You are on page 1of 14

Penelitian

Resolusi Konflik Ujaran Kebencian di Media Sosial Berbasis Kearifan Lokal di Bali 209

JURNAL HARMONI
ISSN:1412-663X, e-ISSN:2502-8472

RESOLUSI KONFLIK UJARAN KEBENCIAN DI MEDIA SOSIAL


BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI BALI
HATE SPEAKING CONFLICT RESOLUTION IN SOCIAL MEDIA
BASED ON LOCAL WISDOM IN BALI
Moh Zaenal Abidin Eko Putro
Politeknik Negeri Jakarta, Indonesia
zaenal.abidinekoputro@grafika.pnj.ac.id

Artikel diterima 23 September 2021, diseleksi 5 Desember 2021, dan disetujui 27 Desember 2021
DOI: https://doi.org/10.32488/harmoni.v20i2.517

Abstract Abstrak

In Bali, people, culture and religion in Bali mingle Di Bali, manusia, budaya dan agama berbaur
into one single entity and contribute to the tourism menjadi satu entitas dan berkontribusi pada
industry which began to rise in the 1970s. The industri pariwisata yang mulai bangkit era
increasing tourism industry has been attracting 1970-an. Meningkatnya industri pariwisata
job seekers from all over Indonesia, even abroad, menarik minat para pencari kerja dari
to work in Bali. As a result, Bali with certain areas seluruh penjuru Indonesia, bahkan luar
such as Denpasar, Gianyar and Tabanan is known negeri untuk bekerja di Bali. Akibatnya, Bali
as a multicultural area. This is where both Balinese dengan beberapa daerah tertentu seperti
natives who are Hindus, as well as immigrants Denpasar, Gianyar dan Tabanan dikenal
who are not Hindus interact with each other. With sebagai kawasan multikultur. Di sinilah
the massive use of social media, the expression of baik orang asli Bali yang beragama Hindu,
opinions emerges which the uploader sometimes maupun para pendatang yang bukan Hindu
does not realize the impact of uploading social saling berinteraksi. Dengan hadirnya media
media content. This article aims to describe the sosial, ekspresi pendapat bermunculan yang
impact of social media in a pluralistic society and tanpa disadari pengunggahnya sebenarnya
the sensitive issues related to diversity in Bali. menyangkut isu sensitif. Artikel ini ingin
menggambarkan dampak media sosial di
The article resulted from field research using tengah masyarakat plural dan isu terkait
qualitative method shows that the use of social keragaman yang sensitif di Bali.
media poses a threat to plural society as long as
it is used to express religious and ethnic hatred, Artikel yang dihasikan dari riset lapangan
especially regarding the sacred religious rituals. menggunakan metode kualitatif ini
On the other hand, the use of social media to gain menunjukkan bahwa penggunaan
electoral support by raising the issue of threatened media sosial mengundang ancaman bagi
local majority also endangers non Hindu masyarakat plural sejauh digunakan untuk
population. The results of this study indicate that mengekspresikan kebencian keagamaan dan
tensions arising from social media contents in Bali etnis. Apalagi menyangkut ritual keagamaan
can be decreased by mediation using local wisdom, yang disucikan. Namun di sisi lain tanpa
rather than national laws. disadari juga penggunaan media sosial
untuk memperoleh dukungan elektoral

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 20 No. 2


210 Moh Zaenal Abidin Eko Putro

Keywords: Social Media, Conflict Resolution, dengan mengangkat isu dominasi lokal yang
Ajeg Bali, Menyama Braya, The Law of Karma terancam juga mengundang kekhawatiran
Pala kaum pendatang. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ketegangan yang timbul
akibat unggahan di media sosial di Bali dapat
didinginkan dengan mediasi menggunakan
kearifan lokal, ketimbang undang-undang
bersifat nasional.

Kata Kunci: Media Sosial, Resolusi Konflik,


Ajeg Bali, Menyama Braya, Hukum Karma
Pala

Ma’ali mengunggah protesnya atas tidak


tersiarnya liga Inggris karena masyarakat
PENDAHULUAN Hindu di Bali sedang merayakan Hari
Tuntutan terhadap unggahan Raya Nyepi. Secara terang-terangan dan
berupa siaran video, ujaran dan tulisan kasar, Nando mengumpat dan menghujat
melalui media sosial yang dianggap umat yang sedang merayakan Nyepi dan
penistaan agama beberapa kali terjadi. juga menyinggung ketidaksukaannya
Hal demikian ini tidak terkecuali pada dengan ogoh-ogoh yang disakralkan
kalangan umat Hindu di Indonesia yang masyarat Hindu di Bali (Gede Nadi Jaya,
juga tercatat beberapa kali melakukan n.d.). Tuntutan dilayangkan oleh beragam
aksi pelaporan kepada pihak kepolisian elemen, sampai akhirnya pihak polda
atas beredarnya isi media sosial yang Bali turun tangan. Namun kasus tersebut
menyinggung keyakinan umat Hindu. terselesaikan dengan kearifan lokal dan
Terbaru, muncul tuntutan dari beberapa tidak sampai ke pengadilan.
kelompok masyarakat Hindu pada April Banyak pihak berharap media sosial
2021 lalu atas beredarnya video ceramah berkonten positif seluruhnya, walaupun
seorang perempuan yang bernama sungguh sulit mengingat selalu saja
Desak Made Darmawati yang dianggap ada pihak yang menggunakan media
menistakan Agama Hindu. Salah satu sosial untuk menumpahkan ekspresi,
sebab karena peristiwanya terjadi di walaupun itu ekspresi kemarahan. Sulit
luar Provinsi Bali, maka kasus tersebut dihindarkan kemunculan media sosial
diambil alih oleh Bareskrim Polri dan berkaitan erat dengan sarana kebebasan
penyelidikan masih terus berlangsung berkespresi (freedom of expression ) dalam
(Bali, n.d.; Mustofa, n.d.; Suryawan, n.d.) bentuknya yang paling murni (purest
Media sosial dan keresahan form) dibanding media massa tradisional.
masyarakat akibat konten yang Namun media sosial dapat melahirkan
dimunculkan dalam media sosial itu paradoks, disebabkan pengunggah media
sebelumnya juga pernah terjadi di Bali. sosial terkadang terlenakan dengan
Polanya hampir sama dengan peristiwa tidak menyadari dampak bahaya yang
tuntutan hukum seperti di atas, yakni diakibatkannya (catastrophic consequences),
beberapa elemen masyarakat mendatangi terutama terhadap hak privasi dan
pihak kepolisian untuk melaporkan proteksi individu dan kelompok lain
dugaan penistaan agama. Pada Maret 2015, (Coe, 2015). Di sinilah terkadang muncul
seseorang bernama Nando Irwansyah media sosial dipandang sebagai produk

HARMONI Juli - Desember 2021


Resolusi Konflik Ujaran Kebencian di Media Sosial Berbasis Kearifan Lokal di Bali 211

teknologi aplikasi yang negatif, sementara Perlu diperhatikan juga


pihak lain memuji media sosial karena perkembangan media sosial kemudian.
kemampuannya dalam menyampaikan Survei Nielsen (2011) menunjukkan bahwa
berita bagus, pesan-pesan keagamaan dan orang membuka facebook ketimbang situs
juga bahkan untuk perniagaan. Apalagi yang lain meningkat dari rata-rata 4 jam
media sosial juga dapat digunakan untuk dan 39 menit setiap bulan pada Juni 2009
mewadahi jurnalisme warga (Campbell, (9,3 menit perhari) menjadi 7 jam per
2015; Noor, 2016; Wall, 2015) bulan (14 menit per hari) pada Januari
2010. Pada Agustus 2011, angka tersebut
Mengikuti Kaplan dan Haenlein melambung hingga mencapai 7 jam 46
(Delerue, Kaplan, & Haenlein, 2012), menit per bulan (15,5 menit perhari. Survai
media sosial merupakan sekelompok Pew Research tahun 2016 menunjukkan
aplikasi berbasis internet yang 68 persen seluruh orang dewasa di
membangun landasan bagi tewujudnya Amerika Serikat memanfaatkan facebook,
teknologi Web. 2.0, yang memungkinkan 28 persen menggunakan instagram, 21
kreasi dan pertukaran konten bagi para persen menggunakan twitter, 25 persen
pengguna (user generated content, UGC). memanfaatkan LinkedIn, dan 26 persen
UGC adalah berbagai bentuk konten menggunakan Pinterest (Duggan, 2016;
media yang ditulis oleh setiap pengguna Verschoor-Kirss, 2012). Dengan demikian
yang memiliki kesempatan untuk dapat dilihat betapa kuatnya pengaruh
melakukanya. Web 2.0 dideskripsikan media sosial dalam kehidupan sehari-
sebagai platform yang mana konten hari di tengah masyarakat kebanyakan.
dan aplikasi tidak lagi dibuat dan
dipublikasikan oleh sekelompok orang, Di tengah mudahnya penggunaan
melainkan dapat secara meluas dan media sosial untuk menyampaikan
dapat dimodifikasi oleh semua pengguna ekspresi dan pendapat, maka tidak
dengan cara partisipatif dan kolaboratif. mengherankan apabila ekspresi maupun
Karenanya Web 2.0 dipandang sebagai pendapat itu pun bukan hanya melulu
basis ideologi dan teknologi media sosial. soal ajakan kebaikan dan pesan-pesan
Apabila di era Web 1.0, publikasi konten perdamaian. Serangan verbal melalui
sangat kurang interaktif, di era Web 2.0 kata-kata, tulisan mupun video juga
pemuatan konten secara kolaboratif, begitu mudah beredar di media sosial.
terutama dimulai dengan hadirnya blog. Tidak heran apabila ujaran kebencian
(hate speech) paling gampang sekarang
Kaplan and Haenlein selanjutnya ini ditandai kemunculannya dari
mengadopsi pandangan Organisation for penggunaan media sosial, termasuk
Economic Cooperation and Development menyinggung privasi dan proteksi
(OECD) bahwa konten tersebut haruslah terhadap umat beragama yang berbeda.
memenuhi tiga dasar prasyarat untuk
dikatakan sebagai UGC, yaitu pertama, Di Indonesia, guna menghindari
konten harus dipublikasikan kepada tindakan ujaran kebencian ini pun telah
seluruh pengguna atau pengguna tertentu diterbitkan seperangkat aturan, antara
yang ini mengecualikan seperti email lain dalam KUHP Bab V yang mengatur
ataupun pesan singkat (instant messages). Kejahatan tentang Ketertiban Umum
Kedua, konten sebaiknya menggambarkan Pasal 156 dan 157 Ayat (1), kemudian
upaya-upaya kreatif dan bukan sebatas dalam Undang-Undang Nomor 11
meniru karya orang lain. Terakhir, konten Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor
haruslah dibuat oleh kalangan bukan 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
professional dan bukan ditujukan untuk Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 28 ayat
kepentingan industri maupun pasar. (2) yang secara tegas serta jelas dalam

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 20 No. 2


212 Moh Zaenal Abidin Eko Putro

penindakan atas penyebaran kebencian penyelesaian konflik anterkelompok


dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun pada umumnya. Titik tekannya pada
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi bagaimana pihak-pihak yang bertikai
dan Ras (Bawole, 2020; Faizal Azhar & mampu mencari titik temu dan
Soponyono, 2020; Sultan Ali Sya’bana; mengorbankan ambisi pribadi masing-
Warasman Marbun; Louisa Yesami masing untuk tercapainya kesepakatan
Krisnalita, 2021). dan terjadinya perdamaian. Pemahaman
sebagai prasyarat terciptanya resolusi
Jika persoalan dengan media sosial konflik antara lain konflik di dalam
yang berujung pemenjaraan telah terjadi, maupun di antara kelompok merupakan
yang pertama di Padang dengan kasus hal yang selalu berpotensi untuk
menjerat seorang PNS, Alexander Aan terjadinya. Oleh sebab itu, upaya-upaya
yang mengunggah paham komunisme lokal yang mengarah pada kooperasi
di tahun 2011 (Asnawati, 2012; Tapsell, melalui komunikasi yang efektif sangat
2015) dan kemudian menjerat seorang didorong dalam tercapainya resolusi
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya konflik berbasis lokal. Apalagi jika konflik
Purnama atas unggahan seseorang yang latent telah memuncak menjadi
bernama Buni Yani (Malik, 2016; Suwarta, konflik yang manifest (Bakti, 2018; Behfar,
2017), maka bagaimana kondisi serupa Peterson, Mannix, & Trochim, 2008;
di Bali, sebagai wilayah yang dikenal Boroş, Meslec, Curşeu, & Emons, 2010;
dengan umat Hindu dan pariwisatanya. Smidt, 2020)
Apakah Bali juga pernah mengalami
persengketaan massal terkait dengan Persoalan dengan media sosial
unggahan pesan di media sosial? Jika dan ancaman terjadinya keresahan yang
pernah, seperti apa penanganan dan ditimbulkan ujaran kebencian di media
solusinya. Poin inilah yang ditegaskan sosial ini tidak luput juga terjadi di
ingin diekslorasi dalam tulisan ini. masyarakat Bali. Sebagai wilayah yang
mengakomodir keterlibatan individu dari
Berbagai pihak berupaya untuk berbagai latar belakang agama, bangsa
melakukan mediasi agar konflik yang dan etnis, Bali juga menyajikan hamparan
diakibatkan unggahan media sosial tidak peristiwa yang berkenaan dengan ujaran
berlanjut menjadi konflik yang manifest. kebencian di media sosial. Artikel ini
Walaupun rekaman ujaran kebencian hendak mengeksplorasi isu-isu yang
telah menjadi viral, namun mediasi terkait dengan potensi terjadinya ujaran
dapat ditempuh dengan mengedepankan kebencian (hate speech) di media sosial,
permufakatan antartokoh agama serta upaya para tokoh agama di Bali
dan tokoh masyarakat seperti kasus dalam upaya meredam ketegangan di
protes masyarakat terhadap layanan antara masyarakat Bali dalam merespon
ibadah seorang bhikkhu di Tangerang unggahan ujaran kebecian tersebut untuk
(Putro, 2019). Dalam hal dikhawatirkan menjaga Bali tetap kondusif.
menyinggung kelompok lain, maka
penggunaan sarana teknologi berupa
pengeras suara juga diatur sedemikian METODE
rupa dan juga dilakukan seleksi ketat
calon penceramah di masjid, misalnya di Artikel ini dihasilkan dari
wilayah Nusa Tenggara Timur (Kustini & penelitian dengan menggunakan metode
Zaenal Abidin Eko Putro, 2017). kualitatif. Teknik yang digunakan untuk
mengambil data adalah wawancara
Rosolusi konflik atas ketegangan mendalam, studi literatur, dan observasi.
akibat unggahan ujaran kebencian di Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk
media sosial tidak berbeda dengan proses mendapatkan gambaran yang natural, apa

HARMONI Juli - Desember 2021


Resolusi Konflik Ujaran Kebencian di Media Sosial Berbasis Kearifan Lokal di Bali 213

adanya dan mendalam tentang sebuah I Made Hernawa dari Parisada


fenomena yang tengah menggejala di Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali juga
masyarakat. Penelitian kualitatif biasanya mengakui bahwa masyarakat Bali pernah
sangat memperhatikan proses, peristiwa menjadi korban media sosial, terutama
dan otentisitas (Creswell, 2013; Somantri, terkait kasus unggahan bernada hujatan
2005). di facebook. Namun organisasinya tidak
terlalu mempermasalahkan adanya
Pada awalnya, peneliti turut terlibat unggahan yang bersifat penistaan di
dalam sebuah tim penelitian pada akhir media sosial tersebut.
April hingga awal Mei 2016 dengan
mewawancarai pengurus PHDI Bali. “Kalau kita santi saja. Santi artinya
Selanjutnya peneliti juga melakukan damai. Termasuk kasus kemarin
wawancara dengan pengurus MUI ujungnya juga damai. Mestinya kita
Kota Denpasar, anggota FKUB Propinsi bisa masukkan pasal penistaan agama,
Bali, mendatangi kantor Bali TV dan tapi ujung-ujungnya damai juga.
melakukan wawancara dengan salah Laporan sudah masuk ke kepolisian dan
satu eksekutif Bali TV serta mengunjungi diproses polisi, lalu pelakunya minta
Kantor Komisi Penyiaran Indonesia maaf. Ujungnya damai. Mestinya
Daerah (KPID) Bali dan melakukan bisa dipakai UU Penistaan Agama.
wawancara dengan salah satu komisioner Supaya menimbulkan efek jera. Namun
KPID Bali. Untuk memperkuat data hasil upaya damai lebih diutamakan”
wawancara, peneliti melakukan studi (hasil wawancara dengan Hernawa,
literatur baik berupa jurnal mupun berita Denpasar, April 2016).
dari website.

Tidak ketinggalan pula keterlibatan


PEMBAHASAN majelis agama di Bali yang turut meredam
emosi warga, yang apabila tidak
Isu sensitif berkenaan dengan isu- dilakukan maka dimungkinkan efeknya
isu keagamaan muncul di media sosial akan luar biasa. PHDI Bali berpandangan
di kalangan masyarakat Bali dan bahkan bahwa Bali adalah propinsi yang unik
di antaranya menjadi polemik. Apabila di Indonesia dan harus dijaga stabilitas
dilihat dari jenisnya, isu tersebut dapat keamanan dan kenyamanannya. Ini
dibagi menjadi isu ujaran kebencian terkait karena pulau ini bukan milik
yang dialamatkan pada ritual Hindu, orang Bali saja, bukan hanya milik
dan sebaliknya juga kepada umat Indonesia, tetapi sudah menjadi milik
pendatang (khususnya Muslim). Kedua, dunia. Berbagai orang dari luar negeri
isu tentang pelestarian kekayaan budaya ada di Bali. Apabila di Bali terjadi gejolak,
Bali. Menariknya, isu-isu yang sempat sontak dunia akan mengetahuinya.
menggoncang masyarakat melalui media Potensi itu bukan sekadar isapan jempol
sosial itu tidak pernah diselesaikan belaka, mengingat di Bali terdapat lebih
melalui jalur hukum positif, melainkan dari 1.400 desa adat (pakraman) dengan
diselesaikan dengan hukum adat Bali. jumlah umat sekitar 2 juta (Hernawa,
Berbeda lagi dengan kasus yang menimpa Denpasar, 29 April 2016).
seorang musisi, I Gede Ari Astina alias
Jerinx, yang dianggap menghina Unggahan bernada pelecehan
organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terhadap ritual Hindu bukan sekali
belum lama ini melalui akun media saja. Dira dari Bali TV menjelaskan,
sosialnya (Anugrahadi, 2021). bahwa keresahan akibat unggahan

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 20 No. 2


214 Moh Zaenal Abidin Eko Putro

yang menghujat Nyepi itu bukan hanya bawah. Ketika dihujat di media sosial
pertama terjadi. Setidaknya pernah tiga terkait dengan hari raya Nyepi itu sendiri,
kali terjadi. pihak parisada hanya menekankan agar
umat Hindu tetap menjaga sopan santun
“Kami mempercayakan kepada penegak dan ramah (Hernawa, Denpasar, 29 April
hukum, jika menjadi masalah silakan 2016).
ditindak. Kami berharap semua umat
yang tinggal di Bali membangun Di balik sengketa sosial terkait
toleransi untuk kepentingan bersama. postingan yang menghujat Nyepi
Faktanya, ketika jalan ditutup untuk tersebut, Hernawa masih melihat bahwa
persembahyangan Jumat, orang Bali terdapat hal yang paling fenomenal,
tidak mengeluh. Kalau kami Nyepi, bagaimana semua orang di Bali, termasuk
silakan mereka menutup usahanya. orang asing mengikuti tata tertib dan
Itu tujuannya untuk kepentingan aturan Nyepi. Dalam pandangannya, di
bersama.” (hasil wawancara dengan tempat lain pasti tidak mudah dilakukan.
Dira, Denpasar, Mei 2016). Pihaknya menjunjung tinggi toleransi,
yang terkandung dalam doktrin tatwam
asi. Menghargai setiap orang yang ada di
Namun ia juga menegaskan bahwa Pulau Bali. Setiap ada masalah dengan
penghinaan dan hujatan tersebut tidak umat, pengurus PHDI bersikap bukan
sampai direspon dengan perlawanan memutus salah atau benar, melainkan
fisik. Masyararakat Bali memang hanya memediasi. Hanya berada
dihebohkan dengan hujatan tersebut, lalu di tengah-tengah, agar tidak saling
mendatangi pihak berwenang. Pihaknya menyalahkan, dan dicarikanlah jalan
di Bali TV memilih melakukan edukasi terbaik (Hernawa, Denpasar, 29 April
kepada masyarakat, yaitu ditampilkan 2016)..
tokoh Hindu dan tokoh umat lain
untuk berbicara kepada masyarakat.
Menariknya juga, tidak sampai sebuah Unggahan Keberatan Terhadap Istilah
kasuistis itu di-blow up atas nama agama. Keagamaan dan Pendatang

Sebagai upaya guna meredam Sebagaimana disebutkan di


konflik sosial akibat ujaran kebencian atas, unggahan di media sosial yang
di media sosial tersebut, PHDI Bali mengarah pada ancaman kelompok
menekankan pentingnya memperkuat lain di Bali bukan hanya menimpa
dan meningkatkan srada dan bakti, serta umat Hindu. Hal ini apabila mengikuti
hukum karmapala. Selanjutnya juga kiprah seorang anggota DPD yang
menghimbau untuk ditingkatkannya juga Rektor Univesitas Mahendradatta,
komunikasi antartokoh baik Hindu Arya Wedakarna. Sosok muda ini getol
maupun non Hindu. Melihat kondisi sekali menulis di media sosial-nya
kekinian, sebuah keuntungan bahwa dalam bentuk blog, mengatasnamakan
antartokoh agama di Bali tampak akur, dirinya sendiri. Unggahannya itu kerap
sering berkomunikasi baik bertelpon menyudutkan warga pendatang dan
maupun melalui smartphone. Terlebih secara tersamar menyasar juga pada
FKUB di Bali misalnya, sangat aktif kalangan Islam, terutama pendatang.
dalam melakukan rapat koordinasi. Menariknya, tulisannya sering menjadi
Di situ dibahas masalah-masalah yang rujukan blog-blog lain untuk perjuangan
timbul di lembaga-lembaga umat. Justru Hindu. Walaupun begitu, unggahan-
yang tampak tidak akur itu di masyarakat unggahannya juga mendapat perlawanan
dari kalangan Hindu lain.

HARMONI Juli - Desember 2021


Resolusi Konflik Ujaran Kebencian di Media Sosial Berbasis Kearifan Lokal di Bali 215

Konten media sosial tokoh tersebut, Fenomenanya menjadi lain ketika


menurut informan J dari Sekolah Tinggi pernyataannya yang keras itu, entah ada
Agama Islam Denpasar, hampir sama kaitannya atau tidak, terjadi kekisruhan di
saja nadanya dengan kelompok Hizbut lapisan masyarakat bawah. Komentarnya
Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang yang agak bernada sinis juga menyentuh
telah dibubarkan pemerintah RI, yang kasus di Karangasem yang mana sempat
militan mengatasnamakan identitas terjadi labelisasi halal warung-warung
Kehinduannya. Pesan-pesannya sendiri makan, yang sempat mengemuka pada
sebenarnya juga mendapat perlawanan Bulan Maret 2016. Penempelan stiker
dari internal Hindu. Namun, kepada haram di warung-warung tersebut sebagai
mahasiswanya ia selalu mengatakan, wujud penolakan terhadap labelisasi halal
bahwa dirinya memiliki niat mulia secara formal oleh sebagian masyarakat
untuk memberdayakan umatnya. Saking Hindu.
semangatnya sehingga timbul militansi
tinggi. Seolah membentengi jangan Oleh karena tulisannya berseliwean
sampai orang luar itu menyingkirkan media sosial, Wedhakarna selain
orang lokal (Bali) (J, Denpasar, 3 Mei menambah musuh juga menambah
2018). pengikut. Pengikutnya ini malah meluas
hingga seluruh Indonesia. Karena itu
Menurut J, pesan dalam media pun, dirinya terlihat sangat peduli dengan
sosial sosok tersebut sangat tendensius orang Bali yang transmigrasi misalnya.
dan bahkan mencurigai kelompok di
luar Hindu dan pendatang. Bahkan “Sampai pada saat Nyepi dan gerhana
dianggapnya pendatang sebagai etnis matahari di suatu tempat yang bagus,
dan agama yang mengkhawatirkan, saat itu gubernur Kepri berkomentar
bahkan pernah dimunculkannya isu Bali dengan banyaknya turis yang datang.
ini akan dijadikan proyek jalur gaza. Ia Ini lho saya bangga turis banyak
dengungkan, lanjut J, agar berhati-hati ke sini, ini turis ilmuwan-ilmuwan
dengan proyek itu. Bahkan sosok tersebut meneliti. Bukan seperti turis di Bali
juga menyuruh orang Bali berdagang yang telanjang. Itu langsung dikirimi
bakso (J.ibid). surat protes oleh Wedhakarna atas
nama pejuang, dan politisi Bali. Bahkan
Di balik kekhawatirannya pada Gubernur Mangku Pastika saja tidak
sosok ini, J ternyata mempunyai kesan sampai ke situ. Sampai menjadi berita
tersendiri. Namun pandangan J, Arya heboh dan gubernur yang komentar itu
Wedhakarna ini walupun dikenal memiliki sampai minta maaf. Karena itulah, bagi
militansi keagamaan Hindu sangat tinggi, pemuda Bali sosok ini menjadi idola.”
namun sosok ini dipandangnya seorang (J, ibid).
gentleman. Contohnya apabila diundang
selalu datang. Bicaranya juga apa yang Ketua MUI Denpasar, Musthofa
menjadi ciri khasnya. Termasuk apabila Amin, juga menyebutkan bawah
berbicara pada komunitas Islam. Pesan postingan Arya Wedhakarna melalui blog-
dalam ceramahnya selalu sama yang nya cukup meresahkan kalangan muslim
disebutnya membela kepentingan orang di Bali. Sempat ada kekacauan terkait
Bali. Begitupun, sosok ini juga cukup tentang wacana desa wisata syariah. Benar
kritis untuk umat Hindu. Misalnya, pada bahwa mereka yang mengusung gagasan
saat Nyepi terlihat ada anak-anak remaja wisata syariah adalah kalangan Islam
Hindu yang selfie di jalan-jalan itu juga yang semangat tinggi, yang menganggap
dikritiknya (J, ibid). jika telah bersyariah harus mati-matian
diperjuangkan.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 20 No. 2


216 Moh Zaenal Abidin Eko Putro

“Bedanya kalau dengan kita kan, yang disebut wacana Ajeg Bali. Walaupun
kita kan gerakannya kultural, sejauh ini dilihat tidak terlalu menjadi
bukan struktural. Kalau ada MUI isu panas, namun tetap menghebohkan
memperjuangkan UU Jaminan Produk di masyarakat berbagai lapisan. Istilah
Halal itu kan merayap, tidak perlu ini belakangan demikian populer dan
menggunakan simbol Islam. MUI dipandang sangat menyentuh masyarakat
Denpasar kecolongan, karena tidak ada Bali.
info, tiba-tiba muncul dan direspon
dengan demo. Selama berbulan-bulan Menurut I Ketut Donder, Ketua
pertikaian itu, sampai ada pelecehan pasca sarjana program Doktor IHDN
juga ke Islam, lafadl Allah digantung di Denpasar, munculnya istilah ini dilatari
patung. Tetapi setelah ditarik ke MUI, oleh ketakutan orang Bali dengan
lagi-lagi terjadi kesepahaman, tentunya masuknya berbagai informasi. Terkait
setelah babak belur.” (Hasil wawancara dengan kesiapan mental spiritual agama
dengan Musthofa Amin, Denpasar, belum cukup untuk menerima pengaruh
Mei 2018). dari luar.

“Saya melihat itu. Karena sistem


Kemunculan gagasan Desa Wisata pengajaran di Bali itu lemahnya di
Syariah ini juga diafirmasi Dira dari teologi, sehingga kalau orang Bali
Bali TV. Namun semua lagi-lagi dapat diajak dialog tentang teologi bisa
diselesaikan melalui mediasi. Semua keteteran. Pada waktu itu saya sengaja
tokoh bertemu, isu pun tidak bergulir memancing dialog waktu itu. Problem
lama. Berikut juga isu-isu sensitif bergulir di Bali, ritual-ritual di Bali sebenarnya
di Bali terkait dengan Reklamasi Teluk berbenturan dengan pariwisata sebagai
Banoa (RTB). Membuat umat terbelah ke industri. Karena tidak kuatnya filosofi
dua posisi. dan justru menguatnya wasangka
itulah, maka keluar ide ajeg Bali. Jadi
“Untuk kepentingan umat, kami sebenarnya itu loncatan kata-kata
membela otoritas adat. Apa yang lalu didefinisikan”. (Hasil wawancara
menjadi suara adat yang disuarakan. dengan Donder, Denpasar, April 2016).
Isu pro-kontra terkait isu keagamaan
sangat minim. Pernah ada saat Nyepi,
terjadi isu yang memancing provokasi, Donder menambahkan, semestinya
tapi Bali TV tidak terpancing karena definisi itu hasil dari perenungan panjang,
telah berpengalaman mengelola konflik. baru didefinisikan. Berdasarkan definisi
Perilaku respon bentuk penghinaan belakangan, Ajeg Bali itu dimaknai
terhadap umat kami berupa pelarangan- melestarikan melestarikan budaya-
pelarangan itu direspon negatif. budaya Bali yang berasal dari budaya
Ada sempat terjadi pengrusakan, Hindu. Kenapa perlu dilestarikan, karena
tapi sifatnya kecil dan kasuistik saja. kalau tidak ada Hindu, Bali juga tidak
Menurut pengamatan kami, tidak ada. Apabila tidak seperti itu, maka Bali
ada sebuah isu yang menjadi konflik.” mungkin sudah tidak menjadi tempat
(Dira, ibid) pariwisata. Maka di situlah, orang Bali
harus tetap mengajegkan. Awalnya
dianggap aneh, namun merebak di mana-
Unggahan Ajeg Bali mana, di koran dan tv, sampai sekarang
itu dianggap menjalankan definisi
Kategori kedua, tentang ramainya itu, sampai seperti menjadi filter bagi
respon publik terhadap konten media orang Bali untuk menjaga jarak jangan
sosial bersinggungan dengan pesan- sampai kebablasan. Menurut Donder,
pesan pelestarian budaya Bali, dengan apa
HARMONI Juli - Desember 2021
Resolusi Konflik Ujaran Kebencian di Media Sosial Berbasis Kearifan Lokal di Bali 217

Bali TV-lah yang memperkenalkan ide apa, cara membuat sanggul panjang
itu dan akhirnya Bali TV juga yang misalnya. Sekarang susah mencari
menyosialisasikan konsep Ajeg Bali itu. remaja bisa sanggul panjang. Ajeg
Bali kepada guru-guru, misalnya.”
Perilaku orang Bali, setiap hari (Wawancara dengan Dira, Ibid).
memberikan sesaji, antara lain dengan
menyajikan makanan di jalan. Kalau
Ajeg Bali juga terkait dengan upaya
tidak mengerti, pastilah muncul tuduhan
menyatukan manusia dengan Tuhan,
memberikan makanan kepada setan.
manusia dengan manusia, dan manusia
Mereka yang tidak paham, tidak perlu
dengan alam atau yang disebut Tri Hita
disalahkan. Sebenarnya orang Bali
Karana (Tiga sebab kebahagiaan). Dengan
melakukan itu ada dasarnya dalam Smerti,
konsep Ajeg Bali itu, lahirlah pasraman-
terutama di Darmasastra. Terlebih, orang
pasraman. Kemdudian disambut oleh
Bali khawatir, karena sejak runtuhnya
pemerintah daerah dengan memfasilitasi
majapahit itu orang Bali lebih banyak
setiap liburan sekolah diadakan pasraman
mengandalkan pada ritual (Donder, Ibid).
untuk mengajarkan kepada anak didik
Menurut pihak Bali TV sendiri, bagaimana membuat banten atau sesaji.
konsep Ajeg Bali ini sebenarnya mulai Pada intinya bagaimana membuat piranti
digulirkan sejak selepas peristiwa Bom upakara. Orang penjual canang di Bali
Bali. Tepatnya ketika semua tokoh tidak semua Hindu. Hal ini tidak pernah
memikirkan perkembangan generasi ditabukan, asalkan sesuai dengan konsep
muda Hindu di Bali. Mereka yang akan orang Bali.
mewarisi sebuah tradisi. Bagimana agar
“Kami mohon, jangan hanya posisikan
Bali ini tetap lestari. Bali TV yang kebetulan
Bali hanya tempat mencari kerja. Yang
mengelola grup Bali Post, sampai
paling parah di sektor pariwisata.
ke luar daerah, ke Aceh dan Medan,
Mereka tidak tahu apa itu pura, ia
kemudian memberikan ruang bagi
jelaskan ini, itu. Itu kan salah, simpang
tokoh-tokoh agama untuk mengedukasi
siur jadinya. Ketika diketahui rakyat,
masyarakat dan juga membangun kerja
terjadi gesekan. Berbeda dengan
sama dengan para tokoh. Semangat ini
orang Non Hindu organik yang telah
sebenarnya terbangun sejak tahun 1948
paham betul bagaimana membangun
sejak berdirinya Suara Indonesia yang
kebersamaan di Bali. Ketika orang
menjadi cikal bakal Bali TV. Bali TV pun
datang untuk kerja di Bali, ketika
sadar betul, bahwa Bali sangat majemuk
waktunya disita untuk kepentingan
sekarang. Semua elemen agama ada di
umat, ia bisa marah. Maka, ia membuat
Bali. Karena itu pun Bali TV tidak bisa
provokasi yang bukan-bukan. Bali
hanya menyuarakan kepentingan Hindu
sangat menyadari, dari sekian waktu
(Dira, ibid).
yang digunakan, ada waktu untuk
“Ajeg Bali perlu kami tegaskan bukan refleksi, waktu perenungan. Marilah
pemahaman saklek. Bagaimana selamatkan alam. Itulah konsepnya
konsep pelestarian budaya sejalan Nyepi.” (Dira, ibid).
dengan modernisasi. Bukan berarti
anti modenisasi dengan konsep Ajeg Dira pun menandaskan bahwa
Bali. Dilakukan sosialiasi kepada konsep Ajeg Bali berbeda pendekatan
pejabat, mengedukasi masyarakat, juga dengan suara Arya Wedhakarna. Yang
mengundang anak-anak dalam berbagai disebut terakhir ini tampak terlalu
event, alem-aleman misalnya. Wujud vulgar konsepnya dan dapat berpotensi
Ajeg Bali itu paling kelihatan misalnya memancing konflik, termasuk dari
dalam ciri-ciri gadis Bali itu seperti kalangan Islam.
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 20 No. 2
218 Moh Zaenal Abidin Eko Putro

“Harus dibedakan konsep Ajeg Bali membuat statement sangat menyudutkan


dengan pemikiran Wedhakarna. Muslim, terutama pendatang. Dirinya
Konsep Ajeg Bali sejak ditelurkan, pun pernah menyampaikan langsung
telah memikirkan bahwa umat Hindu kepada Arya Wedhakarna dalam satu
ada di tempat lain. Tidak hanya forum, dengan Bahasa Bali, Hatur Ngurah
di Bali. Konsep Ajeg Bali, bukan (Wedharna statusnya Gusti), bahwa
bagaimana mengeksklusifkan Bali di apabila besok menyampaikan statemen
antara kelompok Non Bali. Di situ jangan melukai Muslim karena kita sudah
perbedaannya. Sebuah Ajeg Bali bisa menyama braya (bersaudara), dengan
eksis di tengah komunitas Non Hindu. saudara agama lain.
Dalam banyak hal, memang pernyataan
Wedhakarna penting untuk Bali, tetapi “Waktu itu konteksnya wacana hotel
perlu juga dipikirkan keberadaan umat syariah. Banyak orang Bali merasa
Hindu di luar Bali.” (Dira, Ibid). tabu dengan istilah syariah. Padahal
saya jelaskan syariah itu bahasa arab,
Ketika maraknnya sosialisasi Ajeg yang artinya aturan. Namun, tetap
Bali ditanyakan kepada pengurus MUI saja ada yang merasa keberatan dengan
Denpasar, sebagai orang Muslim kelahi- istilah itu, sebab walaupun itu hanya
ran Bali, apa yang disebut Ajeg Bali adalah aturan, namun tidak siap menerima
apa yang sudah menjadi awig-awig yang kata itu. Tapi kalau aturan misalnya di
tidak tertulis di Bali, maka itulah yang hotel tidak boleh sekamar kalau bukan
dilestarikan. Dimisalkan seseorang ma- dengan mahram-nya, itu kan juga
suk kampung orang lain, di situ terdapat sudah dilaksanakan di sini, itu juga
awig-awig atau aturan yang tidak tertulis. syariah. Mereka hanya alergi dengan
Walaupun tidak tertulis, maka sebaiknya istilah syariah (I, ibid)
mengikuti aturan mereka.

“Contoh, kalau kita datang ke Resolusi Konflik dengan Kearifan Lokal


mereka, seharusnya kita mengikuti Selayaknya diakui isu-isu di
aturan mereka. Karena kalau mereka media sosial di Bali selama ini cukup
datang ke kita, mereka juga bilang mengganggu relasi Hindu sebagai
Assalaamualaikum, Pak Haji. Kita serta mayoritas dan non-Hindu (Muslim
merta membalasnya dengan berucap khususnya) sebagai minoritas. Demikian
swastiastu. Di situlah awig-awig yang ini juag diamati salah seorang mata
berlaku di Bali. Yang menjadi persolan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia
bagi Muslim pendatang, mereka kurang Daerah (KPID) Bali, Sri Mudani. Hanya
beradaptasi dengan awig-awig itu. sayangnya lembaganya tidak juga
Orang Bali, kalau kita sopan, mereka dapat berbuat lebih jauh, mengingat
segan. Kita akui saja, saudara kita yang kewenangan lembaganya tidak
belum lama belum bisa adaptasi. Paling menjangkau ke ranah media sosial.
tidak mereka seharusnya beradaptasi Walaupun secara moral terkait, tugas
dengan Muslim Bali dulu.” (Hasil pokok lembaganya mengawasi siaran,
wawancara dengan I, Denpasar, Mei khususnya televisi dan radio (Sri Mudani,
2016) Denpasar, Mei 2016).

I juga melanjutkan, di tengah Adapun bagi Dira sendiri masih


Muslim pendatang yang belum banyak meragukan, apakah betul pelakunya
beradaptasi dengan awig-awig desa yang melakukan unggahan ujaran
pakraman di Bali, lalu munculah sosok kebencian di media sosial itu orang Non
seperti Arya Wedhakarna, yang jika Hindu dari luar daerah. Itulah hematnya,
yang selama ini penyidikan tidak tuntas
HARMONI Juli - Desember 2021
Resolusi Konflik Ujaran Kebencian di Media Sosial Berbasis Kearifan Lokal di Bali 219

penanganannya. Ketika terjadi provokasi Selain mengutamakan karmapala


di media sosial dan kemudian dilaporkan dan santi, dalam relung masyarakat
kepada polisi, satu dua hari polisi sibuk Bali juga bersemayam semangat
mencari orang. Tetapi ketika jeda, apa persaudaraan, apa yang disebut dengan
yang terjadi dan siapa pelakunya tidak menyama braya. Menurut pengurus
pernah terpublikasi. FKUB Bali, Nyoman, Menyama Braya
ini menjadi dasar dan jaminan bawa
Dalam pandangan Mudani, dalam orang Bali dapat melaksanakan upacara
menangani kasus ujaran kebencian atau ibadah sesuai dengan keyakinan
bernuansa agama di Bali ini, sejauh ini masing-masing. menyama braya dalam
belum pernah menggunakan Undang- hal ini diartikan menyesuaikan diri.
Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo Bersanding dengan konsep menyama
Undang-Undang Nomor 19 Tahun braya ini ada istilah lokal Bali, Segilik
2016 tentang Informasi dan Transaksi seguluk sebayantaka, artinya susah senang
Elektronik (ITE) walaupun sekarang dijalani bersama, ditanggung bersama
sangat mudah seseorang membuat dan bergotong royong. Apabila umat
akun dan menyebarluaskan isi akunnya. lain sedang melakukan kegiatan ibadah,
Untuk penyelesaian kasus-kasus ujaran umat Hindu menjaga dengan hadirnya
kebencian itu, di Bali lebih menunggu pecalang. Berdasarkan konsep inilah, baik
suara dari PHDI, desa pakraman dan diminta ataupun tidak, pecalang selalu
juga pandangan dari tokoh-tokoh datang membantu. Dengan itu potensi
Forum Komunikasi Umat Beragama konflik yang bersumber dari pergesekan
(FKUB). Bergabungnya elemen- antarpemeluk agama dapat ditekan.
elemen kunci di masyarakat Bali ini Hal ini sekaligus menegaskan bahwa
lebih banyak melakukan mediasi dan menyama braya menjadi tonggak menjaga
menganggap bahwa tidaklah mungkin perdamaian di Bali (Nyoman, Denpasar,
Bali memperkarakan peristiwa tersebut 3 Mei 2016).
secara hukum. Namun begitu, dirinya
juga menyadari jika terus menerus Mengenai berlakunya kearifan lokal
mediasi, lama-lama hukum tidak berjalan. menyama braya ini, juga diakui pengurus
Akibatnya seperti api dalam sekam dan MUI Klungkung, yang lokasinya
tidak ada efek jera (Mudani, Ibid). berada dari wilayah pedalaman Bali.
Menurutnya, menyama braya itu sejak dulu
Alasan di balik mediasi itu sendiri eksis, dan yang merusak menyama braya
sebenarnya demikian benderang, itu tidak lain adalah terjadinya bom bali,
bahwa orang Bali lebih percaya dengan apalagi terjadi lagi bom bali 2. “Mereka
hukum karma pala. Pelaku sendiri akan yang merusak itu orang-orang radikal.
menerima akibat dari apa yang telah MUI menjelaskan kepada masyarakat,
dilakukannya. Selanjutnya kebanyakan bahwa di Islam itu ada yang radikal dan
orang Bali juga menjaga toleransi juga ada yang moderat” (H, Denpasar, Mei
kepada orang Bali yang menetap di luar 2016).
Bali. Karena itu, seringkali mediasi itu
berbuah sebatas permintaan maaf secara
pribadi pelaku dan kasus pun dianggap SIMPULAN
selesai. Selain konsep hukum karma pala,
konsep santi juga cukup ampuh dalam Ujaran kebencian (hate speech) juga
meredam gejolak di masyarakat Bali pernah melanda di Bali, baik menyinggung
khsusunya terkait konten hujatan yang umat Hindu mapun umat non Hindu
menyinggung keyakinan mereka. (Islam khususnya). Akibat unggahan
tersebut, beberapa elemen masyarakat

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 20 No. 2


220 Moh Zaenal Abidin Eko Putro

pernah melaporkannya kepada pihak Implemenasi konsep-konsep inilah yang


kepolisian agar pelakunya ditangkap dan menjaga ketenangan di Bali, akibat dari
diberi hukuman. Di lapisan masyarakat munculnya unggahan ujaran kebencian.
pun sempat terjadi kekisruhan, namun
tidak sampai menghadirkan kekerasan
fisik. UCAPAN TERIMAKASIH

Resolusi konflik dengan Artikel ini dapat terwujud berkat


mengedepankan budaya dan kearifan lokal fasilitasi dari Puslitabang Lektur dan
ternyata efektif untuk menenteramkan Khazanah Keagamaan Badanlitbang
masyarakat Bali. Walaupun terjadi Diklat, Kemenag RI, tahun 2016.
polemik akibat munculnya unggahan Ucapan terimakasih juga diucapkan
penghinaan tersebut, situasi di Bali tetap kepada Dewan Redaksi jurnal Harmoni
aman dan belum pernah perkara di media Puslitbang Bimas Agama dan Layanan
sosial ini diperkarakan melalui saluran Keagamaan dan para reviewer yang telah
peradilan hukum positif. Nilai-nilai memberikan kritik dan saran terhadap
keagamaan dan kearifan lokal seperti tulisan ini. Terimakasih atas kesempatan
srada dan bakti, hukum karma pala, santi, dimuatnya tulisan ini, semoga bisa
serta konsep menyama braya, bersaudara bermanfaat.
dan senasib lebih dikedepankan.

DAFTAR ACUAN
Asnawati. (2012). Alexander Aan “Atheis Minang” di Provinsi Sumatera Barat. HARMONI
Jurnal Multikultural & Multireligius, 11(2), 72–84.
Bakti, A. F. (2018). Resolusi Konflik Dalam Pendirian Rumah Ibadah Gereka Bethel
Indonesia Di Kelurahan Kebonlega Kecamatan Bojongloa Kidul Kota Bandung.
Jurnal Caraka Prabu, 2(2), 120–141. https://doi.org/10.36859/jcp.v2i2.384
Bawole, I. C. F. M. G. Y. (2020). Penerapan Sanksi Pidana Bagi Penyebar Ujaran Kebencian
(Hate Speech) Melalui Media Sosial Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik. Lex Et Societatis, VIII(4), 203–210. Retrieved from https://
www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/hate-
Behfar, K. J., Peterson, R. S., Mannix, E. A., & Trochim, W. M. K. (2008). The Critical
Role of Conflict Resolution in Teams: A Close Look at the Links Between Conflict
Type, Conflict Management Strategies, and Team Outcomes. Journal of Applied
Psychology, 93(1), 170–188. https://doi.org/10.1037/0021-9010.93.1.170
Boroş, S., Meslec, N., Curşeu, P. L., & Emons, W. (2010). Struggles for cooperation:
Conflict resolution strategies in multicultural groups. Journal of Managerial
Psychology, 25(5), 539–554. https://doi.org/10.1108/02683941011048418

HARMONI Juli - Desember 2021


Resolusi Konflik Ujaran Kebencian di Media Sosial Berbasis Kearifan Lokal di Bali 221

Campbell, V. (2015). Theorizing Citizenship in Citizen Journalism. Digital Journalism,


3(5), 704–719. https://doi.org/10.1080/21670811.2014.937150
Coe, P. (2015). The social media paradox: An intersection with freedom of expression
and the criminal law. Information and Communications Technology Law, 24(1), 16–
40. https://doi.org/10.1080/13600834.2015.1004242
Creswell, J. (2013). Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. In Research
design.
Delerue, H., Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2012). Social media: Back to the roots and
back to the future. Journal of Systems and Information Technology, 14(2), 101–104.
https://doi.org/10.1108/13287261211232126
Duggan, S. G. A. P. M. (2016). Social Media Update 2016. Pew Research Center,
1(November), 1–16. Retrieved from http://assets.pewresearch.org/wp-content/
uploads/sites/14/2016/11/10132827/PI_2016.11.11_Social-Media-Update_FINAL.
pdf
Faizal Azhar, A., & Soponyono, E. (2020). Kebijakan Hukum Pidana dalam Pengaturan
dan Penanggulangan Ujaran Kebencian (Hate Speech) di Media Sosial.
Pembangunan Hukum Indonesia, 2(2), 275–290.
Kustini & Zaenal Abidin Eko Putro. (2017). Dakwah Activities Among Muslim Minority
And The Prevention Of Hate Speech In Kupang, East Nusa Tenggara. Analisa,
2(2), 274–289. https://doi.org/https://doi.org/10.18784/analisa.v2i2.508
Malik, A. (2016). Agitasi Dan Propaganda Di Media Sosial. Lontar, 4(3).
Noor, R. (2016). Citizen Journalism vs. Mainstream Journalism: A Study on Challenges
Posed by Amateurs. Athens Journal of Mass Media and Communications, 3(1), 55–76.
https://doi.org/10.30958/ajmmc.3.1.4
Putro, A. J. W. M. Z. A. E. (2019). Resolusi Konflik Melalui Mediasi: Kasus Pengusiran
Biksu Di Tangerang. Penamas Jurnal Penelitian Keagamaan Dan Kemasyarakatan,
32(2), 445–459. https://doi.org/10.30996/fn.v28i1.2649
Smidt, H. M. (2020). United Nations Peacekeeping Locally: Enabling Conflict Resolution,
Reducing Communal Violence. Journal of Conflict Resolution, 64(2–3), 344–372.
https://doi.org/10.1177/0022002719859631
Somantri, G. R. (2005). Memahami Metode Kualitatif. Makara, 9(5), 26.
Sultan Ali Sya’bana; Warasman Marbun; Louisa Yesami Krisnalita. (2021).
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Ujaran Kebencian Melalui Media Elektronik
(Studi Kasus Putusan Nomor 370/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.Sel). Jurnal Krisna Law
Volume 3, Nomor 2, 2021, 1-13 Agama/Bangsa.2, 3(2).
Suryawan, O. (n.d.). Kasus Desak Made , 4 Saksi Pelapor dari Bali Diperiksa Bareskrim.
Retrieved from Balipuspanews.com website: https://www.balipuspanews.com/
kasus-desak-made-4-saksi-pelapor-dari-bali-diperiksa-bareskrim.html
Suwarta, V. M. N. (2017). Analisis Wacana Makrostruktural Pemberitaan Ahok pada
Pilkada DKI Jakarta 2017 Vidya Mandarani Nyoman Suwarta ( Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Abstrak Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui analisis makrostruktu. KANAL (JURNAL ILMU
KOMUNIKASI), 5(2), 113–120.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 20 No. 2


222 Moh Zaenal Abidin Eko Putro

Tapsell, R. (2015). Platform convergence in Indonesia: Challenges and


opportunities for media freedom. Convergence, 21(2), 182–197. https://doi.
org/10.1177/1354856514531527
Verschoor-Kirss, A. (2012). Even Satan gets likes on Facebook: the dynamic interplay of religion
and technology in online social networks. 14, 1–12.
Wall, M. (2015). Citizen Journalism: A retrospective on what we know, an agenda for
what we don’t. Digital Journalism, 3(6), 797–813. https://doi.org/10.1080/2167081
1.2014.1002513

Sumber Sekunder:
Anugrahadi, A. (2021). Jadi Tahanan selama 20 Hari, Jerinx Didakwa Undang Undang
ITE. Retrieved from Liputan6.com website: https://www.liputan6.com/news/
read/4725655/jadi-tahanan-selama-20-hari-jerinx-didakwa-undang-undang-ite
Bali, K. (n.d.). Kontennya Dinilai Lecehkan Hindu , Akun Istiqomah TV Dilaporkan ke
Polda Bali. Retrieved from Kumparan website: https://kumparan.com/kanalbali/
kontennya-dinilai-lecehkan-hindu-akun-istiqomah-tv-dilaporkan-ke-polda-bali-
1vaCjiLuuOk/full
Gede Nadi Jaya. (n.d.). Polda Bali usut kasus Nando hujat perayaan Nyepi di Facebook
Rekomendas. Retrieved from Merdeka.com website: https://www.merdeka.com/
peristiwa/polda-bali-usut-kasus-nando-hujat-perayaan-nyepi-di-facebook.html
Mustofa, A. (n.d.). Masyarakat Bali Geruduk Polda Bali soal Ceramah Desak Made
Darmawati. Retrieved from Radar Bali website: https://radarbali.jawapos.com/
hukum-kriminal/19/04/2021/masyarakat-bali-geruduk-polda-bali-soal-ceramah-
desak-made-darmawati

HARMONI Juli - Desember 2021

You might also like