You are on page 1of 9

e-ISSN: 2620-3332 SELODANG MAYANG

MENINJAU KEWENANGAN JAKSA SEBAGAI PENUNTUT


UMUM TERHADAP PENINJAUAN KEMBALI DALAM
SISTEM HUKUM PIDANA DI INDONESIA
M. Rizki Azmi1, Fitri Wahyuni2,
1
Universitas Islam Riau
2
Universitas Islam Indragiri

Email: fw160586@gmail.com (korespondensi)

Abstract

Indonesia is a state of law, and one of the characteristics of a state of the law is upholding
human rights, a free judiciary, and legality. Therefore, every applicable rule must be a
reference for behavior in society. One of the matters relating to a review in a case must be in
accordance with the legal provisions that govern it. However, at this time the review by the
public prosecutor invites debate from legal experts. The method used in this research is
normative legal research. Data in the form of primary legal materials and secondary
materials with qualitative analysis. The results show that the Supreme Court has the
authority to make breakthroughs to fill the legal void and update the law according to
community developments. This breakthrough must be followed by the belief that there has
been an error in the application of the law. This is different from the review of the convict
Muchtar Pakpahan which was not a mistake in the application of the law. Therefore, the
Supreme Court must be responsible for the reasons for accepting and deciding the case for
review. The provisions in the elucidation of Article 21 are quite clear in stating that the
review is only intended for the convict and his heirs. The explanation does not explain at all
what the parties concerned mean. Therefore, the public prosecutor in the case of review
interprets the article according to its interests to apply for a review (PK).
Keywords: Review, Prosecutor, Public Prosecutor

Abstrak
Indonesia adalah negara hukum, salah satu ciri dari negara hukum dengan menjunjung
tinggi terhadap hak asasi manusia, peradilan yang bebas dan legalitas. Oleh karena itu
setiap aturan yang berlaku harus menjadi acuan untuk berperilaku dalam masyarakat. Salah
satunya hal yang berkaitan dengan peninjauan kembali dalam suatu perkara harus sesuai
dengan ketentuan hukum yang mengaturnya. Namun saat ini Peninjauan kembali oleh jaksa
penuntut umum mengundang perdebatan dari para ahli hukum. Metode yang digunakan
dalam penelitian adalah penelitian hukum normatif. Data berupa bahan hukum primer dan
bahan sekunder dengan analisa kualitatif. Hasil penelitian bahwa Mahkamah Agung
berwenang melakukan terobosan untuk mengisi kokosongan hukum dan memperbarui
hukum sesuai perkembangan masyarakat. Terobosan tersebut harus diikuti keyakinan
adanya kesalahan dalam penerapan hukum. Hal tersebut berbeda dengan peninjauan
kembali dengan terpidana Muchtar Pakpahan yang bukan merupakan kesalahan dalam
penerapan hukum. Oleh karena itu, Mahkamah Agung harus mempertanggungjawabkan
alasan menerima dan memutus perkara peninjauan kembali itu. Ketentuan dalam penjelasan
Pasal 21 itu telah cukup tegas menyatakan peninjauan kembali hanya diperuntukan bagi
terpidana dan ahli warisnya. Pada penjelasan sama sekali tidak diterangkan apa yang
dimaksud pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, jaksa penuntut umum pada
perkara peninjauan kembali menafsirkan pasal tersebut sesuai kepentingannya untuk
mengajukan peninjauan kembali (PK).
Kata kunci: Peninjauan kembali, Jaksa, Penuntut umum

1. PENDAHULUAN makhluk-makhluk yang ada didalamnya.


Dalam pengelolaanya dilaksanakan oleh
Dunia adalah ruang yang diisi oleh

Meninjau Kewenangan Jaksa....(Rizki Azmi et al.) 209


e-ISSN: 2620-3332 SELODANG MAYANG

makhluk yang berakal yaitu manusia.dalam memberikan jaminan yang sama terhadap
pengelolaan segala isi dunia ,manusia tidak hak asasi manusia, baik hak korban maupun
boleh melampui kodrat yang diturunkan hak tersangka/terdakwa/terpidana. Terlebih
kepadanya oleh Tuhan.Namun segala sifat dengan berlakunya Undang-Undang Nomor
positif dan negatif terdapat didalam 8 Tahun 1981 (selanjutnya ditulis KUHAP)
kejiwaan manusia,dan senantiasa berbuat yang mencabut ketentuan Het Herziene
salah.Sehingga dalam interaksinya dengan Inlandsch Reglement (HIR).
alam dan sesamanya harus ada tata tertib Perlindungan terhadap hak korban
yang akan diatur.Dari sinilah lahir kontrak terlihat pada penegakan hukum pidana bagi
bagi sebuah komunitas yang bernaung pelaku tindak pidana. Dalam peradilan
dalam sebuah Negara.Mempunyai Subjek pidana, korban akan diwakili oleh jaksa
Warganegara yang membuat aturan penuntut umum yang akan menuntut
bersama dan taat pada sebuah kekuasaan hukuman seberat-beratnya pada pelaku
setelah sebelumnya terjadi kekacauan.Dari tindak pidana agar ketertiban umum yang
sinilah lahir kontrak sosial lahir dari hal-hal terganggu akibat perbuatannya dapat
yang esensial. dipulihkan kembali. Sedangkan bagi pelaku
Dari suatu Negara alami, dimana tindak pidana diberikan jaminan hak
tidak ada hukum, tidak ada ketertiban, tidak asasinya dimulai dari tahap penyidikan
ada pemerintahan, kemudian sesudah sampai persidangan di pengadilan dan
beberapa waktu menjadi suatu masyarakat, perkara tersebut diputus oleh hakim. Bahkan
melalui suatu kontrak dimana orang-orang setelah putusan hakim tersebut telah
saling menghormati satu sama lain dan berkekuatan hukum tetap masih terbuka
hidup dan damai (Pactum Uniones).1 kesempatan bagi terpidana untuk
Kontrak inilah yang disebut sebagai Hukum, melaksanakan hak mengajukan upaya
berupa keinginan masyarakat sebagai hukum.
komunitas Sosial yang menginginkan Upaya hukum yang dimaksud adalah
ketertiban dan kemanfaatan. kemanfaatan peninjauan kembali yang merupakan upaya
disini diartikan sebagai kebahagiaan hukum luar biasa yang diberikan pada
(Happiness). Jadi, baik buruk atau adil terpidana atau ahli warisnya di samping
tidaknya suatu hukum, bergantung kepada kasasi demi kepentingan hukum yang
apakah hukum itu memberikan kebahagiaan diajukan Jaksa Agung. Disebut upaya hukum
kepada manusia atau tidak.2 Ungkapan luar biasa 4karenaDiajukan dan ditujukan
penganut Utilitarian diatas membuat hukum terhadap putusan pengadilan yang telah
di percaya oleh seluruh dunia sebagai berkekuatan hukum tetap, Upaya ini hanya
pemberi kepastian terhadap Individu.Dan dapat ditujukan dan diajukan dalam keadaan
kepercayaan itulah yang digunakan Negara- tertentu sebagai syaratnya sehingga tidak
negara didunia memakai Kata-kata Hukum dapat diajukan terhadap semua putusan
Include kedalam Konstitusinya. pengadilan yang telah berkekuatan hukum
Indonesia adalah negara hukum, tetap, Diajukan ke Mahkamah Agung dan
dimana sejak Simposium (kebangkitan diperiksa serta diputus Mahkamah Agung
Semangat ’66 menjelajah Tracee baru), sebagai instansi pertama dan terakhir.Pasal
menetapkan salah satu ciri dari negara 263 ayat (1) KUHAP merupakan dasar
hukum dengan menjunjung tinggi dan pengajuan peninjauan kembali yang
hormat terhadap hak asasi manusia, menegaskan terhadap putusan pengadilan
peradilan yang bebas dan legalitas. yang telah berkekuatan hukum tetap dapat
3Penegasannya terlihat pada batang tubuh diajukan upaya hukum luar biasa tersebut
Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 27 pada Mahkamah Agung. Selanjutnya dalam
sampai Pasal 34) yang memberikan ayat (2) ditegaskan hanya terdakwa atau
pengayoman terhadap peraturan ahli warisnya saja yang dapat mengajukan
perundang-undangan di bawahnya. Sistem peninjauan kembali. Namun, dalam ayat (3)
peradilan pidana Indonesia juga pasal yang sama ditegaskan bahwa
peninjauan kembali dapat diajukan terhadap
putusan yang didakwakan telah terbukti dan
1 tidak diikuti suatu pemidanaan. Bila ditarik
W Friedman, teori dan filsafat Hukum : Telaah
kritis Atas Teori-teori Hukum, CV. Rajawali, makna tersirat dalam pasal tersebut bahwa
Jakarta, 1990, hlm 74 jaksa dapat mengajukan peninjauan kembali
2
Darji Darmodiharjo dan shidarta, Pokok-pokok terhadap putusan bebas. Adalah tidak logis
Filsafat Hukum :Apa dan bagaimnana Filsafat
Hukum Indonesia, PT.Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta,2006,hlm 117 4
M.Yahya Harahap, 2005. Pembahasan
3
Oemar Seno Adji, Hukum Acara Pidana dalam Permasalahan dan Penerapan KUHAP Jilid 2 , Sinar
Prospeksi, Erlangga, Bandung, 2001,hlm 234 Grafika, Jakarta, hlm 607

210 Jurnal Selodang Mayang, Vol.8 No. 3, Desember 2022


e-ISSN: 2620-3332 SELODANG MAYANG

jika ayat (3) ditafsirkan dan diterapkan keadilan pada semua pihak.9 Terlepas dari
sebagai hak terpidana dan ahli warisnya. perdebatan tersebut, Mahkamah Agung
Karenanya tidak masuk akal bila terpidana sendiri mencatat beberapa perkara
mengajukan peninjauan kembali terhadap peninjauan kembali yang diajukan oleh jaksa
putusan yang membebaskannya. penuntut umum. Antara lain; kasus Muktar
Berdasarkan rumusan Pasal 263 ayat (3) ini Pakpahan tahun 1996, kasus Ram Gulumal
jaksa penuntut umum kemudian (Gandhi Memorial School) tahun 2001, kasus
mengajukan peninjauan kembali atas kasus Soetiyawati tahun 2006, kasus Eddy Linus
Muktar Pakpahan.5 Dalam kasus kisruh Woworuntu (2006) dan terakhir peninjauan
buruh di Medan pada 1994, di pengadilan kembali kasus pembunuhan Munir. Bahkan,
tingkat pertama dan tingkat banding, Muktar untuk perkara Ram Gulumal (Gandhi
Pakpahan dihukum empat tahun penjara. Memorial School), jaksa penuntut umum
Namun, di tingkat kasasi Muktar dibebaskan. mengajukan dua kali peninjauan kembali
Atas putusan kasasi itu, jaksa penuntut (tahun 1997)
umum Havid Abdul Latip dari Kejaksaan
Negeri Medan kemudian mengajukan
peninjauan kembali yang diterima dan 2. TINJAUAN PUSTAKA
dikabulkan oleh Mahkamah Agung pada
2.1. Peninjauan Kembali dalam Konsep
1996 oleh majelis hakim agung Soerjono,
Hukum Acara Pidana di Indonesia
Palti Raja Siregar, dan Sarwata. Ketua DPP
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia tersebut Secara normatif, Kitab Undang-Undang
dinyatakan bersalah melanggar Pasal 160 jo Hukum Acara Pidana (KUHAP) membedakan
Pasal 161 ayat (1) KUHPidana yang intinya upaya hukum menjadi dua macam, pertama,
berupa perbuatan menghasut orang lain upaya hukum biasa yaitu Banding hingga Kasasi
(buruh) melakukan perbuatan menentang sebagaimana diatur dalam Bab XVII Pasal 233
penguasa umum dengan kekerasan.6 KUHAP sampai dengan Pasal 258 KUHAP. Kedua,
Tentunya hal ini menimbulkan pro upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan
kontra. Sebagian ahli menyatakan tidak Kembali (PK) yang diatur dalam Pasal 263
setuju dengan pengajuan peninjauan KUHAP sampai dengan Pasal 269 KUHAP,
kembali tersebut, karena jelas-jelas kemudian upaya hukum luar biasa yang lain
bertentangan dengan Pasal 263 ayat (1) adalah Kasasi demi kepentingan hukum yang
KUHAP. Para ahli hukum diatur dalam Pasal 259 KUHAP sampai dengan
mempermasalahkan kewenangan jaksa Pasal 262 KUHAP. Melalui upaya hukum yang
penuntut umum mengajukan peninjauan tersedia tersebut, maka dalam rangka
kembali karena jaksa telah diberi mewujudkan keadilan, para pihak memiliki hak
kesempatan mengajukan tiga kali untuk mengajukan upaya hukum apabila
penuntutan (pada Pengadilan Negeri, terdapat putusan hakim yang dirasa tidak adil.
Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung) Peninjauan kembali adalah suatu upaya hukum
dan jaksa pun telah diberi upaya hukum luar yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang
biasa lain (kasasi demi kepentingan dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum
hukum).7 Disamping itu para ahli hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah
juga mempermasalahkan terhadap diskresi berkekuatan hukum tetap dalam sistem
yang dilakukan Mahkamah Agung menerima peradilan di Indonesia.10
peninjauan kembali tersebut.8 Sebaliknya
tidak sedikit pula para ahli hukum yang Sedangkan menurut Soenarto Soerodibroto,
Herziening adalah Peninjauan Kembali (PK)
mendukung pengajuan peninjauan kembali
terhadap keputusan-keputusan pidana yang
oleh jaksa penuntut umum. Mereka
telah memperoleh kekuatan hukum pasti yang
menganggap hal ini adalah bentuk berisikan pemidanaan, dimana tidak dapat
penafsiran terhadap peraturan perundang- diterapkan terhadap keputusan dimana tertuduh
undangan. Penafsiran ini diperlukan untuk telah dibebaskan (vrijgerproken). Definisi lain
menembus kekakuan legalistik dan dikemukakan oleh Andi Hamzah dan Irdan
mencapai tujuan hukum yaitu menegakan Dahlan bahwa PK yaitu, hak terpidana untuk
meminta memperbaiki keputusan pengadilan
yang telah menjadi tetap, sebagai akibat

5
Ibid.
6
www.suarapembaruan-online.com, daksestanggal 9
SR. Sianturi,1996. Asas-Asas Hukum Pidana di
17 Januari 2007 Indonesia. Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem,
7
www.abdulmanan.blogspot.com, diakses tanggal hlm. 65
2 September 2007 10
Aria Zurnetti dkk, 2021, Pengantar Hukum Acara
8
www.hukumonline.com, diakses tanggal 2 Pidana Indonesia, PT Rajagrafindo Persada,
November 2007 Jakarta, hlm.136

Meninjau Kewenangan Jaksa....(Rizki Azmi et al.) 211


e-ISSN: 2620-3332 SELODANG MAYANG

kekeliruan atau kelalaian hakim dalam sebagaimana telah diubah dengan Undang-
menjatuhkan putusannya.11 Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
Secara historis, lahirnya upaya hukum luar 2009 yaitu, “Permohonan peninjauan kembali
biasa yaitu PK tidak terlepas dari adanya kasus dapat diajukan hanya 1 (satu) kali”. Khusus
Sengkon dan Karta pada tahun 1977. Dalam dalam perkara pidana, pengajuan permohonan
kasus tersebut, negara telah salah menerapkan PK tersebut dapat diuji dengan dua asas dalam
hukum (miscarriage of justice) yaitu dengan teori hukum yaitu, “lex posteriory derogate lex
mempidana orang yang tidak bersalah, sehingga priory” dan “lex superiory derogate lex inferiory”.
yang terjadi adalah proses peradilan sesat Menurut asas lex posteriory derogate lex priory,
(rechterlijke dwaling). Oleh karena itu, sebagai dalam hirarki peraturan yang sama maka bila
upaya untuk mengatasi kesalahan negara dalam terjadi polemik maka peraturan yang terbarulah
kasus Sengkon dan Karta, akhirnya Mahkamah yang digunakan. Artinya, putusan MK, yang
Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 1980 memiliki posisi sejajar dengan Undang-Undang
tentang Peninjauan Kembali Putusan yang Telah tersebut seharusnya berlaku mengalahkan
Memperoleh Kekuatan Hukum yang Tetap. Undang-Undang sebelumnya (UU Kekuasaan
Kasus Sengkon dan Karta pula yang kemudian Kehakiman dan UU Mahkamah Agung). Begitu
melatarbelakangi lahirnya Bab XVIII Pasal 263 juga bila menggunakan asas lex superiory
KUHAP sampai dengan Pasal 269 KUHAP yang derogate lex inferiory, yang mengatakan bahwa
mengatur tentang upaya hukum PK. peraturan yang lebih rendah dikalahkan oleh
Upaya hukum PK pada prinsipnya merupakan peraturan yang lebih tinggi, maka Putusan MK
upaya hukum luar biasa (extraordinary remedy) seharusnya lebih tinggi daripada SEMA yang
terhadap putusan pengadilan yang telah hanya mengikat secara internal. Dengan
berkekuatan hukum tetap (inkracht van menggunakan kedua asas ini ini maka secara
gewisjde). Upaya hukum PK bertujuan untuk hukum sebenarnya polemik tersebut telah
memberikan keadilan hukum, dan bisa diajukan dianggap selesai dan dengan demikian yang
oleh pihak yang berperkara baik untuk perkara diikuti oleh masyarakat dan aparat penegak
pidana maupun perkara perdata. PK merupakan hukum adalah Putusan MK yang menyatakan
hak terpidana selama menjalani masa pidana di bahwa permohonan PK dapat diajukan lebih dari
dalam lembaga pemasyarakatan. Alasan PK 1 (satu) kali.13
dikategorikan sebagai upaya hukum luar biasa
karena mempunyai keistimewaan, artinya dapat
digunakan untuk membuka kembali 3. METODOLOGI PENELITIAN
(mengungkap) suatu keputusan pengadilan yang 3.1 Tipe penelitian
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tipe penelitian yang digunakan dalam
Sedangkan suatu putusan pengadilan yang penelitian ini adalah tipe penelitian hukum
mempunyai kekuatan hukum tetap, harus normatif yakni metode untuk menemukan
dilaksanakan untuk menghormati kepastian
suatu aturan hukum, prinsi-pprinsip hukum,
hukum. Dengan demikian, lembaga PK adalah
maupun doktrin-doktrin hukum yang
suatu upaya hukum yang dipergunakan untuk
menarik kembali atau menolak putusan hakim dipakai guna menjawab isu hukum yang
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.12 terjadi.
3.2 Sumber Penelitian Hukum
Pengaturan upaya hukum PK hanya dapat Sumber penelitian hukum yakni berupa
dilakukan satu kali selain terdapat dalam bahan hukum primer dan bahan hukum
ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang telah sekunder. Bahan hukum primer merupakan
dibatalkan oleh MK berdasarkan Putusan MK terdiri peraturan perundanga-undangan
34/PUU-XI/2013. Selain itu juga diatur dalam yang berkaitan dengan fokus penelitian
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 sedangkan bahan hukum sekunder terdiri
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
dari hasil penelitian berupa jurnal-jurnal,
yaitu “Terhadap putusan peninjauan kembali
buku-buku dan bahan interner yang sesuai
tidak dapat dilakukan peninjauan kembali”, serta
Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 dengan fokus penelitian.
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung 3.3 Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh dalam
penelitian, dianalisis dengan menggunakan
11
Shanti Dwi Kartika, “Peninjauan Kembali Lebih analisis kualitatif. Setelah itu dideskripsikan
Dari Satu Kali, Antara Keadilan Dan Kepastian dengan menelaah permasalahan yang ada,
Hukum”, Buletin Info Hukum Singkat Pusat
menggambarkan, menguraikan hingga
Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, Vol. VI, No.
06/II/P3DI/Maret/2014, hlm. 3
12
Tim Pengkaji Pusat Litbang, Problematika Arfan Faiz Muhlizi, Memperebutkan Tafsir
13

Penerimaan Peninjauan kembali dan Grasi dalam Peninjauan Kembali, Rechtsvinding Online Badan
Penegakan Hukum, Jakarta: Puslitbang Kejagung Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), 23 Januari
RI, 2006, hlm. 8 2015, hlm. 2-3.

212 Jurnal Selodang Mayang, Vol.8 No. 3, Desember 2022


e-ISSN: 2620-3332 SELODANG MAYANG

menjelaskan permasalahan-permasalahan mencari kebenaran pada hal-hal yang sungguh


yang berkaitan yang berkiatan dengan terjadi.17
Kewenangan Jaksa Sebagai Penuntut Umum
Terhadap Peninjauan Kembali Dalam Sistem Sebagai Refleksi, Jaksa penuntut umum
Hukum Pidana Di Indonesia. menganggap putusan kasasi tersebut keliru
dalam menerapkan hukum. Dengan arti kata,
putusan yang dijatuhkan terhadap para
4. HASIL DAN PEMBAHASAN terdakwa merupakan putusan bebas tidak
murni. Merujuk pada yurisprudensi perkara
4.1. Kewenangan Jaksa Penuntut Umum Natalegawa, putusan bebas tidak murni dapat
Mengajukan Peninjauan Kembali diajukan upaya hukum. Ketentuan ini
mematahkan Pasal 67 dan 244 KUHAP yang
Meneropong Kewenangan jaksa dalam melarang banding dan kasasi terhadap putusan
mengajukan PK haruslah sinkron dengan tujuan bebas. Pertimbangan Mahkamah Agung dalam
Sistem Peradilan Pidana (SPP)14 yakni putusannya tanggal 29 Desember 1984
Mencegah Masyarakat menjadi korban Regno:892 K/PID/1983 tentang kasus sengkon
kejahatan,Menyelesaikan kasus kejahatan yang dan sukanta menyatakan sebagai berikut:18
terjadi sehingga masyarakat puas bahwa Menimbang, bahwa namun demikian sesuai
keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah yurisprudensi yang sudah ada apabila ternyata
dipidana, Mengusahakan agar mereka yang putusan pengadilan yang membebaskan
pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi terdakwa itu merupakan pembebasan yang tidak
lagi kejahatannya.Dengan ditegakannya keadilan murni sifatnya, maka sesuai ketentuan Pasal 244
maka masyarakat akan mendapatkan kepastian KUHAP tersebut, permohonan kasasi tersebut
hidup.Daniel Webster berpendapat bahwa harus dinyatakan tidak dapat diterima.
keadilan adalah kepentingan manusia yang Menimbang, bahwa sebaliknya apabila
paling luhur dibumi ini.15 pembebasan itu didasarkan pada penafsiran
yang keliru terhadap sebutan tindak pidana yang
Tujuan-tujuan SPP diatas setidaknya sesuai dimuat dalam surat dakwaan dan bukan
dengan tujuan seorang Jaksa melakukan PK didasarkan pada tidak terbuktinya suatu unsur
terhadap terdakwa yang dibebaskan oleh perbuatan yang didakwakan atau apabila
Hakim.Analisa mengenai Kewenangan Jaksa pembebasan itu merupakan putusan lepas dari
Penuntut Umum dalam Peninjauan Kembali (PK) segala tuntutan hukum atau apabila dalam
dapat dilihat dari aspek historis pasang surut menjatuhkan putusan itu pengadilan telah
eksistensi PK.Dimulai Dibekukannya Peraturan melampaui batas wewenangnya.
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1969 yang Sebaliknya, para ahli hukum yang tidak
mengatur tentang upaya peninjauan kembali setuju menyatakan bahwa mustahil penuntut
tidak terlepas dari kontroversi perlukah lembaga umum dan hakim yang terdiri dari tiga orang
upaya hukum luar biasa ini diberlakukan di Pengadilan Negeri, tiga orang di Pengadilan
Indonesia. Sebab sebelumnya melalui Surat Tinggi dan tiga orang di Mahkamah Agung
Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1967, melakukan kesalahan. Dalam hal ini ditekankan
Mahkamah Agung secara tegas menyatakan pada hakim dan penuntut umum untuk
permohonan peninjauan kembali yang diajukan profesional menjalankan tugasnya dengan
ke lembaga peradilan tertinggi itu tidak dapat memahami peraturan perundang-undangan
diterima dan jika pengajuannya ke Pengadilan dengan seksama sehingga dapat
Negeri harus dinyatakan tidak berwenang.16 menerapkannya dengan tepat.19
Para pakar hukum yang setuju dengan upaya Berlakunya KUHAP yang memuat pengaturan
hukum peninjauan kembali mengutarakan mengenai upaya peninjauan kembali tidak terlalu
bahwa hakim adalah manusia biasa yang tidak menimbulkan polemik seperti pengaturan
luput dari kekhilafan karena manusia tidak peninjauan kembali dalam Peraturan Mahkamah
sempurna. Dan kekhilafan itu dapat berimbas Agung Nomor 1 Tahun 1980. Hal ini disebabkan
ketidakpastian Hak Asasi Seseorang yang karena pengaturan melalui undang-undang
melakukan pengaduan.Jaksa berhak acara pidana memberikan kepastian hukum
mengajukan PK juga untuk mengawal tujuan yang lebih tegas dibandingkan pengaturan
Hukum Acara pidana yang pada Hakekatnya

17
14
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan pidana Moch.Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam
(Criminal Justice System), PT.Bina Cipta,Jakarta, Teori & Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2001,
1996,hlm. 15 hlm 22
18
15
Roescoe Pound diterjemahkan M Radjab, Tugas Harun M. Husein, 1992. Kasasi Sebagai Upaya
Hukum,Bhratara,Jakarta,1965,hlm. 9 Hukum, Sinar Grafika, Jakarta hlm. 113
16
Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, 1987. Upaya 19
Leden Marpaung, 2000. Perumusan Memori
Hukum Dalam Perkara Pidana., PT. Bina Aksara Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Pidana.
,Jakarta hlm. 123 Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 71

Meninjau Kewenangan Jaksa....(Rizki Azmi et al.) 213


e-ISSN: 2620-3332 SELODANG MAYANG

dalam Peraturan Mahkamah Agung. Lagi pula dan ahli warisnya. Hal ini secara tegas
kasus Sengkon dan Karta yang terjadi ketika itu dimuat dalam Pasal 263 ayat (1)
mempengaruhi cara pandang pembuat undang- KUHAP. Namun, jaksa penuntut umum
undang dan masyarakat tentang pentingnya
tetap mengajukan permohonan
perlindungan hak terhadap tersangka, terdakwa
dan terpidana. peninjauan kembali dan Mahkamah
Peninjauan Kembali Dalam Perkara Muchtar Agung menerima permohonan kembali
Pakpahan adalah salah satu Standardisasi yang tidak sesuai prosedur tersebut.
melihat kewenangan Jaksa dalam Mengajukan Para ahli hukum ramai
PK. Polemik mengenai peninjauan kembali memperdebatkan diskresi yang
menghangat ketika Mahkamah Agung menerima dilakukan jaksa penuntut umum dan
secara formil permohonan peninjauan kembali
Mahkamah Agung terkait peninjauan
yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
Upaya hukum ini digunakan jaksa penuntut kembali tersebut. Pada dasarnya
umum terhadap perkara Muchtar Pakpahan, diskresi adalah kebijakan dari pejabat
Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia yang intinya membolehkan pejabat
(SBSI) yang diadili karena dianggap menyulut publik melakukan sebuah kebijakan
aksi unjuk rasa buruh di Medan, 1994.Hal ini yang melanggar undang-undang dengan
menunjukan bahwa MA dan Jaksa Agung sudah tiga syarat yaitu demi kepentingan
mulai menunjukan sinkronisasi Struktural dan umum, masih dalam batas wilayah
Substansi dengan mencari kebenaran sejati tidak
tergantung pada permasalahan procedural,
kewenangannya, dan tidak melanggar
tetapi mengutamakan formal Adjudicative dan asas-asas umum pemerintahan yang
Adversary Fact-finding.Hal ini berarti dalam baik.22
setiap kasus tersangka harus diajukan ke muka Sebagai lembaga peradilan tertinggi
pengadilan yang tidak memihak dan diperiksa di negara ini, Mahkamah Agung
sesudah tersangka memperoleh hak yang penuh berwenang melakukan terobosan untuk
untuk mengajukan pembelaanya.20 mengisi kokosongan hukum dan
Dalam SPP Fact-Finding, diprioritaskan untuk
memperbarui hukum sesuai
seorang hakim dalam mencari kebenaran sejati
dan memutuskan seadil-adilnya. Dengan PK oleh perkembangan masyarakat. Menurut
jaksa terhadap putusan Hakim ,maka secara Muladi, terobosan yang berani itu harus
tidak sadar akan memaksa hakim kembali diikuti keyakinan adanya kesalahan
mengintrospeksi keputusannya dan mencari dalam penerapan hukum. Hal ini
fakta yang lebih tepat. Hal ini dilakukan , karena berbeda dengan peninjauan kembali
Undang-undang umumnya tidak lengkap dan dengan terpidana Muchtar Pakpahan
tidak jelas, maka Hakim harus mencari
yang bukan merupakan kesalahan
hukumnya,21 harus menemukan hukumnya.
Doktor Lemaire mengatakan ,bahwa orang tidak
dalam penerapan hukum. Oleh karena
perlu harus mengartikan apa yang tertulis dalam itu, Mahkamah Agung harus
undang-undang itu secara harfiah. mempertanggungjawabkan alasan
menerima dan memutus perkara
peninjauan kembali itu.23
4.2. Kontroversi Terkait Peninjauan Pakar hukum lain yang menentang
Kembali yang Diajukan Jaksa diskresi itu menguraikan alasan atau
Penuntut Umum
dasar yang diajukan oleh jaksa
penuntut umum cacat hukum. Mantan
Peninjauan kembali oleh jaksa Hakim Agung Subiantono menunjukan
penuntut umum mengundang Pasal 21 Undang-Undang Nomor 14
perdebatan dari para ahli hukum. Tahun 1970 yang digunakan sebagai
Demikian pula, dikabulkan dan salah satu dasar mengajukan
diputusnya permintaan peninjauan peninjauan kembali oleh jaksa penuntut
kembali itu oleh Mahkamah Agung umum. Ketentuan pasal itu
dianggap menyalahi aturan hukum yang menyebutkan bahwa pihak yang
berlaku. Padahal peninjauan kembali berkepentingan dapat mengajukan
hanya diperuntukan untuk terpidana permintaan peninjauan kembali.

20
Romli,Op.Cit,hlm .19
21
Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana 22
www.hukumonline.com, diakses tanggal 8 Mei
Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008
1997,hlm. 68 23
Leden Marpaung. Op.cit hlm. 16

214 Jurnal Selodang Mayang, Vol.8 No. 3, Desember 2022


e-ISSN: 2620-3332 SELODANG MAYANG

Penggunaan dasar hukum ini cukup Sebenarnya ketentuan peninjauan


mengherankan karena dalam penjelasan kembali yang terdapat dalam Pasal 263
pasal itu dinyatakan yang dimaksud KUHAP tidak jauh berbeda dengan
pihak yang berkepentingan adalah ketentuan yang sama yang terdapat
terpidana dan ahli warisnya.24 dalam Peraturan Mahkamah Agung
Ketentuan dalam penjelasan Pasal Nomor 1 Tahun 1980. Sebagai contoh,
21 itu telah cukup tegas menyatakan materi pasal 263 ayat (3) adalah
peninjauan kembali hanya diperuntukan jiplakan materi Pasal 9 ayat (2)
bagi terpidana dan ahli warisnya. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Ironisnya dalam undang-undang baru Tahun 1980. Namun, pembuat undang-
yang menggantikan Undang-Undang undang tidak mencantumkan Pasal 10
Nomor 14 Tahun 1970 yakni Undang- ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung itu
Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang sebagai pelengkap dalam pasal 263
Kekuasan Kehakiman, pihak yang dapat KUHAP. Pasal 10 Ayat (1) tersebut
mengajukan peninjauan kembali sama menyatakan bahwa permohonan
sekali tidak dijelaskan. Pasal 23 ayat (1) peninjauan kembali suatu putusan yang
undang-undang itu menyatakan bahwa telah berkekuatan hukum tetap harus
terhadap putusan pengadilan yang telah diajukan oleh Jaksa Agung, terpidana
memperoleh kekuatan hukum tetap, dan pihak yang berkepentingan. Hal ini
pihak-pihak yang bersangkutan dapat mungkin sengaja dilakukan oleh
mengajukan peninjauan kembali kepada pembuat undang-undang agar jaksa
Mahkamah Agung, apabila terdapat hal penuntut umum tidak dapat
atau keadaan tertentu yang ditentukan mengajukan peninjauan kembali.
dalam undang-undang. Pada penjelasan Bertitik tolak dari konsep linear
sama sekali tidak diterangkan apa yang yang diatur dalam pasal 67 dan Pasal
dimaksud pihak-pihak yang 244 KUHAP yang menutup upaya
bersangkutan. Oleh karena itu, jaksa hukum bagi penuntut umum terhadap
penuntut umum pada perkara putusan bebas maka ketentuan pasal
peninjauan kembali dengan terpidana 263 KUHAP juga menutup pintu upaya
Eddy Linus Waworuntu dan Polycarpus peninjauan kembali bagi jaksa penuntut
kembali menafsirkan pasal tersebut umum. Hal ini bisa dimaklumi karena
sesuai kepentingannya. ketika itu, pemikiran mengenai
Ketidakjelasan ketentuan liberalisasi dan penegakan hak asasi
peninjauan kembali dalam undang- manusia mendapat porsi yang cukup
undang kekuasaan kehakiman bukan besar di DPR. Tidak heran jika terdapat
merupakan hal baru dalam pembuatan upaya untuk melindungi kepentingan
undang-undang. Pasal 263 KUHAP yang hak asasi manusia sebesar-besarnya
menjadi dasar bagi jaksa penuntut dengan memberikan jaminan hak
umum mengajukan peninjauan kembali terhadap tersangka/terdakwa/terpidana
juga memuat ketidakjelasan. dan menutup semua upaya hukum bagi
Sebagaimana telah dijelaskan jaksa penuntut umum.
sebelumnya, Pasal 263 ayat (3) Pertanyaannya kemudian kenapa
memuat ketentuan yang pembuat undang-undang tidak
membingungkan yakni peninjauan menghilangkan saja Pasal 263 ayat (3)
kembali dapat diajukan terhadap KUHAP yang menimbulkan keraguan itu.
perbuatan yang telah didakwakan dan Hal ini menimbulkan anggapan bahwa
dinyatakan terbukti tetapi tidak diikuti pembuat undang-undang memang
pemidanaan. Ketentuan pasal ini sengaja tidak memasukan ketentuan
digunakan oleh jaksa karena tidak logis Pasal 10 ayat (1) tersebut tetapi lupa
bila alasan yang tertuang dalam pasal membuang ketentuan Pasal 263 ayat
itu digunakan oleh terpidana untuk (3)25 Keteledoran itu membuat
mengajukan peninjauan kembali.

Mangasa Sidaputar, 2001, Hak Terdakwa,


25

Terpidana, Penuntut Umum Menempuh Upaya


24
Ibid Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo, hlm. 166

Meninjau Kewenangan Jaksa....(Rizki Azmi et al.) 215


e-ISSN: 2620-3332 SELODANG MAYANG

perumusan pasal 263 KUHAP Peninjauan kembali adalah upaya hukum


mengandung ill consider sehingga tidak luar biasa yang diajukan setelah adanya
memenuhi doktrin the maturity of law. putusan hakim berkekuatan hukum tetap.
Permohonan peninjauan kembali
Ketidakmatangan rumusan ini
berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP
mengandung pengertian tidak rasional, diajukan oleh terpidana dan ahli warisnya.
tidak aktual, tidak praktis dan tidak bisa Namun, pasal tersebut tidak melarang
dilaksanakan.26Dampaknya,menimbulka secara tegas pihak lain untuk mengajukan
n kontroversi yang memperburuk cita peninjauan kembali. Jaksa penuntut umum
dan citra kepastian hukum di Indonesia. yang merupakan pihak yang berkepentingan
Senada dengan pendapat di atas, dalam sistim peradilan pidana menggunakan
Satjipto Raharjo menganggap tindakan ketentuan pasal tersebut secara a contrario
jaksa penuntut umum itu sebagai untuk mengajukan permohonan peninjauan
kembali pada Mahkamah Agung. Disamping
permainan hukum belaka. Selain itu,
itu, adanya ketidakjelasan perumusan Pasal
banyak terdapat kejanggalan dalam
263 ayat (3) memberikan peluang pada
penjatuhan putusan peninjauan kembali jaksa penuntut umum mengajukan upaya
tersebut. Kejanggalan tersebut terlihat hukum luar biasa tersebut.
pada sifat perkara yakni telah diputus Contoh dalam perkara Muchtar
bebas. Semestinya, tidak boleh diajukan Pakpahan, Mahkamah Agung untuk pertama
peninjauan kembali, namun dalam kali menerima dan memutus permohonan
perkara ini Mahkamah Agung tidak peninjauan kembali yang diajukan jaksa
hanya mengabulkan peninjauan kembali penuntut umum. Putusan Mahkamah Agung
ini menjadi yurisprudensi bagi pengajuan
itu tetapi juga menjatuhkan vonis yang
peninjauan kembali oleh jaksa penuntut
lebih berat. Hal ini memperlihatkan umum sesudah perkara itu. Mahkamah
kesalahan bukan terletak pada sistem Agung secara restriktif memperluas
tetapi lebih pada prilaku penegak ketentuan pasal-pasal mengenai peninjauan
hukum yang telah menyimpang dari kembali dalam terdapat dalam KUHAP
aturan hukum itu sendiri.27 seperti: Menyatakan jaksa penuntut umum
Pakar hukum lainnya, Koordinator berwenang mengajukan peninjauan kembali
Badan Pekerja Komisi untuk Orang (perluasan Pasal 263 ayat (1) KUHAP),
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Menyatakan putusan peninjauan kembali
yang tidak boleh melebihi putusan semula
(KONTRAS) Usman Hamid menyatakan
hanya berlaku terhadap putusan
peninjauan kembali yang diajukan oleh
pemidanaan (perluasan Pasal 266 ayat (3)
jaksa penuntut umum adalah hal yang KUHAP) Segala Kontroversi yang ditimbulkan
wajar dan tidak menyalahi undang- menjadi khasanah yurisprudensi dalam
undang. Hal ini didasarkannya pada putusan –putusan hakim.Selama Peninjauan
penafsiran a contrario terhadap Pasal Kembali untuk menegakan keadilan dengan
263 KUHAP yang tidak melarang secara mencari bukti sejati, maka penemuan
tegas jaksa penuntut umum hukum secara fleksibel dan mengedepankan
mengajukan peninjuan kembali.28 aspek sosiologis adalah di benarkan dan
didukung.
Ketentuan Pasal 263 ayat (1) hanya
menyebutkan bahwa peninjauan
kembali dapat diajukan oleh terpidana DAFTAR PUSTAKA
dan ahli warisnya. Sama sekali tidak
disebutkan larangan jaksa penuntut [1] W Friedman, teori dan filsafat
umum mengajukan upaya hukum itu. Hukum : Telaah kritis Atas Teori-
teori Hukum, CV. Rajawali, Jakarta,
1990.
[2] Darji Darmodiharjo dan shidarta,
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Pokok-pokok Filsafat Hukum :Apa
dan bagaimnana Filsafat Hukum
Indonesia, PT.Gramedia Pustaka
26
Yahya Harahap. Op.cit Jilid 2 hlm .649
Utama, Jakarta,2006.
27
Waluyadi, 1999. Pengetahuan Dasar Hukum [3] Oemar Seno Adji, Hukum Acara
Acara Pidana. Bandung: CV. Mandar Maju, hlm Pidana dalam Prospeksi, Erlangga,
144. Bandung, 2001.
28
www.klinikhukum.wordpress.com, diakses 24
April 2008

216 Jurnal Selodang Mayang, Vol.8 No. 3, Desember 2022


e-ISSN: 2620-3332 SELODANG MAYANG

[4] M.Yahya Harahap, 2005. [21] Mangasa Sidaputar, 2001, Hak


Pembahasan Permasalahan dan Terdakwa, Terpidana, Penuntut
Penerapan KUHAP Jilid 2 , Sinar Umum Menempuh Upaya Hukum,
Grafika, Jakarta. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
[5] www.suarapembaruan-online.com, [22] Waluyadi, 1999. Pengetahuan
daksestanggal 17 Januari 2007 Dasar Hukum Acara Pidana.
[6] www.abdulmanan.blogspot.com, Bandung: CV. Mandar Maju.
diakses tanggal 2 September 2007 [23] www.klinikhukum.wordpress.com,
[7] www.hukumonline.com, diakses diakses 24 April 2008M. Ameli, A.
tanggal 2 November 2007 Mirzazadeh, and M. A. Shirazi,
[8] SR. Sianturi,1996. Asas-Asas “Economic order quantity model with
Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: imperfect items under fuzzy
Alumni Ahaem-Petehaem. inflationary conditions,” Trends
[9] Aria Zurnetti dkk, 2021, Pengantar Applied Science Research, vol. 6, no.
Hukum Acara Pidana Indonesia, PT 3, pp. 294-303.
Rajagrafindo Persada, Jakarta. [24] L. Monplaisir, Collaborative
[10] Shanti Dwi Kartika, “Peninjauan Engineering for Product Design and
Kembali Lebih Dari Satu Kali, Antara Development, California, USA:
Keadilan Dan Kepastian Hukum”, American Scientific Publishers, 2002.
Buletin Info Hukum Singkat Pusat [25] J. E. Monzon, “The cultural approach
Pengkajian, Pengolahan Data dan to telemedicine in Latin American
Informasi (P3DI) Sekretariat homes (Published Conference
Jenderal DPR RI, Vol. VI, No. Proceedings style),” in Proc. 3rd
06/II/P3DI/Maret/2014. Conf. Information Technology
[11] Tim Pengkaji Pusat Litbang, Applications in Biomedicine,
Problematika Penerimaan Peninjauan ITAB´00, Arlington, VA, pp. 50–53.
kembali dan Grasi dalam Penegakan [26] H. R. Linston, Research Report
Hukum, Jakarta: Puslitbang Unpublished [Laporan Penelitian],
Kejagung RI, 2006. Edward Research Institute, Nigeria,
[12] Arfan Faiz Muhlizi, Memperebutkan 2010
Tafsir Peninjauan Kembali,
Rechtsvinding Online Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN),
23 Januari 2015
[13] Romli Atmasasmita, Sistem
Peradilan pidana (Criminal Justice
System), PT.Bina Cipta,Jakarta,
1996.
[14] Roescoe Pound diterjemahkan M
Radjab,TugasHukum,Bhratara,Jakart
a,1965.
[15] Andi Hamzah dan Irdan Dahlan,
1987. Upaya Hukum Dalam Perkara
Pidana., PT. Bina Aksara ,Jakarta.
[16] Moch.Faisal Salam, Hukum Acara
Pidana dalam Teori & Praktek,
Mandar Maju, Bandung, 2001.
[17] Harun M. Husein, 1992. Kasasi
Sebagai Upaya Hukum, Sinar
Grafika, Jakarta.
[18] Leden Marpaung, 2000. Perumusan
Memori Kasasi dan Peninjauan
Kembali Perkara Pidana. Jakarta:
Sinar Grafika.
[19] Lamintang, Dasar-dasar Hukum
Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1997.
[20] www.hukumonline.com, diakses
tanggal 8 Mei 2008

Meninjau Kewenangan Jaksa....(Rizki Azmi et al.) 217

You might also like