You are on page 1of 16

ARTIKEL/JURNAL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT


PASIEN GANGGUAN JIWA DI UNIT PELAYANAN JIWA A
RS JIWA PROF. HB. SA’ANIN PADANG

Penelitian Keperawatan Jiwa

DIGA AYUDIA
BP. 1010323060

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2014
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT
PASIEN GANGGUAN JIWA DI UNIT PELAYANAN JIWA A
RS JIWA PROF. HB. SA’ANIN PADANG

Ns. Atih Rahayuningsih, M. Kep, Sp. KepJ*ª, Ns. Ira Erwina, M. Kep, Sp. KepJ*ᵇ,
Diga Ayudia* ͨ

*ª Pembimbing I Program Studi S1 Ilmu keperawatan Fakultas keperawatan Universitas Andalas


*ᵇ Pembimbing II Program Studi S1 Ilmu keperawatan Fakultas keperawatan Universitas Andalas
* ͨ Program Studi S1 Ilmu keperawatan Fakultas keperawatan Universitas Andalas

Abstract: Factors Associated with Mental Disorders patient’s Treatment Compliance in Mental
Care Unit A of Mental Hospital Prof. HB. Sa'anin Padang.
Mental disorders are a deviation from the ideal state of mental health. Action to minimize the
recurrence rate by improving compliance because the healthy development of mental patients
dependent on medication adherence behavior. This research aims to determine the factors
associated with treatment compliance in metal disorders patients. Kind of this research is
descriptive analytic with cross sectional approach. The population of this research is all of patients
who visit Mental Care Unit A of mental hospital Prof.HB. Sa’anin. The Samples of this research
were 73 patients, taken by accidental sampling. Data were collected by questionnaires through
interviews guided. The results were analyzed using a computerized statistical chi-square test. The
result are 72.6% of patients treated adherent, 57.5% of patients had good motivation and
confidence, 61.6% of patients had good family support, 80.8% of patients received good support
from health workers, 49.3% of patients who have the motivation and confidence in both adherent
treatment, 53.4% of patients who had good family support adherent treatment, 58.9% of patients
who had good health worker support had more adherent treatment, there was statistically
significant association (p = 0.008) between motivation and convidence with patient’s treatment
compliance, there was a significant association (p = 0.002) between family support with patient’s
treatment compliance, there was no significant relationship (p = 1.000) between health workers
support with patient’s treatment compliance. It is recommended to families to improve support for
patients because it was the closest relatives of mental patients.

Keywords: treatment compliance, mental disorders, motivation and confidence, family support,
health workers support

Abstrak: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat Pasien Gangguan Jiwa di
Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang.
Gangguan jiwa merupakan penyimpangan dari keadaan ideal suatu kesehatan mental.
Adanya tindakan untuk meminimalisir angka kekambuhan dengan meningkatkan kepatuhan karena
perkembangan kesehatan pasien gangguan jiwa tergantung pada perilaku kepatuhan terhadap
pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan berobat pasien gangguan jiwa. Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan
crossectional. Populasinya adalah seluruh pasien gangguan jiwa yang berkunjung ke Unit
Pelayanan Jiwa A dan jumlah sampel 73 orang diambil secara accidental sampling. Data
1
dikumpulkan dengan pengisian kuesioner melalui wawancara terpimpin. Hasil penelitian diolah
secara komputerisasi menggunakan uji statistik chi square. Hasil penelitian didapat 72,6% pasien
patuh berobat, 57,5% pasien memiliki motivasi dan keyakinan baik, 61,6% pasien memiliki
dukungan keluarga baik, 80,8% pasien mendapat dukungan baik dari petugas kesehatan, 49,3%
pasien yang memiliki motivasi dan keyakinan baik patuh berobat, 53,4% pasien yang memiliki
dukungan keluarga baik patuh berobat, 58,9% pasien yang memiliki dukungan petugas kesehatan
baik lebih patuh berobat, ada hubungan bermakna (p=0,008) antara motivasi dan keyakian dengan
kepatuhan berobat pasien, ada hubungan yang bermakna (p=0,002)antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan berobat pasien, tidak ada hubungan bermakna (p=1,000) antara dukungan
petugas kesehatan dengan kepatuhan berobat pasien. Disarankan agar keluarga lebih meningkatkan
dukungan pada pasien karena keluarga merupakan orang terdekat pasien gangguan jiwa.
Kata kunci :kepatuhan berobat, gangguan jiwa, motivasi dan keyakinan, dukungan keluarga,
dukungan petugas kesehatan

PENDAHULUAN

Latar Belakang lingkungan sekitar dengan selalu bersikap

Kesehatan menurut Undang-Undang negatif dalam ketidakselarasan dengan adanya

Kesehatan No.36 tahun 2009 adalah keadaan tekanan fisik dan psikologis, baik secara

sehat baik secara fisik, metal, spiritual maupun internal maupun eksternal yang mengarah

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk pada ketidakstabilan emosional (Nasir et.al

hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 2011).

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui Menurut American Pschyatric

bahwa sehat itu tidak hanya sehat jasmani Association dalam Townsend (2009) gangguan

tetapi juga sehat rohani (jiwa). Menurut jiwa adalah sindroma perilaku yang secara

Johnsons (dalam Videbeck, 2008), kesehatan klinik bermakna atau sindroma psikologis atau

jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, pola yang berhubungan dengan kejadian

psikologis, dan sosial yang terlihat dari distress pada seseorang atau ketidakmampuan

hubungan interpersonal yang memuaskan, atau peningkatan secara signifikan resiko

perilaku dan koping individu efektif, konsep untuk kematian, sakit, ketidakmampuan atau

diri yang positif dan kestabilan emosional. hilang rasa bebas. Townsend (2009)

Jiwa seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak menyatakan gangguan jiwa merupakan respon

lagi mampu dalam menghadapi stressor di maladaptif terhadap stressor dari dalam dan

2
luar lingkungan yang berhubungan dengan berkembang menjadi 25% ditahun 2030.

perasaan dan perilaku yang tidak sejalan National Institute of Mental Health (NIMH)

dengan budaya/kebiasaan/norma setempat dan berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika

mempengaruhi interaksi sosial individu, Serikat tahun 2004, memperkirakan 26,2%

kegiatan dan fungsi tubuh. penduduk yang berusia 18 tahun atau lebih

Gangguan jiwa adalah gangguan dalam mengalami gangguan jiwa (NIMH, 2011).

cara berfikir (cognitive), kemauan (volition), Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kasus

emosi (affective), tindakan (psychomotor) gangguan jiwa di negara-negara berkembang.

(Yosep, 2007). Seseorang dikatakan terganggu Gangguan jiwa berat yang dialami oleh

jiwanya apabila ia tidak mampu beradaptasi individu menyebabkan mereka menjadi tidak

terhadap masalah yang sedang dihadapinya produktif bahkan sangat tergantung kepada

yang dapat dilihat dari cara berfikir, orang lain. Mereka akan mengalami hambatan

berperilaku dan berkomunikasi dimana dalam menjalankan peran sosial dan pekerjan

perilaku tersebut menyimpang dari norma- yang sebelumnya biasa dilakukan. Penyakit

norma dan kebiasaan sehingga tidak dapat mental menyumbang lebih dari 15% dari

dimengerti atau dipahami oleh orang lain keseluruhan beban penyakit dari semua

(Keliat, 2003). penyebab yang ada, sisanya ada penyakit

World Health Organization (WHO) kanker, TBC, penyakit jantung dan yang

(2009) memperkirakan 450 juta orang lainnya (Global Burden of Disease Study,

diseluruh dunia mengalami gangguan mental, WHO, Bank Dunia, dan Harvard University,

sekitar 10 % orang dewasa mengalami 2008) Gangguan jiwa berat selain berdampak

gangguan jiwa saat ini dan 25 % penduduk terhadap diri sendiri, keluarga dan masyarakat

diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa sekitar juga membebani negara.

pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan Gangguan jiwa berat perlu menjadi fokus

jiwa mencapai 13 % dari penyakit secara perhatian bersama. Stuart (2009) mengatakan

keseluruhan dan kemungkinan akan di Amerika Serikat 1% atau 1 dari 100 orang

3
menderita skizofrenia, atau 2,5 juta orang, penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa,

dengan tidak membedakan ras, kelompok dan kecelakaan (Mardjono, dalam Hawari,

etnis, atau gender, terjadi mulai usia rata-rata 2007). Bagi negara berkembang diramalkan

17 – 25 tahun, laki – laki rata- rata mulai usia pertambahan jumlah penderita yang

15-25 tahun, perempuan rata – rata 25-35 mengalami gangguan jiwa semakin meningkat

tahun. begitu juga di Negara Indonesia. Meskipun

Klien gangguan jiwa sebenarnya masih gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai

bisa dilatih untuk hidup produktif, namun gangguan yang menyebabkan kematian secara

stigma masyarakat membatasi mereka untuk langsung, namun beratnya gangguan tersebut

mengembangkan kemampuannya. Gangguan dalam arti ketidakmampuan baik secara

jiwa selama berpuluh-puluh tahun dianggap individu maupun kelompok akan menghambat

sebagai penyakit yang membahayakan karena pembangunan karena mereka tidak produktif

tidak mampu mengendalikan psikologis dan dan tidak efisien (Setyonegoro, dalam Hawari,

emosi sehingga sering ditunjukkan dengan 2007). Menurut Stuart (2009) klien gangguan

respon perilaku yang aneh. Kejadian ini jiwa berat tidak dapat bekerja lagi, tidak

membuat kebanyakan individu meyakini mampu memberikan kontribusi dalam

bahwa mereka perlu diasingkan dan dirawat di penghidupan keluarga bahkan biaya untuk

rumah sakit (Videbeck, 2008). Dari pandangan keperluan hidup sehari-hari dan biaya

masyarakat yang keliru ini akan menyebabkan berobatnya menjadi tanggungan keluarga.

kerugian bagi pasien dengan gangguan jiwa. Indonesia sebagai salah satu negara

Oleh karena itu perlu dirubahnya pemahaman berkembang yang belakangan ini sering

masyarakat tentang gangguan jiwa tersebut. mengalami bencana alam seperti gempa bumi,

Gangguan jiwa merupakan salah satu dari banjir, gunung meletus, tsunami, dan ditambah

empat masalah kesehatan utama di negara- lagi berbagai konflik terkait agama dan ras,

negara maju, modern, dan industri. Keempat juga menunjukkan angka gangguan jiwa yang

masalah kesehatan utama tersebut adalah cukup tinggi. Data hasil Riset Kesehatan

4
Dasar (Riskesdas, 2013) yang dilakukan oleh Penderita-penderita yang kambuh biasanya

Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan sebelum keluar dari Rumah sakit mempunyai

Departemen Kesehatan, menunjukkan karakteristik hiperaktif, tidak mau minum obat

prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia dan memiliki sedikit keterampilan sosial

sebesar 1,7 permil. Sedangkan di Sumatera (Porkony dkk, dalam Akbar 2008).

Barat sebesar 1,9 permil. Data ini bagi Terjadinya kekambuhan pada pasien

sebagian besar individu mungkin tidak terlalu gangguan jiwa tentu akan merugikan dan

menarik perhatian mereka, karena apa membahayakan pasien, keluarga, dan

sesungguhnya gangguan jiwa tersebut dan apa masyarakat. Ketika tanda-tanda kekambuhan

dampak yang dapat ditimbulkan bagi mereka muncul, pasien bisa saja berperilaku

belum dipahami secara jelas. Secara global menyimpang seperti mengamuk, bertindak

angka kekambuhan pada pasien gangguan jiwa anarkis seperti menghancurkan barang-barang

ini mencapai 50% hingga 92% yang atau yang lebih parah lagi pasien akan melukai

disebabkan karena ketidakpatuhan dalam bahkan membunuh orang lain atau dirinya

berobat maupun karena kurangnya dukungan sendiri. Jika hal itu terjadi masyarakat akan

dan kondisi kehidupan yang rentan dengan menganggap bahwa gangguan yang diderita

meningkatkan stress (Sheewangisaw, 2012). pasien tersebut sudah tidak bisa disembuhkan

Dan berdasarkan data yang didapat di RSJ lagi. Keluarga pun akan dirugikan dari segi

Prof. Hb Sa’anin Padang dari 2202 pasien materi karena jika pasien mengalami

yang menderita skizofrenia 1432 orang rehospitalisasi atau kembali menjalani rawat

diantaranya atau sekitar 65% merupakan inap di rumah sakit jiwa maka akan banyak

pasien yang sudah pernah dirawat sebelumnya. biaya yang harus mereka keluarkan untuk

Hal yang dapat mempengaruhi pengobatan (Amelia & Anwar, 2013).

kekambuhan penderita gangguan jiwa dalam Hasil pengobatan suatu penyakit,

Yosep (2006) meliputi klien, dokter, termasuk pada gangguan jiwa yaitu pasien

penanggung jawab klien, dan keluarga. akan sembuh, tetap sakit, meninggal dan putus

5
obat. Kesembuhan pasien dipengaruhi perilaku dipulangkan bukan berarti pasien tidak

kepatuhan terhadap program pengobatan. melanjutkan pengobatan. Pasien harus

Untuk itu agar mencegah kekambuhan melanjutkan pengobatan dan melakukan

dibutuhkan kepatuhan dari pasien untuk tetap kontrol rutin untuk memastikan agar tidak

menjaga dan mempertahankan kesehatan terjadi kekambuhan pada pasien gangguan

jiwanya, harus melakukan kepatuhan berobat jiwa. Perawatan jalan kesehatan perlu

dan mengikuti program terapi atau pengobatan dilakukan perlu dilakukan oleh pasien agar

yang diberikan petugas kesehatan. Kepatuhan tidak terjadi putus obat dan para tenaga

pasien adalah sejauh mana perilaku pasien kesehatan juga dapat mengetahui

sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh perkembangan kesehatan pasien.

profesional kesehatan (Niven, 2002). Menurut Niven (2002), kepatuhan berobat

Pasien yang patuh berobat adalah yang pasien dipengaruhi oleh individu atau pasien

menyelesaikan pengobatan secara teratur dan sendiri, dukungan dari keluarga, dukungan

lengkap tanpa terputus selama minimal enam sosial dan juga dukungan dari petugas

bulan atau sembilan bulan (Depkes RI, 2000). kesehatan. Faktor individu dimana motivasi

Kepatuhan yang dimaksud pada pasien yaitu dan keyakinan individu ingin tetap

ketaatan dan kemauan yang baik dari pasien mempertahankan kesehatannya. Motivasi

untuk melakukan kontrol atau rawat jalan ke mempunyai tiga komponen utama yaitu

pelayanan kesehatan sesuai instruksi petugas kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan

kesehatan setelah pasien gangguan jiwa terjadi bila individu merasa ada

menjalani rawat inap. ketidakseimbangangan antara apa yang

Untuk mencegah terjadinya kekambuhan mereka miliki dengan apa yang mereka

maka pasien gangguan jiwa harus harapkan. Dorongan merupakan kekuatan

meningkatkan kepatuhan salah satunya mental untuk melakukan kegiatan dalam

kepatuhan untuk berobat. Begitu juga dengan rangka memenuhi harapan. Dorongan

pasien gangguan jiwa dimana setelah merupakan kekuatan mental yang berorientasi

6
pada pemenuhan harapan atau pencapaian nasehat, pengarahan, saran, ide-ide, dan

tujuan. Dorongan yang berorientasi pada umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh

tujuan tersebut merupakan inti daripada pasien gangguan jiwa. Keempat dukungan

motivasi (Dimyati, 2002). Keyakinan emosional dapat berupa dukungan simpati,

merupakan dimensi spiritual yang dapat empati, cinta, kepercayaan, dan

menjalani kehidupan. Penderita yang penghargaan. Faktor dukungan petugas

berpegang teguh pada keyakinannya akan kesehatan melalui hubungan terapetik yang

memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah dibangun tenaga kesehatan dengan pasien

putus asa serta dapat menerima keadaannya, merupakan suatu landasan atau dasar dari

demikian juga cara perilaku akan lebih baik. kepatuhan terhadap pengobatan. Pasien dan

Menurut Caplan (1976, dalam Friedman, keluarga diberi informasi tentang penyakitnya

2010) faktor dukungan keluarga dengan dan rencana pengobatan yang dilakukan.

adanya peranan dan dukungan keluarga dalam Tenaga kesehatan dapat melakukan perubahan

proses perawatan klien meliputi empat aspek. dalam berkomunikasi dengan pasien baik itu

Pertama dukungan pengharapan meliputi dengan gaya atau bahasa yang dapat

pertolongan pada individu untuk memahami dimengerti pasien sehingga dapat

kejadian gangguan jiwa dengan baik, sumber meningkatkan kepatuhan (Loebis, 2007).

gangguan jiwa dan strategi koping yang dapat Berdasarkan penelitian yang dilakukan

digunakan dalam menghadapi stressor. Kedua oleh Kristin Elen di RSJD Amino

dukungan nyata meliputi penyediaan Gondohutomo Semarang tahun 2012 dari

dukungan jasmaniah seperti pelayanan, empat orang responden yang diteliti semuanya

bantuan financial, material berupa bantuan melakukan kontrol rutin di poliklinik RSJD

nyata, dimana benda atau jasa yang diberikan Amino Gondohutomo Semarang. Menurut

akan membantu memecahkan masalah. Sisky (2010) di RSJ Prof HB Sa’anin Padang

Ketiga dukungan informasi meliputi tentang motivasi keluarga untuk memberikan

pemberian solusi dari masalah, pemberian dukungan terhadap klien gangguan jiwa,

7
masih rendahnya motivasi keluarga untuk pasien berobat secara rutin dengan beberapa

memberikan dukungan kepada pasien alasan diantaranya pasien ingin segera sembuh

gangguan jiwa. Tinjauan Velligan et al (2009) dari penyakitnya, keluarga menganjurkan

melaporkan bahwa hubungan yang positif pasien untuk berobat, dan adanya dorongan

dengan staf klinis adalah salah satu faktor dari petugas kesehatan agar pasien mau

yang memiliki signifikan baik terhadap berobat secara teratur sementara 4 orang

kepatuhan. Penelitian yang dilakukan Lama S lainnya tidak berobat secara teratur dengan

et al (2012) menyatakan bahwa kepatuhan alasan jauhnya rumah sakit dari tempat tinggal

berobat secara bermakna dikaitkan dengan sehingga memakan banyak biaya, kadang

faktor-faktor seperti aspek terkait dengan obat, merasa bosan dengan pengobatan yang lama

akses pengobatan, kualitas interaksi dengan dan kurangnya dukungan dari keluarga. Setiap

petugas kesehatan, dukungan keluarga, sikap berobat ke Rumah Sakit pasien dilakukan

terhadap penyakit mental dan wawasan orang pemeriksaan kesehatan jiwa oleh dokter untuk

di lingkungan sosial terhadap penyakit mental. mengetahui perkembangan kesehatan pasien,

Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa’anin petugas kesehatan juga mendengar keluhan

Padang adalah Rumah Sakit tipe A dan yang dirasakan pasien, memberikan resep obat,

merupakan rumah sakit terbesar di Sumatera dan pasien juga mendapatkan penyuluhan dari

Barat. Berdasarkan survey awal yang perawat mengenai gejala penyakit pasien yang

dilakukan di Unit Pelayanan Jiwa A Rumah harus diwaspadai.

Sakit Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang pada Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik

bulan April 2014, terdapat 15.937 kunjungan untuk melakukan penelitian tentang faktor-

pasien rawat jalan selama tahun 2013 di poli faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat

jiwa dewasa, dimana terdapat 789 kunjungan pasien gangguan jiwa di Unit Pelayanan Jiwa

baru dan 15.148 kunjungan lama. Berdasarkan A RS Jiwa Prof HB Sa’anin Padang.

wawancara yang dilakukan kepada 10 orang METODE PENELITIAN

pasien yang didampingi oleh keluarga, 6 orang

8
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dengan jumlah sampel 73 orang. Alat yang

adalah Deskriptif Analitik dengan pendekatan digunakan untuk pengumpulan data adalah

cross sectional. Sampel yang diambil kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh

menggunakan teknik accidental sampling peneliti.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin dan pendidikan

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan
Pendidikan di Unit Pelayanan Jiwa A
RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase


Umur responden
1. Dewasa awal 31 42,5
2. Dewasa madya 42 57,5

Total 73 100,0
Jenis kelamin
1. Laki-laki 43 58,9
2. Perempuan 30 41,1

Total 73 100,0
Pendidikan
1. Tidak tamat SD/tidak sekolah 15 20,5
2. SD/sederajat 17 23,3
3. SMP/sederajat 21 28,8
4. SMA/sederajat 18 24,7
5. PT 2 2,7
Total 73 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (57,5%) responden berada pada

umur dewasa awal, lebih dari separuh (58,9%) responden berjenis kelamin laki-laki, dan

tingkat pendidikan terbanyak (28,8%) adalah SMP/ sederajat.

Analisa Univariat

Hasil penelitian didapat distribusi frekuensi responden sebagai berikut:

1. Kepatuhan berobat

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Berobat di Unit


Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang

9
Kepatuhan berobat f %
Patuh 53 72,6
Tidak patuh 20 27,4
Total 73 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (72,6%) responden patuh

berobat selama 6 bulan terakhir.

2. Motivasi dan Keyakinan Pasien

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Motivasi dan Keyakinan Pasien di
Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang

Motivasi dan f %
Keyakinan Pasien
Baik 42 57,5
Kurang baik 31 42,5
Total 73 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (57,5 %) responden memiliki

motivasi dan keyakinan yang baik.

3. Dukungan Keluarga

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga di Unit


Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang

Dukungan Keluarga f %
Baik 45 61,6
Kurang baik 28 38,4
Total 73 100

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (61,6 %) responden memiliki

dukungan keluarga yang baik.

4. Dukungan Petugas Kesehatan

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Petugas Kesehatan di


Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang

Dukungan Petugas f %
Kesehatan
Baik 59 80,8
Kurang baik 14 19,2
Total 73 100
10
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar (80,8%) responden memiliki

dukungan petugas kesehatan yang baik.

Analisa Bivariat

Hasil penelitian didapatkan distribusi frekuensi responden berdasarkan kepatuhan berobat

dan faktor-faktor yang berhubungan serta nilai hubungannya (nilai p) sebagai berikut:

1. Hubungan Motivasi dan Keyakinan dengan Kepatuhan Berobat Responde

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Hubungan Motivasi Dan Keyakinan dengan Kepatuhan
Berobat Responden di Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang

Motivasi dan Kepatuhan berobat Total p


keyakinan pasien Patuh Tidak Patuh Value
f % f % f %
Baik 36 85,7 6 14,3 42 100 0,008
Kurang baik 17 54,8 14 45,2 31 100
Total 53 72,6 20 27,4 73 100

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar (85,7 %) responden yang

patuh berobat memiliki motivasi dan keyakinan yang baik, sedangkan 54,8% memiliki

motivasi dan keyakinan yang kurang baik. sementara 14,3% responden yang tidak patuh

memiliki motivasi yang baik. Hasil uji statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai p value

= 0,008 (p < 0,05) yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi dan

keyakinan dengan kepatuhan berobat responden.

2. Hubungan Kepatuhan Berobat dengan Dukungan Keluarga

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Berobat
Responden di Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang

Dukungan Kepatuhan berobat Total p


Keluarga Patuh Tidak Patuh Value
f % f % f %

11
Baik 39 86,7 6 13,3 45 100 0,002
Kurang baik 14 50 14 50 28 100
Total 53 72,6 20 27,4 73 100

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar (86,7 %) responden yang

patuh berobat memiliki dukungan keluarga yang baik sedangkan 50% memiliki dukungan

keluarga yang kurang baik, sementara 13,3% responden yang tidak patuh memiliki motivasi

yang baik. Hasil uji statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai p value = 0,002 (p < 0,05)

yang artinya terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan

berobat responden.

3. Hubungan Kepatuhan Berobat dengan Dukungan Petugas Kesehatan

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Hubungan Dukungan Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan
Berobat Responden di Unit Pelayanan Jiwa A RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang

Dukungan Kepatuhan berobat Total p


Petugas Patuh Tidak Patuh Value
Kesehatan f % f % f %
Baik 43 72,9 16 27,1 59 100 1,000
Kurang baik 10 71,4 4 28,6 14 100
Total 53 72,6 20 27,4 73 100

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (72,9 %) responden

yang patuh berobat memiliki dukungan petugas kesehatan yang baik dan 71,4% memiliki

dukungan petugas kesehatan yang kurang baik, sedangkan 27,1% responden yang tidak

patuh memiliki dukungan yang baik dari petugas kesehatan. Hasil uji statistik dengan uji

chi-square diperoleh nilai p value = 1,000 (p > 0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang

bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat responden.

PEMBAHASAN berobat. Menurut Kaplan dan Sadock (2010)

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 kepatuhan adalah derajat dimana pasien

didapatkan bahwa lebih dari separuh mengikuti anjuran klinis dari dokter yang

(72,6%) pasien gangguan jiwa patuh mengobatinya. Penelitian Yulian, dkk

12
(2008) tentang hubungan antara support menjalani pengobatan. Hal ini dapat

system keluarga dengan kepatuhan berobat disebabkan karena adanya kebutuhan dari

klien rawat jalan di Rumah sakit jiwa daerah klien untuk mencapai suatu tujuan yaitu agar

surakarta menyatakan lebih dari separuh (96 sembuh dari sakitnya. Dengan adanya

%) pasien patuh berobat. motivasi yang tinggi dari pasien gangguan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat jiwa berarti ada suatu keinginan dari dalam

perbedaan proporsi kepatuhan dimana diri pasien untuk menjalani pengobatan

85,7% pasien gangguan jiwa memiliki teratur.

motivasi dan keyakinan yang baik dan Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat

54,8% tidak baik. Hasil analisis hubungan perbedaan proporsi kepatuhan dimana

antara motivasi dan keyakinan pasien 86,7% pasien gangguan jiwa yang memiliki

gangguan jiwa dengan kepatuhan berobat dukungan keluarga yang baik dan 50% tidak

diperoleh bahwa pasien gangguan jiwa yang baik. Hasil analisis hubungan antara

memiliki motivasi dan keyakinan yang baik dukungan keluarga dengan kepatuhan

lebih patuh berobat dibandingkan pasien berobat pasien gangguan jiwa diperoleh

yang memiliki motivasi dan keyakinan yang bahwa lebih dari separuh pasien gangguan

kurang baik. Dari hasil uji statistik chi- jiwa yang memiliki dukungan keluarga yang

square diperoleh nilai p = 0,008 (p<0,05), baik lebih patuh berobat dibandingkan

maka dapat disimpulkan terdapat hubungan pasien yang memiliki dukungan keluarga

yang bermakna antara motivasi dan yang kurang baik. Dari hasil uji statistik chi-

keyakinan dengan kepatuhan berobat pasien square diperoleh nilai p = 0,002 (p<0,05),

gangguan jiwa. maka dapat disimpulkan terdapat hubungan

Berdasarkan analisa tersebut dapat dikatakan yang bermakna antara dukungan keluarga

bahwa sebagian besar pasien gangguan jiwa dengan kepatuhan berobat pasien gangguan

yang menjalani pengobatan memiliki jiwa.

motivasi dan keyakinan yang tinggi dalam

13
Penelitian ini diperkuat oleh penelitian antara dukungan petugas kesehatan dengan

Nirmala (2012) tentang hubungan dukungan kepatuhan berobat pasien gangguan jiwa

keluarga dengan kepatuhan berobat pasien diperoleh bahwa lebih dari separuh pasien

gangguan jiwa di poiklinik GMO dan gangguan jiwa yang memiliki dukungan

psikiatri RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang petugas kesehatan yang baik lebih patuh

menyatakan terdapat hubungan yang berobat dibandingkan pasien yang memiliki

bermakna antara dukungan keluarga dengan dukungan petugas kesehatan yang kurang

kepatuhan pasien gangguan jiwa. baik. Dari hasil uji statistik chi-square

Pasien gangguan dalam masa rehabilitasi diperoleh nilai p = 1,000 (p>0,05), maka

yang dirawat oleh keluarga sendiri di rumah dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang

atau rawat jalan memerlukan dukungan bermakna antara dukungan petugas

untuk mematuhi program pengobatan. kesehatan dengan kepatuhan berobat pasien

Keluarga memegang suatu peranan yang gangguan jiwa.

bersifat mendukung selama masa Meskipun tidak terdapat hubungan yang

penyembuhan dan pemulihan pasien, apabila bermakna antara dukungan petugas

dukungan semacam ini tidak ada maka kesehatan dengan kepatuhan berobat pasien

keberhasilan penyembuhan/pemulihan gangguan jiwa, namun kenyataan yang

(rehabilitasi) sangat berkurang. Keluarga terlihat dari hasil penelitian menunjukkan

merupakan sumber informasi yang paling bahwa pasien mendapatkan dukungan yang

sering disebutkan dalam kaitannya dengan baik dari petugas kesehatan (58,9%) lebih

perawatan di rumah dan pengobatan sendiri. patuh berobat dibandingkan dengan pasien

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat yang mendapatkan dukungan yang kurang

perbedaan proporsi kepatuhan dimana baik. Hal ini bisa terjadi karena adanya

72,9% pasien gangguan jiwa yang memiliki prosedur pelayanan kesehatan di rumah sakit

dukungan petugas kesehatan yang baik dan yang mengharuskan setiap petugas

71,4% tidak baik. Hasil analisis hubungan kesehatan agar memberikan penjelasan dan

14
penyuluhan mengenai kondisi kesehatan Diharapkan kepada petugas kesehatan

pasien. Selain itu, sikap dan perhatian untuk lebih memotivasi dan mengingatkan

petugas kesehatan kepada pasien membuat keluarga untuk selalu memberikan dukungan

pasien bersemangat untuk menjalani yang baik kepada pasien agar pasien

pengobatannya. gangguan jiwa mau berobat secara teratur

SIMPULAN DAN SARAN sesuai anjuran petugas, karena keluarga

Simpulan merupakan orang terdekat dengan pasien

Lebih dari separuh pasien gangguan jiwa gangguan jiwa dan selalu berinteraksi

patuh berobat, lebih dari separuh pasien dengan pasien.

gangguan jiwa yang berobat memiliki 2. Bagi institusi pendidikan

motivasi dan keyakinan yang baik, lebih dari Hasil penelitian ini diharapkan menjadi

separuh pasien memiliki dukungan keluarga sumber informasi dan menambah

yang baik, lebih dari separuh pasien pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai

mendapat dukungan yang baik dari petugas bahan pengembangan intervensi yang efektif

kesehatan, ada hubungan yang bermakna bagi pasien, keluarga, masyarakat, dan

anatara motivasi dan keyakinan pasien petugas kesehatan untuk meningkatkan

dengan kepatuhan berobat, ada hubungan kepatuhan berobat pada pasien gangguan

yang bermakna anatara dukungan keluarga jiwa.

dengan kepatuhan berobat, dan tidak ada 3. Bagi peneliti selanjutnya

hubungan yang bermakna antara dukungan Bagi peneliti selanjutnya diharapkan

petugas kesehatan dengan kepatuhan berobat dapat meneliti variabel lain yang mungkin

pasien gangguan jiwa di Unit Pelayanan berhubungan dengan kepatuhan berobat

Jiwa A RS Jiwa Prof HB Sa’anin Padang pasien gangguan jiwa dengan menggunakan

Saran metode kualitatif agar hasil penelitian yang

1. Bagi RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang didapatkan lebih mendalam.

15

You might also like