Gunung Sedakeling dan di sebelah utara
pertama kali dibuka oleh penyebar agama
terdapat Pasir (bukit) Pabeasan.
Islam berasal dari Cirebon bernama Mbah
Wilayah Limbangan pada umumnya Nurbain beserta anaknya yang bernama Mbah
merupakan kawasan pesawahan. Permukiman Niem, Mbah Ukus, Mbah Bongkok, Mbah
terkonsentrasi di pusat kota. Pola kota Cugur Muda, Mbah Rangga Wedana, Mbah
mengikuti tatakota masa Islam yang berpusat Jaya Kusumah, dan Mbah Jaya Sakti. Selain
di alun-alun. Alun-alun Limbangan berada menyebarkan ajaran Islam di Garut bagian
pada posisi 7°02’06.23” LS dan 107°59’02.10” selatan juga mengembangkan pertanian,
BT. Sebagaimana pada umumnya kota Islam peternakan, dan perikanan. Untuk menunjang
di sebelah barat alun-alun terdapat bangunan usaha pertanian tersebut dibuat saluran air dari
masjid agung. Kondisi masjid agung sudah Kampung Dano sampai Kampung Pabrik.
mengalami peromakan total. Di sebelah selatan
Asal usul nama Cikajang menurut cerita
alun-alun terdapat bangunan pusat pemerintahan
tutur, di lembah antara Pulo dan Areng
Kecamatan Bl. Limbangan. Kondisi bangunan
terdapat sungai besar yang membentuk
sedang mengalami perombakan total (Saptono
telaga. Masyarakat dalam mengarungi sungai
& Widyastuti, 2016).
tersebut menggunakan dua perahu yang
disatukan menyurapai rakit yang pada bagian
♦♦ Kecamatan Cikajang
atas dilengkapi atap penutup yang disebut
Kecamatan Cikajang berada di sebelah “kajang”. Toponimi yang berkaitan dengan
selatan kota Garut pada lembah di antara adanya sungai besar adalah nama Kampung
Gunung Papandayan di barat dan Gunung Cikajang Peuntas.

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 109


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

Gambar 4. Peta Kota Cikajang

Cikajang merupakan bekas kota Di bagian barat kota terdapat Stasiun


kawadanaan. Pola tatakota mengikuti pola Cikajang, lokasi ini tepatnya berada pada posisi
tatakota Islam yang berpusat di alun-alun. 7°21’22,13” LS dan 107°48’15,38” BT. Jalur
Secara geografis, alun-alun berada pada posisi kereta api Garut – Cikajang dibangun oleh
7°21’23,94” LS dan 107°48’23,94” BT. Kota Staatspoorwegen Westerlijnen dan diresmikan
Cikajang terbelah jalan raya. Jejak-jejak pada 1930 (Katam & Affandi, 2012: 133).
Bangunan stasiun berada di sebelah barat
bangunan lama sebagai indikator kota tua
daya jalan raya. Bangunan berdenah empat
tersebar di kedua sisi jalan. Di sebelah barat alun-
persegi panjang dalam kondisi rusak. Dinding
alun terdapat bangunan masjid agung. Kondisi
berbahan bata berplester pada bagian bawah
bangunan sudah mengalami renovasi total. dilapis plesteran kerikil. Pada bagian bukaan
Di sebelah selatan alun-alun terdapat lahan dilengkapi bingkai berbentuk persegi. Di atas
bekas kantor kawedanaan. Lokasi ini berada pintu dan jendela terdapat lubang ventilasi
pada posisi 7°21’25,83” LS dan 107°48’25,78” berbentuk jalusi. Atap berbentuk pelana
BT. Bekas kompleks kantor kawedanaan berpenutup seng dalam kondisi rusak parah.
sebagian besar sudah hancur tinggal tersisa
bagian pondasi. Bagian bangunan yang masih
tersisa sekarang dimanfaatkan untuk kantor
Primkoveri Panca Karya.

Di sebelah barat lokasi Kompleks


kantor kawedanaan terdapat lokasi bekas
pasar. Kondisi yang ada pada saat ini berupa
tanah lapang yang luasnya sekitar 50 x 25
m. Lokasi ini sekarang berada di wilayah
Desa Padasuka, secara geografis berada pada Gambar 5. Bangunan bekas Stasiun Cikajang
posisi 7°21’24,92” LS dan 107°48’20,85” BT. Di sebelah barat bangunan stasiun terdapat
Sebagai lokasi pusat perekonomian, di sebelah jejak pondasi peron. Lantai peron terbuat
timur lokasi pasar lama pada sisi jalan raya dari susunan kerakal batu kali. Berdasarkan
terdapat bangunan berarsitektur Cina (Saptono sisa pondasi peron yang tampak, di stasiun
& Widyastuti, 2016). Cikajang terdapat tiga lintasan rel. Lintasan

110 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU


Pemerintahan, Kekuasaan, dan Tata Kota ... | Nanang Saptono

yang masih terdapat sisa rel berada di bagian berjarak sekitar 50 m. Beberapa jejak penanda
paling barat (Saptono & Widyastuti, 2016). kota lama masih ada yang tersisa dalam era
perkembangannya sekarang (Saptono &
♦♦ Kecamatan Cisurupan Widyastuti, 2016).
Cisurupan pada masa kolonial Belanda
Kota Kecamatan Cisurupan berada di
merupakan destinasi pariwisata. Di Cisurupan
sebelah barat daya Kota Garut berjarak sekitar
pernah berdiri Hotel Villa Pauline yang dinilai
20 km. Posisi kota Kecamatan Cisurupan berada
megah pada saat itu. Villa Pauline adalah
pada lembah di antara dua gunung yaitu Gunung
milik istri van Horck yang kemudian dijual
Papandayan di sebelah barat dan Gunung
kepada Kooijman dan namanya kemudian
Cikuray di sebelah timur. Topografis kawasan
diganti dengan Grand Hotel Tjisoeroepan.
Cisurupan merupakan pedataran bergelombang
Pada masa pendudukan Jepang keluarga
di lereng timur Gunung Papandayan. Lembah
Kooijman ditahan di kamp interniran tentara
di sebelah timur kota Cisurupan dialiri Ci
Jepang. Menjelang tahun 1950 Grand Hotel
Manuk. Beberapa sungai kecil di Cisurupan
Tjisoeroepan mengalami kehancuran (Katam
mengalir bermata air dari Gunung Papandayan.
& Affandi, 2012: 221-234).
Sungai-sungai kecil tersebut misalnya Ci
Awigombong yang mengalir di sebelah selatan Villa Pauline berada di bagian timur laut
kota Cisurupan dan Ci Lame di sebelah utara. kota Cisurupan, tepatnya berada pada posisi
Pemanfaatan lahan pada umumnya untuk 7°18’24,92” LS dan 107°47’47,75” BT. Di
budidaya tanaman sayuran. lokasi ini sekarang terdapat kompleks Rumah
Posisi kota Cisurupan berada pada pusat Perlindungan Sosial Asuhan Anak, Dinas Sosial
perempatan jalan raya. Pola tatakota sedikit Provinsi Jawa Barat. Sisa-sisa bangunan dari
mengikuti pola tatakota Islam yaitu berpusat masa Villa Pauline sudah tidak dapat dikenali
di alun-alun, secara geografis berada pada lagi (Saptono & Widyastuti, 2016).
posisi 7°18’37,67” LS dan 107°47’31,80” BT. Cisurupan merupakan salah satu kota
Di sebelah barat alun-alun terdapat bangunan kecamatan yang dilalui jalur kereta api
masjid agung yang sudah mengalami lintas Cibatu – Cikajang. Bekas jalur kereta
perombakan secara total. Pusat pemerintahan api (railbed) terlihat di bagian timur kota,
yang biasanya berada di sebelah selatan alun- memanjang arah utara – selatan. Beberapa
alun, pada kota Cisurupan terdapat sedikit penggal rel masih ada yang tersisa. Fasilitas
anomali yaitu berada di sebelah timur laut perkeretaapian yang masih ada berupa

Gambar 6. Peta Kota Cisurupan

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 111


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

bangunan stasiun kereta api dan rumah dinas Pada bagian bawah (batur) berupa dinding
karyawan kereta api. batu. Di bagian depan terdapat teras berpagar
dinding batu. Pintu berupa pintu kaca. Jendela
berbentuk empat persegipanjang berkesan
sangat tinggi. Daun jendela berupa papan
jalusi. Pada bagian atas dinding terdapat
lubang ventilasi berbentuk jalusi. Atap
berbentuk limas berpenutup seng berbentuk
persegi mirip genteng.

♦♦ Kecamatan Malangbong
Malangbong berada di lintas jalan raya
Bandung – Tasikmalaya, di sebelah timur laut
kota Garut (Saptono & Widyastuti, 2016).
Gambar 7. Stasiun kereta api di Cisurupan
Geomorfologi kawasan Malangbong berupa
pedataran bergelombang. Topografi cenderung
Stasiun kereta api berada di sebelah
miring ke arah barat. Di sebelah timur
tenggara alun-alun berjarak lurus sekitar 350 m.
Malangbong terdapat Gunung Sanghyang.
Lokasi ini berada pada posisi 7°18’39.33” LS
Dengan adanya gunung di sebelah timur, di
dan 107°47’43.9” BT. Posisi bangunan berada
Malangbong dialiri beberapa sungai yang
di sebelah barat jalur rel. Bangunan stasiun
mengalir ke arah barat. Sungai-sungai tersebut
berdenah empat persegi panjang, memanjang
merupakan sistem aliran sungai Ci Manuk
arah utara – selatan. Bangunan berdinding bata
bagian hulu. Di sebelah selatan terdapat aliran
berplester, pada bagian bawah dinding berlapis
Ci Pedes dan Ci Wahang. Kedua sungai ini
plesteran kerikil mirip teraso. Pintu dan jendela
bersatu di sebelah barat Malangbong. Di
sudah tidak terlihat lagi karena sudah ditutup
utara Malangbong terdapat aliran Ci Karutug.
dengan plesteran bata. Di atas pintu dan
Sungai ini juga bersatu dengan Ci Pedes.
jendela terdapat deretan lubang ventilasi. Atap
bangunan berbentuk atap pelana berpenutup Pemukiman di Malangbong dibuka pada
seng berbentuk persegi mirip genteng. sekitar 1807 oleh Rd. Surayudha (1787 –
1886) yang diangkat sebagai cutak (wedana) di
Malangbong. Rd. Surayudha merupakan putra
Rd. Wira Redja (Bupati Pamanukan, Subang)
yang masih keturunan Dalem Rangga Wangsa
Dinata dan Nyai Ratu Ningrat (Bupati Balubur
Limbangan). Nama Malangbong berasal dari
kata Pasir Malang Katembong yang kemudian
menjadi Malangbong. Nama ini diberikan
oleh Rd. Surayudha pada tahun 1814.
Rd. Surayudha ikut berjuang P.
Diponegoro melawan Belanda. Pada 1830
Gambar 8. Rumah dinas karyawan kereta api menikah dengan Putri Sultan Mataram yang
bernama Rd. Siti Bunga Resmi. Putra sulung
Di sebelah utara bangunan stasiun Rd. Surayudha yang bernama Rd. Wira Bangsa
berjarak sekitar 50 m terdapat bangunan diangkat menjadi camat pertama Malangbong
rumah dinas kayawan. Bangunan berdenah pada tahun 1832. Sejak itu dibangunlah
segi empat menghadap ke arah selatan. fasilitas berupa bangunan pusat pemerintahan,
Bangunan berdinding tembok bata berplester. masjid, dan pasar.

112 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU


Pemerintahan, Kekuasaan, dan Tata Kota ... | Nanang Saptono

Gambar 9. Peta Kota Malangbong

Permukiman kota Malangbong terpusat perjalanan kabupaten Limbangan sebagai cikal


di alun-alun yang berada di sebelah timur laut bakal kabupaten Garut, ada keterkaitan nama
jalan raya yang menghubungkan Bandung daerah yang bersentuhan dengan wilayah
– Tasikmalaya. Alun-alun Malangbong Cibatu, yaitu Kampung Gunung Limbangan
berada pada posisi 7°03’37.13” LS dan dan Wanakerta. Pada abad ke-17 M, sebelum
108°05’13.91” BT. Bangunan masjid berada orang-orang Eropa datang dan melakukan
di sebelah barat daya alun-alun tepatnya pada
penguasaan atas wilayah Tatar Sunda, di
posisi 7°03’37.54” LS dan 108°05’11.81”
wilayah ini masih berdiri  beberapa kerajaan
BT. Kondisi bangunan sudah mengalami
besar dan beberapa keprabuan. Kerajaan besar
perombakan total. Lokasi bekas kantor
kecamatan berada di sebelah timur alun-alun, terakhir yang pernah berdiri di Tatar Sunda
tepatnya berada pada posisi 7°03’37.23” adalah Kerajaan Sunda yang beribu kota di
LS dan 108°05’15.55” BT. Bangunan yang Pakuan Pajajaran Bogor, atau lebih terkenal
tampak sekarang merupakan bangunan baru. Kerajaan Pajajaran. Di saat kerajaan ini runtuh
diserbu pasukan Banten (1579), wilayah Tatar
Sunda membentuk keprabuan-keprabuan
♦♦ Kecamatan Cibatu sendiri. Termasuk wilayah Garut, di antaranya
Kecamatan Cibatu merupakan pusat Keprabuan Sundalarang (Sukawening),
kewedanaan di wilayah Garut utara pada jaman Keprabuan Cangkuang (Leles), Keprabuan
kolonial. Kecamatan Cibatu disebut paling Mandala Puntang/Timbanganten, Batuwangi
awal mendapatkan kemajuan perkembangan (Singajaya), Kandangwesi (Bungbulang), dan
ekonomi, pendidikan dan teknologi, sebab Nagara Sancang (Pameungpeuk).
kecamatan Cibatu merupakan pusat transit
transportasi menuju seluruh wilayah kabupaten Setelah muncul Kerajaan Sumedang
Garut dengan adanya stasiun kereta api yang Larang sebagai penerus Pajajaran, beberapa
menjadi inti bagian sejarah Kabupaten Garut keprabuan hilang dan ada yang muncul
(Saptono & Widyastuti, 2016). sebagai wilayah kekuasaan baru, yaitu
Limbangan, Kadungora, Tarogong, Suci dan
Asal usul nama Cibatu sampai saat ini Panembong. Pada tahun 1632, datanglah
masih simpang siur, sebab belum ada bukti kekuasaan Mataram (raja Sultan Agung) yang
sejarah yang menguatkan kapan nama Cibatu banyak mengubah pola kekuasaan di Tatar
dipergunakan. Namun, jika dikaitkan dengan Sunda. Pada zaman Mataram ini wilayah

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 113


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

Garut hanya terdapat dua kabupaten, yakni Wilayah Wanakerta sendiri, merupakan
Kabupaten Limbangan (daerah kekuasaannya daerah subur sumber air dan banyak bebatuan,
meliputi Limbangan, Wanakerta, Wanaraja), sehingga menjadi tempat singgah Dalem
dan Kabupaten Timbanganten (daerah Limbangan. Maka lahirlah nama Ci (cai = air)
kekuasaannya, Cisurupan, Samarang, batu (batu)  sejak itu hingga sekarang.
Tarogong, Bojongsalam). Kabupaten
Cibatu berada di sebelah timur Garut.
Limbangan, sejak Bupati Limansenjaya hingga
Geomorfologi kawasan Cibatu berupa
Tumenggung Wangsareja (Wangsadireja II,
pedataran bergelombang. Kondisi topografi
1805-1811) hanya memiliki tiga wilayah
pada umumnya miring ke arah barat. Di
kekuasaan yakni, Limbangan, Wanakerta, dan
sebelah barat Cibatu terdapat aliran Ci Manuk.
Wanaraja. Dari sungai Cimanuk (sasakbeusi)
Sedangkan di bagian timur pada umumnya
hingga Malangbong, masuk dalam kekuasaan
berupa pebukitan dengan puncak tertinggi
Kabupaten Sukapura (Tasikmalaya).
adalah Gunung Sedakeling. Cibatu merupakan
Pada tahun 1901, berdasarkan lembaran daerah yang dilalui lintasan rel kereta api yang
Negara 1901 No. 327, wilayah-wilayah menghubungkan Bandung – Tasikmalaya.
di Garut termasuk Malangbong menjadi Dahulu dari Cibatu terdapat lintasan kereta api
wilayah Kabupaten Limbangan, dan terbagi menuju Cikajang melewati Garut. Walaupun
berdasarkan distrik-distrik. Distrik Wanakerta Cibatu merupakan permukiman yang sudah
sendiri meliputi onderdistrik Cibatu, berkembang lama, jejak pemukiman kota
Nangkapait, Malangbong, Lewo, dan Leles. lama tidak begitu banyak yang masih tersisa.
Sementara Cibatu sebagai kota Kewedanaan
Jejak permukiman kota Cibatu berupa
atau pusat pemerintah distrik.
alun-alun, masjid agung, kecamatan, dan
Nama Cibatu muncul, ketika masa stasiun kereta api. Selain itu di luar kota Cibatu
Bupati Limbangan Nayawangsa (1678). terdapat kompleks pesantren Keresek. Alun-
Hadirnya penguasa Mataram ke Tatar alun Cibatu berada pada posisi 7°06’03.35”
Sunda, dikhawatirkan bisa merebut pusaka- LS dan 107°59’01.08” BT. Di sebelah barat
pusaka, maka pusaka-pusaka Limbangan alun-alun terdapat masjid agung. Kondisi
diamankan di wilayah Wanakerta bangunan sudah mengalami perombakan
sebagai wilayah kekuasaan Limbangan, total. Kecamatan sebagai pusat pemerintahan
yaitu di Kampung Gunung Limbangan. berada di sebelah timur alun-alun. Bangunan

Gambar 10. Peta Kota Cibatu

114 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU


Pemerintahan, Kekuasaan, dan Tata Kota ... | Nanang Saptono

kantor kecamatan juga sudah mengalami di sebelah barat alun-alun. Bangunan kantor
perombakan total. kecamatan sudah mengalami perombakan
Bangunan-bangunan lama yang terdapat total. Masjid agung yang biasanya berada di sisi
di Cibatu merupakan bangunan fasilitas barat alaun-alun, di Bayongbong masjid agung
perkeretaapian. Stasiun Cibatu berada di berada di sebelah barat kantor kecamatan.
sebelah barat laut alun-alun berjarak lurus
sekitar 450 m. Bangunan stasiun berdenah Tatakota dan Latar Belakangnya
empat persegi panjang memanjang barat –
timur. Di sebelah tenggara stasiun terdapat Kota-kota di Jawa Barat khususnya
deretan rumah dinas kereta api. Priangan pada umumnya mengikuti
pola tatakota Islam. Berdasarkan pola
♦♦ Kecamatan Bayongbong tatakota tersebut terlihat bahwa pengaruh
Mataram yang pernah berkuasa di kawasan
Kecamatan Bayongbong terletak di Priangan bertahan pada tatakota. Dalam
sebelah barat daya Kota Garut berjarak sekitar perkembangannya, ketika Eropa, dalam hal ini
12,5 km (Saptono & Widyastuti, 2016). Hindia Belanda berkuasa, pola tatakota sedikit
Geomorfologis kawasan Bayongbong berupa berubah. Bangunan-bangunan fasilitas untuk
pedataran bergelombang. Kawasan pemukiman kepentingan pemerintah kolonial melengkapi
di Bayongbong pada dasarnya berada di pada tatakota. Gedung asisten residen atau
lembah Ci Manuk. Ci Manuk sendiri mengalir kawadanaan perlu dibangun untuk memenuhi
di sebelah barat laut pemukiman. Di sekitar kebutuhan pemerintahan kolonial.
lembah Ci Manuk merupakan lahan pesawahan.
Garut sebagai salah satu kota yang dibangun
Jejak pemukiman lama Bayongbong terlihat
pada masa kolonial dikelilingi beberapa
pada tatakota yang terpusat di alun-alun.
kota satelit sebagai hinterland. Pada sistem
Alun-alun Bayongbong berada pada pemerintahan kolonial, Garut berkedudukan
posisi 7°16’13.28” LS dan 107°49’15.88” BT. sebagai regentschapen (kabupaten) yang
Tidak seperti biasanya kelengkapan kota yang dipimpin oleh bupati pribumi. Pada 1922
biasanya berada di sekeliling alun-alun, di mengeluarkan Bestuurshervormingswet
Bayongbong mempunyai pola yang berbeda. bahwa setiap keresidenan akan membawahi
Pusat pemerintahan berupa kecamatan berada beberapa regentschap (bupati) dan begitu

Gambar 11. Peta Kota Bayongbong

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 115


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

seterusnya setiap regentshap dibagi dalam pegawai kerajaan. Bupati adalah kepala daerah
beberapa afdeling, controle afdeling, distrik, yang berkuasa penuh terhadap daerah dan
onderdistrik, dan desa. Garut pada waktu rakyat. Sistem pemerintahan dan gaya hidup
itu terbagi dalam beberapa distrik yaitu merupakan miniatur keraton. Setiap bupati
Bayongbong, Cibatu, Tarogong, Leles, memiliki simbol-simbol kebesaran seperti
Balubur Limbangan, Cikajang, Bungbulang, payung (songsong), pakaian, pusaka, kandaga,
dan Pamenungpeuk (Lia Nuralia, 2007: 42- kuda tunggangan, dan lain-lain. Dalam struktur
43). Pada masa Mataram, struktur organisasi masyarakat, mereka menduduki posisi tertinggi
pemerintahan akan tercermin pula dalam baik dalam hal hierarki pemerintahan maupun
tatakota, dalam hal ini tatakota pada klas di kemasyarakatan. Bupati Priangan biasa disebut
bawah pemerintah pusat harus mengikuti dalem atau pagusten (Hardjasaputra, 2004: 25-
tatakota ibu kota. Pada kasus tatakota beberapa 27). Dengan demikian struktur pemerintahan
kota di Garut ada yang mengalami anomali. dan tataruang wilayah mengikuti aturan
Tatakota Kota Garut, Balubur Limbangan, keraton juga.
dan Cikajang mengikuti pola tatakota Islam Pada masa VOC, posisi bupati tidak
yaitu berpusat di alun-alun, di sebelah begitu berubah. Kompeni memahami bahwa
selatan alun-alun terdapat bangunan pusat fungsi bupati sangat penting bagi keberhasilan
pemerintahan, dan di sebelah barat terdapat politik dagang dan eksploitasi. Kompeni
masjid agung. Khusus di Kota Garut di sebelah tidak melakukan perubahan. Tujuan kompeni
utara alun-alun terdapat gedung asisten residen. hanyalah kekuasaannya diakui oleh para
Beberapa kota penyangga yang tatakotanya bupati dengan jaminan menjual hasil-hasil
mengalami anomali adalah di Cisurupan, bumi tertentu kepada VOC. Bupati tidak boleh
Malangbong, Cibatu, dan Bayongbong. menjalin hubungan dagang dengan pihak lain.
Tatakota Cisurupan terlihat bahwa pusat Dengan perlindungan dan kebijakan Kompeni,
pemerintahan (distrik) berada di sebelah para bupati memiliki otoritas penuh penuh dan
timur laut alun-alun. Tatakota Malangbong memerintah daerahnya secara otokratis. Bupati
menempatkan pusat pemerintahan di sebelah adalah pemimpin tradisional dan penguasa
timur alun-alun. Tatakota Malangbong juga mutlak daerah (Hardjasaputra, 2004: 32-33).
sebagaimana Cibatu, yaitu pusat pemerintahan
berada di sebelah timur alun-alun. Hal yang Pada Desember 1799 VOC resmi bubar,
paling berbeda adalah tatakota Bayongbong. kekuasaan beralih ke Pemerintah Kerajaan
Keletakan Masjid Agung Bayongbong terkesan Belanda. Kedudukan bupati di Priangan
tersembunyi karena walaupun berada di mengalami perubahan total. H.W. Daendels
sebelah barat alun-alun tetapi di sebelah timur yang ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal
masjid ada bangunan pusat pemerintahan. Hindia Belanda merombak tatanan politik dan
Keletakan masjid terhadap alun-alun terhalang administrasi. Kedudukan bupati bukan lagi
bangunan pusat pemerintahan. penguasa daerah yang berdaulat penuh tetapi
sebagai aparat pemerintah. Bupati diangkat
Adanya anomali dan perbedaan tatakota
dan diberhentikan oleh Gubernur Jenderal
menunjukkan bahwa konsep pemerintahan
sebagai pegawai dan mendapat gaji. Bupati
pada zaman Mataram sudah tidak diterapkan
berada di bawah perintah dan bekerja untuk
lagi di kawasan Priangan khususnya Garut.
tujun kepentingan pemerintah kolonial.
Penguasaan Mataram terhadap Priangan
menjadikan para bupati di Priangan menjadi Kebijakan yang dilakukan Daendels
turun derajatnya. Semula berkedudukan sebagai nampaknya tidak membawa hasil positif
raja yang berdaulat penuh terhadap daerah dan bagi pemerintah Hindia Belanda. Pada 1819
rakyatnya menjadi semacam pejabat kerajaan Van der Capellen ditunjuk sebagai Gubernur
yang wajib mengabdi kepada Mataram. Jenderal. Perombakan sistem organisasi
Meskipun demikian, bupati bukan sebagai dilakukan dengan menempatkan bupati bukan

116 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU


Pemerintahan, Kekuasaan, dan Tata Kota ... | Nanang Saptono

lagi pegawai tetapi pejabat di bawah asisten 2004: 55-56). Kekuasaan bupati kembali
residen. Bupati dipandang sebagai “saudara naik ketika pada 14 Agustus 1925 Gubernur
muda” asisten. Atribut-atribut bupati dan para Jenderal D. Fock menetapkan bahwa
pejabat bawahannya ditonjolkan di hadapan Kabupaten Garut sebagai daerah otonom
rakyat. Bupati adalah pemimpin tradisional yang mempunyai kewenangan mengurus
turun temurun. Kebijakan ini sebenarnya hanya permasalahan kota terutama dalam bidang
untuk menjadikan bupati sebagai mandor pemeliharaan jalan dan jembatan, kebersihan
besar dalam pelaksanaan Preangerstelsel. saluran air dan riol (saluran pembuangan
Pemerintah paham bila pemimpin tradisional air kotor), pasar, dan kesehatan masyarakat
kehilangan kebesaran maka penghormatan (poliklinik). Keputusan ini merupakan
dan kepatuhan rakyat akan hilang dan ini awal bagian dari keputusan pembentukan Provinsi
kegagalan bagi pemerintah kolonial. West Java yang terdiri dari lima keresidenan
di antaranya Keresidenan Priangan (Katam
Hingga masa Gubernur Jenderal Van den & Affandi, 2012: 23). Kebijakan yang
Bosch kebijakan ini diterapkan. Kedudukan mengatur otonomi daerah sebelumnya telah
dan prestise bupati dikembalikan. Bupati muncul dalam Decentralisatie West 1903
kembali berkuasa secara semi otonom. yang aturan teknis pelaksanaannya tertuang
Dengan pendekatan demikian, bupati giat dalam Decentralsatie Besluit 1905 dan Local
menggerakkan rakyat untuk meningkatkan Raden Ordonnantie. Beberapa kota besar
produksi yang diperlukan pemerintah kolonial. kemudian ditetapkan sebagai gementee.
Terdorong ingin menunjukkan loyalitas tinggi, Bandung ditetapkan sebagai gementee pada
terkadang bupati bertindak sewenang-wenang 1906. Pembentukan gementee bertujuan
menindas rakyat. Pada 7 Januari 1848 Bupati untuk melayani warga kota berkebangsaan
Belanda, sedangkan untuk warga bumiputera,
Limbangan memerintahkan para kepala
pemerintah kolonial menyerahkan kepada
cutak (wedana) untuk memeriksa sawah-
pemerintahan tradisional yang diberi status
sawah desa. Rakyat yang membangkan akan
inlands gementeen (Basundoro, 2016: 85).
dihukum diikat kaki dan tangannya di antara
dua papan kayu selama sehari di sawahnya Sejak masa Mataram hingga
pemerintahan kolonial, kedudukan bupati
(Hardjasaputra, 2004: 42-50).
terlihat sangat istimewa. Bupati mempunyai
Pada 1871 dikeluarkan peraturan baru kewenangan tinggi terhadap urusan di
melalui Preanger Reorganisatie. Wilayah daerahnya. Bupati dapat diibaratkan raja
Priangan dibagi dalam sembilan afdeling atau penguasa kecil. Dalam hal tatakota,
di antaranya adalah afdeling Limbangan konsep-konsep yang telah berlaku secara
yang beribu kota di Garut. Afdeling umum terlihat masih ditaati. Garut dibangun
Limbangan diperintah oleh Raden Adipati pada masa pemerintahan kolonial, dengan
Surianatakusuma dengan patih Raden demikian konsep tatakota pun mengikuti
Rangga Anggaadiwijaya. Reorganisasi di konsep kolonial, artinya fasilitas terutama
Priangan mengakibatkan kekuasaan para untuk roda pemerintahan harus memenuhi
bupati dalam pemerintahan merosot. Bupati kepentingan pemerintah kolonial juga.
tidak memiliki tugas-tugas pemerintahan Tatakota kolonial sebenarnya hanya
yang berarti. Sebagai pengganti terhadap menyesuaikan dengan konsep tatakota Islam
hak-hak bupati yang dicabut, para bupati yang sudah umum berlaku pada kota-kota
kembali menerima surat pengangkatan praindustri di Jawa. Pada masa Mataram, kota
sebagai pegawai pemerintah. Meskipun selain berfungsi praktis sebagai permukiman
demikian, sampai akhir abad ke-19 bupati pusat pemerintahan, pusat bisnis, dan pusat
tetap memiliki kharisma pribadi dan pengaruh perkembangan kebudayaan, kota juga
dalam kehidupan masyarakat (Hardjasaputra, mengandung makna-makna simbolis.

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 117


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

Pada pola tatakota Jawa terdapat Bayongbong. Kondisi seperti itu dapat terjadi
konsepsi poros sakral sebagai instrumen selain karena faktor konsep pembangunan, juga
pemersatu. Secara umum ada dua macam dapat terjadi karena ketersediaan lahan. Kondisi
varian penggunaan poros sakral pada struktur geografis dan keluasan area dapat menjadi faktor
kota Jawa yaitu mempunyai satu poros utama pembentukan kota (Yunus, 2000: 119-121).
memanjang dari selatan ke utara. Dimulai Cisurupan merupakan kota yang dikembangkan
dari penguasa setempat melewati alun-alun, sebagai destinasi wisata pada saat itu. Beberapa
jalan utama sampai ke utara kota. Yang kedua hotel dan fasilitas tourism termasuk prasarana
mempunyai poros ganda yang mengapit alun- transportasi dibangun di Cisurupan. Fasilitas-
alun di tengahnya. Prototipe kota Jawa yang fasilitas tersebut dibangun pada kawasan sebelah
pertama menunjukkan keberadaan sebuah barat laut. Penempatan pusat pemerintahan
poros utama kota sebagai salah satu elemen di sisi barat laut menunjukkan adanya
yang dominan bagi struktur ruang kota. Poros pemilihan lahan yang dekat dengan kawasan
utama yang memanjang ini merupakan sebuah pengembangan. Di posisi ini juga terhubung
instrumen yang mengikat berbagai satuan jalan raya menuju kawasan wisata. Anomali
teritorial dengan fungsi yang berbeda-beda pada tatakota Malangbong dan Cibatu adalah
menjadi satu kesatuan. Prototipe kota Jawa penempatan pusat pemerintahan di sebelah
kedua tidak ditemukannya poros tunggal tetapi timur alun-alun. Dilihat dari sisi topografi
berupa poros ganda yang bermula dari kedua kawasan, sebelah timur alun-alun Malangbong
sisi alun-alun. Poros ganda pada prototipe dan Cibatu memang merupakan kawasan yang
ini tidak berperan secara dominan sebagai relatif datar. Untuk kawasan Cibatu, di sebelah
alat integrasi satuan-satuan teritorial kota, selatan alun-alun terdapat aliran sungai. Dengan
melainkan diambil alih bersama dengan alun- demikian penempatan di sebelah timur tampak
alun yang berada di tengah-tengah kedua poros ada pertimbangan faktor geomorfologis. Di
tersebut. Sifat sentralitas dari struktur ruang Bayongbong, penempatan pusat pemerintahan
pada varian ini jauh lebih kuat daripada varian dan masjid terlihat berderet ke belakang. Masjid
pertama (Santoso, 2008: 143-145). Konsep- berada di bagian paling barat dari alun-alun.
konsep seperti ini tidak terlihat pada tatakota Kondisi geomorfologis memperlihatkan dasar
baik pada kota Garut sebagai ibu kota afdeling pertimbangan penempatan. Kawasan pusat kota
maupun pada beberapa kota kecamatan (distrik). Bayongbong berada di antara dua liran sungai,
Poros utama yang ada justru memotong atau sehingga lahan yang tersedia memanjang timur-
mengesampingkan tiga simbol kekuatan yaitu barat.
alun-alun, pusat pemerintahan, dan masjid Selain faktor geomorfologi, hadirnya
sebagai pusat religi. Di sini terlihat bahwa moda transportasi kereta api di Garut juga
pola tatakota masih mengikuti pola tatakota berpengaruh terhadap pola tatakota. Kereta
Islam namun konsep dan simbol-simbol yang api merupakan alat angkut paling modern
diterapkan pada pola tatakota tidak terlihat. pada awal abad ke-19. Kereta api mulai
Hal ini dapat terjadi karena pembangunan diproduksi secara massal karena dinilai lebih
kota Garut dan sekitarnya direncanakan oleh efisien bila dibandingkan dengan alat angkut
pemerintah kolonial Hindia Belanda dan yang ditarik hewan. Di Hindia Belanda kereta
pemerintah tradisional (bupati). Bahkan pada api dimunculkan oleh Kolonel van der Wijk
perkembangannya para bupati mendapat hak yang mengusulkan agar dibangun jaringan rel
otonomi untuk mengatur daerahnya sendiri. Hak kereta api di Jawa. Para pejabat pemerintah
otonomi itulah yang kemudian memunculkan Hindia Belanda banyak yang menolak usulan
anomali dalam tatakota beberapa kota distrik di itu. H.J. Lion secara tegas mendukung gagasan
afdeling Garut. Kolonel van der Wijk dan menyarankan kepada
Anomali pola tatakota yang terdapat swasta untuk membangun jaringan kereta api.
di Cisurupan, Malangbong, Cibatu, dan Pada 1846, Gubernur Jenderal Hindia Belanda

118 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU


Pemerintahan, Kekuasaan, dan Tata Kota ... | Nanang Saptono

J.J. Rouchussen menolak gagasan swasta yang di pinggiran kota. Jaringan rel kereta api
mengelola kereta api. Urusan transportasi harus seakan-akan menjadi batas permukiman kota.
diurus oleh pemerintah. A.J. Duymaer van Bangunan stasiun ditempatkan di pinggiran
Twist berseberangan dengan J.J. Rouchussen. kota yang kemudian dilengkapi akses jalan
Van Twist mendukung Lion agar swasta diberi menuju pusat kota dan sentra perekonomian.
kesempatan membangun jaringan kereta api.
Akhirnya pada 31 Oktober 1852 Pemerintah SIMPULAN
Belanda mengeluarkan keputusan memberikan
kemudahan kepada pihak swasta untuk Berdasarkan fakta sejarah, Garut
membangun jaringan kereta api. Konsorsium merupakan kota yang terlahir karena
swasta yang pertamakali mengajukan konsesi direncanakan. Kota Garut dibangun pada masa
adalah Nederlandsch Indische Spoorweg kepemimpinan Bupati Adipati Adiwijaya
Maatschappij (NISM) (Basundoro, 2019: 119- (1813-1831). Pemerintahan dan kekuasaan
121). Moda transportasi kereta api tidak hanya yang melatari kawasan Garut mengalami
berkutat pada rel dan kereta api tetapi juga beberapa kali perubahan sejak masa kekuasaan
menyangkut berbagai fasilitas perkeretaapian Mataram, pemerintahan VOC, kolonial
seperti misalnya bangunan stasiun dan halte. Belanda, kolonial Inggris, Hindia Belanda,
dan seterusnya. Kota Garut sendiri terlahir
Dengan adanya kereta api mengharuskan
pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang
beberapa kota yang dilalui harus menyediakan
pada waktu itu Garut dipimpin oleh Bupati
lahan untuk stasiun. Fungsi utama stasiun kereta
Adipati Adiwijaya (1813-1831).
api adalah untuk tempat kereta api berhenti
serta menurunkan dan menaikkan penumpang, Secara fisik, pola tatakota Garut dan
sebagai tempat kereta api berangkat untuk sekitarnya mengikuti pola tatakota Islam
mengangkut penumpang baik berupa manusia sebagaimana kota-kota pada Kesultanan
maupun barang termasuk binatang, selain itu Mataram. Kota terpusat di alun-alun yang
stasiun kereta api juga berfungsi sebagai tempat dikelilingi pusat pemerintahan di sebelah
kereta api bersilang, menyusul atau disusul. selatan, pusat aktivitas religi berupa masjid
Karena kehadiran stasiun kereta api lebih di sebelah barat, dan pusat perekonomian
kemudian bila dibandingkan dengan awal mula berupa pasaryang biasanya terdapat di sisi
pembangunan kota, maka keletakan stasiun utara hingga timur laut. Pada masa Kesultanan
kereta api sifatnya menyesuaikan dengan Mataram, pola tatakota seperti ini mengandung
tata kota yang sudah ada. Pada beberapa simbol-simbol tertentu berkaitan dengan
kota agar supaya bangunan stasiun terkesan konsep kekuasaan raja. Pada kota-kota pusat
sebagai bangunan yang dapat memancarkan pemerintahan Kesultanan terdapat konsep
pesannya ke seluruh penjuru kota, terdapat dua poros utara selatan. Hal ini tidak terdapat pada
cara penempatan yaitu pertama meletakkan kota-kota di kawasan Garut.
bangunan di bagian paling ujung dari jalan Pada beberapa kota di sekitar Garut
arteri primer atau arteri utama kota dan kedua terdapat anomali dalam tatakota. Penempatan
menambahkan jalan arteri sekunder yang bangunan pusat pemerintahan ada yang
tegak lurus dengan jalan arteri primer kota. tidak berada di sebelah selatan alun-alun.
Untuk menambah kesan monumental di Penempatan masjid juga ada yang tidak di
depan bangunan stasiun dibuat ruang luar kota sebelah barat alun-alun. Penyimpangan ini
seperti alun-alun atau ruang terbuka lainnya. terjadi karena kondisi geomorfologis. Selain
Untuk menghindari crossing, rel kereta api itu hak otonomi yang dimiliki kepala daerah
ditempatkan pada pinggiran kota (Handinoto, menjadikan konsep-konsep pada pola tatakota
2010: 327-344). Di Garut dan beberapa kota Islam tidak diperhatikan lagi. Kehadiran moda
distrik yang dilewati jalur rel kereta api, transportasi kereta api juga jadi penambah
fasilitas perkeretaapian tersebut ditempatkan unsur pembentuk kota.

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 119


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

DAFTAR PUSTAKA

Basundoro, P. (2016). Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Ombak.


Basundoro, P. (2019). Arkeologi Transportasi: Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Keresidenan
Banyumas 1830-1940an. Surabaya: Airlangga University Press.
Handinoto. (2010). Arsitektur dan Kota-kota di Jawa pada Masa Kolonial. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Hardjasaputra, A. S. (2004). Bupati di Priangan. In Ajip Rosidi (Ed.), Sundalana 3: Bupati di Priangan
dan Kajian Lainnya Mengenai Budaya Sunda (pp. 9–65). Bandung: Pusat Studi Sunda.
Kabupaten Garut Dalam Angka 2018. (2018). Garut: Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut.
Katam, S. (2014). Kereta Api di Priangan Tempo Doeloe. Bandung: Pustaka Jaya.
Katam, S., & Affandi, R. (2012). Album Garoet Tempo Doeloe. Garut: Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Garut.
Lia Nuralia. (2007). Pemukiman Zaman Kolonial di Kota Garut Pada Awal Abad Ke-20. In S.
Raharjo (Ed.), Permukiman, Lingkungan, dan Masyarakat (pp. 39–52). Bandung: Ikatan
Ahli Arkeologi Indonesia.
Menno, S., & Alwi, M. (1992). Antropologi Perkotaan. Jakarta: Rajawali Pers.
Nas, P. J. M. (1986). The Indonesian City: Studies in Urban Development and Planning. Dordrecht-
Holland: Foris Publications.
Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. (2009). Sejarah Nasional Indonesia II, Zaman Kuno.
Jakarta: Balai Pustaka.
Pontoh, N. K., & Kustiwan, I. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: Penerbit
ITB.
Raap, O. J. (2015). Kota di Djawa Tempo Doeloe. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Santoso, J. (2008). Arsitektur-Kota Jawa: Kosmos, Kultur & Kuasa. Jakarta: Centropolis -
Magister Teknik Perencanaan Universitas Tarumanagara.
Saptono, N., & Widyastuti, E. (2016). Laporan Penelitian Arkeologi: Perkembangan dan Peranan
Permukiman-permukiman Penyangga Kota Garut. Bandung.
Sirjamaki, J. (1964). The Sociology of Cities. New York: Rondom House.
Sofianto, K. (2000). Garut. In N. H. Lubis (Ed.), Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat (pp.
179–191). Bandung: Alqa.
Surti, T., & Djafar, H. (2016). Purbawidya : jurnal penelitian dan pengembangan arkeologi =
Journal of archeological research and development. PURBAWIDYA: Jurnal Penelitian
Dan Pengembangan Arkeologi, 5(2), 101–116. Retrieved from http://purbawidya.
kemdikbud.go.id/index.php/jurnal/article/view/P5%282%292016-3/5%282%29-3a
Suryo, D. (2015). Pendudukan dan Perkembangan Kota Yogyakarta 1900-1990. In F. Colombijn,
M. Barwegen, P. Basundoro, & J. A. Khusairy (Eds.), Kota Lama Kota Baru: Sejarah
Kota-Kota di Indonesia Sebelum dan Setelah Kemerdekaan (II, pp. 27–40). Yogyakarta:
Ombak.
Weber, M. (1966). The City. New York: The Free Press.
Wiryomartono, A. B. P. (1995). Seni Bangunan dan Seni Binakota di Indonesia: Kajian
Mengenai Konsep, Struktur, dan Elemen Fisik Kota Sejak Peradaban Hindu-
Buddha, Islam Hingga Sekarang. Jakarta: PT GramediaPustaka Utama.
Yunus, H. S. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

120 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU


Pemerintahan, Kekuasaan, dan Tata Kota ... | Nanang Saptono

hh HASIL DISKUSI

1. Sutrisno Murtiyoso (LSAI)


Pertanyaan:

a. Istilah otonomi berbahaya sekali, penetapan sima dan pembentukan penjajahan


semuanya berbeda, pada dasarnya memberikan kebebasan tetapi wujudnya
beda. Sima diberi kebebasan tidak membayar pajak tetapi ditugasi menjadi
pengurus punden dan sebagainya. Gementee adalah suatu wilayah yang diberi
kewenangaan membentuk gemente raad atau dewan kota yang independen
menentukan nasibnya sendiri. Otonomi daerah lain lagi. Pemerintah daerah
yang dilepaskan beberapa aspeknya dari pemerintah pusat. Sehingga tidak bisa
dibandingkan begitu saja.

b. Menyamaratakan kota Garut dengan kota disekitarnya, tetapi ketika menjelaskan


kota satelitnya itu kok lolos lagi. Bahwa Garut disebut kota adalah karena tidak
tergantung dengan sekitar, dan heterogen. Limbangan, Cibatu, dan lain sebagainya
apa sudah pantas disebut kota? Dan pada abad 19 M pada masa itu apa sudah jadi
kota? Sebetulnya ada jawaban untuk permasalahan ini yaitu yang disebut dengan
pendekatan typo-morphology. Pendekatan typo-morfo tergantung konteks dan
masanya yang berubah-ubah. Bandung, misalnya. Sehingga pendekatan di satu
masa tidak bisa digunakan pada masa berikutnya karena bentuk kotanya juga terus
menerus berubah baik waktu maupun tempatnya. Jika disebut kota tradisional, hal
tersebut mungkin merupakan jejak-jejak kekuasaan daerah khas Sunda pada masa
itu. Garut masuk kota kolonial pertengahan abad 19 M. Garut pola dasarnya kota
kolonial akhir abad 19 M.

Jawaban:

a. Terima kasih, mungkin saya kurang tepat dalam penyebutan. Otonomi yang
saya maksudkan adalah kewenangan yang diberikan oleh penguasa pada tingkat
atas kepada penguasa di bawahnya. Misalnya pada masa Mataram, Sultan hanya
menginginkan para bupati patuh dan mengakui kekuasaan Sultan. Mengenai urusan
wilayah dan rakyat tetap menjadi kewenangan bupati. Begitu pula pada masa-masa
sesudahnya. Dengan demikian bupati mempunyai hak penuh untuk mengurus
wilayah dan rakyatnya.

b. Hinterland-nya Garut sudah berupa kota. Ada jejak bangunan dan unsur lain bisa
dijadikan patokan layak disebut kota. Apakah berupa desa besar, kota kecil, dan
kota besar sementara saya abaikan dulu. Beberapa titik yang ada bisa menunjukkan
bahwa masyarakat pada saat itu sudah heterogen, tetapi tampaknya perlu saya
perdalam lagi.

Tanggapan Sutrisno Murtiyoso


- Sepertinya kita harus teliti dulu apakah bangunan di sekitarnya satu masa atau tidak?
Jadi kita harus memastikan dulu sebelum melihat keadaan sekarang.

KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU — 121


PROSIDING Seminar Nasional Arkeologi 2018: 103 – 122

Jawaban:
- Memang kami berupaya mencermati itu. Tinggalan-tinggalan arkeologis dengan
didukung fakta sejarah dijadikan dasar. Bangunan baru tidak dijadikan acuan. Namun
demikian hal ini memang harus diperhatikan lagi dalam perbaikan mendatang.

122 — KEKUASAAN, KEPEMIMPINAN, DAN ORGANISASI MASYARAKAT MASA LAMPAU

You might also like