You are on page 1of 11

JURNAL ILMU PENDIDIKAN INDONESIA ISSN 2338-3402

Vol 8, No 3, Halaman 136 - 146 , Oktober 2020 E-ISSN2623-226X


Website:http://ejournal.uncen.ac.id/index.php/JIPI
Jurnal Terakreditasi Nasional, Keputusan, No 23/E/KPT/2019

DIAGNOSTIK KONSEPSI SISWA PADA MATERI SUHU DAN KALOR


W. Winarti1); I.S. Budiarti2)
1)
Program Studi Pendidikan Fisika, UIN Sunan Kalijaga; winarti@uin-suka.ac.id
2)
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Cenderawasih; indah_budiarti@yahoo.com

ABSTRACT
Diagnostics in physics learning are carried out to find the level of students’ conceptual understanding to
the learning objectives. This study aimed to describe the conception of Madrasah Aliyah (MA) students
in Special Region of Yogyakarta through diagnostic tests. Descriptive method was chosen to determine
the level of students’ conceptual understanding on chapter temperature and heat. The sampling
technique used was stratified random sampling so that 365 students from class X Natural Sciences were
positioned as samples. Test was chosen as data collecting technique using the developed Temperature
and Heat Test Higher Order Thinking Skills (THT-HOTS) instrument. The results of the study were the
level of conceptual understanding achievement of Madrasah Aliyah (MA) students in the Special Region
of Yogyakarta on chapter temperature and heat. The conceptual understanding of students was
classified in the low category. It could be seen from the percentage of conceptual understanding
achievement in four sub-chapter, namely: temperature and thermometer, heat and black principle,
changes in the form of substances and expansion, which value were less than 20%.

Keywords: Diagnostics, conceptions, heat and temperature, THT-HOTS

ABSTRAK
Diagnostik konsepsi pada pembelajaran fisika dilakukan untuk menemukan level pemahaman konsep
siswa terhadap suatu materi. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan konsepsi siswa Madrasah
Aliyah (MA) di Daerah Istimewa Yogyakarta melalui tes diagnostik. Metode deskriptif dipilih untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa pada materi suhu dan kalor. Teknik penentuan sampel yang
digunakan adalah teknik stratified random sampling, sehingga didapatkan sampel berjumlah 365 siswa
dari kelas X IPA. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui teknik tes dengan menggunakan
instrumen tes Temperature and Heat Test Higher Order Thinking Skills (THT-HOTs). Hasil dari
penelitian adalah level pencapaian konsepsi siswa Madrasah Aliyah (MA) di Daerah Istimewa
Yogyakarta untuk materi suhu dan kalor. Pemahaman konsep siswa termasuk dalam kategori rendah.
Hal ini ditunjukkan dari persentase pencapaian konsep pada empat sub materi, yaitu: suhu dan
termometer, kalor dan asas black, perubahan wujud zat dan pemuaian, yang nilainya kurang dari 20%.

Kata kunci: Diagnostik, konsepsi, suhu dan kalor, THT-HOTS

PENDAHULUAN terjadi itulah maka akan terbentuk


Pembahasan mengenai suhu dan konsepsi. Menurut Duit and Treagust
kalor menjadi sangat penting, karena (2012) konsepsi adalah intepretasi dan
konsep suhu dan kalor ini banyak sekali deskripsi yang terbentuk pada diri
terjadi pada fenomena sehari-hari yang seseorang terhadap suatu objek atau
ditemui di sekitar kita. Berdasarkan hasil fenomena yang ditemuinya. Konsepsi ini
pengamatan siswa dari fenomena yang justru sudah dimiliki oleh siswa sebelum
137 P-ISSN: 2338-3402, E-ISSN: 2623-226X

pembelajaran (Winarti et al., 2017). Jadi tinggi dalam kurikulum mata pelajaran
dapat dikatakan bahwa konsepsi IPA, khususnya fisika (Budiarti et al.,
merupakan tafsiran atau pemahaman 2017). Menurut Baser (2006), siswa
sementara yang terbentuk saat siswa mengalami kesulitan pada konsep
mengamati sesuatu yang akhirnya akan perpindahan kalor secara konduksi yang
membentuk cara pandangnya terhadap terjadi pada selt belt yang terbuat dari
objek atau fenomena. logam dan non logam. Kecenderungan
Konsepsi awal yang terbentuk pada siswa untuk menghafalkan konsep
akhirnya akan mempengaruhi perpindahan kalor tanpa disertai contoh
konsep-konsep selanjutnya terhadap materi konkrit, menyebabkan hasil belajar siswa
yang terkait. Alwan (2011), menyatakan menjadi rendah (Sisila and Siregar, 2017).
bahwa konsep awal siswa berkembang dari Hal ini didukung oleh Sözbilir (2003),
pengalamannya sehari hari, ketika siswa bahwa siswa mengalami kesulitan untuk
menemui suatu fenomena maka siswa akan mempelajari konsep suhu dan kalor karena
berusaha merekonstruksi informasi dengan konsep suhu dan kalor terlalu abstrak.
cara dan pemahamananya. Ketika konsep Dengan demikian, konsepsi suhu dan kalor
yang terbentuk itu sesuai dengan konsep penting dipahami oleh siswa agar tidak
ilmiah yang ilmiah yang benar maka menimbulkan miskonsepsi.
pemahaman siswa akan semakin baik. Penting bagi guru untuk
Tetapi apabila proses rekonstruksi merekonstruksi bagaimana siswa
informasi tadi tidak sesuai dengan konsep membangun konsep serta ide ilmiahnya
ilmiah maka yang terjadi adalah dalam pembelajaran. Guru harus
munculnya miskonsepsi. mengidentifikasi dan mendiagnostik
Fisika merupakan bagian dari sains konsepsi suhu dan kalor tersebut agar tidak
yang mempelajari tentang fenomena alam menimbulkan kesalahan konsep yang
dan proses yang ada didalamnya (Budiarti berkepanjangan dan berujung pada
et al., 2020). Pelajaran fisika merupakan miskonsepsi permanen yang sulit untuk
salah satu pelajaran yang sulit dipahami diubah. Hal ini didukung oleh Budiarti
oleh siswa, sehingga penanaman konsep (2017), bahwa pemahaman konsep fisika
fisika di sekolah sangatlah penting yang mendalam membuat siswa konsisten
(Budiarti, 2013). Konsep suhu dan kalor tentang kebenaran konsep yang
merupakan salah satu konsep dalam fisika. diyakininya selama proses pembelajaran
Konsep suhu dan kalor sudah diperoleh berlangsung. Dengan demikian, konsepsi
siswa sejak duduk di bangku sekolah dasar, fisika siswa tentang suhu dan kalor penting
sekolah menengah, sampai perguruan dideskripsikan, sehingga tujuan penelitian
Jurnal Ilmu Pendidikan Indonesia 8 (3) : 136 - 146 138

ini adalah mendeskripsikan konsepsi fisika (2017). THT-HOTS terdiri dari 20 soal
siswa Madrasah Aliyah (MA) di Daerah pilihan ganda beralasan (two tier test).
Istimewa Yogyakarta pada materi suhu dan THT-HOTS ini merupakan serangkaian tes
kalor. untuk mengukur HOTS dan pemahaman
METODE PENELITIAN konsep siswa pada materi suhu dan kalor.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif. THT-HOTS ini dibagi menjadi 4 sub
Penelitian ini dilaksanakan di Daerah konsep yakni suhu dan termometer,
Istimewa Yogyakarta melibatkan pemuaian, kalor dan asas black serta
Madrasah Aliyah dari 5 kabupaten, baik itu perubahan wujud zat.
yang berstatus negeri maupun swasta. Menurut (Mardapi, 2008) besarnya
Teknik penentuan sampel yang digunakan kemampuan seseorang dapat dilihat dari
dalam penelitian ini adalah teknik statified besarnya peluang menjawab benar dari
random sampling. Statified random sejumlah butir tes. Tingkat HOTS peserta
sampling merupakan bagian teknik didik dapat dihitung dengan menggunakan
probability sampling yang merupakan kategori berdasarkan rerata ideal dan
suatu teknik yang digunakan bila populasi simpangan baku ideal. Tingkat HOTS
mempunyai anggota atau unsur yang tidak peserta didik dapat dihitung dengan
homogen dan berstrata. Siswa yang terlibat menggunakan kategori berdasarkan rerata
dalam penelitian ini sejumlah 365 siswa ideal dan simpangan baku ideal. Hal ini
kelas X IPA. dilakukan dengan asusmsi bahwa
Adapun teknik yang digunakan kemampuan HOTS peserta didik pada
dalam pengumpulan data yakni dengan matapelajaran fisika akan terdistribusi
teknik tes dengan instrumen tes standar normal. Penentuan skor rata-rata ideal (Mi)
yang selanjutnya disebut sebagai dan skor simpangan baku ideal (SB)
Temperature and Heat Test Higher Order berdasarkan dari skor tertinggi dan
Thinking Skills (THT-HOTs). Instrumen terendah dari variabel. Adapun intepretasi
THT-HOTS ini di adopsi dari instrumen dari kemampuan peserta didik dapat dilihat
standar yang dikembangkan oleh Winarti seperti Tabel 1:
Tabel 1. Intepretasi Kemampuan HOTS
No Interval Kemampuan Level
1 Mi + 1,5 SBi < θ Sangat Tinggi
2 Mi + 0,5 SBi < θ ≤ Mi + 1,5 Sbi Tinggi
3 Mi - 0,5 SBi < θ ≤ Mi + 1,5 Sbi Sedang
4 Mi - 1,5 SBi < θ ≤ Mi - 0,5 Sbi Rendah
5 0 < Mi - 0,5 Sbi Sangat Rendah
139 P-ISSN: 2338-3402, E-ISSN: 2623-226X

Mean Ideal (Mi) adalah rerata ideal kemampuan. Parameter butir akan
dan SBi merupakan simpangan baku ideal. menunjukkan karakteristik dari suatu tes,
Mean Ideal dihitung dengan sedangkan parameter kemampuan adalah
1 1 besaran yang akan diestimasi. Apabila
Mi  ( X t  X r ) dan S Bi  ( X t  X r ) ,
2 6 besarnya parameter butir diketahui, maka
Xt merupakan skor maksimal ideal dan Xr estimasinya dapat diketahui dengan
merupakan skor minimal ideal. Hal ini mudah.
dilakukan dengan asusmsi bahwa Agar dapat digunakan, suatu tes juga
kemampuan HOTS peserta didik pada perlu dilengkapi dengan pedoman
matapelajaran fisika akan terdistribusi penskoran. Pedoman penskoran dirancang
normal. Intepretasi jawaban peserta didik untuk menjaga objektivitas penilaian dan
dilakukan atas dasar politomus dengan 5 kepastian skor yang diperoleh peserta tes.
kategori dan hasil pengukuran. Langkah Penskoran ini dibuat dalam 5 kategori
selanjutnya adalah melakukan estimasi dengan ketentuan masing-masing kategori
kemampuan. Setiap pengukuran seperti pada Tabel 2:
melibatkan parameter butir dan parameter
Tabel 2. Kategori Penskoran
Kategori 0 Jika siswa salah dalam menjawab Pilihan Ganda
(PG), tidak menuliskan alasan jawaban dan
memilih tidak yakin pada Tingkat Keyakinan
(TKY).
Kategori 1 a) Jika siswa salah dalam menjawab PG, salah
menjawab alasan dan memilih tidak yakin.
b) Jika salah menjawab PG salah alasan jawaban
dan yakin pada TKY.
c) Jika Benar menjawab PG, tanpa alasan dan
yakin pada TKY.
Kategori 2 a) Jika siswa benar menjawab PG, salah alasan
jawaban dan tidak yakin pada TKY.
b) Jika siswa salah menjawab PG, benar alasan
jawaban dan yakin pada TKY.
Kategori 3 a) Jika siswa benar menjawab PG, benar alasan
jawaban dan tidak yakin pada TKY.
b) Jika siswa benar menjawab PG, salah alasan
jawaban dan yakin pada TKY.
c) Jika siswa salah menjawab PG, benar alasan
jawaban dan yakin pada TKY.
Kategori 4 Jika siswa benar menjawab PG, benar alasan
jawaban dan yakin pada TKY.
Jurnal Ilmu Pendidikan Indonesia 8 (3) : 136 - 146 140

Model penskoran ini dibuat untuk mengalami banyak masalah, sehingga


menghindari penskoran yang dilakukan siswa mengalami beberapa kasus
dengan hanya memberi 2 kategori saja miskonsepsi. Berdasarkan hasil penelitian
yakni benar dan salah saja (dikotomus). yang telah dilakukan, hasil analisis data
Pada penelitian ini model penskoran persentase konsepsi siswa pada penelitian
politomus bertujuan untuk menemukan ini memiliki pola pencapaian level yang
adanya kasus-kasus kesalahan konsep pada berbeda. Hasil untuk tiap kategori
siswa (DeMars, 2010; Isgiyanto, 2011). persentase konsepsi ditunjukkan pada
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3:
Temuan penelitian ini
mengungkapkan bahwa ada banyak
masalah pada pemahaman konsep, siswa
Tabel 3. Persentase Konsepsi Siswa pada Materi Suhu dan Kalor

Persentase (%)
No Materi
Kategori Kategori Kategori Kategori Kategori
0 1 2 3 4
1 Kalor dan Asas Black 18,6 15,3 34,8 23,4 7,9
2 Pemuaian 17,5 19,4 31,1 24,1 7,9
3 Perubahan Wujud Zat 11,3 27,2 23,1 27,7 10,7
4 Suhu dan Termometer 4,1 18,4 26,5 35,8 15,2

Tabel 3 menunjukkan setiap pada tingkat keyakinan. Namun, jika


kategori jawaban siswa berdasarkan dilihat dari Tabel 3, persentase kategori 4
konsep-konsep yang mereka pelajari di justru yang paling rendah dibandingkan
setiap sub materi. Sesuai dengan kriteria dengan 4 kategori lainnya. Kategori 3
penskoran yang sudah ditetapkan, maka memperlihatkan angka rata-rata yang
setiap sub materi dilakukan pengkategorian cukup besar pada setiap materinya yakni
yakni 0, 1, 2, 3 dan 4. Berdasarkan nilai ada di 23,4 untuk materi kalor dan asas
kategori tersebut, dapat diketahui konsepsi black, 24,1 untuk pemuaian, 27,7 untuk
mayoritas pada siswa untuk setiap sub konsep perubahan wujud zat dan 35,8
materinya. Kategori 4 merupakan kategori untuk suhu dan termometer. Kategori skor
jawaban terbaik, yakni apabila siswa benar 3 merupakan kategori yang mengakomodir
saat menjawab pilihan ganda, benar saat banyak kemungkinan jawaban siswa,
menjawab alas an, dan menyatakan yakin yakni; (a) jika siswa benar saat menjawab
141 P-ISSN: 2338-3402, E-ISSN: 2623-226X

pilihan ganda, jika siswa memberikan dari penelitian tersebut menyatakan bahwa
jawaban “tidak yakin” pada pertanyaan 87% dari sampel siswa Sekolah Menengah
tingkat keyakinan, (b) jika siswa benar saat Atas ternyata mengalami masalah pada
menjawab pilihan ganda, namun salah konsep-konsep kalor (Başer, 2006). Begitu
dalam menjawab alasan jawaban, dan halnya dengan penelitian Arnold and
menyatakan “yakin” pada tingkat Millar (1994) yang menyatakan bahwa
keyakinan, dan (c) jika siswa salah saat pemahaman peserta didik tentang konsep
menjawab pilihan ganda, benar saat fisika, khususnya tentang suhu dan kalor,
menjawab alasan jawaban dan menyatakan berasal dari pengalaman yang mereka
“yakin” pada tingkat keyakinan untuk dapatkan dari kehidupan sehari-hari.
setiap tingkatan soal yang mereka Konsep yang berkaitan dengan suhu dan
kerjakan. kalor secara langsung berhubungan dengan
Berdasarkan hasil data yang terlihat lingkungan fisik organisme hidup yang
pada Tabel 3, hasil menunjukkan bahwa mengalami kenaikan atau penurunan suhu
pemahaman konsep siswa pada materi di hidupnya.
suhu dan kalor memang masih rendah. Hal Analisis selanjutnya adalah
ini sekaligus menunjukkan adanya menentukan pada konsep mana saja siswa
permasaahan dalam pemahaman konsep mengalami permasalahan dalam
siswa. Temuan ini senada dengan beberapa pemahaman konsep-konsep suhu dan kalor.
temuan lain. Pada penelitian sebelumnya, Hasil dari analisis ini disajikan pada
ada yang telah mengidentifikasi kasus Gambar 1:
miskonsepsi siswa. Hasil yang didapatkan

Gambar 1. Grafik Konsepsi Siswa pada Materi Suhu dan Kalor


Jurnal Ilmu Pendidikan Indonesia 8 (3) : 136 - 146 142

Berdasarkan grafik pada Gambar 1, dibandingkan dengan konsep-konsep yang


tampak bahwa kategori 4 untuk semua lain pada materi suhu dan kalor.
konsep berada pada skor yang lebih rendah Soal di bawah ini merupakan contoh
dibandingkan dengan kategori lainnya. soal konsep Asas Black yang digunakan
Konsep pemuaian dan konsep kalor serta untuk mengetahui konsepsi siswa. Siswa
konsep Asas Black memiliki nilai rata-rata menjawab dengan menghubungkan suhu
masing-masing sebesar 7,9. Nilai tersebut kedua gelas yang berisi es tersebut dengan
menunjukkan bahwa pemahaman siswa logika mereka. Gambar 2 menunjukkan
sangat rendah untuk kedua konsep tersebut salah satu soal yang merepresentasikan
kegiatan ini.

Ibu meletakkan gelas A berisi 100 g es bersuhu 0oC dan gelas B berisi 5 g es
bersuhu 0oC dalam sebuah pemanas oven, Setelah ditunggu beberapa saat.
prediksilah suhu pada kedua gelas?
a. gelas A dan gelas B memiliki suhu yang sama
b. Gelas A lebih tinggi suhunya
c. Gelas B lebih tinggi suhunya
d. Gelas A tidak mengalami perubahan suhu
e. Gelas B tidak mengalami perubahan suhu

Gambar 2. Contoh Soal untuk Konsep Kalor dan Asas Black


Gambar 2 menunjukan sebuah soal suhu setelah terjadi pencampuran kedua
yang menuntut pemahaman konsep siswa gelas es dengan massa yang berbeda.
tentang Asas Black. Pada soal tersebut, Adapun respons siswa terhadap pertanyaan
siswa dituntut untuk dapat memprediksi tersebut seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Salah satu jawaban siswa untuk soal asas black

Gambar 3 memperlihatkan alasan sama. Sebagian besar peserta didik dari


siswa merujuk pada analisis ketika zatnya berbagai MA menjawab pilihan A, yakni
sama dan zatnya memiliki suhu awal yang suhu akhirnya adalah sama. Hal tersebut
sama, yakni 0oC. Oleh karena itu, peserta menunjukkan bahwa pemahaman siswa
didik berpikir suhu akhirnya sama karena yang masih lemah. Setelah dilakukan
diletakkan di tempat yang memiliki suhu pendalaman jawaban, diperoleh analisis
143 P-ISSN: 2338-3402, E-ISSN: 2623-226X

berikut: siswa beranggapan bahwa ketika mungkin sudah mencairkan 5 gram es,
zat memiliki suhu yang sama, maka tidak tetapi hanya membuat sebagian kecil dari
akan terjadi perubahan suhu pada zat 100 gram es mencair. Suhu keduanya
meskipun zat ditempatkan pada suhu berbeda.
lingkungan yang sama. Siswa kurang Kemampuan siswa dalam memahami
memahami makna dari persamaan yang makna fisis dari persamaan (rumus)
mendukung pada persamaan kalor yang menjadi sangat penting untuk penguasaan
ada di dalam Fisika, yaitu: konsep fisika. Sebenarnya, dengan melihat
Q  mcT hubungan persamaan di atas, maka dapat
Q 1
T  disimpulkan bahwa T  .
mc m
Jika dilihat dari persamaan tersebut, Berdasarkan soal tersebut, diketahui
maka dapat diketahui ada faktor Q sebagai bahwa kedua zat sama yakni es dan
kalor atau perubahan kalor dan massa m tentunya c-nya akan sama. Es tersebut
dari masing-masing zat yang ada (dalam diletakan di dalam oven yang sama.
hal ini adalah 100 gram dan 5 gram) kedua Artinya, suhu lingkungan yang
zat tersebut berbeda massa. Sedangkan c memengaruhi adalah sama besar dan kalor
dari kedua benda sama karena zatnya Q yang akan memengaruhi/diterima juga
sama. sama. Hal ini sesuai dengan prinsip
Analisis pada butir soal pada Gambar pertukaran kalor dan hukum kekekalan
3 dapat juga melalui pemisalan dua gelas energi (Qa = Qb). Dari pernyataan tersebut,
identik yang suhu awalnya sama sebelum dapat dikatakan bahwa Q = konstan. Selain
diisi es, yaitu sama dengan suhu ruang. itu, waktu yang diberikan kepada dua zat
Ketika es dimasukkan ke dalam gelas suhu tersebut adalah sama Ta = Tb. Maka,
gelas berubah, dan nilainya tidak sama satu-satunya variabel yang memengaruhi
karena jumlah es berbeda (dan signifikan adalah massa dari kedua zat. Dari
bedanya) sehingga ketika dimasukkan ke 1
persamaan T  , dapat disimpulkan
dalam oven kedua gelas dalam kondisi suhu m
awal yang berbeda. Ketika berada dalam bahwa perubahan suhu berbanding terbalik
oven (dalam kondisi panas tentunya) hanya dengan massa benda. Ada pemahaman
dalam beberapa saat saja (sebagaimana yang keliru dari banyak peserta didik yang
disebutkan dalam soal) kalor yang masuk menjawab salah pada soal tersebut. Untuk
dalam gelas (dan es) belum cukup untuk mengetahui lebih rinci dimana letak
membuat suhu kedua gelas sama. Untuk es, kekeliruan siswa pada konsep tersebut
penyimpanan dalam oven beberapa saat maka dilakukan pendalaman dengan
Jurnal Ilmu Pendidikan Indonesia 8 (3) : 136 - 146 144

wawancara dan memberi kasus lain dan mendasari fenomena atau soal suhu dan
analogi yang berbeda dengan konsep yang kalor. Siswa menjawab hanya berdasarkan
sama. Berdasarkan upaya pendalaman naluri saja, di mana sebenarnya jawaban
analisis, diperoleh kesimpulan bahwa tersebut logis, tetapi belum sesuai dengan
terjadi kekeliruan dalam pemahaman konsep yang benar. Hal ini sejalan pula
peserta didik terhadap konteks perubahan dengan temuan penelitian yang dilakukan
suhu dan suhu pada benda. Siswa oleh Tanahoung et al., (2010) dan Zoller
cenderung menyamakan kedua konsep and Tsaparlis (1997) yang menyatakan
tersebut. bahwa kegagalan siswa dalam membangun
Kesalahan konsep yang sama juga konsep tentang kerangka kerja logis dari
terjadi di beberapa penelitian terdahulu suatu gejala fisika dan menghubungkan
dari beberapa studi yang dilakukan Turgut dengan konsep yang relevan sering
and Gurbuz (2011), Kiong et al. (2012), menghasilkan konsepsi siswa yang tidak
dan Alwan (2011). Ketiga penelitian konsisten dengan konsep ilmiah (scientific
tersebut menemukan bahwa miskonsepsi ideas), bahkan cenderung akan membentuk
permanen terjadi pada siswa yang alternatif konsepsi atau kasus-kasus
memiliki konsepsi bahwa perubahan suhu miskonsepsi.
bergantung kepada massa dari benda. Sampel siswa di semua sekolah
Sama halnya dengan temuan pada merupakan siswa yang telah terlibat dan
penelitian ini. Siswa diberikan analisis mendapatkan pembelajaran mengenai
masalah untuk benda yang sama dengan konsep-konsep pada materi suhu dan kalor
ukuran berbeda. Ternyata, konsepsi siswa di kelas X, sehingga pengetahuan siswa
merujuk pada adanya pengaruh ukuran merupakan gabungan dari pemahaman di
benda terhadap suhu akhirnya. jenjang sebelumnya (pengetahuan yang
Pemahaman siswa tentang konsep diperoleh di SMP/MTs) dan pembelajaran
suhu banyak dipengaruhi oleh pengalaman yang dilakukan sebelum tes diagnostik
pribadi yang ditemui dalam kehidupan berlangsung. Proses pembelajaran pada
sehari-hari, dimana pengetahuan materi suhu dan kalor menggunakan
berdasarkan pengalaman itu pada akhirnya pendekatan teacher centered learning
akan membentuk konsepsi siswa. Sebagian (TCL) dengan metode ceramah. Pendidik di
besar siswa dapat menjawab benar pada instansi pendidikan yang menjadi sampel
soal pilihan ganda, tetapi alasan yang pada penelitian ini belum berupaya
disampaikan tidak mendukung dan kurang menggunakan pendekatan, model, dan
tepat. Kesulitan sebagian besar siswa metode yang lain yang lebih kompleks dan
adalah mengemukakan alasan yang inovatif untuk meningkatkan pemahaman
145 P-ISSN: 2338-3402, E-ISSN: 2623-226X

konsep siswa, sehingga level konsepsi DAFTAR PUSTAKA


siswa masih rendah. Alwan, A. A. (2011). Misconception of
heat and temperature among physics
SIMPULAN DAN SARAN
students. Procedia-Social and
SIMPULAN Behavioral Sciences, 12, 600–614;
Konsepsi siswa Madrasah Aliyah
Arnold, M., & Millar, R. (1994).
(MA) di Daerah Istimewa Yogyakarta Children’s and lay adults’ views
about thermal equilibrium.
untuk materi suhu dan kalor masih masuk
International Journal of Science
dalam kategori rendah. Hal ini ditunjukkan Education, 16(4), 405–419;
dari persentase kategori 4 untuk konsep
Başer, M. (2006). Fostering conceptual
suhu dan termometer, kalor dan asas black, change by cognitive conflict based
instruction on students’ understanding
perubahan wujud zat dan pemuaian,
of heat and temperature concepts.
masing-masing adalah 15,2; 7,9; 10,7; dan Eurasia Journal of Mathematics,
Science and Technology Education,
7,9. Melalui penelitian ini, terungkap pula
2(2), 96–114;
bahwa konsepsi siswa pada materi suhu
Budiarti, I. S., Lumbu, A., & Sulistiowati,
dan kalor paling rendah pada konsep kalor
D. W. I. (2013). Pengaruh Pendekatan
dan Asas Black serta pemuaian. Konstruktivisme Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas Viii Smp Negeri
SARAN
11 Jayapurapada Pokokbahasan
Pembelajaran suhu dan kalor Getaran Dan Gelombangtahun Ajaran
2012/2013. Jurnal Ilmu Pendidikan
sebaiknya berbasis kontekstual, sehingga
Indonesia, 1(2), 53–62;
siswa mampu merekonstruksi konsep
Budiarti, I S, Suparmi, A., Sarwanto, S., &
secara benar melalui fenomena yang
Harjana, H. (2020). Effectiveness of
ditemui dalam kehidupan sehari-hari. serta Generation, Evaluation, and
Modification - Cooperative Learning
mendukung Higher Order Thinking Skills
(Gem-Cl) Model Selaras Bakar Batu
(HOTs) agar konsepsi siswa tentang suhu Cultural Practice in Papua. Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia, 9(1);
dan kalor konsisten kebenarannya.
UCAPAN TERIMAKASIH Budiarti, Indah Slamet. (2017). Potensi
budaya bakar batu dalam
Terimakasih kepada UIN Sunan
pembelajaran fisika. Prosiding SNPF
Kalijaga dan Program Studi Pendidikan (Seminar Nasional Pendidikan
Fisika), 22–25;
Fisika yg telah memfasilitasi penelitian ini
sampai dengan selesai.Tak lupa peneliti Budiarti, Indah Slamet, Suparmi, Sarwanto,
& Harjana. (2017). Students’
haturkan terimakasih sebesar besarnya
conceptual understanding consistency
kepasa semua Guru Fisika MA DIY yang of heat and temperature. Journal of
Physics: Conf. Series, 795, 012051.
telah membantu dan sangat berkontribusi
https://doi.org/10.1088/1742-6596/75
dalam penelitian ini 5/1/011001;
Jurnal Ilmu Pendidikan Indonesia 8 (3) : 136 - 146 146

DeMars, C. (2010). Item response theory. Tanahoung, C., Chitaree, R., & Soankwan,
Oxford University Press; C. (2010). Probing Thai freshmen
science students’ conceptions of heat
Duit, R., & Treagust, D. F. (2012). How and temperature using open-ended
can conceptual change contribute to questions: A case study. Eurasian
theory and practice in science Journal of Physics and Chemistry
education? In Second international Education, 2(2), 82–94;
handbook of science education (pp.
107–118). Springer; Turgut, Ü., & Gurbuz, F. (2011). Effects of
Teaching with 5e Model on Students’
Isgiyanto, A. (2011). Diagnosis kesalahan Behaviors and Their Conceptual
siswa berbasis penskoran politomus Changes about the Subject of Heat
model partial credit pada matematika. and Temperature. International
Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Online Journal of Educational
Pendidikan, 15(2), 308–325; Sciences, 3(2);

Kiong, T. T., Yunos, J. M., Heong, Y. M., Winarti, C., Cari, A., Suparmi, I., Budiarti,
Hussein, A. H., & Mohamad, M. M. J., Handhika, H., & Viyanti, V.
(2012). Thinking skills for secondary (2017). Identification of consistency
school students in Malaysia. Journal and conceptual understanding of the
of Research, Policy & Practice of Black principle. Ideas for 21st
Teachers & Teacher Education Century Education, 2004, 249–252.
(JRPPTTE), 2(2), 12–23; https://doi.org/10.1201/97813151665
75-50;
Mardapi, D. (2008). Teknik penyusunan
instrumen tes dan nontes. Yogyakarta: Zoller, U., & Tsaparlis, G. (1997). Higher
Mitra Cendikia Press; and lower-order cognitive skills: The
case of chemistry. Research in
Sisila, A., & Siregar, T. (2017). Pengaruh Science Education, 27(1), 117–130.
Penggunaan Media Kit IPA Terhadap
Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa
Pada Materi Hantaran Panas Pada
Benda Kelas VI Sekolah Dasar
Negeri 03 Nabire. Jurnal Ilmu
Pendidikan Indonesia, 5(1), 1–13;

Sözbilir, M. (2003). A review of selected


literature on students’ misconceptions
of heat and temperature. Bogazici
Universitesi Egitim Dergizi, 20(1),
25–41;

You might also like