You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial  dengan ciri bronkospasme
periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Bronkiektasis merupakan dilatasi kronik bronkus dan bronkiolus permanen. Bronkiektasis
bukan merupakan penyakit tunggal,muncul karena berbagai penyebab dan merupakan
akibat dari beberapa keadaan yang mengenai diding bronkial, baik secara langsung
maupun tidak yang dapat mengganggu sistem pertahanan.
Oleh karena itulah, kami akan membahas masalah mengenai asma bronkhiale dan
menjelaskan konsep teori serta asuhan keperawatannya.

B.    Tujuan
Adapun tujuan dan manfaat pembuatan makalah adalah untuk melatih dan menambah
pengetahuan tentang asma bronkhiale. Disini diharapkan agar mahasiswa/mahasiswa dapat
membuat asuhan keperawatan Asma bronkhiale. Di samping itu juga sebagai syarat dari
tugas mata kuliah sistem imun.

  BAB II

TINJAUAN TEORI

A.   Konsep Medis

1. Definisi
Asma bronkhial adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di
mana asma  adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang
telah disingkirkan. Insidensi  asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari
seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial  dengan ciri bronkospasme
periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea
dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne
c,2002).

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1.Komponen Sistem Pernafasan


Sumber : Arif Mutaqqin (2012 : 4)
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas

1) Rongga Hidung

Hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk


menuju rongga hidung. Rongga hidung adalah dua kenal sempit
yang satu sama lainnya dipisahkan oleh septum. Dinding rongga
hidung dilapisi oleh murkosa respirasi serta sel epitel batang,
bersila, dan berlapis semu. Mukosa tersebut menyaring,
menghangatkan, dan melembapkan udara yang masuk melalui
hidung. Vestibulum merupakan bagian dari rongga hidung yang
berambut dan berfungsi menyaring partikel-partikel asing
berukuran besar agar tidak masuk ke saluran pernapasan bagian
bawah.dalam hidung juga terdapat saluran-saluran yang
menghubungkan antara rongga hidung dengan kelenjar air mata,
bagian ini dikenal dengan kantung nasolakrimalis. Kantung
nasolakrimalis ini berfungsi mengalirkan air melalui hidung yang
berasaldari kelenjar air mata jika seseorang menangis.
2) Sinus Paranasal

Sinus paranasal berperan dalam menyekresi mukus, membantu


pengaliran air mata melalui saluran nasolakrimalis, dan membantu
dalam menjaga permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembap.
Sinus paranasal juga termasuk dalam wilayah pembau dibagian
posterior rongga hidung. Wilayah pembau tersebut terdiri atas
permukaan inferior palatum kribriform, bagian superior septum
nasal, dan bagian superior konka hidung. Reseptor di dalam epitel
pembau ini akan merasakan sensasi bau.
3) Faring

Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari dasar


tengkorak dan berakhir sampai persambungannya dengan esofagus
dan batas rawan tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas tiga
bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni nasofaring ( di
belakang hidung ), orofaring ( di belakang mulut ), dan laringfaring
( di belakang laring ).

Gambar 2.2. Struktur anatomi saluran pernapasan bagian atas


Sumber : Arif Mutaqqin (2012 : 5)
b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah

1) Laring

Laring (tenggorok) terletak diantar faring dan trakhea.


Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4
atau ke-5 dan berakhir di vertebra servikalis ruas ke-6. Laring
disusun oleh 9 kartilago yang disatukan oleh legamen dan otot
rangka pada tulang hioid di bagian atas dan trakhea di bawahnya
(dapat dilihat pada Gambar 1-4).

Kartilago yang terbesar adalah katilago tiroid, dan di depannya


terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun yang
terlihat nyata pada pria. Kartilago tiroid dibangun oleh dua
lempeng besar yang bersatu di bagian anterior membentuk sebuah
sudut seperti huruf V yang disebut tonjolan laringeal.

Kartilaho krikoid adalah katilago terbentuk cincin yang terletak


di bawah kartilago tiroid (ini adalah satu-satunya kartilago yang
berbentuk lingkarang lengkap).kartilago aritenoid adalah sepasang
kartilago yang menjulang di belakang krikoid, dan di atasnya
terdapat kartilago kuneiform dan kornikulata yang sangat kecil. Di
atas kartilago tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup dan
berfungsi membantu menutup laring saat menelan makanan.
Gambar 2.3. Struktur anatomi laring
Sumber : Arif Mutaqqin (2012 : 6)
2) Trakhea

Trakhea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan


panjang 11 cm (dapat dilihat pada Gambar 2.4). Trakhea terletak
setelah laring dan memanjang ke bawah setara dengan vertebra
torakalis ke-5. Ujung trakhea bagian bawah bercabang menjadi dua
bronkhus (bronkhi) kanan dan kiri. Percabangan bronkhus kanan
dan kiri dikena sebagai karina (carina). Trakhea tersusun atas 16-
20kartilago hialin berbentuk huruf C yang melekat pada dinding
trakhea dan berfungsi untuk melindungi jalan udara. Kartilago ini
juga berfungsi untuk mencegah terjadinya kolaps atau ekspansi
berlebihan akibat perubahan tekanan udara yang terjadi dalam
sistem pernapasan. Bagian terbuka dari bentuk C kartilago trakhea
ini saling berhadapan secara posterior ke arah esofagus dan
disatukanoleh ligamen dan otot polos.
Gambar 2.4. (a) ilustrasi trakhea, (b) gambaran melintang trakhea
Sumber : Arif Mutaqqin (2012 : 7)
3) Bronkhus

Bronkhus mempunyai struktur serupa dengan trakhea. Bronkhus


kiri dan kanan tidak simestris. Bronkhus kanan lebih pendek, lebih
lebar, dan arahnya hampir vertikal dengan trakhea. Sebaliknya,
bronkhus kiri lebih panjang, lebih sempit, dan sudutnyapun lebih
runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini memiiki implikasi kinis
tersendiri seperti jika ada benda asing yang terinhalasi, maka benda
itu lebih memungkinkan berada di bronkhus kanan dibandingkan
dengan bronhus kiri karena arah dan lebarnya.
Bronkhus pulmonaris bercabang dan beranting sangat banyak.
Cabang utama bronkhus memiliki struktur serupa trakhea. Dinding
bronkhus dan cabang-cabangnya dilapisi epitelium batang, bersila,
dan berlapis semu.
Bronkhus terminalis disebut saluran penghantar udara karena
fungsi utamanya adalah mengantarkan udara ke tempat pertukaran
gas di paru (dapat dilihat pada Gambar 2.5). Selain bronkhus
terminalis terdapat pula asinus yang merupakan unit fungsional
paru sebagai tempat pertukaran gas. Asinus terdiri atas bronkhus
respiratorius dan duktus alveolaris (alveolar duct) yang seluruhnya
dibatasi alveoli dan sakus alveolus terminalis yang merupakan
struktur akhir paru.

Gambar 2.5. Struktur anatomi saluran pernapasan bagian bawah.

Sumber : Arif Mutaqqin (2012 : 8)

c. Paru - paru

Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak


dalam rongga thoraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum
sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Paru
kanan lebih besar dari paru kiri. Selain itu, paru juga dibagi menjadi
tiga lobus, satu lobus pada paru kanan dan dua lobus pada paru kiri
(dapat dilihat pada Gambar 2:6).
Lobus-lobus tersebut dibagi menjadi beberapa segmen, yaitu 10
segmen pada paru kanan dan 9 segmen pada paru kiri. Proses patologis
seperti atelektasis dan pneumonia sering kali terbatas pada satu lobus
atau satu segmen saja. Oleh karena itu, pengetahuan anatomi segmen
paru penting sekali bagi perawat saat melakukan fisioterapi dada.
Fisioterapi dada dilakukan untuk mengetahui dengan tepat letak lesi
dan akumulasi sekret, sehingga perawat dapat menerapkan keahliannya
dalam mengeluarkan sekret saat drainase postural (posturaldrainage).

Gambar 2 : 6 Penampang lobus-lobus pada


paru Sumber : Arif Mutaqqin (2012 : 13)
d. Pleura

Pleura merupakan kantung tertutup yang terbuat dari membran


(masing-masing untuk setiap paru) yang didalamnya mengandung
cairan serosa. Paru terinvaginasi (tertekan dan masuk ke dalam)
lapisan ini, sehingga membentuk dua lapisan penutup. Satu bagian
melekat kuat pada paru dan bagian lainnya pada dinding rongga
thoraks. Bagian pleura yang melekat kuat pada paru disebut pleura
viseralis dan lapisan paru yang membatasi rongga thoraks disebut
pleura parietalis.
Pleura viseralis adalah pleura yang menempel pada paru, menutup
masing-masing lobus paru, dan melewati fisura yang memisahkan
keduanya. Pleura parietalis melekat pada dinding dada dan permukaan
thoraks diafragma. Pleura parietalis juga melekat pada mediastinum
dan bersambung dengan pleura viseralis di sekeliling perbatasan
hilum.
Kavitas pleura adalah sebuah ruang potensial. Dua lapisan
dipisahkan oleh lapisan film tipis cairan serosa. Cairan pleura ini
berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan antara dua
lapisan pleura selama pergerakan pernapasan berlangsung. Cairan
pleura disekresikan oleh sel epitel membran serosa. Pada orang
normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer
(dapat dilihat pada Gambar 2 : 7). Perbedaan tekanan ini berguna
untuk mencegah terjadinya kolaps paru. Tekanan intrapleura saat
inspirasi sekitar 2 mmHg sampai -6 mmHg dan tekanan saat ekspirasi -
6 mmHg sapai -3 mmHg. Bila terserang penyakit, pleura mungkin
akan meradang, selain itu udara atau cairan dapat masuk ke dala
rongga pleura sehingga menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
Gambar 2 : 7 Perbedaan tekanan saat inhalasi dan ekshalasi
Sumber : Arif Mutaqqin (2012 : 15)

e. Otot-otot Pernapasan

Otot-otot pernapsaan merupakan sumber kekuatan untuk


mengembuskan udara. Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang dapat
mengangkat dan tulang dada) merupakan otot utama yang ikut
berperan meningkatkan volume paru.Arif Mutaqqin (2012 : 15)
Saat inspirasi, otot sternokleidomastoideus, otot skalenes, otot
pektoralis minor, otot seratus anterior, dan otot interkostalis sebelah
luar mengalami kontraksi sehingga menekan diafgrama ke bawah dan
mengangkat rongga dada untuk membantu udara masuk ke dalam
paru.
Pada fase ekpirasi, otot-otot transversal dada, otot interkostalis sebelah
dalam, dan otot abdominal mengalami kontraksi, sehingga
mengangkat diagfragma dan menarik rongga dada untuk
mengeluarkan udara dari paru

3. Etiologi
Belum diketahui. Faktor pencetus adalah alergen, infeksi ( terutama saluran napas
bagian atas ), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks, gastroesofagus, dan psikis.
1.    Alergen
Yaitu protein, serbuk sari, spora jamur, bulu halus, bulu binatang, makanan, debu,
dll.
2.    Infeksi saluran nafas
Berupa virus respiratori synchitial virus (RSV) dan virus influenza.
3.    Iritasi
Bisa didapatkan dari hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari cat dan
polutan udara, air dingin dan udara dingin.
4.    Perubahan cuaca yang ekstrim
5.    Refleks gastroesopagus
Yaitu iritas trakeobrinkhiale oleh isi lambung.
6.    Aktifitas yang berlebihan
7.    Psikologis/emosional
8.    Obat-obatan
9.    Linkungan kerja
10.    Polusi udara
11.    Pengawet makanan.

4. Patofisiologi
Infeksi merusakan dinding bronkhials, sehingga akan menyebabkan struktur
penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan
menobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang
berat. Infeksi meluas ke jaringan peripbronkial, pada kondisi ini timbulah saccular
bronchiectasis. Setiap kaliu dilatasi sputum kental akan berkumpul dan akan
menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkietasis
biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru lobus bawah
merupakan area yang Paling sering terkena.
Retensi dari sekret dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan
menyebabkan obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut
(fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan fungsi dari
jaringan paru. Pad asaat ini kondisi klien berkembang ke arah insufiensi pernapasan
yang di tandai dengan menurunnnya kapasityas vital (vital capacity), penurunan
ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terthadap kapasitas total paru.
Terjadi kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling bercampur dan juga
terjadi hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress, obat-obatan, infeksi,dll dapat
menimbulkan reaksi antigen dan antibodi kemudian dikeluarkannya substansi
vasoaktif/sel mast ( histamin, bradikinin, anafilatoksin, prostaglandin), setelah itu
terjadi kontraksi otot polos (bronkospasme), peningkatan permeabilitas kapiler
(adema, mukosa, hipersekresi), dan sekresi mukus meningkat kemudian obstruksi
saluran nafas yang menyebabkan batuk, dispnea, dan mengi.

5. Manifestasi Klinis
1.    Dispnea parah dengan ekspirasi memanjang
2.    Wheezing
3.    Batuk produktif, kental dan sulit keluar
4.    Penggunaan otot bantu napas
5.    Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus
6.    Hiperkapnia
7.    Anoreaksia
8.    Diaporesis
Karakteristik gejala dari bronkiektasi antara lain sebagai berikut.
1.    Batuk kronik dan produksi sputum purulen kehitaman
2.    Sejumlah besar dari klien mengalami hemoptisis ( 50-70% kasus dan dapat
disebabkan oleh perdarahan mukosa jalan napas yang rapuh atau adanya
inflamasi ).
3.    Pneumonia berat
4.    Clubbing finger, terjadi akibat insufisiensi pernapasan.
5.    Asimptomatik, pada beberapa kasus.
Bronkietaksis tidak dapat secara cepat di diagnosis, karena gejala-gejalanya mukin
akan menyerupai brongkitis kronis. Tanda yang definitif dari bronkiektasis adalah
riwayat batuk produktif dalam waktu jangka lama, dengan sputum yang secara
tetap negatif terhadap basil turberkel. Diagnosis ditegakkan berasalkan hasil
bronkografi, brokoskopi, CT-Scan yang akan menunjukkan ada tidaknya dilantasi
bronkeal.
Pada anak yang rentan, inflamasi di saluran nafas ini dapat menyebabbkan
timbulnya episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan,dan batuk.
Khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas s dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sekutum dapat
di temukan kristal carcot-leyden dan spiral Curshman. Uji tiberkulin penting
bukansaja karana di indonesia mqasih banyak tuberkulosis,tetapi jika ada
tuberkulosis dan tidak di obti,asamanya mungkin akan sukr di kontrol.

Penatalaksanaan
Hindari factor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas elrgi udara dingin, dan
factor pesikis gunakan obat local seperti aminofilin atau kortikosteroid inhalasi atau
oral pada serangan asma ringan. Obat anti asma modern umumnya tidak
berpengaruh negative terhadap janin selama di gunakan sesuai dengan anjuran
dokter, kecuali adrenalin. Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin akibat
penyempitan pembuluh darah ke janin yang dapat mengganggu oksigenisasi pada
janin tersebut. Namun, harus diingat aminofilin dapat menyebabkan penurunan
kontraksi uterus.
 Pada serangan asma akut, penangan sama dengan wanita hamil, yaitu berikan
cairan intravena, encerkan cairan sekresi di paru, berikan O2 (setelah pengukuran
PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2>60 mmHg dengan kejenuhan 95% oksigen
atau normal, cek bayi, dan berikan obat kortikosteroid.
Pada status asmatikus dengan dengan gagal nafas, jika setelah pengobatan intensif
selama 30-60 menit tidak terjadi perubahan, secepatnya lakukan intubasi. Berikan
antibiotik bila terdapat dugaan terjadi infeksi.
Upayakan persalinan secara spontan. Namun, bila pada pasien berada dalam
serangan, lakukan ekstraksi vakum atau forceps. Seksio sesarea atas indikasi asma
jarang au tak pernah dilakukan. Teruskan pengobatan regular asma selama proses
kelahiran. Jangan diberikan analgesic yang mengandung histamine, tapi pilihlah
morfin atau analgesic epidural. Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan
prostaglandin E2 karena dapat menyebabkan bronkospasme.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu. Aminofilin
dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan,
gelisah, dan gangguan tidur. Namun, obat antiasma lainnya dan kortikosteroid
umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam air susu sangat kecil.
Ada 4 tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada klien bronkiektasi yaitu
sebagai berikut:
a.    Menemukan dan menghilangkan masalah yang mendasari
b.    Memperbaiki kebersihan secret trakeobronkial
c.    Engendalikan infeksi, khususnya pada masa eksaserbasi akut
d.    Memulihkan obstruksi aliran udara pernapasan.
Pengontrolan infeksi dilakukan dengan pemberian obat anti microbial, berdasarkan
hasil uji  sensitivitas kultur organisme  dari sputum. Klien mungkin akan diberikan
obat antibiotic sel ama  bertahun-tahun dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai
dengan perubahan dalam interval.
Postural drainase merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan, dikarenakan
drainase pada area bronkiektasis dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi.
Bronkodilator dapat diberikan kepada orang yang juga mengalami penyakit jalan
nafas obstruktif.
Intervensi bedah meskipun sering dilakukan tetapi tindakan ini hanya di
indikasikan untuk klien yang mengalami ekspektorasi sputum yang berlanjut dalam
jumlah besar dan mengalami peneomonia serta hemobtisis berulang pada klien
yang tidak berobat secara teratur.

6. Pemeriksaan penunjang
1    Spirometer
Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler), positif jika
peningkatan VEP/KVP > 20%.
2    Sputum : eosinofil meningkat
3    Eosinofil darah meningkat
4    Uji kulit
5    RO dada
Yaitu patologis paru/komplikasi asma
6    AGD
Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2
turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).
Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar
pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
Analisis gas darah: hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic, atau
respiratorik. Pemeriksaan deteksi cepat  antigen RSV yang dapat dikerjakan secara
bedside.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan Nonfarmakologi

1) Penyuluhan

Penyuluhan ini di tunjuk untuk meningkatkan pengetahuan

klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar

menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara

benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan. (Arif Mutaqqin,

2012:179)

2) Menghindari Faktor Pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma

yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan

mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup

bagi klien. (Arif Mutaqqin, 2012:179)

3) Fisioterapi

Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.

Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi

dada.
4) Batuk Efektif

Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana

klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan

dapat mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk efektif dan

nafas dalam merupakan teknik batuk efektif yang menekankan

inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi. Intervensi batu


efektif di pilih karena menurut hasil dari penelitian Yosef Agung Nugroho.

1. Pengeluaran dahak pada klien dengan bersihan jalan nafas

tidak efektif sebelum di berikan tindakan batuk efektif adalah

banyak sebanyak 2 dari 15 responden.

2. Pengeluaran dahak pada klien dengan bersihan jalan nafas

tidak efektif ssetelah di berikan tindakan batuk efektif adalah

banyak sebanyak 10 dari 15 responden.

3. Terdapat pengaruh signifikan sebelum dan sesudah

memberikan batuk efektif pada klien dengan bersihan jalan

nafas tidak efektif.

a. Pengobatan Farmakologi

1) Bronkodilator

a) Agonis β 2

Obat ini mempunya efek bronkodilator. Terbatulin,

Salbutamol, dan feneterol memiliki lama kerja 4-6 jam,

sedangkan agonis β 2 long-acting bekerja melebihi 12 jam,

seperti salmeterol, formrterol, bambuterol, dan lain lain. Bentuk

aerosol dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang

sedang dengan diagnosis yang jauh lebih kecil yaitu sepesepuluh

dosis oral dan pemberiannya lokal. (Arif Mansjoer dkk,

2005:478)
b) Metilxatin

Toifilin termasuk golongan ini. Efek Bronkodilatornya

berkaitan dengan konsentrasinya dalam serum. Efek samping

obat ini dapat ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum

dalam pengobatan jangka panjang. (Arif Mansjoer dkk,

2005:478)

c) Antikolinergik

Golongan ini dapat menurunkan tonus vagus instrintik dan

saluran pernapasan. (Arif Mansjoer dkk, 2005:478)

d) Antiinflamasi

Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan nafas dan

mempunyai efek supresi dan profilaksis.(Arif Mansjoer dkk,

2005:478)

e) Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon

yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk

aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Steroid dalam jangka

yang lama mempunyai efek samping maka klien yang dapat

steroid jangka lama harus di awasi dengan ketat. (Arif mattaqin,

2012:179)

f) Kronolin dan Iprutropioum bromide (atroven)


Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk

anak-anak. Dosis Iprutropium Bromide diberikan 1-2 kapsul 4 x

sehari. (Arif mattaqin, 2012:179)

b. Terapi

Terapi awal menurut Arif Mansjoer (2005:479-480), yaitu :

1) Oksigen 4-6 liter/menit

2) Agonis β 2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbulatin

10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapt diulang setiap 20

menit sampai 1 jam. Pemberian agonis β 2 dapat secara subkutan

atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbulatin 0,25 mg

dalam lauratan dextrose 5% dan diberikan perlahan.

3) Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat

ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah

dosis.

4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada respon

segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam

serangan sangat berat.

Respon terapi awal baik, jika di dapat keadaan berikut :

a) Respon menetap selama 60 meit setelah pengobatan.

b) Pemeriksaan fisik normal.

c) Arus puncak ekspirasi (APE)>70%

Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka

pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit.


Terapi asma kronik adalah sebagai berikut :

1) Asma ringan : agonis β 2 inhalasi bila perlu atau agonis β 2 oral

sebelum exercise atau terpapar alergen.

2) Asma sedang : antiinflamasi setiap hari dan agonis β 2 inhalasi

bila perlu.

3) Asma berat : steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau

agonis β 2 long acting, steroid oral selang setiap hari atau dosis

tunggal dan agonis β 2 inhalasi sesuai kebutuhan.


BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1.    Riwayat kesehatan yang lalu:
•    Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
•    Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
•    Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2.    Aktivitas
•    Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
•    Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
3.    Aktivitas sehari-hari.
•    Tidur dalam posisi duduk tinggi.
4.    Pernapasan
•    Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
•    Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
•    Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
•    Adanya bunyi napas mengi.
•    Adanya batuk berulang.
5.    Sirkulasi
•    Adanya peningkatan tekanan darah.
•    Adanya peningkatan frekuensi jantung.
•    Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
•    Kemerahan atau berkeringat.
6.    Integritas ego
•    Ansietas
•    Ketakutan
•    Peka rangsangan
•    Gelisah
7.    Asupan nutrisi
•    Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
•    Penurunan berat badan karena anoreksia.
8.    Hubungan sosial
•    Keterbatasan mobilitas fisik.
•    Susah bicara atau bicara terbata-bata.
•    Adanya ketergantungan pada orang lain.

B.    Diagnosa yang Mungkin Muncul (Nanda, 2005-2006)


Diagnosa 1     :     Bersihan jalan nafas tidak efektif  b/d bronkospasme.
Diagnosa 2 :      perubahan nutrisi b/d Ketidak mampuan asupan makan.
Diagnosa 3: Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunita.( pertahanan)
Diagnosa 4    :     Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.

C.    Intervensi keperawatan


Dx 1. Bersihkan jalan napas tidak efektif
Mandiri
•    Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi.
•    Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
•    Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
•    Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh: meninggikan kepala tempat
tidur, duduk pada sandara tempat tidur
•    Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll.
•    Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung
memberikan air hangat.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi bronkodilator

Kolaborasi
•    Berikan oksigen tambahan 2-4/menit
•    Berikan obat sesuai indikasi ; Bronkodilator,kortikosteroid, mukolitik

Dx 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru 


selama serangan akut      
Tujuan: pola nafas efektif
Kriteria hasil:
•    Sesak berkurang atau hilang
•    RR 18-24x/menit
•    Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi:
•    Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot
pernapasan
•    Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri
•    Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
•    Berikan terapi oksigen sesuai pesanan

Dx 3. Kerusakan pertukaran gas


Mandiri
•    Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
•    Palpasi fremitus
•    Awasi tanda vital dan irama jantung

Dx. Kep3: Malnutrisi b/d anoreksia


Intervensi :
•    Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
•    Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai.
•    Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

Dx. Kep 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Intervensi:
•    Awasi suhu.
•    Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat.
•    Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram,
kultur/sensitifitas (kolaborasi).

Dx. Kep 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ; salah mengerti.


Intervensi:
•    Jelaskan tentang penyakit individu.
•    Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
•    Tunjukkan teknik penggunaan inhaler.
B.    Analisa Data
No    Data    Masalah    Penyebab
1    Data Subjektif :
-    Klien mengatakan batuk ketika berpaparan dengan debu.
-klien mengatakan sesak napas.

Data Objektif :
-    Klien tanpak berkeringat dan susah bernafas.
TTV :
-    N : 80 x /i
-    T : 37oC
-    RR : 28 x / i
-    TD : 100 / 60 mmHg   

Bronkos pasme   

Bersihan jalan napas tidak efektif


2    Data Subjektif :
-    Ibu mengatakan anaknya mengalami batuk produktif dan susah bernafas.
-    Ibu mengatakan anaknya tanpak pucat,lemah saat batuk.

Data Objektif :
-    Anak tampak lemah dan gelisah
-    Tapak pucat
-    Batuk produktif, kental dan sulit keluar.
-    TTV
N : 80 x / i
T : 37oC
RR : 28 x /I
TD : 100/60 mmHg
   
Imunitas   
Resiko tinggi terhadap infeksi
3    Data Subjektif :
-    Ibu mengatakan nafsu makan menurun sejak sakit
-    Ibu mengatakan anak mengalami mual dan muntah

Data Objektif :
-    Nafsu makan menurun
-    Anak tidak bisa menghabiskan porsi makan    

Perubahan nutrisi

   
Kurangnya asupan makanan  &

Ketidak mampuan asupan makanan

C.    Intervensi Keperawatan


Diagnosa keperawatan    Tujuan    Rencana tindakan    Rasionalisasi
Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang ditandai os
batuk dan dahak sulit keluar, sputum warna putih kental,os gelisah    Setelah diberi
tindakan perawatan selama 3x 24 jam jalan nafas pasien efektif ,dengan KE:

-Bunyi jalan nafas bersih/jelas

-Pasien bisa batuk efektif dan mengeluarkan sekret    - Auskultasi bunyi nafas ,catat
adanya bunyi mengi, ronkhi

-Pantau frekuensi pernafasan.catat rasio inspirasi/ expirasi


-Beri posisi nyaman, misal:peninggian kepala tempat tidur,duduk pada sandaran
tempat tidur

 
-Beri pasien 6-8 gelas /hari kecuali ada indikasi lain

-Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernafasan diafragma dan batuk

-Lakukan drainage postural dengan perkusi dan fibrasi pada pagi dan malam sesuai
yang diharuskan

-Instruksikan pasien menghindari iritan seperti asap , asap rokok, aerosol, cuaca
dingin

-Beri bronkodilator sesuai therapi    -Mengetahui luasnya obstruksi oleh mukus

-Mengetahui tanda stress pernafasan

-Sekresi bergerak sesuaigayagravitasi akibat perubahan posisi dan meningkatkan


kepala tempat tidur akan memindahkan isi perut menjauhi diafragma sehingga
memungkinkan diafragma untuk berkontraksi

-Mengencerkan sekret.

-Mengeluarkan sekret dan meningkatkan patensi jalan nafas

-Merontokkan sekret agar mudah dikeluarkan


- Tidak merangsang pembentukan mukus lagi

 -Memfasilitasi pergerakan sekret.

 Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai
dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR > 20
kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis
     Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam terjadi perbaikan dalam
pertukaran gas dengan KE:
-GDA dalam rentang normal
-Gejala disstres pernafasan tidak ada
-Tanda –tanda vital dalam batas normal
-Gelisah tidak ada    -Observasi frekuensi, kedalaman pernafasan,catat penggunaan
otot bantu nafas,nafas bibir,ketidakmampuan bicara/ berbincang

-Observasi tingkat kesadaran

-Monitor AGD

-Atur pemberian oksigen


-Beri posisi duduk(fowler)

-Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kemampuan

-Beri bronkodilator sesuai therapy

-Observasi tanda vital, dan warna membrane mukosa kulit

 -Kolaboratif tindakan intubasi dan ventilasi mekanik bila perlu    -Mengetahui


adekuatnya jalan nafas dan meningkatnya kerja pernafasan

-Mengetahui indikasi hipoksia

-Menentukan keseimbangan asam basa ,dan kebutuhan oksigen

-Menambah suplai O2 sehingga meningkatkan pertukaran gas

-Mengoptimalkan kontraksi diafragma

-Memfasilitasi pernafasan yang dalam sehingga O2 yang masuk lebih banyak

-Meningkatkan diameter jalan nafas sehingga mengurangi kerja pernafasan

-Mengetahui adekuatnya suplai O2 ke paru-paru dan jaringan


 -Mempertahankan suplai O2 saat terjadi gagal nafas
.Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan badan
lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat
 
     Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam pasien menunjukkan
peningkatan toleransi terhadap aktivitas, dengan KE:
-Pasien dapat dan mau melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
-Tanda tanda vital dalam batas normal

 telah diberi tindakan perawatan 2x 30 menit rasa cemas pasien berkurang dengan,
    -Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas

-Catat adanya dispnea, peningkatan kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.

-Berikan kepada pasien aktivitas sesuai kemampuannya

-Pertahankan obyek yang digunakan pasien agar mudah terjangkau

-Bantu pasien melakukan aktivitas dengan melibatkan keluarga

-Observasi vital sign

-Kaji tingkat cemas pasien(ringan ,sedang, berat,panik)

-Bantu pasien menggunakan koping yang efektif


     -Menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas

-Menentukan periode istirahat pasien dan aktivitas yang menimbulkan kelelahan


pasien.

 -Memenuhi kebutuhan pasien tanpa menimbulkan kelelahan

-Memudahkan pasien dalam penggunaan sehingga mengurangi penggunaan O2

-Semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi

-Tanda vital yang normal mendukung pasien untuk beraktivitas

-Petunjuk intervensi yang terapeutik

 -Bisa menghilangkan cemas ,membantu pasien menggunakan pikiran yang sehat


kedepan.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan   
Setelah diberikan tindakan perawatan 1x 24 jam pasien tidak mengalami perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan KE:
-Pasien mau makan

-Sesak nafas dan batuk berkurang

-Pasien tahu pentingnya nutrisi untuk pemulihan    -Lakukan prosedur terapi sesuai
advis

-Beri informasi tentang pentingnya nutrisi untuk pemulihan


-Anjurkan keluarga untuk membantu pasien makan

-Beri diet lunak TKTP    -Sesak dan produksi mukus berkurang

-Pasien termotivasi untuk mau makan

-Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi

-Makanan mudah dicerna dan kebutuhan kalori terpenuhi

Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os mengatakan tidak
tahu faktor penyebab penyakit dan kekambuhan
     Setelah diberikan tindakan perawatan 2 x 30 menit pengetahuan pasien bertambah
dengan KE :
-Os tahu tentang penyakitnya

-Os tahu penyebab/ pencetus penyakit

-Os tahu cara menghindari kekambuhan    -Beri KIE tentang pengertian dan penyebab
/ pencetus dari penyakit

-Beri KIE cara menghindari kekambuhan seperti:


menghindari cuaca dingin dan debu, memakai baju penghangat dan masker hidung,
mengurangi aktivitas / latihan berlebih.

-Beri KIE untuk kontrol ulang penyakitnya


    -Os tahu tentang sakitnya dan tahu faktor penyebab / pencetus penyakit

- Os tahu dan bisa menghindari faktor pencetus kambuh


-Os tahu perkembangan penyakit sehingga resiko kambuh berkurang
           
D.    Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menilai    
keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah melaksanakan
tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana tujuan
yaitu:
1    Bersihan jalan nafas pasien efektif
2    Pasien mengalami perbaikan dalam pertukaran gas
3    Pola nafas pasien efektif
4    Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas
5    Rasa cemas pasien berkurang.
6    Pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
7    Kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi
8    Pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah
9    Pasien tidak mengalami infeksi

BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma 
adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah
disingkirkan. Insidensi  asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh
kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial  dengan ciri bronkospasme
periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne
c,2002).
Biasanya pada asma diagnosa yang pertama kali muncul adalah klien  merasakan
sesak nafas yang berhubungan dengan proses penyakit. Sebab pada saat pengkajian
pada pasien asma ditemukan bahwa pasien merasa susah dalam bernafas, berkeringat,
anoreksia dan sulit dikeluarkan.
Adapun tindakan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yaitu dengan
memberikan kompres hangat, karena bila menggunakan kompres dingin dapat
mempercepat panas tubuh. Sementara, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
kurang volume cairan dengan memenuhi kebutuhan cairan melalui pemberian infus
ringer laktat 5% (RL) atau dekstrosa 5%.

B.    Saran
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i STIKES Tri Mandiri Sakti
Bengkulu dapat memahami konsep teori asuhan keperawatan dari ASMA.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Edisi Pertama.
Jakarta : Salemba Medika.

Supriyadi Agus_Document/2012

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kesatu. Jakarta.
Media Aesculapius.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi Kedua. Jakarta : Buku Kedokteran.

Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Kesatu. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.

Doongoes, E Marilynn.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

You might also like