Professional Documents
Culture Documents
net/publication/344550973
CITATIONS READS
0 669
14 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Dietriech Geoffrey Bengen on 09 October 2020.
ABSTRACT
Mangroves are typical coastal plants whose habitat is influenced by tidal and substrate
characteristics. Mangrove ecosystems have a variety of functions that can be utilized both in
terms of physical, biological, and economic. Utilization of mangrove ecosystems that do not pay
attention to environmental sustainability and conservation aspects cause damage of a whole
coastal ecosystems. This study aims to analyze the structure of mangrove vegetation based on
biophysical environment quality. This research was conducted on February until March 2017 at
Ngurah Rai Forest Park Bali. The results of study show that the conditions of temperature, pH,
and salinity are still in accordance with the specified quality standards, however dissolved
oxygen has been classified as polluted by anthropogenic waste. The analysis of the structure and
distribution of mangrove vegetation found that species of S. alba dominated at the location
research, followed by R. apiculata, R. mucronata, B. gymnorrhiza, R. stylosa, X. granatum, A.
marina, and A. corniculatum. Overall, the mangrove condition was damaged category with a
mangrove density value < 1000 ind/ha.
laut untuk memulai rantai makanan dengan sangat potensial dalam pemanfaatan di sektor
memanfaatkan serasah mangrove. Tidak pariwisata, bisnis, dan letaknya yang dekat
hanya organisme laut, masyarakat juga dengan pemukiman penduduk. Tentu saja hal
seringkali memanfaatkan areal mangrove ini menyebabkan terjadinya tekanan
sebagai tambak, kayu bakar, bahan obat - lingkungan akibat adanya limbah domestik.
obatan, dan lainnya. Tidak hanya limbah, alih fungsi lahan juga
Kondisi ekosistem mangrove sebagai menyebabkan ekosistem mangrove menjadi
habitat berbagai macam organisme kini rusak. Mengingat peran ekosistem mangrove
eksistensinya terancam. Seiring bertambahnya sangat penting bagi kehidupan makhluk
jumlah penduduk dan ditambah dengan hidup, maka dari itu perlu adanya kajian
meningkatnya kebutuhan sehari - hari, secara komprehensif untuk mengalisis
ditengarai akan membuat ekosistem struktur vegetasi mangrove di Tahura
mangrove perlahan kehilangan perannya NgurahaRai Bali.
sebagai penyangga ekosistem pesisir. Hal ini
juga didukung dengan adanya pemanfaatan 2. METODOLOGI
ekosistem mangrove yang tidak melihat dari
aspek kelestarian lingkungan dan konservasi 2.1 Lokasiadan WaktuaPenelitian
seperti yang terjadi di Taman Hutan Raya Penelitian iniadilakukan padaabulan
(Tahura) Ngurah Rai Bali. Februari-Maret 2017 diaTahura Ngurah Rai,
Kawasan Tahura Ngurah Rai Bali. Lokasi penelitian dibagi menjadi tiga
Baliamerupakan habitat ekosistem mangrove stasiun yaitu di Pantai Mertasari (Stasiun 1),
terluas di Baliayang terletak di Kabupaten Sungai Mati (Stasiun 2), dan Tanjung Benoa
Badung dan Kota Denpasar. Kawasan Tahura (Stasiun 3) (Gambar 1).
Ngurah Rai Bali merupakan lokasi yang
INP = RDi + RFi+ RCi (7) Suhu perairan pada setiap stasiun
penelitian yaitu 29 - 29,4 °C. Sesuai dengan
Keterangan: Kepmen LH No. 51 (2004), kisaran suhu yang
RDi : Kerapatanarelatif ideal bagi kehidupan mangrove adalah 28 - 32
RFi : Frekuensiarelatif °C. Berdasarkan hasil penelitian, kisaran suhu
RCi : Penutupanarelatif perairan tidak ada perbedaan secara
signifikan. Hal ini terjadi karena kerapatan
mangrove yang hampir sama pada setiap
3. HASILaDANaPEMBAHASAN stasiun penelitian. Perbedaan suhu perairan
disebabkan oleh tinggi rendahnya kerapatan
3.1 Karakteristik FisikaaKimiaaPerairan mangrove sehingga memengaruhi intensitas
cahaya matahari yang diterima oleh perairan.
Pengambilan data kualitas lingkungan
Pernyataan ini serupa dengan pendapat
perairan meliputi suhu, pH air, salinitas, dan
Poediharajoe et al., (2017) dimana suhu tinggi
oksigen terlarut. Berdasarkan hasil
disebabkan adanya cahaya matahari yang
pengukuran terdapat terdapat perbedaan nilai
masuk ke dalam kawasan mangrove yang
pada setiap stasiun (Tabel 1).
agak terbuka.
Nilai pHaperairan pada lokasi penelitian masukan air tawar dari daratan sehingga
adalah 7,26 - 7,56. Sesuai dengan Kepmen salinitas menjadi rendah. Hal ini sesuai
LH No. 51 (2004), kisaran pH perairan yang dengan pendapat Asri et al., (2015); Geng et
cocok untuk pertumbuhan mangrove adalah al., (2016), dimana adanya air payau dengan
6,5 - 8,5. Salah satu faktor yang kondisi salinitas yang fluktuatif karena
mempengaruhi nilai pH perairan di kawasan adanya akumulasi air laut dan air tawar.
mangrove adalah adanya serasah mangrove. Kepmen LH No. 51 (2004) menyatakan
Hal ini sesuai dengan pernyataan Adeleke et kisaran salinitas pada suatu perairan tidak
al., (2017) dimana serasah mangrove yang lebih dari 34 ‰ sehingga dapat dikatakan
jatuh terdekomposisi oleh mikroorganisme bahwa salinitas cocok untuk pertumbuhan
sehingga menghasilkan detrius yang mangrove.
menyebabkan perairan menjadi asam. Oksigen terlarut (DO) merupakan
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat indikator kualitas lingkungan perairan yang
dikatakan bahwa nilai pH perairan cocok sangat penting bagi organisme laut.
untuk pertumbuhan ekosistem mangrove. Kandungan DO dibutuhkan dalam proses
Salinitas adalah kandungan garam respirasi dan metabolisme yang selanjutnya
dalam perairan yang dapat menentukan menghasilkan energi untuk
kehidupan ekosistem mangrove. Hasil perkembangbiakan organisme laut (Dubuc et
pengukuran salinitas pada stasiun penelitian al., 2019). Hasil pengukuran kandungan DO
berkisar antara 13,8 - 20,7 ‰. Terdapat pada stastiun penelitian berkisar antara 2,85 –
perbedaan kadar salinitas yang signifikan 4,18 mg/l. Tinggi rendahnya nilai DO terjadi
pada stasiun penelitian. Hal ini terjadi karena karena lokasi penelitian yang dekat dengan
lokasi penelitian stasiun 1 dan stasiun 3 pusat kegiatan masyarakat sehingga
berada di wilayah pantai sedangkan stasiun 2 menghasilkan limbah. Gedan et al., (2017),
berada di wilayah estuari. Lokasi yang berada menyatakan bahwa nilai DO akan rendah
di estuari menyebabkan adanya pengaruh apabila limbah masuk ke perairan. Hal ini
91
ECOTROPHIC VOLUME 14 NOMOR 1 TAHUN 2020 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN:2503-3395
Redoks potensial (Eh) dan pH tanah fraksi substrat dapat menggambarkan kondisi
memiliki hubungan erat pada kelarutan dan lingkungan perairan untuk pertumbuhan
ketersediaan hara bagi pertumbuhan ekosistem pesisir secara keseluruhan.
mangrove (Cyio, 2008). Nilai Eh substrat Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan
merupakan suatu besaran potensial listrik bahwa tekstur substrat pada setiap stasiun
yang dapat menggambarkan proses penelitian memiliki persentase yang berbeda
dekomposisi bahan organik dalam substrat (Tabel 3). Tekstur substrat pasir kasar (pasir)
yang berlangsung pada keadaan reduksi atau dominan ditemukan pada stasiun 1 (68,9 %)
oksidasi (Kurniawan, 2012). Odum (1993) dan stasiun 3 (35,1 %). Sementara itu, tekstur
menyatakan nilai Eh >+ 0 mV masuk ke substrat halus (lumpur) dominan dijumpai
dalam proses oksidasi. Nilai Eh substrat pada pada stasiun 2 (44,2 %). Adanya perbedaan
stasiun penelitian berkisar 74 - 92 mV persentase karena karakteristik lokasi
sehingga dapat dikatakan pada kondisi penelitian yang berada dekat dengan sungai
oksidasi terjadi proses dekomposisi bahan dan pantai. Tingginya persentase substrat
organik. kasar (pasir) pada stasiun 1 dan stasiun 3
Sementara itu, pH substrat karena terletak dekat dengan pantai sehingga
menggambarkan keseimbangan asam dan adanya pengaruh arus dan gelombang yang
basa dalam substrat. Berdasarkan hasil dapat mengubah komposisi substrat.
penelitian didapatkan nilai pH substrat Pernyataan ini senada dengan Abdulkarim et
berkisar antara 5,23 - 6,04. Menurut Onrizal al., (2011); Wang et al., (2016) dimana
dan Kusmana (2008), pH substrat yang layak substrat kasar (pasir) umumnya dijumpai pada
bagi pertumbuhan mangrove berkisar antara 6 kondisi perairan yang memiliki arus kuat
- 7. Nilai pH substrat yang sedikit asam sedangkan kondisi arus yang tenang lebih
diduga dipengaruhi oleh adanya serasah banyak ditemukan substrat halus (lumpur).
mangrove yang jatuh ke tanah. Pernyataan ini Selain itu juga substrat pasir halus dominan
sesuai dengan pendapat Setiawan (2013), ditemukan pada stasiun 2 karena lokasi yang
dimana nilai pH substrat yang asam terjadi dekat dengan sungai sehingga pengaruh arus
karena adanya proses dekomposisi serasah tidak terlalu signifikan terjadi. Menurut
mangrove oleh bakteri pengurai pada substrat Roswaty et al., (2014), butiran substrat
yang nantinya akan menghasilkan asam lumpur memiliki ukuran yang halus karena
organik sehingga menurunkan pH substrat. kecepatan arus yang melemah pada daerah
muara sungai.
Substrat merupakan material yang
berasal dari proses pelapukan batuan yang
tersusun dari organisme, proses kimiawi laut,
dan detritus (Prarikeslan, 2016). Pengukuran
92
Struktur Vegetasi Mangrove Berdasarkan Kualitas Lingkungan Biofisik di Taman Hutan Raya…. [Ajie Imamsyah, dkk.]
93
ECOTROPHIC VOLUME 14 NOMOR 1 TAHUN 2020 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN:2503-3395
Kerapatan spesies mangrove di stasiun jarang (rusak) serta kategori anakan dan
1 pada tingkat pohon dominan ditemukan S. semai tergolong pada kelompok kategori baik
alba (822 ind/ha) dan terendah spesies R. (rapat) dengan nilai ≥ 1500 ind/ha.
stylosa (56 ind/ha). Berikutnya pada tingkat Kerapatan spesies mangrove di stasiun 3
anakan, spesies S. alba mendominasi (1467 pada tingkat pohon, anakan, dan semai
ind/ha) dan terendah dijumpai spesies X. mangrove tertinggi dijumpai spesies S. alba.
granatum (178 ind/ha). Sementara itu, pada Adapun pada kategori pohon kerapatan
tingkat semai spesies S. alba paling banyak mangrove S. alba (767 ind/ha), diikuti oleh R.
dijumpai (67780 ind/ha) dan spesies yang apiculata (489 ind/ha), dan R. Stylosa (133
jarang ditemukan yaitu R. stylosa (10000 ind/ha) serta spesies yang paling sedikit
ind/ha) (Tabel 4). Menurut Kepmen LH No. ditemukan yaitu A. marina (78 ind/ha).
201 (2004) bahwaakerapatan spesies Berikutnya pada tingkat anakan ditemukan
mangrove yang tergolong jarang (rusak) sebesar 1600 ind/ha, dan kategori semai
memiliki nilai <1000 ind/ha, baik (sedang) sebesar 17778 ind/ha. Di lain pihak, pada
≥1000 ind/ha, dan baik (rapat) ≥1500 ind/ha. tingkat anakan mangrove R. apiculata paling
Jadi dapat dikatakan bahwa kerapatan pohon jarang dijumpai dengan nilai 111 ind/ha dan
mangrove termasuk kategori jarang (rusak), R. stylosa sebesar 10000 ind/ha pada tingkat
sebagian anakan mangrove berada pada semai mangrove. Berdasarkan hasil tersebut
kategori baik (sedang) dan sebagian termasuk maka dapat dikatakan bahwa pohon mangrove
dalam kategori jarang (rusak), dan semai berada pada kategori jarang (rusak) serta
mangrove masih tergolong baik (rapat). kategori anakan dan semai tergolong pada
Kerapatan spesies mangrove di stasiun kelompok kategori baik (rapat) dengan nilai ≥
2 pada tingkat pohon mangrove ditemukan 1500 ind/ha.
spesies R. mucronata mendominasi (733
ind/ha), diikuti oleh R. apiculata (400 ind/ha),
dan S. alba (122 ind/ha) serta spesies yang 3.4 Indeks Nilai Penting
paling jarang dijumpai yaitu B. gymnorrhiza
Perhitungan Indeks NilaiaPenting (INP)
(56 ind/ha). Selanjutnya pada tingkat anakan
dilakukan menggunakan analisis vegetasi yang
dan semai mangrove, spesies R. mucronata
meliputi total hasil dari kerapatanarelatif,
paling banyak dijumpai sebesar 1822 ind/ha
frekuensiarelatif, dan penutupanarelatif. Nilai
(anakan) dan 62222 ind/ha (semai) (Tabel 5).
INP memiliki kisaran antara 0 - 300 dan dapat
Berdasarkan hasil tersebut maka menandakan
dilihat pada Gambar 2.
bahwa pohon mangrove berada pada kategori
94
Struktur Vegetasi Mangrove Berdasarkan Kualitas Lingkungan Biofisik di Taman Hutan Raya…. [Ajie Imamsyah, dkk.]
200
160
80
40
0
SA RA BG RS SA RA BG XG RM SA RA BG RS AC AM
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
2.5
2
Pasir sedang
1.5 1.1
1.3
1
1.2 Oksigen
terlarut
F2 (21.14 %)
0.5 pH air
2.1 Salinitas
0 Pasir sangat
2.2 3.1 kasar
Pasir sangat 3.3
-0.5 Redoks
halus Suhu
potensial
Pasir kasar
-1 2.3 pH tanah
Pasir halus
-1.5
-2 3.2
-2.5
-3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
F1 (44.85 %)
Gambar 3. Analisis PCA antara Lokasi Penelitian dengan Lingkungan
2.5
2 A. marina
1.5 A. corniculatum
F2 (25.66 %)
3.1
1
B. gymnorrhiza
0.5
2.2
X. R.
S. alba granatum mucronata
0
1.2 2.1 2.3
3.2 1.1
1.3
-0.5 3.3 R. apiculata
R.stylosa
-1
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
F1 (55.85 %)
Rows Columns
keragaman data sebesar 55,85 % dimana penurunan kualitas lingkungan biofisik dan
spesies R. mucronata dan X. granatum ekosistem mangrove dan perlu adanya
dominan ditemukan di stasiun 2 yang penelitian lanjutan pada lokasi yang sama
dicirikan jenis substrat halus (lumpur) namun pengambilan data dilakukan pada
(Gambar 3). Hal ini sesuai dengan pendapat waktu yang berbeda agar informasi yang
Robertson and Alongi (2016); Warsidi dan dihasilkan menjadi informasi ilimah dalam
Endayani (2017), dimana pertumbuhan R. upaya mendukung keberhasilan perencaanan
mucronata dan X. granatum optimal pada dan pengelolaan mangrove di Tahura Ngurah
kondisi arus yang tenang dan substrat lumpur Rai Bali.
yang kaya bahan organik.
Sumbu 2 (F2) menerangkan keragaman DAFTAR PUSTAKA
data sebesar 25.66 % dimana A. marina dan
Abdulkarim, R., Akintoye, A.E., Oguwuike,
Aegiceras corniculatum dijumpai pada
I.D., Imhansoeleva, T.M., Philips, I.M.,
Stasiun 3 yang dicirikan oleh suhu perairan
Ruth, F.B., Olubukola, S.O., Rasheed,
yang tinggi. Jenis A. marina yang jarang
J.O., and Banji, A.O. 2011.
ditemukan Stasiun 3 diduga karena suhu yang
Sedimentological Variation in Beach
tidak mendukung pertumbuhan kedua jenis
Sediments of the Barrier bar Lagoon
ini. Suhu ideal untuk pertumbuhan jenis A.
Coastal System, South-Western Nigeria.
marina berkisar antara 18-20 ˚C dan apabila
Nature and Science. 9(9):19-26.
suhu lebih tinggi maka akan mengganggu
pertumbuhannya (Aksornkoae, 1993). Selain Adeleke, R., Nwangburuka, C., Oboirien, B.
itu, tingginya suhu perairan karena adanya 2016. Origins, roles and fate of organic
penebangan pohon mangrove sehingga acids in soils: A review. South African
cahaya matahari langsung menembus ke Journal of Botany. 108: 393-406.
perairan. Aksornkoae, S. 1993. Ecology and
Management of Mangrove. Bangkok
4. SIMPULAN DAN SARAN (TH): IUCN.
99