Professional Documents
Culture Documents
2, Oktober 2017
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Hadiyatno
FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Email : blancoart.corp@gmail.com
Abstract : Speaking or discussing art and the development of art, or also about the
limitations of art and art, may be very difficult and difficult. We try to start by discussing
the boundaries of art, because art is not a dead object like a stone, then art will always be
difficult to be limited, because the art movement together with the development of time is
very dynamic, always changing and always on the way. Then came the question. How
about misunderstanding in interpreting art and also talking about different artistic tastes,
whether it applies to artists, as well as to its responders? Writing this journal is not
without reason if it should be written by the author. Given the prevailing understanding
and tastes of art between artists and their responders, it is often an everlasting debate of
all time. This is the elusive and complex art world, on the one hand in the essence of art
that always seeks beauty, on the other hand the values of originality, subjectivity and
taste are always at odds with each other in response, in this case later, raising
misunderstandings in art and taste. Art is not about right and wrong, but it's about
approaching to get beautiful and less beautiful answers, that's all! simple and
uncomplicated it seems.
Abstrak : Berbicara atau membahas tentang seni dan perkembangan seni, atau juga
menyangkut batasan batasan dalam seni dan berkesenian, barangkali sangatlah sukar dan
menyulitkan. Kita mencoba memulai dengan membahas tentang batasan seni, karena seni
bukanlah benda mati seperti halnya batu, maka seni akan selalu sulit untuk dibatasi, sebab
seni itu pergerakan bersama perkembangan waktu sangatlah dinamis, selalu berubah-ubah
dan selalu menuju perkembangan. Kemudian munculah pertanyaan. Bagaimana
menyangkut kesalahpahaman dalam menafsirkan seni dan juga berbicara mengenai selera
seni yang berbeda, baik itu berlaku untuk seniman, begitu juga untuk penanggapnya?
Penulisan jurnal ini bukan tanpa alasan kalau harus ditulis oleh penulis. Mengingat
kesalapahaman dan selera seni yang berlaku antara seniman maupun penanggapnya,
seringkali menjadi pedebatan yang abadi sepanjang masa. Inilah sukar dan rumitnya
dunia seni, di satu sisi dalam hakikat seni yang selalu mencari keindahan, di sisi lain
nilai-nilai originalitas, subjektivitas dan selera selalu berseberangan satu dengan lainnya
dalam tanggapan, dalam hal ini kemudian, memunculkan kesalahpahaman dalam seni dan
selera. Seni tidaklah menyoal tentang salah dan benar, tetapi menyangkut pendekatan
untuk mendapatkan jawaban indah dan kurang indah, itu saja ! sederhana dan tidak rumit
sepertinya.
196
Selera Seni dan Kesalahpahaman Seni (Hadiyatno) 197
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
198 Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.2, No.2, Oktober 2017 : 196-207
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Selera Seni dan Kesalahpahaman Seni (Hadiyatno) 199
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
200 Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.2, No.2, Oktober 2017 : 196-207
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Selera Seni dan Kesalahpahaman Seni (Hadiyatno) 201
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
202 Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.2, No.2, Oktober 2017 : 196-207
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Selera Seni dan Kesalahpahaman Seni (Hadiyatno) 203
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
204 Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.2, No.2, Oktober 2017 : 196-207
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Selera Seni dan Kesalahpahaman Seni (Hadiyatno) 205
hidup ini. Begitu juga bakat bawaan berpengetahuan tinggi dalam seni ini
seseorang. Inilah yang dapat menguraikan secara rasional
membentuknya bertemperamen mengapa sebuah karya bersifat
tertentu pula. Temperamen inilah demikian dan yang lain bersifat
yang menentukan adanya selera seni. begitu. Soal aliran seni adalah soal
Ada orang yang tidak pemahaman dan kecenderungan
menyukai segala macam sikap dan waktu ini. Dan ini bukan soal selera
bentuk kekasaran dalam hidup ini. seni. Dalam selera seni orang tak
Dalam memilih pengalaman seninya, dapat menjelaskan mengapa ia tidak
orang demikian ini akan lebih begitu menyukai kelembutan dalam
memilih karya seni yang tidak karya seni aliran apa pun.
mengandung kekasaran. Ada orang Dalam hal ini berlaku hukum
yang lebih menyukai kelembutan, berikut: selera tak dapat
keseleraan, kelambanan dalam hidup diperdebatkan. Mengapa? Karena
ini. Maka, pilihan karya seni yang masing-masing kita, baik seniman
lebih disukainya adalah yang maupun penanggap seni, memang
mengandung berbagai kualitas memiliki selera yang berbeda-beda.
tersebut. Ia lebih menyukai kualitas Dan perbedaan selera ini disebabkan
tertentu dalam seni, tetapi tidak oleh perbedaan tempramen. Dan
secara absolut menolak dan tidak perbedaan tempramen individual ini
menghargai kualitas yang lain, kalau disebabkan oleh pengalaman hidup
memang benar-benar karya seni yang yang berbeda dan bakat bawaan yang
tak sesuai dengan seleranya itu berbeda. Ada yang berbakat motoris,
benar-benar baik. Inilah yang disebut ada yang berbakat rasional, ada yang
‘berselera baik’. berbakat emosional.
Orang yang berselera seni Tetapi, perbedaan tempramen
baik dan tinggi dapat menghargai ini tidak mengurangi seseorang
nilai-nilai seni yang berkenan dengan untuk meningkatkan pengetahuan
seleranya sendiri, karena dia seorang seninya sehingga mampu
relatifis yang punya pengetahuan mengapresiasi berbagai aliran seni
tinggi terhadap seni. Mereka yang lain, mampu menghargai mutu seni
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
206 Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.2, No.2, Oktober 2017 : 196-207
Van Gogh di satu pihak dan mampu berselera seni buruk, meskipun
menghargai mutu seni Pablo Picasso sebenarnya mereka amat cerdas.
di pihak lain. Hanya saja pilihan Justru kecerdasan mereka inilah yang
seninya pada Van Gogh lebih mengakibatkan tingginya
menjurus pada segala yang pertimbangan rasionalitas mereka
mengandung kekerasan hidup. dalam seni. Kalau hanya perbedaan
Sementara itu, pilihannya pada karya cara pandang seni, seharusnya
Pablo Picasso juga hanya yang mereka juga dapat mengambil nilai
mengandung kekerasan hidup dan pengalaman seni dari cara pandang
kurang pada yang mengandung seni yang lain yang pernah ada.
kelembutan. Kalau ini dilakukan, maka mereka
Selera seni yang jelek termasuk punya selera seni yang
terdapat dalam sikap fanatisme yang baik.
bersikukuh pada rasionalisasi seni
tertentu (cara pandang seni atau apa KESIMPULAN
yang baginya disebut seni) ataupun Pengalaman seni dapat
pada tempramen tertentu. ‘Pokoknya, berbeda terhadap penghayatan
kalau bukan seni jenisnya Van Gogh, sebuah karya seni yang sama? Ini
saya tak suka’. Semua karya seni karena semua karena setiap orang
yang berada di luar seleranya memiliki kepentingan pribadi yang
dikatakan jelek dan bukan seni. berbeda-beda. Seni memang soal
Selera seni tertutup semacam nilai, yaitu nlai estetika, nilai sesuatu
ini juga sering menghinggapi kaum yang disebut `bagus` atau `indah`.
terpelajar seni kita. Ada semacam Sesuatu yang mendatangkan
dugaan bahwa setiap yang mutakhir kepuasan bathin. Membuat penerima
dari produk seni Barat dianggap karya seni dalam keadaan rohani
mewakili apresiasi seni yang tinggi. yang seimbang, tenang, larut dalam
Secara otomatis pandangan semacam suatu pengalaman seni. Terjadi suatu
ini menilai jelek jenis karya seni peristiwa `unio mistika`. Antara
yang bukan mutakhir. Pada dasarnya penanggap seni dan benda seni.
mereka ini termasuk kategori kaum Meleburnya penanggap seni dengan
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387
Selera Seni dan Kesalahpahaman Seni (Hadiyatno) 207
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan Budiman. (1989).
Pendidikan Seni Rupa.
Bandung : Ganeca Exact.
Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat
Seni. Bandung: ITB.
Pusat Bahasa Departemen
Pendidiksaan Nasional.
(1991). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
c-ISSN : 2503-4626
e-ISSN : 2528-2387