Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Geopark development is one of the national priority programs currently being intensified by
the government at both the central and regional levels. There are three pillars of geopark
development, namely conservation, economy (tourism), and education, that form the basis for
sustainable regional development. This research focuses on institutional development and financing
with case studies in Indonesia. Methods used in this research include literature study, online surveys
to the Geopark Management Agency in Indonesia, and focus group discussions with experts and the
central and regional governments. A content analysis was carried out with a descriptive approach
to formulate alternative strategies for institutional development and financing in Indonesia. Results
of this research show that institutions are the key to achieving independent, professional, and
sustainable governance. In terms of financing, the Geopark management agency needs to be
proactive in increasing alternative sources of financing such as innovation in geoproducts and
geoservices, opportunities for collaboration with the private sector and the community, grant and
loan, geo-sites assets management and others.
Keywords: financing, geopark, governance, Indonesia, management
ABSTRAK
Pengembangan Geopark merupakan salah satu program prioritas nasional yang saat ini
digencarkan oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Terdapat tiga pilar pengembangan
geopark yang meliputi konservasi, ekonomi (pariwisata), dan edukasi. Ketiga pilar ini menjadi dasar
dalam pengembangan wilayah yang berkelanjutan. Riset ini fokus pada pengembangan kelembagaan
dan pembiayaan dengan studi kasus di Indonesia. Metode yang dilakukan dalam riset ini antara lain
studi literatur, survei daring pada Badan Pengelola Geopark di Indonesia dan focus group discussion
dengan pakar dan pemerintah baik di pusat dan di daerah. Analisis konten dengan pendekatan
deskriptif dilakukan untuk dapat merumuskan alternatif strategi pengembangan kelembagaan dan
pembiayaan di Indonesia. Hasil riset ini menunjukkan bahwa kelembagaan merupakan kunci dalam
mewujudkan tata kelola yang mandiri, profesional, dan berkelanjutan. Dari sisi pembiayaan, badan
pengelola perlu proaktif dalam meningkatkan sumber pembiayaan alternatif seperti inovasi dalam
geoproduk dan geoservis, hibah dan pinjaman, manajemen aset situs geografis, peluang kerja sama
baik dengan swasta dan masyarakat, dan lain sebagainya.
Kata kunci: geopark, Indonesia, kelembagaan, pembiayaan, pengelolaan
102
Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan)
Juni 2022, 6 (2): 102-122
Badan Pengelola di antaranya SDM (Sumber Analisis dalam kajian ini dilakukan
Daya Manusia) pengelola, mekanisme kerja melalui analisis konten (gap analysis) dengan
sama, karakteristik pemasukan dan pengeluaran. literatur yang telah dikumpulkan baik di dalam
Selain itu, pengumpulan data juga dan luar negeri terkait tata kelola geopark.
dilakukan melalui focus group discussion Kemudian dikaitkan dengan hasil FGD dan
(FGD) yang dilakukan sebanyak dua kali survei daring, sehingga dapat dirumuskan
dengan mengundang beberapa pakar dan Badan strategi alternatif bentuk kelembagaan dan
Pengelola Geopark di seluruh Indonesia. FGD pembiayaan geopark di Indonesia.
pertama bertujuan untuk memetakan isu dan Analisis gap menurut Ahmadi et al.
tantangan terkait kelembagaan geopark di (2020) merupakan sebuah upaya dalam
Indonesia dengan narasumber antara lain Badan mengevaluasi efektivitas sebuah rangkaian
Pengelola (BP) Geopark Merangin dan Batur. proses, jaringan, atau desain, sehingga dapat
Sedangkan FGD kedua fokus pada tantangan meningkatkan kualitasnya di masa mendatang.
dan strategi pembiayaan dalam pengelolaan Dalam analisis gap ini dapat dilihat kondisi
Geopark Belitung, Rinjani dan Langkawi. kelembagaan saat ini yang ada di Indonesia
Focus Group Discussion ini merupakan sebuah dengan kelembagaan yang diterapkan di negara
pendekatan dalam pengumpulan data yang lain. Tabel 1 memberikan gambaran tentang
banyak digunakan dalam analisis kualitatif perubahan dalam pendekatan pengembangan
dengan tujuan untuk menggali informasi dari Geopark klasik berubah menjadi pendekatan
beberapa partisipan dalam satu waktu (Moser & baru yang perlu diakomodir dalam
Korstjens, 2018; O. Nyumba et al., 2018). pengembangan Geopark ke depan.
2 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengembangan Gubernur, dan Bupati/Wali Kota dalam
Geopark sebagai Destinasi Pariwisata dan melaksanakan pembinaan dan pengawasan
Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas pengembangan Geopark. Pembinaan
Nomor 15 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi dilaksanakan melalui sosialisasi, advokasi,
Nasional Pengembangan Geopark dengan bimbingan teknis, pelatihan, promosi, dan
mengintegrasikan SDGs/TPB. penguatan jejaring Geopark. Pengawasan
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019 dilaksanakan melalui pemantauan dan evaluasi
juga telah mengamanatkan pembentukan terhadap pengembangan Geopark.
Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI) Dalam rangka pengembangan Geopark,
sebagai penyempurnaan kerangka kelembagaan Pemerintah Daerah perlu menetapkan Pengelola
di pusat dengan susunan organisasi terdiri atas: Geopark yang penetapannya dilakukan oleh
Dewan Pengarah; Dewan Pakar; dan Tim Bupati/Wali Kota, apabila kawasan Geopark
Pelaksana. Dewan Pengarah KNGI diketuai oleh berada di satu wilayah kabupaten/kota; atau
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Gubernur, apabila kawasan Geopark berada di
Investasi, dan Menteri PPN/ Kepala Bappenas wilayah lintas kabupaten/kota dalam 1 (satu)
sebagai Sekretaris Dewan Pengarah [Gambar 1]. provinsi. Dalam hal kawasan Geopark berada di
Sedangkan di daerah dibentuk Badan Pengelola wilayah lintas provinsi, Pengelola Geopark
Geopark. ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara
Komite Nasional Geopark Indonesia Gubernur terkait.
membantu menteri/kepala lembaga terkait,
Terkait tata kelola Geopark saat ini telah dalam geopark, diperlukan SDM yang memiliki
dilakukan survei daring dalam mengetahui kemampuan jangkauan pandang yang luas,
karakteristik pengelolaan geopark di daerah sehingga program-program dan rencana aksi
antara lain meliputi SDM, pengelolaan geopark dapat bersinergi dan memberikan
anggaran, kemitraan. Ketersediaan SDM dampak yang optimal. Sedangkan pada fungsi
merupakan salah satu syarat utama agar yang sifatnya lebih lokal pada situs geografis,
percepatan pengembangan geopark dapat diperlukan SDM yang memiliki pengalaman,
terlaksana. Kriteria SDM ini disesuaikan dengan kemampuan, dan pengetahuan akan
kebutuhan dan karakteristik dari fungsi yang karakteristik dari situs geografis (geosite)
ditempati. Pada fungsi perencanaan yang tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
sifatnya mengoordinasikan dan implementasi program dan identifikasi
mengintegrasikan seluruh kegiatan yang ada di kebutuhan berjalan secara tepat sasaran.
Bagian ini akan memaparkan kondisi diperlukannya sistem pengelolaan yang jelas
kelembagaan saat ini di antaranya, Pertama, atau aturan jabatan yang bukan berbasis
SDM untuk Badan Pengelola Geopark sukarela, mengingat sukarelawan daerah tidak
mayoritas ASN, sedangkan pada pengelola menjamin terwujudnya manajemen yang
geosite (situs geografis) mayoritas pengelola profesional pada level Badan Pengelola,
yang sukarelawan berasal dari masyarakat sedangkan pada pengelola geosite tentunya
[Gambar 2]. Hasil FGD 1 menunjukkan keterlibatan masyarakat ini jelas diperlukan.
Gambar 2. Mayoritas komposisi profesi anggota Badan Pengelola Geopark dan Geosite
Sumber : Hasil Analisis, 2021.
Kedua, profesionalitas BP Geopark juga belum optimal. Hal ini menunjukkan pentingnya
dapat terlihat dari masih minimnya kelengkapan pengelolaan yang profesional baik dari sisi
administrasi yang dapat dipenuhi oleh BP manajemen, pelibatan masyarakat lokal dan
Geopark. Gambar 3 menunjukkan bahwa kelembagaan (Ahmadi et al., 2020) dalam
meskipun sebagian besar BP Geopark telah mendorong percepatan pengembangan Geopark
memiliki rencana kerja tahunan, namun di daerah.
kelengkapan yang lain seperti laporan capaian
berkala dan target perjanjian kinerja masih
Faktor SDM (Sumber Daya Manusia) Lembaga di bawah Kabupaten atau Provinsi.
tidak akan terlepas dari tata kelola yang Beberapa contoh pengelolaan Pokdarwis di
profesional. Dilihat dari bentuk organisasi antaranya situs geografis Gunung Apipurba
pengelola ada dua bentuk yang dominan, yaitu Nglanggeran, Geopark Meratus, Nam Salu
Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) dan Geosite, dan Belitung. Sedangkan pengelolaan
yang berada di bawah pengawasan pemerintah pun perlu ditetapkan pada kerangka tata kelola
daerah di antaranya Geopark Natuna, Geopark yang berkelanjutan, mengingat saat ini masih
Nasional Ranah Minang Silokek, Geopark banyak SDM atau staf yang bekerja secara
Nasional Tambora NTB, Geopark Raja Ampat, sukarela, sehingga diragukan keberlanjutannya.
dan lain lain. Berbagai bentuk organisasi ini Meskipun banyak program yang berhasil
perlu dipastikan tetap berada di bawah dijalankan dengan motivasi kepedulian namun
pengawasan pemerintah daerah terkait. banyak pihak meragukan program tersebut
Meskipun bentuk pengelolaan dapat beragam dapat berlangsung pada jangka panjang karena
dan kasuistik, namun tetap diperlukan pengelola tidak adanya insentif yang jelas seperti gaji atau
yang profesional dan kredibel serta memiliki jabatan yang tetap (Hasil FGD 1, 2021).
kapasitas yang mumpuni. Beberapa tantangan lain yang juga
Ketiga, kemitraan lintas sektor dimana dihadapi dalam proses kemitraan ini di
untuk kemitraan dengan non pemerintah, yaitu antaranya, yaitu : lahan yang masih menjadi
badan usaha, ada sekitar satu hingga tiga milik masyarakat dan tidak berkenan untuk
kegiatan per tahun di antaranya, yaitu Bank dihibahkan guna pembangunan beberapa
Indonesia dalam event Festival Rinjani, PT. fasilitas umum; kewenangan dalam pengelolaan
Amman Mineral dalam peringatan hari aset; proses birokrasi terutama dalam menjalin
kebencanaan internasional, PT TOBA TENUN MoU (Memorandum of Understanding) dan
dalam revitalisasi pewarnaan alami Ulos sebagai PKS (Perjanjian Kerja Sama) sebelum
unsur culture diversity Toba Caldera UGG, pelaksanaan kerja sama kemitraan; dan
SKK-K3S Migas dalam bantuan fasilitas umum kesadaran masyarakat tentang keberadaan
di situs-situs geografis, PT. Gag Nikel dalam kawasan Geopark belum terlalu dirasakan.
pembuatan Buku Geopark Raja Ampat, PT Selain itu kondisi medan yang cukup sulit dan
Timah Tbk. dalam dukungan untuk kurang memadainya akses menuju kawasan
pengembangan sekolah alam, PT MCM dalam tersebut masih menjadi tantangan tersendiri.
pelatihan reklamasi pasca tambang. Bentuk Ditambah lagi potensi tumpang tindih yang
kemitraan tersebut sebagian besar adalah cukup besar dalam hal pengelolaan 3A (Atraksi,
tanggung jawab sosial perusahaan atau Amenitas dan Aksesibilitas), wilayah operasi
Corporate Social Responsibility (CSR) yang dan pembiayaan serta regulasi.
bersifat jangka pendek, belum bersifat kerja Keempat, lemahnya pembiayaan dapat
sama jangka panjang dengan program yang mengakibatkan pengelolaan Geopark tidak
lebih besar (Apriliani et al., 2019; Bangun & dapat berjalan optimal. Sumber pemasukan saat
Junita, 2020; Ginting & Sasmita, 2018; ini sebagian besar bersumber dari APBD, APBN
Nasution, 2019). dan CSR dengan rata-rata pemasukan mayoritas
Sedangkan kemitraan dengan masyarakat seratus juta rupiah per tahun (Hasil survei
paling banyak dilakukan dengan Pokdarwis, daring, 2021). Minimnya anggaran ini
Karang Taruna dan Koperasi dengan kegiatan menyebabkan sulitnya pengelolaan dilakukan,
seperti UMKM Sri Coffee tentang karena tidak adanya pos anggaran pemasukan
pengembangan geoproduk, Pokdarwis Jagaranta rutin bagi pengelolaan Geopark saat ini. Oleh
tentang pengembangan geowisata, Koperasi karena itu, sebagian besar pengelola berusaha
Lingkar Rinjani tentang pengembangan mencari dana CSR melalui berbagai perusahaan
Geoproduct Bee Farm (kerja sama budidaya dan bank seperti PT Toba Tenun, Pelindo, PT
ternak madu trigona), The International Nature Timah, Pertamina, Bank Indonesia, dan lain
Loving Association (INLA) (kerja sama lain.
pelestarian lingkungan hidup), Kelompok Sadar Hasil survei daring juga menunjukkan,
Wisata Huta Tinggi untuk Pengelolaan Home dalam hal pengeluaran, rata-rata pada kisaran
Stay di situs geografis Huta Tinggi Sidihoni, dan kurang dari 1 milyar per tahun untuk kegiatan
lain sebagainya. Kemitraan dengan masyarakat promosi, sosialisasi, pelatihan dan
baku bagi pengelolaan Geopark. Selain itu, (Canesin et al., 2020) dimana masyarakat lokal
keefektifan pengelolaan tentu tidak terlepas dari memiliki, mengelola dan mengendalikan secara
struktur pengelolaan yang berjalan. Saat ini substansial kegiatan pariwisata dan proporsi
struktur yang ada dinilai masih kurang efektif keuntungan yang besar tetap ada di masyarakat
sehingga perlu dikaji struktur badan pengelola (Hindersah et al., 2017).
yang lebih simpel serta SOP mekanisme kerja Kelembagaan pengelolaan Geopark di
yang jelas dan terukur. beberapa daerah pada tataran pelaksanaan masih
sangat bergantung pada perangkat pemerintah
4. Geopark Batur daerah. Sebagai contoh, seringkali staf Badan
Saat ini Geopark Batur berupaya Pengelola didominasi oleh para birokrat ASN di
mengembangkan strategi kemitraan yang lebih daerah. Demikian juga dalam hal operasional
jelas dengan para mitra melalui pembuatan pengelolaannya berasal dari dana APBD yang
kriteria yang diperlukan untuk menjadi mitra sangat terbatas. Padahal, Badan Pengelola ini
dan perjanjian formal dengan Geopark. Ini dapat idealnya bersifat mandiri dan profesional yang
diberlakukan dan tidak hanya terbatas pada para secara inovatif dapat menarik investasi dalam
penyedia jasa akomodasi dan katering, penyedia pengembangan pengelolaan Geopark lebih
jasa transportasi, kegiatan, dan produsen produk lanjut. Ini sejalan dengan kajian Larwood et al.
lokal yang penyedia jasa. Di samping itu, upaya (2013), bahwa pengelolaan Geopark dengan
branding dan promosi juga dilakukan, pendekatan baru mengedepankan pentingnya
contohnya melalui merek yang jelas pada kolaborasi multi pihak terutama juga
produk-produk Geopark, sehingga selain masyarakat lokal. Di samping itu, kendala
diperoleh nilai tambah yang diperlukan juga lainnya, yaitu hingga saat ini saluran
visibilitas yang lebih nyata bagi Geopark secara komunikasi yang terjalin masih belum optimal.
keseluruhan. Akibatnya masih banyak permasalahan yang
Selain itu, penting untuk meningkatkan dihadapi seperti akses menuju lokasi yang masih
visibilitas dengan menggunakan logo Geopark terbatas, tidak adanya akses internet, homestay
dan merek secara konsisten di semua tempat, yang tidak terstandar, MCK yang masih terbatas
termasuk memperbaiki situs jaringan, petunjuk pada area sungai dan lain sebagainya (Wibowo
arah, melakukan promosi di bandara, serta et al., 2019).
menekankan hubungan antara geologi dan aspek Kolaborasi lintas sektor menjadi salah
warisan lainnya. Kolaborasi juga perlu satu kunci dalam pengembangan Geopark,
dilakukan antara lintas wilayah, lintas karena melalui kolaborasi dengan berbagai
organisasi/kewenangan serta lintas sektor. mitra maka pembagian peran dapat dilakukan
untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu,
Kemitraan dan Kolaborasi dalam pelibatan masyarakat lokal dalam konservasi
Pengembangan Geopark geopark juga merupakan faktor kunci dalam
pengelolaan pengetahuan dan pelestarian
Pada saat ini, kolaborasi menjadi bagian
geopark sebagai tempat wisata baru (Farsani et
yang sangat penting, karena melalui kolaborasi
al., 2014).
para pemangku kepentingan dapat duduk
Namun selain kolaborasi lintas sektor
bersama membangun kesepahaman dan
antara pemerintah dan non pemerintah seperti
komitmen bersama, serta memiliki rasa
swasta dan masyarakat, juga penting
tanggung jawab (sense of responsibility) dalam
diperhatikan koordinasi lintas instansi
kelangsungan pembangunan wilayah (Bakti et
pemerintah. Sebagai contoh, pengembangan
al, 2018). Melalui paradigma pembangunan
destinasi pariwisata prioritas Labuan Bajo dapat
inklusif, dapat mendorong tercapainya bentuk-
dilakukan melalui sinergi berbagai
bentuk kerja sama dalam proses pembangunan
kelembagaan. Kawasan Labuan Bajo memiliki
melalui upaya pelibatan masyarakat seutuhnya
tiga klaster utama destinasi pariwisata, yaitu:
Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu (KKP). Di kawasan Taman Nasional Komodo,
yang memiliki potensi wisata bahari, Taman pengelolaan dilakukan di bawah pengawasan
Nasional Komodo dan Taman Nasional (TN) Balai Taman Nasional Komodo, sebuah UPT di
Kalimutu (sedang diusulkan juga menjadi bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan
Geopark Nasional) sebagai kawasan ekowisata Kehutanan (KLHK). Selanjutnya, Kementerian
dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Pariwisata membentuk suatu Satuan Kerja
(KSPN) Komodo dan KSPN Ende-Kalimutu. (Satker) khusus untuk mengkoordinasikan
Pengelolaan masing-masing kawasan dilakukan pengembangan sektor pariwisata di kawasan
oleh masing-masing lembaga pengampu yang tersebut, yaitu Badan Otorita Labuan Bajo.
ditugaskan melalui peraturan perundangan. TNP Instansi-instansi tersebut mewakili 2 pilar
Laut Sawu dikelola secara khusus di bawah geopark, yaitu konservasi dan pengembangan
pengawasan Balai Kawasan Konservasi pariwisata (ekonomi). Ini menunjukkan
Perairan Nasional (BKKPN) Kupang yang tantangan geopark untuk dapat
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di mengkoordinasikan kegiatan dengan sektor lain
bawah Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang yang terkait.
Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gambar 6. Geopark menjadi unsur pembentuk destinasi pariwisata prioritas dalam mendukung prioritas
nasional ketahanan ekonomi
Sumber: Bappenas, 2020.
kuota pendakian berdasarkan daya dukung dan Badan Pengelola Geopark juga perlu bekerja
daya tampung untuk mencegah kerusakan sama dengan Pengelola Pariwisata yang
sumber daya alam; Menjaga kualitas mungkin telah ada di kawasan tersebut seperti
pengalaman pengunjung untuk menikmati Badan Otorita Pariwisata. Dengan adanya
keindahan gunung dengan tenang; peluang ini, akan semakin mempermudah peran
Pemberlakuan Booking Online, One Stop Badan Pengelola Geopark dengan cara
Ticketing; Kerja sama dengan pemerintah memaksimalkan potensi regulasi dan
daerah; Penutupan kawasan dari pendakian pada kewenangan yang telah ada sebelumnya.
musim tertentu (untuk keamanan pengunjung,
memberikan kesempatan bagi ekosistem dan 1. Usulan Kelembagaan Geopark di
TSL (Tumbuhan dan Satwa Liar) tertentu untuk Indonesia
berkembang biak/recovery); Pemasaran Dalam pengelolaan Geopark,
terintegrasi dengan destinasi di satu jalur (peran kelembagaan dan struktur manajemen yang kuat
para tour operator dan asosiasi); Revitalisasi dan profesional sangat diperlukan dalam
Peran Asosiasi untuk membuat standarisasi melaksanakan berbagai program. Fungsi tata
SDM dalam layanan pendakian maupun kelola perlu didukung oleh payung hukum yang
kelayakan kawasan; Pengecekan bekal dan jelas baik di tingkat pusat maupun daerah searah
peralatan pendaki (memastikan tidak membawa dengan aturan yang telah digariskan dalam
alat vandalisme dan penyulut kebakaran hutan; panduan UNESCO (Pásková & Zelenka, 2018).
Tidak membuang sampah sembarangan Selain itu, faktor pembiayaan harus
(Cheung et al., 2014). Sehingga perlu menunjukkan sumber pemasukan, alokasi
pendekatan kolaborasi dengan pembagian peran pengeluaran dan pengelolaan anggaran yang
yang jelas dan kerja sama antara BP Geopark jelas dan terukur. Namun kondisi di beberapa
dan Balai Taman Nasional. Pada contoh TNGR negara juga ada yang menunjukkan pengelolaan
(Taman Nasional Gunung Rinjani) telah cukup pariwisata di kawasan lindung dipengaruhi oleh
maju dalam pengelolaan kawasan konservasi lemahnya sistem tata kelola masyarakat yang
dapat menjadi peluang bagi geopark untuk terlihat dalam hal kerja sama dan koordinasi
mengkoordinasikannya, sehingga fungsi yang buruk antara pemangku kepentingan
konservasi dapat dijalankan dengan Balai (misalnya, pemerintah, swasta dan LSM; lokal,
Taman Nasional dengan beberapa penyesuaian, regional, nasional dan internasional serta konflik
seperti masuknya lokasi situs geografis, atas penggunaan sumber daya (Eklund et al.,
membuat program yang terintegrasi, dan lain 2011). Untuk Indonesia, sesuai dengan
sebagainya. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019
Selain itu, dalam regulasi terkait tentang Pengembangan Taman Bumi
Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Geopark), mekanisme dan pembentukan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia kelembagaan pengelola di kawasan Geopark
Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk diputuskan diserahkan sepenuhnya kepada
Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun daerah (Provinsi atau Kabupaten/Kota) sesuai
2010 hingga tahun 2025, bahwa pengelolaan kewenangannya. Dengan ketentuan tersebut,
pariwisata mulai dari pengembangan destinasi bentuk dan mekanisme penataan kelembagaan
wisata, pemasaran hingga pembangunan pengelola Geopark seyogyanya mengikuti juga
fasilitas infrastruktur telah diatur di bawah praktik yang lazim dilakukan pada penataan
payung hukum ini. Ini menunjukkan bahwa kelembagaan di daerah. Tentunya dengan tetap
apabila lokasi Geopark beririsan dengan mengacu berbagai ketentuan terkait
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, maka pemerintahan daerah seperti UPTD (Unit
pengembangan pariwisata yang merupakan Pelaksana Teknis Daerah), BLUD (Badan
salah satu pilar Geopark telah dapat Layanan Umum Daerah), BUMD (Badan Usaha
terakomodasi melalui kebijakan ini. Artinya Milik Daerah), dan Lembaga Non Struktural
Daerah (LNSD) dengan konsekuensi kelebihan pemilihan bentuk kelembagaan yang sesuai,
dan kekurangan masing-masing. sangat tergantung dari beberapa faktor.
Sistem tata kelola yang jelas dan terukur Sedangkan bentuknya akan dibahas dengan
dapat menjadi panduan bagi Badan Pengelola lebih rinci pada bahasan Gambar 7 beserta
Geopark dalam mengembangkan kawasan. Saat kelebihan dan kekurangannya. Eksplorasi
ini belum optimalnya sistem tata kelola mengenai perbandingan antara UPT, BLUD,
berdampak pada berbagai hal seperti dan BUMD untuk melihat kelebihan dan
pengelolaan anggaran, SDM dan program yang kekurangan serta hal-hal lain yang menjadi
dijalankan. Oleh karena itu, pada bagian ini akan pertimbangan dalam memilih bentuk
dijelaskan beberapa bentuk sistem kelembagaan kelembagaan dan pengelolaan pembiayaan
yang dapat dijalankan oleh Badan Pengelola Badan Pengelola Geopark. Secara fungsi
Geopark, berdasarkan karakteristik yang struktur organisasi maka dapat dibandingkan
dimiliki oleh setiap Badan Pengelola tersebut. sebagaimana pada Gambar 7.
Bentuk kelembagaan menjadi kunci
dalam tata kelola yang optimal. Namun dalam
Gambar 7. Kelebihan dan kekurangan alternatif bentuk kelembagaan bagi pengembangan geopark
Sumber : Hasil Analisis, 2021.
Ketiga pilihan tersebut memberikan alternatif dalam bentuk Lembaga Non Struktural
konsekuensi-konsekuensi yang nantinya (LNS) yang merupakan lembaga yang dibentuk
menjadi pilihan bagi Pemerintah Daerah dalam melalui peraturan perundang-undangan tertentu
menentukan bentuk Badan Pengelola Geopark, guna menunjang pelaksanaan fungsi negara dan
sebagaimana tertulis pada matrik tersebut. pemerintah. Adapun fungsinya antara lain untuk
Selain ketiga bentuk di atas, terdapat pula efisiensi pelayanan, pemusatan (konsentrasi/
dalam pengelolaan Geopark. Selain itu juga sifatnya pinjaman jangka menengah dan jangka
geoproduk juga dapat menjadi citra kawasan, panjang maka memerlukan persetujuan DPRD.
yang mana ini penting untuk mempromosikan Sedangkan obligasi daerah merupakan
geopark tersebut (Van Geert & Parks, 2019). pinjaman jangka panjang yang berasal dari
Menurut kajian Doucek & Zelenka (2018), masyarakat untuk membiayai proyek
inovasi dalam pengembangan geoproduk perlu infrastruktur publik yang menghasilkan
terus didorong, termasuk kolaborasi dengan penerimaan bagi APBD; dan/atau memberikan
kawasan sekitar. Pemasukan dari Geoproduk manfaat bagi masyarakat. Namun pada tataran
dan Geoservis ini merupakan penerimaan dari teknis masih diperlukan regulasi yang mampu
pemanfaatan sumber daya alam dan hasil memayungi mekanisme pemberian pinjaman
pengolahannya yang termasuk dalam PNBP dari pemerintah provinsi kepada pemerintah
(Penerimaan Negara Bukan Pajak). kab/kota atau sebaliknya; antara pemerintah
Selain geoproduk, geoservis juga dapat daerah; pinjaman pemerintah daerah kepada
menjadi alternatif misalnya jalur trekking BUMD; dan penerbitan Obligasi Daerah
dimana pendapatan dikumpulkan melalui Syariah.
penjualan tiket. Selain itu kombinasi geoproduk Pada konteks di Indonesia, salah satu
dan geoservis seperti Geogastronomy di contoh pinjaman juga dapat dilaksanakan
Geopark Waitaki Whitestone (Selandia Baru). melalui peran PT SMI (Sarana Multi
Tentunya dalam mengelola pemasukan dari Infrastruktur), dengan mekanisme yang telah
Geoproduk dan Geoservis ini bentuk ditetapkan. Pendirian PT Sarana Multi
kelembagaan yang paling sesuai adalah BLUD, Infrastruktur pada tanggal 26 Februari 2009 di
mengingat pemasukan dapat dikelola untuk bawah koordinasi Kementerian Keuangan
pembangunan Geopark tersebut. Sedangkan dengan mandat menjadi katalis pembangunan
dalam bentuk UPTD seluruh pemasukan akan infrastruktur Indonesia. Dalam rangka
masuk otomatis ke kas daerah, sehingga sulit mewujudkan visi dan misinya, PT SMI telah
untuk mengelola anggaran dalam mendefinisikan enam butir fungsi dalam
pengembangan Geopark. pelaksanaan mandat, yaitu menciptakan produk
pembiayaan yang inovatif, melaksanakan
b) Pinjaman program akselerasi infrastruktur daerah,
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi optimalisasi kerja sama strategis, optimalisasi
yang mengakibatkan daerah menerima penghimpunan dana, menjadi enabler
sejumlah uang atau menerima manfaat yang percepatan infrastruktur dan manajemen risiko
bernilai uang dari pihak lain, sehingga daerah yang terukur. Butir-butir pelaksanaan mandat
tersebut dibebani kewajiban untuk membayar PT SMI tersebut bermuara pada dukungan
kembali. Pada sebuah contoh di Hungaria, terhadap SDGs, upaya untuk merespon
pemerintah mengembangkan sistem pinjaman perubahan iklim (adaptasi dan mitigasi) serta
dari pusat ke daerah yang bertujuan untuk optimalisasi manfaat sosial dan ekonomi.
mendanai daerah yang perlu dibantu untuk Dalam hal ini, geopark dapat memperoleh
didanai pembangunannya, misalnya dalam akses dalam hal pembiayaan infrastruktur,
pembangunan infrastruktur. Pembiayaan khususnya dalam percepatan pembangunan
pembangunan infrastruktur layanan publik ini kawasan geopark di Indonesia mengingat
bersumber dari Pemerintah Pusat, Pemerintah banyak lokasi situs geografis yang belum
Daerah Lain, Lembaga Keuangan Bank, memiliki akses yang memadai. Gambar 8
Lembaga Keuangan Bukan Bank. Oleh karena menunjukkan mekanisme pinjaman daerah yang
dapat dilakukan untuk pengembangan geopark.
Fauzi, N. S. M., & Misni, A. (2016). Geoheritage Pásková, M., & Zelenka, J. (2018). Sustainability
Conservation: Indicators affecting the management of unesco global geoparks.
condition and sustainability of Geopark–a Sustain. Geosci. Geotourism, 2, 44-64.
conceptual review. Procedia-Social Saputra, I. G. G. (2016). Respon Wisatawan
Behavioral Sciences, 222, 676-684. Terhadap Pengembangan Batur Global
Gerlagh, R., & van der Zwaan, B. C. (2001). The Geopark Bali. Jurnal Master Pariwisata.
effects of ageing and an environmental trust Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. (2019).
fund in an overlapping generations model on Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019
carbon emission reductions. Ecological Tentang Pengembangan Taman Bumi
Economics, 36(2), 311-326. (Geopark). Jakarta, Indonesia: Sekretariat
Ginting, N., & Sasmita, A. (2018). Developing Kabinet.
tourism facilities based on geotourism in Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2010).
Silalahi Village, Geopark Toba Caldera. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010
Paper presented at the IOP Conference Series: Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di
Earth and Environmental Science. Suaka Margasatwa Taman Nasional Taman
Hindersah, H., Asyiawati, Y., Akliyah, L. S., & Hutan Raya Dan Taman Wisata Alam.
Ramadhan, T. A. (2017). Tantangan Jakarta, Indonesia: Sekretariat Negara.
Pembangunan Pariwisata Inklusif Geopark Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2011).
Ciletuh, Desa Ciwaru Kabupaten Sukabumi– Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011
Provinsi Jawa Barat. Paper presented at the Tentang Rencana Induk Pembangunan
Prosiding-Seminar-Nasional-Perencanaan- Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025.
Pembangunan-Inklusif-Desa-Kota. Jakarta, Indonesia: Sekretariat Negara.
Koh, Y.-K., Oh, K.-H., Youn, S.-T., & Kim, H.-G. Shekhar, S., Kumar, P., Chauhan, G., & Thakkar, M.
(2014). Geodiversity and geotourism (2019). Conservation and sustainable
utilization of islands: Gwanmae Island of development of geoheritage, geopark, and
South Korea. Journal of Marine Island geotourism: a case study of Cenozoic
Cultures, 3(2), 106-112. successions of Western Kutch, India.
Larwood, J. G., Badman, T., & McKeever, P. J. Geoheritage, 11(4), 1475-1488.
(2013). The progress and future of Van Geert, F., & Parks. (2019). The uses and
geoconservation at a global level. challenges of the geopark label as a place
Proceedings of the Geologists' Association, branding tool. The case of the Geopark of the
124(4), 720-730. Tremp Basin-Montsec (Catalonia-Spain).
doi:https://doi.org/10.1016/j.pgeola.2013.04. International Journal of Geoheritage, 7(2),
001 72-84.
Management, G. (2020). Governance & Wang, D., & Ap, J. (2013). Factors affecting tourism
Management. Retrieved from policy implementation: A conceptual
https://www.geoparktoolkit.org/ framework and a case study in China. Tourism
Moser, A., & Korstjens, I. (2018). Series: Practical Management, 36, 221-233.
guidance to qualitative research. Part 3: doi:https://doi.org/10.1016/j.tourman.2012.1
Sampling, data collection and analysis. 1.021
European Journal of General Practice, 24(1), Wang, L., Tian, M., & Wang, L. (2015).
9-18. Geodiversity, geoconservation and
Nasution, I. (2019). Persepsi Publik Tentang geotourism in Hong Kong Global Geopark of
Destinasi Pariwisata Danau Toba Sebagai China. Proceedings of the Geologists'
Global Geopark Kaldera UNESCO. Association, 126(3), 426-437.
Publikauma: Jurnal Administrasi Publik doi:https://doi.org/10.1016/j.pgeola.2015.02.
Universitas Medan Area, 7(2), 88-102. 006
O. Nyumba, T., Wilson, K., Derrick, C. J., & Wibowo, Y. G., Zahar, W., Syarifuddin, H., &
Mukherjee, N. (2018). The use of focus group Ananda, R. (2019). Pengembangan Eco-
discussion methodology: Insights from two Geotourism Geopark Merangin Jambi.
decades of application in conservation. IJEEM-Indonesian Journal of Environmental
Methods in Ecology evolution, 9(1), 20-32. Education Management, 4(1), 23-43.