Professional Documents
Culture Documents
Agus Priono
E-mail: agusprionoklt@gmail.com
Notaris Kabupaten Klaten
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Widodo T. Novianto
E-mail: novianto@consultant.com
I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani
E-mail: ayu_igk@yahoo.com
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
This articles aimed at to analyze the application of the Theory of Legal Interpretation by judges
as an attempt of legal protection against the notary, are study of the judge’s Verdict against
the crime of falsification of the authentic deed. The kind of research in this article is doctrinal,
while seen from its shape including research evaluative sense and perspective. The analysis used
logic deduction. Legal basis in the provision of criminal sanctions against notary can be taken
but in addition to must meet formulation offense which is in law office notary and the book the
act of criminal law. Judge in applying criminal sanctions against of criminal falsification an
authentic deed rules must payment the following : (1) the what may be punishable and meet
elements formulated in an act; (2) work of violates the laws or against the law; (3) a mistake,
in the form of both were (dolus) and neglect (culpa). Recommendations are : 1) examination
the allegation act punishable in forgery an authentic deed by a judge to do a holistic integral
by look aspect outwardly, formal, material notarial deed associated with a task, authority the
notary. 2) need to be made criteria and guidelines can be used the juridical for judges referred
to forgery certificate in duty and position of a notary. 3) although there are freedom the judge
in run/carry out of his rulings so the judges are not have to legalistik but prosecute at law in
the country broadly including actual knowledge already established so that his ruling to reflect
a sense of justice in society.
Keywords: The Application of; Interpreting; a Criminal Offense; an Authentic Deed.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis penerapan Teori Penafsiran Hukum oleh hakim sebagai
upaya perlindungan hukum terhadap Notaris, yaitu studi atas Putusan Hakim terhadap tindak
pidana pemalsuan akta otentik. Jenis penelitian dalam artikel ini adalah doktrinal, sedangkan
dilihat dari bentuknya termasuk penelitian evaluatif dan perspektif. Analisis yang digunakan
logika deduksi. Dasar hukum dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat saja
dilakukan namun di samping harus memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam
UUJN dan KUHP. Hakim dalam menerapkan sanksi pidana terhadap tindak pidana pemalsuan
akta otentik harus dipenuhinya syarat-syarat antara lain sebagai berikut : (1) adanya perbuatan
yang dapat dihukum dan memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam undang-undang; (2)
perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum/melawan hukum; (3) adanya kesalahan, baik
117
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017
118
Agus Priono. Penerapan Teori Penafsiran Hukum Oleh Hakim Sebagai Upaya Perlindungan ...
peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah 4. Putusan-putusan dari pihak yang berkuasa
Mahkamah Konstitusi. harus dikuatkan dengan sanksi yang
Pengadilan sebagai salah satu pranata dari didasarkan kepada kekuasaan masyarakat
hukum modern, merupakan suatu mekanisme yang nyata (attribute of sanction).
yang disediakan Negara untuk menyelesaikan Kemandirian pengadilan adalah
sengketa ataupun bentuk permasalahan hukum adanya kemampuan pengadilan untuk
yang diajukan oleh warga masyarakat. Sehingga mewujudkan keempat atribut hukum itu dalam
dalam hal ini Pengadilan (Hakim) tidak kenyataannya., dimana pengadilan memahami
dapat menolak suatu perkara yang diajukan dirinya juga memahami masyarakat dengan
kepadanya dengan alasan tidak terdapat cara-cara yang memungkinkan peradilan
adanya hukum yang mengatur untuk itu. Di mereproduksi diri sendiri dalam penyelesaian
sisi lain ada beberapa alasan yang mendorong sengketa atau perkara yang masuk dalam
warga masyarakat untuk menyelesaikan yuridiksinya. Penyelesaian suatu perkara
sengketa (ataupun permasalahan hukumnya) atau sengketa dalam beracara di Pengadilan,
ke Pengadilan, yaitu : (1) Kepercayaan, para hakim dan pejabat badan peradilan
bahwa di tempat itu akan memperoleh dalam menjalankan kewenangannya terdapat
keadilan seperti mereka kehendaki. (2) rambu-rambu aturan hukum formal, maupun
Kepercayaan, bahwa Pengadilan merupakan hukum materiil. Kekuasaan peradilan dalam
lembaga yang mengekspresikan nilai-nilai melaksanakan kewenangannya terikat pada
kejujuran, mentalitas yang tidak korup dan aturan hukum materiil dan hukum formil/
nilai-nilai utama lainnya. (3) Bahwa waktu hukum acara sebagai dasar normatif dalam
dan biaya yang mereka keluarkan tidak sia- menjalankan kebebasan kekuasaan peradilan
sia. (4) Bahwa Pengadilan merupakan tempat dan atau kebebasan hakim dalam proses
bagi orang yang benar-benar memperoleh peradilan.
perlindungan hokum (Adi Sulistiyono, 2006 Manifestasi terwujudnya dari perlakukan-
: 18). perlakuan yang dijamin oleh ketentuan hukum
Dalam hal kewenangan untuk menjalankan yang terlaksana dengan baik, antara lain
kekuasaan kehakiman, Leopold Pospisil yang ialah persamaan di muka hukum, hak atas
dikutip Achmad Ali (Esmi Warassih, 2005 pemeriksaan pengadilan yang tidak memihak,
: 64) mengemukakan ada 4 (empat) atribut demikian pula tentang hak untuk tidak
hukum, yaitu : dianggap bersalah sebelum diputuskan oleh
1. Hukum merupakan putusan dari pihak- hakim. Berbicara tentang hakim dan putusan
pihak yang berkuasa dalam masyarakat, hakim di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
putusan-putusan mana ditujukan untuk pembicaraan tentang keadilan dan kepastian
mengatasi ketegangan-ketegangan yang hukum, karena keduanya merupakan unsur
terjadi di dalam masyarakat (attribute of yang ensensial dalam hukum, termasuk
authority), putusan hakim. Idealnya dalam sebuah
2. Putusan-putusan yang mempunyai putusan hakim harus dijiwai oleh ketiga nilai
daya jangkau yang panjang untuk masa dasar hukum yaitu keadilan, kepastian dan
mendatang (attribute of intention of kemanfaatan. Namun realitas menunjukkan
universal application), bahwa seringkali terjadi pertentangan antara
3. Putusan-putusan pengawasan yang nilai-nilai yang satu dengan yang lainnya,
harus berisi kewajiban-kewajiban pihak misalnya antara keadilan dan kepastian
pertama terhadap pihak-pihak kedua dan hukum atau antara kemanfaatan dan kepastian
sebaliknya (attribute of obligation), dan hukum. Hal ini yang menyebabkan ketiga
119
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017
unsur ensensial hukum tersebut sulit terwujud nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
secara bersama-sama, dan bahkan lebih sering hidup dalam masyarakat;
terjadi konflik antara ketiganya, dimana (2) Hakim dan hakim konstitusi harus
pada kenyataan hal ini disebabkan peraturan memiliki integritas dan kepribadian yang
undang-undang cenderung mengabaikan tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan
realitas sosial dan bahkan adanya ketentuan berpengalaman di bidang hukum;
undang-undang yang tidak relevan lagi dengan (3) Hakim dan hakim konstitusi wajib
perkembangan masyarakat. mentaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Disisi yang lain kualitas keputusan yang Hakim.
diambil oleh hakim mempunyai pengaruh yang Hakim dalam memeriksa, memutus dan
penting pada kewibawaan dan kredibilitas mengadili perkara harus berdasarkan hukum
lembaga peradilan, sehingga rendahnya dan juga keyakinannya, bukan berdasarkan
kualitas keputusan atau vonis hakim jelas logika hukum. Purwoto S. Gondosubroto
akan menurunkan wibawa dan kredibilitas yang ditulis oleh P. Wignyosumarto (P.
pengadilan, namun hakim adalah manusia Wignyosumarto, 2006 : 69) menyatakan
yang resistensinya terbatas bila menghadapi sebagai berikut : (1) Dalam kasus yang
pengaruh-pengaruh yang senantiasa berada hukumnya atau undang-undangnya sudah
di sekelilingnya, hal ini yang sering kali jelas, hakim hanya menerapkan hukumnya
menyebabkan hakim tidak bisa berpikir (hakim menjadi terompet undang-undang).
obyektif dan bebas ketika hendak mengambil (2) Dalam kasus yang hukum dan undang-
suatu keputusan atas suatu perkara (Esmi undangnya tidak atau belum jelas, hakim harus
Warassih, 2005 : 66). menafsirkan hukum atau undang-undang,
Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, melalui cara-cara atau metode penafsiran
yaitu mengadili perkara, hakim bukan hanya yang berlaku dalam ilmu hukum. (3) Dalam
sebagai mulut atau corong undang-undang, kasus dimana terjadi pelanggaran/penerapan
melainkan selalu harus menafsirkan atau hukum yang bertentangan dengan hukum/
fakta-fakta hukum yang terjadi dipersidangan, undang-undang yang berlaku, hakim akan
diterapkan dengan ketentuan undang-undang, menggunakan hak mengujinya berupa formele
sehingga mendapatkan keyakinan berdasarkan toetsingrecht atau meteriele toetsingrecht.
ketentuan yang berlaku. Disamping itu Berkaitan dengan kewajiban hakim
menurut Pasal 10 UU Nomor 48 Tahun 2009 untuk menggali, mengikuti dan memahami
tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk hidup dalam masyarakat, maka pemakaian
memeriksa, mengadili dan memutuskan teori-teori penemuan dan penafsiran hukum
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa dapat dilakukan dalam memutuskan suatu
hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan perkara untuk kasus-kasus yang hukum/
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. undang-undangnya tidak/belum jelas. Namun
Oleh karena itu Hakim diwajibkan menggali, pemakaian teori penemuan dan penafsiran
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum hukum harus dilakukan dengan cara-cara atau
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat metode penafsiran yang berlaku dalam ilmu
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 sebagai hukum. Alasan digunakannya teori penafsiran
berikut : hukum oleh hakim dalam mengadili suatu
(1) Hakim dan hakim konstitusi wajib perkara disebabkan hampir tidak mungkin
menggali, mengikuti, dan memahami hukum bisa dijalankan tanpa membuka pintu
120
Agus Priono. Penerapan Teori Penafsiran Hukum Oleh Hakim Sebagai Upaya Perlindungan ...
bagi penafsiran. Penafsiran hukum merupakan Disisi yang lain kualitas keputusan yang
aktifitas yang mutlak terbuka untuk dilakukan, diambil oleh hakim mempunyai pengaruh yang
sejak hukum berbentuk tertulis, dimana penting pada kewibawaan dan kredibilitas
sebuah adagium yang menyebutkan bahwa lembaga peradilan. Sehingga rendahnya
membaca hukum adalah menafsirkan hukum. kualitas keputusan atau vonis hakim jelas
Teks hukum sudah jelas adalah satu cara akan menurunkan wibawa dan kredibilitas
saja bagi pembuat hukum untuk bertindak pengadilan, namun hakim adalah manusia
pragmatis seraya diam-diam mengakui bahwa yang resistensinya terbatas bila menghadapi
ia mengalami kesulitan untuk memberikan pengaruh-pengaruh yang senantiasa berada
penjelasan (Anton Freddy Susanto, 2005 : 1). di sekelilingnya, sehingga hal ini yang sering
Adapun asas yang mewadahi Hakim kali menyebabkan hakim tidak bisa berpikir
di dalam menemukan hukum itu adalah obyektif dan bebas ketika hendak mengambil
sebagaimana tertuang di dalam ketentuan suau keputusan atas suatu perkara.
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun Kebebasan hakim dalam melaksanakan
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena
menegaskan bahwa “Pengadilan tidak boleh tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum
menolak untuk memeriksa, mengadili dan dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga
memutus suatu perkara yang diajukan dengan putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat
dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang Indonesia bukan keadilan subyektif menurut
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan pengertian atau kehendak hakim semata.
mengadilinya”. Melalui asas-asas hukum Meskipun demikian dalam pelaksanaannya
tersebut menjadi jelas bahwa tidak ada suatu kebebasan dan kemandirian yang diberikan
persoalan atau permasalahan hukum yang kekuasaan kehakiman tersebut tidak dapat
tidak ada hukum untuk mengaturnya. Bagi dilaksanakan sebagaimana mestinya, karena
Hakim selalu ada dasar dan alasannya di dalam dalam menjalankan kemandiriannya hakim
memutus perkara yang diajukan kepadanya. dibatasi oleh sistem pemerintahan, politik dan
Persoalannya bukan lagi kepada ada-tidaknya ekonomi serta peraturan perundang-undangan
hukum atau jelas-tidaknya hukum bagi Hakim yang mengatur kemerdekaan tersebut.
di dalam memutus suatu perkara, melainkan Menurut Van Doom (Satjipto Rahardjo,
lebih kepada bagaimana Hakim menemukan tanpa tahun : 26-27), dalam kedudukannya
hukum itu (Charles Himawan, 2006 : 24). sebagai pemegang fungsi dalam rangka
Realitas menunjukkan bahwa seringkali suatu organisasi, seorang penegak hukum
terjadi pertentangan antara nilai-nilai yang cenderung untuk menjalankan fungsinya
satu dengan yang lainnya, misalnya antara itu menurut penafsirannya sendiri yang
keadilan dan kepastian hukum atau antara dilatarbelakangi oleh berbagai faktor,
kemanfaatan dan kepastian hukum. Hal ini misalnya kepribadiannya, ekonominya,
yang menyebabkan ketiga unsur ensensial pandangan hidupnya, dan sebagainya. Disisi
hukum tersebut sulit terwujud secara bersama- yang lain, karena rutinitasnya pekerjaaannya
sama, dan bahkan lebih sering terjadi konflik membuat keputusan atau vonis, seringkali
antara ketiganya, dimana pada kenyataan hakim mengabaikan standar normatif yang
hal ini disebabkan peraturan undang-undang harus ditempuh untuk membuat suatu
cenderung mengabaikan realitas sosial dan keputusan, kondisi ini dapat dilihat dari dasar
bahkan adanya ketentuan undang-undang pertimbangan hukum yang diambil untuk
yang tidak relevan lagi dengan perkembangan membuat suatu keputusan yang terkesan
masyarakat. asal jadi/asal-asalan, apalagi kalau hal
121
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017
122
Agus Priono. Penerapan Teori Penafsiran Hukum Oleh Hakim Sebagai Upaya Perlindungan ...
123
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017
nilai budaya yang hidup dan berkembang 2) Batasan yang dijadikan dasar untuk
dalam masyarakat. memidanakan Notaris merupakan
Menurut Moeljatno, proses penjatuhan aspek formal dari akta Notaris dan
hukuman oleh hakim dalam perkara seharusnya digunakan Undang-
pidana dilakukan dalam beberapa tahap Undang Jabatan Notaris (UUJN).
(Ahmad Rifai, 2010 : 96), yaitu (1) Tahap Hal ini disebabkan ruang lingkup
menganalisis perbuatan pidana. Tahap ini jabatan Notaris yaitu membuat alat
adalah tahap dimana hakim menganalisis bukti yang diinginkan oleh para pihak
apakah terdakwa melakukan perbuatan untuk suatu tindakan hukum tertentu
pidana atau tidak, yang dipandang primer berdasarkan permintaan dari para
adalah segi masyarakat, yaitu perbuatan pihak. Notaris membuat akta yang
tersebut diatur sebagai suatu rumusan dimaksud berdasarkan alat bukti atau
aturan pidana. (2) Tahap menganalisis keterangan atau pernyataan para pihak
pertanggungjawaban pidana. Pada tahap yang dinyatakan atau diterangkan
ini jika terdakwa dinyatakan terbukti atau diperlihatkan dihadapan Notaris,
melakukan suatu perbuatan pidana, hakim selanjutnya dengan berpijak pada
akan menganalisis apakah terdakwa aturan hukum atau tata cara atau
mampu untuk mempertanggungjawabkan prosedur pembuatan akta dan aturan
perbuatan pidana yang dilakukannya. (3) hukum yang berkaitan kemudian
Tahap penentuan pemidanaan. Hakim Notaris membingkainya secara
akan menjatuhkan pidana apabila pelaku lahiriah, formil dan meteriil dalam
telah memenuhi unsur-unsur dari pasal bentuk akta Notaris. Peran Notaris
undang-undang yang dilanggar. juga memberikan nasihat hukum
yang sesuai dengan permasalahan
Dasar pertimbangan hukum yang yang ada, dan apapun nasihat hukum
dipakai oleh Hakim dalam kasus yang diberikan kepada para pihak
pemalsuan akta otentik disimpulkan dan kemudian dituangkan kedalam
sebagai berikut : akta yang bersangkutan tetap sebagai
1) Sanksi pidana terhadap Notaris harus keinginan atau keterangan para pihak
dilihat dalam rangka menjalankan yang bersangkutan, tidak dan bukan
tugas jabatan Notaris, artinya dalam sebagai keterangan atau pernyataan
pembuatan atau prosedur pembuatan Notaris.
akta harus berdasarkan kepada aturan 3) Notaris hanya sekedar mengkonstatir
hukum yang berlaku yang dalam hal saja apa yang diinginkan atau
ini Undang-Undang Jabatan Notaris dikehendaki oleh penhadap yang
(UUJN), sehingga apabila semua tata bersangkutan, dengan cara mencatat,
cara pembuatan akta sudah ditempuh kemudian menyusunnya agar sesuai
maka suatu hal yang tidak mungkin dengan peraturan hukum yang
secara sengaja Notaris melakukan berlaku. Apabila sudah sesuai dengan
suatu tindak pidana yang berkaitan kehendak penghadap, maka penghadap
dengan akta tersebut. Pengertian diminta untuk membubuhkan
sengaja (dolus) yang dilakukan tandatangannya serta menulis nama
Notaris, merupakan suatu tindakan terangnya. Sehingga jikadikemudian
yang disadari, atau direncanakan dan hari ternyata terbukti bahwa yang
diinsyafi segala akibat hukumnya. menghadap Notaris tersebut bukan
orang yang sebenarnya atau orang
124
Agus Priono. Penerapan Teori Penafsiran Hukum Oleh Hakim Sebagai Upaya Perlindungan ...
yang mengaku asli tetapi orang yang menjatuhkan sanksi pidana dan satu-
sebenarnya tidak pernah menghadap satunya subyek hukum yang mempunyai
notaris, maka pertanggungjawaban hak untuk menghukum dalam rangka
pidana tidak dapat dibebankan melaksanakan penegakan hukum (ius
kepada Notaris karena unsur unsur pundi). Pada penerapan hukum pidana,
kesalahannya tidak ada. Oleh negara mendelegasikan wewenangnya
karena itu memidanakan Notaris untuk menjatuhkan sanksi pidana kepada
berdasarkan aspek-aspek tersebut para penegak hukum yang bekerja dalam
tanpa melakukan penelitian atau suatu sistem bernama sistem peradilan
pembuktian yang mendalam dengan pidana (criminal justice) (Mardjono
mencari unsur-unsur kesalahan atau Reksodiputro, 2007 : 84).
kesengajaan dari Notaris merupakan Salah satu sub sistem pendukung
suatu tindakan tanpa dasar hukum yang berperan sangat penting di dalam
yang dapat dipertanggungjawabkan. pelaksanaan sistem peradilan pidana
Meskipun aspek-aspek formal akta adalah pengadilan. Hakim sebagai
Notaris dapat saja dijadikan dasar penegak hukum berwenang untuk
atau batasan untuk memidanakan mengambil dan menjatuhkan putusan
Notaris, jika sepanjang aspek-aspek yang mempunyai akibat hukum bagi
formal tersebut terbukti secara pihak lain mempunyai kebebasan yang
sengaja (kesadaran dan keinsyafan sangat luas untuk menentukan jenis
dan direncanakan) bahwa akta yang pidana yang sesuai dengan kehendaknya
dibuat di hadapan dan oleh Notaris (Evi Hartanti, 2014 : 21). Realitas
untuk dijadikan suatu alat melakukan menunjukkan bahwa seringkali terjadi
tindak pidana. pertentangan antara nilai-nilai yang satu
2. Penerapan Teori Penafsiran Hukum dengan yang lainnya, misalnya antara
oleh Hakim dalam Pertimbangannya keadilan dan kepastian hukum atau antara
Terhadap Kasus Pemalsuan Akta kemanfaatan dan kepastian hukum. Hal
Otentik ini yang menyebabkan ketiga unsur
ensensial hukum tersebut sulit terwujud
Penegakan hukum merupakan
secara bersama-sama, dan bahkan lebih
faktor penting dalam mencegah dan
sering terjadi konflik antara ketiganya,
memberantas tindak pidana/kejahatan
dimana pada kenyataan hal ini disebabkan
mengingat Indonesia merupakan
peraturan undang-undang cenderung
negara hukum berdasarkan Pasal 1
mengabaikan realitas sosial dan bahkan
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
adanya ketentuan undang-undang yang
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
tidak relevan lagi dengan perkembangan
1945). Penegakan hukum bertujuan
masyarakat.
untuk memberikan perlindungan
bagi masyarakat dari segala tindakan Kebebasan hakim dalam
kriminal yang mungkin akan terjadi melaksanakan wewenang yudisial
sehingga dari sini negara berkewajiban bersifat tidak mutlak karena tugas
untuk mengadakan pencegahan dan hakim adalah untuk menegakkan hukum
penanggulangan kejahatan dengan dan keadilan berdasarkan Pancasila,
menerapkan hukum pidana. Negara dalam sehingga putusannya mencerminkan
hal ini bertindak selaku penguasa berhak rasa keadilan rakyat Indonesia bukan
keadilan subyektif menurut pengertian
125
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017
126
Agus Priono. Penerapan Teori Penafsiran Hukum Oleh Hakim Sebagai Upaya Perlindungan ...
127
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017
128
Agus Priono. Penerapan Teori Penafsiran Hukum Oleh Hakim Sebagai Upaya Perlindungan ...
pengertian yang sudah mapan, sehingga Evi Hartanti. 2014. Tindak Pidana Korupsi.
putusannya dapat mencerminkan rasa Jakarta: Sinar Grafika.
keadilan (dalam) masyarakat. Kewajiban
Frans Magnis Suseno. 1995. Etika Politik.
Hakim adalah menerapkan hukum secara
Jakarta: Gramedia.
tepat dan benar demi mewujudkan
keadilan atau memberi kepuasan pada H.B. Soetopo. 1992. Metode Penelitian
pencari keadilan. Hukum. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana:
F. Daftar Pustaka Normatif, Teoretis, Praktik dan
Permasalahannya. Bandung: Alumni.
Esmi Warassih. 2005. Pranata Hukum Sebuah Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum.
Telaah Sosiologis. Semarang: PT. Bandung: PT Citra Adytia Bakti.
Suryandaru Utama.
129
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017
130