Professional Documents
Culture Documents
1Mahasiswa S3 Prodi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan laut, 2Pengajar Pascasarjana IPB, 3Pengajar Pascasarjana
IPB, 4Pengajar Pascasarjana IPB
Email: sadelie@yahoo.com
HP : +62811116750
ABSTRACT
Indonesia as a archipelagic developing country in the form of the islands has a high level of vulnerability to
environmental damage, especially in coastal areas. Sea level rise could cause flooding, even predicted to sink some
small islands. Meanwhile, the majority of Indonesia's population live in coastal areas with low adaptive capacity and
extremely vulnerable to global climate change. Therefore it needed a new policy of coastal resource management
strategy based on carbon crediting. This study was primarily aimed at estimating the potential for CO2 emissions, to
predict whether this coastal region is a carbon sink or carbon source. The method performed in this study is the
modeling of dynamic systems. The results showed that Sembilang National Park has a potential avoided emission
about 1,16 Mt CO2 yr-1 with average carbon crediting about 11,56 million USD th-1 (by using carbon price 10 USD tCO2-
1). That means this coastal region is a carbon sink. Utilization of carbon crediting options and sylvofishery options with
NPV of 8566.77 million USD (3.6 times greater than NPV BAU model). This could encourage employment opportunities
for 104,411 workers (11 times greater than BAU model).
Key Words: Carbon source, carbon sink, dynamic system, avoided emission
1
Jurnal Hutan dan Masyarakat.
Volome. 6, No.1, Mei 2011
perlu disertai instrumen kebijakan yang saling historis deforestasi dan degradasi hutan TNS dan
komplementer dan integratif antar sektor, berdampak frontier area tahun 2003-2006 serta data-data hasil
sistemik terhadap perekonomian, efektif secara pengukuran biomassa di lapangan. Data sekunder
ekonomi dan kelembagaan serta harus membangun terdiri dari data kategori berupa kumpulan kebijakan
kemandirian ekonomi rakyat (Kusumastanto 2003). publik di bidang pemanfaatan ruang dalam bentuk
Dua skenario diajukan sebagai alternatif model peraturan dan perundangan yang berlaku, serta data
pengelolaan sumberdaya pesisir: cara saat ini hasil penelitian sebelumnya (pihak lain) dan data-data
(business as usual; BAU) dan kredit karbon (carbon sekunder lainnya yang relevan.
crediting; CC). Pengelolaan dengan cara saat ini Metode Pengumpulan Data
seringkali menimbulkan spektrum dampak, deplesi
Metode pengukuran biomassa untuk areal
sumberdaya, penurunan stok karbon terestrial serta berhutan dilakukan dengan pendekatan kerincian
meningkatnya laju emisi CO2. Sementara itu, tinggi (Tier 2-3), yaitu suatu kombinasi metode jalur
pengelolaan berbasis kredit karbon diharapkan dapat berpetak berdasarkan plot sampel (Tier 3) yang
membuka peluang terciptanya pembangunan secara dikembangkan oleh ICRAF (Hairiah et al. 2001)
berkelanjutan: perbaikan kualitas lingkungan, dengan data hipotetis untuk jenis yang sama di lokasi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan antar
lain (Tier 2). Pada metode dengan Tier 3 ini, plot
generasi (intergenerational welfare). utama memiliki ukuran 5x40 m, digunakan untuk
Kawasan konservasi hutan mangrove TNS di menginventarisasi dan mengukur pohon berdiamater 5-
Banyuasin (Provinsi Sumatera Selatan), memiliki 30 cm. Apabila terdapat pohon berdiamater lebih dari
potensi dapat dikelola dengan pendekatan kredit 30 cm, maka plot diperbesar menjadi 20x100 m.
karbon itu dan dipilih sebagai lokasi penelitian. Demikian halnya untuk valuasi ekonomi digunakan data
Penelitian ini bertujuan untuk merancang kebijakan hipotetis yang digunakan Kusumastanto (1998) pada
pengelolaan sumberdaya pesisir serta mengukur kawasan konservasi mangrove di wilayah Sumatera
tingkat emisi CO2 terhindarkan (avoided emission) dan Selat Malaka.
sebagai basis penilaian carbon crediting sumberdaya
hutan mangrove berdasarkan prinsip payment for Teknik Analisis Data
ecosystem services. Terdapat banyak varian skema Metode analisis pada studi ini adalah analisis
kredit karbon yang dapat dimanfaatkan pada saat ini. sistem dinamik dengan pemograman I-Think® Ver.
Salah satunya adalah melalui skema reducing emission 6.1 (HPS 1994). Metode pengumpulan data dan
from deforestation and forest degradation (REDD+). analisis dilakukan secara singlecase multi level analysis
dengan prosedur “SAVE DYNAMIC”: Spatial (ERSI
METODOLOGI PENELITIAN 2000), Allometric equation (Kusmana 1997), Valuation
of Economic, yang dilanjutkan dengan analisis alokasi
Lokasi dan Waktu Penelitian ekonomi terbaik (the best economic allocation)
Penelitian dilakukan pada Bulan Februari-Maret (Kusumastanto 2001), serta simulasi pendekatan
2009 dan Juli-Agustus 2010. Lokasi penelitian berada sistem dinamik (Hartrisari 2007) dengan dua skenario
di wilayah Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera business as usual (model BAU) dan skenario carbon
Selatan dengan fokus kajian pada kawasan pesisir crediting (model CC).
Taman Nasional Sembilang (TNS) dan kawasan Reference emission level (REL) ditentukan
frontier area (FA), yaitu suatu wilayah perbatasan yang berdasarkan data emisi historis dari deforestasi dan
sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan kawasan degradasi hutan Indonesia 2003-2006, serta kombinasi
hutan konservasi. remote sensing (data spasial) dan ground survey
(Wibowo 2010), sedangkan prediksi perubahan tutupan
Jenis dan Sumber Data hutan masa depan ditentukan berdasarkan gabungan
Jenis data dan informasi yang diperlukan dalam data historis dan pendekatan modeling dengan
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. prediktor laju populasi. Pendugaan biomassa hutan
Data primer diperoleh dari hasil kombinasi remote menjadi karbon dilakukan dengan mengkonversi data
sensing pada peta citra landsat dan ground survey inventarisasi hutan pada skala plot dengan persamaan
pada skala plot. Data primer terdiri dari data laju alometrik pada tingkat kerincian yang tinggi (Tier 2-3)
2
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR BERBASIS PERDAGANGAN KARBON
Policy of Sustainable Coastal Resource Management Based on Carbon Crediting
Agus Sadelie, Tridoyo Kusumastanto, Cecep Kusmana, Hartrisari Hardjomidjojo
(Raison et al. 2009 dalam Krisnawati 2010). Wtop : Above ground biomass (kg)
Untuk menduga biomassa dan cadangan a : Koefisien konversi
karbon digunakan teknik analisis allometric equation b : Koefisien allometrik
(Murdiyarso et al. 2004) sebagai berikut : Rhizophora spp : a = 0,105 b = 2,68
C = 0,5 * W Bruguiera gymnorrhiza
............... : a(1)
= 0,186 b = 2,31
Xylocarpus sp. : a = 0,082 b = 2,59
Keterangan : Untuk menduga potensi emisi CO2 dari
C = Cadangan Karbon (tC) ........ 1) degradasi dan deforestasi dihitung menggunakan data
W = Biomassa (kg) carbon stock dengan formulasi sebagai berikut (Busch
0,5 = Koefisien kadar karbon pada tumbuhan et al. 2009):
(faktor konversi) Emisi CO2 = 3,67 * ∆CLC-D ............... 3)
Keterangan:
Untuk menduga biomassa tanaman mangrove 3,67 = Rasio atomic carbon dioxide terhadap
permukaan (Wtop) digunakan teknik allometrik carbon: 44/12 (ton CO2e/ton C)
berdasarkan spesies tanaman (Kusmana et al. 1992, ∆CLC-D = perubahan carbon stock dalam
Komiyama et al. 2008). Formulasi umum adalah biomassa hidup akibat konversi atau degradasi
sebagai berikut : Emisi CO2 = Emisi CO2 (tCO2)
Selanjutnya untuk menghitung
Wtop = a * DBH b ................ 2) .............................. (2) perubahan carbon stock
tersebut diestimasi dengan formula sebagai berikut:
Keterangan:
Keterangan:
A = Perubahan luas lahan akibat konversi dan degradasi (ha)
LC-D = Perubahan nilai karbon akibat konversi dan degradasi (tC)
C(before)-C(after) = Perubahan nilai karbon sebelum dan sesudah terjadinya konversi dan degradasi hutan (tC)
3
Jurnal Hutan dan Masyarakat.
Volome. 6, No.1, Mei 2011
selanjutnya, tren ini meningkatkan laju deforestasi dan yang dilepas ke udara (carbon source) dengan emisi
degradasi hutan, mempengaruhi tingkat konsentrasi CO2 yang dapat disekuestrasi oleh tanaman (carbon
emisi CO2 dan stok karbon terestrial dari hutan FA dan sink). Kandungan karbon terestrial sangat penting
TNS melalui aliran net carbon offset. Variabel net untuk mensekuestrasi emisi CO2 (carbon sink) atau
carbon offset merupakan jumlah emisi CO2 GRK di udara.
terhindarkan (avoided emission) antara emisi CO2
Selanjutnya jumlah net carbon offset ini Struktur Model Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
merupakan komoditi yang dapat ditransaksikan sebagai Struktur model pengelolaan sumberdaya
basis penilaian payment for ecosystem services dimana pesisir terdiri dari tiga struktur sub- model : Penduduk,
pihak pemanfaat layanan ekosistem akan membayar Emisi CO2 dan Ekonomi Karbon. Struktur sub-model
pihak pengelola ekosistem, setelah disertifikasi dan Penduduk merupakan suatu sistem dimana jumlah
dibayar melalui ERPA (emission reduction purchase populasinya ditentukan oleh laju natalitas dan tingkat
agreement). Hubungan sebab akibat tersebut migrasi serta laju mortalitas (lihat Gambar 2).
mempengaruhi secara positif tingkat carbon crediting, Sementara itu, struktur sub-model emisi CO2
yang selanjutnya berdampak positif terhadap variabel (lingkungan) TNS dan frontier area dibangkitkan oleh
lainnya. Tingkat net carbon offset ini merupakan hasil adanya deforestasi dan degradasi hutan serta
perbandingan antara skenario model business as usual perubahan tata guna lahan dan hutan (land use land
(model BAU) dengan skenario model carbon crediting use change and forestry, LULUCF) (lihat Gambar 3).
(model CC).
+
Inmigrasi
+ - -
Hutan FA Penduduk Mangrove
TNS +
- - +
+
- - -
Income per
Agric di FA kapita
Tambak +
- - +
APL Trans &
- settlement PDRB
- +
+
+
+
+ Def dan Deg IUPJL Pajak &
SD Pesisir TNS + retribusi
- +
+
+
Emisi CO2 Carbon
+ Crediting
-
Carbon Offset
+ +
4
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR BERBASIS PERDAGANGAN KARBON
Policy of Sustainable Coastal Resource Management Based on Carbon Crediting
Agus Sadelie, Tridoyo Kusumastanto, Cecep Kusmana, Hartrisari Hardjomidjojo
normal mgrs
migrasi
Tot K Kerja CC Kesemp Kerja model CC
APL TN S
C s t ok APL rat e R ebois as i
f rac at om ic C C stk Hmp lc c D D H rs t o Tbk TN S C s t ok H rs C s t ok H m s
Em is i Tam bak
C Teres t APL lc c D D H m p t o Tbk TN S
lc c D D H m s t o Tbk TN S C s t ok H m s
Tam bak TN S
rebois as i Tbk
rat e enc roac h t o Tbk
C Teres t APL
rat e D D H rs t o Tbk rat e D D H m p t o Tbk Tot D D TN S C Teres t H rs
rat e R ebois as i
Tot C Teres t TN S dan F A
C s t ok H rs Em is i H rs TN S
lc c D D TN S C s t k H m p t o APL
C s t ok H m s
C s t k dr H m p t o Tbk
perub em is i TN S TOT EMI SI TN S Tot C Teres t F A
perub em is i H rs TN S
regrowt h C perub em is i H m s TN S C s t ok dr H m p t o H m s
f rac at om ic C f rac at om ic C
C O2 of f s et regrowt h TN S perub em is i H m p TN S C s t ok dr H m p t o H rs
H m p TN S C C
perub em is i t o Tbk
Em is i H m s TN S Em is i H m p TN S
perub C O2 of f s et regrowt h TN S lc c D D H m p t o H rs TN S
lc c D D H m p t o APL
N ET EMI SI C O2 TN S C C
H m s TN S C C
lc c D D H m p t o H m s TN S
lc c D D H m p t o Tbk TN S
N ET EMI SI C O2 F A
perub net C O2 TN S
TOT N ET EMI SI TN S D AN F A
C s t ok H rs
perub C s t k APL t o Pm k n
perub em is i F A
regrowt h C Em is i APL F A
perub em is i H rs F A f rac at om ic C
lc c D D H rs t o H TI F A Em is i H m s F A lc c D D H m s t o H TI F A
perub em is i APL F A
perub C O2 of f s et regrowt h F A
Em is i H rs F A
perub em is i H m s F A
Penduduk
C O2 of f s et f r regrowt h F A
lc c D D APL t o pm k n F A
perub C H m p t o Sawit
C s t ok H m s C stk Hmp f rac at om ic C C s t ok H m s
Em is i H m p F A
lc c D D H m p t o APL F A
C Teres t H m s F A f rac at om ic C
Area ut k pm k n
Tot D D F A Hms FA C Teres t H m p F A
perub em is i H m p F A
rat e D D H m s t o H TI Pem uk im an
Hmp FA
f rak t rans &s et l lc c D D H m p t o Sawit F A
rat e D D H m p t o APL lc c D D H m p t o H TI F A
rat e D D H m p t o s awit
C Teres t APL F A lc c D D H m p t o APL F A
lc c D D H rs t o APL F A
C s t ok APL
rat e D D H m p t o H TI
Tot area t dk dilindungi f rac at om ic C C s t k H m p t o APL
lc c D D H m s t o H TI F A
lc c D D APL t o pm k n F A
perub C H m p t o H TI
lc c D D F A H TI F A APL F A rat e D D t o Tbk Tam bak F A
lc c D D H m p t o Sawit F A
rat e D D H rs t o H TI lc c D D H rs t o H TI F A f rac at om ic C
5
Jurnal Hutan dan Masyarakat.
Volome. 6, No.1, Mei 2011
Deforestasi dan degradasi hutan mangrove : Struktur sub-model Ekonomi Karbon terdiri
primer (Hmp), sekunder (Hms) dan hutan rawa atas beberapa level dan variabel lainnya. Tiga level
sekunder (Hrs) di frontier area lebih disebabkan diantaranya merupakan interaksi interface antara sub-
secara terencana (planned deforestation) melalui model Ekonomi Karbon dengan sub-model Penduduk
RUTR untuk agriculture, pemukiman, infrastruktur dan dan sub-model Emisi CO2. Sub-model Ekonomi Karbon
areal penggunaan lainnya. Sementara itu di dalam dapat mempengaruhi sub-model Penduduk melalui
kawasan TNS, lebih disebabkan secara unplanned share NJ2L (Nilai Jual Jasa Lingkungan) IUPJL yang
deforestation: bencana alam, perambahan hutan selanjutnya dapat mempengaruhi besaran share
(encroachment) untuk areal tambak dan areal kesempatan kerja skenario model CC (lihat Gambar 4).
penggunaan lainnya (APL).
Hmp TNS CC
Standing stk
Rev enue Mgrv TNS Standing stk cost By inv estasi
Fisheries
Hms TNS CC By PDD
Fisheries cost
Wildlif e
Transc Cost
DUV
Biodiv erstity Hrs TNS CC
By DUV By opr lingk
Wildlif e cost
Phy sical Inv estment cost CC
Rev enue Mgrv TNS
Biay a Ecostm
Tambak TNS rate Reboisasi
Existence Inv est cost ecosy st Tot Cost CC
IUV OV EV By pengelolaan lingk
Cashf low
sat by reb
Manf aat Ecosistem By reboisasi
Rev enue Tbk TNS ~
Rev Tbk per ha Cash inf low Cash outf low NFIA
perub disc benef it BC rasio perub disc cost share NJ2L Pemda dan Masy
Penduduk
PDRB lainny a
growth PDRB lainny a
perub share NJ2L
perub PDRB lainny a
income per kapita
Simulasi dan Optimasi Alternatif Pemodelan kawasan konservasi dengan tingkat laju deforestasi
dan degradasi sebagaimana saat ini berlangsung.
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Sementara itu kebijakan pemanfaatan konversi
Pemodelan diajukan sebagai alternatif the best hutan di frontier area (FA) untuk pengembangan
economic allocation merupakan dua opsi pengelolaan industri pertanian secara luas termasuk
dan pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove pada pengembangan budidaya tambak.
dua skenario model sebagai berikut: 2. Skenario model carbon crediting (model CC), yaitu
1. Skenario model business as usual (model BAU), suatu model alternatif pengelolaan sumberdaya
yaitu kebijakan pengelolaan kawasan TNS sebagai pesisir berbasis perdagangan karbon. Secara
6
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR BERBASIS PERDAGANGAN KARBON
Policy of Sustainable Coastal Resource Management Based on Carbon Crediting
Agus Sadelie, Tridoyo Kusumastanto, Cecep Kusmana, Hartrisari Hardjomidjojo
filosofis, skenario ini bermakna bahwa konversi pemahaman mengenai manfaat yang dapat diperoleh
hutan pada areal yang tidak dilindungi undang- serta dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
undang di frontier area adalah hak kedaulatan Dalam konsep ekonomi lingkungan, Perman et
semua pihak yang memerlukan pertumbuhan al. (1996) menjelaskan bahwa dalam perspektif biofisik,
ekonomi. Dengan tanpa paksaan harus emisi CO2 merupakan bahan pencemar yang bersifat
melaksanakan moratorium industri pertanian hutan stock pollution dimana kerusakan yang ditimbulkan
tanaman dan kebun, pembangunan tetap harus merupakan fungsi dari stok residu dan bersifat
berjalan untuk masa depan bangsa. Hal penting kumulatif. Dalam konteks laju deforestasi dan
adalah bagaimana mengelola pada kawasan yang degradasi hutan mangrove, sejumlah emisi CO 2 akan
dilindungi undang-undang agar dapat mereduksi disekuestrasi oleh tanaman tersebut dan disimpan
efek gas rumah kaca sebagai akibat konversi hutan secara kumulatif dalam bentuk biomassa atau karbon.
itu. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa daya
Prinsip dasar dalam simulasi dan optimasi serap mangrove terhadap karbon jauh lebih tinggi
alternatif pemodelan ini adalah mencari suatu model (227,3 tC ha-1) daripada tanaman hutan lainnya seperti
paling kredibel, mengurangi tingkat deplesi sumberdaya Acacia mangium (62,08 tC ha-1) atau Eucalyptus sp.
alam yang dapat memicu tingkat emisi CO2 serta (75,89 tC ha-1), yang ditanam di frontier area. Dengan
kemampuannya mendorong pertumbuhan ekonomi adanya keterkaitan mangrove dan emisi CO 2 ini, maka
wilayah setempat. Ekspektasi terhadap distribusi akan terjadi loop dengan ecosystem services sector
pendapatan serta peluang kesempatan kerja bagi pada komponen karbon (climate regulation). Demikian
masyarakat setempat, merupakan pilihan lain yang seterusnya secara kontinum berkoneksi dengan sektor
dapat dipertimbangkan. lainnya.
Skenario model BAU dan skenario model CC Hasil analisis model CC menunjukkan nilai
merupakan dua model dengan pendekatan simulasi ekonomi total dari opsi pemanfaatan carbon crediting
untuk memprediksi apa yang akan terjadi (what would dan opsi sylvofishery berdasarkan the net present
happened) dan pendekatan optimasi pada zona value (NPV) sebesar 8.566,77 juta USD (3,6 kali > NPV
pemanfaatan dan zona tradisional di TNS untuk BAU) yang dapat mendorong peluang kesempatan
kegiatan apa yang sebaiknya terjadi (what should kerja sebesar 104.411 tenaga kerja (11 kali > model
happened). Struktur model dua skenario tersebut BAU). Besarnya nilai carbon revenue (11,56 juta USD
merupakan hubungan sebab akibat (causal loop) th-1) karena terdapat sejumlah emisi CO2 terhindarkan
dengan tujuan untuk valuasi ekonomi dan NJ2L (avoided emission) sebesar 28,9 juta tCO2 selama
sumberdaya mangrove dengan efek yang umur simulasi (25 tahun), atau rata-rata sebesar 1,16
ditimbulkannya berupa variabel endogen emisi CO2 juta tCO2 th-1. Besarnya peluang kesempatan kerja
serta spektrum dampak pada variabel lainnya. Model model CC terjadi karena terdapat alokasi carbon
BAU dan model CC merupakan model dinamik yang revenue atau nilai jual jasa lingkungan (NJ2L) bagi
bersifat kontinum dan dapat menjelaskan adanya masyarakat secara langsung sebesar 20% dan untuk
proses penurunan dan peningkatan jasa-jasa pemerintah Kabupaten Banyuasin 20% (Permenhut No.
lingkungan dari waktu ke waktu selama 25 tahun 36/2009). Kontribusi ini dapat mempengaruhi tingkat
simulasi model. investasi langsung per tenaga kerja di wilayah
Hasil analisis menunjukkan bahwa di masa Kabupaten Banyuasin, mengakselerasi pertumbuhan
yang akan datang, kerja keras harus dilakukan untuk ekonomi wilayah setempat, peluang kesempatan kerja
menghasilkan skenario alternatif yang dapat baru serta peningkatan pendapatan masyarakat.
menunjukkan pola mitigasi dan pola adaptasi dalam Selain itu juga secara ekologis terdapat jaminan stok
pengelolaan kawasan konservasi TNS secara sumberdaya hutan mangrove primer yang semakin
berkelanjutan, baik bagi masyarakat yang tinggal di meningkat, dari 35.205 ha tahun 2010 menjadi 143.166
sekitar TNS maupun masyarakat di luar kawasan ha pada tahun 2035 melalui prinsip-prinsip
yang tergantung pada ketersediaan jasa-jasa pengelolaan, reboisasi maupun restorasi kawasan.
lingkungan. Penilaian terhadap jasa-jasa lingkungan Secara diagramatis disajikan pada Gambar 5.
cukup penting untuk memberikan kesadaran dan
7
Jurnal Hutan dan Masyarakat.
Volome. 6, No.1, Mei 2010
Gambar 6 Kecenderungan laju emisi CO2 di TNS (model CC) dan di FA (model BAU)
Gambar 6 menunjukkan dimana kurva net perikanan di kawasan pesisir TNS dan sekitarnya.
emisi CO2 FA BAU terjadi over shooting pada tahun 2. Jika deforestasi dan degradasi hutan meningkat di
kedua pengelolaan, sehingga terjadi lonjakan emisi frontier area pada skenario model BAU, maka
CO2. Hal ini terjadi karena ada faktor pendorong yang diprediksi akan terjadi peningkatan erosi, serta
direncanakan (planned deforestation) berupa mengganggu hidrologi dan biomassa hutan
pemberian ijin konsesi untuk hutan tanaman industri mangrove. Rendahnya biomassa magrove dapat
dan perkebunan sawit. Diprediksi pihak pemegang ijin mempengaruhi proses evaporasi dan presipitasi,
konsesi akan segera mengkonversi areal tersebut pada sehingga volume air hujan yang jatuh langsung ke
awal-awal tahun pengelolaan. Sementara itu, apabila tanah semakin meningkat. Hal ini dapat
sistem pengelolaan kawasan pesisir secara business meningkatkan runoff permukaan dan erosi,
as usual, terutama di frontier area dan berlangsung sehingga sedimentasi di daerah estuaria TNS
terus tanpa ada intervensi kebijakan¸ maka diprediksi semakin meningkat. Kecenderungan meningkatnya
akan terjadi kecenderungan di masa mendatang sedimentasi dikhawatirkan akan terjadi proses
sebagai berikut: HAB (harmful algae blooming) yang dapat
1. Jika deforestasi dan degradasi hutan meningkat di menyebabkan kematian ikan secara massal serta
areal TNS (sebagai buffer emisi CO2) pada terhambatnya proses suksesi alami (regrowth)
skenario model BAU, maka akan terjadi pada jenis-jenis mangrove tertentu
kecenderungan penurunan kapasitas carbon stock,
konsentrasi emisi CO2 meningkat dan berdampak Validasi Perilaku Model
pada terhambatnya proses suksesi alami hutan Pengujian validasi model difokuskan pada uji
mangrove. Bila ini terjadi, maka ekosistem pesisir prediksi perilaku model di masa depan, dengan
juga akan terpengaruh, sehingga dapat mengamati tren model atas perubahan variabel.
mengganggu kestabilan stok sumberdaya Kecenderungan peningkatan variabel populasi
8
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR BERBASIS PERDAGANGAN KARBON
Policy of Sustainable Coastal Resource Management Based on Carbon Crediting
Agus Sadelie, Tridoyo Kusumastanto, Cecep Kusmana, Hartrisari Hardjomidjojo
terhadap emisi CO2 yang dihasilkan serta variabel tersebut dapat dikatakan sahih karena
pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan TNS menunjukkan kemiripan dengan kondisi eksisting saat
menunjukkan pola limit to growth (Meadows 1972). ini sebagaimana disajikan pada Gambar 5.
Prediksi perilaku simulasi model terhadap ketiga
Keterangan : 1=Penduduk, 2= Hutan mangrove primer TNS, 3=Emisi CO2 Hmp TNS
Gambar 6 Sensitivitas model peningkatan laju karbon terestrial pada skenario model business as usual dan skenario
model carbon crediting
Faktor determinan variabel laju deforestasi dan contagion model (Kirkwood 1998). Model
degradasi hutan pada model BAU dengan tingkat laju pertumbuhannya merupakan respon hutan mangrove
penyusutan hutan rata-rata sebesar 14.875 ha th-1 terhadap keterbatasan daya dukung lingkungannya
menunjukkan total karbon terestrial rata-rata sebesar maupun keterbatasan organisme itu sendiri seperti
211.486 tCO2 th-1 (baseline). Sementara itu, laju faktor umur tanaman maupun penyakit.
deforestasi dan degradasi hutan pada skenario model Implikasi Kebijakan
CC, yang diasumsikan 10% dari tingkat penyusutan Implikasi kebijakan pada studi ini ditujukan
hutan model BAU, menunjukkan total karbon terestrial untuk menyelesaikan berbagai persoalan berdasarkan
meningkat rata-rata sebesar 4,82 juta tCO2 th-1. Tingkat hasil kajian skenario pemodelan. Sasarannya adalah
laju karbon terestrial pada dua skenario tersebut untuk menyelesaikan atau mengurangi tingkat
membentuk pola S-Shaped growth atau membentuk deforestasi dan degradasi hutan mangrove, bahaya
9
Jurnal Hutan dan Masyarakat.
Volome. 6, No.1, Mei 2010
emisi CO2 serta dampak lain yang ditimbulkannya investor dalam penyusunan baseline study. Selain itu,
terhadap keberlanjutan pengelolaan sumberdaya prosedur perijinannya disarankan agar lebih efisien dan
pesisir. ada kepastian dalam proses penyelesaiannya di
1. Secara sosial, dampak tekanan penduduk terhadap departemen teknis terkait, sehingga dapat mengurangi
lahan perlu diantisipasi dengan mengontrol tingkat biaya transaksi.
pertumbuhan penduduk pada tingkat maksimum
2,58% th-1, baik pengontrolan terhadap laju DAFTAR PUSTAKA
natalitas maupun pengontrolan laju inmigrasi pada
kebijakan transmigrasi saat ini. Bratasida, L. 2010. Perspektif dan Analisis
2. Secara politik, apabila opsi carbon crediting melalui Copenhagen Accord. Jakarta: Kementerian
mekanisme REDD+ akan diterapkan, maka Lingkungan Hidup R.I.
kebijakan yang harus dilakukan Pemerintah Busch, J., Bernardo Strassburg, Andrea Cattaneo,
Indonesia adalah berupaya pada COP 17 Ruben Lubowski, Aaron Bruner, Richard Rice,
(conference of the parties) di Dublin Afrika Selatan Anna Creed, Ralph Ashton, Frederick Boltz.
agar REDD+ memiliki kekuatan hukum 2009. Comparing Climate and Cost Impacts
internasional seperti Kyoto Protocol. of Reference Levels for Reducingg
3. Kebijakan Pemerintah Indonesia dengan Emissions from Deforestation. Journal of
penurunan 26% emisi GRK pada tahun 2020 Environmental Research Letters 4.
(asumsi 0,676 GtCO2) akan terbantu ESRI, Environmental System Research Institute. 2000.
pencapaiannya bila diterapkan kebijakan Understanding GIS: The Arc/Info Method”.
pengelolaan kawasan konservasi berbasis Redlands, CA.
perdagangan karbon. Argumentasi ini didukung
fakta ilmiah hasil studi dimana kawasan TNS saja Hartrisari, H. 2007. Sistem Dinamik Konsep Sistem dan
mampu berkontribusi untuk mereduksi 10,65% Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan.
emisi CO2 (72,03 juta tCO2) pada tahun 2020. Bogor: SEAMEO.
HPS, High Performance Systems, Inc. 1994.
KESIMPULAN Introduction to Systems Thinking and I-
Think. Hanover: High Performance Systems,
Berdasarkan scientific evidence hasil simulasi Inc.
pada skenario model carbon crediting menunjukkan
pola kriteria pareto optimum. Tingkat alokasi Kirkwood, C.W. 1998. System Dynamic Methods: A
sumberdaya mangrove memberikan peningkatan Quick Introduction. Tempe, AZ: College of
benefit kepada variabel sylvofishery, tetapi Business Arizona State University.
memberikan dampak pada turunnya variabel karbon Kusumastanto, T., S. Koeshendrajana, A. Fahrudin and
terestrial. Basis pengambilan keputusan diantara dua L. Adrianto. 1998. Cost benefit analysis of
opsi pemanfaatan pada skenario model CC tersebut habitat conservation in Malacca Straits.
harus didasarkan pada aspek efisiensi optimum Malacca Straits Demonstration Project.
pemanfaatan sumberdaya alam antara nilai ekonomi Bogor: Center for Coastal and Marine
dan tingkat emisi CO2 yang dihasilkannya. Selain itu Resources Studies, Bogor Agricultural
juga aspek keberlanjutan ekologi dan prinsip keadilan University.
dalam distribusi nilai jual jasa lingkungan untuk Kusumastanto, T. 2001. An Evaluation on
masyarakat merupakan dua aspek lainnya yang harus Investment Strategy for the Development of
dipertimbangkan. Atas dasar itu, maka kebijakan Brakishwater Shrimp Aquaculture Industry
implementasi yang diperlukan adalah adanya in Indonesia. Jurnal Teknologi Perikanan dan
pengaturan pemanfaatan lahan yang ketat dalam hal Kelautan. ISSN 0833-3989 Vo. 1 No. 4: 1-28.
konversi hutan serta memprioritaskan lahan-lahan
______________. 2003. Ocean Policy dalam
marjinal untuk berbagai opsi pemanfaatan lahan.
Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi
Reference emission level (REL) untuk usaha
Daerah. Cetakan I. Jakarta: Penerbit PT.
penyerapan dan penyimpanan karbon sebaiknya
Gramedia.
dilakukan secara nasional, sehingga tidak membebani
Kusmana, C., Sabiham, S., Abe, K., Watanabe, H.
10
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR BERBASIS PERDAGANGAN KARBON
Policy of Sustainable Coastal Resource Management Based on Carbon Crediting
Agus Sadelie, Tridoyo Kusumastanto, Cecep Kusmana, Hartrisari Hardjomidjojo
11