Professional Documents
Culture Documents
DIGA AYUDIA
BP. 1010323060
Ns. Atih Rahayuningsih, M. Kep, Sp. KepJ*ª, Ns. Ira Erwina, M. Kep, Sp. KepJ*ᵇ,
Diga Ayudia* ͨ
Abstract: Factors Associated with Mental Disorders patient’s Treatment Compliance in Mental
Care Unit A of Mental Hospital Prof. HB. Sa'anin Padang.
Mental disorders are a deviation from the ideal state of mental health. Action to minimize the
recurrence rate by improving compliance because the healthy development of mental patients
dependent on medication adherence behavior. This research aims to determine the factors
associated with treatment compliance in metal disorders patients. Kind of this research is
descriptive analytic with cross sectional approach. The population of this research is all of patients
who visit Mental Care Unit A of mental hospital Prof.HB. Sa’anin. The Samples of this research
were 73 patients, taken by accidental sampling. Data were collected by questionnaires through
interviews guided. The results were analyzed using a computerized statistical chi-square test. The
result are 72.6% of patients treated adherent, 57.5% of patients had good motivation and
confidence, 61.6% of patients had good family support, 80.8% of patients received good support
from health workers, 49.3% of patients who have the motivation and confidence in both adherent
treatment, 53.4% of patients who had good family support adherent treatment, 58.9% of patients
who had good health worker support had more adherent treatment, there was statistically
significant association (p = 0.008) between motivation and convidence with patient’s treatment
compliance, there was a significant association (p = 0.002) between family support with patient’s
treatment compliance, there was no significant relationship (p = 1.000) between health workers
support with patient’s treatment compliance. It is recommended to families to improve support for
patients because it was the closest relatives of mental patients.
Keywords: treatment compliance, mental disorders, motivation and confidence, family support,
health workers support
Abstrak: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat Pasien Gangguan Jiwa di
Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
Gangguan jiwa merupakan penyimpangan dari keadaan ideal suatu kesehatan mental.
Adanya tindakan untuk meminimalisir angka kekambuhan dengan meningkatkan kepatuhan karena
perkembangan kesehatan pasien gangguan jiwa tergantung pada perilaku kepatuhan terhadap
pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan berobat pasien gangguan jiwa. Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan
crossectional. Populasinya adalah seluruh pasien gangguan jiwa yang berkunjung ke Unit
Pelayanan Jiwa A dan jumlah sampel 73 orang diambil secara accidental sampling. Data
1
dikumpulkan dengan pengisian kuesioner melalui wawancara terpimpin. Hasil penelitian diolah
secara komputerisasi menggunakan uji statistik chi square. Hasil penelitian didapat 72,6% pasien
patuh berobat, 57,5% pasien memiliki motivasi dan keyakinan baik, 61,6% pasien memiliki
dukungan keluarga baik, 80,8% pasien mendapat dukungan baik dari petugas kesehatan, 49,3%
pasien yang memiliki motivasi dan keyakinan baik patuh berobat, 53,4% pasien yang memiliki
dukungan keluarga baik patuh berobat, 58,9% pasien yang memiliki dukungan petugas kesehatan
baik lebih patuh berobat, ada hubungan bermakna (p=0,008) antara motivasi dan keyakian dengan
kepatuhan berobat pasien, ada hubungan yang bermakna (p=0,002)antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan berobat pasien, tidak ada hubungan bermakna (p=1,000) antara dukungan
petugas kesehatan dengan kepatuhan berobat pasien. Disarankan agar keluarga lebih meningkatkan
dukungan pada pasien karena keluarga merupakan orang terdekat pasien gangguan jiwa.
Kata kunci :kepatuhan berobat, gangguan jiwa, motivasi dan keyakinan, dukungan keluarga,
dukungan petugas kesehatan
PENDAHULUAN
Kesehatan No.36 tahun 2009 adalah keadaan tekanan fisik dan psikologis, baik secara
sehat baik secara fisik, metal, spiritual maupun internal maupun eksternal yang mengarah
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk pada ketidakstabilan emosional (Nasir et.al
bahwa sehat itu tidak hanya sehat jasmani Association dalam Townsend (2009) gangguan
tetapi juga sehat rohani (jiwa). Menurut jiwa adalah sindroma perilaku yang secara
Johnsons (dalam Videbeck, 2008), kesehatan klinik bermakna atau sindroma psikologis atau
jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, pola yang berhubungan dengan kejadian
psikologis, dan sosial yang terlihat dari distress pada seseorang atau ketidakmampuan
perilaku dan koping individu efektif, konsep untuk kematian, sakit, ketidakmampuan atau
diri yang positif dan kestabilan emosional. hilang rasa bebas. Townsend (2009)
Jiwa seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak menyatakan gangguan jiwa merupakan respon
lagi mampu dalam menghadapi stressor di maladaptif terhadap stressor dari dalam dan
2
luar lingkungan yang berhubungan dengan berkembang menjadi 25% ditahun 2030.
perasaan dan perilaku yang tidak sejalan National Institute of Mental Health (NIMH)
kegiatan dan fungsi tubuh. penduduk yang berusia 18 tahun atau lebih
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam mengalami gangguan jiwa (NIMH, 2011).
cara berfikir (cognitive), kemauan (volition), Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kasus
(Yosep, 2007). Seseorang dikatakan terganggu Gangguan jiwa berat yang dialami oleh
jiwanya apabila ia tidak mampu beradaptasi individu menyebabkan mereka menjadi tidak
terhadap masalah yang sedang dihadapinya produktif bahkan sangat tergantung kepada
yang dapat dilihat dari cara berfikir, orang lain. Mereka akan mengalami hambatan
berperilaku dan berkomunikasi dimana dalam menjalankan peran sosial dan pekerjan
perilaku tersebut menyimpang dari norma- yang sebelumnya biasa dilakukan. Penyakit
norma dan kebiasaan sehingga tidak dapat mental menyumbang lebih dari 15% dari
dimengerti atau dipahami oleh orang lain keseluruhan beban penyakit dari semua
World Health Organization (WHO) kanker, TBC, penyakit jantung dan yang
(2009) memperkirakan 450 juta orang lainnya (Global Burden of Disease Study,
diseluruh dunia mengalami gangguan mental, WHO, Bank Dunia, dan Harvard University,
sekitar 10 % orang dewasa mengalami 2008) Gangguan jiwa berat selain berdampak
gangguan jiwa saat ini dan 25 % penduduk terhadap diri sendiri, keluarga dan masyarakat
pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan Gangguan jiwa berat perlu menjadi fokus
jiwa mencapai 13 % dari penyakit secara perhatian bersama. Stuart (2009) mengatakan
keseluruhan dan kemungkinan akan di Amerika Serikat 1% atau 1 dari 100 orang
3
menderita skizofrenia, atau 2,5 juta orang, penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa,
dengan tidak membedakan ras, kelompok dan kecelakaan (Mardjono, dalam Hawari,
etnis, atau gender, terjadi mulai usia rata-rata 2007). Bagi negara berkembang diramalkan
17 – 25 tahun, laki – laki rata- rata mulai usia pertambahan jumlah penderita yang
15-25 tahun, perempuan rata – rata 25-35 mengalami gangguan jiwa semakin meningkat
Klien gangguan jiwa sebenarnya masih gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai
bisa dilatih untuk hidup produktif, namun gangguan yang menyebabkan kematian secara
stigma masyarakat membatasi mereka untuk langsung, namun beratnya gangguan tersebut
jiwa selama berpuluh-puluh tahun dianggap individu maupun kelompok akan menghambat
sebagai penyakit yang membahayakan karena pembangunan karena mereka tidak produktif
tidak mampu mengendalikan psikologis dan dan tidak efisien (Setyonegoro, dalam Hawari,
emosi sehingga sering ditunjukkan dengan 2007). Menurut Stuart (2009) klien gangguan
respon perilaku yang aneh. Kejadian ini jiwa berat tidak dapat bekerja lagi, tidak
bahwa mereka perlu diasingkan dan dirawat di penghidupan keluarga bahkan biaya untuk
rumah sakit (Videbeck, 2008). Dari pandangan keperluan hidup sehari-hari dan biaya
masyarakat yang keliru ini akan menyebabkan berobatnya menjadi tanggungan keluarga.
kerugian bagi pasien dengan gangguan jiwa. Indonesia sebagai salah satu negara
Oleh karena itu perlu dirubahnya pemahaman berkembang yang belakangan ini sering
masyarakat tentang gangguan jiwa tersebut. mengalami bencana alam seperti gempa bumi,
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari banjir, gunung meletus, tsunami, dan ditambah
empat masalah kesehatan utama di negara- lagi berbagai konflik terkait agama dan ras,
negara maju, modern, dan industri. Keempat juga menunjukkan angka gangguan jiwa yang
masalah kesehatan utama tersebut adalah cukup tinggi. Data hasil Riset Kesehatan
4
Dasar (Riskesdas, 2013) yang dilakukan oleh Penderita-penderita yang kambuh biasanya
Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan sebelum keluar dari Rumah sakit mempunyai
prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia dan memiliki sedikit keterampilan sosial
sebesar 1,7 permil. Sedangkan di Sumatera (Porkony dkk, dalam Akbar 2008).
Barat sebesar 1,9 permil. Data ini bagi Terjadinya kekambuhan pada pasien
sebagian besar individu mungkin tidak terlalu gangguan jiwa tentu akan merugikan dan
sesungguhnya gangguan jiwa tersebut dan apa masyarakat. Ketika tanda-tanda kekambuhan
dampak yang dapat ditimbulkan bagi mereka muncul, pasien bisa saja berperilaku
belum dipahami secara jelas. Secara global menyimpang seperti mengamuk, bertindak
angka kekambuhan pada pasien gangguan jiwa anarkis seperti menghancurkan barang-barang
ini mencapai 50% hingga 92% yang atau yang lebih parah lagi pasien akan melukai
disebabkan karena ketidakpatuhan dalam bahkan membunuh orang lain atau dirinya
berobat maupun karena kurangnya dukungan sendiri. Jika hal itu terjadi masyarakat akan
dan kondisi kehidupan yang rentan dengan menganggap bahwa gangguan yang diderita
meningkatkan stress (Sheewangisaw, 2012). pasien tersebut sudah tidak bisa disembuhkan
Dan berdasarkan data yang didapat di RSJ lagi. Keluarga pun akan dirugikan dari segi
Prof. Hb Sa’anin Padang dari 2202 pasien materi karena jika pasien mengalami
yang menderita skizofrenia 1432 orang rehospitalisasi atau kembali menjalani rawat
diantaranya atau sekitar 65% merupakan inap di rumah sakit jiwa maka akan banyak
pasien yang sudah pernah dirawat sebelumnya. biaya yang harus mereka keluarkan untuk
Yosep (2006) meliputi klien, dokter, termasuk pada gangguan jiwa yaitu pasien
penanggung jawab klien, dan keluarga. akan sembuh, tetap sakit, meninggal dan putus
5
obat. Kesembuhan pasien dipengaruhi perilaku dipulangkan bukan berarti pasien tidak
dibutuhkan kepatuhan dari pasien untuk tetap kontrol rutin untuk memastikan agar tidak
jiwanya, harus melakukan kepatuhan berobat jiwa. Perawatan jalan kesehatan perlu
dan mengikuti program terapi atau pengobatan dilakukan perlu dilakukan oleh pasien agar
yang diberikan petugas kesehatan. Kepatuhan tidak terjadi putus obat dan para tenaga
pasien adalah sejauh mana perilaku pasien kesehatan juga dapat mengetahui
Pasien yang patuh berobat adalah yang pasien dipengaruhi oleh individu atau pasien
menyelesaikan pengobatan secara teratur dan sendiri, dukungan dari keluarga, dukungan
lengkap tanpa terputus selama minimal enam sosial dan juga dukungan dari petugas
bulan atau sembilan bulan (Depkes RI, 2000). kesehatan. Faktor individu dimana motivasi
Kepatuhan yang dimaksud pada pasien yaitu dan keyakinan individu ingin tetap
ketaatan dan kemauan yang baik dari pasien mempertahankan kesehatannya. Motivasi
untuk melakukan kontrol atau rawat jalan ke mempunyai tiga komponen utama yaitu
pelayanan kesehatan sesuai instruksi petugas kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan
kesehatan setelah pasien gangguan jiwa terjadi bila individu merasa ada
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan mereka miliki dengan apa yang mereka
kepatuhan untuk berobat. Begitu juga dengan rangka memenuhi harapan. Dorongan
pasien gangguan jiwa dimana setelah merupakan kekuatan mental yang berorientasi
6
pada pemenuhan harapan atau pencapaian nasehat, pengarahan, saran, ide-ide, dan
tujuan. Dorongan yang berorientasi pada umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh
tujuan tersebut merupakan inti daripada pasien gangguan jiwa. Keempat dukungan
berpegang teguh pada keyakinannya akan kesehatan melalui hubungan terapetik yang
memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah dibangun tenaga kesehatan dengan pasien
putus asa serta dapat menerima keadaannya, merupakan suatu landasan atau dasar dari
demikian juga cara perilaku akan lebih baik. kepatuhan terhadap pengobatan. Pasien dan
Menurut Caplan (1976, dalam Friedman, keluarga diberi informasi tentang penyakitnya
2010) faktor dukungan keluarga dengan dan rencana pengobatan yang dilakukan.
adanya peranan dan dukungan keluarga dalam Tenaga kesehatan dapat melakukan perubahan
proses perawatan klien meliputi empat aspek. dalam berkomunikasi dengan pasien baik itu
Pertama dukungan pengharapan meliputi dengan gaya atau bahasa yang dapat
kejadian gangguan jiwa dengan baik, sumber meningkatkan kepatuhan (Loebis, 2007).
gangguan jiwa dan strategi koping yang dapat Berdasarkan penelitian yang dilakukan
digunakan dalam menghadapi stressor. Kedua oleh Kristin Elen di RSJD Amino
dukungan jasmaniah seperti pelayanan, empat orang responden yang diteliti semuanya
bantuan financial, material berupa bantuan melakukan kontrol rutin di poliklinik RSJD
nyata, dimana benda atau jasa yang diberikan Amino Gondohutomo Semarang. Menurut
akan membantu memecahkan masalah. Sisky (2010) di RSJ Prof HB Sa’anin Padang
pemberian solusi dari masalah, pemberian dukungan terhadap klien gangguan jiwa,
7
masih rendahnya motivasi keluarga untuk pasien berobat secara rutin dengan beberapa
memberikan dukungan kepada pasien alasan diantaranya pasien ingin segera sembuh
melaporkan bahwa hubungan yang positif pasien untuk berobat, dan adanya dorongan
dengan staf klinis adalah salah satu faktor dari petugas kesehatan agar pasien mau
yang memiliki signifikan baik terhadap berobat secara teratur sementara 4 orang
kepatuhan. Penelitian yang dilakukan Lama S lainnya tidak berobat secara teratur dengan
et al (2012) menyatakan bahwa kepatuhan alasan jauhnya rumah sakit dari tempat tinggal
berobat secara bermakna dikaitkan dengan sehingga memakan banyak biaya, kadang
faktor-faktor seperti aspek terkait dengan obat, merasa bosan dengan pengobatan yang lama
akses pengobatan, kualitas interaksi dengan dan kurangnya dukungan dari keluarga. Setiap
petugas kesehatan, dukungan keluarga, sikap berobat ke Rumah Sakit pasien dilakukan
terhadap penyakit mental dan wawasan orang pemeriksaan kesehatan jiwa oleh dokter untuk
Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa’anin petugas kesehatan juga mendengar keluhan
Padang adalah Rumah Sakit tipe A dan yang dirasakan pasien, memberikan resep obat,
merupakan rumah sakit terbesar di Sumatera dan pasien juga mendapatkan penyuluhan dari
Barat. Berdasarkan survey awal yang perawat mengenai gejala penyakit pasien yang
Sakit Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang pada Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik
bulan April 2014, terdapat 15.937 kunjungan untuk melakukan penelitian tentang faktor-
pasien rawat jalan selama tahun 2013 di poli faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat
jiwa dewasa, dimana terdapat 789 kunjungan pasien gangguan jiwa di Unit Pelayanan Jiwa
baru dan 15.148 kunjungan lama. Berdasarkan A RS Jiwa Prof HB Sa’anin Padang.
8
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan jumlah sampel 73 orang. Alat yang
adalah Deskriptif Analitik dengan pendekatan digunakan untuk pengumpulan data adalah
cross sectional. Sampel yang diambil kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh
HASIL PENELITIAN
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan
Pendidikan di Unit Pelayanan Jiwa A
RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang
Total 73 100,0
Jenis kelamin
1. Laki-laki 43 58,9
2. Perempuan 30 41,1
Total 73 100,0
Pendidikan
1. Tidak tamat SD/tidak sekolah 15 20,5
2. SD/sederajat 17 23,3
3. SMP/sederajat 21 28,8
4. SMA/sederajat 18 24,7
5. PT 2 2,7
Total 73 100,0
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (57,5%) responden berada pada
umur dewasa awal, lebih dari separuh (58,9%) responden berjenis kelamin laki-laki, dan
Analisa Univariat
1. Kepatuhan berobat
9
Kepatuhan berobat f %
Patuh 53 72,6
Tidak patuh 20 27,4
Total 73 100
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (72,6%) responden patuh
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Motivasi dan Keyakinan Pasien di
Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang
Motivasi dan f %
Keyakinan Pasien
Baik 42 57,5
Kurang baik 31 42,5
Total 73 100
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (57,5 %) responden memiliki
3. Dukungan Keluarga
Dukungan Keluarga f %
Baik 45 61,6
Kurang baik 28 38,4
Total 73 100
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (61,6 %) responden memiliki
Dukungan Petugas f %
Kesehatan
Baik 59 80,8
Kurang baik 14 19,2
Total 73 100
10
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar (80,8%) responden memiliki
Analisa Bivariat
dan faktor-faktor yang berhubungan serta nilai hubungannya (nilai p) sebagai berikut:
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Hubungan Motivasi Dan Keyakinan dengan Kepatuhan
Berobat Responden di Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar (85,7 %) responden yang
patuh berobat memiliki motivasi dan keyakinan yang baik, sedangkan 54,8% memiliki
motivasi dan keyakinan yang kurang baik. sementara 14,3% responden yang tidak patuh
memiliki motivasi yang baik. Hasil uji statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai p value
= 0,008 (p < 0,05) yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dan
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Berobat
Responden di Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang
11
Baik 39 86,7 6 13,3 45 100 0,002
Kurang baik 14 50 14 50 28 100
Total 53 72,6 20 27,4 73 100
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar (86,7 %) responden yang
patuh berobat memiliki dukungan keluarga yang baik sedangkan 50% memiliki dukungan
keluarga yang kurang baik, sementara 13,3% responden yang tidak patuh memiliki motivasi
yang baik. Hasil uji statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai p value = 0,002 (p < 0,05)
yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan
berobat responden.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan
Berobat Responden di Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (72,9 %) responden
yang patuh berobat memiliki dukungan petugas kesehatan yang baik dan 71,4% memiliki
dukungan petugas kesehatan yang kurang baik, sedangkan 27,1% responden yang tidak
patuh memiliki dukungan yang baik dari petugas kesehatan. Hasil uji statistik dengan uji
chi-square diperoleh nilai p value = 1,000 (p > 0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 kepatuhan adalah derajat dimana pasien
didapatkan bahwa lebih dari separuh mengikuti anjuran klinis dari dokter yang
12
(2008) tentang hubungan antara support menjalani pengobatan. Hal ini dapat
system keluarga dengan kepatuhan berobat disebabkan karena adanya kebutuhan dari
klien rawat jalan di Rumah sakit jiwa daerah klien untuk mencapai suatu tujuan yaitu agar
surakarta menyatakan lebih dari separuh (96 sembuh dari sakitnya. Dengan adanya
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat jiwa berarti ada suatu keinginan dari dalam
motivasi dan keyakinan yang baik dan Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat
54,8% tidak baik. Hasil analisis hubungan perbedaan proporsi kepatuhan dimana
antara motivasi dan keyakinan pasien 86,7% pasien gangguan jiwa yang memiliki
gangguan jiwa dengan kepatuhan berobat dukungan keluarga yang baik dan 50% tidak
diperoleh bahwa pasien gangguan jiwa yang baik. Hasil analisis hubungan antara
memiliki motivasi dan keyakinan yang baik dukungan keluarga dengan kepatuhan
lebih patuh berobat dibandingkan pasien berobat pasien gangguan jiwa diperoleh
yang memiliki motivasi dan keyakinan yang bahwa lebih dari separuh pasien gangguan
kurang baik. Dari hasil uji statistik chi- jiwa yang memiliki dukungan keluarga yang
square diperoleh nilai p = 0,008 (p<0,05), baik lebih patuh berobat dibandingkan
maka dapat disimpulkan terdapat hubungan pasien yang memiliki dukungan keluarga
yang bermakna antara motivasi dan yang kurang baik. Dari hasil uji statistik chi-
keyakinan dengan kepatuhan berobat pasien square diperoleh nilai p = 0,002 (p<0,05),
Berdasarkan analisa tersebut dapat dikatakan yang bermakna antara dukungan keluarga
bahwa sebagian besar pasien gangguan jiwa dengan kepatuhan berobat pasien gangguan
13
Penelitian ini diperkuat oleh penelitian antara dukungan petugas kesehatan dengan
Nirmala (2012) tentang hubungan dukungan kepatuhan berobat pasien gangguan jiwa
keluarga dengan kepatuhan berobat pasien diperoleh bahwa lebih dari separuh pasien
gangguan jiwa di poiklinik GMO dan gangguan jiwa yang memiliki dukungan
psikiatri RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang petugas kesehatan yang baik lebih patuh
bermakna antara dukungan keluarga dengan dukungan petugas kesehatan yang kurang
kepatuhan pasien gangguan jiwa. baik. Dari hasil uji statistik chi-square
Pasien gangguan dalam masa rehabilitasi diperoleh nilai p = 1,000 (p>0,05), maka
yang dirawat oleh keluarga sendiri di rumah dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang
dukungan semacam ini tidak ada maka kesehatan dengan kepatuhan berobat pasien
merupakan sumber informasi yang paling bahwa pasien mendapatkan dukungan yang
sering disebutkan dalam kaitannya dengan baik dari petugas kesehatan (58,9%) lebih
perawatan di rumah dan pengobatan sendiri. patuh berobat dibandingkan dengan pasien
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat yang mendapatkan dukungan yang kurang
perbedaan proporsi kepatuhan dimana baik. Hal ini bisa terjadi karena adanya
72,9% pasien gangguan jiwa yang memiliki prosedur pelayanan kesehatan di rumah sakit
dukungan petugas kesehatan yang baik dan yang mengharuskan setiap petugas
71,4% tidak baik. Hasil analisis hubungan kesehatan agar memberikan penjelasan dan
14
penyuluhan mengenai kondisi kesehatan Diharapkan kepada petugas kesehatan
pasien. Selain itu, sikap dan perhatian untuk lebih memotivasi dan mengingatkan
petugas kesehatan kepada pasien membuat keluarga untuk selalu memberikan dukungan
pasien bersemangat untuk menjalani yang baik kepada pasien agar pasien
Lebih dari separuh pasien gangguan jiwa gangguan jiwa dan selalu berinteraksi
motivasi dan keyakinan yang baik, lebih dari Hasil penelitian ini diharapkan menjadi
yang baik, lebih dari separuh pasien pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai
mendapat dukungan yang baik dari petugas bahan pengembangan intervensi yang efektif
kesehatan, ada hubungan yang bermakna bagi pasien, keluarga, masyarakat, dan
dengan kepatuhan berobat, ada hubungan kepatuhan berobat pada pasien gangguan
petugas kesehatan dengan kepatuhan berobat dapat meneliti variabel lain yang mungkin
Jiwa A RS Jiwa Prof HB Sa’anin Padang pasien gangguan jiwa dengan menggunakan
15