Professional Documents
Culture Documents
PONDOK PESANTREN
Oleh:
MOH. MASBUHIN
Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Lamongan
santriedepresieclub56@gmail.com
Abstract
Islamic boarding school is one of the Islamic educational institutions in Indonesia, the first
and oldest education system since the beginning of the entry of Islam in Indonesia. An
educational process that adheres to the basic values of Islamic teachings, without neglecting
Pancasila which is used as a single ideology in Indonesia. The relationship between religion
and the state is very close. Simplicity and life as it is are the hallmarks of Islamic boarding
schools, the relationship between teacher and students that exceeds the relationship between
children and parents, not just a physical relationship, but a spiritual relationship that
emphasizes ethics, sincerity, and simplicity. Teacher is a source of reference, a place to solve
all affairs and problems, and a place to ask for advice and fatwas. Therefore, in its
development, the mosque was a place of learning (recitation). A life that prioritizes etiquette
and attitude, amid the failure of the education system today. Islamic boarding schools come
by keeping the good old values, and adopting new, better values. Islamic boarding schools
are usually equipped with dormitories which are usually used as residences for students, with
other facilities that are used for daily life. Islamic boarding schools in Indonesia are divided
into two types: First, the salaf. Which reflects simplicity comprehensively. Both modern.
which reflects modernity in the system of teaching methods and physical buildings, so that in
essence the Islamic boarding school has three elements, namely; teacher, students, and
dormitories.
Abstrak
Pondok pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan islam yang ada di Indonesia, system
pendidikan pertama dan tertua sejak awal masuknya islam di Indonesia. Suatu proses
pendidikan yang menganut nilai-nilai dasar ajaran Islam, tanpa mengkesampikan pancasila
yang dijadikan sebagai ideologi tunggal pada Indonesia. Keterkaitan antara agama dan negara
sangatlah erat. Kesederhanaan dan hidup serba apa adanya adalah ciri khas dari pondok
pesantren, hubungan antara kyai dan santri yang melebihi hubungan anak dengan orang tua,
tidak hanya sekedar hubungan fisik saja, tapi hubungan hati (ruhaniyah) yang
mengedepankan etika, keihklasan dan kesederhanaan. Kyai adalah sumber refrensi, tempat
menyelesaikan semua urusan dan masalah, tempat meminta nasihat dan fatwa. Oleh karena
itu, dalam perkembangannya, masjid sebagai salah satu tempat belajar (mengaji). Kehidupan
yang lebih mendahulukan adab dan menjaga sikap, di tengah gagalnya system pendidikan
pada dewasa ini. Pondok pesantren datang dengan menjaga nilai-nilai lama yang baik, dan
mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Pondok pesantren biasanya dilengkapi dengan
asrama yang biasanya dijadikan sebagai tempat tinggal dari santri, dengan fasilitas-fasilitas
yang lain yang di gunakan untuk keberlangsungan hidup sehari-hari. Pondok pesantren yang
ada di indonesia terbagi menjadi dua corak: Pertama salaf. Yang mencerminkan
kesederhanaan secara konprehensif. Kedua modern. yang mencerminkan kemoderenan dalam
system metode pengajaran dan fisik bangunan, sehingga pada hakikatnya pondok pesantren
memiliki tiga unsur yakni; kyai, santri, dan asrama.
12
Nurcholish Madjid. Bilik-bilik pesantren,
sebuah Potret Perjalanan. (Jakarta:
13
Paramadina. 1997). hal 28-29. Ibid. hal 28-29.
Metode pembelajaran kitab guru, kiai, atau ustadz membacakan
kuning merupakan cara yang di dan menjelaskan isi kitab, sementara
tempuh oleh para kyai atau pendidik santri, murid, atau siswa
agar supaya pembelajaran kitab kuning mendengarkan, memberikan makna,
bisa berjalan sesuai dengan apa yang dan menerima.16
sudah diharapkan, dengan melihat
keadaan, dan aspek-aspek yang terjadi, Senada dengan yang
dengan melihat berbagai latar belakang diungkapkan oleh Endang Turmudi
dan macam-macam santri atau peserta bahwa, dalam metode ini kiai hanya
didik. membaca salah satu bagian dari sebuah
bab dalam sebuah kitab,
Macam-macam metode menerjemahkannya ke dalam bahasa
pembelajaran kitab kuning, Menurut Indonesia dan memberikan penjelasan-
Zamakhsyari Dhofier dan Nurclolish penjelasan yang diperlukan.17
Madjid, metode pembelajaran kitab
kuning meliputi, metode sorogan dan Armai mengungkapkan dalam
bandongan. sedangkan Husein bukunya bahwa metode bandongan
Muhammad menambahkan bahwa, adalah, kyai menggunakan bahasa
selain metode wetonan atau daerah setempat, kyai membaca,
bandongan, dan metode sorogan, menerjemahkan, menerangkan kalimat
diterapkan juga metode diskusi demi kalimat kitab yang dipelajarinya,
(munadzarah), metode evaluasi, dan santri secara cermat mengikuti
metode hafalan.14 Berikut beberapa penjelasan yang diberikan oleh kyai
metode pembelajaran yang bisa dengan memberikan catatan-catatan
disebutkan oleh penulis melalui tertentu pada kitabnya masing-masing
pengalaman Nyantri di salah satu dengan kode-kode tertentu sehingga
pondok pesantren salaf; kitabnya disebut kitab jenggot karena
banyaknya catatan yang menyerupai
jenggot seorang kyai.18
Metode Bandongan
Metode Sorogan
Metode pembelajaran ini
biasanya berlangsung satu jalur Metode sorogan adalah
(monolog), yakni kyai membacakan, pengajian yang merupakan permintaan
menerjemahkan, dan kadang- kadang dari seorang atau beberapa orang santri
memberi komentar, sedang santri atau kepada kyainya untuk diajari kitab
peserta didik mendengarkan penuh tertentu, pengajian sorogan biasanya
perhatian sambil mencatat makna hanya diberikan kepada santri-santri
harfiah (sah-sahan)-nya atau makna yang cukup maju, khususnya yang
pegon dan memberikan simbol-simbol berminat hendak menjadi kyai19
I’rob (kedudukan kata dalam struktur
kalimatnya).15 Lebih lanjut Zamakhsyari
Dhofier memaparkan dalam bukunya
Metode bandongan yaitu, cara Metode sorogan adalah, seorang murid
penyampaian kitab dimana seorang mendatangi guru yang akan
membacakan beberapa baris Al- Quran
14
Said Aqil Siradj. Op. cit. hal 280.
16
15
Barizi Ahmad. Pendidikan Integratif: Akar Said Aqil Siradj. Op. cit. hal 281.
17
Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Endang Turmudi. Op. cit. hal 36.
18
Islam. (Malang: UIN Maliki Press 2002). hal Armai Arief. Op. cit. hal 154.
19
65. Nurcholish Madjid. Op. cit. hal 28.
atau kitab-kitab bahasa arab dan Metode diskusi dapat diartikan
menerjemahkan kata demi kata sebagai jalan untuk memecahkan suatu
kedalam bahasa tertentu yang pada permasalahan yang memerlukan
giliranya murid mengulangi dan jawaban alternatif yang dapat
menerjemahkan kata perkata sepersis mendekati kebenaran dalam proses
mungkin seperti apa yang dilakukan belajar mengajar.21
atau yang disampaikan oleh gurunya.20
Selaras dengan hasil penelitian.
Metode Diskusi (munadzarah) Arif Armai dalam bukunya juga
menjelaskan mengenai tentang
Kata lain dari metode diskusi gambaran dari metode diskusi. Ialah,
adalah, musyawarah. Dimana di antara Didalam forum diskusi atau
para santri ada salah satu dari mereka munadharah ini, para santri. Mulai
yang bertugas untuk membacakan satu santri pada jenjang menengah,
jenis kitab, atau satu fan ilmu, membahas atau mendiskusikan suatu
kemudian menjelaskannya secara kasus dalam kehidupan masyarakat
gamblang, santri yang lain bertugas sehari-hari (waqi’iyah) untuk
mendengarkan sambil melihat atau kemudian dicari pemecahannya secara
menyimak kitab yang sudah dibacakan fiqh (yurisprudensi Islam). Dan pada
tadi. Makna pegon, penjelasan, dan dasarnya para santri tidak hanya
keterangan. Apakah sudah sama belajar memetakan dan memecahkan
seperti yang sudah disampaikan oleh suatu permasalahan hukum namun di
ustadz atau tidak. Sedangkan ustadz dalam forum tersebut para santri juga
hanya bertugas untuk mengawasi saja, belajar berdemokrasi dengan
sambil melihat perkembangan para menghargai pluralitas pendapat yang
santri atau peserta didik dalam muncul dalam forum.22
penguasaan materi yang sudah
diajarkan. Jika ada yang melenceng Metode Hafalan
dari pembahasan, seorang ustadz baru
angkat bicara untuk meluruskan. Suatu teknik yang
Lantas kemudian diakhir forum ada dipergunakan oleh seorang pendidik
istilah diskusi, membicarakan dengan menyerukan anak didiknya
keterangan yang ada didalam kitab, untuk menghafalkan sejumlah kata-
dengan membenturkan penjelasan isi kata (mufrodad), atau kalimat-kalimat
kitab tadi dengan kejadian-kejadian maupun kaidah-kaidah. Tujuan teknik
sekarang yang sedang terjadi. Santri ini adalah agar anak didik mampu
yang lain juga dengan seksama mengingat pelajaran yang diketahui
mengikuti diskusi yang sedang serta melatih daya kognisinya, ingatan
berlangsung dengan ikut serta dan fantasinya.23 Dalam dunia
menjawab permasalahan-permasalahan pesantren biasanya seorang santri di
tadi dengan argument mereka masing- suruh oleh guru atau ustadznya untuk
masing yang diambil dari kitab syarah mengahfalkan pelajaran-pelajaran
atau kitab yang lebih panjang lebar tertentu, seperti halnya hadits pilihan,
penjelasannya. rumus suatu ilmu, qo’idah dan nadzam
21
Armai Arief. Op. cit. hal 149.
22
Ibid. hal. 148-149
20
Dhofier Zamakhsyari. Tradisi Pesantren, 23
Abdul Mujib dan Muhaimin. Pemikiran
studi tentang pandangan hidup kyai. (Jakarta: Pendidikan Islam. (Bandung: Trigenda Karya.
LP3ES. 1994). hal 28. 1993). hal 276.
yang akan diajarkan. Dan dibawah kuning, metode yang tetap dilestarikan
pengawasan guru secara langsung. dari masa kemasa dalam khazanah
keilmuan pondok pesantren. Di
Metode Ceramah antaranya adalah; Metode bandongan,
sorogan, diskusi, hafalan, dan
Metode ceramah adalah
ceramah, serta masih banyak lagi
penerangan atau penuturan secara
metode-metode yang lain yang tidak
lisanoleh guru terhadap kelas.24
bisa di sebutkan satu persatu oleh
Metode inilah yang sering digunakan
penulis. Dan pastinya setiap pondok
dalam pesantren, dimana seorang guru
pesantren mempunyai metode khusus
menjelaskan materi secara jelas,
yang di jadikan sebagai ciri khas dari
sedangkan santri mendengarkan secara
setiap pondok pesantren dalam
khusyu’.
keberlangsungan pembelajarannnya.
Menurut Nana Sudjana, metode
ceramah ini wajar digunakan apabila
guru ingin mengajarkan topik baru,
tidak ada sumber bahan pelajaran pada
siswa, dan menghadapi sejumlah siswa
yang cukup banyak.25
Kesimpulan