Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
The law guarantees granting separatist as most creditors creditors precedence against collateral
objects (droit de preference), this rule adopted by the Bankruptcy Act and the PKPU entitles the creditor to
execute his right as if the separatists do not occur bankruptcy and putting the creditor have the right
preceded the separatists against the collateral objects. The Constitutional Court issued a Ruling Number
67/PUU-XII-2013 which interprets Article 95 employment law, thus placing laborers wage positions
become higher than the separatist's creditors. The position of creditors became unclear after the separatist
conflict between the Bankruptcy Act and the Constitutional Court's ruling against PKPU Number 67/PUU-
XII-2013, this becomes an interesting study because it potentially gives rise to legal uncertainty especially in
the practice of their implementation. The purpose of writing this thesis, namely; First, the position of
creditors in bankruptcy separatists after the ruling of the Constitutional Court the number 67/PUU-XI/2013,
second, the rule of law guarantees associated with the Kontitusi Court ruling Number 67/PUU-XI/2013
against the separatist's creditors.
This type of research can be classified in types of juridical normative research, because in this study
the authors use the study material libraries such as official documents, books for research, in this study, the
data source used, the primary data, secondary data and data tertier a data-collecting technique in this study
with the method of the study of librarianship or documentary studies.
From the results of this research can be concluded, the first position of the separatist's creditors in
bankruptcy after the ruling of the Constitutional Court the number 67/PUU-XI/2013 raises legal uncertainty
in the process of bankruptcy because creditors rights recognized separatist forestalled in the Insolvency law.
The Labour Bill and the tax bill is higher than what his creditors the creditors only in terms of separatist
rebels of objects so that the right does not implement a guarantee fall within boedel bankrupt, if the creditor
uses the separatists the right according to article 55 of the Act Bankruptcy then still get first position for the
first payment. Second, the rule of law guarantees associated with the ruling of the Constitutional Court the
number 67/PUU-XI/2013 will be contradictory because the separatists as the holder's creditors seeking
material guarantees that the basic law has protected the guarantee that is the basis of droit de preference
which gives precedence to position against the collateral objects. This dispute raises legal uncertainty
related judicial guarantees in insolvency proceedings, the warranty becomes no longer meaningful
because the intent of the holding of judicial guarantees is to give preference to the holder of the guarantee
in payment of the debts of the debitor.
7
Susilo Andi Darma. 2013. Kedudukan Pekerja/Buruh
dalam Perkara Kepailitan Ditinjau dari Peraturan
PerUndang-Undangan dan Teori Keadilan. hlm. 132.
8
Diakses dari internet http://www.aifis-digilib.org, pada Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 18/PUU-
tanggal 28 Oktober 2016, pukul 22.07 WIB VI/2008
JOM Fakultas Hukum Volume IV No. 2 Oktober 2017 Page 3
B. Rumusan Permasalahan hukum”. Dalam tugas itu tersimpul dua
Adapun permasalahan yang penulis tugas lain yakni hukum harus menjamin
angkat adalah sebagai berikut : keadilan maupun hukum harus tetap
1. Bagaimana kedudukan kreditor separatis berguna. Akibatnya kadang-kadang yang
dalam kepailitan setelah Putusan adil terpaksa dikorbankan untuk yang
Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU- berguna. Ada 2 (dua) macam pengertian
XI/2013 ? “kepastian hukum” yaitu kepastian oleh
2. Bagaimanakah kaidah hukum jaminan karena hukum dan kepastian dalam atau dari
dikaitkan dengan Putusan Mahkamah hukum. Kepastian dalam hukum tercapai
Kontitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 kalau hukum itu sebanyak-banyaknya
terhadap kreditor separatis hukum Undang-Undang dan bahwa dalam
Undang-Undang itu tidak ada ketentuan-
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ketentuan yang bertentangan, Undang-
1. Tujuan Penelitian Undang itu dibuat berdasarkan kenyataan
Sesuai dengan rumusan hukum (rechtswerkelijkheid) dan dalam
permasalahan, tujuan yang hendak dicapai Undang-Undang tersebut tidak dapat istilah-
dalam penelitian ini adalah : istilah yang dapat di tafsirkan berlain-
a. Untuk mengetahui kedudukan kreditor lainan.9
separatis dalam kepailitan setelah Teori kepastian hukum oleh Gustav
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Radbruch menyatakan bahwa:”sesuatu yang
67/PUU-XI/2013. dibuat pasti memiliki cita atau tujuan”.10
b. Untuk mengetahui kaidah hukum Suatu kepastian hukum mengharuskan
jaminan dikaitkan dengan Putusan terciptanya suatu peraturan umum atau
Mahkamah Kontitusi Nomor 67/PUU- kaidah umum yang berlaku secara umum,
XI/2013 terhadap kreditor separatis serta mengakibatkan bahwa tugas hukum
2. Kegunaan Penelitian umum untuk mencapai kepastian hukum
a. Kerangka Teoritis (demi adanya ketertiban dan keadilan bagi
Secara teoritis kegunaan yang seluruh rakyat Indonesia). Hal ini dilakukan
diharapkan dari penelitian ini adalah agar terciptanya suasana yang aman dan
antara lain: tentram dalam masyarakat luas dan
1) Sebagai salah satu syarat untuk ditegakkannya serta dilaksanakan dengan
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu tegas.11
(S1) Ilmu Hukum pada Fakultas 2. Teori Perlindungan Hukum
Hukum Universitas Riau; Perlindungan hukum merupakan
2) Memberikan sumbangan pemikiran perlindungan harkat dan martabat dan
kepada pengembangan ilmu hukum di pengakuan terhadap hak asasi manusia yang
bidang Kepailitan dalam sistem dimiliki oleh subyek hukum dalam negara
hukum nasional; hukum dengan berdasarkan pada ketentuan
b. Kegunaan Praktis hukum yang berlaku di negara tersebut guna
1) Secara teoritis diharapkan penelitian mencegah terjadinya kesewenang-
ini dapat digunakan sebagai tambahan wenangan. Perlindungan hukum itu pada
referensi dalam hal kegiatan belajar umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis,
mengajar hukum kepailitan di Fakultas sehingga sifatnya lebih mengikat dan akan
Hukum Universitas Riau; mengakibatkan adanya sanksi yang harus
2) Kegunaan penelitian ini juga sebagai
bahan dan wawasan bagi penulis;
D. Kerangka Teori 9
M. Solly Lubis, “Diktat Teori Hukum”, Tesis,
1. Teori Kepastian Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan,
Teori kepastian hukum menegaskan 2007, hlm. 43.
10
bahwa tugas hukum itu menjamin kepastian Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi krisis
hukum dalam hubungan-hubungan terhadap hukum, PT. Raja Garfindo Persada, Jakarta: 2011,
hlm. 123.
pergaulan kemasyarakatan. Terjadi 11
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Bina Cipta,
kepastian yang dicapai “oleh karena Bandung: 1983, hlm. 15.
JOM Fakultas Hukum Volume IV No. 2 Oktober 2017 Page 4
dijatuhkan kepada pihak yang terhadap utang-utang dari pada kreditornya.
12
melanggarnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya
Menurut Satjipto Rahardjo, disebabkan karena kesulitan kondisi
perlindungan hukum adalah adanya upaya keuangan (finansial distress) dari usaha
melindungi kepentingan seseorang dengan debitor yang telah mengalami kemunduran.
cara mengalokasikan suatu kekuasaan Sedangkan kepailitan merupakan putusan
kepadanya untuk bertindak dalam rangka pengadilan yang mengakibatkan sita umum
kepentingannya tersebut.13 atas seluruh kekayaan debitor pailit, baik
Perlindungan hukum harus melihat yang telah ada maupun yang akan ada
tahapan yakni perlindungan hukum lahir dikemudian hari. Pengurusannya dan
dari suatu ketentuan hukum dan segala pemeberesan kepailitan dilakukan oleh
peraturan hukum yang diberikan oleh pada kurator dibawah pengawasan hakim
masyarakat yang pada dasarnya merupakan pengawas dengan tujuan utama
kesepakatan masyarakat tersebut untuk menggunakan hasil penjualan harta
mengatur hubungan perilaku antara anggota- kekayaan tersebut untuk membayar seluruh
anggota masyarakat dan antara perseorangan utang debitor pailit tersebut secara
dengan pemerintah yang dianggap mewakili proporsional (prote parte) dan sesuai dengan
kepentingan masyarakat. strukur kreditur.15
Philipus M. Hadjon merumuskan Terminologi kepailitan sering
prinsip perlindungan hukum bagi rakyat dipahami secara tidak tepat oleh kalangan
Indonesia dengan cara menggabungkan umum. Sebagian dari mereka menggangap
ideologi Pancasila dengan konsepsi kepailitan sebagai vonis yang berbau
perlindungan hukum rakyat barat. Konsep tindakan Kriminal serta merupakan suatu
perlindungan hukum bagi rakyat barat cacat hukum atas subjek hukum, karena itu
bersumber pada konsep-konsep pengakuan, kepailitan harus dijauhkan serta dihindari
perlindungan terhadap hak-hak asasi sebisa mungkin. Kepailitan secara apriori
manusia, konsep-konsep rechtsstaat, dan the dianggap sebagai kegagalan yang
rule of law. Ia menerapkan konsepsi barat disebabkan karena kesalahan debitur dalam
sebagai kerangka berpikir dengan Pancasila menjalankan usahanya sehingga
sebagai Ideologi dan dasar falsafah. menyebabkan utang tak mampu dibayar.16
Sehingga prinsip perlindungan hukum bagi Peter J.M Declercg menekankan bahwa
rakyat Indonesia adalah prinsip pengakuan kepailitan lebih ditujukan kepada debitor
dan perlindungan terhadap harkat dan yang tidak membayar utang-utangnya
martabat manusia yang bersumber pada kepada para kreditornya. Tidak
Pancasila dan prinsip Negara hukum yang membayarnya debitur tersebut tidak perlu
berdasarkan Pancasila. Philipus M. Hadjon diklasifikasikan bahwa apakah ia benar-
membedakan dua macam perlindungan benar tidak mampu melakukan pembayaran
hukum, yaitu:14 utangnya tersebut ataukah karena ia tidak
a. Perlindungan hukum yang preventif yang mau membayar kendatipun ia memiliki
bertujuan untuk mencegah terjadinya kemampuan untuk itu.
permasalahan atau sengketa. Didalam penerapan Undang-
b. Perlindungan hukum yang represif yang Undang Kepailitan dan Penundaan
bertujuan untuk menyelesaikan Kewajiban Pembayaran Utang diperlukan
permasalahan atau sengketa yang timbul. adanya prinsip-prinsip hukum umum dalam
3. Konsep Kepailitan. hukum kepailitan. Dalam proses acara
Pailit merupakan suatu keadaan kepailitan konsep utang tersebut sangat
dimana Debitur tidak mampu untuk menentukan, oleh karena tanpa adanya
melakukan pembayaran-pembayaran utang tidaklah mungkin perkara kepailitan
akan diperiksa. Tanpa adanya utang, maka
12
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi
15
Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya: 1987, hlm. 25 Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma
13
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenada Media Group,
Indonesia, Kompas, Jakarta: 2003, hlm. 121. Jakarta: 2008, hlm. 1.
14 16
Philipus M. Hadjon, Op.cit, hlm. 27 Ibid. hlm. 2.
JOM Fakultas Hukum Volume IV No. 2 Oktober 2017 Page 5
esensi kepailitan menjadi tidak ada karena 4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
kepailitan adalah merupakan pranata hukum tentang Ketenagakerjaan
untuk melakukan likuidasi asset kreditor 5) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
untuk membayar utang-utangnya terhadap 67/PUU-XI/2013
para kreditor. Dengan demikian, utang 6) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
merupakan rasio d’etre dari suatu 18/PUU-VI/2008
kepailitan. 17 b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-
bahan hukum yang memberikan
E. Metode Penelitian penjelasan atau membahas lebih hal-hal
1. Jenis Penelitian yang telah diteliti pada bahan-bahan
Jenis penelitian/pendekatan yang hukum primer :
digunakan oleh penulis adalah penelitian 1) Pendapat-pendapat yang relevan
hukum normatif. Penelitian hukum dengan penelitian serta data tertulis
normatif adalah penelitian hukum yang terkait dengan penelitian.
kepustakaan,18Karena menjadikan bahan 2) Berbagai makalah, jurnal, surat kabar,
kepustakaan sebagai tumpuan utama. majalah, dokumen dan data-data dari
Dalam penelitian hukum normatif ini internet yang berkaitan dengan
penulis melakukan penelitian terhadap taraf penelitian.
sinkronisasi vertikal dan horizontal yang c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan
bertujuan untuk sampai sejauh manakah yang memberikan penjelasan dan bersifat
hukum positif tertulis yang ada serasi. mendukung terhadap bahan-bahan
Metode pendekatan yang digunakan dalam hukum Primer dan Sekunder, Seperti
penelitian ini adalah penelitian taraf Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku
sinkronisasi secara horizontal, maka yang pegangan, almanak dan sebagainya.
ditinjau adalah perUndang-Undangan yang Dalam penelitian saya ini menggunakan
sederajat yang mengatur bidang yang Kamus Besar Bahasa Indonesia.
sama.19
2. Sumber Data 3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan metode pendekatan Dalam Pengumpulan data untuk
yang akan digunakan dalam penelitian ini, penelitian hukum normatif digunakan
maka data yang dipakai adalah data metode kajian kepustakaan atau studi
sekunder. Data sekunder adalah data-data dokumenter. Peneliti yang hendak
yang diperoleh tidak langsung bersumber melakukan studi kepustakaan harus
dari lapangan.20 Dari sudut kekuatan memperhatikan bahan atau data yang akan
mengikatnya, data sekunder dapat dicari. Bahan pustaka dapat berupa bahan
digolongkan ke dalam: perimer ataupun bahan sekunder, dimana
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan kedua bahan tersebut mempunyai
ilmu hukum yang berhubungan erat karakterisktik dan jenis yang berlainan.21
dengan permasalahan yang diteliti, yaitu : 4. Analisis Data
1) Undang-Undang Dasar Negara Data yang diperoleh, baik dari studi
Republik Indonesia Tahun 1945, pustaka maupun studi lapangan pada
sebelum dan sesudah amendemen; dasarnya merupakan data tataran yang
2) Kitab Undang-Undang Hukum dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu
Perdata (Burgelijk Wetboek); data yang terkumpul dituangkan dalam
3) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 bentuk uraian logis dan sistematis,
tentang Kepailitan dan Penundaan selanjutnya dianalisis untuk memperoleh
Kewajiban Pembayaran Utang kejelasan penyelesaian masalah, kemudian
17
ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu
Ibid. hlm. 3.
18
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
dari hal yang bersifat umum menuju ke hal
Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Rajagrafindo yang bersifat khusus.22
Persada, Jakarta, 2007, hlm 23.
19 21
Ibid. hlm. 19. Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI- Media group, Jakarta: 2010, hlm. 50.
22
Press, Jakarta, 2007, hlm 51. Ibid. hlm. 10.
JOM Fakultas Hukum Volume IV No. 2 Oktober 2017 Page 6
II. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN penjualan benda jaminan tersebut (Pasal 59
A. Bagaimana Kedudukan Kreditor ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan
Separatis Dalam Kepailitan Setelah PKPU).
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Didalam kepailitan kreditor separatis
67/PUU-XI/2013 mendapat posisi pertama dalam pelunasan
1. Kedudukan Kreditor Separatis Dalam piutang terhadap benda dibebankan hak
Kepailitan Setelah Putusan jaminan, setelahnya tagihan kreditor preferan
Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU- lalu tagihan kreditor konkuren. Alasan
XI/2013 mengapa kedudukan kreditor separatis lebih
Kreditor yang memiliki jaminan tinggi daripada pemegang kreditor preferen
kebendaan dalam hukum Kepailitan adalah karena pada asasnya kehendak dari para
diklarifikasikan sebagai kreditor separatis. pihak lebih diutamakan. Karena, yang berasal
Dikatakan “separatis” yang berkonotasi dari perjanjian kedudukannya lebih unggul
Pemisahan, karena kedudukan kreditor tersebut daripada yang diberikan oleh Undang-
memang dipisahkan dari kreditor lainnya, Undang.25
dalam arti ia dapat menjual benda sendiri dan Pada tanggal 11 September 2014
mengambil sendiri dari hasil penjualan yang Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan
terpisah dengan harta pailit pada umumnya.23 Nomor 67/PUU-XI/2013 yang menafsirkan
Kreditor pemegang hak jaminan ini kata “didahulukan pembayarannya” yang
karena sifatnya pemilik suatu hak yang terdapat dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-
dilindungi secara ‘super’ preferen dapat Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
mengeksekusi seolah-olah tidak terjadi Ketenagakerjaan sebagaimana berikut: “Dalam
kepailitan, karena dianggap separatis (berdiri hal perusahaan dinyatakan pailit atau
sendiri).24 dilikuidasi berdasarkan peraturan perUndang-
Menurut ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undangan yang berlaku, maka upah dan hak-
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU: hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan
Dengan tetap memperhatikan ketentuan utang yang didahulukan pembayarannya”.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan
57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang Nomor 67/PUU-XI/2013 yang menempatkan
gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, “pembayaran upah buruh yang terhutang
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan didahulukan atas semua jenis kreditor termasuk
lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah- atas tagihan kreditor separatis”.
olah tidak terjadi kepailitan. Pasal tersebut Dasar pertimbangan Mahkamah
memberikah hak kreditor separatis untuk Konstitusi memutuskan perkara ini antara lain:
mengeksekusi benda jaminannya untuk Dilihat dari Subjek, Perjanjian kerja yang
mendapatkan pelunasan piutangnya seolah-olah dilakukan oleh pengusaha dan buruh yang
tidak terjadi kepailitan. secara sosial ekonomis berbeda karena buruh
Kreditor separatis harus melaksanakan jelas lebih lemah daripada pengusaha.
haknya untuk mengeksekusi harta jaminan Dilihat dari objek, perjanjian gadai,
dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) hipotik, fidusia, dan tanggungan yang menjadi
bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi. objeknya adalah properti. Sementara perjanjian
(Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan kerja yang menjadi objeknya adalah tenaga
dan PKPU). Apabila setelah lewat jangka dengan imbalan jasa untuk memenuhi
waktu tersebut kreditor separatis tidak dapat kebutuhan hidup bagi diri dan keluarga buruh.
mengeksekusi harta jaminannya, kurator harus Menurut MK kepentingan manusia dan
menuntut diserahkannya benda yang menjadi kehidupannya haruslah menjadi prioritas.
jaminan untuk selanjutnya dijual tanpa Dilihat dari risiko, risiko merupakan hal
mengurangi hak kreditor separatis atas hasil yang wajar bagi pengusaha.. Sementara bagi
buruh upah merupakan sarana untuk kebutuhan
23
Munir Fuady, Hukum Pailit: Dalam Teori dan hidup bagi diri dan keluarganya, sehingga
Praktik, Citra Aditya bakti, Bandung: 2005, hlm. 105.
24
Sudargo Gautama, Komentar Atas Peraturan
25
Kepailitan Baru untuk Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan,
Bandung: 1998,.hlm. 78. Sinar Grafika, Jakarta: 2009, hlm. 82.
JOM Fakultas Hukum Volume IV No. 2 Oktober 2017 Page 7
menjadi tidak tepat upah buruh tersebut antara kreditor pemegang jaminan kebendaan
menduduki peringkat yang lebih rendah dengan dengan kreditor yang tidak memiliki jaminan
argumentasi risiko yang bukan ruang lingkup kebendaan, maka adanya lembaga hukum
pertimbangannya. jaminan menjadi tidak bermakna lagi,
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor ketidakadilan seperti ini diberikan jalan keluar
67/PUU-XI/2013 ini memang telah dengan adanya prinsip structured creditors
memberikan perlindungan hukum terhadap didalam kepailitan26 yang mengatur tingkatan
buruh yang termarginalisasi dalam kepailitan, kreditor dalam kepailitan terbagi menjadi 3
tetapi disisi lain Putusan Mahkamah Konstitusi yaitu kreditor separatis, kreditor preferen dan
ini justru menimbulkan ketidakpastian hukum kreditor konkuren.
dan akan merugikan kreditor separatis yang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
haknya dilindungi oleh Hukum Jaminan, KUH 67/PUU-XI/2013 juga sangat sulit dijalankan
Perdata, Undang-Undang Kepailitan dan karena didalam putusan tersebut tidak
PKPU, Undang-Undang Hak Tanggungan dan dijelaskan teknis pelaksanaannya terutama hak
Undang-Undang Jaminan Fidusia. eksekusi kreditor separatis terhadap benda
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor jaminannnya sehingga benda jaminan tersebut
67/PUU-XI/2013 ini telah bertentangan dengan bukanlah bagian dari boedel (harta) pailit. Pasal
prinsip structured creditors dalam kepailitan 55 ayat (1) jo. Pasal 59 jo. Pasal 138 Undang-
dan Undang-Undang Kepailitan Pasal 55 ayat Undang Kepailitan dan PKPU telah tegas
(1) jo. Pasal 59 ayat (2) sehingga menyebabkan menjamin hak kreditor separatis atas benda
ketidakpastian hukum. Pasal 55 ayat (1) yang dijaminkan kepadanya, bahkan didalam
berbunyi: Dengan tetap memperhatikan Pasal 55 ayat (1) dikatakan kreditor separatis
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak
56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pernah terjadi kepailitan. Ketentuan Pasal 55
pemegang gadai, jaminan fidusia, hak ayat (1) tersebut berarti bahwa kreditor
tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas pemegang gadai, jaminan fidusia, hak
kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi tanggungan, hipotek, atau hak jaminan atas
haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. kebendaan lainnya tidak terpengaruh atas
Pasal ini menegaskan bahwa kreditor separatis putusan pernyataan pailit dan benda jaminan
dapat melakukan parate eksekusi seperti tidak tersebut tidak termasuk boedel (harta) pailit
pernah terjadi kepailitan dan memberikan hak yang akan dieksekusi. Kreditor separatis
mutlak atas benda jaminannya. berhak mengeksekusi sendiri barang-barang
Pasal 59 ayat (2) berbunyi: Setelah jaminan yang ada dalam kekuasaannya. Dalam
lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud hal masih terdapat kekurangan setelah eksekusi
pada ayat (1), Kurator harus menuntut atas barang jaminan yang ada dalam
diserahkannya benda yang menjadi agunan kekuasaannya, kreditor separatis berhak atas
untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara boedel (harta) pailit sebagai kreditor konkuren,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, tanpa sebaliknya dalam hal terdapat kelebihan dari
mengurangi hak Kreditor pemegang hak piutangnya maka kelebihan tersebut harus
tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut. dimasukkan sebagai boedel (harta) pailit.
Pasal ini menegaskan walaupun benda jaminan Peneliti juga berpendapat pertimbangan
telah jatuh kedalam boedel harta pailit dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
diuurus kurator, kreditor separatis tetap tidak 67/PUU-XI/2013 tidak sejalan dengan
kehilangan hak mendahulu terhadap benda ketentuan Undang-Undang Kepailitan dan
jaminannya. PKPU yang mengatur bahwa “sejak tanggal
Menurut Dr. M. Hadi Subhan, kreditor putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang
pemegang jaminan kebendaan yang disamakan terutang baik sebelum maupun sesudah putusan
dengan kreditor yang tidak memegang jaminan pernyataan pailit merupakan utang harta
kebendaan adalah bentuk sebuah ketidakadilan. pailit”(Pasal 39 ayat (2)).
Bukankah maksud adanya lembaga jaminan
untuk memberikan perlindungan hukum
26
terhadap pemegang jaminan tersebut? Jika pada Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma
akhirnya disamakan kedudukan hukumnya dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta: 2008, hlm. 31.
JOM Fakultas Hukum Volume IV No. 2 Oktober 2017 Page 8
Pada tahun 2008 Mahkamah Konstitusi 2013 menjadikan Mahkamah Konstitusi tidak
telah lebih dulu mengeluarkan Putusan Nomor konsiten dalam membangun kepastian hukum.
18/PUU-XI/2008 yang memiliki substansi yang Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi
sama dengan Putusan Mahkamah Konstitusi mengatakan jika urutan prioritas kreditor
Nomor 67/PUU-XI/2013. Didalam Putusan separatis diturunkan justru akan menimbulkan
Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XI/2008 ketidakpastian hukum. Apabila kreditor
sudah menegaskan bahwa seharusnya memang separatis tidak lagi didahulukan maka akan
kedudukan kreditor separatis lebih tinggi dari berakibat tidak adanya rangsangan atau
upah buruh. Kedudukan kreditor yang motivasi yang cukup bagi para pemodal untuk
didasarkan pada jaminan (gadai, hipotek, menanamkan modalnya karena tiadanya
fidusia, dan tanggungan) sejak awal telah jaminan akan kembalinya modal dan pada
mengurangi hak debitor atas harta/aset yang gilirannya juga akan menyebabkan tidak
dijadikan jaminan, yang menyebabkan aset terciptanya lapangan kerja yang diperlukan
tidak dapat lagi dipandang sebagai hak milik bagi pekerja (buruh).27
penuh debitor, karena aset telah dibebani Didalam praktik kepailitan sebelum
hipotek, fidusia, hak tanggungan, dan gadai adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
yang mengurangi keleluasaan debitor untuk 67/PUU-XI/2013 memang telah ada kreditor
bertindak terhadap objek jaminan sebagai yang kedudukannya lebih tinggi dari kreditor
pemilik semu (pseudo eigenaar). separatis, Contoh dari Undang-Undang yang
Pada Putusan Mahkamah Konstitusi menentukan bahwa ada kreditor lain yang
Nomor 18/PUU-XI/2008 walaupun Pemohon kedudukannya lebih tinggi dari kreditor
tidak mengajukan permohonan untuk pemegang hak jaminan (kreditor separatis)
melakukan uji materil terhadap Pasal 95 ayat adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2007
(4) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
tidak jelas dalam mengatur mengenai urutan Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
buruh, namun Mahkamah Konstitusi membuat Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal 21
pertimbangan hukum dalam Putusan No. ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Tata Cara
18/PUU-VII/2008 yang meluruskan mengenai Perpajakan mengatur bahwa negara
hal ini. Pertimbangannya adalah: “....Dalam mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak
konteks demikian, maka Pasal 95 Undang- atas barang-barang milik Penanggung Pajak
Undang Ketenagakerjaan yang merumuskan kecuali terhadap: Biaya perkara atau biaya
bahwa upah buruh dalam proses kepailitan untuk menyelamatkan barang
didahulukan, harus dibaca bahwa upah buruh Menurut Eljana Tansah dalam makalah
tersebut didahulukan, akan tetapi di bawah yang berjudul “Kedudukan Tagihan Buruh,
kreditor separatis yang dijamin dengan gadai, Tagihan Pajak versus Kedudukan Kreditor
hipotek, fidusia, hak tanggungan (secured- Separatis dalam Kepailitan Perusahaan”, ia
loan), biaya kepailitan, dan fee kurator. Dengan berpendapat bahwa kedudukan tagihan pajak
demikian, tidaklah terdapat pertentangan norma adalah lebih tinggi dari kreditor separatis hanya
antara Undang-Undang Kepailitan dan dalam hal kurator yang menjual lelang objek
Undang-Undang Ketenagakerjaan”. jaminan kebendaan. Eksekusi hak jaminan
Putusan Mahkamah Konstitusi tahun tersebut dilakukan oleh kurator karena kreditor
2008 dan tahun 2013 memiliki pertentangan separatis tersebut tidak melaksanakan
yang signifikan, pertimbangan dan amar melaksanakan hak eksekusinya dalam jangka
Putusannya saling bertolak belakang meski waktu pada saat stay terangkat hingga 2 (dua)
antara Putusan versi tahun 2008 dan versi tahun bulan setelah insolvensi sebagaimana diatur
2013 sama-sama final dan mengikat (binding) dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang
serta memiliki subjek (buruh vs kreditor Kepailitan dan PKPU. Sebaliknya, apabila
separatis), objek (harta debitor) dan pokok kreditor separatis yang mengeksekusi sendiri
perkara yang sama (kedudukan kreditor). Uji harta jaminannya dalam jangka waktu yang
materiil tersebut seputar ketentuan dalam diperbolehkan, maka utang pajak debitor pailit
konteks pailitnya perusahaan tempat karyawan
27
berkerja yang mana bersinggungan dengan hak HukumOnline.com. Kreditor Separatis tetap diatas
para kreditor separatis. Putusan pada tahun Buruh. Diakses dari internet http://www.hukumonline.com,
pada tanggal 23 Maret 2017, pukul 22.31 WIB
JOM Fakultas Hukum Volume IV No. 2 Oktober 2017 Page 9
tidak dapat dibebankan kepada hasil penjualan ditanggung oleh kreditor separatis. Bilamana
harta jaminan yang dieksekusi sendiri oleh masih terdapat sisa hasil penjualan
kreditor separatis ini. Hal ini dikarenakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1)
berdasarkan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, atau
Kepailitan dan PKPU, kreditor separatis dapat karena aset debitor pailit tidak seluruhnya
mengeksekusi haknya seolah-oleh tidak terjadi dijaminkan kepada kreditor separatis sehingga
kepailitan. Konsekuensinya, kreditor separatis masih terdapat harta pailit yang lain, maka sisa
berhak untuk mengambil pelunasan hasil penjualan atau harta pailit yang lain
piutangnya dari hasil lelang eksekusi tersebut tersebut akan dibayarkan kepada para kreditor
setelah biaya lelang dan objek jaminan dengan urutan sebagai berikut:
dibayar.28 1) Imbalan Jasa Kurator dan Biaya Kepailitan.
Peneliti menyimpulkan dari seluruh isi Dasar hukum Pasal 191 Undang-Undang
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Kepailitan;
67/PUU-XI/2013 ini, dikarenakan Putusan 2) Upah Buruh. Dasar hukum Putusan Nomor
tersebut tidak menjelaskan teknis pelaksanaan 67/PUU-XI/2013
dilapangan maka dapat ditarik kesimpulan jika 3) Utang Pajak. Dasar Hukum Pasal 21
kreditor separatis mulai menggunakan haknya Undang-Undang Tata Cara Perpajakan;
untuk parate eksekusi (sesuai Pasal 55 ayat (1) 4) Kreditor pemegang hak istimewa khusus.
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU) selama Yang termasuk dalam kreditor golongan ini
masa insolvensi maka benda jaminan tidak disebutkan dalam Pasal 1139 KUH Perdata
masuk dalam boedel (harta) pailit. Meskipun angka 1 sampai 9, dengan ketentuan Pasal
tagihan buruh dan tagihan pajak sekarang 1139 angka 1 KUH Perdata berkedudukan
kedudukannya lebih tinggi dari kreditor diatas kreditor separatis yaitu sebagai biaya
separatis, namun hal tersebut berlaku hanya kepailitan. Dasar hukum Pasal 1138 KUH
dalam hal kreditor separatis tidak Perdata jo. Pasal 1139 KUH Perdata;
melaksanakan haknya (sesuai Pasal 55 ayat (1) 5) Kreditor pemegang hak istimewa umum.
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU) Yang termasuk dalam kreditor golongan ini
sehingga benda jaminan jatuh dalam boedel disebutkan dalam Pasal 1149 KUH Perdata
(harta) pailit dan akan diurus oleh kurator, angka 1 sampai 7, dengan ketentuan Pasal
sedangkan jika kreditor separatis menggunakan 1149 angka 1 KUH Perdata berkedudukan
haknya (sesuai Pasal 55 Undang-Undang di atas kreditor separatis yaitu sebagai biaya
Kepailitan dan PKPU) maka tagihan buruh dan kepailitan. Dasar hukum Pasal 1138 jo. 1149
tagihan pajak debitor pailit tidak dapat KUH Perdata;
dibebankan kepada hasil penjualan harta 6) Kreditor konkuren. Dasar hukum Pasal 1132
jaminan yang dieksekusi sendiri oleh kreditor KUH Perdata.
separatis. b. Dalam hal harta jaminan dieksekusi
2. Urutan Prioritas Pembayaran Utang oleh kurator.
Dalam Proses Kepailitan Setelah Apabila kreditor separatis gagal
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor mengeksekusi harta jaminannya dalam jangka
67/PUU-XI/2013 waktu yang diperbolehkan menurut Pasal 59
a. Dalam hal harta jaminan dieksekusi ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan
sendiri oleh kreditor separatis; PKPU, maka berdasarkan Pasal 59 ayat (2)
Apabila harta jaminan dieksekusi kurator harus menuntut diserahkannya benda
sendiri oleh kreditor separatis berdasarkan yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual
Pasal 55 ayat (1) jo. Pasal 59 ayat (1) Undang- tanpa mengurangi hak kreditor separatis atas
Undang Kepailitan dan PKPU, maka biaya hasil penjualan agunan tersebut. Dengan
lelang dan pajak penjualan objek jaminan akan demikian harta jaminan akan dieksekusi oleh
kurator dan dibayarkan kepada para kreditor
28
Eljana Tansah, “Kedudukan Tagihan Buruh, Tagihan
dengan pembagian sebagai berikut:
Pajak versus Kedudukan Kreditor Separatis dalam 1) Imbalan Jasa Kurator dan Biaya Kepailitan.
Kepailitan Perusahaan,” makalah disampaikan pada Seminar Dasar hukum Pasal 191 Undang-Undang
Nasional Kepailitan tentang Antisipasi Krisis Keuangan Kepailitan;
Kedua, Sudah Siapkah Pranata Hukum Kepailitan
Indonesia?, Jakarta, 29 Oktober 2008, hlm. 3.
JOM Fakultas Hukum Volume IV No. 2 Oktober 2017 Page 10
2) Upah Buruh. Dasar hukum Putusan Nomor kebendaan. Hak ini memperoleh landasannya
67/PUU-XI/2013 melalui ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata,
3) Utang Pajak. Dasar Hukum Pasal 21 1333, KUH Perdata dan 1334 KUH Perdata.
Undang-Undang Tata Cara Perpajakan; Hak prioritas untuk didahulukan (droit de de
4) Kreditor Separatis. Dasar hukum Pasal 59 preference) pada gadai dapat dilihat pada Pasal
ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan 1150 KUH Perdata yang berbunyi: “Suatu hak
PKPU jo. 1134 ayat (2) KUH Perdata yang diperoleh kreditor atas suatu barang
5) Kreditor pemegang hak istimewa khusus. bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh
Yang termasuk dalam kreditor golongan ini debitor, atau oleh seorang lain atas namanya,
disebutkan dalam Pasal 1139 KUH Perdata dan yang memberikan kekuasaan kepada
angka 1 sampai 9, dengan ketentuan Pasal kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari
1139 angka 1 KUH Perdata berkedudukan barang tersebut secara didahulukan daripada
diatas kreditor separatis yaitu sebagai biaya kreditor-kreditor lainnya, dengan kekecualian
kepailitan. Dasar hukum Pasal 1138 KUH biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya
Perdata jo. Pasal 1139 KUH Perdata; yang telah dikeluarkan untuk
6) Kreditor pemegang hak istimewa umum. menyelamatkannya setelah barang itu
Yang termasuk dalam kreditor golongan ini digadaikan, biaya-biaya mana harus
disebutkan dalam Pasal 1149 KUH Perdata didahulukan”.
angka 1 sampai 7, dengan ketentuan Pasal Didalam Undang-Undang Jaminan
1149 angka 1 KUH Perdata berkedudukan Fidusia juga diatur Hak prioritas untuk
diatas kreditor separatis yaitu sebagai biaya didahulukan (droit de preference), Pasal 1 ayat
kepailitan. Dasar hukum Pasal 1138 jo. 1149 (2): Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas
KUH Perdata; benda bergerak baik yang berwujud maupun
7) Kreditor konkuren. Dasar hukum Pasal 1132 yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak
KUH Perdata. khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani
hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
B. Bagaimanakah Kaidah Hukum Jaminan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Dikaitkan Dengan Putusan Mahkamah Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
Kontitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai agunan
Terhadap Kreditor Separatis bagi pelunasan utang tertentu, yang
Jaminan kebendaan bertujuan untuk memberikan kedudukan yang diutamakan
memberi perlindungan dan sekaligus kepastian kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor
hukum, baik kepada kreditor maupun debitor. lainnya.
Bagi kreditor, dengan diikatnya suatu utang Pasal 27 berbunyi:
dengan kebendaan jaminan, hal itu akan 1) Penerima Fidusia memiliki hak yang
memberikan kepastian hukum jaminan didahulukan terhadap kreditor lainnya.
pelunasan utang debitor seandainya debitornya 2) Hak yang didahulukan sebagaimana
wanprestasi atau dinyatakan pailit. Bagi dimaksud dalam ayat (1) adalah hak
debitor, dengan menjaminkan bendanya si Penerima Fidusia untuk mengambil
debitor akan memberikan rasa aman dari pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi
tuntutan membayar utang-utangnya. Hak Benda yang menjadi obyek Jaminan
jaminan kebendaan ini akan melahirkan hak Fidusia.
kebendaan yang akan mengikuti benda jaminan 3) Hak yang didahulukan dari Penerima
itu berada (droit de suite) dan sebagai hak Fidusia tidak hapus karena adanya
kebendaan ini pula memiliki hak prioritas dan kepailitan dan atau likuidasi Pemberi
didahulukan dari kreditor lainnya (droit de Fidusia.
preference), apabila debitor lalai dalam Undang-Undang hak tanggungan juga
melakukan pelunasan utangnya sehingga mengatur demikian pada Pasal 1 ayat (1) yang
kredior akan merasa aman dan mendapatkan berbunyi: Hak Tanggungan atas tanah beserta
perlindungan bahwa piutangnya akan dapat benda-benda yang berkaitan dengan tanah,
dilunasi. yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan,
Asas droit de de preference merupakan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak
salah satu sifat khusus yang dimiliki oleh hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
30
Sutan Remi Sjahdeini, Hukum Kepailitan (Memahami
29
Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma Undang_Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Kepailitan), Op.cit, hlm. 45.
31
Jakarta: 2008, hlm. 172-173. Rachmadi Usman, Loc.cit
JOM Fakultas Hukum Volume IV No. 2 Oktober 2017 Page 12
III. PENUTUP pembayaran utang-utang debitur. Kreditor
Berdasarkan hasil penelitian yang telah pemegang hak jaminan kebendaan (kreditor
penulis lakukan, maka dapat disimpulkan separatis) yang dilindungi haknya oleh
sebagai berikut: hukum jaminan untuk didahulukan terhadap
A. Kesimpulan benda jaminannya, telah tereduksi oleh
1. Kedudukan Kreditor Separatis didalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
kepailitan setelah Putusan Mahkamah 67/PUU-XI/2013. Hak preferensi (droit de
Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 telah de preference) yang merupakan salah satu
menimbulkan ketidakpastian hukum asas didalam hukum jaminan menjadi tidak
didalam proses kepailitan karena kreditor ada artinya lagi.
separatis diakui hak mendahulunya didalam B. Saran
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, 1. Perlu adanya revisi terhadap Undang-
tercermin pada pada Pasal 55 ayat (1) jo. Undang Kepailitan dan PKPU karena dalam
Pasal 59 jo. Pasal 191 Undang-Undang prioritas penagihan, perlu dijelaskan urutan
Kepailitan. Putusan ini juga bertentangan prioritasnya secara jelas dalam Undang-
dengan prinsip structured creditors didalam Undang Kepailitan dan PKPU dan bila perlu
kepailitan, Undang-Undang Hak dibuatkan urutan prioritasnya dengan
Tanggungan, Undang-Undang Jaminan tagihan-tagihan lain. Harus ada keputusan
Fidusia, Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai urutan prioritas pembayaran
Nomor 18/PUU-XI/2008, dan hukum kepada kreditor, tidak hanya secara parsial
jaminan. Peneliti menganalogikan dan terpisah masing-masing dalam Undang-
pelunasan utang pajak didalam praktik Undang lain. Hal ini untuk memastikan
kepailitan dengan upah buruh yang pihak yang berkepentingan dalam kepailitan
kedudukannya sekarang sama-sama diatas mengetahui dengan jelas dan mengetahui
kedudukan kreditor separatis. Pelunasan dampaknya terhadap kreditor serta
utang pajak didalam paraktik kepailitan, memungkinkan pihak pemberi pinjaman
mempunyai hak mendahulu diatas kreditor untuk dapat mempertimbangkan secara lebih
separatis dalam hal benda jaminan jatuh seksama mengenai risiko yang terkait
kedalam boedel (harta) pailit artinya kreditor dengan pinjaman. Sebaiknya didalam
separtis tidak menggunakan haknya seperti Undang-Undang Kepailitan tersebut
yang diatur didalam Pasal 55 Undang- nantinya tidak mereduksi hak dari kreditor
Undang Kepailitan dan PKPU. Hal ini juga pemegang jaminan kebendaan (kreditor
berlaku pada upah buruh dikarenakan separatis) untuk mendapatkan pelunasan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor pertama dari benda jaminannya;
67/PUU-XI/2013 tidak menjelaskan teknis 2. Pemerintah harus membuat kebijakan yang
pelaksanaan dilapangan dan hanya bersifat pareto superiority yaitu kebijakan
memutuskan upah buruh memiliki hak yang yang menguntungkan hak buruh tetapi tidak
didahulukan dari tagihan kreditor separatis merugikan hak kreditor separatis, seperti
atas bodel (harta) pailit; pemerintah perlu merombak Sistem Jaminan
2. Kaidah hukum jaminan dikaitkan dengan Sosial Nasional diatur di dalam Undang-
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
67/PUU-XI/2013 akan saling bertentangan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Undang-
karena kreditor separatis sebagai pemegang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
jaminan kebendaan yang telah dilindungi Sistem Jaminan Sosial Nasional. Untuk itu,
asas hukum jaminan yaitu asas droit de jaminan atas pembayaran upah perlu diatur
preference. Pertentangan ini akan pula di dalam sistem jaminan sosial nasional
menimbulkan ketidakpastian hukum terkait yang sifatnya antisipatif. Dengan adanya
pelaksanaan lembaga hukum jaminan dalam perlindungan asuransi untuk kehilangan
proses kepailitan dan menyebabkan lembaga pekerjaan, maka buruh tetap akan
jaminan menjadi tidak bermakna lagi karena mendapatkan hak atas upah, melalui
maksud diadakannya lembaga hukum santunan dari lembaga jaminan sosial,
jaminan adalah untuk memberikan sekalipun harta pailit telah habis sama
preferensi bagi pemegang jaminan dalam sekali. Pemerintah juga harus mendorong