Professional Documents
Culture Documents
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
HARYATI
NPM. 3206013
ABSTRACT
Background: Hypertension is one of the degenerative disease that causes 7.2 million or
13% of all deaths in the world in the year 2007. Report of 10 major disease outpatients in
Provincial Health Office Yogyakarta in 2007 at the hospital showed essential
hypertension or primary ranked sixth. One cause of the occurrence of essential
hypertension is due to stress. Individuals who experience stress requires personal skills
and environments support in dealing with stressful situation. Ways that are performed by
individuals in overcoming the stressor is called coping.
Objective: This study aimed to determine the relationship between coping mechanisms
and level event of essential hypertension in the working area of Seyegan Sleman
Community Health Centers.
Method: The study was descriptive and analytical case control approach. Populations for
cases groups are people with hypertension essential in the working area of Seyegan
Community Health Centers. And, populations for controls groups are people without
hypertension in Seyegan distric. The analysis technique used in this study were the chi
square to see the variables relationship and kontingensi coefficient test to find out the
streght of relation. This research was conducted in the working area of Seyegan
Community Health Centers on July 2 to 14, 2010.
Results: The result study in 46 respondents with essential hypertension and 46
respondents without hypertension showed eight respondents (17.4% of case group) who
use maladaptive coping mechanisms. Results of analysis found relationship between
coping mechanisms with essential hypertension regardless of the control variables
(p=0.003 and C=0.295). Analysis found a link between essential hypertension status and
coping mechanisms, both at the group of women (p=0.045 and C=0.263) or male
(p=0.026 and C=0.340). Analysis found a relationship between coping mechanisms and
essential hypertension in the group of respondents with only a medium stress level
(p=0.045 and C=0.236). Analysis found a relationship between coping mechanisms with
essential hypertension in the middle adult group (p=0.008 and C=0.300).
Conclusion: There is a relationship between coping mechanisms with essential
hypertension.
Key words: Essential Hypertension, coping mechanisms, adaptive, maladaptive
-------------------------------------------------- ---------------------------------------------------------
1. Student of STIKES A. Yani Yogyakarta
2. POLTEKES Yogyakarta
3. STIKES A. Yani Yogyakarta
1
PENDAHULUAN
Hipertensi sering disebut sebagai “the silent killer” karena penyakit ini
biasanya tanpa gejala dan pada sebagian besar kasus, hipertensi baru diketahui
jika telah menyebabkan penyakit lain yang berbahaya(1). Pada tahun 2007,
hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menyebabkan 7,2 juta
kematian di dunia atau 13% dari total kematian setiap tahunnya(2).
Hasil pengumpulan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta sarana
pelayanan kesehatan se-Indonesia menunjukkan bahwa angka kematian akibat
penyakit hipertensi essensial dari tahun 2005 sampai tahun 2006 mengalami
peningkatan. Angka kematian akibat hipertensi pada tahun 2005 menunjukkan
angka 1,62% dan meningkat menjadi 2,1% dari seluruh kematian di rumah sakit.
Selain itu, pada pasien rawat jalan di rumah sakit hipertensi essensial mengalami
peningkatan dari tahun 2005 ke tahun 2006. Angka pasien rawat jalan di rumah
sakit pada tahun 2005 menunjukkan angka 2,93% dan meningkat menjadi
4,67%(3,4).
Menurut Menteri Kesehatan, 90% dari angka kejadian hipertensi merupakan
angka kejadian hipertensi essensial(2). Laporan 10 besar penyakit pasien rawat
jalan Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2007 di rumah sakit
menunjukkan hipertensi essensial/primer menduduki peringkat keenam yaitu
sebesar 3.754 kunjungan atau sebesar 2,07% dari seluruh total kunjungan(5).
Hasil studi dari laporan Puskesmas Seyegan tahun 2007, 2008 dan bulan
Januari-September 2009, menunjukkan 100% dari seluruh kejadian hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Seyegan merupakan kasus hipertensi essensial. Rata-rata
total angka kejadian hipertensi essensial pada tahun 2007 menunjukkan angka
60,3 kasus baru dan 96,9 kasus lama setiap bulannya. Rata-rata total angka
kejadian hipertensi essensial dari Januari 2009 sampai bulan September 2009
menunjukkan angka 96 kasus baru dan 191 kasus lama setiap bulannya. Data
tersebut menunjukkan bahwa kasus kejadian hipertensi essensial di wilayah kerja
Puskesmas Seyegan mengalami peningkatan, baik untuk kasus lama maupun
kasus baru.
2
Salah satu penyebab dari timbulnya hipertensi essensial yaitu karena adanya
(6)
stres . Stres memang dibutuhkan oleh tubuh sampai derajat tertentu agar kita
tetap sehat. Akan tetapi, apabila stres melewati batas optimal penerimaan tubuh,
stres dapat menyebabkan dampak buruk bahkan penyakit pada individu(7). Stres
dapat mengakibatkan dampak yang berbeda-beda pada setiap orang. Dampak
tersebut tergantung dari cara pandang setiap individu dalam menghadapi dan
mentoleransi masalah. Setiap individu memiliki cara masing-masing dalam
menghadapi stresor(8).
Individu yang mengalami stres membutuhkan kemampuan pribadi dan
dukungan lingkungan dalam menghadapi stres. Cara-cara yang dilakukan oleh
individu dalam mengatasi stresor inilah yang disebut dengan koping(8). Koping
yang digunakan oleh setiap individu berbeda-beda tergantung penerimaan
individu tersebut terhadap stresor yang dihadapinya(9). Mekanisme koping yang
digunakan setiap individu dalam mengatasi stresor dapat berupa mekanisme
koping adaptif atau mekanisme koping maladaptif(10).
Penggunaan mekanisme koping yang adaptif atau yang efektif merupakan
langkah pertama untuk mencegah distres psikologikal dan berkembangnya
penyakit yang serius(11). Ketika individu melakukan koping yang tidak efektif
atau maladaptif, individu tersebut akan menambah buruk stres yang terjadi(8).
Stres baru terjadi ketika masalah-masalah yang dihadapi individu
terakumulasi dan individu tersebut tidak dapat mengatasi masalahnya sampai
batas optimal(8). Ketika seseorang mengalami stres, kelenjar anak ginjal akan
dirangsang sehingga mengeluarkan hormon adrenalin. Hormon adrenalin tersebut
dapat memacu jantung berdenyut lebih kuat dan cepat hingga akhirnya
menyebabkan tekanan darah meningkat. Apabila tekanan darah meningkat sampai
melewati batas normal maka terjadilah hipertensi(6).
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka besar ketertarikan
peneliti untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara mekanisme
koping dengan tingkat kejadian hipertensi essensial pada masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Seyegan Sleman.
3
laki. Skala pengukuran jenis kelamin adalah bentuk nominal. Stres adalah respon
tubuh terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu sehingga dapat
mengancam keseimbangan fisiologis. Hasil ukur diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu stres rendah, stres sedang dan stres tinggi. Hasil dikatakan stres rendah
apabila total skor jawaban responden pada indikator stres menunjukkan (x) <
mean – 1 SD. Hasil dikatakan stres sedang apabila total skor jawaban responden
pada indikator stres menunjukkan mean – 1 SD < (x) < mean + 1 SD. Hasil
dikatakan stres tinggi apabila total skor jawaban responden pada indikator stres
menunjukkan (x) > mean + 1 SD(14). Skala pengukuran stres adalah bentuk
ordinal.
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner, tensimeter dan stetoskop.
Kuesioner adalah daftar pertanyaan atau pernyataan yang telah disusun untuk
memperoleh data yang sesuai dengan keinginan peneliti(16). Kuesioner terdiri dari
lima bagian yaitu identitas responden, riwayat penyakit, indikator tekanan darah,
indikator stres dan indikator mekanisme koping. Kuesioner stres merupakan
kuesioner dari Devision of Mental Health World Health Organization yaitu SRQ-
20 (Self-Reporting Questionnaire 20). Kuesioner mekanisme koping yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner Brief COPE Scale dari
Carver(17) yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh peneliti.
Kuesioner panduan wawancara pada penelitian ini telah dilakukan uji
validitas dan reliabilitas pada 15 responden dengan hipertensi essensial dan 15
responden yang tidak menderita hipertensi essensial di wilayah kerja Puskesmas
Seyegan, di luar sampel penelitian. Uji validitas telah dilakukan pada tanggal 14
Juni 2010 sampai dengan 19 Juni 2010. Hasil uji validitas pada indikator stres
menunjukkan bahwa terdapat 4 butir pertanyaan dari 20 butir pertanyaan yang
tidak valid. Hasil uji validitas pada indikator mekanisme koping menunjukkan
bahwa terdapat 7 butir pertanyaan dari 28 butir pertanyaan yang tidak valid. Dua
pertanyaan pada indikator mekanisme koping dilakukan revisi agar dapat
mewakili komponen mekanisme koping.
6
Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme
koping dengan variabel kontrol usia pada kelompok dewasa pertengahan
menunjukkan nilai chi square sebesar 6,937, dengan tingkat signifikansi sebesar
0,008. Hal ini menunjukkan penerimaan H3 karena nilai signifikansi < 0,05 dan
nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Artinya, terdapat hubungan antara status tekanan
darah dan mekanisme koping pada kelompok dewasa pertengahan. Ketika seorang
dewasa pertengahan menggunakan mekanisme koping maladaptif maka individu
tersebut akan berisiko mengalami hipertensi essensial.
Tabel 6 Hubungan mekanisme koping, kejadian hipertensi essensial dengan
variabel kontrol jenis kelamin responden
x2 p Kemak- C
Variabel OR
hitung value naan hitung
Status tekanan Perem-
4,011 - 0,045 Bermakna 0,263
darah dan puan
mekanisme Laki-
4,967 - 0,026 Bermakna 0,340
koping laki
Status tekanan Perem- Tidak
1,080 0,308 0,299 0,140
sistolik dan puan bermakna
mekanisme Laki-
4,967 - 0,026 Bermakna 0,340
koping laki
Status tekanan Perem- Tidak
0,153 0,667 0,695 0,053
diastolik dan puan bermakna
mekanisme Laki- Tidak
1,984 0,206 0,159 0,223
koping laki bermakna
(Sumber: Data Primer, 2010)
Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme
koping dengan variabel kontrol jenis kelamin, pada kelompok perempuan
menunjukkan nilai chi square sebesar 4,011, dengan tingkat signifikansi sebesar
0,045. Hal ini menunjukkan penerimaan H4 karena nilai signifikansi < 0,05 dan
nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Kemudian, pada kelompok laki-laki
menunjukkan nilai chi square sebesar 4,967, dengan tingkat signifikansi sebesar
0,026. Hal ini menunjukkan penerimaan H5 karena nilai signifikansi < 0,05 dan
nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Penerimaan H4 dan H5 menunjukkan adanya
hubungan antara status tekanan darah dan mekanisme koping dengan variabel
kontrol jenis kelamin, baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki. Ketika
13
Hasil analisa chi square (x2) antara status tekanan darah dan mekanisme
koping pada kelompok stres sedang, menunjukkan nilai chi square sebesar 4,007,
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,045. Hal ini menunjukkan penerimaan H7
karena nilai signifikansi < 0,05 dan nilai x2 hitung > 3,841 (x2 tabel). Artinya,
terdapat hubungan antara status tekanan darah dan mekanisme koping pada
14
B. Pembahasan
Hasil penelitian terhadap karakteristik responden berdasarkan umur
yang diperlihatkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa kebanyakan responden
dengan hipertensi essensial lebih banyak ditemukan pada kelompok dewasa
pertengahan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penemuan kasus hipertensi
essensial di Puskesmas Seyegan. Pasien dengan hipertensi essensial yang
memeriksakan diri di Puskesmas merupakan kelompok umur dewasa
pertengahan. Biasanya, kelompok umur dewasa muda dengan status
hipertensi essensial datang ke Puskesmas bukan karena penyakit hipertensi
essensial melainkan datang karena ingin memeriksakan penyakit lain yang
dideritanya.
Hipertensi essensial terjadi karena tekanan darah akan meningkat sesuai
dengan penambahan umur. Semakin bertambahnya umur seseorang maka
orang tersebut akan semakin berisiko untuk mengalami hipertensi, terutama
orang dengan usia > 40 tahun(18). Pembuluh darah besar akan mengalami
perubahan struktur sejalan dengan penambahan usia. Lumen akan menjadi
lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku dan pada akhirnya
dapat meningkatkan tekanan darah(6).
Faktor gender diketahui mempengaruhi terjadinya hipertensi essensial,
dimana laki-laki lebih berisiko untuk mengalami hipertensi essenisal, dengan
rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan sistolik. Seorang laki-laki
diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan
darah dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi, setelah memasuki masa
menopause, prevalensi hipertensi essensial pada perempuan akan meningkat.
Bahkan setelah usia lebih dari 65 tahun, prevalensi hipertensi essensial pada
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki yang diakibatkan oleh faktor
hormonal(6).
15
sedang maupun stres tinggi, didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya stres.
Penelitian tersebut mengatakan bahwa perempuan mengalami stres, baik stres
kronis maupun stres harian, lebih besar daripada laki-laki(11).
Tidak semua stres berdampak buruk pada tubuh. Individu memang
membutuhkan stres sampai derajat tertentu agar kita tetap sehat. Apabila melebihi
poin optimal yang menguntungkan, maka stres baru dapat membawa keburukan
terhadap kesehatan(7). Stres rendah biasanya tidak merusak aspek fisiologis.
Sebaliknya, stres sedang dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit. Stres
rendah tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
Stres sedang dapat berpengaruh bagi individu yang mepunyai faktor prediposisi
suatu penyakit(8). Hal ini mendukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
kondisi stres rendah, lebih banyak ditemukan pada kelompok tidak hipertensi. Ini
berarti bahwa kondisi stres rendah kebanyakan tidak akan menyebabkan seorang
individu mengalami hipertensi essensial.
Distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa
kelompok perempuan jauh lebih banyak menggunakan mekanisme koping adaptif
daripada kelompok laki-laki. Penemuan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Gentry et al.(22) bahwa perempuan akan cenderung menggunakan mekanisme
koping adaptif, sedang laki-laki akan cenderung menggunakan mekanisme koping
maladaptif. Perempuan diketahui memiliki stres 23% lebih tinggi daripada laki-
laki. Akan tetapi, perempuan lebih dapat mengontrol masalah yang mereka
hadapi. Perempuan lebih banyak menggunakan social support and help-seeking
behaviors dalam melakukan koping terhadap stresor yang terjadi. Laki-laki
diketahui lebih banyak menggunakan mekanisme koping maladaptif. Kasus pada
penelitian ini menunjukkan bahwa responden banyak yang menggunakan rokok
untuk mengatasi masalah yang terjadi.
Distribusi frekuensi yang ditunjukkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa
penggunaan mekanisme koping maladaptif paling banyak ditunjukkan pada
kelompok dengan tingkat stres tinggi. Penggunaan mekanisme koping maladaptif
ini hanya ditemukan pada kelompok kasus. Hal ini sesuai dengan teori dari
17
dinamis untuk mengatasi masalah dan pemecahan yang sesuai dengan situasi yang
terjadi(29).
Berdasarkan analisis hubungan antara mekanisme koping dan kejadian
hipertensi essensial dengan variabel jenis kelamin sebagai kontrol, tabel 6
menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian
hipertensi essensial baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki. Jenis
kelamin perempuan memang terbukti lebih berisiko untuk mengalami hipertensi
essensial dan lebih banyak menggunakan mekanisme koping adaptif. Akan tetapi,
analisis ini menunjukkan jenis kelamin tidak menunjukkan adanya pengaruh
dalam hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian hipertensi essensial.
Hal tersebut terjadi karena baik pada kelompok perempuan maupun laki-laki
menunjukkan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian
hipertensi essensial. Namun, jika dilihat dari segi kenaikan tekanan sistolik,
kelompok perempuan menandakan tidak adanya hubungan antara mekanisme
koping dengan kejadian hipertensi essensial pada tekanan sistolik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Semakin bertambah usia seseorang, maka akan menambah risiko seseorang
untuk terkena hipertensi essensial. Responden dengan hipertensi essensial
lebih banyak ditemukan pada kelompok dewasa pertengahan (41-60 tahun)
dibandingkan dengan kelompok dewasa muda (18-40 tahun).
2. Perempuan diketahui memiliki faktor risiko lebih besar terkena hipertensi
essensial dibandingkan dengan laki-laki.
3. Responden dengan tingkat stres tinggi diketahui lebih banyak menggunakan
mekanisme koping maladaptif dibandingkan dengan kelompok dengan
tingkat stres rendah dan sedang.
4. Responden dengan tingkat stres rendah diketahui lebih banyak menggunakan
mekanisme koping adaptif dibandingkan dengan kelompok dengan tingkat
stres sedang dan tinggi.
21
5. Responden dengan tingkat stres tinggi diketahui paling banyak dialami oleh
kelompok perempuan dibandingkan dengan kelompok laki-laki.
6. Tingkat stres tinggi lebih berisiko untuk mengalami hipertensi essensial
dibandingkan dengan kelompok dengan tingkat stres rendah dan sedang.
Individu dengan tingkat stres tinggi diketahui paling banyak terdapat pada
kelompok kasus yaitu kelompok dengan hipertensi essensial.
7. Ditemukan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian
hipertensi essensial tanpa memperdulikan variabel kontrol.
8. Ditemukan adanya hubungan antara mekanisme koping dengan kejadian
hipertensi essensial pada kelompok dewasa pertengahan.
9. Ditemukan adanya hubungan antara status tekanan darah dan mekanisme
koping, baik pada kelompok perempuan ataupun laki-laki.
10. Ditemukan adanya hubungan antara mekanisme koping dan kejadian
hipertensi essensial hanya pada kelompok responden dengan tingkat stres
sedang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mackenzie, Isla S., Wilkinson, Ian B., dan Cockcroft, John R . (2005) .
Hypertension . Inggris : Elsevier Churchill Livingstone .
2. Wawolumaya, Corrie . (2008) . A Study On Hypertension Among Population
Living Underneath Suteti And Its Related Factors di dalam Sutaryo (Eds.) .
Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 24 No. 4. Yogyakarta : FK UGM .
Halaman 212-217.
3. Departemen Kesehatan Indonesia . (2007) . Profil Kesehatan Indonesia 2005.
[Internet] . Tersedia dalam: <http://www.depkes.go.id/.../Profil%20Kesehatan
%20Indonesia% 202005.pdf> [Diakses 22 November 2009]
4. Departemen Kesehatan Indonesia . (2008) . Profil Kesehatan Indonesia 2006.
[Internet] . Tersedia dalam:<http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/
Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202006.pdf>[Diakses 22 November
2009]
5. Dinas Kesehatan Propinsi D. I. Yogyakarta . (2008) . Profil Kesehatan
Propinsi D. I. Yogyakarta tahun 2008 . [Internet] . Tersedia dalam:
http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20diy%202008.pdf [Diakses
22 November 2009]
22