You are on page 1of 9

e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING DENGAN DERAJAT


HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI DI
PUSKESMAS BAHU MANADO

Reza Pahlevi Ramadi


Jimmy Posangi
Mario Esau Katuuk

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: rzaramadi@gmail.com
Abstract : Hypertension is the increase in systolic blood pressure from 140 mmHg or
diastolic blood pressure of 90 mmHg began appearing in two main types, essential
hypertension and secondary hypertension. Psychological well being is the full achievement of
the potential psychological and a situation when an individual can receive your strengths and
weaknesses are, have a purpose in life, develop positive relationships with others, be an
independent person, able to control the environment, and continues to grow personally . The
purpose of this study to analyze relationships of psychological well being with hypertension
degrees on hypertension patients in Bahu’s Health Center Manado. The method used is
descriptive analytic with cross sectional design. The sampling technique in this research is
purposive sampling with 75 samples. The data collection is done by using a questionnaire.
Processing data using computer programs with chi-square test with a significance level of
95% (ɑ = 0.05). The results showed the number of respondents who have a high PWB as
many as 38 respondents, and which are at the pre classification of hypertension by 40
respondents and is currently on the classification of hypertension by 35 respondents and p
value = 0.001. This conclusion shows there is a relationship of psychological well being
with the degree of hypertension.
Keywords : Psychological Well Being, Hypertension
Abstrak: Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik mulai dari 140 mmHg atau
tekanan diastolik mulai dari 90 mmHg yang muncul dalam dua tipe utama yaitu hipertensi
esensial dan hipertensi sekunder. Psychological well being adalah pencapaian penuh dari
potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan
kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif
dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan
terus bertumbuh secara personal. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa hubungan
Psychological Well Being Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas
Bahu Manado. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analitik dengan rancangan
cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu purposive sampling
dengan jumlah 75 sampel. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Pengolahan data menggunakan program komputer dengan uji chi-square dengan tingkat
kemaknaan 95% (ɑ = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden yang memiliki
PWB tinggi sebanyak 38 responden (50,7%), dan yang berada pada klasifikasi pre hipertensi
sebanyak 40 responden (53,3%) dan yang berada pada klasifikasi hipertensi sebanyak 35
responden (46,7%) dan didapatkan nilai p= 0,001. Kesimpulan ini menunjukkan ada
hubungan psychological well being dengan derajat hipertensi.
Kata Kunci : Psychological Well Being, Hipertensi

1
e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

PENDAHULUAN berlebihan juga berpengaruh pada


Hipertensi telah menjadi masalah perkembangan penyakit hipertensi yang
utama dalam kesehatan dunia. World diderita. Hal ini menunjukkan bahwa
Health Organization (WHO) menyatakan faktor psikologis memiliki peran besar
sejak tahun 2000 hingga tahun 2008 dalam proses perkembangan penyakit
prevalensi hipertensi terus meningkat, hipertensi.
dimana penduduk dunia yang terkena Kondisi psikologis seseorang yang
hipertensi sebanyak 639 juta kasus atau sedang tidak normal atau berlebihan dapat
26,4% dari populasi. Hipertensi sering memicu munculnya penyakit hipertensi.
disebut sebagai “silent killer”, karena Setiap emosi negative memiliki pengaruh
seringkali penderita hipertensi bertahun- yang sangat kuat terhadap sistem imun
tahun tanpa merasakan sesuatu gangguan tubuh seseorang. Emosi negatif dapat
atau gejala. Tanpa disadari, penderita menyebabkan penurunan tingkat kesehatan
mengalami komplikasi pada organ-organ fisik maupun psikologis (Wells, 2010).
vital seperti jantung, otak, ataupun ginjal. Stres dan emosi negatif dapat
Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti menggambarkan bahwa seseorang
pusing, gangguan penglihatan, dan sakit mengalami penurunan kesejahteraan
kepala, sering kali terjadi pada saat psikologis (psychological well being).
hipertensi sudah lanjut disaat tekanan Psychological well being merupakan
darah sudah mencapai angka tertentu yang pencapaian penuh dari potensi psikologis
bermakna (Triyanto, 2014). Hipertensi seseorang dan suatu keadaan ketika
juga merupakan satu di antara masalah individu dapat menerima kekuatan dan
kesehatan di Indonesia. kelemahan diri apa adanya, memiliki
Data yang di dapat dari hasil Riset tujuan hidup, mengembangkan relasi yang
Kesehatan Dasar (2013), prevalensi positif dengan orang lain, menjadi pribadi
hipertensi di Indonesia yang didapat yang mandiri, mampu mengendalikan
melalui pengukuran pada populasi lingkungan, dan terus bertumbuh secara
kelompok umur ≥18 tahun sebesar 25,8 personal (Ryff, 1989). Jadi, pada pasien
persen dari populasi. Daerah dengan hipertensi yang mempunyai masalah
prevalensi hipertensi tertinggi yang tentang psychological well being seperti
didapati dari hasil pengukuran yaitu stres, tidak mampu mengendalikan
Provinsi Bangka Belitung sebesar 30,9%, lingkungan dan dirinya, cemas, emosi
diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), marah yang berlebihan akan memengaruhi
Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat tekanan darahnya. Tetapi jika pasien
(29,4%) (RISKESDAS, 2013). Hipertensi hipertensi memiliki kemampuan
memiliki berbagai faktor resiko terkait psychological well being yang tinggi akan
dengan kejadian penyakit tersebut. Faktor- mampu mengembangkan potensi dalam
faktor resiko hipertensi meliputi genetik, diri serta mampu untuk memiliki dan
ras, usia, jenis kelamin, merokok, obesitas, menciptakan lingkungan yang sesuai
dan stress psikologis. Factor yang dengan kondisi fisiknya, maka tekanan
menyebabkan kekambuhan hipertensi darah akan terkontrol dengan baik (Wells,
antara lain pola makan, merokok dan stress 2010).
(Yogiantoro, 2006; Marliani, 2007 dalam Stres dan emosi negatif dapat
Ryan 2013). Al-firdaus (2012 dalam menggambarkan bahwa seseorang
Furqon, 2016) mengemukakan bahwa mengalami penurunan kesejahteraan
kondisi emosional individu yang psikologis (psychological well being).
Psychological well being merupakan

2
e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

pencapaian penuh dari potensi psikologis penelitian mengenai Psychological Well


seseorang dan suatu keadaan ketika Being dan Derajat Hipertensi.
individu dapat menerima kekuatan dan
kelemahan diri apa adanya, memiliki METODE PENELITIAN
tujuan hidup, mengembangkan relasi yang Jenis penelitian yang digunakan
positif dengan orang lain, menjadi pribadi adalah penelitian yang bersifat
yang mandiri, mampu mengendalikan observasional analitik dengan pendekatan
lingkungan, dan terus bertumbuh secara cross sectional, dimana data yang
personal (Ryff, 1989). Jadi, pada pasien menyangkut variabel bebas dan terikat
hipertensi yang mempunyai masalah akan dikumpulkan dalam waktu yang
tentang psychological well being seperti bersamaan (Setiadi, 2013). Penelitian ini
stres, tidak mampu mengendalikan dilaksanakan di Puskesmas Bahu Manado
lingkungan dan dirinya, cemas, emosi pada tanggal 7-15 November 2016.
marah yang berlebihan akan memengaruhi Pengumpulan data dilakukan dengan
tekanan darahnya. Tetapi jika pasien melakukan pengukuran tekanan darah
hipertensi memiliki kemampuan pada pasien hipertensi dan membagikan
psychological wellbeing yang tinggi akan kuesioner PWB (Ryff Scale of
mampu mengembangkan potensi dalam Psychological Well Being) .
diri serta mampu untuk memiliki dan Populasi pada penelitian ini adalah
menciptakan lingkungan yang sesuai seluruh pasien hipertensi di wilayah kerja
dengan kondisi fisiknya, maka tekanan Puskesmas Bahu Manado. Jumlah sampel
darah akan terkontrol dengan baik (Wells, sebanyak 75 responden. Kriteria inklusi:
2010). responden merupakan pasien hipertensi,
Studi pendahuluan telah dilakukan dapat membaca dan menulis , mampu
peneliti untuk mendapatkan data awal berkomunikasi verbal, dan bersedia
penderita Hipertensi di Puskesmas Bahu, menjadi responden. Kriteria ekslusi:
didapatkan jumlah kunjungan selama 9 responden tidak kooperatif, tidak bersedia
bulan terakhir dari bulan Januari 2016 untuk diteliti, responden memiliki penyakit
sampai dengan bulan September 2016 lain selain hipertensi seperti diabetes
sebanyak 1.085 pasien. Hal ini melitus, dan gagal ginjal kronik.
menunjukkan bahwa masih tingginya
jumlah penderita Hipertensi. Berdasarkan HASIL dan PEMBAHASAN
data awal, melalui wawancara dan Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan
pemeriksaan tekanan darah terhadap 12 jenis kelamin.
orang pasien hipertensi di Puskesmas
Bahu, di dapatkan bahwa 1 orang berada Jenis kelamin n Presentase
pada Hipertensi Grade II, 5 orang pada
Hipertensi Grade I, dan 6 orang pada Pre Laki-laki 28 37,3 %
Hipertensi. Selanjutnya peneliti melakukan Perempuan 47 62,7 %
wawancara tentang kesejahteraan
Total 75 100 %
psikologis (psychological well being)
dengan menggunakan Ryff’s Scale of Hasil analisis pada tabel di atas
Psychological Well Being (RPWB) pada menunjukkan bahwa sebagian besar
12 orang pasien tersebut, didapati bahwa 1 responden berjenis kelamin perempuan
orang pasien hipertensi grade II memiliki dengan jumlah 47 responden (62,7%) dan
PWB yang rendah, 3 dari 5 pasien sisanya berjenis kelamin laki-laki
hipertensi grade II memiliki PWB yang berjumlah 28 responden (37,3%). Rata-
rendah, dan 4 dari 6 Orang pasien pre rata perempuan akan mengalami
hipertensi memiliki PWB yang tinggi. Di peningkatan resiko tekanan darah tinggi
Sulawesi Utara, belum pernah dilakukan (hipertensi) setelah menopouse yaitu usia

3
e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

diatas 45 tahun. Perempuan yang belum peningkatan resistensi perifer dan aktivitas
menopouse dilindungi oleh hormon simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu
estrogen yang berperan dalam refleks baroreseptor pada usia lanjut
meningkatkan kadar High Density sensitivitasnya sudah berkurang,
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL sedangkan peran ginjal juga sudah
rendah dan tingginya kolesterol LDL (Low berkurang dimana aliran darah ginjal dan
Density Lipoprotein) mempengaruhi laju filtrasi glomerulus menurun.
terjadinya proses aterosklerosis (Anggraini (Anggraini, dkk, 2009). Hasil penelitian
dkk, 2009). Hasil penelitian ini sejalan ini sejalan dengan penelitian yang
dengan penelitian yang dilakukan oleh dilakukan oleh Rustiana (2014) tentang
Saleh (2014) tentang hubungan tingkat gambaran faktor resiko pada penderta
stres dengan derajat hipertensi di wilayah hipertensi di Puskesmas Ciputat Timur
kerja Puskesmas Andalas Padang dimana dimana usia dominan pada umur 57-66
dari 64 responden yang merupakan pasien (45,9%). Hasil ini juga diperkuat dengan
hipertensi, 43 responden (67,2%) berjenis hasil penelitian oleh Adnyani (2014)
kelamin perempuan. Dari hasil tersebut, tentang pevalensi dan faktor risiko
penulis berasumsi bahwa perempuan lebih terjadinya hipertensi pada masyarakat di
banyak menderita hipertensi dibandingkan desa Sidemen, kecamatan Sidemen,
dengan laki-laki dikarenakan kebanyakan Karangasem periode Juni-Juli 2014
perempuan yang sudah berusia diatas 45 dimana ditemukan paling banyak pada
tahun mengalami menopouse sehingga rentang umur 50 sampai dengan 79 tahun
mempengaruhi kadar kolestrol HDL yaitu sebanyak 21,3%. Dari hasil
maupn LDL dan berpengaruh pada proses penelitian ini penulis berasumsi bahwa
aterosklerosis yang berdampak pada usia sangat berpengaruh pada hipertensi
kenaikan tekanan darah. karena seumaikn bertambahnya usia,
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan dinding arteri pada usia lanjut (lansia)
usia. akan mengalami penebalan yang
Umur n Presentase mengakibatkan penumpukan zat kolagen
Remaja akhir 2 2,7 %
pada lapisan otot, sehingga pembuluh
darah akan berangsur-angsur menyempit
Dewasa awal 2 2,7 % dan menjadi kaku sehingga akan terjadi
Dewasa akhir 13 17,3 % peningkatan tekanan darah.
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan
Lansia awal 20 26,7 %
pendidikan
Lansia akhir 12 16,0 %
Pendidikan n Presentase
Manula 26 34,7 %
SD 7 9,3 %
Total 75 100 %
SMP 10 13,3 %

Hasil analisis tabel diatas didapatkan SMA 44 58, 7 %


bahwa usia responden berada pada usia D-III 4 5,3 %
>65 tahun dengan jumlah 26 (34,7%). S-1 9 12 %
Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 –
60 mempunyai tekanan darah lebih besar S-3 1 1,3 %
atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini Total 75 100 %
merupakan pengaruh degenerasi yang
terjadi pada orang yang bertambah
usianya. Peningkatan umur akan Hasil analisis pada tabel diatas
menyebabkan beberapa perubahan menunjukkan bahwa sebagian besar
fisiologis, pada usia lanjut terjadi responden berpendidikan SMA yaitu

4
e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

sebanyak 44 responden (58,7%). Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan


Tingginya risiko terkena hipertensi pada pekerjaan
pendidikan yang rendah, kemungkinan
disebabkan karena kurangnya pengetahuan Pekerjaan n Presentase
pada pasien yang berpendidikan rendah Pensiun
terhadap kesehatan dan sulit atau lambat 14 18,7 %
PNS
menerima informasi (penyuluhan) yang 3 4%
diberikan oleh petugas sehingga Wiraswasta
11 14,7 %
berdampak pada prilaku/pola hidup sehat Swasta
(Anggara & Prayitno 2012).. Hasil 7 9,3 %
Ibu Rumah
penelitian ini sejalan dengan penelitian 36 48,0 %
yang dilakukan oleh Siringoringo (2013) Tangga
tentang faktor-faktor yang berhubungan 2 2,7 %
Buruh
dengan hipertensi pada lansia di Desa 2 2,7 %
Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Mahasiswa
didapati bahwa jumlah sampel yang Total 75 100 %
berpindidikan SMA lebih banyak yang
mengalami hipertensi (59,1%)
Hasil analisis tabel 4, didapati bahwa
dibandingkan yang tidak menderita
sebagian besar pekerjaan responden adalah
hipertensi (40,9%) Hasil ini diperkuat
ibu rumah tangga yaitu sebanyak 36
dengan penelitian yang dilakukan oleh
responden (48,0%).Kurangnya aktifitas
Saleh (2014) tentang hubungan tingkat
fisik meningkatkan risiko menderita
stres dengan derajat hipertensi pada pasien
hipertensi karena meningkatkan risiko
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
kelebihan berat badan. Orang yang kurang
Andalas Padang dimana responden pada
melakukan aktivitas fisik juga cenderung
penelitian tersebut lebih banyak yang
mempunyai frekuensi denyut jantung yang
berpendidikan tinggi (76,6%). Dari hasil
lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus
tersebut penulis berasumsi bahwa
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
pendidikan memiliki pengaruh pada
Makin keras dan sering otot jantung harus
penyakit seseorang terutama hipertensi.
memompa, makin besar tekanan yang
Semakin tinggi pendidikan seseorang
dibebankan pada arteri. Peningkatan
maka semakin banyak informasi yang
tekanan darah yang disebabkan oleh
didapat sehingga pasien lebih mengetahui
aktivitas yang kurang akan menyebabkan
tentang penyakitnya dan bagaima cara
terjadinya komplikasi seperti penyakit
mengontrol tekanan darahnya secara rutin
jantung koroner, gangguan fungsi ginjal,
ke puskesmas dan pola hidup sehat yang
stroke (Anggara & Prayitno, 2013).
baik.
Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Saleh (2014) dimana
sebagian besar responden merupakan ibu
rumah tangga (40,6%). Dari hasil tersebut
penulis berasumsi bahwa pekerjaan
memiliki pengaruh terhadap hipertensi
dikarenakan kurangnya aktifitas fisik
dapat meningkatkan risiko menderita
hipertensi karena meningkatkan risiko
kelebihan berat badan. Seseorang yang
kurang melakukan aktivitas fisik juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut
jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada

5
e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

setiap kontraksi yang menyebabkan Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan


peningkatan tekanan pada arteri. tekanan darah.
Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan
PWB n Presentase
tingkat PWB
Derajat Tinggi 38 50,7 %
n Presentase
Hipertensi Rendah 37 49,3 %

Pre Hipertensi 40 53,3 % Total 75 100 %


Hipertensi 35 46,7%
Hasil analisis tabel di atas, didapati
Total 75 100 %
bahwa sebagian besar responden berada
Hasil analisis tabel di atas, didapati pada pre hipertensi yaitu sebanyak 40
bahwa sebagian besar responden memiliki responden (53,3%), dan sisanya hipertensi
skor PWB yang tingi sebanyak 38 yaitu sebanyak 35 responden (46,7%).
responden (64%), sisanya rendah sebanyak Hipertensi adalah sebagai peningkatan
37 responeden (36%). Ryff (1995) tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mendifiniskan psychological well being mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya
sebagai suatu dorongan untuk 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko
menyempurnakan dan merealisasikan tinggi menderita penyakit jantung, tetapi
potensi dini. Dorongan ini dapat juga menderita penyakit lain seperti
menyebabkan sesorang menjadi pasrah penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah
terhadap keadaan sehingga memiliki dan makin tinggi tekanan darah, makin
psychological well beingnya rendah atau besar resikonya (Price, 2006). Menurut
berupaya memperbaiki kehidupannya JNC VII, klasifikasi tekanan darah pada
sehingga psychological well beingnya orang dewasa terbagi menjadi kelompok
meningkat. Ryff mengungkapkan bahwa normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1
individu dengan psychological well being dan derajat 2. Faktor resiko hipertensi
yang tinggi akan mampu menerima dirinya meliputi riwayat keluarga, jenis kelamin,
sendiri, menjalin hubungan positif dengan usia, stres, dan obesitas.
orang lain, berotonomi, mampu menguasai Hasil penelitian ini sejalan dengan
lingkungan, bertujuan hidup, dan selalu penelitian yang dilakukan oleh Bahri
mengalami pertumbuhan sebagai (2016) tentang hubungan antara konsumsi
seseorang individu (Ryff dan Keyes, rokok elektrik dan kejadian hipertensi pada
1995). kelompok pecinta burung kenari di
Dari hasil ini penulis berpendapat Sawojajar Malang didapati bahwa
bahwa psychological well being sebagian besar repsonden berada pada
merupakan pencapaian tertinggi untuk klasifikasi pre hipertensi yaitu sebesar 40,6
kesejahteraan psikologis seseorang. %. Dari hasil ini penulis berasumsi bahwa
Tingkat PWB seseorang tergantung dari sebagian besar responden berada pada
kondisi psikologis seseorang apakah dia klasifikasi pre hipertensi dikarenakan
sedang senang, stress, emosi,ataupun sebagian besar responden berpendidikan
cemas. PWB dapat mempengaruhi tinggi (SMA-S3), sehingga responden
kesehatan seseorang terutama tekanan mampu mengetahui tentang penyakitnya
darah. Apabila seseorang memiliki PWB dan bagaima cara mengontrol tekanan
yang tinggi maka dia dapat darahnya secara rutin ke puskesmas dan
mengembangkan potensi yang ada di pola hidup sehat yang baik.
dalam dirinya dan mampu menciptakan
linkungan sesuai dengan kondisi fisiknya
sehingga tekanan darah dapat terkontrol
dengan baik.

6
e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

Tabel 7. Hubungan Psychological Well mengalami penurunan kesejahteraan


Being dengan derajat hipertensi psikologis. Kesejahteraan psikologis
merupakan pencapaian penuh dari potensi
psikologis seseorang dan suatu keadaan
ketika individu dapat menerima kekuatan
dan kelemahan diri apa adanya, memiliki
tujuan hidup, mengembangkan relasi yang
positif dengan orang lain, menjadi pribadi
yang mandiri, mampu mengendalikan
lingkungan, dan terus bertumbuh secara
Berdasarkan hasil penelitian yang telah personal (Ryff, 1989). Pasien hipertensi
dilakukan peneliti di Puskesmas Bahu yang mempunyai masalah tentang
Manado diperoleh data dan dilakukan uji psikologisnya seperti stres, cemas, emosi
statistik. Dari hasil uji statistik yang telah marah yang berlebihan akan memengaruhi
dilakukan di peroleh nilai ρ-value = < tekanan darahnya. Tetapi jika pasien
0,000. Berarti terdapat hubungan antara hipertensi memiliki kemampuan
psychological well being dengan derajat psychological well being yang tinggi akan
hipertensi. Dari hasil uji statistik yang mampu mengembangkan potensi dalam
telah dilakukan di peroleh nilai odds ratio diri serta mampu untuk memiliki dan
10,125, nilai tersebut menunjukkan bahwa menciptakan lingkungan yang sesuai
seseorang dengan PWB yang tinggi, dengan kondisi fisiknya, maka tekanan
memiliki peluang 10,125 kali untuk darah akan terkontrol dengan baik (Wells,
mengontrol tekanan darahnya. Dari hasil 2010).
penelitian ini dapat dilihat bahwa terdapat Hasil penelitian ini sejalan dengan
perbedaan yang signifikan antara penelitian yang dilakukan oleh Manju
responden yang memiliki PWB yang (2014) tentang Psychological Well Being
tinggi dan responden yang memiliki PWB Of Hipertensive People di India. Hasil
yang rendah dimana responden yang penelitian didapati bahwa dari 200 orang
memiliki PWB yang tinggi cenderung sampel, 100 orang merupakan pasien
meiliki derajat hipertensi yang rendah. hipertensi sedangkan 100 orang lainnya
Sebaliknya responden yang memiliki PWB memiliki tekanan darah yang
yang rendah cenderung memiliki derajat normal/terkontrol dari usia 35-55 tahun.
hipertensi yang tinggi. Dari hasil uji statistik didapati hasil bahwa
Al-firdaus (2012 dalam Furqon, pada kelompok hipertensi memiliki
2016) mengemukakan bahwa kondisi psychological well being yang lebih
emosional individu yang berlebihan dapat rendah dibandingkan kelompok yang
memberi pengaruh pada penyakit memiliki tekanan darah normal/terkontrol.
hipertensi yang diderita. Disini terlihat Dari hasil penelitian ini, penulis berasumsi
bagaimana faktor psikologis berperan bahwa perlunya dilakukan pendekatan
besar dalam proses perkembangan psikologis kepada pasien hipertensi agar
penyakit seseorang. Kondisi psikologis mereka mampu mengembangkan potensi
seseorang yang sedang tidak normal atau yang ada di dalam dirinya sehingga
berlebihan dapat memicu munculnya dengan kondisi psikologis yang baik,
penyakit hipertensi. Setiap emosi negatif pasien mampu menciptakan lingkungan
sangat kuat pengaruhnya bagi sistem imun sesuai dengan kondisi fisiknya sehingga
tubuh seseorang. Emosi negatif dapat tekanan darah akan terkontrol dengan baik.
menyebabkan penurunan tingkat kesehatan
fisik maupun fisiologis (Wells, 2010).
Stres dan emosi negatif dapat
menggambarkan bahwa seseorang

7
e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

SIMPULAN Rustiana. (2013). Gambaran Faktor Resiko


Berdasarkan hasil penelitian dan Pada Penderita Hipertensi Di
pembahasan mengenai hubungan Puskesmas Ciputat Timur Tahun
psychological well being dengan derajat 2014. Skripsi Fakultas Kedokteran
hipertensi pada pasien hipertensi di Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Puskesmas Bahu Manado, maka dapat Islam Negeri Syarif Hidayatullah
disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat
Jakarta. (Diakses tanggal 6
PWB seseorang maka semakin rendah
Desember 2016
derajat hipertensinya begitupun
sebaliknya, serta ada hubungan yang Ryan, A. L. (2013). Hubungan Antara
signifikan antara hubungan psychological Bahri, S. (2016). Hubungan Antara
well being dengan derajat hipertensi pada Konsumsi Rokok Elektrik Dan
pasien hipertensi di Puskesmas Bahu Kejadian Hipertensi (Studi Pada
Manado. Kelompok Pecinta Burung Kenari
Di Sawojajar Malang). Jurnal
DAFTAR PUSTAKA Program Studi Ilmu Keperawatan
Adnyani, P. P. (2014). Prevalensi Dan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah
Faktor Risiko Terjadinya
Malang. (Diakses tanggal 8
Hipertensi Pada Masyarakatdidesa
Desember 2016).Stres, Pola
Sidemen, Kecamatan Sidemen, Makan, Dan Kebiasaan Merokok
Karangasemperiode Juni-Juli 2014. Dengan Terjadinya Kekambuhan
Jurnal Fakultas Kedokteran Pada Penderita Hipertensi Di
Universitas Udayana. (Diakses Puskesmas Bendosari Sukoharjo.
tanggal 6 Desember 2016). Naskah Publikasi Fakultas Ilmu
Anggara, F. H. D. & Prayitno, N. (2012). Kesehatan Universitas
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Muhammadiyah Surakarta.
Dengan Tekanan Darah Di (Diakses Pada 10 September 2016).
Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Ryff, C. D. & Keyes, C. L. M. (1995). The
Barat Tahun 2012. Jurnal Program Structure Of Psychological Well
Studi S1 Kesehatan Masyarakat Being Revisited. Journal Of
STIKes MH. Thamrin. (Diakses Angrraini, A.D. dkk. (2009).
tanggal 6 Desember 2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Furqon, M. & Nafiah, H. (2016). Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Gambaran Psychological Well Pasien Yang Berobat Di Poliklinik
Being Pada Pasien Hipertensi Di Dewasa Peskesmas Bakinang
Desa Wonorejo Kecamatan Periode Januari Sampai Juni 2008.
Wonopringo Kabupaten Jurnal Fakultas Kedokteran
Pekalongan. Jurnal Keperawatan Universitas Riau Pekanbaru.
Stikes Muhammadiyah Surakarta. (Diaskes tanggal 6 desember
(Diakses Tanggal 15 September 2016).Personality And Social
2016 Psychology. 69, 719-727. (Diakses
Manju. (2014). Psychological Well Being Tanggal 9 September 2016).
Of Hypertensive People. Indian Ryff, C. D. (1989). Happiness Is
Journal Of Health. Vol. 5. Everything, Or Is It ? Explorations
Price, S. A. (2006). Patofisiologi: Konsep On The Meaning Of Psychological
Klinis Proses-Proses Penyakit. Well Being. Journal Of Personality
Jakarta: Egc. And Social Psychology. 57, 1069-
Riset Kesehatan Dasar. (2013).

8
e-Journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017

1081. (Diakses Tanggal 9


September 2016).
Setiadi. (2013). Konsep Dan Praktik
Penulisan Riset Keperawatan.
Ed.2. Jakarta: Graha Ilmu).
Siringoringo, M. (2013). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Hipertensi Pada Lansia Di Desa
Sigaol Simbolon Kabupaten
Samosir Tahun 2013. Jurnal
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.(
Diakses tanggal 5 desember 2016).
Triyanto, E. (2014). Pelayanan
Keperawatan Bagi Penderita
Hipertensi Secara Terpadu.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wells, I. E. (2010). Psychological Well
Being: Psychological Of Emotions,
Motivations, And Actions. New
York: Nova Sience Publisher.

You might also like