You are on page 1of 11

BERNADETTE AGUSTINA SAGALA|1

KEPEMILIKAN TANAH SECARA PARULOSAN DENGAN PEMBERIAN


BATU SULANG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA (STUDI PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3293 K/PDT/2017)
BERNADETTE AGUSTINA SAGALA
Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Jalan Dr. T. Mansur Nomor 9, Kampus Padang Bulan, Medan
Telp. (061)8211633. Email : nadet.sagala@yahoo.com
ABSTRACT

Customary law communities in their customary environment generally carry on the


customs that have been passed down from generation to generation from the past and
have developed until now. This also applies to the Toba Batak indigenous people in
North Sumatra. The Batak Toba community is a genealogical legal community, namely
an organized community unit, where the members are bound to a common lineage from
one ancestor, either directly because of blood relations (descendants) or indirectly
because of marital ties or customary ties. [Hilman Hadikusuma, Introduction to
Indonesian Customary Law. In carrying out the customs that exist in the Toba Batak
indigenous people, a customary institution is known, namely dalihan natolu. Dalihan
Na Tolu is a kinship in the Toba Batak community. This system consists of three
elements whose composition consists of dongan tubu or dongan sauntunga, namely
people who are of the same clan (brethren of the clan), hula-hula, namely the wife who
gives the wife (the wife's parents), and boru, which is the wife who receives or takes
wife of a clan group. [Bungaran Antonius Simanjuntak, Meaning of Land Functions
for the Batak Toba, Karo, Simalungun community. In the Toba Batak community, the
term Parulosan is also known. Ulos is a piece of woven cloth, which is very likely to
have existed long ago in the life of the Batak people, especially the Toba Batak. In
addition, the term available in the Toba Batak language on ulos contains the meaning
of the word about weaving. "Ulos is as old as the Toba Batak civilization, so that it
accompanies the life of the Toba Batak people." The method of giving ulos also
provides a description of the procedures for the patterns of the Toba Batak social
system. “In the Toba Batak custom there is a provision that not everyone has the right
to give ulos and not everyone also receives ulos. People who give ulos according to
custom are hula-hula/bones. This is based on the Dalihan Na Tolu Batak custom. The
main rule is that a person can only give ulos to people according to their lower family
ties. For example, the child is under the father, the younger brother is under the
brother, and the boru is under the hula-hula. Giving ulos to people above us is
prohibited. Boru is never allowed to give ulos to hula-hula.

Keywords: Parulosic Land Ownership With Giving Stones To the Toba Batak Society
Intisari
BERNADETTE AGUSTINA SAGALA|2

Masyarakat hukum adat yang ada di lingkungan adatnya umumnya meneruskan


kebiasaan-kebiasaan yang berlaku turun temurun dari sejak dahulu dan berkembang
hingga saat ini. Hal ini juga berlaku bagi masyarakat adat Batak Toba yang ada di
Sumatera Utara. Masyarakat adat Batak Toba merupakan masyarakat hukum
geneologis yaitu satu kesatuan masyarakat yang teratur, di mana para anggotanya
terikat pada suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur, baik secara langsung
karena hubungan darah (keturunan) atau secara tidak langsung karena pertalian
perkawinan atau pertalian adat.[Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat
Indonesia. Dalam melakukan kebiasaan yang ada dalam masyarakat adat Batak Toba,
di kenal suatu lembaga adat yaitu dalihan natolu. Dalihan Na Tolu merupakan ikatan
kekerabatan pada masyarakat Batak Toba. Sistem ini terdiri dari tiga unsur yang
komposisinya terdiri dari dongan tubu atau dongan sabutuha yakni orang-orang yang
semarga (saudara semarga), hula-hula yakni pihak pemberi istri (pihak orang tua istri),
dan boru yaitu pihak penerima istri atau pihak yang mengambil istri dari suatu
kelompok marga.[Bungaran Antonius Simanjuntak, Arti Fungsi Tanah Bagi
Masyarakat Batak Toba, Karo, Simalungun. Dalam masyarakat adat Batak Toba
dikenal pula istilah Parulosan. Ulos adalah selembar kain tenunan, yang sangat
mungkin telah ada sejak dahulu dalam kehidupan orang Batak khususnya Batak Toba.
Di samping itu istilah yang tersedia dalam bahasa Batak Toba pada ulos itu
mengandung makna kata tentang tenun-menenun. “Ulos adalah sama tua dalam kurun
waktu dengan peradaban Batak Toba, sehingga menyertai kehidupan orang Batak
Toba.”Cara pemberian ulos itu juga memberi deskripsi tentang tata cara pola pranata
sistem sosial Batak Toba. “Dalam adat Batak Toba ada ketentuan bahwa tidak semua
orang punya hak memberi ulos dan tidak semua orang pula menerima ulos. Orang yang
memberi ulos menurut adat adalah hula-hula/tulang. Hal itu didasarkan pada adat Batak
Dalihan Na Tolu tersebut Aturan utama ialah seseorang hanya boleh memberi ulos
orang menurut pertalian keluarga berada di bawah. Sebagai contoh, anak adalah
dibawah bapak, adik dibawah kakak, boru dibawah hula-hula. Memberikan ulos orang
di atas kita adalah dilarang. Boru sekali-kali tidak boleh memberikan ulos pada hula-
hula.

Kata kunci : Kepemilikan Tanah Secara Parulosan Dengan Pemberian Batu


Sulang Pada Masyarakat Batak Toba

I. Latar Belakang
BERNADETTE AGUSTINA SAGALA|3

Tanah merupakan sumber daya kebumikan, dan merupakan tempat


alam yang sangat vital bagi kehidupan tinggal dayang-dayang pelindung
manusia. Selain kebutuhan manusia secara persekutuan roh para leluhur
umum, tanah juga memiliki kedudukan persekutuan.
yang sangat penting dalam hukum adat. Masyarakat hukum adalah
bersadarkan kebudayaan dan pandangan kesatuan manusia yang teratur,
hidup bangsa Indonesia, yang memberi menetap disuatu tempat tertentu,
pedoman kepada sebagian besar orang- mempunyai penguasa-penguasa dan
orang Indonesia dalam kehidupan sehari- mempunyai kekayaan yang berwujud
hari, dalam hubungan antara yang satu ataupun tidak berwujud, dimana para
dengan yang lain, baik dikota terlebih di anggota keluarga masing-masing
1
desa. Ada 2 (dua) hal yang menyebabkan mengalami kehidupan dalam
tanah memiliki kedudukan yang sangat masyarakat sebagai hal yang wajar
penting dalam hukum adat, yaitu:2 menurut kodrat alam dan tidak
1. Karena sifatnya, yakni meru pakan seorangpun di antara para anggota itu
satu-satunya benda kekayaan yang mempunyi pikiran atau
meskipun mengalami keadaan yang kecenderungan untuk membubarkan
bagaimanapun juga, toh masih bersifat ikatan yang telah tumbuh itu atau
tetap dalam keadannya, bahkan meninggalkannnya dalam arti
kadang-kadang malah menjadi melepaskan diri dari ikatan itu untuk
menguntungkan. selama-lamanya.3 Masyarakat adat
2. Karena faktanya, yakni bahwa tanah Batak Toba merupakan masyarakat
itu merupakan tempat tinggal hukum geneologis yaitu satu kesatuan
persekutuan, memberi penghidupan masyarakat yang teratur, di mana para
kepada persekutuan, merupakan anggotanya terikat pada suatu garis
tempat di mana para warga keturunan yang sama dari satu leluhur,
persekutuan yang meninggal dunia di baik secara langsung karena hubungan

1 2
Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan
Adat, (Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 2003), Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta, PT. Toko
hal. 7. Gunung Agung, 1995), hal. 197.
3
Ibid, hal. 21-22.
BERNADETTE AGUSTINA SAGALA|4

darah (keturunan) atau secara tidak adalah dilarang. Boru sekali-kali tidak
langsung karena pertalian perkawinan boleh memberikan ulos pada hula-
atau pertalian adat.4 Satu lembaga adat hula.8 Setelah menerima ulos, maka
yaitu dalihan natolu. Dalihan Na Tolu pihak yang memberi ulos akan
merupakan ikatan kekerabatan pada menerima uang. Istilah ini disebut
masyarakat Batak Toba. Sistem ini batu ni sulang, atau didefenisikan
terdiri dari tiga unsur yang sebagai sejumlah uang yang diterima
komposisinya terdiri dari dongan tubu di acara pesta adat.9 Besarnya uang
atau dongan sabutuha yakni orang- sebagai batu sulang ini merupakan
orang yang semarga (saudara kesediaan atau keiklhasan dari
semarga), hula-hula yakni pihak pemberi batu sulan tersebut. Namun
pemberi istri (pihak orang tua istri), ada kalanya batu sulang ini di
dan boru yaitu pihak penerima istri diskusikan terlebih dahulu
atau pihak yang mengambil istri dari besarannya.
suatu kelompok marga.5 “Ulos adalah Pemberian batu sulang dengan proses
sama tua dalam kurun waktu dengan Parulosan dalam adat Batak Toba ini tidak
peradaban Batak Toba, sehingga hanya terjadi saat acara adat perkawinan,
menyertai kehidupan orang Batak melainkan saat acara adat pemberian tanah.
Toba.6 Orang yang memberi ulos Pemberian tanah secara Parulosan masih
menurut adat adalah hula-hula/tulang. dikenal dalam adat Batak Toba. Tanah
Hal itu didasarkan pada adat Batak dianggap sebagai sarana pemersatu
Dalihan Na Tolu tersebut.7 kekerabatan antar keluarga dalam
Memberikan ulos orang di atas kita masyarakat adat Batak Toba. Sehingga

4
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu
7
Hukum Adat Indonesia, (Bandung, Mandar Ibid, hal. 45.
8
Maju, 2014), hal. 105. T. M. Sihombing, Filsafat Batak
5
Bungaran Antonius Simanjuntak, Arti tentang Kebiasaan-kebiasaan Adat Istiadat
Fungsi Tanah Bagi Masyarakat Batak Toba, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hal.46.
9
Karo, Simalungun, (Jakarta, Yayasan Pustaka M. Simandalahi, Arti Kata Batu Ni
Obor Indonesia, 2015), hal. 13. Sulang, http://www.kamus batak.com/arti/kata/
6
Sugiarto Dakung, Ulos (Jakarta, batu-ni-sulang.html, di akses tanggal 25 Maret
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen 2019, pukul 16.30 WIB.
Pendidikan dan Kebudayaan, 1981/1982), hal.
39.
BERNADETTE AGUSTINA SAGALA|5

penyerahan tanah tidak dilakukan seperti Putusan Nomor 32/Pdt.G/2016/PN Blg.


halnya peristiwa hukum biasa, namun juga tanggal 1 November 2016 dengan amar
disertai dengan proses-proses adat. Baik mengabulkan gugatan Penggugat untuk
tanah melalui jual-beli, hibah, maupun sebagian, menyatakan sah dan berharga
secara warisan dapat dilakukan dengan surat Parulosan menjadi Hak Milik
cara Parulosan.10 Setiap masalah yang tertanggal 25 November 1989, menyatakan
terjadi dalam masyarakat adat umumnya tanah terperkara seluas 6.000 m² (enam
diselesaikan melalui peradilan adat terlebih ribu meter persegi) yang terletak di Desa
dahulu. Peradilan adat dapat dilaksanakan Harian Boho, Kecamatan Ajibata,
oleh anggota masyarakat secara Kabupaten Toba Samosir adalah sah milik
perorangan, oleh keluarga/tetangga, kepala JG. Atas putusan tersebut, Pihak Tergugat
kerabat atau kepala adat (Hakim Adat), I dan Tergugat II melakukan upaya hukum
kepala desa (Hakim Desa) atau oleh Banding di Pengadilan Tinggi Medan, dan
pengurus perkumpulan organisasi, Pengadilan Tinggi Medan melalui
sebagaimana telah dikemukakan di atas Putusannya Nomor 03/PDT/2017/PT
dalam penyelesaian delik adat secara damai MDN. tanggal 23 Maret 2017, menguatkan
untuk mengembalikan keseimbangan putusan Pengadilan Negeri Balige,
masyarakat yang terganggu. 11 Hal ini Demikian Juga di Tingkat Kasasi, Hakim
sejalan dengan kasus yang akan diteliti, menolak permohonan kasasi Tergugat I
bahwa pada tanggal 25 November 1989, JG dan Tergugat II dan menguatkan putusan
selaku Penggugat telah menerima sebidang ditingkat Pengadilan Tinggi Medan yang
tanah darat secara Parulosan dari FS yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri
di buat hadapan saksi-saksi dan diketahui Tarutung. Putusan perkara tersebut
Kepala Desa Harian Boho, yang terletak di menarik untuk dibahas dari sisi hukum
Desa Harian Boho, Kecamatan Ajibata, adat dan praktek yang berlaku saat ini di
Kabupaten Toba Samosir dengan luas masyarakat Adat Batak Toba karena
10.000 m² (sepuluh ribu meter persegi). kepemilikan tanah adat secara Parulosan
Pengadilan Negeri Balige mengeluarkan dengan pemberian Batu Sulang sangat

10 11
Wawancara dengan ketua adat P. Hilma Hadikusuma, Pengantar Ilmu
Sinaga Hukum Adat Indonesia, (Bandung, Mandar
Maju, 2014), hal. 237.
BERNADETTE AGUSTINA SAGALA|6

jarang didengar dan ditemukan saat ini, dan kepemilikan tanah adat secara
dengan melakukan penelitian tentang Parulosan dengan pemberian Batu
praktek jual beli secara Parulosan dengan Sulang pada Masyarakat Batak Toba
pemberian Batu Sulang pada masyarakat di Kabupaten Toba Samosir.
adat Batak Toba, dapat diketahui 2. Untuk mengetahui dan menganalisis
bagaimana prosedur hukum dan keabsahan mengenai keabsahan status
kepemilikan tanah adat secara Parulosan kepemilikan tanah adat secara
dengan pemberian Batu Sulang belaku di Parulosan dengan pemberian Batu
Masyarakat Adat Batak Toba. Sulang pada Masyarakat Batak Toba
di Kabupaten Toba Samosir.
II. Perumusan Masalah Penelitian 3. Untuk mengetahui dan menganalisis
1. Bagaimana mekanisme penyerahan mengenai pertimbangan hukum hakim
kepemilikan tanah adat secara dalam perkara nomor 3463
Parulosan dengan pemberian Batu K/Pdt/2017 terkait dengan
Sulang pada Masyarakat Batak Toba kepemilikan tanah adat secara
di Kabupaten Toba Samosir? Parulosan dengan pemberian Batu
2. Bagaimana keabsahan status Sulang.
kepemilikan tanah adat secara III. Manfaat Penelitian
Parulosan dengan pemberian Batu
Tujuan dan manfaat penelitian
Sulang pada Masyarakat Batak Toba
merupakan suatu rangkaian yang hendak
di Kabupaten Toba Samosir?
dicapai bersama, dengan demikian dari
3. Bagaimana pertimbangan hakim
penelitian ini diharapkan dapat
dalam perkara nomor 3463
memberikan manfaat sebagai berikut :
K/Pdt/2017 terkait dengan
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini
kepemilikan tanah adat secara
diharapkan dapat memberi manfaat
Parulosan dengan pemberian Batu
berupa pengetahuan terkait
Sulang?
kepemilikan tanah adat secara
Sesuai dengan perumusan masalah
Parulosan dengan pemberian Batu
diatas maka tujuan penelitian adalah:
Sulang dalam hukum adat masyarakat
1. Untuk mengetahui dan menganalisis
Batak Toba yang terjadi saat ini,
mengenai mekanisme penyerahan
sehingga penelitian ini dapat dijadikan
BERNADETTE AGUSTINA SAGALA|7

sumber bacaan atau tambahan atas Pada Masyarakat Batak Toba (Studi
referensi buku-buku yang berkaitan Putusan Mahkamah Agung Republik
dengan tanah adat. Indonesia Nomor 3293 K/Pdt/2017.” Akan
2. Secara praktis, hasil penelitian ini tetapi ada beberapa penelitian-penelitian
memiliki 2 kepentingan yaitu: yang menyangkut dengan topik ini antara
a) Bagi kalangan akademis, hasil lain penelitian yang dilakukan oleh :
penelitian ini diharapkan dapat 1. Bernadin Soaduan, NIM :
digunakan sebagai sumber 097011109, Mahasiswa Magister
informasi ilmiah dalam kaitannya Kenotariatan Universitas Sumatera
dengan penelitian penyelesaian Utara, dengan judul penelitian
konflik tanah adat secara “Perlindungan Hukum Bagi
Parulosan dengan pemberian Batu Pemilik Sertifikat Hak Milik Yang
Sulang. di Klaim Sebagai Milik
b) Bagi kalangan masyarakat adat, Masyarakat Adat di Kabupaten
hasil penelitian ini diharapkan Dairi,” masalah yang diteliti
dapat digunakan sebagai informasi adalah:
untuk mengetahui penyelesaian a. Faktor-faktor apakah yang menjadi
konflik tanah adat khususnya dasar masyarakat adat di
secara Parulosan dengan Kabupaten Dairi mengklaim tanah
pemberian Batu Sulang. yang sudah bersertifikat hak milik
sebagai milik masyarakat adat?
IV. Keaslian Penelitian
b. Bagaimana perlindungan hukum
Berdasarkan informasi yang ada
terhadap pemilik sertifikat hak
dan sepanjang penelusuran kepustakaan
milik yang diklaim sebagai milik
yang ada di lingkungan Universitas
masyarakat adat di Kabupaten
Sumatera Utara, khususnya di lingkungan
Dairi?
Magister Kenotariatan Universitas
c. Bagaimana upaya-upaya yang
Sumatera Utara Medan, belum ada
dilakukan Badan Pertanahan
penelitian sebelumnya yang berjudul
Nasional dan Peran Lembaga Adat
“Kepemilikan Tanah Adat Secara
Sulang Silima dalam mengatasi
Parulosan Dengan Pemberian Batu Sulang
sengketa pertanahan yang terjadi
BERNADETTE AGUSTINA SAGALA|8

pada masyarakat adat di a. Mengapa sengketa waris tanah


Kabupaten Dairi? adat pada Masyarakat Karo di
2. Muhammad Heikal, NIM : selesaikan di Pengadilan Negeri
097011109, Mahasiswa Magister Kabanjahe?
Kenotariatan Universitas Sumatera b. Bagaimana upaya penyelesaian
Utara, dengan judul penelitian sengketa waris tanah adat
“Analisis Yuridis Peralihan Hak Masyarakat Karo di Pengadilan
Tanah Milik Adat Dengan Akta Negeri Kabanjahe?
Jual Beli Yang Dibuat Oleh PPAT c. Hambatan-hambatan apa yang di
(Studi Kabupaten Aceh Besar),” hadapi di Pengadilan Negeri
masalah yang diteliti adalah: Kabanjahe dalam penyelesaian
a. Bagaimana peralihan hak atas sengeketa waris tanah adat pada
tanah adat di Kabupaten Aceh Masyarakat Karo?
Besar?
V. Kesimpulan dan Saran
b. Bagaimana kedudukan
A. Kesimpulan
hukum peralihan tanah hak
Adapun kesimpulan dari hasil
milik adat yang belum
penelitian ini adalah sebagai berikut :
bersertifikat dengan
menggunakan akta jual beli 1. Pemberian tanah secara Parulosan
yang dibuat oleh Pejabat ini dapat diberikan oleh pemberi
Pembuat Akta Tanah (PPAT) tanah kepada penerima tanah yang
di Kabupaten Aceh Besar? masih memiliki hubungan darah
3. Novira Br. Sembiring, NIM : maupun yang tidak memiliki
1370111152, Mahasiswa Magister hubungan darah. Mekanisme
Kenotariatan Universitas Sumatera
penyerahan tanah secara Parulosan
Utara, dengan judul penelitian
dengan pemberian Batu Sulang
“Upaya Penyelesaian Sengketa
adalah diawali dengan penunjukan
Waris Tanah Adat Pada
tanah terlebih dahulu, lalu
Masyarakat Karo (Studi di PN
menyepakati harga atas tanah
Kabanjahe),” masalah yang diteliti
adalah: tersebut sebagai simbol batu
BERNADETTE AGUSTINA SAGALA|9

sulang, setelah itu mengundang terkait dengan kepemilikan tanah


pengetua adat, pihak keluarga adat secara Parulosan dengan
pemberi tanah dan penerima tanah, pemberian Parulosan adalah tepat
serta para masyarakat sebagai saksi karena Hakim dalam putusannya
untuk dilakukan proses Parulosan menyatakan bahwa tanah yang
sebagai tanda berpindahnya hak telah diberikan secara Parulosan
kepemilikan tanah. tidak dapat diganggu gugat
2. Status kepemilikan tanah adat kepemilikannya. Hakim dalam
secara Parulosan dengan memutuskan perkara ini masih
pemberian Parulosan pada mengakui bahwa hukum adat yang
Masyarakat Batak Toba di berkembang dalam masyarakat
Kabupaten Toba Samosir dianggap Batak Toba masih dilaksanakan
legal atau sah oleh para pihak dan dipertahankan hingga
karena penyerahan hak atas tanah sekarang.
ini dilakukan dengan upacara adat
B. Saran
dan dihadiri oleh saksi-saksi, pihak
1. Pelaksanaan penyerahan tanah
dalihan natolu maupun pengetua
secara Parulosan ini dilakukan
adat. Status kepemilikan tanah ini
dengan dihadiri oleh Pengetua
juga tidak dapat diganggu gugat
Adat, keluarga dan masyarakat
kepemilikannya karena
setempat sehingga apabila terjadi
pelaksanaannya telah sesuai
sengketa dikemudian hari oleh
dengan konsep hukum adat yaitu
keluarga atau keturunan pemberi
Terang (dilakukan dihadapan
tanah, akan susah bagi penerima
kepala adat, agar diketahui oleh
tanah untuk mengumpulkan para
umum) dan Tunai (diberikannya
saksi sebagai alas bukti yang kuat.
Batu Sulang sebagai reaksi atas
Oleh sebab itu sebaiknya untuk
pemberian ulos/tanah).
pelaksanaan upacara adat
3. Pertimbangan hakim dalam
penyerahan tanah secara Parulosan
perkara nomor 3463 K/Pdt/2017
B E R N A D E T T E A G U S T I N A S A G A L A | 10

ini dapat dilengkapi dengan surat mengerti akibat hukum yang


perjanjian atau surat kesepakatan terjadi setelah dilaksanakan suatu
sebagai tanda bukti dan diserahkan peristiwa secara hukum adat, dan
masing-masing baik kepada pihak musyawarah disarankan sebagai
penerima tanah maupun pihak salah satu jalan keluar yang lebih
pemberi tanah. baik, tanpa proses Pengadilan agar
2. Penyerahan tanah secara Parulosan tidak terputusnya silaturahmi antar
ini masih memiliki kelemahan keluarga
yaitu tanah yang telah berpindah
kepemilikannya sebagian masih DAFTAR PUSTAKA
ada yang belum didaftarkan Aksara. Ashshofa, Burhan, 1996,
Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka
sehingga belum kuat alas haknya
Cipta.
dan masih memungkinkan adanya Adi, Rianto, 2004, Metode
konflik atau sengketa atas tanah Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta,
Garanit.
dikemudian hari. Hendaknya Ali, Achmad, 2002, Menguak Tabir
pemerintah daerah Kabupaten Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan
Sosiologis), Jakarta, Toko Gunung Agung.
Toba Samosir yang diwakili oleh
Arikunto, Suharsimi, 2002,
Kepala Desa bersama-sama tokoh- Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, Jakarta, Rineka Cipta.
tokoh adat mensosialisasikan
Dewi, C. Wulansari, Hukum Adat
prosedur pendaftaran tanah serta Indonesi Suatu Pengantar, PT. Rafika
manfaatnya sehingga Aditama, Bandung, 2012
Dakung, Sugiarto, 1982, Ulos,
meminimalisir terjadinya konflik Jakarta, Direktorat Jenderal Kebudayaan
atau sengketa atas tanah Parulosan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
________Ensiklopedi Nasional
ini.
Indonesia, Jakarta, PT Delta Pamungkas.
3. 3.Hendaknya masyarakat adat Hadikusuma, Hilman, 2014,
Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia,
tidak melupakan dan lebih
Bandung, Mandar Maju.
membekali diri terhadap Hadjon, Phillipus M. 1987,
pengetahuan tentang hukum adat Perlindunagn Hukum Bagi Rakyat
Indonesia, Surabaya, PT. Bina Ilmu.
yang masih hidup sehingga
B E R N A D E T T E A G U S T I N A S A G A L A | 11

Hammar, Roberth Kurniawan


Ruslak, Penataan Ruang Berbasis
Kearifan Lokal : Implikasi Penataan
Ruang Terhadap Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat, Penerbit Calpulis,
Yogyakarta, 2017
Harsono, Boedi, Hukum Agraria
Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta,
2003
Khairani, Cut Ida, 2008, Analisis
Pelaksanaan Jual-Beli Tanah Milik Adat
Pada Masyarakat Aceh, Medan,
Universitas Sumatera Utara.
Lubis, M. Solly, 1994, Filsafat Ilmu
dan Penelitian, Bandung, CV. Mandar
Maju.
Marzuki, Peter Mahmud, 1, 2008,
Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana
Pradana Media Grup.
Marzuki, Peter Mahmud, 2, 2010,
Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana.
Mariane, Irene, 2014, Kearifan
Lokal Pengetahuan Hutan Adat, Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada.
Mertokusumo, Sudikno, 1995,
Mengenal Hukum Suatu Pengantar,
Yogyakarta, Liberty.
Muhammad, Bushar, 2003, Asas-
Asas Hukum Adat, Jakarta, PT. Pradnya
Paramita.

You might also like