You are on page 1of 20

Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia

dalam Pembaruan Hukum Pidana, Dapatkah Keadilan Restoratif Tercapai?

Elimination of Imprisonment for Erderly Criminal Offenders


in Criminal Law Reform, Can Restorative Justice Be Achieved?

Puteri Hikmawati
Pusat Penelitian Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI
Komplek MPR/DPR/DPD Gedung Nusantara I Lantai 2
Jl. Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta
email: puteri.hikmawati@dpr.go.id

Naskah diterima: 9 Maret 2020


Naskah direvisi: 22 April 2020
Naskah diterbitkan: 1 Juni 2020

Abstract
The Criminal Code Bill which has been approved by the House of Representatives and the Government,
but has been delayed on its legalization, contains provisions to eliminate imprisonment for elderly over
75 years. Protection of the elderly is a human right because it belongs to vulnerable groups, such as
children. For children in conflict with the law, restorative justice has been applied with diversion, where
a solution is sought by involving the offenders, victims and the community. This article is written with
normative juridical research method that examines the elimination of imprisonment for elderly criminal
offenders in criminal law reform; with a question on achievability of restorative justice, which is expected
to enrich criminal law extensive knowledge. This issue is important because the Criminal Code has not
yet regulated the protection of elderly criminal offenders. Based on the results of the study, the judge was
given an alternative sentence to impose a criminal fine to the elderly as a substitute for imprisonment,
with due regard to the objectives and guidelines for punishment, as well as under strict conditions. Thus,
restorative justice for elderly criminal offenders can't be achieved. The application of restorative justice
should be carried out with regard to the rights of victims to obtain compensation. Therefore, there is a
need for readiness of laws and regulations, law enforcement officers, and the community. The community
needs to be given an understanding that, children and the elderly are vulnerable groups, and their rights
are guaranteed by the 1945 Constitution. With age as their major factor, elderly are exposed to social,
economic and health limitations.
Keywords: imprisonment; elderly; restorative justice; criminal law reform

Abstrak
RUU KUHP yang telah disetujui oleh DPR dan Pemerintah, namun ditunda pengesahannya
memuat ketentuan untuk sedapat mungkin tidak menjatuhkan pidana penjara bagi lansia di atas
usia 75 tahun. Pelindungan terhadap lansia merupakan hak asasi manusia karena termasuk dalam
kelompok rentan, seperti halnya anak. Terhadap anak yang berhadapan dengan hukum telah
diterapkan keadilan restoratif dengan diversi, dimana diupayakan penyelesaian dengan melibatkan
pelaku, korban, dan masyarakat. Penulisan artikel dengan metode penelitian yuridis normatif ini
mengkaji peniadaan pidana penjara bagi pelaku lansia dalam pembaruan hukum pidana, dapatkah
keadilan restoratif tercapai?, yang diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
hukum pidana. Hal ini penting, mengingat KUHP belum mengatur pelindungan terhadap pelaku
tindak pidana lansia. Berdasarkan hasil kajian, hakim diberikan alternatif pemidanaan untuk
menjatuhkan pidana denda bagi lansia sebagai pengganti pidana penjara, dengan memperhatikan
tujuan dan pedoman pemidanaan, serta syarat-syarat yang ketat. Dengan demikian, keadilan
restoratif bagi pelaku lansia, tidak dapat tercapai. Penerapan keadilan restoratif hendaknya

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 105


dilakukan dengan memperhatikan hak mana yang dimaksud. Oleh karena itu, dalam
korban untuk memperoleh ganti rugi. Rapat Paripurna DPR RI pada 30 September
Oleh karena itu, perlu kesiapan peraturan 2019, DPR menyetujui penundaan pengesahan
perundang-undangan, aparat penegak RUU KUHP, dan dua RUU lainnya, yaitu
hukum, dan masyarakat. Terhadap RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang
masyarakat perlu diberikan pemahaman
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
bahwa, anak dan lansia merupakan
dan RUU tentang Pertanahan.3
kelompok rentan, yang haknya dijamin
RUU yang ditunda pengesahannya
oleh UUD 1945. Seorang lansia karena
faktor usianya menghadapi keterbatasan dapat dilanjutkan pembahasannya pada
sosial, ekonomi, dan kesehatan. masa keanggotaan DPR berikutnya (carry
over), mengingat carry over legislasi telah ada
Kata kunci: pidana penjara; lansia;
keadilan restoratif; landasan hukumnya, yaitu UU No. 15 Tahun
pembaruan hukum pidana 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. RUU yang
I. Pendahuluan merupakan RUU carry over dalam Program
Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2020
Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) adalah RUU KUHP, RUU tentang Perubahan
yang saat ini ditunda pengesahannya merupakan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun
RUU yang disampaikan oleh Pemerintah kepada 1995 tentang Pemasyarakatan, RUU tentang
DPR RI pada tahun 2015. Usaha pembaruan Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4
hukum pidana telah menghabiskan waktu yang Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
cukup panjang. Usaha ini telah dimulai sejak dan Batu Bara, serta RUU tentang Perubahan
adanya rekomendasi hasil Seminar Hukum atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
Nasional I, pada tanggal 11-16 Maret 1963 tentang Bea Materai.4
di Jakarta, yang menyerukan agar rancangan Beberapa ketentuan baru diatur dalam
kodifikasi hukum pidana nasional secepat RUU KUHP, salah satunya adalah mengenai
mungkin diselesaikan. Kemudian pada tahun ketentuan usia pelaku di atas 75 tahun yang
1964 dikeluarkan Rancangan KUHP pertama sedapat mungkin tidak dijatuhkan pidana
kali dan berlanjut terus hingga sekarang.1 penjara. Pasal 70 ayat (1) menyatakan
Setelah melalui proses pembahasan yang “dengan tetap mempertimbangkan ketentuan
panjang oleh Pemerintah dan DPR RI, sampai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan
disetujui dan diambil keputusan dalam Rapat Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak
Kerja Komisi III DPR dan Kementerian Hukum dijatuhkan jika ditemukan keadaan:5
dan HAM Pengambilan Keputusan Tingkat I, a. terdakwa adalah Anak;
pada 18 September 2019, namun karena tuntutan b. terdakwa berusia di atas 75 (tujuh puluh
masyarakat RUU KUHP ditunda pengesahannya lima) tahun;
oleh Presiden. Dalam Konferensi Pers pada c. terdakwa baru pertama kali melakukan
20 September 2019 Presiden Joko Widodo Tindak Pidana;
(Jokowi) meminta penundaan pengesahan RUU 3
Rapat Paripurna DPR RI Pidato Penutupan Masa
KUHP karena ada 14 pasal yang perlu didalami, Persidangan I Tahun Sidang 2019 dan Penutupan Masa
sebab menimbulkan penolakan di masyarakat.2 Bakti Anggota DPR RI Periode 2014 – 2019, pada 30
Namun, Presiden tidak menyebutkan pasal-pasal September 2019.
4
Pengesahan 50 RUU Prolegnas Prioritas 2020 dalam
1
Mokhammad Najih, Politik Hukum Pidana: Konsepsi Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan II Tahun Sidang
Pembaharuan Hukum Pidana dalam Cita Negara Hukum, 2019-2020 pada 22 Januari 2020.
Malang: Setara Press, Oktober 2014, hal. 2. 5
RUU KUHP Hasil Pembahasan dalam Rapat Kerja
2
“Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda”, Media Pengambilan Keputusan Tingkat I dengan Menkumham,
Indonesia, 21 September 2019, hal.1. 18 September 2019.

106 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


d. kerugian dan penderitaan Korban tidak negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak-
terlalu besar; Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
e. terdakwa telah membayar ganti rugi kepada (KHA) melalui Keputusan Presiden Nomor
Korban; 36 Tahun 1990, yang kemudian dituangkan
f. terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Pidana yang dilakukan akan menimbulkan tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah
kerugian yang besar; diubah dengan Undang-Undang Nomor 35
g. tindak pidana terjadi karena hasutan yang Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
sangat kuat dari orang lain; Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
h. Korban tindak pidana mendorong atau Perlindungan Anak; dan Undang-Undang
menggerakkan terjadinya Tindak Pidana Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
tersebut; Pidana Anak. Semua UU tersebut memuat
i. tindak pidana tersebut merupakan akibat prinsip-prinsip dasar perlindungan anak, yaitu
dari suatu keadaan yang tidak mungkin nondiskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi
terulang lagi; anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup,
j. kepribadian dan perilaku terdakwa dan perkembangan; dan penghargaan terhadap
meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan anak.6 
Tindak Pidana yang lain; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
k. pidana penjara akan menimbulkan tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU
penderitaan yang besar bagi terdakwa atau SPPA) menggantikan Undang-Undang Nomor 3
keluarganya; Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Substansi
l. pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan yang paling mendasar dalam UU SPPA adalah
diperkirakan akan berhasil untuk diri pengaturan secara tegas mengenai Keadilan
terdakwa; Restoratif dan Diversi, yang dimaksudkan
m. penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak untuk menghindari dan menjauhkan Anak dari
akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana proses peradilan sehingga dapat menghindari
yang dilakukan terdakwa; stigmatisasi terhadap ABH dan diharapkan Anak
n. Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara
dan/atau wajar. Oleh karena itu, sangat diperlukan peran
o. Tindak Pidana terjadi karena kealpaan.” serta semua pihak dalam rangka mewujudkan
Ayat (2)nya menyebutkan “Ketentuan hal tersebut.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak 6
Prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak
berlaku bagi Tindak Pidana yang diancam dimuat dalam Pasal 2 UU No. 23 Tahun 2002 tentang
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, Perlindungan Anak. Selanjutnya, dalam Penjelasan Pasal
tersebut dikatakan, bahwa “asas perlindungan anak di
Tindak Pidana yang diancam dengan pidana
sini sesuai dengan prinsip-prinsip pokok yang terkandung
minimum khusus, atau Tindak Pidana tertentu dalam Konvensi Hak-Hak Anak. Yang dimaksud dengan
yang sangat membahayakan atau merugikan asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa
masyarakat, atau merugikan keuangan atau dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang
dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif,
merugikan perekonomian negara.”
dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi
Berdasarkan Pasal tersebut, dikaitkan anak harus menjadi pertimbangan utama. Yang dimaksud
dengan asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
dengan faktor usia, pidana penjara sedapat
perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar
mungkin tidak dijatuhkan terhadap terdakwa bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah,
Anak dan/atau terdakwa yang berusia di atas masyarakat, keluarga, dan orang tua. Yang dimaksud
75 (tujuh puluh lima) tahun. Bagi anak, upaya dengan asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah
penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan
keadilan restoratif telah menjalani proses yang
menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan
panjang dalam sistem peradilan pidana anak terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi
di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu kehidupannya”.

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 107


UU SPPA mengatur secara rinci proses 61,75 persen di antaranya dikepalai oleh lansia.
pemidanaan terhadap anak. Berbeda dengan Yang menarik dari keberadaan lansia Indonesia
proses pemidanaan terhadap ABH, proses adalah ketersediaan dukungan potensial
penjatuhan pidana bagi terdakwa berusia di baik ekonomi maupun sosial yang idealnya
atas 75 (tujuh puluh lima) tahun merupakan disediakan oleh keluarga. Data Susenas 2019
pembaruan dalam pemidanaan di Indonesia. menunjukkan bahwa 9,38 persen lansia tinggal
Tampaknya dasar pemikiran pembatasan sendiri, di mana persentase lansia perempuan
pemidanaan penjara bagi lanjut usia (lansia) yang tinggal sendiri hampir 3 (tiga) kali lipat
berdasarkan kondisi perlindungan terhadap dari lansia laki-laki (13,39 persen berbanding
kelompok minoritas, karena jumlahnya 4,98 persen). Dibutuhkan perhatian yang
yang sedikit dibandingkan usia produktif. cukup tinggi dari seluruh elemen masyarakat
Pada usia lansia, seseorang akan mengalami terkait hal ini, karena lansia yang tinggal sendiri
penurunan kemampuan baik secara fisik, membutuhkan dukungan dari lingkungan
psikologi dan sosial dan kembali membutuhkan sekitar mereka mengingat hidup mereka lebih
ketergantungan dengan orang lain. Oleh karena berisiko, terlebih pada lansia perempuan yang
itu, membawa penyelesaian perkara pidana cenderung termarginalkan.9
yang dilakukan oleh lansia ada kekhawatiran Banyak perkara yang melibatkan lansia
akan memunculkan beban kepada mereka.7 sebagai pelaku pidana, antara lain kasus
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Nenek Arsyani yang dituduh mencuri tujuh
dalam waktu hampir 5 (lima) dekade, persentase batang kayu jati milik Perhutani di Kabupaten
lansia Indonesia meningkat sekitar 2 (dua) kali Situbondo, Jawa Timur; Nenek Minah
lipat (1971-2019), yakni menjadi 9,6 persen (25 yang dituduh mencuri 3 buah biji kakao
juta-an) di mana lansia perempuan sekitar satu di Kabupaten Banyumas; Pasangan lansia
persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki Kakek Anjo Lasim dan Nenek Jamilu Nanai
(10,10 persen banding 9,10 persen). Dari seluruh yang dituduh mencuri 6 batang bambu milik
lansia yang ada di Indonesia, lansia muda (60-69 tetangganya di Gorontalo; Kakek Musrin
tahun) jauh mendominasi dengan besaran yang yang dihukum karena tuduhan mengambil
mencapai 63,82 persen, selanjutnya diikuti oleh kayu mangrove untuk keperluan kayu bakar.10
lansia madya (70- 79 tahun) dan lansia tua (80+ Kasus-kasus tersebut sempat menyita perhatian
tahun) dengan besaran masing-masing 27,68 publik dan pemidanaan terhadap pelaku lansia
persen dan 8,50 persen. Pada tahun ini sudah menimbulkan kontroversi. Sementara itu,
ada 5 (lima) provinsi yang memiliki struktur RUU KUHP yang telah selesai dibahas sedapat
penduduk tua di mana penduduk lansianya mungkin meniadakan pidana penjara terhadap
sudah mencapai di atas 10 persen, yaitu: DI pelaku lansia di atas usia 75 tahun.
Yogyakarta (14,50 persen), Jawa Tengah (13,36 Berdasarkan latar belakang tersebut,
persen), Jawa Timur (12,96 persen), Bali (11,30 permasalahan yang akan dikaji adalah apakah
persen), dan Sulawesi Barat (11,15 persen).8 dengan peniadaan pidana penjara bagi pelaku
Meningkatnya jumlah lansia beriringan lansia, keadilan restoratif dapat tercapai? Kajian
dengan peningkatan jumlah rumah tangga yang ini penting mengingat dalam RUU KUHP
dihuni oleh lansia. Persentase rumah tangga diatur peniadaan pidana penjara terhadap
lansia tahun 2019 sebesar 27,88 persen, dimana pelaku lansia, yang sebelumnya dalam KUHP
tidak diatur. Pelindungan terhadap pelaku
7
Kartika Kariono, 25 Maret 2018, “Keadilan Restoratif
bagi Lansia dalam RUU KUHP”, https://www.
lansia tidak diatur dalam KUHP.
kompasiana.com/kartika.l.kariono/5ab67638cf01b43 Berdasarkan penelusuran terhadap hasil
8d81613c2/keadilan-restoratif-bagi-lansia-dalam-ruu- penelitian dan karya tulis ilmiah, ditemukan
kuhp?page=all, diakses tanggal 15 November 2019.
8
Badan Pusat Statistik, Statistik Penduduk Lanjut Usia 2019, 9
Ibid.
Jakarta, 20 Desember 2019, hal. 8. 10
Ibid.

108 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


beberapa tulisan yang terkait dengan pelaku Sistem pemidanaan bagi pelaku tindak pidana
tindak pidana yang berusia lanjut. Pertama, karya lanjut usia dalam rangka kebijakan kriminal
tulis ilmiah (KTI) yang berjudul “Kebijakan memerlukan undang-undang yang mengatur
Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana lebih lanjut efektivitas penjatuhan pidana
Lanjut Usia”, ditulis oleh Ketut Inten Wiryani noncustodial, seperti pidana percobaan, pidana
dan Anak Agung Ngurah Wirasila. Dalam kerja sosial, pidana pengawasan, dan pidana
KTI ini permasalahan yang dikaji mengenai denda. Oleh karena itu, undang-undang yang
pengaturan perlindungan hukum terhadap akan datang harus memuat pedoman mengenai
pelaku tindak pidana lanjut usia di Indonesia pemanfaatan ide individualisasi pidana, bahwa
dan pertanggungjawaban pidana bagi pelaku pidana harus cocok untuk orangnya, yang perlu
tindak pidana lanjut usia di masa mendatang. diperhatikan oleh hakim. 12
Dari hasil pembahasan, disimpulkan bahwa Artikel ketiga mengenai “Keadilan Hukum
hingga saat ini belum terdapat hukum positif dalam Peraturan Perlakuan Bagi Tahanan dan
yang memberikan perlindungan khusus kepada Narapidana Lanjut Usia” merupakan artikel
seorang lansia yang berkonflik dengan hukum. yang ditulis oleh Farida Sekti Pahlevi. Artikel ini
Oleh karena itu, diperlukan segera pembaharuan mengkaji Peraturan Menteri Hukum dan HAM
hukum yang dapat melindungi para pelaku No. 32 Tahun 2018 tentang Perlakuan bagi
tindak pidana yang telah lanjut usia sebagai Tahanan dan Narapidana Lansia. Penetapan
bentuk wujud kemanusiaan. Selain itu, alternatif Permenkumham tersebut sebagai upaya
pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak penegakan hukum dan memberikan kejelasan
pidana lansia di masa mendatang adalah terhadap status tahanan dan narapidana
dalam hal tindak pidana ringan diupayakan lanjut usia. Namun, peraturan tersebut juga
penyelesaian perkara di luar pengadilan, dan menimbulkan kegelisahan, apakah dengan
dapat pula dengan pemberian sanksi tindakan diterbitkannya Permenkumham tersebut
berupa pembinaan moral. Apabila hakim harus benar-benar telah sesuai dengan hakikat
menjatuhkan sanksi pidana karena tidak ada keadilan hukum, mengingat jumlah tahanan
pilihan lain, maka maksimum pidana pokok dari dan narapidana lanjut usia yang begitu tinggi,
tindak pidana dikurangi sepertiganya.11 memberikan suatu kenyataan bahwa seseorang
Kedua, artikel yang berjudul yang sudah lanjut usia masih sangat rentan
“Rekonseptualisasi Sistem Pemidanaan Bagi melakukan perbuatan atau tindakan yang
Pelaku Tindak Pidana Lanjut Usia dalam melanggar hukum. Pada bagian kesimpulan,
Rangka Kebijakan Kriminal” ditulis oleh dikatakan bahwa keadilan yang diharapkan dari
Krismiyarsi. Permasalahan yang dibahas dalam pelaksanaan Permenkumham No. 32 Tahun
artikel ini adalah mengapa perlu kebijakan 2018 adalah keadilan yang sama sekali tidak
sistem pemidanaan bagi pelaku tindak pidana memihak, keadilan yang tidak menciptakan
lanjut usia dalam rangka kebijakan kriminal dan celah ketidakjujuran, keadilan yang bertujuan
bagaimana rekonseptualisasi kebijakan sistem untuk mengurangi bahkan melenyapkan
pemidanaan bagi pelaku tindak pidana lanjut kejahatan.13
usia dalam rangka kebijakan kriminal. Dari hasil Dibandingkan dengan artikel pertama,
pembahasan, dikatakan bahwa perlunya sistem artikel tersebut mengatakan bahwa belum
pemidanaan merupakan penghargaan terhadap terdapat hukum positif yang memberikan
orang tua yang semakin tua akan mengalami 12
Krismiyarsi, “Rekonseptualisasi Sistem Pemidanaan
keterbatasan sosial, ekonomi, dan kesehatan. bagi Pelaku Tindak Pidana Lanjut Usia dalam Rangka
Kebijakan Kriminal”, Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 13,
11
Ketut Inten Wiryani dan Anak Agung Ngurah Wirasila, No. 1, April 2016, hal. 37-54.
“Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak 13
Farida Sekti Pahlevi, “Keadilan Hukum dalam Peraturan
Pidana Lanjut Usia”, E Journal Ilmu Hukum Kertha Perlakuan Bagi Tahanan dan Narapidana Lanjut Usia”,
Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 8, Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies, Vol. 1,
No. 7, November 2019, hal. 1-17. No. 1, 2019, hal. 1-24.

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 109


pelindungan khusus kepada seorang lansia yang ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi
berkonflik dengan Hukum. Sementara artikel penelitian-penelitian lain/lanjutan.
ini mengkaji peniadaan penjara bagi pelaku
lansia beranjak dari ketentuan dalam RUU II. Metode Penelitian
KUHP yang telah dibahas dan disetujui dalam Penelitian mengenai “Peniadaan Pidana
Rapat Kerja Pengambilan Keputusan Tingkat Penjara bagi Pelaku Lansia dalam Pembaruan
I DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM, Hukum Pidana, Dapatkah Keadilan Restoratif
pada 18 September 2019. Namun, ditunda Tercapai?” merupakan penelitian yuridis
pengesahannya karena adanya demonstrasi normatif, yaitu penelitian terhadap kaidah
menolak RUU KUHP disahkan karena hukum positif dan asas hukum yang dilakukan
ketidaksetujuan terhadap ketentuan beberapa dengan cara melakukan evaluasi terhadap
pasal, dan pasal terkait lansia ini tidak termasuk kaidah-kaidah hukum (peraturan perundang-
dalam pasal yang kontroversial tersebut. undangan) yang relevan. Berdasarkan metode
Apabila RUU KUHP disahkan tentunya akan pendekatan yang digunakan maka penelitian
menjadi hukum positif, yang memberikan ini menggunakan pendekatan kualitatif.
pelindungan bagi lansia agar tidak dipidana Adapun data yang digunakan dalam penelitian
penjara. Selanjutnya proses penanganan para ini adalah data sekunder, yang diperoleh
lansia tersebut dalam artikel ini dikaji dengan dengan studi kepustakaan. Data sekunder
memperhatikan ketentuan terkait keadilan yang dimaksudkan meliputi bahan hukum
restoratif yang diterapkan terhadap ABH primer dan bahan hukum sekunder. Bahan
dalam UU SPPA. Anak dan lansia merupakan hukum primer yang digunakan, yaitu peraturan
kelompok rentan, yang sama-sama memerlukan perundang-undangan yang terkait dengan
pelindungan hukum. Sedangkan artikel kedua pelindungan hukum terhadap lansia, antara
mengkaji alasan perlunya sistem pemidanaan lain dalam KUHP, KUHAP, dan peraturan
yang berlaku terhadap orang tua dan perlunya perundang-undangan lain yang terkait, seperti
undang-undang yang memuat pedoman Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tentang
mengenai pemanfaatan ide individualisasi Kesejahteraan Lanjut Usia dan Peraturan
pidana yang perlu diperhatikan hakim. Pemerintah No. 43 Tahun 2004 tentang
Perbedaan dengan artikel kedua, artikel ini Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan
mengkaji RUU KUHP yang telah memberikan Sosial Lanjut Usia. Sedangkan bahan hukum
kekhususan kepada lansia dan anak untuk sekunder diperoleh dari ulasan atau komentar
sedapat mungkin tidak dipidana penjara, para pakar yang terdapat dalam buku dan
sehingga mempertanyakan dapatkah keadilan jurnal, termasuk yang dapat diakses melalui
restoratif tercapai. Sementara itu, artikel ketiga internet. Selanjutnya, data yang terkumpul
mengkaji perlakuan terhadap tahanan dan dianalisis dengan metode kualitatif.
narapidana lansia, yang berarti mereka telah
ditahan dan/atau dijatuhi pidana penjara, III. Sistem Pemidanaan dalam KUHP dan
sementara artikel ini mengkaji peniadaan RUU KUHP
pidana penjara bagi pelaku lansia. A. Tujuan dan Pedoman Pemidanaan
Secara umum, penelitian ini bertujuan Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana
untuk mengkaji peniadaan pidana penjara bagi tidak dapat dipisahkan dari sistem pemidanaan
pelaku lansia, dapatkah keadilan restoratif yang dianut oleh sistem hukum di Indonesia.
tercapai?. Adapun manfaat dari penelitian Bagian penting dalam sistem pemidanaan
ini, diharapkan dapat menambah khasanah adalah menetapkan sanksi. Keberadaannya
ilmu pengetahuan hukum pidana, khususnya akan memberikan arah dan pertimbangan
yang berkaitan dengan peniadaan pidana mengenai apa yang seharusnya dijadikan sanksi
penjara bagi pelaku lansia. Selain itu, artikel dalam suatu tindak pidana untuk menegakkan

110 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


berlakunya norma. Di sisi lain, pemidanaan Pemidanaan mempunyai beberapa tujuan
merupakan proses paling kompleks dalam yang dapat diklasifikasikan berdasarkan teori-
sistem peradilan pidana karena melibatkan teori tentang pemidanaan. Secara tradisional,
banyak orang dan institusi yang berbeda.14 dikenal tiga teori besar berkaitan dengan
Penetapan sanksi dalam suatu perundang- pemidanaan, yakni:17
undangan pidana bukanlah sekedar masalah 1. Teori absolut atau teori pembalasan
teknis perundang-undangan semata, melainkan (retributive/vergelding theorieen)
juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan Inti pokok teori ini adalah pembalasan.
dari substansi atau materi perundang- Para ahli berpandangan bahwa pemberian
undangan, artinya masalah penalisasi, pidana dapat dibenarkan, karena telah
depenalisasi, kriminalisasi dan dekriminalisasi terjadi suatu kejahatan, kejahatan mana
harus dipahami secara komprehensif dengan telah mengguncangkan masyarakat.
segala aspek persoalan substansi atau materi Apabila seseorang melakukan kejahatan,
perundang-undangan pada tahap kebijakan perbuatan itu akan menimbulkan
legislasi.15 Penetapan sanksi hukum pidana penderitaan terhadap anggota masyarakat
seharusnya melakukan pendekatan rasional. yang lain. Untuk mengembalikan kepada
Bila berdasar pada pendekatan rasional, maka keadaan semula maka penderitaan harus
kebijakan penetapan sanksi dalam hukum dibalas penderitaan pula, yaitu yang terdiri
pidana tidak terlepas dari penetapan tujuan dari suatu pidana (nestapa) dan pidana itu
yang ingin dicapai oleh kebijakan kriminal harus dirasakan sebagai suatu nestapa (leed)
secara keseluruhan, yakni perlindungan oleh pelakunya.18 Dengan demikian, teori
masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. absolut atau teori pembalasan memandang
Penetapan tujuan ini, oleh Karl O. Christiansen tujuan pokok pidana atau hukuman adalah
dikatakan sebagai prasyarat yang fundamental: untuk memberikan pembalasan atas
“The fundamental prerequisite of defining a means, perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.
method or measure as rational is that the aim or 2. Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/
purpose to be achieved is well defined”.16 doeltheorieen)
Menentukan tujuan pemidanaan pada Menurut teori ini tujuan pemidanaan tidak
sistem peradilan menjadi persoalan yang cukup lagi sebagai sarana pembalasan tetapi telah
dilematis, terutama dalam menentukan apakah dikaitkan dengan tujuan tertentu. Pidana
pemidanaan ditujukan untuk melakukan dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena
pembalasan atas tindak pidana yang terjadi orang melakukan kejahatan) melainkan ne
atau merupakan tujuan yang layak dari proses peccetur (supaya orang jangan melakukan
pidana adalah pencegahan tingkah laku yang kejahatan). Pidana bukan sekadar untuk
anti sosial. Menentukan titik temu dari dua melakukan pembalasan atau pengimbalan
pandangan tersebut jika tidak berhasil dilakukan kepada orang yang telah melakukan suatu
memerlukan formulasi baru dalam sistem atau tindak pidana tetapi mempunyai tujuan-
tujuan pemidanaan dalam hukum pidana. tujuan tertentu yang bermanfaat.19

14

Puteri Hikmawati, “Analisis terhadap Sanksi Pidana bagi
Pengguna Narkotika”, Jurnal Negara Hukum, Vol. 2, No.
2, November 2011, hal. 329 – 350. 17

Muladi dan Barda Nawawi A., Teori-teori dan Kebijakan
15
Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Jakarta: Pidana, sebagaimana dikutip M. Ali Zaidan, Kebijakan
PT RajaGrafindo Persada, Cetakan Pertama, September Kriminal, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hal. 178-189.
2003, hal. 5. 18
Hermien Hadiati Koeswadji, Perkembangan Macam-
16
Karl O. Christiansen, Some Considerations on the Possibility Macam Pidana dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana,
of a Rational Criminal Policy, sebagaimana dikutip dalam sebagaimana dikutip M. Ali Zaidan, Kebijakan Kriminal. Ibid.
Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana oleh Sholehuddin, 19
M. Ali Zaidan, Kebijakan Kriminal, Jakarta: Sinar Grafika,
ibid., hal. 118. 2016, hal. 184.

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 111


3. Teori gabungan (verenigings atau gemengde Berdasarkan teori-teori tersebut, KUHP
theorien)20 menganut teori absolut/retributif (pembalasan),
Jalan tengah yang diambil oleh aliran ketiga dilihat dari ancaman sanksi pidana maksimum
ini disebabkan karena baik aliran absolut yang ditetapkan untuk setiap tindak pidana.
maupun aliran relatif memiliki kelemahan Tidak ada tindak pidana yang tidak disertai
masing-masing. sanksi pidana karena setiap pelaku tindak pidana
Kelemahan teori absolut, yaitu: harus mendapat pembalasan. Dianutnya asas
a. Dapat menimbulkan ketidakadilan, retributif dalam hukum pidana Indonesia juga
misalnya pada pembunuhan, tidak dikemukakan oleh Ali Sodiqin yang memberi
semua pelaku pembunuhan dijatuhi contoh pemberian sanksi bagi pelaku pada tindak
pidana mati melainkan harus pidana pembunuhan. Dalam hal tindak pidana
dipertimbangkan berdasarkan alat-alat pembunuhan, kewenangannya berada di tangan
bukti yang ada. pemerintah. Mulai penyelidikan, penyidikan,
b. Apabila yang menjadi dasar dari teori penuntutan hingga penjatuhan hukuman
ini adalah untuk pembalasan, maka pemerintah bertindak mewakili kepentingan
mengapa hanya negara saja yang korban. Negaralah yang memiliki kewenangan
memberikan pidana. menjatuhkan pidana atau memberikan balasan
Kelemahan teori tujuan, yaitu: atas perilaku tindak pidana. Dasar penetapan
a. Dapat menimbulkan ketidakadilan, hukuman tersebut sudah diatur dalam undang-
misalnya bertujuan untuk mencegah undang, yang dalam hal ini KUHP. Di dalam
kejahatan itu dengan jalan menakut- KUHP hukuman pidana yang dijatuhkan
nakuti, maka mungkin pelaku kepada pelaku pembunuhan meliputi hukuman
kejahatan yang ringan dijatuhi pidana mati, hukuman penjara seumur hidup, dan
yang berat sekadar untuk menakut- hukuman penjara mulai 5 (lima) hingga 20 (dua
nakuti saja, sehingga menjadi tidak puluh) tahun. Perbedaan jenis hukuman ini
seimbang. Hal mana bertentangan tergantung pada berat ringannya tindak pidana
dengan keadilan. pembunuhan yang dilakukan.22 Dianutnya
b. Kepuasan masyarakat terabaikan, asas retributive justice tersebut dapat dilihat
misalnya jika tujuan itu semata- dari proses penyelesaian perkara, mulai dari
mata untuk memperbaiki penjahat, penyelidikan hingga penuntutan. Penyelesaian
masyarakat yang membutuhkan tindak pidana di Indonesia hanya melibatkan
kepuasan dengan demikian diabaikan. tersangka/terdakwa, penyidik, jaksa penuntut
c. Sulit untuk dilaksanakan dalam praktik, umum, hakim, dan penasihat hukum. Posisi
bahwa tujuan mencegah kejahatan korban atau keluarga korban tidak mendapatkan
dengan jalan menakut-nakuti itu dalam tempat dalam hukum formil. Negara mengambil
praktik sulit dilaksanakan, misalnya alih perkara atas nama korban/keluarga korban
terhadap residivis.21 dan masyarakat. Dalam hal ini negara diwakili
Teori gabungan atau teori yang oleh penyidik, jaksa, dan hakim. Di bagian lain
menggabungkan itu hendak mendasarkan terdakwa merupakan pihak yang berhadapan
hukuman atas asas pembalasan pada dengan negara, yang dalam pelaksanaannya
satu sisi dan asas mempertahankan tertib didampingi oleh penasihat hukum.23
masyarakat. Teori ini merupakan kombinasi Sementara itu, RUU KUHP menganut
antara kedua teori tersebut. teori gabungan. Hal ini dapat dilihat dari
20
Ibid. hal. 188-189. 22
Ali Sodiqin, “Restorative Justice dalam Tindak Pidana
21
Hermien Hadiati Koeswadji, Perkembangan Macam- Pembunuhan: Perspektif Hukum Pidana Indonesia dan
Macam Pidana dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Hukum Pidana Islam”, Asy-Syir’ah Jurnal Ilmu Syari’ah dan
sebagaimana dikutip M. Ali Zaidan, Kebijakan Kriminal. Hukum, Vol. 49, No. 1, Juni 2015, hal. 63-100.
Ibid., hal. 188-189. 23
Ibid.

112 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


ancaman pidana yang ditetapkan untuk setiap h. pengaruh pidana terhadap masa depan
tindak pidana, ada ancaman maksimum dan pelaku Tindak Pidana;
minimum, tetapi juga memberikan kewenangan i. pengaruh Tindak Pidana terhadap Korban
dan diskresi yang luas kepada para hakim, atau ­ke­luarga Korban;
dengan mempertimbangkan tujuan dan j. pemaafan dari Korban dan/atau
pedoman pemidanaan yang dimuat dalam keluarganya; dan/atau
RUU KUHP, yang tidak dirumuskan dalam k. nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam
KUHP. Perumusan tujuan dan pedoman masyarakat.”
pemidanaan dimaksudkan sebagai “fungsi Selanjutnya, pada ayat (2)nya ditegaskan,
pengendali/control” dan sekaligus memberikan bahwa “Ringannya perbuatan, keadaan pribadi
dasar filosofis, dasar rasionalitas dan motivasi pelaku, atau kea­ daan pada waktu dilakukan
pemidanaan yang jelas dan terarah.24 Adapun Tindak Pidana serta yang terjadi kemudian
mengenai tujuan pemidanaan, dalam Pasal 51 dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak
RUU KUHP, dirumuskan sebagai berikut: menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan
a. mencegah dilakukannya tindak pidana tindakan dengan mempertimbangkan segi
dengan menegakkan norma hukum demi keadilan dan kemanusiaan.”
pelindungan dan pengayoman masyarakat;
b. memasyarakatkan terpidana dengan Dari ketentuan mengenai tujuan dan
mengadakan pembinaan dan pembimbingan pedoman pemidanaan dalam RUU KUHP
agar menjadi orang yang baik dan berguna; tersebut, teori yang dianut adalah gabungan
c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan teori relatif dan teori tujuan. Di satu sisi,
akibat tindak pidana, memulihkan pemidanaan ditujukan untuk menumbuhkan
keseimbangan, serta mendatangkan rasa rasa penyesalan pada terpidana, dengan
aman dan damai dalam masyarakat; dan mengatur sanksi pidana yang berat berupa
d. menumbuhkan rasa penyesalan dan pidana penjara seumur hidup sampai pidana
membebaskan rasa bersalah pada terpidana. mati. Di sisi lain, disebut tujuan pemidanaan,
antara lain untuk melindungi dan mengayomi
Selanjutnya, dalam Pasal 52 ditegaskan bahwa masyarakat, serta mendatangkan rasa aman
“Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk dan damai dalam masyarakat. Di samping itu,
merendahkan martabat manusia.” dalam pedoman pemidanaan dimuat adanya
Sementara itu, pedoman pemidanaan pertimbangan untuk membantu hakim dalam
disebutkan dalam Pasal 54 ayat (1), bahwa menentukan berat ringannya pidana yang akan
“Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan: dijatuhkan.
a. bentuk kesalahan pelaku Tindak Pidana;
b. motif dan tujuan melakukan Tindak B. Pidana Penjara dalam KUHP dan RUU
Pidana; KUHP
c. sikap batin pelaku Tindak Pidana; Dalam Pasal 10 KUHP ditetapkan jenis
d. Tindak Pidana dilakukan dengan pidana penjara dalam pidana pokok. Jenis pidana
direncanakan atau tidak direncanakan; pokok lainnya adalah pidana mati, pidana
e. cara melakukan Tindak Pidana; kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan.
f. sikap dan tindakan pelaku sesudah Jenis pidana yang diancamkan kepada pelaku
melakukan Tindak Pidana; dalam Pasal 10 tersebut diurut dari yang terberat
g. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan sampai teringan. Pidana mati merupakan jenis
ekonomi pelaku Tindak Pidana; pidana yang terberat. Sementara itu, pidana
penjara merupakan jenis sanksi yang paling
24
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum
banyak ditetapkan dalam perundang-undangan
Pidana: Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cetakan ke-3, pidana selama ini, dan jenis pidana yang paling
September 2011, hal. 140. banyak diancamkan kepada pelaku tindak

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 113


pidana dalam Buku II KUHP. Pidana penjara dalam lembaga, ketidakmampuan narapidana
juga diancamkan terhadap tindak pidana yang tersebut untuk melanjutkan kehidupannya
diatur dalam undang-undang di luar KUHP, secara produktif di dalam masyarakat.27
baik dirumuskan secara tunggal maupun secara RUU KUHP masih menjadikan pidana
kumulatif-alternatif dengan sanksi pidana penjara sebagai salah satu jenis pidana pokok
lainnya.25 yang diancamkan kepada pelaku tindak pidana,
Walaupun demikian, tidak ditemukan sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (1),
alasan yang mendasari ditetapkannya pidana sebagai berikut:
penjara sebagai salah satu jenis sanksi pidana Pidana pokok terdiri atas:
untuk menanggulangi kejahatan. Selama a. pidana penjara;
ini tidak pernah dijelaskan alasan mengapa b. pidana tutupan;
kejahatan harus ditanggulangi dengan c. pidana pengawasan;
ancaman pidana penjara, karena kebijakan d. pidana denda; dan
kriminal selama ini menganggap wajar e. pidana kerja sosial.
penggunaan pidana penjara dan sanksi hukum Urutan pidana menentukan berat atau
pidana terhadap terpidana. Begitu pun pada ringannya pidana. Bedanya dengan KUHP,
perundang-undangan di luar KUHP, pidana pidana penjara dalam RUU KUHP merupakan
penjara masih merupakan ancaman pidana pidana pokok yang paling berat. Sementara
yang paling banyak diancamkan dibandingkan dalam KUHP, pidana pokok yang paling berat
dengan jenis pidana pokok lainnya karena adalah pidana mati. Sementara pidana mati
pidana penjara merupakan satu-satunya dalam RUU KUHP merupakan pidana yang
pidana pokok yang ada dalam KUHP yang bersifat khusus yang selalu diancamkan secara
memungkinkan diadakannya pembinaan secara alternatif.28 Dalam ketentuan ini tindak pidana
terencana dan terarah terhadap terpidana, yang dapat diancam dengan pidana yang bersifat
sedangkan jenis pidana pokok lainnya tidak khusus adalah tindak pidana yang sangat
memungkinkan adanya pembinaan dengan serius atau yang luar biasa, antara lain tindak
terhadap terpidana.26 pidana narkotika, tindak pidana terorisme,
Pidana penjara merupakan bentuk pidana tindak pidana korupsi, dan tindak pidana berat
berupa kehilangan kemerdekaan. Menurut terhadap hak asasi manusia. Untuk itu, pidana
Muladi dan Barda Nawawi Arief, di dalam mati dicantumkan dalam bagian tersendiri
pembaharuan hukum pidana, alternatif pidana untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini
pencabutan kemerdekaan selalu menempati benar-benar bersifat khusus. Jika dibandingkan
posisi sentral di dalam stelsel sanksi pidananya, di dengan jenis pidana yang lain, pidana mati
samping pidana pencabutan kemerdekaan yang merupakan jenis pidana yang paling berat.
ternyata sulit untuk dihapuskan begitu saja. Oleh karena itu, harus selalu diancamkan
Ditinjau dari segi filosofis, bahwa tujuan penjara secara alternatif dengan jenis pidana lainnya
adalah menjamin pengamanan narapidana, dan yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana
memberikan kesempatan kepada narapidana penjara paling lama 20 (tahun).29
untuk direhabilitasi. Hakikat dan fungsi penjara Pelaksanaan pidana penjara dijelaskan
seringkali mengakibatkan dehumanisme pelaku dalam Pasal 68 – Pasal 75 RUU KUHP. Dalam
tindak pidana dan pada akhirnya menimbulkan Pasal 68 disebutkan bahwa:
kerugian bagi narapidana yang terlalu lama di (1) Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur
25

Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di hidup atau untuk waktu tertentu.
Indonesia, sebagaimana dikutip Dede Kania, “Pidana
Penjara dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”, 27
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan
Yustisia, Vol. 3, No. 2 Mei - Agustus 2014, hal. 19-28. Pidana, Bandung: PT Alumni, 2005, hal. 77-78.
26
Dede Kania, “Pidana Penjara dalam Pembaharuan 28
Pasal 67 RUU KUHP.
Hukum Pidana Indonesia”, Ibid. 29
Penjelasan Pasal 67 RUU KUHP.

114 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


(2) Pidana penjara untuk waktu tertentu “Pidana penjara saat ini sedang mengalami
dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) “masa krisis”, karena termasuk salah satu
tahun berturut-turut atau paling singkat 1 jenis pidana yang “kurang disukai”. Banyak
(satu) hari, kecuali ditentukan minimum kritik tajam ditujukan terhadap jenis pidana
khusus. perampasan kemerdekaan ini, baik dilihat dari
sudut efektivitasnya maupun dilihat dari akibat-
(3) Dalam hal terdapat pilihan antara pidana
akibat negatif lainnya yang menyertai atau
mati dan pidana penjara seumur hidup atau
berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan
terdapat pemberatan pidana atas Tindak
seseorang. Kritik-kritik tajam dan negatif itu
Pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 tidak hanya ditujukan terhadap pidana penjara
(lima belas) tahun, pidana penjara untuk menurut pandangan retributif tradisional yang
waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk bersifat menderitakan, tetapi juga terhadap
waktu 20 (dua puluh) tahun berturut-turut. pidana penjara menurut pandangan modern yang
(4) Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak lebih bersifat kemanusiaan dan menekankan
boleh dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) pada unsur perbaikan si pelanggar (reformasi,
tahun. rehabilitasi, dan resosialisasi).33
Dalam RUU KUHP tidak lagi mengenal Sejak dahulu sampai saat ini efektivitas
pidana kurungan, yang menurut pola KUHP pidana penjara diragukan. Beberapa dampak
biasanya diancamkan untuk “Pelanggaran”. negatif pidana perampasan kemerdekaan, seperti
Dalam hukum pidana sesungguhnya terdapat pidana penjara, adalah seseorang narapidana
perbedaan antara pidana kurungan dan penjara, dapat kehilangan identitas diri akibat peraturan
namun orang awam kadang-kadang tidak dapat dan tata cara hidup Lembaga Pemasyarakatan,
membedakan pidana penjara dengan pidana selama menjalani pidana narapidana selalu
kurungan. Tak jarang di media massa seorang diawasi petugas sehingga ia kurang aman dan
presenter menyatakan “dipidana dengan selalu merasa dicurigai atas tindakannya,
hukuman kurungan penjara”.30 sangat jelas kemerdekaan individualnya akan
Pembedaaan pidana penjara dan pidana terampas, yang menyebabkan perasaan tertekan
kurungan diikuti pula dengan pembedaan sehingga dapat menghambat pembinaan dan
dalam pengoperasionalnya. Pidana penjara lain sebagainya.34 Selain itu, penerapan sanksi
terutama diperuntukkan bagi tindak pidana pidana penjara menimbulkan dampak negatif
kejahatan dan pidana kurungan untuk tindak baik bagi terpidana secara individu maupun
pidana pelanggaran.31 Walaupun tindak bagi masyarakat. Bagi terpidana, penderitaan
pidana kejahatan menurut sistem KUHP pada tidak hanya dialami sendiri, tetapi juga bagi
umumnya diancam dengan pidana penjara, keluarganya dan orang-orang yang hidupnya
namun ada juga kejahatan-kejahatan yang tergantung pada terpidana. Bagi masyarakat,
diancam dengan pidana kurungan atau denda kerugian nampak dari sering timbulnya
tanpa dialternatifkan dengan pidana penjara. residivisme sebagai akibat penjatuhan pidana
Pidana kurungan atau denda itu ada yang penjara.
diancamkan secara tunggal dan ada yang secara PBB merekomendasikan agar penjatuhan
alternatif.32 pidana penjara dikurangi.35 Alternatif pidana
Kritik terhadap pidana penjara disampaikan 33

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum
oleh Barda Nawawi Arief, sebagai berikut. Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru),
Jakarta: Prenada Media Group, cetakan ke 2, Februari
30

Eva Achjani Zulfa, Anugerah Rizki Akbari, Zakki Ikhsan 2010, hal. 193.
Samad, Perkembangan Sistem Pemidanaan dan Sistem 34
Muhammad Fajar Septiano, “Pidana Kerja Sosial Sebagai
Pemasyarakatan, Depok: Rajawali Pers, 2017, hal. 35. Alternatif Pidana Penjara Jangka Pendek”, Artikel Ilmiah,
31
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2014, hal. 1-28.
Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, 35
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam
Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, hal. 117. Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara,
32
Ibid., hal. 118. Semarang: Badan Penerbit Undip, 1994, hal. 45-47.

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 115


perampasan kemerdekaan (alternatives to harus rasional (a rational total of the responses to
imprisonment) seperti denda dan pidana crime).38
bersyarat (pidana pengawasan), sejauh Pasca perkembangan orientasi pemidanaan
mungkin diusahakan untuk menerapkan The mendudukkan korban sebagai bagian penting
Standard Minimum Rules for The Treatment dari tujuan pemidanaan. Perkembangan
of Prisoners (SMR) yang telah diadopsi oleh pemikiran tentang pemidanaan selanjutnya
Kongres PBB I tentang Pencegahan Kejahatan bergerak ke arah orientasi baru dimana
dan Pembinaan Para Pelaku pada tahun 1955 penyelesaian perkara pidana merupakan suatu
dengan perubahan-perubahannya, selalu hal yang menguntungkan bagi semua pihak
berusaha untuk mengembangkan alternatif pun menjadi pemikiran orang saat ini. Keadilan
pidana perampasan kemerdekaan dan program- restoratif ditawarkan sebagai suatu pendekatan
program pembinaan narapidana di luar lembaga yang dianggap dapat memenuhi tuntutan itu.
(the institutionalization of corrections).36 Pengembalian otoritas penyelesaian perkara
Oleh karena itulah, dalam RUU KUHP pidana dari lembaga peradilan sebagai wakil
jenis pidana pokok ditambah dengan pidana negara kepada masyarakat melalui pendekatan
kerja sosial dan pidana pengawasan. Kedua keadilan restoratif dimana korban dan
jenis pidana ini bersama dengan pidana denda masyarakat merupakan komponen yang harus
dianggap oleh Penyusun RUU KUHP perlu ada dan menentukan.39
dikembangkan sebagai alternatif dari pidana Yang dimaksud dengan keadilan restoratif
perampasan kemerdekaan jangka pendek adalah penyelesaian perkara tindak pidana
(short prison sentence) yang akan dijatuhkan dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
oleh hakim, sebab dengan pelaksanaan ketiga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait
jenis pidana ini terpidana dapat dibantu untuk untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang
membebaskan diri dari rasa bersalah, di samping adil dengan menekankan pemulihan kembali
untuk menghindari efek destruktif dari pidana pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.40
perampasan kemerdekaan. Demikian pula Keadilan restoratif merupakan bentuk keadilan
masyarakat dapat berinteraksi dan berperan yang berpusat pada kebutuhan korban,
serta secara aktif membantu terpidana dalam pelaku kejahatan, dan masyarakat. Dengan
menjalankan kehidupan sosialnya secara wajar penerapan keadilan restoratif diharapkan
dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat.37 mampu memberikan ruang pada masyarakat
untuk menangani permasalahan hukum yang
IV. Keadilan Restoratif bagi Pelaku Lansia dirasakan lebih adil; mengurangi beban negara,
A. Keadilan Restoratif dalam Pembaruan misalnya untuk mengurusi tindak pidana yang
Hukum Pidana masih dapat diselesaikan secara mandiri oleh
Pendekatan keadilan restoratif diasumsikan masyarakat, aparat kepolisian, kejaksaan, dan
sebagai pergeseran paling mutakhir dari berbagai pengadilan dapat lebih memfokuskan diri untuk
model dan mekanisme yang bekerja dalam memberantas tindak pidana yang kualifikasinya
sistem peradilan pidana pada saat ini. PBB lebih berbahaya.41
melalui Basic Principles yang telah digariskannya
menilai bahwa pendekatan keadilan restoratif 38
Barda Nawawi, lihat buku Pergeseran Paradigma
Pemidanaan … , Eva Achjani, hal. 64 dan 65.
adalah pendekatan yang dapat dipakai dalam 39
Eva Achjani Zulfa, Pergeseran Paradigma Pemidanaan...,
sistem peradilan pidana yang rasional. Hal ini hal. 63.
sejalan dengan pandangan G.P. Hoefnagels 40
Pasal 1 angka 6 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
yang menyatakan bahwa politik kriminal Peradilan Pidana Anak.
41
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM,
Kementerian Hukum dan HAM, Penerapan Restoratif
36
Penjelasan Umum RUU KUHP.
Justice pada Tindak Pidana Anak, Jakarta: Percetakan
37
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Naskah Akademik
Pohon Cahaya, Cetakan Pertama, November 2016, hal.
RUU KUHP, 2015, hal. 176.
11.

116 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


Selain itu, penerapan keadilan restoratif Berbeda dengan keadilan retributif yang
juga dapat mengurangi jumlah pelaku yang menekankan hukuman bagi pelaku kejahatan,
dipidana penjara, mengingat saat ini lembaga keadilan restoratif mementingkan pemulihan
pemasyarakatan (lapas) pada umumnya korban, pelaku kejahatan, dan masyarakat. Hal
menghadapi masalah kelebihan kapasitas. ini dikarenakan bahwa di dalam setiap tindak
Dari refleksi akhir tahun 2017 di Kementerian kejahatan, korbanlah yang pertama-tama
Hukum dan HAM (Kemenkumham), salah menderita sebagai akibat tindak kejahatan.
satunya adalah masalah overkapasitas lapas di Selanjutnya pelaku kejahatan sebagai pihak
Indonesia yang sudah sangat memperihatinkan. yang bertanggungjawab atas tindakan yang telah
Data dari Kemenkumham menyebutkan setiap dilakukannya dituntut untuk bertanggungjawab
bulan ada 2.000 narapidana baru, artinya atas tindakannya. Dengan bertanggungjawab
setahun ada sekitar 24.000 orang penghuni itulah martabatnya sebagai pribadi dipulihkan.
lapas baru. Padahal, pemerintah hanya mampu Masyarakat pun harus dipulihkan, karena tindak
menyediakan tempat untuk 5.000 tahanan per kejahatan juga merusak harmoni kehidupan di
tahun.42 Menurut data terakhir jumlah penghuni dalam masyarakat.45
lapas per kantor wilayah (Kanwil), Maret 2020, Ada tiga prinsip dasar keadilan restoratif.
hanya ada 3 provinsi yang jumlah penghuni Pertama, keadilan restoratif mengutamakan
lapasnya tidak melebihi kapasitas, yaitu D.I. pemulihan atau restorasi bagi semua pihak yang
Yogyakarta, Maluku Utara, dan Sulawesi Barat. terkena dampak dari tindak kejahatan, yaitu
Sementara 3 provinsi yang melebihi kapasitas korban, pelaku, dan masyarakat. Korban adalah
lebih dari 200%, adalah DKI Jakarta (218%), pihak pertama yang paling dirugikan oleh karena
Kalimantan Timur (255%), dan Riau (207%).43 kejahatan. Korban secara langsung menderita
Masalah lapas yang overkapasitas ini telah oleh karena kejahatan, secara fisik dan mental.
menimbulkan dampak-dampak negatif yang Pelaku kejahatan menderita kerugian juga.
membahayakan. Pertama, overkapasitas lapas Dengan melakukan kejahatan, seorang pelaku
seringkali memicu kerusuhan. Contohnya, kejahatan mengalami kemerosotan mental. Ia
kerusuhan di Lapas Sialang Bungkuk, Pekan kehilangan daya kontrol diri dan kemampuannya
Baru, Riau, 5 Mei 2017, yang menyebabkan untuk mengikuti hati nuraninya. Kehidupan
sekitar 200 tahanan kabur. Kedua, jumlah bersama dan masyarakat juga dirugikan oleh
napi yang overkapasitas menyebabkan sulitnya karena tindak kejahatan. Kewibawaan hukum
pengawasan. Akibatnya, banyak ditemukan dilecehkan oleh keberanian pelanggar hukum
napi yang leluasa berjualan narkoba di dalam yang telah melanggarnya. Kedamaian hilang,
lapas. Ketiga, lapas yang seharusnya dijadikan diganti oleh ketakutan, kecemasan, saling
tempat pembinaan akhirnya tidak bisa maksimal curiga dan perasaan tertekan. Hubungan sosial
mendidik para napi karena kelebihan jumlah antarwarga menjadi rusak oleh karena saling
tersebut. Para sipir tak akan bisa optimal untuk menyalahkan satu sama lain, atau kehilangan
membina mereka, sehingga sering kali kita lihat saling percaya. Dari kondisi yang rusak itulah,
penjara tidak membuat para napi jera. Mereka keadilan restoratif ingin memulihkan ketiga
menjadi residivis yang bahkan lebih profesional pihak itu.46
dan kejam dari sebelumnya.44 Kedua, berkaitan dengan cita-cita
pemulihan (restorasi), keadilan restoratif fokus
42

“Lapas yang Overkapasitas”, Koran Sindo, Kamis, 21
Desember 2017, 08.01 WIB., nasional. sindowers.com/ pada kebutuhan tiga pihak, yaitu korban, pelaku
read/1267555/16/lapas-yang-overkapasitas-1513805617, kejahatan, dan masyarakat, yang tidak dipenuhi
diakses tanggal 7 Maret 2020. oleh proses peradilan. Dalam proses peradilan
43
Sistem Database Pemasyarakatan, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, per 7 45
Yoachim Agus Tridiatno, Keadilan Restoratif, Yogyakarta:
Maret 2020.
Cahaya Atma Pustaka, 2015, hal. 27.
44
“Lapas yang Overkapasitas”, Koran Sindo, Kamis, 21 46
Ibid., hal. 34-35.
Desember 2017, 08.01 WIB. …. Op.cit.

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 117


korban tindak kejahatan diabaikan, karena pidana anak dan tindak pidana lain yang tidak
tindak kejahatan dimengerti sebagai tindakan terlalu berat.49
yang melawan atau merugikan negara. Peran
korban diambilalih oleh negara. Negaralah B. Upaya Mewujudkan Keadilan Restoratif
yang mempunyai tanggung jawab menghukum bagi Pelaku Lansia
pelaku tindak kejahatan. Hukuman yang Tidak hanya terhadap ABH, pelindungan
diberikan pada pelaku tindak kejahatan sama terhadap lansia merupakan hak asasi manusia.
sekali tidak tersangkut paut pada penderitaan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
korban. Dalam hal inilah kebutuhan korban Manusia melindungi lansia, yang termasuk dalam
diabaikan. Oleh karena itulah keadilan kelompok rentan. Pasal 5 ayat (3) UU tersebut
restoratif akan fokus pada kebutuhan korban.47 menyatakan “Setiap orang yang termasuk
Ketiga, keadilan restoratif memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan berhak
kewajiban dan tanggung jawab yang muncul memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih
oleh karena tindak kejahatan. Pelaku kejahatan berkenaan dengan kekhususannya.” Penjelasan
wajib memulihkan kerusakan yang diderita ayat (3)nya menyebutkan “Yang dimaksud
korban dan masyarakat. Kewajiban terhadap dengan “kelompok masyarakat yang rentan”
korban dilakukan pertama-tama dengan antara lain adalah orang lanjut usia, anak-anak,
mengakui bahwa dia bersalah. Pengakuan ini fakir miskin, wanita hamil, dan penyandang
penting, karena merupakan bukti pengakuan cacat.”
atas penderitaan yang dialami korban. Korban Namun, UU No. 39 Tahun 1999 tidak
membutuhkan untuk didengarkan diakui menetapkan batas usia lansia. UU yang
penderitaannya. Pengakuan dan permohonan mengatur lansia adalah UU No. 13 Tahun
maaf tersebut merupakan proses yang penting 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
di dalam penyembuhan luka-luka batin dan Pelaksanaan pembangunan nasional yang
penderitaan mental korban. bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan
Bagir Manan menguraikan tentang makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
substansi ”restorative justice” yang berisi prinsip- telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat
prinsip, antara lain: ”Membangun partisipasi yang makin membaik dan usia harapan hidup
bersama antara pelaku, korban, dan kelompok makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia
masyarakat menyelesaikan suatu peristiwa makin bertambah. Walaupun banyak di antara
atau tindak pidana; Menempatkan pelaku, lanjut usia yang masih produktif dan mampu
korban, dan masyarakat sebagai ”stakeholders” berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat,
yang bekerja bersama; dan langsung berusaha berbangsa dan bernegara, namun karena
menemukan penyelesaian yang dipandang faktor usianya akan banyak menghadapi
adil bagi semua pihak (win-win solutions)”.48 keterbatasan.50
Prinsip-prinsip dasar keadilan restoratif Menurut UU No. 13 Tahun 1998,
tersebut telah diakomodasi dalam sistem pengertian lanjut usia adalah seseorang yang
peradilan pidana anak, sementara sistem telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke
peradilan pidana umumnya belum menerapkan atas.51 Sementara itu, ada 4 klasifikasi batasan
keadilan restoratif. Namun, RUU KUHP telah usia lanjut menurut Organisasi Kesehatan
memasukkan materi keadilan restoratif dan Dunia atau World Health Organization (WHO),
menghindari keadilan retributif terhadap tindak yaitu:
47
Ibid., hal. 35.
48
M. Taufik Makarao, Pengkajian Hukum tentang 49

Lihat Naskah Akademik RUU KUHP, hal. 108.
Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak 50

Konsiderans Menimbang huruf a dan b UU No. 13 Tahun
Pidana yang Dilakukan oleh Anak-Anak, Badan 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan 51
Pasal 1 angka 2 UU No. 13 Tahun 1998 tentang
HAM RI, 2013, hal. XI. Kesejahteraan Lanjut Usia.

118 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


1. Usia pertengahan (middle age): 45 – 59 pemidanaan. Tetapi untuk lansia potensial dapat
tahun ditentukan batasan usia lansia yang sedapat
2. Lanjut usia (erderly): 60 – 74 tahun mungkin tidak dipidana penjara, yaitu 70 tahun
3. Lanjut usia tua (old): 75 – 90 tahun atau lebih. Hal ini dengan mempertimbangkan
4. Usia sangat tua (very old): > 90 tahun.52 usia harapan hidup di Indonesia menurut BPS
BPS juga mengelompokkan lansia Indonesia pada 2018 mencapai rata-rata 71,2 tahun,55
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, serta klasifikasi lansia menurut WHO dan
yaitu lansia muda (60 – 69 tahun), lansia madya pengelompokan lansia oleh BPS.
(70 – 79 tahun), dan lansia tua (80 tahun ke Sebagai perbandingan, dari hasil penelitian
atas). terhadap lansia pelaku tindak pidana di Amerika
Serikat dan Eropa, tidak ada kesepakatan
Batasan lanjut usia dalam UU No. 13 di antara peneliti pada usia tertentu yang
Tahun 1998 sama dengan klasifikasi lanjut seharusnya digunakan untuk mengkategorikan
usia (erderly) menurut WHO dan lansia muda ”lansia.” Fattah dan Sacco (1989) mencatat
menurut BPS, yaitu 60 tahun ke atas. Namun, bahwa beberapa penelitian pada pelaku yang
WHO masih mengklasifikasi lagi lanjut usia di lebih tua dan korban kategori kejahatan orang
atas 74 tahun, menjadi lanjut usia tua (75 – 90 yang lebih tua pada usia 50 tahun ke atas;
tahun) dan usia sangat tua (di atas 90 tahun). peneliti lain menggunakan 60 tahun ke atas
Demikian pula, BPS mengelompokkan lansia sebagai titik batas, dan masih peneliti lainnya
menjadi lansia muda, lansia madya, dan lansia telah menggunakan 65 ke atas sebagai usia
tua. Berdasarkan ketentuan tersebut, usia di atas untuk didefinisikan lansia.56
75 tahun bagi pelaku lansia dalam RUU KUHP RUU KUHP telah mempertimbangkan
berada di atas usia lansia yang ditetapkan dalam usia lansia dalam sistem pemidanaan, dengan
UU No. 13 Tahun 1998. menetapkan usia di atas 75 tahun bagi pelaku
Karena faktor usianya, seseorang akan tindak pidana untuk sedapat mungkin tidak
banyak menghadapi keterbatasan, sehingga dikenakan pidana penjara. Dalam pembahasan
memerlukan bantuan, walaupun banyak di Pasal 72 RUU KUHP batas usia ini sempat
antara lanjut usia yang masih produktif dan dipending, antara usia “di atas 70 tahun” atau
mampu berperan aktif dalam kehidupan “di atas 75 tahun” bagi pelaku tindak pidana
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. untuk sedapat mungkin tidak dijatuhkan
UU No. 13 Tahun 1998 membedakan lansia pidana penjara.57 Ketentuan ini merupakan
menjadi Lansia Potensial dan Lansia Tidak salah satu isu yang dipending dalam Rapat
Potensial. Lanjut Usia Potensial adalah lanjut Tim Perumus (Timus), namun dalam Rapat
usia yang masih mampu melakukan pekerjaan Timus selanjutnya disetujui “usia di atas 75
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan tahun” bagi pelaku untuk sedapat mungkin
barang dan/atau jasa.53 Sedangkan Lanjut Usia tidak dijatuhkan pidana penjara (menjadi Pasal
Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak 76), dengan pertimbangan usia harapan hidup
berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya yang semakin tinggi.58 Hasil Rapat Timus ini
bergantung pada bantuan orang lain.54 selanjutnya disetujui dalam Rapat Panitia Kerja
Memperhatikan UU tersebut, seharusnya tanggal 28 Mei 2018.
usia lansia dalam KUHP mempertimbangkan
55
“BPS: Usia Harapan Hidup RI Capai 71,2 Tahun”,
usia lansia 60 tahun dan tidak potensial dalam
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190827153154-
52
“Konsep Dasar Keperawatan Gerontik”, https___image. 4-95076/bps-usia-harapan-hidup-ri-capai-712-tahun,
slidesharecdn.com_konsepdasarkeperawatangerontik- diakses tanggal 19 April 2020.
150914054253-lva1-app6891_95_konsep-dasar- 56
Peter C. Kratcoski, “Trends in the Criminality and
keperawatan-gerontik-5-638.jpg_cb=1442209459_files, Victimization of the Erderly”, Federal Probation, Vol. 80.
diakses tanggal 13 April 2020. Num. 1, June 2016, page 58 – 63.
53
Pasal 1 angka 3 UU No. 13 Tahun 1998. 57
Rapat Tim Perumus 25 Oktober 2017.
54
Pasal 1 angka 4 UU No. 13 Tahun 1998. 58
Rapat Tim Perumus 5 Februari 2018.

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 119


Ketentuan ini memberi kemungkinan atau merugikan masyarakat, atau merugikan
kepada hakim untuk tidak menjatuhkan pidana keuangan atau merugikan perekonomian
penjara. Adapun syarat-syarat yang harus negara. Tindak pidana yang diancam dengan
dipenuhi agar hakim dapat tidak menjatuhkan pidana penjara di bawah lima tahun dalam RUU
pidana penjara ialah: KUHP sangat banyak jumlahnya. Beberapa
a. terdakwa melakukan tindak pidana yang contoh tindak pidana yang diancam dengan
hanya diancam dengan pidana penjara; pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
b. hakim berpendapat tidak perlu dan di bawahnya, antara lain:
menjatuhkan pidana penjara setelah 1. Pasal 188: tindak pidana menyebarkan
mempertimbangkan: atau mengembangkan ajaran komunisme/
–– tujuan pemidanaan; marxisme-leninisme di muka umum.
–– pedoman pemidanaan; 2. Pasal 213: tindak pidana yang dalam waktu
–– pedoman penjatuhan pidana penjara; perang, tanpa tujuan membantu musuh atau
c. terdakwa belum pernah dijatuhi pidana merugikan negara untuk menguntungkan
penjara untuk tindak pidana yang dilakukan musuh.
setelah berumur 18 (delapan belas) tahun.59 3. Pasal 221: tindak pidana melakukan makar
Namun, hal ini tidak berarti bahwa pelaku dengan maksud untuk melepaskan wilayah
lansia akan dibebaskan dari hukuman pidana. negara sahabat, baik seluruh maupun
Hakim diberikan pilihan untuk menjatuhkan sebagian dari kekuasaan pemerintah yang
pidana denda sebagai pengganti pidana penjara sah.
terhadap terdakwa yang melakukan tindak 4. Pasal 246: tindak pidana menghasut orang
pidana yang hanya diancam dengan pidana yang melakukan tindak pidana.
penjara, dimaksudkan untuk mengatasi sifat 5. Pasal 262: tindak pidana menyiarkan atau
kaku dari perumusan pidana yang bersifat menyebarluaskan berita bohong yang
tunggal yang seolah-olah mengharuskan hakim dapat mengakibatkan kerusuhan dalam
untuk hanya menjatuhkan pidana penjara. masyarakat.
Di samping itu, dimaksudkan pula untuk 6. Pasal 412: tindak pidana kesusilaan di
menghindari penjatuhan pidana penjara yang muka umum.
pendek.60 Dengan memberikan pilihan kepada 7. Pasal 417: perzinaan.
Hakim, dengan mempertimbangkan tujuan 8. Pasal 420: perbuatan cabul.
dan pedoman pemidanaan, hal ini sesuai 9. Pasal 429: tindak pidana menjual bahan
dengan tujuan pemidanaan yang dianut oleh yang memabukkan.
teori gabungan, yang hendak mendasarkan 10. Pasal 439: pencemaran nama baik.
hukuman atas dasar pembalasan dan juga 11. Pasal 449: tindak pidana membuka rahasia
mempertahankan tertib masyarakat. yang wajib disimpan karena jabatan, profesi,
atau tugas.
Namun, syarat bagi hakim untuk tidak 12. Pasal 501: perbuatan curang.
menjatuhkan pidana denda sangat ketat.
Menurut Pasal 70 ayat (2) RUU KUHP, Banyaknya tindak pidana dengan ancaman
ketentuan peniadaan pidana penjara bagi pidana penjara 4 (empat) tahun atau di bawahnya
pelaku lansia tidak berlaku bagi Tindak Pidana semestinya menguntungkan bagi pelaku lansia,
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) karena memungkinkan hakim untuk tidak
tahun atau lebih, Tindak Pidana yang diancam menjatuhkan pidana penjara. Namun, dengan
dengan pidana minimum khusus, atau Tindak adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
Pidana tertentu yang sangat membahayakan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana penjara
bagi lansia sebagaimana telah disebutkan
59
RUU KUHP, Hasil Rapat Timus/Timsin 25 Oktober sebelumnya, ketentuan peniadaan pidana
2017.
penjara bagi lansia menjadi sangat selektif.
60
Ibid.

120 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


Sementara itu, tindak pidana yang diancam (lima) tahun yang telah disebutkan sebelumnya
dengan pidana minimum khusus pada umumnya banyak yang merupakan tindak pidana yang
termasuk dalam tindak pidana khusus, yaitu menimbulkan korban, seperti perzinaan,
Tindak Pidana Perdagangan Orang (Pasal 461), perbuatan cabul, pencemaran nama baik, dan
Tindak Pidana Berat terhadap HAM (Pasal perbuatan curang. Dalam hal ini merupakan
598), Tindak Pidana Terorisme (Pasal 600), salah satu hambatan bagi lansia untuk tidak
Tindak Pidana Korupsi (Pasal 603-Pasal 605), dipidana penjara dan menggantikannya dengan
dan Tindak Pidana Narkotika (Pasal 610). pidana denda, apabila ada korban.
Sedangkan Tindak Pidana tertentu yang sangat Dalam konteks penegakan hukum
membahayakan atau merugikan masyarakat, terhadap kelompok rentan tersebut, diperlukan
atau merugikan keuangan atau merugikan affirmative action/policy. Kelompok rentan harus
perekonomian negara termasuk dalam kriteria diperlakukan berbeda dengan alasan yang positif.
tindak pidana khusus juga. Tindak pidana Dalam situasi dan kondisi tertentu, tindakan
khusus ini juga memang memberikan ancaman afirmatif ini membolehkan negara secara
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. lebih dan “diskriminatif” kepada kelompok
Ketentuan sedapat mungkin tidak dipidana tertentu.63 Bahkan menjadi tanggung jawab dan
penjara bagi pelaku lansia dalam Pasal 70 kewajiban negara untuk memberikan jaminan
disertai ketentuan pidana alternatif bagi dan pelindungan hukum yang berkeadilan.
lansia. Dalam Pasal 71 dikatakan bahwa “Jika Jika perspektif HAM tersebut ditempatkan
seseorang melakukan Tindak Pidana yang sebagai dasar filosofis dan paradigma berhukum
hanya diancam dengan pidana penjara di bawah dalam menangani kasus-kasus hukum
5 (lima) tahun, sedangkan hakim berpendapat (ringan) yang menimpa kelompok rentan
tidak perlu menjatuhkan pidana penjara setelah maka paradigma berhukum negara harus
mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan dikembangkan tidak sekedar berhukum dengan
pedoman pemidanaan sebagaimana dimaksud peraturan, legalistik-positivistik, namun
dalam Pasal 52 dan Pasal 54, orang tersebut berhukum juga harus mengikutsertakan segala
dapat dijatuhi pidana denda.61 Berdasarkan potensi diri yang dimiliki manusia. Meminjam
ketentuan tersebut, peniadaan pidana penjara pemikirannya Satjipto Raharjo (2009) tentang
berlaku bagi siapa saja termasuk pelaku hukum progresif, Hukum Progresif: Aksi,
lansia, yang melakukan tindak pidana dengan bukan Teks, menyebutkan bahwa hukum
ancaman pidana penjara di bawah 5 (lima) progresif adalah sebuah konsep mengenai
tahun. Ketentuan ini juga dapat diartikan bagi cara berhukum yang bersifat non-linear, oleh
pelaku lansia dapat dikenakan pidana denda, karena adanya faktor aksi dan usaha manusia
sebagai alternatif dari pidana penjara. yang terlibat di dalamnya; keterlibatan manusia
Namun, RUU KUHP menetapkan syarat ini menyebabkan cara berhukum tidak selalu
penjatuhan pidana denda bagi pelaku dengan berkaitan dengan mengeja teks, melainkan
ancaman di bawah lima tahun, sebagai penuh dengan kreativitas dan pilihan-pilihan.
pengganti peniadaan pidana penjara. Syarat Lebih lanjut disebutkan, bahwa filsafat yang
tersebut, yaitu pidana denda hanya dapat melatari hukum progresif bukanlah “hukum
dijatuhkan jika: untuk hukum” sebagaimana yang dimaknai
a. tanpa Korban; oleh kaum positivis, tetapi adalah “hukum
b. korban tidak mempermasalahkan; atau untuk manusia”. Hukum tidak sepenuhnya
c. bukan pengulangan Tindak Pidana.62 otonom, melainkan senantiasa dilihat dan
Jika diperhatikan contoh tindak pidana dinilai dari koherensinya dengan manusia dan
yang diancam dengan pidana penjara di bawah 5 63
Umar Sholahudin, “Keadilan Restoratif bagi Masyarakat
Miskin”, Al-‘Adâlah, Vol. 18, No. 1, Mei 2015, hal. 119-
61
Pasal 71 ayat (1) RUU KUHP.
139.
62
Pasal 71 ayat (2) RUU KUHP.

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 121


kemanusiaan, serta kondisi masyarakat yang peradilan pidana yang ada pada saat ini. Selain
menaunginya.64 itu, restorative justice dapat dijadikan suatu
Dalam hal kasus tindak pidana yang kerangka berpikir yang dapat digunakan dalam
dilakukan oleh lansia, maka keadilan restoratif merespon suatu tindak pidana bagi penegak
setidaknya bertujuan untuk memberikan hukum.66
pelindungan kepada lansia mengingat Dalam berbagai asas dan model pendekatan
kelemahan dan keterbatasan yang ada restorative justice, proses dialog antara pelaku
pada mereka. Pelaku tindak pidana lansia dan korban merupakan modal dasar dan bagian
memiliki keterbatasan beraktivitas secara fisik, terpenting dari penerapan keadilan ini. Dialog
psikis, sosial, dan ekonomi, karenanya perlu langsung antara pelaku dan korban menjadikan
pelindungan. Pelaku lansia perlu pemeliharaan korban dapat mengungkapkan apa yang
kesehatan dan mempersiapkan diri pada dirasakannya, mengemukakan harapan akan
kematian.65 Namun, di sisi lain kepentingan terpenuhinya hak-hak dan keinginan-keinginan
korban dan/atau keluarganya perlu mendapat dari suatu penyelesaian perkara pidana. Melalui
perhatian, karena menurut prinsip dasar dialog juga pelaku diharapkan tergugah hatinya
keadilan restoratif korbanlah yang merupakan untuk mengoreksi diri, menyadari kesalahannya
pihak pertama yang paling dirugikan karena dan menerima tanggung jawab sebagai
terjadinya tindak pidana. Dalam hal ini korban konsekuensi dari tindak pidana yang dilakukan
berhak memperoleh ganti rugi dari terdakwa/ dengan penuh kesadaran. Dari proses dialog ini
terpidana. pula masyarakat dapat turut serta berpartisipasi
Keadilan restoratif dilaksanakan dalam mewujudkan hasil kesepakatan dan
berdasarkan prinsip mendasar bahwa perilaku memantau pelaksanaannya. Oleh karena itu,
kriminal tidak hanya melanggar hukum, pada dasarnya restorative justice dikenal juga
tetapi juga melukai korban dan masyarakat. dengan penyelesaian perkara melalui mediasi
Setiap penyelesaian masalah sedapat mungkin (mediasi penal).67 Dikaitkan dengan pelaku
memberikan bantuan dan dukungan terhadap lansia, pelaku hendaknya diberi kesempatan
pelaku dan korban yang dibutuhkan untuk untuk mengungkapkan perasaan dan harapan
mencapai keadilan restoratif. Kondisi tersebut yang diinginkan dalam penyelesaian perkara
berbeda dengan sistem pemidanaan yang diatur yang melibatkan dirinya.
dalam KUHP, yang fokus pada peraturan dan Berdasarkan hal tersebut, perubahan
hukum yang di dalamnya menganut teori KUHAP harus mengadopsi penanganan perkara
retributif, dimana sistem hukum memastikan yang melibatkan lansia. Keadilan restoratif
bahwa pelaku tindak pidana akan mendapatkan dalam menangani perkara ABH dapat menjadi
balasan atas tindak pidana yang dilakukannya rujukan bagi pembentuk undang-undang dan
(keadilan retributif). aparat penegak hukum dalam menangani
Restorative justice dapat dirumuskan pelaku lansia. Pelindungan terhadap pelaku
sebagai sebuah pemikiran yang merespon lansia perlu dilakukan sejak tahap penyidikan.
pengembangan sistem peradilan pidana dengan Tahap penyidikan merupakan tahap awal
menitikberatkan kepada kebutuhan pelibatan dari proses peradilan pidana, sehingga apabila
masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan keadilan restoratif telah tercapai pada tahap ini
dengan mekanisme yang bekerja pada sistem dapat mengurangi perkara yang ditangani oleh
aparat penegak hukum selanjutnya.
64
Satjipto Rahadjo, Hukum Progresif; Sebuah Sintesa Dengan pembaruan demikian, tentu
Hukum Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009,
sebagaimana dikutip Umar Sholahudin, Ibid.
memerlukan kesiapan dalam sistem peradilan
65
Krismiyarsi, “Rekonseptualisasi Sistem Pemidanaan pidana terhadap penanganan perkara yang
Bagi Pelaku Tindak Pidana Lanjut Usia Dalam Rangka
Kebijakan Kriminal”, Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 13, 66
Ibid.
No. 1, April 2016, hal. 37-54. 67
Ibid.

122 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020


melibatkan lansia. Hal ini berarti perlu Tindak Pidana. Dengan demikian, keadilan
kesiapan dari semua faktor yang mempengaruhi restoratif bagi pelaku lansia tidak dapat tercapai,
penegakan hukum mulai dari hukumnya apalagi jika tindak pidana yang dilakukan ada
(peraturan perundang-undangannya), penegak korban, dan korban atau keluarganya tidak
hukum, budaya serta masyarakatnya. mempermasalahkan.

V. Penutup B. Saran
A. Simpulan Dalam upaya mewujudkan keadilan
Beberapa hal baru diatur dalam RUU restoratif bagi pelaku lansia, diberikan alternatif
KUHP, salah satunya adalah ketentuan Pasal pidana penjara menjadi pidana denda, dengan
70 ayat (1) mengenai pelaku yang sedapat syarat tanpa korban, atau korban tidak
mungkin tidak dijatuhkan pidana penjara mempermasalahkan. Dalam hal ini kepentingan
yaitu pelaku anak dan lansia di atas 75 tahun. korban perlu mendapat perhatian, dengan hak
Anak dan lansia merupakan kelompok rentan untuk memperoleh ganti rugi. Untuk itu perlu
yang harus dilindungi karena keterbatasannya. disiapkan peraturan perundang-undangan,
Batas usia lansia perlu memperhatikan UU No. aparat penegak hukum, dan masyarakatnya.
13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Terhadap masyarakat perlu diberikan
Usia, terutama terhadap lansia yang tidak pemahaman bahwa, anak dan lansia merupakan
potensial dan juga usia harapan hidup. kelompok rentan, yang haknya dijamin oleh
Bentuk pelindungan hukum terhadap Anak UUD 1945. Seorang lansia karena faktor usianya
yang Berhadapan dengan Hukum telah diatur menghadapi keterbatasan sosial, ekonomi, dan
dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem kesehatan. Oleh karena itu, sistem pemidanaan
Peradilan Pidana Anak, dengan menerapkan yang bersifat khusus merupakan penghargaan
diversi melalui pendekatan keadilan restoratif. terhadap orang tua yang semakin tua.
Terhadap pelaku lansia ada syarat yang
diberikan kepada hakim untuk meniadakan
pidana penjara, yaitu berlaku terhadap Tindak
Pidana yang diancam dengan pidana penjara Daftar Pustaka
di bawah 5 (lima) tahun, dan tidak berlaku
terhadap Tindak Pidana yang diancam
dengan pidana minimum khusus, atau Tindak
Pidana tertentu yang sangat membahayakan Jurnal
atau merugikan masyarakat, atau merugikan Hikmawati. Puteri. “Analisis terhadap Sanksi
keuangan atau merugikan perekonomian Pidana bagi Pengguna Narkotika”. Jurnal
negara. Selain itu, apabila hakim berpendapat Negara Hukum. Vol. 2. No. 2. November 2011.
tidak perlu menjatuhkan pidana penjara setelah Kania. Dede. “Pidana Penjara dalam
mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”.
pedoman pemidanaan, pelaku dapat dijatuhi Yustisia. Vol. 3. No. 2. Mei - Agustus 2014.
pidana denda.
Berdasarkan ketentuan tersebut, bagi Kratcoski. Peter C. “Trends in the Criminality
pelaku lansia dapat dikenakan pidana and Victimization of the Erderly”, Federal
denda, sebagai alternatif dari pidana penjara. Probation. Vol. 80. Num. 1. June 2016.
Namun, syarat penjatuhan pidana denda bagi Krismiyarsi. “Rekonseptualisasi Sistem
pelaku dengan ancaman di bawah 5 (lima) Pemidanaan bagi Pelaku Tindak Pidana
tahun, sebagai pengganti peniadaan pidana Lanjut Usia dalam Rangka Kebijakan
penjara, yaitu tanpa Korban; Korban tidak Kriminal”. Jurnal Spektrum Hukum. Vol. 13.
mempermasalahkan; atau bukan pengulangan No. 1. April 2016.

PUTERI HIKMAWATI: Peniadaan Pidana Penjara bagi Pelaku Lansia... 123


Pahlevi. Farida Sekti. “Keadilan Hukum dalam Makarao. M. Taufik. Pengkajian Hukum tentang
Peraturan Perlakuan Bagi Tahanan dan Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian
Narapidana Lanjut Usia”. Al-Syakhsiyyah: Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak-
Journal of Law & Family Studies. Vol. 1. No. Anak. Badan Pembinaan Hukum Nasional
1. 2019. Kementerian Hukum dan HAM RI. 2013.
Pradityo. Randy. “Restorative Justice dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-Teori dan
Sistem Peradilan Pidana Anak”. Jurnal Kebijakan Pidana. Bandung: PT Alumni. 2005.
Hukum dan Peradilan. Vol. 5. No. 3. Najih. Mokhammad. Politik Hukum Pidana:
November 2016. Konsepsi Pembaharuan Hukum Pidana dalam
Sholahudin. Umar. “Keadilan Restoratif bagi Cita Negara Hukum. Malang: Setara Press.
Masyarakat Miskin”. Al-‘Adâlah. Vol. 18. Oktober 2014.
No.1. Mei 2015. Tridiatno. Yoachim Agus. Keadilan Restoratif.
Sodiqin. Ali. “Restorative Justice dalam Tindak Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. 2015.
Pidana Pembunuhan: Perspektif Hukum Sholehuddin. Sistem Sanksi dalam Hukum
Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Pidana. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Islam”. Asy-Syir’ah Jurnal Ilmu Syari’ah dan Cetakan pertama. September 2003.
Hukum. Vol. 49. No. 1. Juni 2015.
Zaidan. M. Ali. Kebijakan Kriminal. Jakarta:
Wiryani. Ketut Inten dan Anak Agung Ngurah Sinar Grafika. 2016.
Wirasila. “Kebijakan Hukum Pidana
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Lanjut Zulfa. Eva Achjani. Anugerah Rizki Akbari.
Usia”. E Journal Ilmu Hukum Kertha Wicara. Zakki Ikhsan Samad. Perkembangan Sistem
Fakultas Hukum Universitas Udayana. Vol. Pemidanaan dan Sistem Pemasyarakatan.
8. No. 7. November 2019. Depok: Rajawali Pers. 2017.
Zulfa. Eva Achjani. Pergeseran Paradigma
Buku Pemidanaan. Bandung: Lubuk Agung. 2011.
Arief. Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan
Hukum Pidana: (Perkembangan Penyusunan Surat Kabar
Konsep KUHP Baru). Jakarta: Kencana “Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda”.
Prenada Media Group. Cetakan ke-3. Media Indonesia. 21 September 2019.
September 2011.
---------- Kebijakan Legislatif dalam Pustaka dalam Jaringan
Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana “Keadilan Restoratif bagi Lansia dalam RUU
Penjara. Yogyakarta: Genta Publishing. KUHP”, 25 Maret 2018, https://www.
2010. kompasiana.com/kartika.l.kariono/5ab676
38cf01b438d81613c2/keadilan-restoratif-
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum bagi-lansia-dalam-ruu-kuhp?page=all.,
dan HAM. Kementerian Hukum dan diakses tanggal 15 November 2019.
HAM. Penerapan Restoratif Justice pada
Tindak Pidana Anak. Jakarta: Percetakan “Lapas yang Overkapasitas”. Koran Sindo.
Pohon Cahaya. Cetakan Pertama. Kamis, 21 Desember 2017, 08.01 WIB.,
November 2016. nasional.sindowers.com/read/1267555/16/
lapas-yang-overkapasitas-1513805617,
Badan Pembinaan Hukum Nasional. Naskah diakses tanggal 7 Maret 2020.
Akademik RUU KUHP. 2015.
Sistem Database Pemasyarakatan. Direktorat
Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Jenderal Pemasyarakatan Kementerian
Usia 2019. Jakarta. 20 Desember 2019. Hukum dan HAM. per 7 Maret 2020.

124 NEGARA HUKUM: Vol. 11, No. 1, Juni 2020

You might also like