Professional Documents
Culture Documents
ARTIKEL
Dosen pengampu :
Disusun Oleh :
BANDUNG
2020
2
ABSTRACT
Conflict is an event or social phenomenon in which there is a conflict or conflict
between individuals and individuals, individuals with groups, groups with groups, or
groups with the government. Conflict is motivated by differences in the characteristics
that exist in individuals in an interaction. These differences include physical
characteristics, knowledge, customs, beliefs, ideas, and so on. With differences in
individual characteristics in social interactions, conflict is a normal situation in every
society and no society has never experienced conflict between its members or with
other community groups, because every individual or group has a desire to increase
welfare, power, prestige. , social support, to access various resources, conflict will only
disappear along with the loss of the community itself. Conflict contains a very broad
spectrum of definitions, ranging from minor conflicts between individuals, conflicts
between families to conflicts between villages and even to mass conflicts involving
several large groups, either in regional or primordial ties.
Conflict handling is a series of activities carried out in a systematic and planned
manner in situations and events both before, during and after a conflict, which includes
conflict prevention, conflict cessation and conflict recovery. The government made a
Law on Social Conflict Management, namely Law No. 7 of 2012. The purpose of
making Law no. 7 of 2012 is emphasized in article 3, namely, creating a safe, serene,
peaceful and prosperous community life. Then maintain conditions of peace and
harmony in social relations. Increasing tolerance and tolerance, maintaining
government functions, protecting life, property, and public facilities and infrastructure.
As well as providing protection and fulfillment of the rights of victims, and restoring the
physical and mental condition of the community as well as public facilities and
infrastructure.
Keywords:
3
Conflict,Conflict Handling
ABSTRAK
Konflik merupakan suatu peristiwa atau fenomena sosial di mana terjadi
pertentangan atau pertikaian diantara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, kelompok dengan kelompok, maupun kelompok dengan pemerintah. Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang ada pada individu dalam suatu interaksi.
Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, gagasan, dan lain sebagainya. Dengan perbedaan ciri-ciri
individu dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap
masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, Sebab, setiap individu atau
kelompok punya keinginan meningkatkan kesejahteraan, kekuasaan, prestise,
dukungan sosial, hingga mengakses berbagai sumber daya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik mengandung spektrum
pengertian yang sangat luas, mulai dari konflik kecil antar perorangan, konflik antar
keluarga sampai dengan konflik antar kampung dan bahkan sampai dengan konflik
masal yang melibatkan beberapa kelompok besar, baik dalam ikatan wilayah ataupun
ikatan primordial.
Penanganan konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
sistematis dan terncana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun
sesudah terjadi konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan
pemulihan konflik. Pemerintah membuat Undang-Undang mengenai Penangana
Konflik Sosial yaitu Undang-undang No. 7 Tahun 2012. Tujuan dibuatnya Undang-
undang No. 7 Tahun 2012 ditegaskan pada pasal 3 yaitu, menciptakan kehidupan
masyarakat yang aman, tenteram, damai dan sejahtera. Lalu memelihara kondisi
damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Meningkatkan tenggang
rasa dan toleransi, memelihara fungsi pemerintahan, melindungi jiwa, harta benda,
serta sarana dan prasarana umum. Serta memberikan perlindungan dan pemenuhan
hak korban, dan memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat serta sarana dan
prasarana umum.
Kata-Kata Kunci:
Konflik,Penanganan Konflik
4
PENDAHULUAN
Tidak dapat di pungkiri bahwa masyarakat adalah sekumpulan individu yang
tentunya memiliki karakter berbeda beda, karena perbedaan masyarakat tersebut
seringkali menimbulkan terjadinya konflik social, konflik social bisa diartikan sebagai
serangkaian fenomena yang bertentangan dan terjadi pertikaian antar individu, atapun
suatu bentuk interaksi yang bersifat disosiatif, yaitu interaksi yang memecah belah
persatuan kelompok. Sebagai suatu bentuk interaksi, konflik sosial bertujuan untuk
menghancurkan, mengancam, melukai serta melenyapkan kelompok yang dianggap
sebagai lawan. Selain perbedaan, konflik juga dipicu oleh perubahan sosial. Dalam
proses mencapai suatu perubahan, masyarakat seringkali dihadapkan pada goyahnya
norma dan nilai sosial, akibatnya terjadi peningkatan konflik. Konflik yang berkembang
dalam masyarakat itu menjadi masalah penting, lantaran konflik berakibat pada
kehancuaran tatanan sosial dan ketaraturan sosial. Untuk menyelesaikan konflik social
di butuhkan penanganan yang mencerminkan asas kemanusiaan, hak asasi manusia,
kebangsaan, kekeluargaan, keadilan, kesetaraan, tidak memihak dan kepastian
hukum. Berkaitan dengan hal tersebut di buatlah hukum yang mengatur penanganan
konflik social yaitu UU Nomor 7 tahun 2012, “Penanganan Konflik dapat dilakukan
secara komprehensif, integratif, efektif, efisien, akuntabel, dan transparan serta tepat
sasaran melalui pendekatan dialogis dan cara damai berdasarkan landasan hukum
yang memadai”. maksud dari penanganan konflik social menurut pasal 3 undang
undang tersebut adalah untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang aman,
tentram, damai, dan sejahtera. Lalu memelihara kondisi damai dan harmonis dalam
hubungan social kemasyarakatan, meningkatkan tenggang rasa dan toleransi,
memelihara fungsi pemerintahan, melindungi jiwa, harta, benda, serta sarana dan
prasaran umum, memberikan perlindungan dan pemenuhan hak koran, dan
memulihkan kondisi fisik dan mental msyarakat.
5
PEMBAHASAN
Konflik Sosial Era Orde Baru
Sebagai sebuah negara multi etnik, multi budaya, dan multi religi, Indonesai
selalu dihantui dengan kerentanan ancaman terjadinya konflik dengan beragam
latar belakang, mulai konflik berbasis identitas, etno comunal, separatis, perebutan
akses sumberdaya alam hingga konflik berskala mikro seperti tawuran antar
pemuda, sengketa antar penduduk dan sebagainya. Semuanya bisa
mengakibatkan petaka bila tidak dikenola dengan baik oleh pemerintah. 1
3
Ibid 23
7
7
Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis), PT. Toko
Gunung Agung, Jakarta., hal:102
8
Ibid
9
9
Pasal 2
14
j. partisipatif; dan
k. imparsialitas.
3. Pencegahan Konflik
a. Pencegahan konflik dilakukan dengan upaya: 13
1) memelihara kondisi damai di masyarakat;
2) mengutamakan penyelesaian perselisihan secara damai;
10
Pasal 3
11
Pasal 4
12
Pasal 5
13
Pasal 6
15
16
Pasal 10
17
Pasal 11
18
Pasal 12
19
Pasal 13 ayat (1) dan (2)
17
25
Pasal 19
26
Pasal 20
27
Pasal 21
28
Pasal 22
19
29
Pasal 23
30
Pasal 24
31
Pasal 25
20
32
Pasal 26
33
Pasal 27
34
Pasal 28
21
35
Pasal 29
36
Pasal 30
37
Pasal 31
38
Pasal 32
39
Pasal 33
40
Pasal 34
22
46
Pasal 40
47
Pasal 42
48
Pasal 43
49
Pasal 44
24
50
Pasal 45
51
Pasal 46
52
Pasal 47
25
f. tokoh masyarakat;
g. tokoh agama;
h. pegiat perdamaian; dan
i. wakil dari pihak-pihak yang berkonflik.
53
Pasal 48
54
Pasal 49
26
Tim pencari fakta terdiri dari anggota KPKS, yang ditetapkan melalui
keputusan KPKS55.Tim pencari fakta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas mengungkapkan fakta dan penyebab terjadinya konflik. Dalam
melaksanakan tugas penyelesaian konflik, KPKS melaksanakan upaya
perdamaian melalui mediasi, dan rekonsiliasi 56. Dalam pelaksanaan
tugasnya, KPKS dibantu oleh sekretariat yang bertugas memberikan
dukungan bagi pelaksanaan tugas KPKS.
9. Peran Serta Masyarakat 57
Masyarakat dapat berperan serta dalam penanganan konflik. Peran
serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pembiayaan;
b. bantuan teknis;
c. penyediaan kebutuhan dasar minimal bagi korban konflik; dan/atau
d. bantuan tenaga dan pikiran.
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibat masyarakat internasional yang dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan dari Menteri Dalam Negeri, gubernur, bupati/walikota, dan
pejabat lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
melaksanakan peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
masyarakat internasional berhak mendapatkan perlindungan dan jaminan
keamanan. Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat dalam
penanganan konflik diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Pembiayaan Penanganan Konflik
Pembiayaan penanganan konflik dibebankan pada anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah.58Pembiayaan penanganan konflik selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari masyarakat. Pembiayaan
penanganan konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan dengan mekanisme khusus. Ketentuan lebih lanjut mengenai
mekanisme khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan.
55
Pasal 50
56
Pasal 51
57
Pasal 53
58
Pasal 54
27
59
Pasal 55
28
SIMPULAN
Pada masa Orde Baru dimana kekuasaan sangat sentral dan peran negara
hegemonik dan dominatif, maka mekanisme penyelesaian konflik lebih menonjolkan
tindakan represif dan militeris. Model ini dikenal sebagai kebijakan stike and carrot,
memberikan kue pembangunan ekonomi namun pemerintah juga menggunakan
mekanisme kekerasan apabila masyarakat tidak patuh pada aturan atau kebijakan
negara. Potensi konfik ini terpendam selama Orde Baru, akibat dari kontrol pemerintah
yang begitu ketat, sehingga tidak memberikan ruang bagi masyarakat di daerah konflik
untuk membicarakan berbagai problem identitas diruang publik yang sehat. Perbedaan
agama maupun suku, memunculkan persoalan baru ketika dikaitkan dengan posisi dan
distribusi kekuasaan. Pemerintah Orde Baru tidak memberikan ruang terjadinya
negosiasi, namun ditutup rapat melalui state aparatus. Dengan pola rekrutmen
kepemimpian lokal yang juga diatur oleh pemerintahan pusat
Untuk menyelesaikan konflik social diperlukan payung hukum yang kuat mengenai
hal ini. UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial menjelasakan
secara umum bahwa Keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya Indonesia
dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu
kekayaan bangsa yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat memberikan
kontribusi positif bagi upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Berbagai upaya Penanganan Konflik terus dilakukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang ada, termasuk membentuk kerangka regulasi baru. Dengan
mengacu pada strategi Penanganan Konflik yang dikembangkan oleh Pemerintah,
kerangka regulasi yang ada mencakup tiga strategi. Kerangka regulasi yang dimaksud
adalah segala peraturan perundang-undangan, baik yang tertuang dalam UUD 1945
maupun dalam peraturan perundang-undangan yang lain, termasuk di dalamnya
adalah dalam bentuk Ketetapan Majelis Permusyaratan Rakyat (TAP MPR).
Berdasarkan pemikiran di atas, maka pada dasarnya terdapat tiga argumentasi
pentingnya UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik, yaitu argumentasi
filosofis, argumentasi sosiologis, dan argumentasi yuridis.
29
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. (2002). Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis). Jakarta:
PT. Toko Gunung Agung .
Salman, O. (1993). Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Bandung: Alumni.
Ubbe, A. (2011). Mekanisme Penanganan Konflik Sosial. 107.
Usep Rochmat, N. M. (n.d.). Pekerja Sosial Dan Penyelesaian Konflik Sosial. 8.
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=26682
https://www.kemhan.go.id/ppid/wp-content/uploads/sites/2/2016/09/uu7-2012bt.pdf
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-7-2012-penanganan-konflik-sosial