Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
RINGKASAN
MIKE PERMATA SARI. Pemanfaatan Kompos Jerami Padi dan Sampah Pasar
sebagai Soil Conditioner. Dibimbing oleh YAYAT HIDAYAT dan SRI
DJUNIWATI.
terdapat pada kompos sampah pasar yaitu pada perlakuan kompos D. Dalam hal
ini bahan kompos sampah pasar mempunyai rasio C/N (15,78) yang lebih kecil
dari jerami,yang menyebabkan kemampuan menyimpan air menjadi lebih tinggi.
Bobot isi kompos tergolong rendah yaitu 0,36 g/cm3 pada kompos D, 0,29g/cm3
pada kompos C, 0,22 g/cm3 pada kompos A dan 0.15 g/cm3 pada kompos B.
Kadar hara makro N, P, K dan Mg pada kompos C dan D lebih rendah
dibandingkan dengan kompos A dan B. Namun, nilai kandungan hara makro Ca
pada kompos C dan kompos D lebih tinggi dari pada kompos A dan kompos B
yaitu masing-masing sebesar 1,16% dan 3,16%. Selanjutnya, kadar hara mikro Cu
terendah dan lebih rendah dibandingkan dengan hara Fe, Mn dan Zn yang
terkandung didalam kompos. Kompos A dan B mempunyai kandungan hara Fe,
Cu dan Mn yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompos C dan D.
Jumlah populasi mikroorganisme berbeda untuk masing-masing jenis
kompos. Populasi fungi tertinggi terdapat pada kompos A yaitu 5,05 x 105 koloni
dan populasi bakteri tertinggi pada kompos C yaitu 4,45 x 1011 koloni. Populasi
mikroorganisme dan fungi tertinggi terdapat pada kompos yang berasal dari bahan
jerami. Kompos dengan komposisi bahan A dan B merupakan kompos yang
paling baik dilihat dari bobot isi yang lebih rendah dan kandungan hara N, P, K,
Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn serta total fungi yang lebih tinggi dibandingkan kompos
dengan komposisi bahan C dan D.
Soil conditioner yang dihasilkan dalam bentuk curah dan briket
diformulasi dari kompos yang diperkaya dengan pupuk Cu, cairan hasil ekstraksi
kotoran kambing, dan biochar. Bobot isi briket Soil Conditioner setelah di
padatkan sebesar 0,64 gr/cm3. Kandungan hara makro C, N, P, K, Ca, dan Mg
pada Soil Conditioner B lebih tinggi dari Soil Conditioner A, C dan D. Demikian
pula kandungan hara mikro Fe, Cu dan Zn kecuali hara Mn pada Soil Conditioner
B lebih tinggi dibandingkan dengan Soil Conditioner yang lain. Soil Conditioner
D memiliki kandungan hara makro terendah dibandingkan Soil Conditioner yang
lain yaitu pada hara C, P, K, Ca dan Mg. Total fungi terbesar pada Soil
Conditioner A yaitu 9.3 x 106 koloni. Untuk total bakteri, pada Soil Conditioner D
lebih banyak jumlah koloninya yaitu 5.05 x 1011 koloni. Berdasarkan kandungan
hara, maka Soil Conditioner dengan formulasi B merupakan formulasi terbaik
dibandingkan dengan formulasi A, C dan D.
v
SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSi. Dr. Ir. Sri Djuniwati, MSc.
NIP. 19650103 199212 1 002 NIP. 19530626 198303 2 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Tanggal Lulus:
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul
Pemanfaatan Kompos Jerami Padi dan Sampah Pasar sebagai Soil Conditionerini
dapat terselesaikan.Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Cikabayan IPB
Dramaga dan Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Departemen
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikanucapan terima kasih
kepada:
1. Keluarga tercinta Papa, Mama, Kak Dhe, Adikku Hafis dan Adikku Della
atas do’a, motivasi dan perhatiannya demi kesuksesan penulis dalam
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Penelitian Riset Insentif KNRT 2010 “Pengembangan Soil Conditioner
Berbasis Bahan Alami Untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian
Lahan kering Berkelanjutan”, atas Sarana dan Pembiayaan Penelitian.
3. Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan memberi masukan kepada penulis demi terselesaikannya
skripsi ini.
4. Dr. Ir. Sri Djuniwati, MSc selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran untuk memperbaiki skripsi ini.
6. Staff Labortorium Kimia kesuburan dan Fisika tanah yaitu pak adek, pak
oleh, pak dadi, Mbak Upik, pak Kasmun, pak Koyo dan pak ipul atas
bantuannya selama peneliti melakukan analisis.
7. Staf Komdik dan Perpustakaan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan (Mbak Hesti, Mbak Iko, dan Bu Tini). Terima kasih atas informasi
dan bantuannya.
viii
Bogor, Maret2011
Penulis
ix
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xiii
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3
Soil Conditioner ...................................................................................... 3
Kompos ................................................................................................... 4
Bahan organik ......................................................................................... 8
Mikroorganisme Pendegradasi Bahan Organik .................................... 13
Biochar (Arang Serbuk Gergaji) ........................................................... 14
BAHAN DAN METODE ................................................................................. 18
Waktu dan Tempat ................................................................................ 18
Bahan dan Alat ...................................................................................... 18
Metoda................................................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 23
Karakteristik Bahan Kompos ................................................................ 23
Proses Pengomposan ............................................................................. 24
Karakteristik Kompos ........................................................................... 26
Formulasi Soil Conditioner ................................................................... 32
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 35
Kesimpulan ........................................................................................... 35
Saran...................................................................................................... 35
LAMPIRAN ...................................................................................................... 39
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Standar kualitas kompos SNI : 19-7030-2004 ............................................... 8
2. Komposisi bahan kompos ............................................................................ 19
3. Rancangan formulasi Soil Conditioner ........................................................ 22
4. Karakteristik kotoran sapi, jerami dan sampah pasar................................... 23
5. Nilai rataan pH kompos ............................................................................... 26
6. Penyusutan Bahan setelah Pengomposan .................................................... 27
7. Kadar air dan bobot isi kompos ................................................................... 28
8. Kandungan hara makro dan mikro kompos ................................................. 29
9. Total fungi dan total bakteri kompos ........................................................... 31
10. Kandungan hara makro dan mikro Soil Conditioner ................................. 33
11. Total Fungi dan Total Bakteri Soil Conditioner ........................................ 34
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kotak Kompos (a), dan Lubang aerasi pada Kompos (b) ....................... 20
2. Fluktuasi suhu dalam proses pengomposan ........................................... 25
3. Kadar hara mikro dalam kompos ........................................................... 30
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Soil Conditioner
Soil Conditioner (bahan pembenah tanah) didefinisikan sebagai bahan-
bahan sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang
mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pembenah tanah organik
adalah pembenah tanah sintetis atau alami yang sebagian besar dari bahan organik
yang berasal dari sisa tanaman, dan/atau hewan yang dapat digunakan untuk
memperbaiki sifat-sifat tanah (Suriadikarta,et al., 2005).Beberapa bahan
pembenah tanah mampu menyuplai unsur hara tertentu, meskipun jumlahnya
relatif kecil dan seringkali tidak semua unsur hara yang terkandung dalam bahan
pembenah tanah dapat segera digunakan untuk tanaman (Dariah et al.,2007).
Menurut Notohadiprawiro (1983),Soil Conditionerdibedakan kedalam
pembenah tanah sintetis, alami, organik dan mineral, berbentuk padat maupun cair
yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
a. Pembenah tanah sintetis adalah bahan pembenah tanah yang diproduksi
secara rekayasa kimia dari bahan-bahan organik atau mineral yang dapat
digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah antara lain struktur tanah
dan kemampuan tanah memegang air.
b. Pembenah tanah alami adalah pembenah tanah yang berasal dari bahan-
bahan organik atau mineral yang diproduksi tanpa rekayasa kimia
c. Pembenah tanah organik adalah pembenah tanah sintetis atau alami yang
sebagian besar berasal dari bahan organik, sisa tanaman, kotoran hewan
dan manusia.
Tujuan penggunaan bahan pembenah tanah adalah (1) Memperbaiki
struktur tanah, mengurangi atau mencegah terjadinya erosi, (2) Merubah sifat
hidrophobik dan hidrofilik sehingga merubah kapasitas tanah menahan air
(waterholding capacity) dan (3) Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK)
tanah. Pembenah tanah merupakan suatu bahan yang dapat digunakan untuk
mempercepat pemulihan/perbaikan kualitas tanah (Dariah, et al., 2007).
4
Kompos
Kompos adalah bahan organik yang didekomposisi dengan teknik tertentu
pada suatu tempat yang terlindung dari panas dan hujan, yang dikontrol
kelembabannya dengan penyiraman bila terlalu kering. Bahan untuk kompos
dapat berupa sampah atau sisa tanaman tertentu (Hardjowigeno, 1995).Kompos
ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan
tanah dan merangsang perakaran yang sehat dan memperbaiki struktur tanah
dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah serta meningkatkan
kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah (Setiawan, 2002).
Pengomposan adalah suatu proses biologis dengan memanfaatkan
mikroorganisme untuk mengubah material organik seperti kotoran ternak,
sampah, daun, kertas, dan sisa makanan menjadi material yang disebut kompos
(Djaja, et al., 2009).
Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerob (dengan oksigen) dan
anaerob. Proses pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan
kandungan hara, kadar air, pH, temperatur dan aerasi yang optimal melalui
penyiraman dan pembalikan. Pada tahap awal proses pengkomposan, temperatur
kompos akan mencapai 65–70 oC sehingga organisme patogen, seperti virus dan
parasit, bibit penyakit tanaman serta bibit gulma yang berada pada limbah yang
dikomposkan akan mati. Pada kondisi tersebut gas-gas yang berbahaya dan
baunya menyengat tidak akan muncul. Proses pengkomposan umumnya berakhir
setelah 6 sampai 7 minggu yang ditandai dengan tercapainya suhu terendah yang
konstan dan kestabilan materi.Pengomposan bahan organik terjadi secara biofisik-
kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna.Mikroorganisme
pengurai membutuhkan hara N, P, dan K untuk aktivitas metabolisme sel mikroba
dekomposer (Simanungkalit, 2006).
Menurut Rynk (1992) faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan antara lain:
Nisbah C/N
Nisbah C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1
hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa karbon (C) sebagai sumber energi dan
5
Ukuran Bahan
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan
besarnya ruang antar bahan (porositas).Untuk meningkatkan luas permukaan
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan
suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk
ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air
bahan kompos (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses
anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan
dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan
kompos.
Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan
kompos.Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
menyuplaioksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air,
6
maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan
terganggu.
Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos.Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman
dan benih-benih gulma.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar.pH
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Proses
pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH
bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau
lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi
amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
7
mensuplai unsur hara makro maupun mikro ke dalam tanah seperti N, P, K, S, Fe,
Zn dan unsur lain. Sementara itu, standar kualitas kompos menurut SNI (2004)
antara lain : pH (6,8 – 7,49), kadar N-total (> 0,4 %), karbon (9,80 – 32 %), fosfor
(P2O5) (>0,10 %), kalium (K2O) (> 0,20 %), C/N rasio (10-20), dan bahan organik
mg/
1. Kadar air % - 50 17. Cobal (Co) - 34
kg
Suhu air mg/
2. Temperate - - 18. Chromic (Cr) - 210
tanah kg
mg/
3. Warna - - Kehitaman 19. Tembaga (Cu) - 100
kg
mg/
4. Bau - - Berbau tanah 20. Mercuri (Hg) - 0.8
kg
mg/
5. Ukuran partikel mm 0.55 25 21. Nikel (Ni) - 62
kg
Kemampuan ikat mg/
6. % 58 - 22. Timbal (Pb) - 150
air kg
mg/
7. pH - 6.8 7.49 23. Selenium (Se) - 2
kg
mg/
8. Bahan asing % - 1.5 24. Seng (Zn) - 500
kg
Bahan organik
Sampah Pasar
Menurut Choiriah (2006), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami
perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, atau karena
pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau dari segi sosial
ekonomi tidah ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan
pencemaran atau gangguan kelestarian.
Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah
organik dan sampah anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia
menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari
sampah tersebut dapat digunakan kembali (Sulistyorini, 2005).
Komposisi dan ukuran bahan yang akan dikompos, kadar air, aerasi dan
inokulan merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan dalam proses
pengomposan sampah. Choiriah (2006) mengklasifikasikan sampah kedalam
beberapa kelompok yaitu:
1. Sampah organik mudah membusuk (garbage), yaitu sampah padat semi
basah berupa bahan organik yang berasal dari pertanian, makanan, sampah
sayuran dan kulit buah-buahan. Sampah tersebut mempunyai ciri mudah
terurai oleh mikroba dan mudah membusuk kerana mempunyai rantai
kimia yang relatif pendek.
2. Sampah an-organik tidak membusuk (rubbish) yaitu sampah padat an-
organik cukup kering dan sulit terurai oleh mikroba, sehingga sulit
membusuk. Hal ini disebabkan karena rantai kimia yang panjang dan
11
komplek, seperti kaca, plastik dan besi. Sampah ini relatif mudah
penanganannya.
Pengelolaan sampah (limbah padat) merupakan masalah klasik yang kerap
terjadi di daerah perkotaan.Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi selalu
berbanding lurus dengan tingkat konsumsi dan aktivitas masyarakat,
menyebabkan jumlah sampah(limbah padat) yang dihasilkan juga semakin tinggi.
Pengelolaan sampah kota yang saat ini banyak diterapkan di beberapa kota di
Indonesia masih terbatas pada sistem 3P (Pengumpulan, Pengangkutan, dan
Pembuangan). Sampah dikumpulkan dari sumbernya, kemudian diangkut ke
Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan akhirnya dibuang ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).Salah satu upaya mengatasi permasalahan sampah kota
adalah dengan melakukan daur ulang sampah organik dengan penekanan pada
proses pengkomposan (Budihardjo, 2006).
Bahan organik merupakan salah satu penyusun tanah yang berperan
penting dalam merekatkan butiran tanah primer menjadi butiran tanah sekunder
untuk membentuk agregat tanah yang mantap.Kondisi seperti ini besar
pengaruhnya pada penyimpanan dan penyediaan air, aerasi, dan suhu tanah.Bahan
organik dengan C/N yang tinggi, seperti jerami dan sekam berpengaruh besar
terhadap perbaikan sifat fisik tanah. Bahan organik memiliki peran penting dalam
penyedia unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan S) dan hara mikro (Zn, Cu, Mn,
B dan Fe) meskipun jumlahnya sedikit, meningkatkan kapasitas tukar kation dan
membentuk senyawa kompleks dengan ion yang meracuni tanaman seperti Al, Fe,
dan Mn (Nuraini, 2009).
Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negative sehingga
akan meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KTK). Bahan organik
memberikan konstribusi yang nyata terhadap KTK tanah. Sekitar 20 – 70 %
kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus (contoh:
Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KTK tanah
(Winarso, et al. 2009).
Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah. Humus dalam
tanah sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan
negatif tanah, sehingga humus dianggap mempunyai susunan koloid seperti
12
lempung, namun humus tidak semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik,
mudah dihancurkan dan dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus sebagian
besar berasal dari gugus karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH)nya. Dilaporkan
bahwa penambahan jerami 10 ton/ha pada Ultisol mampu meningkatkan 15,18 %
KTK tanah dari 17,44 menjadi 20,08 cmol (+)/kg (Djaja, et al., 2009).
Kotoran Sapi
Kotoran sapi adalah pupuk yang berasal dari campuran kotoran ternak sapi
dan urinnya, serta sisa-sisa makanan yang tidak dapat dihabiskan. Kotoran sapi
banyak digunakan sebagai sumber bahan organik tanah yang memberikan dampak
sangat baik bagi pertumbuhan tanaman karena adanya penambahan unsur hara
dan memperbaiki sifat tanah.
Kotoran yang baru dihasilkan sapi tidakdapat langsung diberikan sebagai
pupuk tanaman, tetapi harusmengalami proses pengomposan terlebih
dahulu.Beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi
perludikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman antaralain
adalah : 1) bila tanah mengandung cukup udara dan air,penguraian bahan organik
berlangsung cepat sehingga dapatmengganggu pertumbuhan tanaman, 2)
penguraian bahan segarhanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke
dalam tanah,3) struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya
pegangnyaterhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan
akanmengakibatkan tanah menjadi sangat remah, 4) kotoran sapi tidakselalu
tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan komposmerupakan cara
penyimpanan bahan organik sebelum digunakansebagai pupuk.
Diantara jenis pupuk kandang, pukan sapilah yang mempunyai kadar serat
tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter C/Nyang
cukup tinggi yaitu > 40. Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat
penggunaan langsung ke tanah karena akan menekan pertumbuhan tanaman
utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan
menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik sehingga
tanaman utama akan kekurangan N.Sifat-sifat baik dari kotoran sapi menurut
Mulyani(2002)yaitu:
13
maupun di lokasi penggergajian kayu di sekitar hutan. Limbah serbuk gergaji ini
dapat mencemari lingkungan jika dibiarkan menumpuk, karena serbuk gergaji
adalah limbah yang membutuhkan waktu lama untuk hancur secara alami, juga
akan membutuhkan tempat yang luas apalagi bagi industri skala besar. Kondisi ini
akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.Maka perlu dicari
alternatife untuk membuat limbah gergaji kayu lebih bermanfaat dalam
penggunaannya.Limbah pengolahan kayu dapat digunakan untuk beberapa
keperluan dan dapat dibedakan menjadi: kulit kayu, potongan kayu, serpihan, dan
serbuk hasil gergajian. Sebagai contoh penggunaan limbah kulit kayu adalah
untuk bahan bakar, potongan kayu dan serpihan dapat dibuat menjadi arang, briket
arang atau karbon aktif sedang serbuk hasil gergajian kayu dapat dimanfaatkan
menjadi briket arang atau karbon aktif (Amin, 2000).
Biochar adalah residu yang berbentuk padatan yang merupakan sisa dari
proses pengkarbonan bahan berkarbon dengan kondisi terkendali di dalam
ruangan tertutup seperti dapur arang. Arang adalah hasil pembakaran bahan yang
mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori. Sebagian besar porinya
masih tertutup oleh hidrogen dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri
dari abu, air, nitrogen dan sulfur (Amin, 2000).
Proses pengarangan akan menentukan dan berpengaruh terhadap kualitas
arang yang dihasilkan. Arang serbuk yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut
menjadi arang kompos, arang kandang, briket arang dan arang aktif.Manfaat arang
serbuk gergaji menurut Gusmailina (2009)diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki kondisi tanah (struktur, tekstur dan pH tanah), sehingga
memacu pertumbuhan akar tanaman;
2. Meningkatkan perkembangan mikroorganisme tanah (arang sebagai rumah
mikroba);
3. Meningkatkan kemampuan tanah menahan air dan menjaga kelembaban
tanah; dan,
4. Menyerap residu pestisida serta kelebihan pupuk di dalam tanah.
Arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan air
dan unsur hara tanah. Keuntungan pemberian arang pada tanah sebagai
pembangun kesuburan tanah karena arang mempunyai kemampuan dalam
16
kelebihan pupuk dalam tanah, meningkatkan bakteri tanah serta sebagai media
mikroorganisme untuk simbiosis, mencegah penyakit tertentu, serta meningkatkan
rasa buah dan produksi (Komarayati et al, 2007). Selain itu arang dapat digunakan
untuk menaikkan pH tanah dari asam ke tingkat netral yang biasanya dilakukan
dengan menambahkan kapur pertanian yang mengandung senyawa Ca dan Mg ke
dalam tanah, sehingga dapat mengurangi dan menetralkan sifat racun dari Al serta
akibat buruk lainnya akibat kondisi tanah yang asam (Gusmailina, 2009).
18
Metoda
Penelitian dilakukan secara deskriptif (non experimental design) yang
ditujukan untuk membuat formulasi Soil Conditioner berbasis bahan alami.
Analisis data dilakukan dengan mengelompokkan data sejenis dan
membandingkan data antar kelompok secara deskriptif sehingga tidak dilakukan
analisis statistik.
19
Pembuatan Kompos
Pembuatan kompos dilakukan secara aerobik dengan waktu inkubasi
selama 4 minggu.Pengomposan dilakukan didalam kotak yang berukuran
2x1mx1m.Kompos dibuat dengan komposisi seperti yang tertera pada Tabel 2.
Kompos dibuat dengan menyusun bahan-bahan yang akan dikomposkan
secara berlapis. Lapisan kompos disusun dengan bahan yang mempunyai C/N
rasio tinggi sebagai lapisan pertama yaitu jerami padi dan sampah pasar disusun
paling bawah, yang kemudian diatasnya ditambahkan SP36, kotoran sapi, dolomit,
kotoran sapi segar dan larutan gula merah.Untuk menciptakan kelembaban
optimal dilakukan penambahan air secara merata.Setelah pemberian air
selanjutnya disusun kembali bahan-bahan kompos sebagai lapisan kedua dan
seterusnya.Lapisan bahan kompos dibuat hingga empat lapisan.
(a) (b)
Gambar 1.Kotak Kompos (a), danLubang Aerasi (b)
Pengeringan Kompos
Kompos yang telah matang, dikering udarakan dan diayak.Pengayakan
dilakukan untuk memperoleh ukuran kompos yang dikehendaki sesuai dengan
kebutuhan (2mm dan 4mm) dan memilah bahan yang belum terdekomposisi
secara sempurna.
Pembuatan Biochar
Biochar dibuat dengan memanfaatkan serbuk gergaji kayu. Serbuk gergaji
dijemur terlebih dahulu untuk mengurangi kadar airnya sehingga memudahkan
dalam pembakaran. Pembakaran dilakukan di dalam lubang tanah dengan ukuran
1x1 m dan dengan kedalaman 1m. Cara pembakaran dilakukan dengan
21
mengusahakan agar tidak ada api yang menyala dalam ukuran besar. Hal ini untuk
menghindari serbuk gergaji menjadi abu.Biochar yang baik bewarna hitam pekat.
Kjeldahl), P total (Ekstrak Bray-1) dan kadar unsur hara mikro (Cu, Zn, Mn
dengan metode Ekstraksi DTPA menggunakan AAS) serta mengetahui total fungi
dan total mikrob sehingga didapat formulasi conditioner yang terbaik. Rancangan
formulasi Soil Conditioner dapat dilihat pada Tabel 3.
Curah/
B Kot.sapi+ sampah kota (80) 5 10 0/10 5 1500
Briket
Curah/
C Kot.sapi+ sisa tanaman (80) 10 5 0/10 5 1500
Briket
Curah/
D Kot.sapi+ sampah kota (80) 10 5 0/10 5 1500
Briket
*Keterangan: tapioka hanya digunakan sebagai perekat pada pembuatan Soil Conditioner dalam bentuk Briket
23
KarakteristikBahan Kompos
Karakteristik kompos yang dihasilkan tergantung kepada jenis dan
komposisi bahan organik yang dikomposkan, proses pengomposan dan tingkat
kematangan kompos.Bahan yang dikomposkan terdiri dari jerami padi, sampah
pasar, kotoran sapi, kotoran sapi segar, dolomit, SP36, dan larutan gula merah.
Kotoran sapi segar digunakan sebagai sumber bakteri pendegradasi
selulosa dan sumber nitrogenbagi mikroorganisme dengan karakteristik tertera
pada Tabel 4. Jerami padi yang dikomposkan mempunyai C/N rasio yang tinggi
yaitu 43,77%. Kandungan C-organik yang tinggi pada jerami dapat dimanfaatkan
oleh mikroba sebagai sumber karbon dan energi, dan kandungan nitrogenpada
kotoran sapi dapat digunakan untuk sintesis protein (Isroi, 2004).
Kadar air bahan awal sampah pasar menunjukkan nilai sebesar 294,2%
dan 505,5%.Tingginya kadar air pada sampah pasar dikarenakan banyak
mengandung buah dan sayuran yang busuk sehingga banyak mengandung air.
Menurut Indriani (2002), kadar air pada proses pengomposan harus dipertahankan
sekitar 60%. Kadar air yang kurang dari 60% akan menyebabkan aktivitas
mikrorganisme terhambat atau berhenti sama sekali, sedangkan bila lebih dari
60% akan menyebakan kondisi anaerob. Dengan kadar air sebesar 294,2% dan
505,5% maka bahan kompos perlu diangin-anginkan terlebih dahulu sehingga
akan diperoleh kondisi optimum, kadar air 60% dicirikan dengan bahan terasa
basah bila diremas tetapi air tidak menetes. Untuk bahan awal jerami, nilai
24
kadarair jauh lebih kecil dari sampah pasar yaitu sebesar 22.035% dan
22.035%.Nilai ini tidak memenuhi standar kondisi pengomposan yang ideal
sebesar 60%. Untuk itu, pada penelitian ini penambahan bahan campuran kotoran
sapi segar dan penyiraman dapat memenuhi kebutuhan kadar air ideal dan
menjaga kelembaban selama proses pengomposan.
Proses Pengomposan
Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap pertama perombakan bahan organik (tahap aktif) dan tahap kedua
merupakan tahap pematangan kompos. Pada tahap pertama, mikroorganisme hadir
dalam bahan kompos secara cepat dan menyebabkan suhu tumpukan kompos akan
meningkat dengan cepat, hal ini dikarenakan terjadinya penguraian bahan organik
yang sangat aktif selama tahap-tahap awal proses pengomposan, dimana oksigen
dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba untuk mendekomposisi bahan kompos menjadi CO2, uap air dan panas
A B C D
60
50
40
suhu (0C)
30
20
10
0
2 3 4 8 12 16 20 22 27
waktu (hari)
uap air. Panas yang ditimbulkan akan tersimpan dalam tumpukan, sementara
26
KarakteristikKompos
Selama proses pengomposan terjadi penyusutan volume maupun biomassa
bahan. Setelah proses pengomposan, berat bahan yang dikomposkan mengalami
penyusutan yang berarti kompos telah matang. Kompos yang dihasilkan adalah
kompos yang lolos pada ayakan 2 dan 4 mm, sedangkan yang tertinggal
merupakan sisa bahan yang tidak terkomposkan misalnya plastik, akar dari
27
sampah sayur, dan sisa kotoran sapi serta jerami atau sampah kota yang tidak
terdekomposisi. Berat bahan yang hilang adalah gas-gas hasil penguraian oleh
mikroba yang terbuang ke udara, misalnya amonia dan uap air sehingga
menyebabkan berat bahan akhir menjadi berkurang.
Terlihat bahwa penyusutan bahan kompos terbesar terjadi pada kompos
dengan bahan awal sampah pasar yaitu kompos D dan kompos Bdan penyusutan
bahan kompos terkecil pada komposA dan kompos C (Tabel 6). Hal ini,
dikarenakan bahan kompos jerami memiliki rasio C/N yang tinggi dan kandungan
selulosa serta lignin yang tinggi. Bahan organik yang mempunyai rasio C/N
tinggi, menyebabkan mikroba akan kekurangan nitrogen sebagai sumber makanan
sehingga proses dekomposisinya akan berjalan lambat, sebaliknya jika rasio C/N
rendah maka akan kehilangan nitrogen karena penguapan selama proses
perombakan berlangsung (Isroi, 2004). Selanjutnya menurut Nuraini (2009)
semakin tinggi kandungan selulose dan lignin bahan dasar kompos, maka semakin
besar nilai C/N rasionya sehingga akan semakin sulit didekomposisi. Sebaliknya
semakin rendah kandungan selulose dan lignin maka semakin mudah
didekomposisi, sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung semakin cepat.
Tingginya penyusutan pada kompos sampah pasar dikarenakan bahan yang
terkandung didalamnya memiliki kadar air yang tinggi seperti sayuran dan buah-
buahan.
Kompos BKM bahan Berat kompos BKM Berat yang Penyusutan KA kompos
kompos (Kg) yang terbentuk Kompos yang tidak menjadi bahan (%) setelah di
(Kg) terbentuk kompos (Kg) ayak (%)
(Kg)
A 70 57.5 31.08 0 44.40 85
C 70 65 28.26 0 40.37 130.13
B 70 60.5 38.29 1.7 54.70 58.12
D 70 65 48.50 2.5 69.29 34.18
energi. Proses dekomposisi secara umum dapat dituliskan dalam reaksi berikut ini
(Gaur, 1980):
ெ
Bahan organik ௦௦ + CO2 + H2O + Humus + Hara
isi rendah dan kadar air tinggi sehingga akan meningkatkan kelembaban tanah dan
menstabilkan temperatur serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme di dalam
tanah.
Kandungan C-organik kompos tergolong tinggi yaitu berurutan 28.7 %
(kompos C), 27.7 % (kompos A), 26 % (kompos B), dan 25.7 % (kompos D)
(Table 8).Tingginya nilai C-organik pada semua kompos, disebabkan karena
adanya pengaruh dari kandungan C-organik dari bahan awal kompos yang tinggi
yaitu 47.24%pada jerami dan 30.78% pada sampah pasar.
Kadar unsur hara makro N, P, K dan Mg pada kompos C dan D lebih
rendah dibandingkan dengan kompos A dan B. Akan tetapi nilai kandungan hara
makro Ca pada kompos C dan kompos D lebih tinggi dari pada kompos A dan
kompos B yaitu sebesar 1,16% dan 3,16% (Tabel 8). Tingginya kandungan hara
Ca dan Mg tersebut disebabkan karena adanya pengaruh perbedaan pemberian
dosis dolomit pada kompos C dan D yaitu sebesar 10% (7 kg) sedangkan kompos
A dan B yang hanya sebesar 5% (3,5 kg).
A 27.7 0.61 0.49 0.57 0.67 0.49 137 26.0 64.25 108.5
B 26.0 0.78 0.51 0.58 1.25 0.53 139 33.5 56.25 84.75
N, P dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos sehingga dapat digunakan sebagai
sumber unsur hara bagi tumbuhan dan memperbaiki struktur tanah menjadi lebih
baik (Setiawan, 2002).Demikian pula kandungan Ndipengaruhi oleh kandungan
N-total bahan dasar kompos yang cukup tinggi yaitu jerami sebesar 1,08% dan
sampah kota sebesar 1,95 %. Jumlah N total tergantung pada jumlah dan jenis
bahan organik. Semakin tinggi kadar N bahan organic,maka akan semakin mudah
mengalami dekomposisi, dan menghasilkan kadar N-total kompos yang semakin
tinggi pula.Menurut Nuraini (2009) bahan organik yang mengalami dekomposisi
menghasilkan nitrogen, sehingga kadar N-total kompos meningkat.
160
Kadar hara mikro (ppm)
140
120
100
80
60
40
20
0
A C B D
Fe Cu Mn Zn
Kadar hara mikro Cu terendah dan lebih rendah dibandingkan dengan hara
Fe, Mn dan Zn yang terkandung didalam kompos (Gambar 3).Hal ini dikarenakan
rendahnya kandungan hara Cu bahan awal kompos jerami padi dan sampah pasar
dibandingkan dengan hara mikro lainnya (Tabel Lampiran 1).Kompos A dan B
mempunyai kandungan hara Fe, Cu dan Mn yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kompos C dan D.Hal ini diduga karena adanya interaksi antara dolomit
dengan bahan organik kompos. Perbedaan pemberian dosis dolomit yang lebih
tinggi menyebabkan kelarutan Cu, Fe dan Mn yang terekstrak lebih rendah.
Dalam hal ini, kompos C dan D dengan pemberian dosis dolomit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kompos A dan B.
31
Nilai kadar air semua jenis Soil Conditioner telah memenuhi standar persyaratan
teknis pembenah tanah menurut SNI (BSN, 2004) sebesar ≤ 35% dengan kisaran
ideal untuk pembenah tanah berbentuk granul 4 -12 % dan berbentuk curah 13 –
20%.
Kandungan unsur hara makroC, N, P, K, Ca, dan Mgpada Soil Conditioner
B lebih tinggi dari Soil Conditioner A, C dan D. Begitu pula kandungan hara
mikro Fe, Cu dan Zn kecuali hara Mn pada Soil Conditioner B lebih tinggi
dibandingkan dengan Soil Conditioner yang lain (Tabel 10). Hal ini diduga karena
adanya pengaruh kandungan hara makro dan mikro kompos yang digunakan pada
formulasi B paling tinggi dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya (Tabel
8).Soil Conditioner D memiliki kandungan unsur hara makro terendah
dibandingkan Soil Conditioner yang lain yaitu pada hara C, P, K, Ca dan Mg.
Perbedaan kandungan hara pada kompos (Tabel 8) dengan Soil
Conditioner (Tabel 10) disebabkan adanya pengaruh pengkayaan berupa biochar
dan ekstraksi kotoran kambing.Perubahan paling besar terjadi pada kandungan
hara makro N-total dan Ca. Pada kompos, kandungan N-total rata-rata berkisar
antara 0,49-0.54 % sedangkan pada Soil Conditioner berkisar antara 1,12-1,33 %.
Tingginya kandungan N-total pada Soil Conditioner dikarenakan pengkayaan
berupa ekstraksi kotoran kambing yang menyumbangkan hara makro N dalam
jumlah yang besar (Tabel lampiran 3).Peningkatan kandungan hara makro Ca
pada Soil Conditionerterjadi karena adanya pengkayaan berupa biochar. Biochar
menyumbangkan hara Ca sebesar 3,79% (Tabel lampiran 3) sehingga
meningkatkan kandungan hara Ca pada Soil Conditioner.
Jumlah total fungi pada Soil Conditioner A lebih banyak Soil Conditioner
lain yaitu 9.3 x 106 koloni.Untuk total bakteri, pada Soil Conditioner D lebih
banyak jumlah koloninya yaitu 5.05 x 1011 koloni. Tingginya jumlah total bakteri
pada Soil Conditioner D dan total fungi pada perlakuan A diduga karena adanya
pengaruh dari bahan awal formulasi yang berupa sampah kota dan jerami. Jerami
merupakan bahan berlignin tinggi dan fungi aktif sebagai agen dekomposisi
lignin.Menurut Alexander (1977) fungi terutama berperan pada awal dekomposisi
serasah dan sebagai agen dekomposisi lignin yang dihasilkan.Perbedaan jumlah
koloni total fungi dan total bakteri antara Soil Conditioner dengan kompos
dikarenakan pengkayaan berupa ekstraksi kotoran kambing yang diberikan pada
formulasi Soil Conditioner sehingga meningkatkan jumlah koloni total fungi dan
total bakteri.
Kesimpulan
Saran
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk melihat pengaruh Soil
Conditionter dalam memperbaiki kualitas tanah, pertumbuhan dan produksi
tanaman.
36
DAFTAR PUSTAKA
Amin, S. 2000. Penelitian berbagai jenis kayu limbah pengolahan untuk pemilihan
bahan baku briket arang. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol 2 (1):
41-46.
Dalzell, H.W., A.J. Biddlestone, K.R. Gray dan K. Thurairajan. 1991. Produksi
dan Penggunaan Kompos pada Lingkungan Tropis dan Subtropis. Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta.
37
Indrasari, A., dan S. Abdul. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsure
mikro terhadap pertumbuhan jagung pada ultisol yang dikapur.Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan, Vol. 6 (2): 116-123
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian. IPB.
Sudirja, R. 2007. Standar mutu pupuk organik dan pembenah tanah( Modul
perlatihan pembuatan kompos). Departemen tenaga kerja dan transmigrasi
republik Indonesia; Balai besar pengembangan dan perluasan kerja.
Lembang
Suhardjo, H., M. Supartini, dan U. Kurnia. 1993. Bahan organik tanah. Dalam
Informasi Penelitian Tanah, Air, Pupuk, dan Lahan. Serial Populer
No.3/PP/SP/1993.Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Suriadikarta, D.A. dan D. Setyorini. 2005. Laporan hasil penelitian standar mutu
pupuk organik. Balai penelitian tanah. Bogor
LAMPIRAN
40
Sampah
294.24 505.5 30.78 1.95 15.78 350 175 765 520
Pasar
Karakterisasi
Sampel
C% N% P% K ppm Ca % Mg % SiO2
Kotoran
0.01 21,84 0.02 621.5 - - -
Kambing
Biochar 17.93 - 0.23 0.55 3.79 0.57 24.34