You are on page 1of 26

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN TINGKAT

KEJADIAN HIPERTENSI ESSENSIAL PADA


MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SEYEGAN SLEMAN

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai


Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan

Oleh :
HARYATI
NPM. 3206013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL AHMAD YANI
YOGYAKARTA
2010
THE RELATIONSHIP BETWEEN COPING MECHANISMS AND LEVEL
EVENT OF ESSENTIAL HYPERTENSION IN THE WORKING AREA
OF SEYEGAN SLEMAN COMMUNITY HEALTH CENTERS

Haryati 1, Tri Prabowo 2, Tetra Saktika Adinugraha 3

Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan


Jenderal Ahmad Yani Yogyakarta

ABSTRACT
Background: Hypertension is one of the degenerative disease that causes 7.2 million or
13% of all deaths in the world in the year 2007. Report of 10 major disease outpatients in
Provincial Health Office Yogyakarta in 2007 at the hospital showed essential
hypertension or primary ranked sixth. One cause of the occurrence of essential
hypertension is due to stress. Individuals who experience stress requires personal skills
and environments support in dealing with stressful situation. Ways that are performed by
individuals in overcoming the stressor is called coping.
Objective: This study aimed to determine the relationship between coping mechanisms
and level event of essential hypertension in the working area of Seyegan Sleman
Community Health Centers.
Method: The study was descriptive and analytical case control approach. Populations for
cases groups are people with hypertension essential in the working area of Seyegan
Community Health Centers. And, populations for controls groups are people without
hypertension in Seyegan distric. The analysis technique used in this study were the chi
square to see the variables relationship and kontingensi coefficient test to find out the
streght of relation. This research was conducted in the working area of Seyegan
Community Health Centers on July 2 to 14, 2010.
Results: The result study in 46 respondents with essential hypertension and 46
respondents without hypertension showed eight respondents (17.4% of case group) who
use maladaptive coping mechanisms. Results of analysis found relationship between
coping mechanisms with essential hypertension regardless of the control variables
(p=0.003 and C=0.295). Analysis found a link between essential hypertension status and
coping mechanisms, both at the group of women (p=0.045 and C=0.263) or male
(p=0.026 and C=0.340). Analysis found a relationship between coping mechanisms and
essential hypertension in the group of respondents with only a medium stress level
(p=0.045 and C=0.236). Analysis found a relationship between coping mechanisms with
essential hypertension in the middle adult group (p=0.008 and C=0.300).
Conclusion: There is a relationship between coping mechanisms with essential
hypertension.
Key words: Essential Hypertension, coping mechanisms, adaptive, maladaptive

-------------------------------------------------- ---------------------------------------------------------
1. Student of STIKES A. Yani Yogyakarta
2. POLTEKES Yogyakarta
3. STIKES A. Yani Yogyakarta
 
1

PENDAHULUAN
Hipertensi sering disebut sebagai “the silent killer” karena penyakit ini
biasanya tanpa gejala dan pada sebagian besar kasus, hipertensi baru diketahui
jika telah menyebabkan penyakit lain yang berbahaya(1). Pada tahun 2007,
hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menyebabkan 7,2 juta
kematian di dunia atau 13% dari total kematian setiap tahunnya(2).
Hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta sarana
pelayanan kesehatan se-Indonesia menunjukkan bahwa angka kematian akibat
penyakit hipertensi essensial dari tahun 2005 sampai tahun 2006 mengalami
peningkatan. Angka kematian akibat hipertensi pada tahun 2005 menunjukkan
angka 1,62% dan meningkat menjadi 2,1% dari seluruh kematian di rumah sakit.
Selain itu, pada pasien rawat jalan di rumah sakit hipertensi essensial mengalami
peningkatan dari tahun 2005 ke tahun 2006. Angka pasien rawat jalan di rumah
sakit pada tahun 2005 menunjukkan angka 2,93% dan meningkat menjadi
4,67%(3,4).
Menurut Menteri Kesehatan, 90% dari angka kejadian hipertensi merupakan
angka kejadian hipertensi essensial(2). Laporan 10 besar penyakit pasien rawat
jalan Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2007 di rumah sakit
menunjukkan hipertensi essensial/primer menduduki peringkat keenam yaitu
sebesar 3.754 kunjungan atau sebesar 2,07% dari seluruh total kunjungan(5).
Hasil studi dari laporan Puskesmas Seyegan tahun 2007, 2008 dan bulan
Januari-September 2009, menunjukkan 100% dari seluruh kejadian hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Seyegan merupakan kasus hipertensi essensial. Rata-rata
total angka kejadian hipertensi essensial pada tahun 2007 menunjukkan angka
60,3 kasus baru dan 96,9 kasus lama setiap bulannya. Rata-rata total angka
kejadian hipertensi essensial dari Januari 2009 sampai bulan September 2009
menunjukkan angka 96 kasus baru dan 191 kasus lama setiap bulannya. Data
tersebut menunjukkan bahwa kasus kejadian hipertensi essensial di wilayah kerja
Puskesmas Seyegan mengalami peningkatan, baik untuk kasus lama maupun
kasus baru.
2

Salah satu penyebab dari timbulnya hipertensi essensial yaitu karena adanya
(6)
stres . Stres memang dibutuhkan oleh tubuh sampai derajat tertentu agar kita
tetap sehat. Akan tetapi, apabila stres melewati batas optimal penerimaan tubuh,
stres dapat menyebabkan dampak buruk bahkan penyakit pada individu(7). Stres
dapat mengakibatkan dampak yang berbeda-beda pada setiap orang. Dampak
tersebut tergantung dari cara pandang setiap individu dalam menghadapi dan
mentoleransi masalah. Setiap individu memiliki cara masing-masing dalam
menghadapi stresor(8).
Individu yang mengalami stres membutuhkan kemampuan pribadi dan
dukungan lingkungan dalam menghadapi stres. Cara-cara yang dilakukan oleh
individu dalam mengatasi stresor inilah yang disebut dengan koping(8). Koping
yang digunakan oleh setiap individu berbeda-beda tergantung penerimaan
individu tersebut terhadap stresor yang dihadapinya(9). Mekanisme koping yang
digunakan setiap individu dalam mengatasi stresor dapat berupa mekanisme
koping adaptif atau mekanisme koping maladaptif(10).
Penggunaan mekanisme koping yang adaptif atau yang efektif merupakan
langkah pertama untuk mencegah distres psikologikal dan berkembangnya
penyakit yang serius(11). Ketika individu melakukan koping yang tidak efektif
atau maladaptif, individu tersebut akan menambah buruk stres yang terjadi(8).
Stres baru terjadi ketika masalah-masalah yang dihadapi individu
terakumulasi dan individu tersebut tidak dapat mengatasi masalahnya sampai
batas optimal(8). Ketika seseorang mengalami stres, kelenjar anak ginjal akan
dirangsang sehingga mengeluarkan hormon adrenalin. Hormon adrenalin tersebut
dapat memacu jantung berdenyut lebih kuat dan cepat hingga akhirnya
menyebabkan tekanan darah meningkat. Apabila tekanan darah meningkat sampai
melewati batas normal maka terjadilah hipertensi(6).
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka besar ketertarikan
peneliti untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara mekanisme
koping dengan tingkat kejadian hipertensi essensial pada masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Seyegan Sleman.
3

BAHAN DAN CARA PENELITIAN


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian deskriptif
analitik yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran tentang
suatu keadaan secara obyektif kemudian menganalisis hubungan antara faktor
risiko dan efek. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
case control. Penelitian case control adalah penelitian yang dilakukan
pengamatan atau pengukuran faktor risiko di masa lalu dan pengukuran efek di
masa sekarang(12). Dalam penelitian ini yang berfungsi sebagai efek yaitu tekanan
darah dan yang menjadi faktor risiko yaitu mekanisme koping.
Populasi pada penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok
kasus dan kelompok kontrol. Populasi kelompok kasus pada penelitian ini adalah
warga di wilayah kerja Puskesmas Seyegan dengan hipertensi. Total warga di
wilayah kerja Puskesmas Seyegan dengan hipertensi essensial yang berkunjung
dari 1 Mei 2010 sampai 12 Juni 2010 yaitu sebesar 84 warga. Populasi kelompok
kontrol pada penelitian ini adalah warga kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta
tidak dengan hipertensi. Total warga kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta
sampai bulan Desember 2009 yaitu sebesar 45.035 warga.
Jumlah sampel pada penelitian ini, ditentukan dengan membagi kelompok
yang diteliti menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol.
Kelompok kasus merupakan kelompok dengan penyakit hipertensi essensial
sesuai kriteria penelitian, sedangkan kelompok kontrol merupakan kelompok
tidak dengan hipertensi essensial sesuai kriteria penelitian. Jumlah sampel
kelompok kasus dalam penelitian ini adalah sebesar 46 responden. Besar
kelompok kontrol ditentukan dengan menyesuaikan besar kelompok kasus,
sehingga didapatkan jumlah kelompok kasus sebesar 46 warga. Jadi, berdasarkan
penentuan di atas maka jumlah besar sampel dalam penelitian ini adalah sebesar
92 responden.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu(13). Pertimbangan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu adanya
variabel kontrol yaitu jenis kelamin, usia dan tingkat stres.
4

Variabel independen dalam penelitian ini adalah mekanisme koping.


Mekanisme koping adalah cara-cara yang dilakukan individu untuk
mempertahankan diri dalam menghadapi stresor yang dianggap menjadi ancaman
dalam hidupnya. Hasil ukur mekanisme koping diklasifikasikan menjadi dua yaitu
mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping maladaptif. Hasil dikatakan
“mekanisme koping adaptif” apabila total skor jawaban responden pada indikator
mekanisme koping menunjukkan > mean T. Hasil dikatakan “mekanisme koping
maladaptif” apabila total skor jawaban responden pada indikator mekanisme
koping menunjukkan < mean T(14). Skala pengukuran mekanisme koping adalah
bentuk nominal.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tekanan darah. Tekanan
darah adalah angka yang ditunjukkan dari pengukuran tekanan arterial dengan
menggunakan tensimeter. Hasil indikator tekanan darah diklasifikasikan menjadi
dua yaitu hipertensi essensial dan tidak hipertensi. Hasil dikatakan tidak hipertensi
apabila nilai sistolik < 140 mmHg dan nilai diastolik < 90 mmHg dimana
responden tersebut tidak sedang mengonsumsi obat penurun tekanan darah serta
tidak dalam kondisi menderita penyakit ginjal, dan DM. Hasil dikatakan
hipertensi essensial apabila nilai sistolik > 140 mmHg dan/atau nilai diastolik > 90
mmHg atau apabila nilai sistolik < 140 mmHg dan nilai diastolik < 90 mmHg
akan tetapi responden tersebut sedang mengonsumsi obat penurun tekanan darah
serta responden tersebut tidak dalam kondisi menderita penyakit ginjal, dan DM.
Skala pengukuran tekanan darah adalah bentuk nominal.
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin dan stres.
Usia adalah umur individu pada saat dilakukan penelitian sesuai dengan yang
tertera pada kartu tanda penduduk. Hasil ukur usia diklasifikasikan menjadi dua
yaitu disebut dewasa muda dan dewasa pertengahan. Hasil dikatakan dewasa
muda apabila responden masuk dalam kelompok umur 18-40 tahun. Hasil
dikatakan dewasa pertengahan apabila responden masuk dalam kelompok umur
41-60 tahun(15). Skala pengukuran usia adalah bentuk nominal. Jenis kelamin
adalah perbedaan jenis kelamin individu sesuai dengan kartu tanda penduduk.
Hasil ukur tekanan darah diklasifikasikan menjadi dua yaitu perempuan dan laki-
5

laki. Skala pengukuran jenis kelamin adalah bentuk nominal. Stres adalah respon
tubuh terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu sehingga dapat
mengancam keseimbangan fisiologis. Hasil ukur diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu stres rendah, stres sedang dan stres tinggi. Hasil dikatakan stres rendah
apabila total skor jawaban responden pada indikator stres menunjukkan (x) <
mean – 1 SD. Hasil dikatakan stres sedang apabila total skor jawaban responden
pada indikator stres menunjukkan mean – 1 SD < (x) < mean + 1 SD. Hasil
dikatakan stres tinggi apabila total skor jawaban responden pada indikator stres
menunjukkan (x) > mean + 1 SD(14). Skala pengukuran stres adalah bentuk
ordinal.
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner, tensimeter dan stetoskop.
Kuesioner adalah daftar pertanyaan atau pernyataan yang telah disusun untuk
memperoleh data yang sesuai dengan keinginan peneliti(16). Kuesioner terdiri dari
lima bagian yaitu identitas responden, riwayat penyakit, indikator tekanan darah,
indikator stres dan indikator mekanisme koping. Kuesioner stres merupakan
kuesioner dari Devision of Mental Health World Health Organization yaitu SRQ-
20 (Self-Reporting Questionnaire 20). Kuesioner mekanisme koping yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner Brief COPE Scale dari
Carver(17) yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh peneliti.
Kuesioner panduan wawancara pada penelitian ini telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas pada 15 responden dengan hipertensi essensial dan 15
responden yang tidak menderita hipertensi essensial di wilayah kerja Puskesmas
Seyegan, di luar sampel penelitian. Uji validitas telah dilakukan pada tanggal 14
Juni 2010 sampai dengan 19 Juni 2010. Hasil uji validitas pada indikator stres
menunjukkan bahwa terdapat 4 butir pertanyaan dari 20 butir pertanyaan yang
tidak valid. Hasil uji validitas pada indikator mekanisme koping menunjukkan
bahwa terdapat 7 butir pertanyaan dari 28 butir pertanyaan yang tidak valid. Dua
pertanyaan pada indikator mekanisme koping dilakukan revisi agar dapat
mewakili komponen mekanisme koping.
6

Tabel 1 Klasifikasi Butir Pertanyaan Indikator Mekanisme Koping Setelah


Dilakukan Uji Validitas dan Revisi
Mekanisme Koping Adaptif Mekanisme Koping Maladaptif
Nomor butir Jenis Nomor butir
Jenis Mekanisme
pertanyaan Mekanisme pertanyaan
Active coping 2 dan 7 Self-distraction 1 dan 18
Positive reframing 11 dan 16 Denial 3 dan 8
Planning 13 dan 23 Substance use 4
Use of instrumental Use of emotional
10 dan 22 5 dan 14
support support
Behavioral
Humor 17 6 dan 15
disengagement
Acceptance 19 Venting 9 dan 20
Religion 21 Self-blame 12
(Sumber: Data Primer, 2010)
Pengumpulan data diawali dengan mendatangi Puskesmas Seyegan untuk
mendapatkan data mengenai pasien yang memeriksakan diri dengan diagnosis
hipertensi essensial. Data tersebut meliputi nama, alamat, usia dan jenis kelamin.
Kemudian, peneliti mendatangi rumah responden satu persatu berdasarkan data
yang diperoleh dari Puskesmas Seyegan. Sebelum dilakukan proses penelitian
lebih lanjut, peneliti menjelaskan alur penelitian secara sederhana dan manfaat
atau kerugian pasien yang dapat diterima selama mengikuti proses penelitian.
Apabila pasien bersedia menjadi responden dan telah menandatangani informed
consent, maka proses pengambilan data dapat dilanjutkan. Kemudian, peneliti
melakukan pengukuran tekanan darah, setelah responden beristirahat (duduk
santai) selama 10 menit. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan posisi
responden saat dilakukan tekanan darah yaitu duduk bersandar dengan kaki tidak
digantung serta posisi tensimeter terletak sejajar dengan jantung klien.
Selanjutnya, peneliti melakukan interview sesuai dengan panduan wawancara.
Peneliti melakukan wawancara sesuai dengan kuesioner panduan wawancara,
responden menjawab pertanyaan dan peneliti mengisi kuesioner sesuai dengan
jawaban responden. Proses tersebut diulang kembali sampai didapatkan jumlah
sampel sesuai dengan penghitungan besar sampel.
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak komputer yaitu dengan menggunakan program SPSS seri 12.00 dan
Microsoft Office Excel 2007. Sebelum dilakukan analisa data, seluruh data yang
7

sudah terkumpul dilakukan pengolahan data. Analisa univariat yang dilakukan


oleh peneliti yaitu dengan analisa deskriptif variabel dan uji normalitas pada data.
Analisis yang digunakan yaitu koefisien kontingensi. Teknik analisis dengan
menggunakan koefisien kontingensi sangat erat dengan chi kuadrat karena rumus
koefisien kontingensi mengandung nilai chi kuadrat. Hubungan antar variabel
diketahui dengan menggunakan analisis chi kuadrat, sedangkan keeratan
hubungan dianalisis dengan menggunakan analisis koefisien kontingensi(13).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik responden
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 Juli
2010 sampai dengan 14 Juli 2010 di wilayah kerja Puskesmas Seyegan.
Karakteristik responden pada penelitian ini dikelompokkan berdasarkan
umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan dan pekerjaan.
Tabel 2 Distribusi frekuensi karakteristik responden di wilayah kerja
Puskesmas Seyegan pada kurun waktu 2-14 Juli 2010
Kasus Kontrol
(Hipertensi Essensial) (Tidak Hipertensi)
Karakteristik
Presen- Freku- Presen-
Frekuensi
tase (%) ensi tase (%)
Dewasa muda 4 14,3 7 26,9
Perem- Dewasa
24 85,7 19 73,1
puan pertengahan
Jumlah 28 100,0 26 100,0
Dewasa muda 5 27,8 6 30,0
Laki- Dewasa
13 72,2 14 70,0
laki pertengahan
Jumlah 18 100,0 20 100,0
Sudah
35 76,1 41 89,1
menikah
Status
Belum
perni- 9 19,6 5 10,9
menikah
kahan
Janda/duda 2 4,3 0 0,0
Jumlah 46 100,0 46 100,0
(Sumber: Data Primer, 2010)
8

Tabel 2 Distribusi frekuensi karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas


Seyegan pada kurun waktu 2-14 Juli 2010 (lanjutan)
Kasus Kontrol
(Hipertensi Essensial) (Tidak Hipertensi)
Karakteristik
Presen- Freku- Presen-
Frekuensi
tase (%) ensi tase (%)
SD 22 47,8 21 45,7
SMP 12 26,1 10 21,7
Pendi-
SMA 12 26,1 14 30,4
dikan
Sarjana 0 0,0 1 2,2
Jumlah 46 100,0 46 100,0
Petani 12 26,1 12 26,1
Ibu rumah tangga 18 39,1 16 34,8
Karyawan harian
Peker- 9 19,6 8 17,4
lepas
jaan
Karyawan swasta 6 13,0 6 13,0
Lain-lain 1 2,2 4 8,7
Jumlah 46 100,0 46 100,0
Perempuan 0 0,0 4 33,3
Stres
Laki-laki 1 100,0 8 66,7
rendah
Jumlah 1 100,0 12 100,0
Perempuan 23 65,7 21 64,7
Stres
Laki-laki 12 34,3 12 35,3
sedang
Jumlah 35 100,0 33 100,0
Perempuan 5 50,0 1 100,0
Stres
Laki-laki 5 50,0 0 0,0
tinggi
Jumlah 10 100,0 1 100,0
(Sumber: Data Primer, 2010)
Tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan status tidak hipertensi
menurut usia, baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki yang paling
banyak terdapat pada kelompok dewasa pertengahan. Karakteristik tingkat stres
responden yang paling banyak, baik pada kelompok kasus maupun kelompok
kontrol yaitu kelompok dengan tingkat stres sedang. Karakteristik tingkat stres
sedang responden yang paling banyak, baik pada kelompok kasus maupun kontrol
terdapat pada kelompok perempuan.
9

Tabel 3 Distribusi frekuensi karakteristik mekanisme koping dan status


hipertensi essensial terhadap usia responden di wilayah kerja Puskesmas
Seyegan pada kurun waktu 2-14 Juli 2010
Hipertensi Essensial Tidak Hipertensi
Karakteristik Usia presentase presentase
Frekuensi frekuensi
(%) (%)
Koping adaptif 8 88,9 13 100,0
Dewasa
Koping maladaptif 1 11,1 0 0,0
Muda
Jumlah 9 100,0 13 100,0
Dewasa Koping adaptif 30 81,1 33 100,0
Perte- Koping maladaptif 7 18,9 0 0,0
ngahan Jumlah 37 100,0 33 100,0
Koping adaptif 24 85,71 26 100,0
Perem-
Koping maladaptif 4 14,29 0 0,0
puan
Jumlah 28 100,0 26 100,0
Koping adaptif 14 77,78 20 100,0
Laki-
laki Koping maladaptif 4 22,22 0 0,0
Jumlah 18 100,0 20 100,0
Koping adaptif 3 75,00 10 100,0
Stres
Koping maladaptif 1 25,00 0 0,0
rendah
Jumlah 4 100,0 10 100,0
Koping adaptif 29 87,88 35 100,0
Stres
Koping maladaptif 4 12,12 0 0,0
sedang
Jumlah 33 100,0 35 100,0
Koping adaptif 6 60,00 1 100,0
Stres
Koping maladaptif 4 40,00 0 0,0
tinggi
Jumlah 10 100,0 1 100,0
(Sumber: Data Primer, 2010)
Tabel di atas menunjukkan presentase penggunaan mekanisme koping
adaptif menunjukkan kelompok dewasa muda lebih besar daripada dewasa
pertengahan. Presentase penggunaan mekanisme koping maladaptif menunjukkan
kelompok dewasa muda lebih kecil daripada dewasa pertengahan. Kelompok
responden dengan status hipertensi essensial menunjukkan bahwa presentase
kelompok perempuan yang menggunakan mekanisme koping maladaptif lebih
sedikit daripada pada kelompok laki-laki. Responden dengan mekanisme koping
adaptif pada kelompok stres rendah dengan paling banyak ditemukan pada
kelompok tidak dengan hipertensi. Responden dengan mekanisme koping
maladaptif paling banyak ditemukan pada kelompok hipertensi dengan status stres
tinggi sebesar 40,00%.
10

2. Hubungan antara variabel hipertensi essensial dengan mekanisme


koping
Penilaian hubungan antara mekanisme koping dengan status hipertensi
essensial pada penelitian ini akan dibedakan sesuai dengan kelompok kasus,
kelompok kontrol dan variabel kontrol. Berikut ini merupakan uraian
hubungan antara mekanisme koping dan status hipertensi essensial dengan
variabel kontrol usia, jenis kelamin dan tingkat stres.
Tabel 4 Hubungan mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial
x2 p Kemakna- C
Variabel OR
hitung value an hitung
Status tekanan 8,762 - 0,003 Bermakna 0,295
darah dan
mekanisme
koping
Status tekanan 5,221 0,118 0,022 Bermakna 0,232
sistolik dan
mekanisme
koping
Status tekanan 1,624 0,388 0,203 Tidak 0,132
diastolik dan bermakna
mekanisme
koping
(Sumber: Data Primer, 2010)
Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme
koping menunjukkan nilai chi square sebesar 8,762, dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,003. Hal ini menunjukkan H1 diterima, artinya terdapat
hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial
karena nilai signifikansi < 0,05 dan nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Hasil
analisa chi square (x2) antara status tekanan sistolik dan mekanisme koping
menunjukkan nilai chi square sebesar 5,221, dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,022. Hal ini menunjukkan penerimaan H2 karena nilai signifikansi <
0,05 dan nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Artinya, terdapat hubungan antara
mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial pada tekanan sistolik.
Hubungan antara mekanisme koping dan hipertensi essensial dapat
diketahui arahnya dengan menggunakan rumus r. Angka 1 pada axis status
tekanan darah menunjukkan hipertensi essensial dan angka 2 menunjukkan
11

tidak hipertensi. Angka 1 pada axis mekanisme koping menunjukkan adaptif


dan angka 2 menunjukkan maladaptif.

Gambar 1 Arah korelasi hubungan mekanisme koping dengan tingkat


kejadian hipertensi essensial
Hasil analisis dengan menggunakan korelasi product moment
didapatkan nilai r sebesar -0,309. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan
mekanisme koping dan hipertensi essensial menunjukkan korelasi negatif.
Korelasi negatif ini mengindikasikan bahwa ketika responden menggunakan
mekanisme koping maladaptif maka responden tersebut menunjukkan
hipertensi essensial, dan sebaliknya, ketika responden menggunakan
mekanisme koping adaptif maka responden menunjukkan tidak hipertensi.

3. Hubungan antara variabel hipertensi essensial, variabel mekanisme


koping dan variabel kontrol
Tabel 5 Hubungan mekanisme koping, kejadian hipertensi essensial dengan
variabel kontrol usia responden
x2 p Kemak- C
Variabel OR
hitung value naan hitung
Status tekanan Dewasa 1,513 - 0,219 Tidak 0,254
darah dan muda bermakna
mekanisme Dewasa 6,937 - 0,008 Bermakn 0,300
koping pertengahan a
Status tekanan Dewasa 1,513 - 0,219 Tidak 0,254
sistolik dan muda bermakna
mekanisme Dewasa 3,660 0,152 0,056 Tidak 0,223
koping pertengahan bermakna
Status tekanan Dewasa 1,833 - 0,176 Tidak 0,277
diastolik dan muda bermakna
mekanisme Dewasa 0,648 0,527 0,421 Tidak 0,96
koping pertengahan bermakna
(Sumber: Data Primer, 2010)
12

Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme
koping dengan variabel kontrol usia pada kelompok dewasa pertengahan
menunjukkan nilai chi square sebesar 6,937, dengan tingkat signifikansi sebesar
0,008. Hal ini menunjukkan penerimaan H3 karena nilai signifikansi < 0,05 dan
nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Artinya, terdapat hubungan antara status tekanan
darah dan mekanisme koping pada kelompok dewasa pertengahan. Ketika seorang
dewasa pertengahan menggunakan mekanisme koping maladaptif maka individu
tersebut akan berisiko mengalami hipertensi essensial.
Tabel 6 Hubungan mekanisme koping, kejadian hipertensi essensial dengan
variabel kontrol jenis kelamin responden
x2 p Kemak- C
Variabel OR
hitung value naan hitung
Status tekanan Perem-
4,011 - 0,045 Bermakna 0,263
darah dan puan
mekanisme Laki-
4,967 - 0,026 Bermakna 0,340
koping laki
Status tekanan Perem- Tidak
1,080 0,308 0,299 0,140
sistolik dan puan bermakna
mekanisme Laki-
4,967 - 0,026 Bermakna 0,340
koping laki
Status tekanan Perem- Tidak
0,153 0,667 0,695 0,053
diastolik dan puan bermakna
mekanisme Laki- Tidak
1,984 0,206 0,159 0,223
koping laki bermakna
(Sumber: Data Primer, 2010)
Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme
koping dengan variabel kontrol jenis kelamin, pada kelompok perempuan
menunjukkan nilai chi square sebesar 4,011, dengan tingkat signifikansi sebesar
0,045. Hal ini menunjukkan penerimaan H4 karena nilai signifikansi < 0,05 dan
nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Kemudian, pada kelompok laki-laki
menunjukkan nilai chi square sebesar 4,967, dengan tingkat signifikansi sebesar
0,026. Hal ini menunjukkan penerimaan H5 karena nilai signifikansi < 0,05 dan
nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Penerimaan H4 dan H5 menunjukkan adanya
hubungan antara status tekanan darah dan mekanisme koping dengan variabel
kontrol jenis kelamin, baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki. Ketika
13

seorang perempuan maupun laki-laki menggunakan mekanisme koping


maladaptif maka individu tersebut akan mengalami hipertensi essensial.
Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan sistolik dan mekanisme
koping dengan variabel kontrol jenis kelamin pada kelompok laki-laki,
menunjukkan penerimaan H6, artinya adanya hubungan antara status tekanan
sistolik dan mekanisme koping. Nilai koefisien kontingansi pada kelompok laki-
laki sebesar 0,340, artinya keeratan hubungannya rendah. Ketika seorang laki-laki
menggunakan mekanisme koping maladaptif maka individu tersebut akan
menunjukkan hipertensi essensial pada tekanan sistolik.
Tabel 7 Hubungan mekanisme koping, kejadian hipertensi essensial dengan
variabel kontrol tingkat stres responden
x2 p C
Variabel OR Kemaknaan
hitung value hitung
Stres .* .* - - .*
Status
rendah
tekanan
Stres 4,007 - 0,045 Bermakna 0,236
darah dan
sedang
mekanisme
Stres 0,629 - 0,428 Tidak 0,232
koping
tinggi bermakna
Stres .* .* - - .*
Status
rendah
tekanan
Stres 1,063 0,313 0,303 Tidak 0,124
sistolik dan
sedang bermakna
mekanisme
Stres 0,629 - 0,428 Tidak 0,232
koping
tinggi bermakna
* *
Status Stres . . - - .*
tekanan rendah
diastolik Stres 0,384 2,053 0,536 Tidak 0,075
dan sedang bermakna
mekanisme Stres 0,629 - 0,428 Tidak 0,232
koping tinggi bermakna
Catatan : * koping constant
(Sumber: Data Primer, 2010)

Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme
koping pada kelompok stres sedang, menunjukkan nilai chi square sebesar 4,007,
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,045. Hal ini menunjukkan penerimaan H7
karena nilai signifikansi < 0,05 dan nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Artinya,
terdapat hubungan antara status tekanan darah dan mekanisme koping pada
14

kelompok stres sedang. Ketika seseorang dengan tingkat stres sedang


menggunakan mekanisme koping maladaptif maka individu tersebut akan
mengalami hipertensi essensial.

B. Pembahasan
Hasil penelitian terhadap karakteristik responden berdasarkan umur
yang diperlihatkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa kebanyakan responden
dengan hipertensi essensial lebih banyak ditemukan pada kelompok dewasa
pertengahan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penemuan kasus hipertensi
essensial di Puskesmas Seyegan. Pasien dengan hipertensi essensial yang
memeriksakan diri di Puskesmas merupakan kelompok umur dewasa
pertengahan. Biasanya, kelompok umur dewasa muda dengan status
hipertensi essensial datang ke Puskesmas bukan karena penyakit hipertensi
essensial melainkan datang karena ingin memeriksakan penyakit lain yang
dideritanya.
Hipertensi essensial terjadi karena tekanan darah akan meningkat sesuai
dengan penambahan umur. Semakin bertambahnya umur seseorang maka
orang tersebut akan semakin berisiko untuk mengalami hipertensi, terutama
orang dengan usia > 40 tahun(18). Pembuluh darah besar akan mengalami
perubahan struktur sejalan dengan penambahan usia. Lumen akan menjadi
lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku dan pada akhirnya
dapat meningkatkan tekanan darah(6).
Faktor gender diketahui mempengaruhi terjadinya hipertensi essensial,
dimana laki-laki lebih berisiko untuk mengalami hipertensi essenisal, dengan
rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan sistolik. Seorang laki-laki
diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan
darah dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi, setelah memasuki masa
menopause, prevalensi hipertensi essensial pada perempuan akan meningkat.
Bahkan setelah usia lebih dari 65 tahun, prevalensi hipertensi essensial pada
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki yang diakibatkan oleh faktor
hormonal(6).
15

Ketika memasuki masa menopause, perempuan diketahui memiliki faktor


risiko lebih besar mengalami hipertensi essensial daripada laki-laki(18). Hal
tersebut terbukti pada penelitian ini. Tabel 2 menunjukkan bahwa kelompok
terbanyak dengan hipertensi essensial didapatkan pada kelompok perempuan
yaitu sebesar 28 responden atau 60,9% responden dari kelompok kasus. Selain
itu, perempuan yang masuk dalam kelompok dewasa pertengahan (41-60 tahun)
memiliki jumlah yang lebih besar daripada kelompok dewasa muda. Kelompok
perempuan dengan usia 41-60 tahun menunjukkan sebanyak 24 (85,7%)
responden dari total responden perempuan dengan hipertensi essensial yang
mengikuti penelitian ini. Wanita yang telah memasuki masa menopause akan
kehilangan hormon estrogen yang dapat berfungsi meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). HDL itu sendiri merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis(19).
Selain telah memasuki masa menopause, seorang perempuan lebih berisiko
untuk mengalami hipertensi essensial dapat juga dihubungkan dengan
penggunaan pil KB(6). Seorang perempuan memiliki faktor risiko 5 kali lebih
besar apabila mengonsumsi pil KB selama 1 tahun(18).
Penyebab seseorang mengalami hipertensi essensial dapat juga disebabkan
faktor risiko terjadinya stres. Ketika seseorang mengalami stres, kelenjar anak
ginjal akan dirangsang sehingga mengeluarkan hormon adrenalin. Hormon
adrenalin tersebut dapat memacu jantung berdenyut lebih kuat dan cepat hingga
akhirnya menyebabkan tekanan darah meningkat(6).
Uraian di atas terbukti pada temuan penelitian ini seperti yang terlihat pada
tabel 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang dengan stres tinggi lebih banyak
ditemukan pada kelompok orang dengan hipertensi essensial. Hal ini sesuai
dengan penelitian Linden et al.(20) dan Bener et al.(21). Penelitian Linden et al.(20)
menunjukkan korelasi positif antara perubahan tekanan darah sistolik dengan
penurunan tingkat stres. Demikian juga halnya dengan penelitian Bener et al.(21)
yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan stres.
Orang dengan stres diketahui akan memiliki risiko yang lebih besar untuk
mengalami hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan, baik pada kondisi stres
16

sedang maupun stres tinggi, didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya stres.
Penelitian tersebut mengatakan bahwa perempuan mengalami stres, baik stres
kronis maupun stres harian, lebih besar daripada laki-laki(11).
Tidak semua stres berdampak buruk pada tubuh. Individu memang
membutuhkan stres sampai derajat tertentu agar kita tetap sehat. Apabila melebihi
poin optimal yang menguntungkan, maka stres baru dapat membawa keburukan
terhadap kesehatan(7). Stres rendah biasanya tidak merusak aspek fisiologis.
Sebaliknya, stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit. Stres
rendah tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
Stres sedang dapat berpengaruh bagi individu yang mepunyai faktor prediposisi
suatu penyakit(8). Hal ini mendukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
kondisi stres rendah, lebih banyak ditemukan pada kelompok tidak hipertensi. Ini
berarti bahwa kondisi stres rendah kebanyakan tidak akan menyebabkan seorang
individu mengalami hipertensi essensial.
Distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa
kelompok perempuan jauh lebih banyak menggunakan mekanisme koping adaptif
daripada kelompok laki-laki. Penemuan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Gentry et al.(22) bahwa perempuan akan cenderung menggunakan mekanisme
koping adaptif, sedang laki-laki akan cenderung menggunakan mekanisme koping
maladaptif. Perempuan diketahui memiliki stres 23% lebih tinggi daripada laki-
laki. Akan tetapi, perempuan lebih dapat mengontrol masalah yang mereka
hadapi. Perempuan lebih banyak menggunakan social support and help-seeking
behaviors dalam melakukan koping terhadap stresor yang terjadi. Laki-laki
diketahui lebih banyak menggunakan mekanisme koping maladaptif. Kasus pada
penelitian ini menunjukkan bahwa responden banyak yang menggunakan rokok
untuk mengatasi masalah yang terjadi.
Distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa
penggunaan mekanisme koping maladaptif paling banyak ditunjukkan pada
kelompok dengan tingkat stres tinggi. Penggunaan mekanisme koping maladaptif
ini hanya ditemukan pada kelompok kasus. Hal ini sesuai dengan teori dari
17

Bartram dan Gardner(23), yang mengemukakan bahwa perilaku koping maladaptif


dapat mempengaruhi kesehatan fisik, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah
adanya kenaikan tekanan darah atau hipertensi essensial.
Berdasarkan analisis terhadap hasil penelitian yang pada tabel 4,
menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian
hipertensi essensial tanpa memperdulikan variabel kontrol. Hasil tersebut
menunjukkan keeratan hubungan yang rendah. Hubungan yang diperoleh antara
mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial menandakan bahwa
apabila individu menggunakan mekanisme koping adaptif maka individu tersebut
tidak akan mengalami hipertensi essensial. Ketika seseorang menggunakan
mekanisme koping maladaptif, maka individu tersebut akan mengalami hipertensi
essensial.
Mekanisme koping maladaptif yang banyak digunakan pada masyarakat di
wilayah Puskesmas Seyegan adalah denial dan substance use. Denial merupakan
strategi untuk menghindar dari masalah yang paling dasar. Denial digunakan
dengan menekan rasa cemas agar individu tersebut merasakan emosi terhadap
masalah yang terjadi(24). Substance use yang dimaksudkan pada penelitian ini
yaitu penggunaan rokok(23). Saat dilakukan wawancara berdasarkan kuesioner
panduan wawancara, tidak sedikit dari responden yang mengungkapkan bahwa
mereka akan mengonsumsi rokok semakin banyak apabila mereka menghadapi
suatu masalah. Banyak diantara responden yang mengungkapkan bahwa mereka
akan merasa santai dan lebih tenang menghadapi masalah dengan merokok.
Mayoritas, perokok memiliki ikatan psikologis dengan rokok. Rokok dapat
memberikan ketenangan, mengurangi ketegangan, mengatasi kegelisahan,
mengalihkan pikiran dan dibutuhkan teman di saat krisis. Bagi bukan perokok,
pemenuhan kebutuhan psikologis dapat diperoleh dari mana saja, akan tetapi bagi
perokok, merokok adalah pilihan utama untuk mengatasi masalah(25). Rokok
mengandung zat kimia beracun, misalnya nikotin dan karbon monoksida. Apabila
zat kimia beracun tersebut masuk dalam aliran darah maka dapat merusak endotel
pembuluh darah arteri hingga akhirnya dapat mengakibatkan proses aterosklerosis
dan tekanan darah tinggi. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung
18

karena berkurangnya suplai oksigen ke otot-otot jantung(6). Akan tetapi seorang


perokok dapat berisiko menderita hipertensi essensial paling tidak setelah 1-3
tahun pemakaian(1).
Tekanan sistolik akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur,
sedangkan tekanan diastolik akan meningkat sebelum umur 50 tahun kemudian
cenderung turun pada usia lebih dari 50 tahun(1). Tabel 4 menunjukkan hubungan
antara mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial pada tekanan
sistolik. Temuan ini didukung oleh hasil penelitian oleh Linden(20). Linden
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara tekanan darah sistolik dengan
penurunan stres psikologis dan pemilihan mekanisme koping. Penelitian Linden
menyebutkan bahwa penurunan tekanan sistolik terjadi apabila individu memilih
penggunaan problem-focused coping. Kemudian, problem-focused coping (PFC)
merupakan bentuk mekanisme koping yang adaptif(26, 23, 9).
Zeidner dan Saklofke yang disadur dari Prieto(27) mengemukakan apabila
individu dengan stressor menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif,
maka individu tersebut dapat mengalami stres hingga akhirnya dapat
menyebabkan hipertensi. Teori oleh Zeidner dan Saklofke tersebut masih
menghubungkan antara mekanisme koping dan hipertensi essensial melalui stres.
Guna mengetahui hubungan mekanisme koping dengan hipertensi essensial tanpa
melalui stres, maka peneliti melakukan analisis dengan variabel kontrol stres.
Berdasarkan analisis hubungan antara mekanisme koping dan kejadian
hipertensi essensial dengan variabel stres sebagai kontrol, tabel 7 menunjukkan
adanya hubungan antara mekanisme koping dan kejadian hipertensi essensial
hanya pada kelompok responden dengan tingkat stres sedang. Orang dengan
tingkat stres sedang yang menggunakan mekanisme koping adaptif memiliki
risiko untuk tidak mengalami hipertensi essensial pada tekanan diastolik sebesar
4,508 daripada orang yang menggunakan mekanisme koping maladaptif. Apabila
seseorang dalam kondisi stres dan menggunakan mekanisme koping maladaptif
untuk mengatasi masalah tersebut maka individu tersebut memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk mengalami hipertensi. Mekanisme koping maladaptif
dapat efektif untuk mengatasi masalah dalam jangka pendek. Namun, jika
19

individu menggunakan mekanisme koping dalam jangka panjang dapat


menyebabkan gangguan fisiologis dan psikologis(23).
Hasil penelitian pada tabel 7 menunjukkan tidak ditemukannya hubungan
antara mekanisme koping dengan status hipertensi essensial pada kelompok stres
tinggi. Hal ini memang tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Zeidner
dan Saklofke, akan tetapi hasil ini dapat didukung dengan teori yang
dikemukakan oleh Potter dan Perry(28). Ketika seseorang mendapatkan stressor
secara terus menerus dalam jangka waktu panjang, maka individu tersebut dapat
memasuki resistance stage. Jika seseorang memasuki resistance stage maka
respon dan kestabilitasan tubuh akan kembali seperti semula. Tubuh akan
memperbaiki seluruh kerusakan tubuh serta detak jantung, nadi dan tekanan darah
kembali normal. Akan tetapi jika stresor masih ada dan tubuh tidak mampu
beradaptasi, maka individu tersebut akan memasuki exhaustion stage. Apabila
saat exhaustion stage, stres terus berlanjut maka dapat menyebabkan gangguan
fisiologis hingga berakhir dengan kematian(28).
Berdasarkan analisis hubungan antara mekanisme koping dan kejadian
hipertensi essensial dengan variabel usia sebagai kontrol, tabel 5 menunjukkan
hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial pada
kelompok dewasa pertengahan. Apabila individu pada tahap perkembangan
dewasa pertengahan menggunakan mekanisme koping maladaptif maka individu
tersebut akan mengalami hipertensi. Usia diketahui mempengaruhi risiko
seseorang untuk mengalami hipertensi essensial. Orang dengan usia > 40 tahun
memiliki risiko lebih besar(18). Usia juga mempengaruhi pemilihan jenis
mekanisme koping yang digunakan individu.
Setiap tahapan perkembangan tertentu, terdapat jumlah dan intensitas
stressor yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tiap tingkat
perkembangan juga akan berbeda. Penggunaan mekanisme koping antara dewasa
muda dengan dewasa pertengahan akan ditemukan berbeda karena berada pada
tahap perkembangan yang berbeda(8). Sebagian besar kelompok dewasa
pertengahan akan lebih mudah merubah penggunaan mekanisme koping secara
20

dinamis untuk mengatasi masalah dan pemecahan yang sesuai dengan situasi yang
terjadi(29).
Berdasarkan analisis hubungan antara mekanisme koping dan kejadian
hipertensi essensial dengan variabel jenis kelamin sebagai kontrol, tabel 6
menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian
hipertensi essensial baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki. Jenis
kelamin perempuan memang terbukti lebih berisiko untuk mengalami hipertensi
essensial dan lebih banyak menggunakan mekanisme koping adaptif. Akan tetapi,
analisis ini menunjukkan jenis kelamin tidak menunjukkan adanya pengaruh
dalam hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial.
Hal tersebut terjadi karena baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki
menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian
hipertensi essensial. Namun, jika dilihat dari segi kenaikan tekanan sistolik,
kelompok perempuan menandakan tidak adanya hubungan antara mekanisme
koping dengan kejadian hipertensi essensial pada tekanan sistolik.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Semakin bertambah usia seseorang, maka akan menambah risiko seseorang
untuk terkena hipertensi essensial. Responden dengan hipertensi essensial
lebih banyak ditemukan pada kelompok dewasa pertengahan (41-60 tahun)
dibandingkan dengan kelompok dewasa muda (18-40 tahun).
2. Perempuan diketahui memiliki faktor risiko lebih besar terkena hipertensi
essensial dibandingkan dengan laki-laki.
3. Responden dengan tingkat stres tinggi diketahui lebih banyak menggunakan
mekanisme koping maladaptif dibandingkan dengan kelompok dengan
tingkat stres rendah dan sedang.
4. Responden dengan tingkat stres rendah diketahui lebih banyak menggunakan
mekanisme koping adaptif dibandingkan dengan kelompok dengan tingkat
stres sedang dan tinggi.
21

5. Responden dengan tingkat stres tinggi diketahui paling banyak dialami oleh
kelompok perempuan dibandingkan dengan kelompok laki-laki.
6. Tingkat stres tinggi lebih berisiko untuk mengalami hipertensi essensial
dibandingkan dengan kelompok dengan tingkat stres rendah dan sedang.
Individu dengan tingkat stres tinggi diketahui paling banyak terdapat pada
kelompok kasus yaitu kelompok dengan hipertensi essensial.
7. Ditemukan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian
hipertensi essensial tanpa memperdulikan variabel kontrol.
8. Ditemukan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian
hipertensi essensial pada kelompok dewasa pertengahan.
9. Ditemukan adanya hubungan antara status tekanan darah dan mekanisme
koping, baik pada kelompok perempuan ataupun laki-laki.
10. Ditemukan adanya hubungan antara mekanisme koping dan kejadian
hipertensi essensial hanya pada kelompok responden dengan tingkat stres
sedang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mackenzie, Isla S., Wilkinson, Ian B., dan Cockcroft, John R . (2005) .
Hypertension . Inggris : Elsevier Churchill Livingstone .
2. Wawolumaya, Corrie . (2008) . A Study On Hypertension Among Population
Living Underneath Suteti And Its Related Factors di dalam Sutaryo (Eds.) .
Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 24 No. 4. Yogyakarta : FK UGM .
Halaman 212-217.
3. Departemen Kesehatan Indonesia . (2007) . Profil Kesehatan Indonesia 2005.
[Internet] . Tersedia dalam: <http://www.depkes.go.id/.../Profil%20Kesehatan
%20Indonesia% 202005.pdf> [Diakses 22 November 2009]
4. Departemen Kesehatan Indonesia . (2008) . Profil Kesehatan Indonesia 2006.
[Internet] . Tersedia dalam:<http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/
Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202006.pdf>[Diakses 22 November
2009]
5. Dinas Kesehatan Propinsi D. I. Yogyakarta . (2008) . Profil Kesehatan
Propinsi D. I. Yogyakarta tahun 2008 . [Internet] . Tersedia dalam:
http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20diy%202008.pdf [Diakses
22 November 2009]
22

6. Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal PP & PL


Departemen Kesehatan RI . (2006) . Pedoman Teknik Penemuan dan
Tatalaksana Penyakit Hipertensi . [Internet] . Tersedia dalam:
<http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/.../pdmnpnmuantthipertnsi.
pdf> [Diakses 22 November 2009]
7. National Safety Council . (2003) . Manajemen Stres (Stress Manajemen) .
Terjemahan oleh Palupi Widyastuti . Jakarta : EGC .
8. Rasmun . (2004) . Stres, Koping dan Adaptasi : Teori dan Pohon Masalah
Keperawatan . Jakarta : Sagung Seto .
9. Dimiceli, Erin E., Steinhardt, Mary A. dan Smith, Shanna E. . (2009) .
Sressful Experiences, Coping Strategies, and Predictors of Health-related
Outcomes among Wivws of Deploved Military Servicemen . [Internet] .
Available from: <http://afs.sagepub.com/cgi/content/abstract/0095327X0
8324765v1> [Accessed 22 Januari 2010]
10. Stuart, Gail W dan Sundeen, Sandra J . (2006) . Buku Saku Keperawatan Jiwa
Edisi 5. Terjemahan oleh Ramona P. Kapoh dan Egi Komara Yudha . Jakarta :
EGC.
11. Gentry, Lauren A., Chung, Jane J., Aung, N., Keller S., Heinrich, Katie M.,
Maddock, Jay E . (2007) . Gender Differences in Stress and Coping among
Adults Living in Hawai`i . [Internet] . Californian Journal of Health
Promotion 2007, Volume 5, Issue 2, 89-102 . Available from:
<http://www.csuchico.edu/cjhp/5/2/089-102-gentry.pdf - Amerika Serikat>
[Accessed 22 Januari 2010]
12. Notoatmodjo, Soekidjo . (2002) . Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta :
Rineka Cipta .
13. Sugiyono . (2007) . Statistika untuk Penelitian . Bandung : CV. ALFABETA.
14. Riwidikdo, Handoko . (2009) . Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan
Aplikasi Program R dan SPSS . Yogyakarta : Pustaka Rihama .
15. Mansur, Herawati . (2009) . Psikologi Ibu dan Anak . Jakarta : Penerbit
Salemba Medika .
16. Hidayat, Aziz Alimul . (2007) . Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisa Data . Jakarta : Salemba Medika .
17. Carver, C. S. (2007). Brief COPE . [Internet] . Available from: <http://www.
psy. miami.edu/faculty/ccarver/sclBrCOPE.html> [Accessed 11 Maret 2010]
18. Bustan . (2000) . Epidemiologi Penyakit Tidak Menular . Jakarta : PT. Rineka
Cipta .
19. Anggraini, Ade D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., Siahaan, Sylvia S
. (2009) . Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada
Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode
Januari sampai Juni 2008 . [Internet] . Tersedia dalam:<http://yayanakhyar.
files.wordpress.com/2009/02/files-of-drsmed-faktor-yang-berhubungan-dengan
-kejadian-hipertensi.pdf> [Diakses 22 November 2009]
20. Linden, Wolfgang, Lenz, Joseph W., Con, Andrea H . (2001) . Individualized
Stress Management for Primary Hypertension . [Internet] . Archives of
Internal Medicine . Available from: <http://archinte.ama-assn.org/ cgi/reprint/
161/8/1071> [Accessed 22 November 2009]
23

21. Bener, Abdulbari, Kamal, Abdulaziz, Al-Banna, Mohammed, Al-Mulla,


Ahmed A. K., dan Elbagi, Asam-Eldin A . (2006) . Are Symptoms of
Anxiety, Depression and Stress Risk Factors for Hypertension? . Abacus
[Internet], The Cardiol., 2 (2) : 45-51 . Available from: <http://www.
medwelljournals.abstract/?doi=tcard.2006.45.51> [Accessed 22 November 2009]
22. Gentry, Lauren A., Chung, Jane J., Aung, N., Keller S., Heinrich, Katie M.,
Maddock, Jay E . (2007) . Gender Differences in Stress and Coping among
Adults Living in Hawai`i . [Internet] . Californian Journal of Health
Promotion 2007, Volume 5, Issue 2, 89-102 . Available from: <http:// www.
csuchico.edu/cjhp/5/2/089-102-gentry.pdf - Amerika Serikat> > [Accessed 22
Januari 2010]
23. Bartram, David dan Gardner, Dianne. (2008) . Coping with Stress . [Internet] .
In Practice (2008) 30 : 228 - 231 . Available from: <http://www.vetlife.
org.uk/stress_depression/stress_anxiety/Stress_-_In_ Practice_ Article.pdf>
[Accessed 23 Januari 2010]
24. Hamilton, Clive dan Kasser, Tim . (2009) . Psychological Adaptation to the
Threats and Stresses of a Four Degree World . [Internet] . A Paper for “Four
Degrees and Beyond” Conference, Oxford University 28-30 September 2009 .
Available from: <http://www.clivehamilton.net.au/cms/.../oxford_four_
degrees_paper_final.pdf> [Accessed 22 Januari 2010]
25. Agoes, Dina . (2007) . Memahami Diri Sendiri (Alasan Kenapa Merokok) .
[Internet] . Tersedia dalam: <http://www.promosikesehatan.com/?act=tips&id
=502&pg> [Diakses 2 Agustus 2010]
26. Chung, Man Cheung, Berger, Zoë dan Rudd, Hannah . (2008) . Coping
with Posttraumatic Stress Disorder and Comorbidity after Myocardial
Infarction . [Internet] . Comprehensive Psychiatry 49 (2008) 55-64 Available
from: http://www.sciencedirect.com/science?ob=ArticleURL &udi=B6WCV-
4PYYGCX3&user=10&coverDate=02%2F29%2F2008&rdoc=1&fmt=high&orig=se
arch&sort=docanchor=&view=c&searchStrId=1274290337&_rerunOrigin=google&
acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10md5=dd363e6f950a0f1
3626b80fabc564ba9 [Accessed 22 Januari 2010]
27. Prieto, Maria Victoria Avévalo. (2007) . Stress and Extreme Poverty in
Peruvian Women . [Internet] . Available from: <http://dare.ubn.kun.nl/
bitstream/2066/56097/1/56097.pdf> [Accessed 3 Februari 2010]
28. Potter, Patricia A. Dan Perry, Anne Griffin . (2009) . Fundamentals of
Nursing 7th Edition . Missouri : Mosby Inc.
29. Kilburn, Ericka, dan Whitlock, Janis . (2009) . Coping Literature Review .
[Internet] . Available from:<http://www.crpsib.com/userfiles/File/Coping%
2520Lit%2520Review.pdf&wsi=68d1b80175762366&ei=bGxTTkrWD52G6
APoyWDAg&wsc=tc&ct=pg1&whp=30 > [Accessed 28 July 2010]

You might also like