You are on page 1of 15

Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No.

1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

KAJIAN KARBON PADA PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN BUAH-


BUAHAN RAMAH LINGKUNGAN DI KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR
1)
Kristiawan 2)Maimunah
Fakultas Pertanian Universitas Sunan Bonang Tuban

ABSTRACT
The determination of national and regional leading commodities is the first step
towards agricultural development that is based on the concept of efficiency to achieve
comparative and competitive advantage in the face of trade globalization. Commodity
development that has a comparative advantage in terms of supply is characterized by its
superiority in its growth in the biophysical, technological, and socio-economic conditions
of farmers in a region. This is important because changes in the external environment
through the process of globalization require local governments (provincial / district / city)
to increase their competitiveness, so they are able to compete globally. The agricultural
commodities in the GRDP structure contribute significantly to the economy in Tuban
Regency. The purpose of this study is to describe the typolology of the leading producer
of environmentally friendly fruit commodities based on land suitability, determine
environmentally friendly superior commodities for fruits in Tuban Regency, analyzing
the optimization of the farm management of the development of superior commodities of
environmentally friendly fruits in Tuban. Quantitative analysis used in this study is the
analysis of regional economic structures using the Location Quotient (LQ) approach,
which is the approach used to determine the commodity in an area includes a base or non
basis based on harvested area or quantity of production each year. While environmental
aspects are approached through the calculation of biomass and carbon content and CO2
uptake of friendly superior fruit crops environment. The results of the study based on the
Location Quotient (LQ) method show that the potential of star fruit, red guava and mango
commodities in Tuban is classified as base, while citrus fruit is classified as non-base.
Socially viable farming based on employment is star fruit farming and economically
viable based on income is mango fruit farming and environmentally viable based on
carbon biomass is mango fruit farming. Whereas socially, economically and
environmentally viable farming is mango fruit. Based on the calculation of carbon
biomass, the largest carbon biomass is obtained from mango fruit plants in the amount of
61,823.20 kg / ha. This is because the mango fruit plant has a larger stem than other
commodity crops such as star fruit, red guava or orange. In addition, mango commodity
plants have a relatively long age so that it has a relatively large carbon biomass. Besides
being influenced by plants themselves, carbon biomass that is formed can also be
influenced by quality in land management.
Keywords: Superior commudity, Biomassa Carbon, Analysis LQ
PENDAHULUAN
Indonesia diketahui mempunyai keanekaragaman jenis buah-buahan yang tertinggi
di dunia, namun pada pasar domestrik dibanjiri dengan buah-buahan impor yang berasal
dari negeri subtropis. Di pasaran lokal didominasi dengan buah-buahan yang berasal dari
Thailand, Cina, dan Australia, diantaranya sudah begitu dikenal, sedangkan buah-buahan
tropis asal negeri sendiri tenggelam. Buah tropis yang diunggulkan Indonesia dan
dirisetkan pengembangannya oleh Dinas Pertanian adalah Pisang, Manggis, Nenas,
Pepaya dan Salak. Jurnal Biodiversitas (2007) menyatakan keragaman jenis buah-buahan
asli Indonesia dan potensinya. Jenis buah-buahan tersebut adalah: Durian, Mangga,
Rambutan, Salak, Manggis, Duku, Buah Merah dan Matoa. Hasil Sensus Pertanian tahun
2013, menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga tanaman buah-buahan mencapai 2,2 juta
rumah tangga dan menempati ketiga setelah subsektor tanaman pangan dan subsektor
perikanan. Besarnya jumlah rumah tangga buah-buahan menunjukkan bahwa subsektor

76
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

ini berperan strategis dalam peningkatan pendapatan masyarakat, dan percepatan


penurunan angka kemiskinan di dalam negeri.
Kabupaten Tuban merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang
membutuhan proses percepatan dalam membangun ekonomi untuk dapat membangun
masyarakat yang sejahtera sehingga tidak tertinggal dengan wilayah lain, sesuai dengan
yang telah diamanatkan dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah) Kabupaten Tuban. Salah satu potensinya yaitu pada sektor pertanian. Sektor
pertanian dalam arti luas meliputi sektor produksi berbagai komoditi selain tanaman
bahan makanan (TBM) yaitu tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan, perikanan dan
tanaman biofarma serta tanaman hias. Tanaman buah-buahan semusim yang utama di
Kabupaten Tuban adalah melon, semangka dan blewah. Sedangkan tanaman sayuran
semusim yang utama di Kabupaten Tuban adalah bawang merah, cabe besar, cabe rawit,
terong, tomat, kangkung, bayam dan sawi. Pada tanaman buah-buahan tahunan yang
utama di Kabupaten Tuban jenisnya lebih banyak antara lain alpukat, belimbing, duku,
jambu biji, jambu air, jeruk siam atau dengan nama lain jeruk keprok, mangga, nangka,
pepaya, pisang, sawo, sirsak dan sukun. Beberapa buah-buahan lain yang hanya terdapat
di kecamatan tertentu, yaitu buah nenas, durian, dan anggur. Sawo, mangga dan pepaya
merupakan jenis buah yang terdapat di semua kecamatan.
Pengembangan produk buah-buahan unggulan yang ramah lingkungan harus
mempertimbangkan aspek lingkungan, yaitu kualitas agroekologinya. Artinya dalam
pengembangan produk tersebut dalam kerangka pembangunan pertanian berkelanjutan
(sustainable farming development). Dengan mengacu pada Permentan RI Nomor 64
Tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik, pengembangan produk unggulan juga
dapat dilaksanakan dengan cara organik. Sehingga selain dapat meningkatkan pendapatan
petani buah-buahan, produk buah-buahan organik juga mampu meningkatkan kualitas
agroekologi lahan yang digunakan. Selain itu kualitas hasil panennya lebih sehat karena
tidak mengandung residu pupuk kimiawi dan pestisida yang mengandung racun. Produk
buah-buahan terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman rempah-
rempah atau empon-empon. Buah-buahan merupakan komoditi yang memiliki nilai
ekonomi paling tinggi dan prospektif diantara komoditi buah-buahan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan dasar pemikiran yang ilmiah dan kuat bagi upaya-upaya
pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, yaitu meningkatkan
kontribusi dari sektor pertanian Kabupaten Tuban.
TINJAUAN PUSTAKA
Produk Unggulan Daerah
Produk unggulan daerah (PUD) di Indonesia sejak lama didasarkan atas peraturan
pemerintah, seperti dikutip oleh Riza Alfita (2009), bahwa Produk Unggulan Daerah
(PUD) adalah suatu produk unggulan yang memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri dan
berbeda dengan yang dimiliki oleh daerah lain memiliki daya saing tinggi serta mampu
memberikan peluang kesempatan kerja untuk masyarakat lokal. Produk unggulan daerah
juga berorientasi ramah lingkungan dan berorientasi pada pasar lokal maupun nasional
serta regional. Pengembangan produk unggulan dan pemberdayaan sebagai potensi
ekonomi daerah pada era otonomi merupakan suatu pekerjaan yang sulit dilaksanakan,
hal ini karena keterkaitan erat dengan kemauan politik ataupun kebijakan dari pemerintah
yang berpengaruh terhadap pengembangan PUD. Dalam pengembangan serta
pemberdayaan produk unggulan daerah sebagai salah satu tonggak dari pada ekonomi
daerah maka diperlukannya peranan pemerintah daerah.
Menurut Sri (2010), komoditi merupakan suatu produk yang dihasilkan secara
bertahap oleh produsen. Komoditi dikatakan unggulan apabila mempunyai kontribusi
yang besar minimal untuk produsen itu sendiri. Ada beberapa cara dalam menentukan
sebuah komoditi unggulan. Berikut ini adalah pendekatan yang dilakukan untuk
menentukan suatu komoditi yang dikatakan unggul bagi suatu daerah, yaitu :

77
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

(1) Value Added, yaitu nilai tambah cukup besar dari total outputnya, yaitu di atas rata-
rata dari nilai tambah seluruh kegiatan perekonomian regional.
(2) Input Domestic, kandungan input domestik besar, di atas rata-rata total dari input
domestik seluruh kegiatan ekonomi.
(3) Spesialisasi Ekspor, peran suatu industri dalam ekspor netto (baik antar propinsi dan
Negara) cukup besar, diatas rata-rata.
(4) Investasi/output, peran suatu industry dalam pembentukan investasi cukup besar
(diatas rata-rata).
(5) Penyebaran (forward linkages), indeks penyebaran besar lebih dari 1, yang
merupakan keterkaitan ke depan atau serapan terhadap output sektor industri.
(6) Kepekaan (Backward Lingkages), indeks kepekaan besar lebih dari 1, yang
merupakan keterkaitan ke belakang atau kemampuan sektor industri untuk menyerap
output dari beberapa usaha.
(7) Kontribusi terhadap perekonomian (PDRB), peran produk terhadap pembentukan
PDRB yang cukup tinggi di atas, rata-rata peran seluruh usaha perekonomian daerah.
Menurut Huseini (1999), produk unggulan merupakan produk yang memberikan
nilai tambah serta sumbangan pemasukan tertinggi pada suatu perekonomian daerah.
Pemasukan ini berdasarkan pada aspek nilai dan kontribusi suatu komoditas atau produk.
Dikatakan sebagai produk unggul apabila produk tersebut dapat memberikan nilai tambah
yang tinggi sepanjang rantai nilai dan memberikan kontribusi terbesar dari suatu
perekonomian daerah. Pendekatan pohon industri dan rantai nilai (value chain)
merupakan analisa pendekatan yang digunakan untuk mengetahui produk yang
memberikan nilai tambah.
Komoditi unggulan adalah hasil usaha masyarakat yang mempunyai kesempatan
dalam mencapai pemasaran yang tinggi serta memberikan keuntungan untuk masyarakat.
Komoditi unggulan memiliki beberapa kriteria yaitu :
a. Memiliki daya saing tinggi di pasaran (keunikan atau ciri spesifik, kualitas
bagus, harga murah);
b. Memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang berpotensial untuk
dikembangkan;
c. Memiliki nilai tambah bagi masyarakat;
d. Secara ekonomi memberikan keuntungan dan bermanfaat dalam
meningkatkan pendapatan serta kemampuan sumberdaya manusia;
e. Patut mendapatkan dukungan dari modal bantuan atau kredit
Komoditas unggulan dalam pemasaran dicirikan dengan produk handal yang
dihasilkan oleh daerah tertentu yang diduga memiliki keunggulan yang khas, sehingga
memiliki daya saing yang kuat. Keunggulan tersebut antara lain iklim yang cocok, lahan
subur, tenaga kerja terampil dan manajemen yang efisien serta penerapan teknologi.
Keunggulan tersebut disebutkan sebagai keunggulan komparatif (comparative
advantage). Upaya pengembangan komoditas unggulan dapat dilakukan dengan :
(1) Program pengembangan investasi dalam rangka peningkatan industrialisasi di daerah
baik pengembangan industri mikro/kecil, kerajinan, agro industri maupun
pengembangan agropolitan untuk pengembangan agro industri terpadu dengan
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah.
(2) Mengembangkan promosi dan untuk pengenalan komoditas unggulan, andalan dan
potensial agar dapat menjangkau pasar yang lebih luas.
(3) Kerjasama dengan multipihak dalam pengelolaan usaha dalam peningkatan produk
dan jangkauan pasar komoditas yang lebih luas.
Pentingnya komoditas unggulan berkaitan erat dengan dua konsep pembangunan
perekonomian yaitu konsep Kompetensi Inti (Core Competency) dan konsep Daya Saing
Daerah. Pembangunan kompetensi inti pada dasarnya terbentuk atas dasar produk atau
komoditas unggulan, namun tidak semua komoditas unggulan bisa dijadikan suatu

78
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

kompetensi inti pada suatu daerah. Hal ini dikarenakan kompetensi inti bukan berasal
dari produk unggulan daerah tersebut, melainkan dari kompetensi inti daerah itu sendiri.
Karena kompetensi inti memiliki pengertian yang lebih detail dan luas daripada produk
atau komoditas unggulan.
Biomassa Karbon
Pohon mempunyai kemampuan untuk melakukan fotosintesis, proses fotosintesis
pohon membutuhkan gas CO2 sebagai bahan bakunya dan hasil fotosintesis tersebut
berupa oksigen dan zat-zat makanan yang diperlukan oleh pohon atau tumbuhan dan
makhluk hidup yang lain. Kemampuan pohon dalam menyerap karbondioksida
membutuhkan stomata yang memungkinkan masuknya CO2. Purwaningsih (2007)
memaparkan bahwa pengukuran serapan karbondioksida dapat dilakukan dengan metode
karbohidrat, karena jumlah massa karbondioksida dalam proses fotosintesis berbanding
lurus dengan jumlah karbon dalam karbohidrat. Selama kurun waktu 40 tahun dalam
proses pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan di Indonesia, telah menyebabkan
terjadinya kerusakan hutan (degradasi dan deforestasi). Faktor – faktor utama dalam
mempercepat terjadinya degradasi dan deforestasi di Indonesia yaitu kegiatan eksploitasi
hutan secara legal maupun ilegal, konversi hutan alam dan gambut untuk dijadikan
perkebunan sawit serta pertambangan, pemberian ijin pemanfaatan kayu, serta kebakaran
hutan (FWI, 2001).
Pemicu terjadinya pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer yaitu kegiatan
konversi hutan. Terlepasnya Biomassa Karbon dalam biomassa tumbuhan dan memicu
terjadinya degradasi tanah yang menyebabkan terlepasnya karbon dari bahan organik
tanah merupakan dampak dari konversi hutan. Perubahan vegetasi penutup lahan juga
menyebabkan tidak terjadinya proses penyerapan karbon sehingga yang terjadi bukan
hanya pelepasan Biomassa Karbon di hutan namun juga hilangnya fungsi penyerapan
karbon oleh hutan. Hal yang sama terjadi dalam proses degradasi hutan. Penyebab
berkurangnya kandungan karbon dalam tutupan hutan dan turut berkurangnya fungsi
penyerapan karbon oleh hutan dikarenakan berkurangnya vegetasi hutan. Dalam
penutupan lahan hutan menjadi kawasan budidaya pertanian, proses fotosintesis yang
terjadi dapat mengimbangi proses fotosintesis pada lahan hutan namun serapan karbon
tanaman budidaya pertanian tidak sebesar serapan karbon tanaman hutan. Pohon di hutan
mampu menyerap CO2 sebagai proses fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk
karbohidrat pada kantong karbon yang terdapat di daun, batang dan akar sebelum
dilepaskan kembali ke atmosfer. Sehingga menimbulkan hubungan antara biomassa hutan
dengan kandungan karbon. Terdapat empat kolam karbon pada hutan; biomassa atas
permukaan (aboveground biomass), biomassa bawah permukaan (undergroundbiomass),
kandungan karbon organik tanah, serta bahan organik mati. Semua komponen vegetasi
hutan yang terdiri dari pohon dan strata tumbuhan bawah termasuk dalam biomassa
permukaan. Sedangkan akar merupakan biomassa bawah permukaan selain kandungan
organik tanah yang mempunyai kelas tersendiri dalam perhitungan carbon pools. Serasah
dan kayu mati yang telah ditetapkan berdasarkan tingkat dekomposisi termasuk dalam
bahan organik mati.
Karbon (C)
Dalam siklus karbon, vegetasi melalui fotosistesis merubah CO2 dari udara dan air
menghasilkan karbohidrat dan oksigen. Karbohidrat yang terbentuk disimpan oleh
vegetasi dan sebagian oksigen dilepaskan ke atmosfer (Fardiaz 1995). Menurut Whitmore
(1985) umumnya karbon menyusun 45–50% berat kering dari biomassa.
Menurut Dury et al., (2002) dalam Ginoga (2004), dalam tegakan hutan karbon
terdapat pada:
a. Pohon dan akar (Tr), yaitu pada biomassa hidup baik yang terdapat di atas permukaan
tanah atau di bawah permukaan dari berbagai jenis pohon, termasuk akar, batang,

79
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

daun, dan cabang;


b. Vegetasi lain (OV), yaitu pada vegetasi bukan pohon (semak, belukar, herba, dan
rerumputan);
c. Sampah hutan, yaitu pada biomassa mati di atas lantai hutan, termasuk sisa
pemanenan; dan
d. Tanah (S), yaitu pada karbon tersimpan dalam bahan organik (humus) maupun dalam
bentuk mineral karbon. Karbon dalam tanah mungkin mengalami peningkatan atau
penurunan tergantung pada kondisi tempat sebelumnya dan kondisi pengolahan.
Dalam inventarisasi karbon hutan, karbon pool (kantung karbon) yang
diperhitungkan setidaknya ada 4 kantung karbon. Kantong karbon merupakan wadah
dengan kapasitas untuk menyimpan karbon dan melepaskannya. Keempat kantong karbon
tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik
mati dan karbon organik tanah. Berdasarkan keberadaannya di alam, komponen karbon
dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu karbon di atas permukaan tanah dan karbon di
dalam tanah.
Biomassa pohon merupakan semacam material yang hidup di atas permukaan
tanah. Batang, cabang, tunggul, kulit kayu, biji serta daun dari vegetasi baik dari strata
pohon maupun strata tumbuhan bawah di lantai hutan merupakan bagian dari katong
karbon di permukaan. Biomassa tumbuhan bawah merupakan biomassa yang berasal dari
akar tumbuhan. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang telah
ditetapkan. Hal ini dilakukan karena diameter akar tumbuhan yang lebih kecil dari
ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.
Nekromasa meliputi akar mati, kayu mati dan tunggul dengan batang pohon mati baik
yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah yang merupakan
komponen penting dari karbon dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi Biomassa
Karbon yang akurat.
Pada biomassa akar, Akar akan menyalurkan langsung jumlah karbon yang sangat
besar kedalam tanah, dan cukup lama keberadaannya di dalam tanah. Akar-akar besar
(diameter > 2 mm) akan mendominasi biomassa akar di tanah hutan, sedangkan akar-akar
halus yang lebih pendek daur hidupnya akan mendominasi pada tanah pertanian.
mengestimasi Biomasa akar yang didasarkan pada diameter akar (akar utama), sama
halnya cara untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter batang.
Bahan organik tanah yaitu bahan yang berasal dari sisa tanaman, hewan serta manusia
yang terdapat pada permukaan maupun di dalam tanah, yang sebagian atau seluruhnya
dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan tercampur dengan tanah.
Biomassa
Definisi dari Biomassa yaitu jumlah total materi yang hidup di atas permukaan
pada suatu pohon serta dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown,
1997). Berat bahan vegetasi yang hidup pada bagian atas maupun bawah permukaan
tanah dalam waktu tertentu disebut dengan Biomassa vegetasi (Roberts et al., 1993).
Dalam pendugaan potensi serapan karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan karena
50% biomassa tersusun oleh karbon maka bisa menggunakan biomassa hutan (Brown,
1997). Penyusun utama Biomassa yaitu senyawa karbohidrat yang tersusun dari unsur
karbon dioksida, oksigen, dan hidrogen. Umur tegakan hutan, sejarah perkembangan
vegetasi serta komposisi dan struktur tegakan mempengaruhi Biomassa tegakan (Lugo
dan Snedaker, 1974 dalam Kusmana, 1992).
Karbon Hutan
Biomassa hutan sangat selaras dengan isu perubahan iklim. Biomasa hutan
mempunyai peran penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon.
Keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan.
Peningkatan jumlah karbon di atmosfer dikarenakan terjadinya kerusakan hutan,

80
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

pembalakan kebakaran dan sebagainya. Siklus karbon secara sederhana dapat


menjelaskan tentang dinamika karbon di alam. Siklus karbon yaitu siklus biogeokimia
yang meliputi pertukaran atau perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer,
hidrosfer dan atmosfer bumi. Siklus karbon sebenarnya merupakan suatu proses yang
sulit serta dalam setiap proses saling memberikan pengaruh terhadap proses lainnya.
Tanah, Hutan, laut dan atmosfer semuanya menyimpan karbon yang akan berpindah
secara dinamis dari tempat-tempat penyimpanan tersebut sepanjang waktu.Tempat
penyimpanan ini disebut dengan kantong karbon aktif (active carbon pool).
Deposit bahan bakar fosil merupakan simpanan karbon yang penting. Simpanan
karbon ini tersimpan jauh di dalam perut bumi dan secara alami terpisah dari siklus
karbon di atmosfer, kecuali apabila simpanan tersebut di ambil dan dilepaskan ke
atmosfer ketika bahan-bahan tersebut dibakar. Semua pelepasan karbon dari simpanan ini
akan menambah karbon yang berada di kantong karbon aktif (activecarbon pool). Saat ini
yang terjadi selain kerusakan hutan, yaitu laju pembakaran bahan bakar fosil yang tinggi
sehingga meningkatkan jumlah karbon yang berada di atmosfer. Proses fotosintesis dan
penyimpanannya dalam jaringan tumbuhan pada tanaman akan mengurangi karbon di
atmosfer (CO2). Karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong
karbon sampai karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer.komponen penyusun
dari biomassa di atas permukaan yaitu vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit.
Sedangkan di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan penyimpan
karbon selain tanah itu sendiri.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis
survei eksploratif (exploratory research).Nazir (2005) menjelaskan bahwa metode survei
eksploratif sering digunakan untuk mengungkapkan fakta dan mengidentifikasi
permasalahan serta mendapatkan pembenaran terhadap pelaksanaan yang sedang
berjalan.Sejalan dengan pernyataan tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk
menjelaskan fakta berkembangnya usaha tani buah-buahan yang memiliki potensi
komoditas di Kabupaten Tuban.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur. Penentuan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja, dengan mempertimbangkan daerah ini yang memiliki
potensi besar dalam sektor pertanian baik dalam sektor pemanfaatannya maupun untuk
pengembangannya yang akan mampu memberikan pengaruh yang tinggi pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah di masa yang akan datang.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tuban dengan mengambil fokus area kawasan
usaha tani buah-buahan.Lokasi penelitian diambil contoh (sample) secara sengaja yaitu 6
(enam) kecamatan.Lokasi ini dipilih karena keenam wilayah ini terdapat merupakan
wilayah pengembangan usaha tani buah-buahan khususnya belimbing, jambu biji merah,
mangga dan jeruk.Jumlah petani yang menjalankan usaha tani di enam kecamatan
tersebut juga cukup banyak. Selain itu, lokasi dipilih berdasarkan kemudahan akses
memasuki wilayah tersebut. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April hingga
November tahun 2015.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah petani usaha tani buah-buahan yang berada di 6
(enam) kecamatan yang terdapat di Kabupaten Tuban, yaitu Kecamatan Palang,
Kecamatan Soko, Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Kerek, Kecamatan Singgahan
dan Kecamatan Grabagan. Jumlah petani buah-buahan dari 6 (enam) kecamatan adalah
166 petani yang bertani buah belimbing, jambu biji merah, mangga dan jeruk
Berdasarkan jumlah petani sebagai unit populasi tersebut, maka diperlukan pengambilan

81
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

sampel untuk mempermudah dalam pelaksanaan penelitian ini. Selain itu, alasan
dilakukan pengambilan sampel bertujuan untuk dapat memahami tentang sifat dan
karakterisasi petani buah-buahan, sehingga peneliti dapat dengan mudah menarik
kesimpulan yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi penelitian. Hal ini sejalan
dengan Sekaran (2006) yang menjelaskan bahwa pengambilan sampel dapat dilakukan
terhadap sebagian populasi, dikarenakan besarnya ukuran populasi dan beberapa faktor
penghalang seperti faktor biaya, waktu, sumberdaya manusia, dan lain sebagainya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, sampel yang diambil harus melalui prosedur yang
representatif, yang berkaitan dengan dua aspek penting yaitu akurasi dan presisi. Sampel
dapat dikatakan akurat, apabila statistik sampel dapat memprediksi parameter populasi
dengan tepat, sedangkan sampel memiliki aspek presisi apabila mampu mencerminkan
realitas populasi dengan cermat. Pada penelitian ini digunakan Metode Slovin untuk
menentukan ukuran sampel. Metode Slovin yang digunakan pada penelitian ini dengan
presisi 15% dengan perhitungan menurut Siegel (1990) dan Setiawan (2007) sebagai
berikut.
𝑁
𝑛=
1 + 𝑁(𝑒)2
Keterangan:
n= Jumlah sampel petani buah-buahan.
N = Jumlah populasi petani buah-buahan.
e = Tingkat kesalahan 15%.
Pada penelitian ini jumlah sampel setiap desa ditentukan dengan cara propotional
sampling, dengan perhitungan berdasarkan rumus (Siegel, 1990; Santoso dan Tjiptono,
2002):
𝑁𝑖
𝑛𝑖 = 𝑛
𝑁
Keterangan:
ni = Jumlah sampel pada masing-masing kecamatan.
Ni = Jumlah populasi pada masing-masing kecamatan
n= Jumlah sampel.
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel penelitian sebesar 166
orang petani buah-buahan khusunya belimbing, jambu biji merah, mangga dan jeruk
sebagai informan kunci (key-informant).
Metode Pengumpulan Data
Data primer yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain yaitu: a) Data variabel
fisik lahan dan manajemen usaha tani buah-buahan. Data ini merupakan data yang
diperoleh dengan menggunakan metode survei langsung di lapangan dan wawancara
sedangkan pengambilan data sampel tanah di beberapa titik lokasi perkebunan buah-
buahan diperoleh dari dinas pertanian; b) Data total variabel pendapatan, variabel biaya
tetap, variabel biaya tidak tetap, modal dan lain-lain yang diperlukan dalam usaha tani
buah-buahan diperoleh dengan menggunakan metode survei dengan kuesioner yang
disebar pada 166 responden yaitu petani buah yang terletak di 6 lokasi kecamatan; c)
Optimalisasi pengolahan pengembangan usaha tani buah-buahan diperoleh dari data hasil
survei dengan kuesioner sebelumnya. Data yang digunakan merupakan semua data yang
telah dianalisis sebelumnya; d) Strategi pengolahan pengembangan usaha tani buah-
buahan diperoleh dari hasil analisis kualitatif dan kuantitatif sebelumnya.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang berasal
dari beberapa sumber dokumen yang meliputi: data-data yang relevan dengan penelitian
ini, termasuk juga penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.
Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tuban (data luas
lahan, curah hujan, hasil produksi buah-buahan dan lain-lain), Dinas Pertanian, Bappeda,

82
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

Balai Penelitian, Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, Dinas Hutbun, Dinas Kelautan
dan Perikanan, Kantor Desa (jumlah penduduk dan data pelengkap lainnya) dan dinas
atau instansi lain di Kabupaten Tuban. Rentang waktu data sekunder yang digunakan
adalah 6 tahun, yaitu antara tahun 2010-2015. Data lain yang digunakan adalah data
jumlah produksi komoditas subsektor pertanian di Kabupaten Tuban Tahun 2010-2014
dan harga komoditas subsektor pertanian tingkat produsen di Kabupaten Tuban Tahun
2010-2014. Data letak geografis dan topografi, data kependudukan, data keadaan
pertanian serta data Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Tuban 2011-2016 merupakan data pendukung lainnya.
Variabel dan Sumber Data
Variabel dan sumber data yang dugunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan
masalah dan tujuan penelitian yang akan dicapai. Adapun variabel yang diamati untuk
mendapatkan kesesuaiaan lahan antara lain variabel fisik lahan usaha tani yang meliputi
ketinggian, kelerengan, tekstur tanah, kedalaman tanah, jenis tanah, kemampuan lahan,
dan iklim. Sedangkan untuk variabel manajemen budidaya yang meliputi pembibitan,
penanaman, varietas tanaman buah-buahan, umur tanaman buah-buahan, pemupukan,
pemeliharaan tanaman serta pemanenan buah.
Berdasarkan permasalahan yang ingin diselesaikan, salah satu variabel yang diamati
adalah kelayakan ekonomi usaha tani buah-buahan dengan menggunakan perhitungan
BEP Unit, BEP rupiah, R/C Ratio, B/C Ratio, NPV dan IRR yaitu dengan mengetahui
pendapatan baik penerimaan maupun laba yang diperoleh petani buah, pengeluaran
berupa variabel biaya tetap maupun variabel biaya tidak tetap dan juga modal. Data yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil survei dengan metode
kuesioner yang diberikan kepada para petani dengan jumlah sampel tertentu. Sedangkan
pada perhitungan optimalisasi digunakan metode goal programming dengan variabel
kesesuaian lahan, kelayakan ekonomi usaha tani, produktivitas hasil panen buah-buahan,
Biomassa Karbon, luas lahan, pendapatan petani buah-buahan, penyerapan tenaga kerja,
biaya pengolahan usaha tani dan modal yang digunakan usaha tani. Selanjutnya dilakukan
analisis sensitivitas dari hasil yang telah diperoleh. Setelah didapatkan variabel-variabel
yang optimal berdasarkan hasil yang telah diperoleh sebelumnya, dilakukan analisis
cluster yang memuat tiga aspek yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi dari 6 kecamatan
yang terdapat di Kabupaten Tuban.
Tabel 1. Variabel dan Sumber Data
Masalah Penelitian Variabel Teknik Sumber Data
Pengumpulan Data
Bagaimana kelayakan Biomassa Karbon yang  Pengamatan  Petani buah-
lingkungan pada terbentung pada usaha langsung di buahan seperti
pengembangan potensi tani buah-buahan lapangan belimbing,
komoditas unggulan unggulan yang ramah  Survei jambu biji
buah-buahan yang ramah lingkungan menggunakan merah, mangga
lingkungan khususnya kuesioner dan jeruk
buah belimbing, jambu  Wawancara
biji merah, manga dan terstruktur
jeruk di Kabupaten  Survei lapangan
Tuban  Observasi
Metode Analisis Data
Analisis Location Quotient (LQ)
Salah satu analisis kuantitatif yang dapat digunakan untuk menentukan komoditi
unggulan adalah analisis struktur ekonomi daerah dengan menggunakan pendekatan
Location Quotient (LQ). Metode Location Quotient (LQ) adalah suatu pendekatan tidak
langsung untuk mengetahui apakah suatu komoditi merupakan komoditi basis atau non
basis. Keunggulan metode ini dalam mengidentifikasi komoditi unggulan antara lain

83
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

penerapannya yang sederhana, mudah dan tidak membutuhkan program pengolahan data
yang rumit. Penyelesaian analisisnya cukup dengan menggunakan perangkat lunak spread
sheet dari MS Excel. Sebaik apapun hasil olahan metode LQ, tidak akan bermanfaat jika
data yang digunakan tidak valid. Validitas atau kesahihan data dapat menghindari bias
musiman dan tahunan. Sehingga diperlukan data runtun waktu (time serries) yang cukup
panjang. Data yang dianalisis sebaiknya tidak kurang dari 5 tahun. Sementara itu,
mengumpulkan data yang lengkap sepanjang 5 tahun tersebut sering mengalami
hambatan di lapangan (Hendayana, 2003).
Pendekatan LQ mempunyai dua keunggulan yaitu sebagai berikut: a)
Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang antara), b)
Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui
kecendrungan. Kelebihan analisis LQ yang lainnya yaitu analisis ini dapat dibuat menarik
jika dilakukan dalam bentuk time series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu
tertentu. Analisis Location Quotient (LQ) juga dapat menentukan sektor dan sub sektor
serta komoditi unggulan suatu perekonomian wilayah. Sektor, sub sektor, dan komoditi
unggulan yang berkembang dengan baik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pendapatan daerah secara optimal. Berikut rumus LQ yang digunakan dalam penelitian
ini :
𝑝𝑖/𝑝𝑡
𝐿𝑄 =
𝑃𝑖/𝑃𝑡
Dimana,
𝐿𝑄 = Location Quotient
𝑝𝑖 = Rata-rata produksi selama 𝑡 tahun jenis komoditas 𝑖 pada tingkat Kabupaten
𝑝𝑡 = Jumlah rata-rata produksi selama 𝑡 tahun semua komoditas 𝑗 pada tingkat
Kabupaten
𝑃𝑖 = Rata-rata produksi selama 𝑡 tahun jenis komoditas 𝑖 pada tingkat Provinsi
𝑃𝑡 = Jumlah rata-rata produksi selama 𝑡 tahun semua komoditas 𝑗 pada tingkat
Provinsi
LQ>1 menunjukkan terdapat konsentrasi relative disuatu wilayah dibandingkan
dengan keseluruhan wilayah. Hal ini berarti komoditas i disuatu wilayah merupakan
sektor basis yang berarti komoditas i di wilayah itu memiliki keunggulam komparatif.LQ
= 1 merupakan sektor non basis, artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki
keunggulan komparatif. produksi komoditas yang dihasilkan hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan sendiri dalam wilayah itu.LQ < 1.merupakan sektor non basis,
artinya komoditas i disuatu wilayah tidak memiliki keunggulan komparatif, produksi
komoditas i di wilayah itu tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan harus mendapat
pasokan dari luar wilayah. Komoditas yang menghasilkan nilai LQ > 1 merupakan
strandar normative untuk ditetapkan sebagai komoditas unggulan. Dan jika banyak
komoditas yang menghasilkan nilai LQ > 1 maka derajat keunggulan komparatif
ditentukan berdasarkan nilai LQ yang lebih tinggi di suatu wilayah, karena semakin tinggi
nilai LQ maka menunjukkan semakin tinggi pula potensi keunggulan komoditas tersebut
(Muhammad, 2005).
Metode Perhitungan Biomassa, Kandungan dan Serapan Karbon
Jenis vegetasi yang mampu menyerap karbon paling tinggi yaitu jenis vegetasi
berkayu. Dahlan (2004) dalam Ginoga (2004) memaparkan bahwa jenis vegetasi berkayu
yang memiliki daya tumbuh cepat mampu menyerap karbon lebih tinggi dibandingkan
dengan vegetasi yang memiliki daya tumbuh lambat, tetapi vegetasi yang lebih cepat
tumbuh sebagian besar mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam
pengukuran pendugaan potensi serapan karbon yang ada dalam vegetasi itu, hal ini
dikarenakan oleh bentuk batang yang relatif kurang silindris dan akar yang meluas,

84
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

sehingga penggunaan metode yang digunakan berbeda-beda berdasarkan jenis vegetasi


tersebut. Hal yang paling penting untuk mengetahui potensi serapan karbon dalam suatu
kawasan hutan maka menggunakan metode pengukuran karbon, dengan memakai metode
yang efektif dan benar maka potensi pengukuran karbon dapat diketahui secara tepat dan
akurat. Rumus allometrik untuk menaksir biomassa pohon berdasarkan zona iklimnya
(Chave et al., 2005).
Tabel 2. Rumus Allometrik Biomassa Karbon
Curah hujan (mm/tahun) Rumus allometrik
Kering (<1500) 1. (AGB) est = 0.112 (πD2H)0.916
2. (AGB) est = π * exp(-0.667+1.784 ln(D)+0.207
(ln(D))2 – 0.0281 (ln(D))3)
Humid/Lembab (1500-4000) 1. (AGB)est = 0.0509 x πD2H
2. (AGB)est = π * exp(-1.499+2.148 ln(D)+0.207
(ln(D))2 – 0.0281 (ln(D))3 )
Basah (>4000) 1. (AGB)est = 0.0776 * (πD2H)0.94
2. (AGB)est = π * exp(-1.239 + 1.980 ln(D)+0.207
(ln(D))2– 0.0281 (ln(D))3)
Keterangan: (AGB)est = biomasa pohon bagian atas tanah, kg/pohon; D=DBH,
diameter batang setinggi dada, cm; H = tinggi pohon, m; π = BJ kayu, g/cm
Persamaan no.1 digunakan apabila memiliki data tinggi dan diameter pohon;
Persamaan no.2 digunakan apabila hanya memiliki data diameter pohon
Berikut merupakan cara penentuan titik pengukuran DBH batang pohon
bergelombang atau bercabang rendah berdasarkan Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000
dalam Hairiah et al., 2011.

Gambar 1. Skematis Penentuan Ketinggian Pengukuran DBH


Keterangan:
a. Pohon pada lahan berlereng, letakkan ujung tongkat 1.3 m pada lereng bagian atas
b. Pohon bercabang sebelum ketinggian 1.3 m, maka ukurlah DBH semua cabang yang
ada
c. Bila pada ketinggian 1.3 m terdapat benjolan, maka lakukanlah pengukuran DBH
pada 0.5 m setelah benjolan
d. Bila pada ketinggian 1.3 m terdapat banir (batas akar papan) maka lakukan
pengukuran DBH pada 0.5 m setelah banir. Namun bila banir tersebut mencapai
ketinggian > 3 m, maka diameter batang diestimasi
Selanjutnya kandungan karbon diduga dengan mengalikan biomassa dengan faktor
konversi yang dikemukakan oleh (Murdiarso et al., 2002) sebagai berikut:
𝐶 = 0,5 𝐵
Dimana 𝐶 adalah kandungan karbon (kg) dan 𝐵 adalah biomassa pohon kering (kg)
(setengah dari biomassa adalah kandungan karbon). Sedangkan besarnya penyerapan CO2
oleh tanaman yaitu dengan menggunakan rumus (Rifyunando, 2011):
𝑀𝑟 𝐶𝑂2
𝑆𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑛 𝐶𝑂2 = 𝑥 𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐶
𝐴𝑟 𝐶
Dimana Mr CO2 merupakan berat molekul senyawa (44) dan Ar C merupakan berat
molekul relatif atom C (12).

85
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

HASIL DAN PEMBAHASAN


Potensi Komoditas Unggulan
Komoditi unggulan di Kabupaten Tuban pada sektor pertanian salah satunya adalah
pada buah-buahan. Luas lahan usaha tani yang dipergunakan untuk penanaman buah-
buahan mencapai 55.229,844 Ha dan luas lahan pekarangan 15.524,075 Ha serta luas
ladang 61.000 Ha. Hal ini memungkinkan untuk para petani dalam mengelola jenis buah-
buahan yang dapat menopang pertumbuhan ekonominya. Meskipun wilayah yang
terdapat di Kabupaten Tuban cenderung banyak yang terdapat di wilayah pesisir pantai,
namun masih banyak lahan yang tersedia dan mampu digunakan dalam usaha tani
khususnya buah-buahanan. Macam-macam buah-buahan yang menjadi ciri khas di
Kabupaten Tuban antara lain yaitu siwalan, kawista, blimbing Tasikmadu dan duku
Prunggahan. Kawista (Lemonia Acidissima Linn) sering dijumpai di Kecamatan Bancar
yang ditanam secara tradisional di pekarangan rumah. kegunaan tanaman kawista antara
lain daging buah segarnya dapat dimakan dengan mencampur gula atau sirup dan es krim.
Duri dan kulit buahnya dapat digunakan sebagai pengobatan, sedangkan kayunya dapat
dimanfaatkan untuk bangunan rumah dan peralatan pertanian.
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui sektor buah yang bisa memiliki
potensi dalam menjadi komoditas unggulan selain buah yang saat ini menjadi ciri khas di
Kabupaten Tuban. Berdasarkan survei di lapangan, hasil pertanian buah-buahan yang
dikaji adalah buah belimbing, jambu biji merah, mangga dan jeruk. Lokasi yang
digunakan untuk meneliti hasil pertanian buah-buahan tersebut sebanyak 6 kecamatan
antara lain Kecamatan Palang, Soko, Tambakboyo, Kerek, Singgahan dan Grabagan.
Dalam mengetahui potensi komoditas unggulan diantara buah-buahan tersebut, digunakan
metode LocationQuotient (LQ). Metode ini menggunakan luas panen keempat tanaman
yang menjadi buah yang menghasilkan di wilayah Kabupaten Tuban. Buah-buahan yang
diteliti dalam penelitian ini antara lain belimbing, jambu biji merah, mangga dan jeruk.
Skala waktu yang digunakan dalam penelitian ini adala produksi pertahun dalam ton yang
dibandingkan dengan produksi yang ada pada wilayah Jawa Timur selama 6 tahun
terakhir yaitu pada tahun 2010 hingga tahun 2015. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh nilai LQ sebagai berikut:
Tabel 3.Komoditi Basis Buah-buahan
No Luas Panen LQ Status
1 Belimbing 2,359 Basis
2 Jambu Biji Merah 1,309 Basis
3 Mangga 1,536 Basis
4 Jeruk 0,017 Non Basis
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa buah belimbing memiliki potensi yang lebih
unggul untuk dikembangkan. Setelah itu buah mangga dan jambu biji merah memiliki
potensi menjadi salah satu buah yang memiliki keunggulan komoditi di Kabupaten
Tuban. Mengacu pada hasil penelitian ini yang dilakukan dengan menggunakan data dari
tahun 2010 hingga 2015, dapat dilakukan upaya untuk mengembangkan kawasan
Kabupaten Tuban pada sektor buah-buahan.
Karbon (C)
Biomassa karbon merupakan kandungan karbon yang tersimpan pada permukaan
tanah sebagai sisa tanaman yang sudah mati (nekromasa) dan biomassa tanaman maupun
yang tersimpan dalam tanah sebagai bahan organik. Kemudian, perubahan wujud karbon
ini dijadikan dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian besar unsur karbon (C)
yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O2 (oksigen) dan menjadi CO2
(karbondioksida). Maka dari itu, ketika satu hektar hutan menghilang (pohon-pohonnya
mati), biomasa pohon-pohon tersebut lambat laun terurai dan unsur karbonnya akan
terikat ke udara menjadi emisi. Akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara
kembali menjadi biomassa tanaman secara bertahap ketika satu lahan kosong ditanami

86
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

tumbuhan dan tumbuhan tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman
penyusun lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai
biomasa (Biomassa karbon) (Kauffman dan Donato, 2012).
Penelitian mengenai karbon tersimpan perlu dilaksanakan untuk mengetahui
perubahan karbon tersimpan di suatu kawasan akibat konversi penggunaan lahan.
Konversi penggunaan lahan dapat dipantau dengan menggunakan teknologi penginderaan
jauh. Perubahan karbon yang tersimpan di atas maupun di bawah permukaan suatu area
dapat diketahui dengan menggunakan Integrasi data lapang dan data spasial perubahan
penggunaan lahan. Jawaban atas tantangan peningkatan produksi pertanian yang semakin
kompleks dengan langkah strategis yaitu mengembangkan lahan pertanian yang pasang
surut. Dengan pengelolaan yang tepat melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang benar, pengembangan lahan pasang surut mempunyai prospek besar untuk menjadi
lahan pertanian yang produktif terutama dalam rangka melestarikan swasembada pangan,
diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta pengembangan
agribisnis dan wilayah (Abdurachman dan Ananto, 2000).
Buah-buahan merupakan sumber vitamin yang dibutuhkan dalam memenuhi gizi
keluarga, disamping sebagai sumber pendapatan. Pada hasil penelitian Biomassa karbon
yang terdapat di kabupaten Tuban, rata-rata Biomassa karbon pada komoditas buah-
buahan belimbing, jambu biji merah, mangga dan jeruk dapat dilihat pada gambar
diagram berikut:
70,000.00
60,000.00
50,000.00
Kg/Ha

40,000.00
30,000.00
20,000.00
10,000.00
0.00
belimbing Jambu Biji Mangga Jeruk
Merah

Biomassa Karbon

Gambar 2.Biomassa Karbon Komoditas Buah-Buahan di Kabupaten Tuban


Hasil penelitian berdasarkan jumlah wilayah sampel yang telah diteliti
membuktikan bahwa pada lahan pertanian buah belimbing di kawasan Kabupaten Tuban
memiliki biomassa karbon sebesar 7.888,18 Kg/Ha. Sedangkan pada lahan pertanian
jambu biji merah memiliki biomassa karbon sebesar 16.184,47 Kg/Ha. Pada lahan
pertanian buah mangga memiliki biomassa karbon yang lebih besar yaitu sebesar
61.823,20 Kg/Ha. Pada lahan pertanian buah jeruk memiliki biomassa karbon sebesar
10.399,29 Kg/Ha. Berdasarkan hasil penelitian pada setiap hektar lahan usaha tani buah-
buahan, secara rinci Biomassa karbon yang dimiliki oleh tanaman buah-buahan per hektar
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.Biomassa karbon Pada Tanaman Buah di Kabupaten Tuban
Biomassa karbon belimbing Jambu Biji Merah Mangga Jeruk
1 pohon (kg) 39,44 40,46 618,23 26,00
1 ha (kg) 7.888,18 16.184,47 61.823,20 10.399,29
Berdasarkan hasil perhitungan Biomassa karbon, terlihat bahwa Biomassa karbon
terbesar diperoleh dari tanaman buah mangga. Hal ini dikarenakan pada tanaman buah
mangga memiliki batang yang lebih besar daripada tanaman komoditas lainnya seperti
belimbing, jambu biji merah atau jeruk. Selain itu, tanaman komoditas mangga memiliki
usia yang relatif lebih lama sehingga memiliki biomassa karbon yang relatif besar. Selain

87
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

dipengaruhi oleh tanaman itu sendiri, biomassa karbon yang terbentuk dapat pula
dipengaruhi oleh kualitas dalam pengelolaan lahan. Tanaman buah-buahan dalam
merespon kondisi lingkungan lahan pada tempat tumbuhnya cukup sulit untuk dijelaskan
terutama dalam hal kemampuan akar tanaman dalam menyerap nutrisi dan mineral yang
terkandung dalam tanah. Pengelolaan tanah yang baik sangat penting untuk produktivitas
tanaman.
Selain itu, pengelolaan pH tanah juga memilki kadar yang berbeda-beda di tiap
wilayahnya. Tanah dapat diasamkan dengan menambahkan bahan organik atau belerang
atau sulfat.Tanah dapat ditingkatkan pH nya dengan menambahkan kapur atau abu kayu.
Namun harus disesuaikan dengan kondisi tanah pada kebutuhan tanaman buah itu sendiri.
Tiga unsur hara esensial, yaitu karbon, oksigen dan hidrogen, sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman dan disediakan oleh udara dan air.Unsur-unsur penting lainnya
yang disebut sebagai nutrisi tanaman, disediakan olehtanah, atau ditambahkan sebagai
pupuk, dan diserap tanaman secara eksklusif melalui akar.Nutrisi tanaman ini dibagi
menjadi dua kelompok.Nutrisi yang dibutuhkanoleh tanaman dalam jumlah besar disebut
hara makro; yaitu nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium dan sulfur. Unsur hara
yang lain disebut hara mikro; termasuk besi, klorin, seng, molibdenum, boron, mangan,
tembaga, sodium dan kobalt. Makro nutrien dan mikro nutrien semuanya penting untuk
pertumbuhan tanaman normal dan perkembangannya; mereka dibutuhkan dalam jumlah
yang berbeda-beda.
Lahan usaha tani juga memerlukan adanya sumber pupuk organik yang berupa
kompos, pupuk kandang dan pupuk hijau. Pupuk organik dapat "ditanam" bersama
dengan menanam tanaman penutup tanah, yang merupakan tanaman yang ditanam untuk
dibenamkan ke dalam tanah, biasanya disebut pupuk hijau.Tanaman penutup tanah juga
menambahkan bahan organik ke tanah.Produk pupuk anorganik juga banyak tersedia,
baik sebagai produk single-hara atau multi-nutrisi.Pupuk dapat diberi label sebagai “slow
release” atau “pupuk larut”. Pupuk “slow-release” melepaskan nutrisi tersedia selama
periode waktu yang panjang.“Pupuk larut” melepaskan hara tersedia secara cepat,dan
banyak yang larut dalam air dan tersedia bagi tanaman.
Nutrisi dapat disediakan oleh banyak produk pupuk dan praktek pemupukan.Harga
pupuk, ketersediaan, kemudahan penggunaan, peralatan yang dibutuhkan, waktudan
filsafat pemupukannya semua memainkan perandalam memilih jenis pupuk dan metode
aplikasi yang terbaik untuk setiap situasi.Kadang-kadang, dalam situasi kekurangan hara
yang parah, beberapa hara mikro dapat disemprotkan ke daun tanaman.Dalam sistem
produksi hidroponik, nutrisi yang dilarutkan dalam air dapat diserap akar
tanaman.Sebagian besar tanah mengandung sejumlah hara.Hanya uji tanah yang dapat
menilai ketersediaan hara ini.Pemupukan yang dilakukan tanpa hasil uji tanah
menyebabkan pemborosan uang dan produk, dan dapat memperburuk ketidak-
seimbangan nutrisi yang ada.Selain itu, kadang-kadang nutrisi yang hadir dalam pasokan
cukup tetapi tidak tersedia karena pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.Uji tanah
dapat mengungkapkan hal ini, dan laboratorium tanah profesional atau konsultan tanaman
dapat merekomendasikan penyelesaian masalah tersebut.
Sedangkan hasil perhitungan kandungan karbon yang dimiliki oleh tanaman buah-
buahan di Kabupaten Tuban adalah sebagai berikut:
Tabel 5.Kandungan karbon Pada Tanaman Buah di Kabupaten Tuban
Kandungan karbon belimbing Jambu Biji Merah Mangga Jeruk
1 pohon (kg) 19,72 20,23 309,12 13,00
1 ha (kg) 3.944,09 8.092,24 30.911,60 5.199,64
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 5 terlihat bahwa mangga merupakan
tanaman yang memiliki kandungan karbon terbanyak daripada tanaman buah lainnya. Hal
ini disebabkan bahwa tanaman mangga merupakan tanaman yang memiliki ciri fisik
terbesar serta memiliki usia yang relatif lebih lama daripada tanaman belimbing, jambu

88
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

biji merah atau jeruk. Pada penelitian ini juga tertera hasil perhitungan serapan CO2 yang
dapat diserap oleh tanaman buah-buahan tersebut:
Tabel 6.Serapan CO2 Pada Tanaman Buah di Kabupaten Tuban
Serapan CO2 belimbing Jambu Biji Merah Mangga Jeruk
1 pohon (kg) 72,31 74,18 1133,43 47,66
1 ha (kg) 14.461,67 29.671,53 113.342,53 19.065,36
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 6.10 mengenai serapan karbon, secara
berturut-turut tanaman buah mangga merupakan yang memiliki biomassa karbon,
kandungan karbon dan serapan CO2 tertinggi daripada tanaman buah lainnya dalam
penelitian ini.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 6 kecamatan di wilayah
Kabupaten Tuban dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ), buah belimbing
memiliki potensi yang lebih unggul untuk dikembangkan. Setelah itu buah mangga dan
jambu biji merah memiliki potensi menjadi salah satu buah yang memiliki keunggulan
komoditi. Hasil penelitian ini yang dilakukan dengan menggunakan data dari tahun 2010
hingga 2015, dapat dilakukan upaya untuk mengembangkan kawasan Kabupaten Tuban
pada sektor buah-buahan. Hal ini dapat dijadikan sebagai suatu kebijakan pemerintah
Kabupaten Tuban yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat sekitar khususnya
petani buah tersebut. Kabupaten Tuban memiliki lokasi yang dekat dengan pantai, maka
kawasan ini mempunyai lanscape yang indah yang berpotensi sebagai pengembangan
wisata atau dengan kata lain wisata petik buah.
Berdasarkan hasil perhitungan biomassa karbon, biomassa karbon terbesar
diperoleh dari tanaman buah mangga yaitu sebesar 61.823,20 Kg/Ha. Hal ini dikarenakan
pada tanaman buah mangga memiliki batang yang lebih besar daripada tanaman
komoditas lainnya seperti belimbing, jambu biji merah atau jeruk. Selain itu, tanaman
komoditas mangga memiliki usia yang relatif lama sehingga memiliki biomassa karbon
yang relatif besar. Selain dipengaruhi oleh tanaman itu sendiri, biomassa karbon yang
terbentuk dapat pula dipengaruhi oleh kualitas dalam pengelolaan lahan. Tanaman buah-
buahan dalam merespon kondisi lingkungan lahan pada tempat tumbuhnya cukup sulit
untuk dijelaskan terutama dalam hal kemampuan akar tanaman dalam menyerap nutrisi
dan mineral yang terkandung dalam tanah. Pengelolaan tanah yang baik sangat penting
untuk produktivitas tanaman. Manajemen yang baik harus mencakup pertimbangan
menjaga integritas tanah dari waktu ke waktu.Manajemen yang buruk dapat
menyebabkan erosi, hilangnya kesuburan, kerusakan struktur tanahdan hasil panen yang
buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman dan Ananto E.E. 2000. Konsep Pengembangan Pertanian Berkelanjutan
Di Lahan Rawa Untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan
Agribisnis.Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Lahan
Rawa.Bogor, 25−27 Juli 2000.23 halaman.
Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), 2006, Petunjuk Teknis
Pengajuan Usulan Kegiatan Yang Dibiayai Dari Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar
Negeri, Jakarta.
Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest.A
Primer.FAO. USA. FAO Forestry Paper No.134.
Chave J, Andalo C, Brown S, Cairns MA, Chambers JQ, Eamus D, Folster H, Fromard F,
Higuchi N, Kira T, Lescure JP, Nelson BW, Ogawa H, Puig H, Riera B and
Yamakura T. 2005. Tree Allometry And Improved Estimation Of Carbon Stocks

89
Jurnal Viabel Pertanian Vol. 14 No. 1 Mei 2020
p-ISSN: 1978-5259 e-ISSN: 2527-3345
Copyright@UNISBA Blitar, http://ejournal.unisbablitar.ac.id/index.php/viabel

Kristiawan & Maimunah, 2020. Kajian Karbon Pada Pengembangan Produk Unggulan Buah-
Buahan Ramah Lingkungan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Journal Viabel Pertanian. (2020), 14(1)76-90

And Balance In Tropical Forests. Oecologia 145 (87). DOI 10.1007/s00442-005-


0100-x.
Clark, A.I. 1979. Suggested Procedures for Measuring Tree Biomass and Reporting Tree
Prediction Equations. Forest Resource Inventories 2 (615). Colorado State
University: Fort Collins, Co.
Donato, D. C., Kauffman, B., dan Murdiyarso D. 2012.Mangrove adalah Salah SatuHutan
Terkaya Karbon di Kawasan Tropis.Center for International Forest Research.
Bogor.
Eko Sri Meiningsih. 2010. Analisis Komoditi Unggulan Sektor Pertanian Kabupaten
Sukoharjo Sebelum Dan Selama Otonomi Daerah. Thesis Pasca Sarjana. Program
Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan. UNS. Surakarta.
FWI dan GFW.2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor. Indonesia: Forest Watch
Indonesiadan Washington D.C: Global Forest Watch.
Fardiaz, S. 1995. Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Perikanan di Indonesia,
Tantangan dan Harapan Sistem Jaminan Mutu. Buletin Teknologi dan Industri
Pangan. 1: 65-73.
Hairiah K, Sitompul SM, van Noordwijk M. and Palm, C. 2001. Carbon Stocks of
tropical landuse systems as part of the global C balance: effects of forest
conversion and option for clean development activities. ASB Lecture Note 4A.
ICRAF, Bogor, 49pp.
Ginoga K. 2004. Beberapa Cara perhitungan Biomassa karbon.Jurnal Sosial Ekonomi
IV.Badan Penelitian Pengembangan Kehutanan Bogor.
Hairiah. 2001. Carbon Stocks of Tropical Land Use Systems as Part of theGlobal C-
Balance: Effects of Forest Conversion and Options for „CleanDevelopment‟
Activities. International Centre for Research in AgroforestrySoutheast Asian
Regional Research Programme. Bogor.
Huseini, Martani. 1999. Mencermati Misteri Globalisasi: Menata Ulang Strategi
Pemasaran Internasional Indonesia Melalui Pendekatan Resource - Based, FISIP
UI, Jakarta.
Kusmana C., Sabiham, S., Abe, K., & Watanabe, H. 1992. An Estimation of Above
Ground Tree Biomass Of A Mangrove Forest in East Sumatera, Indonesia. Tropics
1 (4): 243-257.
Mc William, A.L.C. J.M, Roberts, O.M.R, Cabral. M.V.B.R, Leitao.A.C.L, De
Costa.G.T, Maitelli.C.A.G.P, Zamparoni. 1993. Leaf Area Index and Above-
Ground Biomass of Terra Firme Rain Forest and Adjacent Clearings in Amazonia.
Functional Ecology Vol.7. Hlm:310-317.
Moh.Nazir. Ph.D. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor.
Restiatun. 2009. Identifikasi Sektor Unggulan Dan Ketimpangan Antar Kabupaten/Kota
Di Provinsi DIY. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1,
77 ‐ 98. Yogyakarta..
Whitmore, T.C. 1985. Tropical Rain Forests of the Far East.Oxford: Clarendon.

90

You might also like