You are on page 1of 36

PENGARUH KEPEMILIKAN KELUARGA DAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN


MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERASI

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh Meliana
Utami
NIM : 1113082000028

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2017
THE INFLUENCE OF FAMILY OWNERSHIP AND CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY ON TAX AGRESSIVENESS WITH EARNINGS
MANAGEMENT AS A MODERATION VARIABLE

ABSTRACT

This research aimed to analyze the effect of family ownership and corporate
social responsibility on tax agressiveness with earnings management as a moderation
variable . Independent variable in this research were family ownership measured by
dummy variable and corporate social responsibility measured by CSRI . Dependent
variable in this research was tax agressiveness measured by ETR and moderation
variable in this research was earnings management measured by DA.

This research used secondary data from annual report that have been published
by companies in Indonesia Stock Exchange. Population in this research were
manufacture companies listed in Indonesia Stock Exchange during 2011-2015. By
using purposive sampling method, the total amount of samples obtained in this
research were 182 from 52 companies. The data were analyzed by using multiple
linear regression method and MRA(Moderate Regression Analysis).
The results of this research showed that family ownership and corporate social
responsibility has a negative and significant effect on tax agressiveness. The
interaction between family ownership and earnings management has no effect on tax
aggressiveness. The interaction between corporate social responsibility and earnings
management also has no effect on tax aggressiveness.

Keywords: family ownership, corporate social responsibility, tax aggressiveness,


earnings management

ii
PENGARUH KEPEMILIKAN KELUARGA DAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK DENGAN
MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERASI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepemilikan keluarga dan


corporate social responsibility terhadap agresivitas pajak dengan manajemen laba
sebagai variabel moderasi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
kepemilikan keluarga yang diproksikan dengan variabel dummy dan pengungkapan
corporate social responsibility yang diproksikan dengan CSRI. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah agresivitas pajak yang diproksikan dengan ETR dan
variabel moderasi dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang diproksikan
dengan DA.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu laporan tahunan (annual report)
yang telah dipublikasikan oleh perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam
penelitian ini merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia selama periode 2011-2015. Dengan menggunakan metode purposive
sampling, total sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 182 data dari 52
perusahaan. Metode analisis data menggunakan regresi linear berganda dan MRA
(Moderate Regression Analysis).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga dan corporate
social responsibility berpengaruh negatif dan signifikan terhadap agrsivitas pajak dan
manajemen laba tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Interaksi kepemilikan
keluarga dengan manajemen laba tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Interkasi corporate social responsibility dengan manajemen laba juga tidak
berpengaruh terhadap agresivitas pajak.
Kata Kunci : kepemilikan keluarga, corporate social responsibility, agresivitas pajak,
manajemen laba

ix
1. Hipotesis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti mengajukan tiga hipotesis. Hipotesis yang

diajukan adalah sebagai berikut :

a. Keterkaitan antara Kepemilikan Keluarga dengan Agresivitas

Pajak

Menentukan apakah agresivitas pajak pada perusahaan keluarga

lebih rendah atau lebih tinggi daripada perusahaan non-keluarga,

tergantung dari seberapa besar keuntungan atau kerugian yang ditanggung

pihak keluarga yang menjadi manajemen perusahaan (family owners) atau

pihak manajer dalam perusahaan non-keluarga. Tindakan pajak agresif

memiliki lima komponen pengukuran yaitu effective tax rate (ETR), cash

effective tax rate (CETR), book-tax difference Manzon-Plesko (BTD_MP),

book-tax difference Desai-Dharmapala (BTD_DD) dan tax planning

(TAXPLAN) (Utami & Setyawan, 2013). Kepemilikan keluarga memiliki

kepemilikan yang lebih besar, rentang waktu investasi yang lebih lama,

serta memiliki kepedulian yang lebih tinggi terhadap reputasi perusahaan.

Konflik yang ada didalam perusahaan keluarga juga lebih kecil dibanding

perusahaan non keluarga. Pemilik saham minoritas biasanya tidak

mempunyai hak untuk mengambil keputusan dan akan menerima

keputusan yang diberikan oleh pemilik saham mayoritas. Sehingga pemilik

saham minoritas akan lebih taat terhadap keputusan yang dibuat oleh

pemilik saham mayoritas (Arifin, 2003).

40
Penelitian (Chen et al., 2010) menjelaskan perusahaan keluarga

memiliki tingkat keagresifan pajak yang lebih kecil daripada perusahaan

non-keluarga. Hal ini diduga terjadi karena dibandingkan perusahaan non-

keluarga, kepemilikan keluarga lebih rela membayar pajak lebih tinggi,

daripada harus membayar denda pajak. (Aditama, 2015) juga menyatakan

bahwa perusahaan yang didominasi oleh keluarga dimungkinkan tidak akan

melakukan penghindaran pajak karena menjaga reputasinya.

Hal ini berbeda dengan penelitian (Martani & Persada, 2010) bahwa

perusahaan keluarga di Indonesia memiliki pengaruh positif terhadap

tindakan pajak agresif, hal ini bisa disebabkan karena di Indonesia

menganut sistem self assessment dimana wajib pajak yang menghitung,

melaporkan dan membayar pajak mereka sehingga dengan mudah

melakukan agresivitas pajak. Hasil yang sama juga diungkapkan pada

penelitian (Sari & Martani, 2010) dan (Asfiyati, 2012) yang menyatakan

bahwa perusahaan keluarga memiliki berpengaruh terhadap tingkat

agresivitas pajak. Maka hipotesis penelitian pertama dirumuskan dalam

format hipotesis alternatif sebagai berikut:

H1 : Kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

41
b. Keterkaitan antara Corporate Social Responsibility (CSR) dengan

Agresivitas Pajak

Perusahaan merupakan salah satu subjek pajak yang mempunyai

kewajiban untuk membayar pajak. Dengan membayar pajak, berarti

perusahaan turut serta berkontribusi dalam mewujudkan pembangunan

nasional guna mensejahterakan kehidupan masyarakat luas. (Harari, et.al.,

2012) menyatakan bahwa dari perspektif masyarakat, pajak dapat

dipandang sebagai dividen yang dibayar oleh perusahaan kepada

masyarakat sebagai imbalan telah menggunakan sumber daya yang

tersedia. Oleh karena itu, apabila perusahaan menghindari kewajibannya

untuk membayar pajak, meskipun tidak melanggar hukum, tindakan

tersebut tidaklah adil, dan perusahaan hanyalah sebagai parasit yang ada di

dalam masyarakat. Hal tersebut dapat mengancam keberadaan perusahaan

karena dianggap tidak memberikan kontribusi dalam kehidupan

bermasyarakat dan hanya mengambil keuntungan darinya. Selain

masyarakat, hubungan baik juga harus diciptakan dengan pemerintah.

Hasil penelitian (Yunistiyani & Tahar, 2016) menunjukkan bahwa

sensitivitas agresivitas pajak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.

(Pradipta & Supriyadi, 2016) juga menunjukkan hasil yang signifikan

antara pengungkapan CSR dengan agresivitas pajak. Artinya, perusahaan

yang melakukan tindakan pajak agresif, melakukan pengungkapan CSR

yang lebih luas daripada perusahaan yang tidak melakukan agresivitas


42
pajak. Namun berbanding terbalik dengan hasil penelitian (Jessica & Toly,

2014) menyatakan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara

pengungkapan CSR terhadap agresivitas pajak, sehingga kegiatan CSR

tidak mempengaruhi perusahaan untuk membayar pajak yang lebih kecil.

(Ratmono & Sagala, 2015) dan (Yoehana, 2013) juga menyatakan bahwa

tingkat pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak.

Menurut (Ratmono & Sagala, 2015) pengaruh negatif tersebut terjadi

karena perusahaan yang rendah tingkat pengungkapan CSR cenderung

lebih agresif melakukan berbagai upaya agar dapat meminimalkan jumlah

pajak yang harus dibayar. Berdasarkan logika hipotesis di atas, maka

penulis menyatakan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

H2 : Corporate social responsibility (CSR) berpengaruh terhadap

agresivitas pajak perusahaan.

c. Keterkaitan antara Kepemilikan Keluarga dengan Agresivitas

Pajak dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Moderasi

Kepemilikan keluarga memiliki kepemilikan yang lebih besar,

rentang waktu investasi yang lebih lama, serta memiliki kepedulian yang

lebih tinggi terhadap reputasi perusahaan. Konflik yang ada didalam

perusahaan keluarga juga lebih kecil dibanding perusahaan non keluarga.

Pemilik saham minoritas biasanya tidak mempunyai hak untuk

mengambil keputusan dan akan menerima keputusan yang diberikan oleh


43
pemilik saham mayoritas. Sehingga pemilik saham minoritas akan lebih

taat terhadap keputusan yang dibuat oleh pemilik saham mayoritas

(Arifin, 2003).

Penelitian (Chen et al., 2010) yang dilakukan untuk mengetahui

apakah perusahaan keluarga lebih agresif dalam tindakan pajaknya

daripada perusahaan non-keluarga, ternyata perusahaan keluarga memiliki

tingkat keagresifan pajak yang lebih kecil daripada perusahaan non-

keluarga. Namun (Murniati, 2012) menjelaskan bahwa kepemilikan

keluarga berpengaruh terhadap pajak agresif. Perusahaan yang didominasi

oleh keluarga dimungkinkan memberikan posisi pada anggota keluarga di

bagian manajerial sehingga dapat mengutamakan kepentingannya. Hal ini

dapat menyebabkan praktik manajemen laba dan manipulasi lainnya pada

perusahaan. Sejalan dengan penelitian (Martani & Persada, 2010) bahwa

perusahaan keluarga di Indonesia memiliki pengaruh positif terhadap

tindakan pajak agresif, hal ini bisa disebabkan karena di Indonesia

menganut sistem self assessment, juga penelitian (Putri, 2014) yang

menyatakan manajemen laba adalah alat tindakan pajak agresif, maka ada

penulis menyatakan hipotesis :

H3 : Kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap agresivitas pajak

dengan manajemen laba sebagai variabel moderasi.

44
d. Keterkaitan antara Corporate Social Responsibility (CSR) dengan

Agresivitas Pajak dengan Manajemen Laba sebagai Variabel

Moderasi

(Lanis & Richardson, 2013) menyatakan bahwa sulit untuk

membedakan antara CSR yang dilakukan dengan motif altruistik dengan

CSR yang dilakukan dengan tujuan untuk menguntungkan reputasi

perusahaan. Sebaliknya, banyak aksi perusahaan yang dilakukan dengan

motif ganda. Oleh karena itu penting dalam mempertimbangkan

bagaimana CSR dapat mempengaruhi agresivitas pajak tanpa membuat

setiap upaya untuk membedakan antara tindakan yang diambil karena

perusahaan benar-benar ingin bertanggung jawab maupun tindakan yang

diambil karena tujuan tertentu. Semakin tinggi tingkat pengungkapan

CSR yang dilakukan oleh perusahaan, diharapkan perusahaan tersebut

semakin tidak agresif terhadap pajak.

(Muzakki, 2015) dan (Firdaus, 2013) menemukan bahwa

pengungkapan CSR dengan manajemen laba berpengaruh negatif.

Perusahaan yang memiliki komitmen yang kuat dalam melaksanakan

aktivitas CSR untuk mendapatkan legitimasi dari lingkungan sekitarnya

akan beroperasi sesuai dengan etika dan norma yang belaku sehingga

akan membatasi praktik manajemen labanya. (Octaviana, 2014)

menyatakan, secara etika manipulasi yang tidak dapat diterima oleh

sebagian besar orang terjadi lebih sedikit pada perusahaan yang memiliki
45
komitmen yang kuat dalam melaksanakan aktivitas CSR. Dengan

demikian, semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR yang dilakukan

oleh perusahaan, diharapkan perusahaan tersebut tidak melakukan

tindakan agresivitas pajak. Hal ini karena apabila perusahaan yang

menerapkan CSR dan melakukan tindakan agresivitas pajak, maka

perusahaan akan kehilangan nama baik di mata stakeholder, masyarakat

dan pemerintah, serta akan menurunkan nilai dan dampak positif dari

CSR yang telah dilakukan oleh perusahaan (Purwanggono, 2015).

Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H4 : Corporate social responsibility (CSR) berpengaruh terhadap

agresivitas pajak dengan manajemen laba sebagai variabel moderasi

46
A. Hasil Uji Analisis Data
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model regresi
berganda. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai pengaruh variabel independen (manajemen laba dan corporate social
responsibility) terhadap variabel dependen yaitu agresivitas pajak.
1. Statistik Deskriptif
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel dependen
(Y) yaitu agresivitas pajak serta variabel independen yaitu manajemen laba
(X1) dan corporate social responsibility (X2). Hasil pengujian variabel-
variabel tersebut secara deskriptif seperti yang terlihat dalam tabel 4.2.
Tabel 4. 2
Hasil Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Family 182 ,00 1,00 ,4505 ,49892
CSR 182 ,11 ,35 ,2472 ,06585
Agresivitas 182 ,13 ,38 ,2591 ,04654
EM 182 -,65 ,60 ,0017 ,09970
Valid N 182
(listwise)
Sumber: data sekunder diolah

a. Variabel Dependen

Hasil analisis statistik deskriptif terhadap variabel agresivitas pajak

menunjukan nilai minimum sebesar 0,131155792 dan nilai maksimum


del Re (mean) sebesar 0,259105613,
sebesar 0,382535933 dengan rata-rata

sedangkan standar deviasi variabel agresivitas pajak sebesar 0,4654.


dan
b. Variabel Independen

1. Hasil analisis statistik deskriptif


an terhadap variabel kepemilikan

67
keluarga atau family (X1) menunjukan nilai minimum sebesar 0

dan nilai maksimum sebesar 1 dengan rata-rata (mean) 0,4505,

sedangkan standar deviasi sebesar 0,49892.

2. Hasil analisis statistik deskriptif terhadap variabel corporate social

responsibility (X2) menunjukan nilai minimum sebesar

0,10989011 dan nilai maksimum sebesar 0,351648352 dengan

rata-rata (mean) sebesar 0,2472, sedangkan standar deviasi variabel

agresivitas pajak sebesar 0,6585.

c. Variabel Moderasi

Hasil analisis statistik deskriptif terhadap variabel manajemen laba

menunjukan nilai minimum sebesar -0,64640831 dan nilai maksimum

sebesar 0,600580848 dengan rata-rata (mean) sebesar 0,0017, sedangkan

standar deviasi variabel agresivitas pajak sebesar 0,9970.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data berdistribusi normal

atau tidak. model regresi yang baik memiliki data yang berdistribusi

normal. Untuk menguji normalitas data dalam penelitian ini

menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Nilai residual

terstandarisasi berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig. > 0,05.

68
Tabel 4. 3 Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 182
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,04405902
Most Extreme Differences Absolute ,078
Positive ,078
Negative -,058
Kolmogorov-Smirnov Z 1,053
Asymp. Sig. (2-tailed) ,217
Sumber: data sekunder diolah

Berdasarkan hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat

nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,217 > 0,05. Hal ini berarti

data yang digunakan terdistribusi secara normal dan dapat dikatakan

memenuhi syarat uji normalitas. Hasil uji normalitas data yang

ditunjukkan Kolmogorov-Smirnov tersebut konsisten dengan hasil

analisis grafik histogram dan grafik normal p-plot berikut ini.

Gambar 4.1
Grafik Histogram

69
Gambar 4.2
Grafik Normal P-Plot

Berdasarkan kedua grafik tersebut dapat dilihat bahwa grafik

histogram dan grafik grafik normal P-Plot memberikan pola distribusi

data yang normal. pada grafik histogram dapat dilihat bahwa grafik

menggambarkan bentuk lonceng serta pada grafik normal P-Plot titik-

titik yang mewakili jumlah sampel dalam penelitian ini mendekati

garis diagonal.

b. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

independen (Ghozali, 2013). Dalam penelitian ini uji multikolonieritas

dilakukan dengan melihat besarnya nilai korelasi, nilai VIF (Variance


70
Inflation Factor) dan nilai Tolerance. Suatu model regresi yang bebas

dari multikolonieritas memiliki nilai korelasi antar variabel

independennya apabila nilai Tolerance ≥ 0,1 serta nilai VIF ≤ 10.

berikut tabel 4.4 yang menunjukkan hasil dari uji multikolonieritas.

Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolonieritas

Collinearit Statistics
y
Model
Tolerance VIF

1 (Constant)
EM ,999 1,001

CSR ,997 1,003


Family ,998 1,002

Sumber: data sekunder diolah

Berdasarkan hasil uji Multikolonieritas pada tabel 4.4 dapat dilihat

bahwa variabel-variabel dalam penelitian ini tidak saling berkorelasi

karena memiliki nilai Tolerance ≥ 0,1 serta nilai VIF ≤ 10. maka dapat

dikatakan tidak terdapat gejala multikolonieritas antar variabel.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan pada periode tertentu

dengan kesalahan pada periode sebelumnya. Model regresi yang baik

adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2013). Dalam

penelitian ini uji autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin-

Watson (DW). Sebuah data dikatakan tidak memiliki masalah

71
autokorelasi apabila nilai Durbin-Watson (DW) berada diantara nilai

dU (upper bound) dan 4-dU. Hasil pengujian autokorelasi dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R the Durbin-Watson
Square Estimate
1 ,322 a
,104 ,089 ,04443 1,780
Sumber: data sekunder diolah

Nilai Durbin-Watson pada penelitian ini adalah 1,780. Jumlah

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 182 sampel dengan

jumlah variabel independen yang diuji adalah 2 sehingga nilai dL

sebesar 1,738 dan 4-dU sebesar 2,218. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa dalam model regresi tidak terdapat masalah autokorelasi.

d. Uji Heterokedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual (error) satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Data yang ideal adalah yang

tidak menyalahi asumsi heteroskedastisitas, yaitu tidak terdapat

kesamaan varian antar nilai residual (error) (Ghozali, 2013). Untuk

menguji asumsi heteroskedastisitas dalam penelitian ini digunakan

grafik scatterplot dan uji Spearman. Data yang tidak menyalahi asumsi

heteroskedastisitas titik-titik yang terdapat pada grafik scatterplot akan


72
terlihat menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y.

Sedangkan dalam uji Spearman data yang memenuhi asumsi

heteroskedastisitas akan menunjukan apabila nilai signifikansi (2-

tailed) masing-masing variabel independen di atas lebih besar dari

0,05, begitu pula sebaliknya. Hasil uji heterokedastisitas dengan

menggunakan grafik scatterplot dan uji Spearman dapat dilihat pada

tabel 4.6 dan gambar 4.3.

Tabel 4.6
Hasil Uji Heterokedastisitas dengan Grafik Spearman

Unstandardized
Family Csr Residual
Spearman' Family Correlatio 1,000 ,057 ,036
s rho n
Coefficient . ,441 ,634

Sig. (2-
tailed) 182 182 182

Csr Correlatio ,057 1,000 ,081


n
Coefficient ,441 . ,276
Sig. (2-
tailed) 182 182 182

Unstandardized Correlatio ,036 ,081 1,000


Residual n
Coefficient ,634 ,276 .
Sig. (2-
tailed) 182 182 182

73
Sumber: data sekunder diolah

74
Gambar 4.3
Hasil Uji Heterokedastisitas dengan Grafik Scatterplot

Pada gambar 4.3 terlihat bahwa dalam grafik scatterplot titik-titik

residual menyebar secara acak di atas maupun di bawah angka 0 pada

sumbu Y. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi

heterokedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak untuk

dipakai. Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran titik-titik yang

mewakili sampel pada grafik scatterplot diatas mengemukakan bahwa

data dalam penelitian ini mempunyai kesamaan varians dalam fungsi

regresi atau homoskedastisitas.

Pada tabel 4.6 terlihat bahwa dalam grafik Spearman nilai

signifikansi (2-tailed) kepemilikan keluarga (x1) adalah 0,634 dan csr

sebesar 0,276. karena nilai kedua variabel independen lebih besar dari

0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala

heterokedastisitas.
75
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)

a. Hasil Koefisien Determinasi (R2) Analisis Regresi Berganda

(Kepemilikan Keluarga Dan Corporate Social Responsibility

Terhadap Agresivitas Pajak)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan

variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti

variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali,

2013). Hasil uji koefisien Adjusted R Square dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7
Hasil Uji Koefisien Determinasi analisis regresi berganda
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 ,322a ,104 ,089 ,04443

Sumber: data sekunder diolah


Pada tabel 4.6 memperlihatkan R Square dan Adjusted R Square

masing-masing sebesar 0,104 dan 0,089. Hal ini berarti variabel

agresivitas pajak dapat dijelaskan sebanyak 8,9% oleh variabel

kepemilikan keluarga dan corporate social responsibility. Sedangkan

mayoritas sisanya, yaitu sebesar 91,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain

76
yang tidak termasuk dalam analisa regresi pada penelitian ini seperti

kompensasi eksekutif (Syafitri, 2016), profitabilitas (Yatulhusna, 2015)

dan komisaris independen (Eksandy, 2016).

b. Hasil Koefisien Determinasi (R2) Moderated Regression Analysis

(MRA)

1) Hasil Koefisien Determinasi Hubungan Interaksi Kepemilikan

Keluarga Dan Manajemen Laba

Tabel 4.8
Hasil Koefisien Determinasi H3

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R the
Square Estimate
1 ,222 a
,049 ,033 ,04576
Sumber: data sekunder diolah

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 sebesar 0,033.

Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel kepemilikan keluarga

(X1), manajemen laba (X3) dan interaksi antara kepemilikan

keluarga dana manajemen laba (X1X3) hanya bisa menjelaskan

3,3% variasi variabel agresivitas pajak. Sedangkan sisanya sebesar

96,7% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model.

77
2) Hasil Koefisien Determinasi Hubungan Interaksi Corporate

Sosial Responsibility Dan Manajemen Laba

Tabel 4.9
Hasil Koefisien Determinasi H4

Adjusted Std. Error of the


Model R R Square R Estimate
Square
1 ,281a ,079 ,064 ,04504
Sumber: data sekunder diolah

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 sebesar

0,064. Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel corporate

sosial responsibility (X2), manajemen laba (X3) dan interaksi

antara kepemilikan keluarga dana manajemen laba (X1X3) hanya

bisa menjelaskan 6,4% variasi variabel agresivitas pajak.

Sedangkan sisanya sebesar 93,6% dijelaskan oleh sebab-sebab lain

diluar model.

4. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

model analisis regresi linier berganda (multiple regression analysis), yaitu

dilakukan melalui uji koefisien determinasi, uji statistik F dan uji statistik t.

a. Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji Statistik F bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama

terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05. Uji
78
Statistik F dapat ditentukan dengan melihat nilai F hitung atau

signifikansinya (sig.) yang terdapat pada tabel ANOVA. Jika nilai

probabilitas F lebih kecil dari 0,05 maka HA diterima dan menolak H0.

Sedangkan jika nilai probabilitas F lebih besar dari 0,05 maka H0

diterima dan menolak HA. Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel

4.10.

Tabel 4.10
Hasil Uji Statistik F

Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression ,041 3 ,014 6,879 ,000a


Residual ,351 178 ,002
Total ,392 181

Sumber: data sekunder diolah

Dapat dilihat pada tabel 4.10 bahwa hasil uji statistik F memiliki

nilai probabilitas sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian

HA diterima dan menolak H0. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan

bahwa kedua variabel independen yaitu kepemilikan keluarga dan

corporate social responsibility secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel dependen yaitu agresivitas pajak.

79
b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

1. Hasil uji hipotesis dengan analisis regresi berganda

(kepemilikan keluarga dan corporate social responsibility

terhadap agresivitas pajak).

Uji Statistik t bertujuan untuk menguji ada tidaknya pengaruh

variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen yang

diuji pada tingkat signifikansi 0,05. Uji statistik t dapat ketahui dengan

melihat nilai t hitung atau nilai signifikansi (sig.) masing-masing

variabel independen yang terdapat dalam tabel coefficient (Ghozali,

2013). Sama dengan uji signifikansi F, jika nilai probabilitas t lebih

kecil dari 0,05 maka HA diterima dan menolak H0. Sedangkan jika

nilai probabilitas t lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan menolak

HA. Hasil uji t pada analisis regresi berganda (H1 dan H2) ditunjukkan

pada tabel 4.11

Tabel 4.11
Hasil Uji t Analisis Regresi Berganda

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) ,310 ,013 23,813 ,000


Family -,019 ,007 -,202 -2,851 ,005
CSR -,171 ,050 -,242 -3,415 ,001

Sumber: data sekunder diolah

80
Berdasarkan tabel 4.11 menunjukkan hasil uji t antara variabel

dependen dan variabel independen dalam analisis regresi berganda.

Variabel kepemilikan keluarga (X1) memiliki tingkat signifikansi

0,005 (<0,05). Dengan demikian H1 diterima sehingga dapat dikatakan

variabel kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

Pada tabel juga dapat dilihat bahwa variabel independen corporate

social responsibility (X2) memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,001

(<0,05). Tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 sehingga hipotesis

H2 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa corporate social

responsibility juga berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

Sedangkan koefisien beta variabel kepemilikan keluarga dan

corporate social responsibility masing-masing menunjukan nilai yang

negatif yaitu sebesar -0,019 dan -0,171 menunjukan bahwa, apabila

variabel kepemilikan keluarga bertambah 1 satuan maka akan

menaikkan tindakan agresivitas pajak sebesar 1,9%, sedangkan apabila

variabel corporate social responsibility bertambah 1 satuan maka akan

menurunkan agresivitas pajak sebesar 17,1%. Hal tersebut

menunjukkan bahwa variabel kepemilikan keluarga dan corporate

social responsibility memiliki pengaruh yang negatif terhadap

agresivitas pajak. Semakin banyak kenaikan proporsi kepemilikan

keluarga dalam suatu perusahaan maka tindakan agresivitas pajak

semakin meningkat. pada variabel corporate social responsibility,


81
semakin banyak melakukan dan melaporkan kegiatan corporate social

responsibility, semakin rendah agresivitas perusahaan terhadap pajak.

Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel

independen kepemilikan keluarga dan corporate social responsibility

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel agresivitas pajak.

2. Hasil Uji Hipotesis Dengan Moderated Regression Analysis

a. Hasil Uji Hipotesis Hubungan Interaksi Kepemilikan

Keluarga Dengan Manajemen Laba.

Tabel 4.12
Hasil Uji t H3

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) ,268 ,005 58,588 ,000


Family -,020 ,007 -,215 -2,935 ,004

EM -,013 ,039 -,028 -,340 ,735


Family*EM ,071 ,083 ,071 ,858 ,392
Sumber: data sekunder diolah

Tabel 4.12 menunjukkan hasil uji t antara variabel independen

dengan variabel dependen. Variabel kepemilikan keluarga memiliki

tingkat signifikansi sebesar 0,004 (<0,05) dengan nilai beta -0,02

dan variabel moderasi yaitu manajemen laba memiliki tingkat

signifikansi sebesar 0,735 (>0,05) dengan nilai beta -0,013. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel kepemilikan keluarga berpengaruh

negatif terhadap agresivitas pajak sedangkan manajemen laba dalam


81
penelitian ini belum dapat mempengaruhi tindakan agresivitas

pajak.

Variabel X1X3 yang merupakan interaksi antara variabel

kepemilikan keluarga dan manajemen laba memiliki tingkat

signifikansi sebesar 0,392 (>0,05) sehingga dapat dikatakan

variabel manajemen laba bukan variabel moderasi dalam model dan

belum dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh kepemilikan

keluarga (X1) terhadap agresivitas pajak (Y).

b. Hasil Uji Hipotesis Hubungan Interaksi Corporate Social

Responsibility Dengan Manajemen Laba.

Tabel 4.13
Hasil Uji t H4

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) ,305 ,013 23,358 ,000


CSR -,185 ,051 -,262 -3,629 ,000

Ml -,264 ,153 -,565 -1,726 ,086


CSR*EM 1,052 ,598 ,576 1,759 ,080

Sumber: data sekunder diolah

Tabel 4.13 menunjukkan hasil uji t variabel corporate social

responsibility memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,000 (<0,05)

dengan nilai beta -0,185 dan variabel moderasi yaitu manajemen

laba memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,086 (>0,05) dengan

82
nilai beta -0,264. Hal ini menunjukkan bahwa variabel corporate

social responsibility berpengaruh negatif terhadap agresivitas

pajak sedangkan manajemen laba belum dapat mempengaruhi

tindakan agresivitas pajak.

Variabel X2X3 yang merupakan interaksi antara variabel

corporate social responsibility dan manajemen laba memiliki

tingkat signifikansi sebesar 0,80 (>0,05) sehingga dapat dikatakan

variabel manajemen laba bukan variabel moderasi dalam model

yang artinya interaksi antara corporate social responsibility

dengan manajemen laba belum dapat menjadi faktor yang

mempengaruhi tindakan agresivitas pajak.

B. Pembahasan

1. Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak

Berdasarkan hasil uji statistik t variabel kepemilikan keluarga dalam

perusahaan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,005 dengan koefisien

regresi -0,019 dapat dikatakan bahwa variabel kepemilikan keluarga

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan

artinya H1 diterima.

Hal ini menunjukkan semakin tinggi adanya tingkat kepemilikan oleh

keluarga disuatu perusahaan maka semakin tinggi juga tindakan agresivitas

pajak perusahaan. Hal ini bisa disebabkan karena di Indonesia menganut

sistem self assessment dimana wajib pajak yang menghitung, melaporkan dan
83
membayar pajak mereka sehingga dengan mudah melakukan agresivitas

pajak.

Hasil yang sama juga diungkapkan pada penelitian (Sari & Martani,

2010) yang menyatakan bahwa perusahaan keluarga memiliki berpengaruh

terhadap tingkat agresivitas pajak. (Sari & Martani, 2010) menyatakan bahwa

bagi perusahaan Indonesia keuntungan berupa penghematan pajak lebih besar

daripada kemungkinan rugi karena turunnya harga saham perusahaan,

rusaknya nama perusahaan ataupun kemungkinan terkena sanksi atau denda

dari petugas pajak. fenomena seperti ini mungkin juga terjadi karena adanya

efek exterlitas dari budaya pemeriksaan pajak di Indonesia. (Sari & Martani,

2010) mengungkapkan bahwa dalam kondisi dimana korupsi dan tindakan

curang dianggap merupakan hal biasa, maka tindakan tersebut akan semakin

diterima dan biaya atas tindakan tersebut akan semakin rendah.

Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian, penelitian (Chen et al.,

2010) yang menjelaskan perusahaan keluarga memiliki tingkat keagresifan

pajak yang lebih kecil daripada perusahaan non-keluarga. Hal ini diduga

terjadi karena dibandingkan perusahaan non-keluarga, perushaan keluarga

lebih rela membayar pajak lebih tinggi, daripada harus membayar denda

pajak. (Aditama, 2015) juga menyatakan bahwa perusahaan yang didominasi

oleh keluarga dimungkinkan tidak akan melakukan penghindaran pajak karena

menjaga reputasinya. Hasil yang berbeda ini dapat disebabkan oleh perbedaan

pengukuran yang digunakan (CETR), sektor perusahaan yang dipilih


84
(nonmanufaktur) untuk penelitian (Aditama, 2015) dan perbedaan

pengambilan sampel perusahaan (usa) untuk penelitian (Chen et al., 2010).

2. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak

Berdasarkan hasil uji statistik t yang ditunjukkan oleh tabel 4.10 dapat

dikatakan bahwa variabel corporate social responsibility berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap agresivitas pajak perusahaan, maka H2 diterima.

Artinya semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan, semakin

rendah praktik penghindaran pajak perusahaan. Hasil tersebut sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh penelitian (Ratmono & Sagala,

2015) dan (Yoehana, 2013) yang menyatakan bahwa tingkat pengungkapan

CSR berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak. Menurut (Ratmono &

Sagala, 2015) pengaruh negatif tersebut terjadi karena perusahaan yang

rendah tingkat pengungkapan CSR cenderung lebih agresif melakukan

berbagai upaya agar dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.

Hasil penelitian Lanis dan Richardson (2012) juga menyatakan bahwa

semakin besar perusahaan bertanggungjawab terhadap sosial maka semakin

besar kemungkinannya untuk mencegah aktivitas agresivitas pajak. Hasil

analisis tambahan juga menunjukan bahwa komitmen investasi sosial dan

strategi CSR perusahaan (termasuk etika dan aturan bisnis) dari elemen dasar

kegiatan CSR memiliki dampak negatif terhadap agresivitas pajak.

Berbeda dengan hasil penelitian (Ratmono & Sagala, 2015) dan

(Yoehana, 2013), Menurut Winarsih, dkk. (2014), pelaporan CSR tidak dapat
85
menjadi ukuran terhadap kinerja CSR yang dilakukan perusahaan karena

infomasi CSR yang diungkapkan dalam laporan belum tentu sesuai dengan

kondisi yang sebenanya. Pengukuran CSR dalam penelitian ini dilakukan

dengan mengamati ada tidaknya suatu item informasi yang terdapat dalam

laporan tahunan perusahaan. Sedangkan kontrol dari pihak yang diberi

wewenang terhadap laporan CSR juga belum tentu ada sehingga kebenaran

dari yang dilaporkan perusahaan mengenai kegiatan CSR-nya belum dapat

dipertanggungjawabkan. Maka tingkat pengungkapan kegiatan tanggungjawab

sosial dalam laporan tahunan perusahaan tidak dapat dijadikan jaminan akan

rendahnya tindakan pajak agresif yang dilakukan oleh perusahaan. Perbedaan

hasil ini disebabkan oleh perbedaan pengukuran sebelumnya yang hanya

menggunakan 78 check list katagori, dalam penelitian ini menggunakan

indikator terbaru GRI-G4 yang menyediakan kerangka kerja yang relevan

secara global untuk mendukung pendekatan yang terstandardisasi dalam

pelaporan, yang mendorong tingkat transparansi dan konsistensi yang

diperlukan untuk membuat informasi yang disampaikan menjadi berguna

dan dapat dipercaya oleh pasar dan masyarakat.

Hipotesis ini didasarkan pada pemikiran bahwa kewajiban CSR adalah

perusahaan seharusnya membayar pajak secara wajar sesuai hukum di negara

manapun perusahaan beroperasi. Jika perusahaan dipandang sebagai

penghindar pajak, maka perusahaan tersebut dianggap tidak membayar pajak

secara fair kepada pemerintah untuk membantu membiayai barang publik


86
masyarakat. Kekurangan penerimaan pajak akan menghasilkan permusuhan,

rusaknya reputasi bagi perusahaan. Pada akhirnya, agresivitas pajak

perusahaan akan menghasilkan kerugian bagi masyarakat. Dengan demikian,

agresivitas pajak perusahaan seharusnya dianggap tindakan tidak bertanggung

jawab secara sosial (socially irresponsible) dan merupakan aktivitas yang

tidak berlegitimasi (Wahyudi, 2015).

Hasil hipotesis yang signifikan ini juga membuktikan hipotesis

sebelumnya yang erat kaitannya dengan teori legitimasi, bahwa untuk

mencapai keuntungan yang lebih baik dan untuk mempertahankan

keberlanjutan usahanya, perusahaan akan berusaha menjaga kepercayaan

para stakeholders-nya dengan melakukan dan melaporkan kegiatan CSR,

termasuk menjaga kepercayaan pihak pemerintah dengan tidak melakukan

tindakan agresif terhadap pembayaran pajak penghasilan.

3. Pengaruh Kepemilikan Keluarga Terhadap Agresivitas Pajak Dengan

Manajemen Laba Sebagai Variabel Moderasi.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa variabel X1X3 yang merupakan interaksi antara variabel kepemilikan

keluarga dengan manajemen laba memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,392

lebih besar dibandingkan 0,05, maka demikian hipotesis ketiga (H3) ditolak,

yang artinya dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa manajemen laba

bukan sebagai faktor moderasi yang dapat memperkuat/memperlemah

hubungan kepemilikan keluarga terhadap agresivitas pajak.


87
Berdasarkan hasil uji statistik t yang ditunjukkan oleh tabel 4.11 dapat

dikatakan bahwa variabel manajemen laba berpengaruh positif tetapi tidak

signifikan dalam kepemilikan keluarga terhadap agresivitas pajak. Ini

menunjukan bahwa manajemen laba yang dilakukan perusahaan dapat

meminimalkan beban pajak yang harus dibayarkan. Namun manajemen laba

tidak berdampak besar bagi tujuan meminimalisasi biaya pajak. Hal ini

disebabkan karena terkonsentrasinya kepemilikan keluarga belum mampu

memberikan kontrol yang baik terhadap tindakan manajemen atas sikap

opportunitiesnya dalam melakukan manajemen laba.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Isnanta, 2008) yang

mengungkapkan faktor kepemilikan dalam perusahaan kurang berpengaruh

dalam praktik manajemen laba. Namun (Murniati, 2012) menjelaskan bahwa

kepemilikan keluarga berpengaruh terhadap pajak agresif. Perusahaan yang

didominasi oleh keluarga dimungkinkan memberikan posisi pada anggota

keluarga di bagian manajerial sehingga dapat mengutamakan kepentingannya.

Hal ini dapat menyebabkan praktik manajemen laba dan manipulasi lainnya

pada perusahaan. (Hartanto, 2011) mengatakan Perusahaan publik di

Indonesia yang dikendalikan keluarga atau negara atau institusi keuangan

masalah agensinya lebih kecil jika dibandingkan perusahaan yang dikontrol

oleh publik atau tanpa pengendali utama. Perusahaan yang dikendalikan oleh

keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan berkurangnya konflik agensi

antara pemegang saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap


88
kepemilikan keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur. Jika

kepemilikan keluarga lebih efisien, maka pada perusahaan dengan

kepemilikan keluarga yang tinggi, masalah pengelolaan laba yang oportunis

dapat dibatasi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi kepemilikan keluarga

menunjukkan monitoring semakin baik karena rasa tanggung jawab besar

sehingga akan semakin menurunkan kemungkinan manajemen laba yang

dilakukan oleh perusahaan.

4. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak

Dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Moderasi.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa variabel X2X3 yang merupakan interaksi antara variabel corporate

social responsibility dengan manajemen laba memiliki tingkat signifikansi

sebesar 0,080 lebih besar dibandingkan 0,05, maka demikian hipotesis ketiga

(H4) ditolak, yang artinya dalam penelitian ini bahwa manajemen laba bukan

sebagai faktor moderasi yang dapat memperkuat/memperlemah hubungan

corporate social responsibility terhadap agresivitas pajak.

Berdasarkan hasil uji statistik t yang ditunjukkan oleh tabel 4.12 dapat

dikatakan bahwa variabel manajemen laba berpengaruh positif tetapi tidak

signifikan dalam corporate social responsibility terhadap agresivitas pajak.

Hal ini menyatakan bahwa praktik manajemen laba tidak membawa pengaruh

terhadap kegiatan corporate social responsibility yang dilakukan perusahaan.

keberadaan manajemen laba dianggap kurang mampu untuk menambah efek


89
dari tindakan agresivitas pajak. CSR belum terbukti menjadi alat

pembentengan (entrenchement) untuk meningkatkan dukungan dari kelompok

pemangku kepentingan lainnya yang kepentingan-kepentingannya terganggu

atas praktik-praktik manajemen laba.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian (Dianita dan

Rahmawati, 2011) dan (Jayastini dan Wirajaya, 2016) menyatakan bahwa

pengungkapan perusahaan yang memiliki komitmen yang kuat dalam

melaksanakan aktivitas CSR belum tentu mampu untuk mendapatkan

legitimasi dari lingkungan sekitarnya dan beroperasi sesuai dengan etika dan

norma yang belaku yang akan membatasi praktik manajemen labanya.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan

oleh (Lanis & Richardson, 2013) menyatakan bahwa sulit untuk membedakan

antara CSR yang dilakukan dengan motif altruistik dengan CSR yang

dilakukan dengan tujuan untuk menguntungkan reputasi perusahaan.

Sebaliknya, banyak aksi perusahaan yang dilakukan dengan motif ganda. Oleh

karena itu penting dalam mempertimbangkan bagaimana CSR dapat

mempengaruhi agresivitas pajak tanpa membuat setiap upaya untuk

membedakan antara tindakan yang diambil karena perusahaan benar-benar

ingin bertanggung jawab maupun tindakan yang diambil karena tujuan

tertentu. Semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR yang dilakukan oleh

perusahaan, diharapkan perusahaan tersebut semakin tidak agresif terhadap

pajak. (Octaviana, 2014) menyatakan, secara etika manipulasi yang tidak


90
dapat diterima oleh sebagian besar orang terjadi lebih sedikit pada perusahaan

yang memiliki komitmen yang kuat dalam melaksanakan aktivitas CSR.

Dengan demikian, semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR yang dilakukan

oleh perusahaan, diharapkan perusahaan tersebut tidak melakukan tindakan

agresivitas pajak. Hal ini karena apabila perusahaan yang menerapkan CSR

dan melakukan tindakan agresivitas pajak, maka perusahaan akan kehilangan

nama baik di mata stakeholder, masyarakat dan pemerintah, serta akan

menurunkan nilai dan dampak positif dari CSR yang telah dilakukan oleh

perusahaan (Purwanggono, 2015).

91

You might also like