Professional Documents
Culture Documents
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Rubber industry is one of heavy polluted industry that needed to be improved. The
improvement of this industry will also result in the increase of process efficiency and cost
reduction.
The objectives of this research were to identify processing stages for cleaner
production application; to produce crumb rubber improved processing stages which were
more efficient in resources usage and lower in environmental risks based on
environmental and economical profit; and to design crumb rubber production process
based on cleaner production.
The results showed that the crumb rubber processing stages which were potential
for cleaner production implementation were latex field coagulating stage; rubber
coagulum storaging; block rubber re-sizing and cleaning stages; water saving effort by
water recirculation from into block rubber re-sizing and cleaning stages.
Based on environmental benefit aspects, rubber coagulum should be in form of dry,
clean, and thin rubber sheet, and could use coagulant which was added by anti-oxidant
and anti-bacteria compounds. Meanwhile based on economical benefit aspects, these
alternatives could decrease of investment, shortened the crumb rubber processing stages,
and reduced the types and volume of waste.
Simulation implementation of the recommended crumb rubber production process
scenario resulted saved up to 50 percent of transportation cost; shortened the crumb
rubber processing stages and saved up to 81 percent of water, 61 percent of electricity,
and 71 percent of man power; saved up to Rp.12,800/ton dry rubber of equipment
investment; saved equal to Rp. 95,000/ton dry rubber of delay time during14-day
pre-drying period; and saved equal to Rp. 2,000/kg dry rubber of malodor treatment
facility investment. The recommended crumb rubber production process would increase
farmer income due to elimination of off grade block rubber discount price.
Simulation of implemented design scenario of crumb rubber production process was
feasible if it was implemented in 6.000 ha of rubber tree with 1.000 kg dry rubber/ha.year
of productivity.
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA
(Guru Besar Departemen Teknologi Industri
Pertanian FATETA IPB
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Said, M.A.Dev
(Guru Besar Departemen Teknologi Industri
Pertanian FATETA IPB
Dr. Ir. AFS. Budiman, M.Sc.
(Professional Staff – Counselor, Pusat
Penelitian Karet)
Judul Disertasi : Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah
Berbasis Produksi Bersih
NIM : F 326010041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc.
Anggota Anggota
Diketahui
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Persembahan kecil
Untuk doa, dukungan dan kesetiaan yang tulus dan tak berujung dari
Mama - “the most”,
Dian - “the beloved wife”,
Dito dan Laras - “the precious gifts”,
Ibu,
keluarga besar,
dan para sahabat - “the truly friends”.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan
rahmatNya sehingga penyusunan disertasi yang menjadi tugas dan tanggung
jawab penulis telah dapat diselesaikan. Tema dari disertasi Rancang Bangun
Proses Produksi Karet Remah berbasis Produksi Bersih merupakan suatu upaya
untuk meningkatkan kinerja dari industri karet remah yang kinerjanya pada saat
ini belum dapat dikatakan baik.
Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan adalah dengan mengubah bentuk bokar yang
digumpalkan menggunakan asam format menjadi lebih tipis yang dilanjutkan
dengan proses pengeringan angin selama 5 hari. Dampak positif yang dihasilkan
dari skenario ini adalah (a) penurunan biaya transportasi bokar sekitar 60 persen;
dan (b) tahapan proses pengolahan bokar menjadi lebih singkat yang
menghasilkan penghematan penggunaan air, listrik, dan energi manusia.
penghematan modal investasi peralatan, hilangnya potensi kerugian akibat
pengeringan pendahuluan, dan penghematan akibat tidak diperlukan fasilitas
penanganan limbah gas (bau). Sebaliknya, dampak negatif dari rancang bangun
skenario ini adalah petani karet memerlukan investasi fasilitas penggilingan dan
pengeringan angina, berpotensi mengalami kerugian akibat waktu pengeringan
selama 5 hari; dan memerlukan investasi fasilitas unit pengolahan limbah cair
sistem anaerobik.
Disertasi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, arahan, dan masukan yang
tak kenal lelah dan penuh kesabaran dari komisi pembimbing yang diketuai oleh
Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng. dengan anggota Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi,
M.S., Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc.St., Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc., dan Dr.
Suharto Honggokusumo, M.Sc. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja selaku penguji luar komisi pada saat
ujian tertutup serta Prof Dr. Ir. E. Gumbira-Said, M.A.Dev dan Dr. Ir. AFS.
Budiman, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada saat ujian terbuka. Penulis
tetap mengharapkan kesediaan para pembimbing dan penguji untuk memberikan
kesempatan bertukar pikiran di masa mendatang
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada Dr.
Ir. Irawadi Jamaran selaku ketua program studi Teknologi Industri Pertanian
SPS-IPB dan para staf pengajar PS TIP atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti program pascasarjana pada tingkat Magister dan Doktor
serta dan pengkayaan wawasan di bidang agroindustri.
Kepada para petani karet, pedagang perantara, pabrik karet di Provinsi
Lampung dan PTP Nusantara VII, serta para pakar terutama Bpk Dr. Uhendi
Haris, Bpk. Dr. AFS. Budiman, dan Bpk. Dr. Dadi R. Maspanger (BPTK Bogor),
Bpk. Anwar (PTP Nusantara VII), Bpk. Teddy dan Bpk. Suryadi (PT. Way
Kandis), Bpk Ir. M. Solichin, M.P. (Balai Penelitian Karet Sembawa) yang telah
bersedia meluangkan waktu, berbagi ilmu dan informasi, serta masukan yang
berharga, penulis sampaikan terima kasih dan besar harapan bahwa penelitian
dapat memberikan sesuatu yang berguna walaupun masih sangat sederhana.
Penulis mengucapkan terimakasih atas kebaikan dari para sahabat khususnya
Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, MT., Erdi Suroso, STP, MTA, Dr. Husain Syam,
MP., Dr. Ir. Kusnandar, M.Si., Ir. Lanjar Sumarno, M.Si., Ir. Indah Yuliasih,
M.Si., Ir. Saputera Mardi, M.Si., Dr. Ir. Uhendi Haris, M.Si., Ir. Dwi Haryono,
M.S., Ir. Setyo Widagdo, M.Si., Ir. Sumaryo, M,Si., Ir. Slamet Budi Yuwono,
M.S., Ir. M. Nur St. Nurdin, M.Sc., Dr. Suharyono A.S., M.S., Ir. Otik Nawansih,
M.P., mas Joko Sugiyono, mas Hanafi, Mas Sumidi, para mahasiswa S3 PS TIP,
atas segala bantuan baik moril maupun material. Terimakasih diucapkan juga
kepada Akhmad Fery Fasya, STP., Ketut, STP., Geri Sugiran STP., Lili Masli,
STP, Hasna Wildayati, STP., Lurizaldi Lutfi, dan Suryadi yang telah membantu
kelancaran penelitian ini
Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Prof. Koichi Fujie, Assc. Prof.
Hiroyuki Daimon, Assc. Prof Naohiro Goto dan para mahasiswa di Ecological
Engineering Department, Toyohashi University Technology (TUT) – Japan serta
Mr. Inokawa dan Mr. Kajitani (NEDO) atas kesempatan bergabung sebagai
anggota peneliti dalam riset kerjasama serta kesempatan untuk menimba ilmu
dalam bidang Material Flow Analysis.
Atas segala pengorbanan, dukungan, dan ketulusan serta doa yang tak putus
terutama selama penulis mengikuti program S2 dan S3 dari Mama, istriku Dian
Kemala Putri, anak-anakku Dito dan Laras, adik-adikku Dimas dan Adi, Ibu
mertua Hj. Sri Musiati, Tante Yati serta keluarga besarku, penulis ucapkan
terimakasih yang tak terhingga. Penulis juga memanjatkan doa kepada papa
Arum Utomo (alm.) dan bapak mertua H. M. Hatta (alm.) yang tidak sempat
mendampingi penulis hingga disertasi ini terselesaikan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak lain yang turut
mendukung dan membantu penulis selama ini sekaligus permohonan maaf karena
tidak dapat menyebutkan satu per satu. Semoga disertasi ini bermanfaat.
PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
Latar Belakang …………………………………………………………... 1
Tujuan Penelitian ………………………………………………………... 4
Ruang Lingkup …………………………………………………………... 5
Manfaat Penelitian ………………………………………………………. 5
Tabel Halaman
1 Upaya-upaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih …….. 9
2 Persyaratan mutu bokar (SNI 06-2047-2002) …………………... 13
3 Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) berdasarkan SK
Menteri Perdagangan RI no. 184/Kp/VI/88 – SNI 06-2046-1997 .. 14
4 Metodologi-metodologi yang digunakan dalam pengujian
produksi bersih ………………………………………………...... 20
5 Karakteristik kimiawi efluen industri karet remah ……………... 34
6 Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air 35
7 Jenis zat-zat yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji
penentuan nilai COD dan BOD ……………………………….... 35
9 Data-data yang dibutuhkan pada kajian produksi bersih pada
tingkat petani, pedagang perantara dan kelembagaan petani, dan
pabrik karet …………………………………………….................. 45
10 Sepuluh provinsi penghasil karet terbesat di Indonesia ................ 50
11 Luas areal tanam, jumlah produksi, dan produktivitas tanaman
karet di Provinsi Lampung tahun 2005 ...................................... 51
12 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya
di Provinsi Lampung tahun 2001 – 2005 ...................................... 51
13 Rata-rata kepemilikan lahan petani karet di sepuluh provinsi
penghasil karet terbesat di Indonesia ............................................ 52
14 Pabrik dan Unit Usaha pengolah lateks kebun, koagulum karet,
dan bokar di Provinsi Lampung .................................................... 53
15 Keragaan penanganan tanaman karet dan pengolahan lateks kebun
menjadi slab di beberapa kabupaten di Provinsi
Lampung ..................................................................................... 56
16 Harga beli dan jual bokar oleh beberapa pedagang perantara di
Provinsi Lampung ........................................................................ 62
17 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
bokar ............................................................................................. 72
18 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks
kebun ............................................................................................ 72
19 Hasil pengamatan karakteristik limbah cair pabrik karet remah
berbahan baku bokar ……………………………………………. 74
20 Hasil pengamatan karakteristik limbah cair pabrik karet remah
berbahan baku lateks kebun …………………………………….. 76
21 Energi listrik yang digunakan pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah ..................................................................... 77
22 Energi bahan bakar yang digunakan pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah ........................................................... 78
23 Energi manusia yang digunakan pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah ..................................................................... 80
24 Jenis masukan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet
remah ............................................................................................ 81
Tabel Halaman
25 Jenis masukan energi pada proses pengolahan lateks kebun
menjadi karet remah ……………………………………………. 82
26 Kesenjangan kondisi industri karet remah berbahan baku bokar . 98
27 Evaluasi kinerja penerapan konsep produksi bersih pada
tahapan-tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar ……………………………………………………………. 100
28 Perbedaan proses pengolahan karet alam di Indonesia, Malaysia,
dan Thailand ……………………………………………………. 107
29 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 1 …………………….. 113
30 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 2 …………………….. 116
31 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 3 …………………….. 120
32 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 4 …………………….. 124
33 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 5 …………………….. 129
34 Rekapitulasi yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi
karet remah berbahan baku bokar pada 5 skenario ………………. 133
35 Struktur marjin tataniaga dan bagian harga bersih yang diterima
petani (% FOB SIR 20 Palembang) ……………………………. 136
36 Persentase biaya pengolahan karet pada beberapa perkebunan ... 136
37 Perbandingan pendapatan petani karet pada kondisi saat ini
dengan prediksi pendapatan petani karet yang terlibat dalam
skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih
yang direkomendasikan (skenario 5) …………………………… 145
38 Analisis sensitivitas penerapan skenario rancang bangun proses
produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan (skenario 5) ………………………………… 146
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Pendekatan produksi bersih UNIDO yang bersifat holistik …..... 6
2 Teknik-teknik produksi bersih ………………………………...... 8
3 Proses pengolahan karet remah SIR 3 .................……………........ 11
4 Proses pengolahan karet remah SIR 10 dan SIR 20 …………..... 12
5 Bahan panduan untuk pusat produksi bersih nasional
UNIDO/UNEP ………………………………………………….. 21
6 Petunjuk audit dan penurunan emisi dan limbah industri Technical
Report Series no. 7 ………………………................................... 25
7 Metode QuickScan ……………………………………………... 27
8 Struktur dasar sistem pakar ............................................................. 30
9 Kerangka pemikiran penelitian .................................................... 38
10 Lokasi Pengambilan Sampel di Provinsi Lampung ..................... 40
11 Diagram alir tatalaksaana penelitian ............................................ 42
12 Metodologi kajian produksi bersih .............................................. 43
13 Lima jenis penyebab dihasilkannya limbah dan emisi ................ 44
14 Jenis-jenis pilihan perbaikan dengan pendekatan produksi
bersih ............................................................................................ 44
15 Neraca material dan komponen-komponennya ............................... 46
16 Alur proses sintesis pilihan produksi bersih dalam industri karet
remah berbahan baku bokar …………………………………….. 48
17 Rangkaian kegiatan produksi karet remah tanpa adanya integrasi
antara petani karet, pedagang pengumpul, dan pabrik karet remah
di Provinsi Lampung .................................................................... 63
18 Proses pengolahan bokar menjadi karet remah SIR 20 di pabrik
karet remah responden .................................................................. 65
19 Proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah SIR 3 L dan
3 WF di pabrik karet remah responden ........................................ 66
20 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar . 68
21 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan baku lateks
kebun ............................................................................................ 69
22 Penggunaan air untuk pengolahan karet remah berbahan baku
bokar ............................................................................................. 70
23 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
bokar pada pabrik karet responden ……………………………... 73
24 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
lateks kebun pada pabrik karet responden ……………………… 75
25 Bagan alir masukan energi pada proses pengolahan karet remah .. 77
26 Persentase penggunaan energi listrik pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah ........................................................... 78
27 Persentase penggunaan energi bahan bakar pada proses
pengolahan bokar menjadi karet remah ........................................ 79
28 Persentase penggunaan energi manusia pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah ........................................................... 80
Gambar Halaman
29 Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah ........................................................... 81
30 Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan
lateks kebun menjadi karet remah ……………………………… 83
31 Sumber limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan
baku bokar ……………………………………………………… 84
32 Sumber limbah padat proses pengolahan karet remah berbahan
baku bokar ……………………………………………………… 85
33 Sumber limbah gas (malodor) proses pengolahan karet remah
berbahan baku bokar …………………………………………… 86
34 Struktur hirarki antar sub-elemen tujuan dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 89
35 Diagram klasifikasi sub-elemen tujuan dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 90
36 Struktur hirarki antar sub-elemen kendala dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 91
37 Diagram klasifikasi sub-elemen kendala dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 92
38 Struktur hirarki antar sub-elemen pra-kondisi dalam rancang
bangun industri karet remah berbasis produksi bersih …………. 94
39 Diagram klasifikasi sub-elemen pra-kondisi dalam rancang
bangun industri karet remah berbasis produksi bersih …………. 95
40 Profil industri karet remah berbahan bokar pada saat ini ………. 97
41 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar ……………………………………………………………. 104
42 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku
lateks kebun …………………………………………………….. 104
43 Diagram alir penggunaan energi pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah ……………………………………………. 105
44 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 1 ……………………………. 112
45 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 2 ……………………………. 115
46 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 3 ……………………………. 119
47 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 4 ……………………………. 123
48 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 5 ……………………………. 128
49 Konsep pembagian kegiatan pada skenario rancang bangun proses
produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan ………………………………………………. 139
50 Konsep skema pembiayaan dan pengembalian pinjaman unit
usaha pada skenario rancang bangun proses produksi karet remah
berbasis produksi bersih ………………………………………... 143
51 Penerapan proses produksi karet remah berbasis produksi bersih
yang direkomendasikan (skenario 5) ............................................ 149
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Luas areal tanam dan jumlah produksi karet di Provinsi Lampung
tahun 2005 .................................................................................... 157
2 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya
di Provinsi Lampung tahun 2001 – 2005 ..................................... 158
3 Volume dan nilai ekspor komoditas olahan perkebunan Provinsi
Lampung tahun 2005 ................................................................... 159
4 Data luas areal tanam dan produksi tanaman karet pada setiap
kabupaten di Provinsi Lampung .................................................. 160
5 Unit pengolahan hasil komoditas utama perkebunan pada
perusahaan negara dan swasta di Provinsi Lampung ................... 161
6 Profil penanganan tanaman karet dan proses pembuatan bokar
pada tingkat petani karet .............................................................. 163
7 Data jumlah bokar, blanket basah, blanket kering dan karet remah
yang dihasilkan pada pabrik karet remah responden berbahan
baku bokar ....................................................................................... 165
8 Jenis input energi, tahapan proses, dan jumlah atau spesifikasi
peralatan yang digunakan pada proses pengolahan karet remah
pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar ........... 166
9 Penggunaan energi listrik pada pengolahan karet remah pada
pabrik karet remah responden berbahan baku bokar …………... 167
10 Penggunaan energi bahan bakar solar pada pengolahan karet
remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar ... 168
11 Penggunaan energi manusia pada pengolahan karet remah pada
pabrik karet remah responden berbahan baku bokar …………... 171
12 Data penggunaan listrik, bahan bakar, dan tenaga manusia dalam
memproduksi karet remah berbahan baku lateks kebun per bulan
di pabrik karet responden ………………………………………. 176
13 Harga peralatan pengolahan karet remah ………………………. 177
14 Rincian modal tetap unit pengolahan sit angin ………………… 178
15 Kebutuhan bahan baku dan bahan pembantu proses produksi sit
angin ……………………………………………………………. 179
16 Modal kerja per bulan unit pengolahan sit angin per kelompok
tani ............................................................................................... 180
17 Ringkasan modal kerja awal unit pengolahan sit angin per
kelompok tani ………………………………………………….. 181
18 Modal kerja unit pengolahan sit angin per kelompok tani ……... 182
19 Proyeksi laba-rugi unit pengolahan sit angin per kelompok tani . 183
20 Proyeksi arus kas unit pengolahan sit angin per kelompok tani .. 184
21 Rincian modal tetap unit pengolahan karet remah ……………... 185
22 Kebutuhan bahan baku dan bahan pembantu proses produksi
karet remah …………………………………………………….. 187
23 Ringkasan modal kerja awal unit pengolahan karet remah ……. 188
Lampiran Halaman
24 Modal kerja per bulan unit pengolahan karet remah ................... 189
25 Modal kerja unit pengolahan karet remah ................................... 190
26 Proyeksi laba rugi unit pengolahan karet remah .......................... 191
27 Proyeksi arus kas unit pengolahan karet remah ........................... 192
28 Simulasi aplikasi rancang bangun skenario proses produksi karet
remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman
karet 1.000 kg karet kering/ha./tahun .......................................... 193
29 Simulasi pendapatan petani karet yang terlibat dalam rancang
bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih pada produktivitas lahan tanaman karet 1.000 kg karet
kering/ha./tahun ............................................................................ 194
30 Simulasi aplikasi rancang bangun skenario proses produksi karet
remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman
karet turun 20 persen (800 kg karet kering/ha./ tahun) ................ 195
31 Simulasi pendapatan petani karet yang terlibat dalam rancang
bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih pada produktivitas lahan tanaman karet turun 20 persen
(800 kg karet kering/ha./tahun) ................................................... 196
32 Simulasi aplikasi rancang bangun skenario proses produksi karet
remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman
karet dan turun 20 persen (800 kg karet kering/ha./ tahun) dan
harga turun 5 persen ..................................................................... 197
33 Simulasi pendapatan petani karet yang terlibat dalam rancang
bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih pada produktivitas lahan tanaman karet turun 20 persen
(800 kg karet kering/ha./tahun) dan harga turun 5 persen ........... 198
DAFTAR ISTILAH
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Pada penelitian ini, industri karet alam berbahan baku bokar yang melibatkan
(1) para petani penghasil bahan olah karet (bokar); (2) pedagang perantara dan
KUD sebagai pengumpul dan pengangkut bokar; dan (3) pabrik karet remah yang
mengolah bokar rakyat menjadi karet remah dipilih sebagai obyek penelitian
karena merupakan gambaran umum industri karet alam di Indonesia.
5
Manfaat Penelitian
Produksi Bersih
Strategi pengelolaan
lingkungan yang bersifat
preventif yang diterapkan
pada keseluruhan siklus
produksi dan jasa
Pada tingkat sektoral
Dampak:
• Peningkatan efisiensi
• Peningkatan kinerja
lingkungan
• Peningkatan keunggulan
kompetitif
Gambar 1 Pendekatan produksi bersih UNIDO yang bersifat holistik (de Bruijn
dan Hofman 2001)
7
TEKNIK
PRODUKSI
BERSIH
Lateks kebun
Penambahan HNS
Penerimaan, penyaringan,
(SIR3CV) atau
pengenceran, dan koagulasi Pabrik B
SMBS (SIR 3L)
Coagulum crusher
Pabrik A
Macerator/creper Macerator/creper
Hammer-mill Shredder
Dryer Dryer
SIR 3
Pre-breaker
Mixing/blending/washing tank
Mixing/blending/washing tank
Macerator + Creper
Shredder +
washing tank +
vibrator screen
+ creper
Creper
Dryer/Tunnel dryer
Karet Remah
SIR 20
Gambar 4 Proses pengolahan karet remah SIR 10 dan SIR 20 (Maspanger dan
Honggokusumo 2004).
13
Berdasarkan jenis bahan olah karet yang telah ditetapkan, karet remah
diproduksi dengan jenis mutu SIR 3L, SIR 3 CV, dan SIR 3WF menggunakan
bahan baku lateks kebun, dan SIR 10 serta SIR 20 menggunakan bahan baku
koagulum lapangan (Suparto et al. 2002).
Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional merevisi SNI Bokar
menjadi SNI 06-2047-2002 yang bersifat wajib (Tabel 2) seperti yang diatur
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan no. 616/MPP/10/1999
(Maspanger dan Honggokusumo 2004). Bahan olah SIR 20 adalah koagulum
lapang yang harus memenuhi persyaratan dalam SNI-06-2047-2002. Standar
mutu SIR untuk berbagai jenis mutu secara lengkap disajikan pada Tabel 3.
Persyaratan
No. Jenis Uji Lateks Sheet Slab Lump
kebun
1. Kadar Karet Kering
Mutu I (%) 28 - - -
Mutu II (%) 20 - - -
2. Ketebalan maksimum
Mutu I (mm) - 3 50 50
Mutu II (mm) - 5 100 100
Mutu III (mm) - 10 150 150
Mutu IV (mm) - - >150 >150
3. Kebersihan (B) - Tidak Tidak Tidak
terdapat terdapat terdapat
kotoran kotoran kotoran
Batas toleransi pengotor
(maks. %) 5 5 5 5
4. Jenis Koagulan - Asam semut Asam semut Asam semut
dan bahan dan bahan dan bahan
lain yang lain yang lain yang
tidak me- tidak me- tidak me-
nurunkan nurunkan nurunkan
mutu karet*) mutu karet*) mutu karet*)
serta peng- serta peng-
gumpalan gumpalan
alami alami
Keterangan:
*) bahan yang merusak mutu karet sebagai contoh pupuk TSP dan tawas.
14
Suparto et al. (2002) menyatakan bahwa karet remah jenis mutu SIR 20
berkembang di Indonesia akibat adanya beberapa keterbatasan yaitu:
1. Keadaan perkebunan rakyat, yang merupakan lebih dari 80 persen dari total
area tanaman karet Indonesia, sebagian besar merupakan tanaman tua dengan
produktivitas yang rendah, letaknya terpencar dan infrastruktur seperti jalan
yang kurang mendukung, sangat sulit untuk mencari bahan baku lateks cair,
dan semua karet alam yang dihasilkan oleh kebun rakyat dalam kondisi sudah
membeku baik secara alami maupun setelah penambahan koagulan; dan
2. Permintaan SIR 20 sangat tinggi sehingga memproses koagulum karet
menjadi SIR 20 sangat mudah terserap pasar (Tunas 2002).
15
Penelitian Terdahulu
Budiman (1976) yang meneliti tentang aspek penting pada pengolahan karet
remah dari bahan baku bokar menyatakan bahwa
1. masalah utama pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lump
adalah rendahnya nilai PRI dan Po, serta tingkat keragaman nilainya yang
tinggi di lapang;
2. Nilai PRI bokar yang rendah disebabkan proses pemeraman yang lama
terutama di dalam air; sedangkan nilai Po yang rendah disebabkan akibat karet
teroksidasi pada proses pengeringan;
3. Nilai PRI dapat dicegah penurunannya dengan melakukan pemeraman bokar
secara kering di udara;
4. Untuk mendapatkan keseragaman nilai PRI, bokar diolah terlebih dahulu
dengan proses macro-blending pada cacahan dengan gilingan palu pada tangki
yang dilengkapi pengaduk yang dilanjutkan dengan proses penggilingan
menjadi lembaran pada proses micro-blending.
Suwardin et al. (1988) yang meneliti tentang jenis bokar rakyat anjuran
menyatakan bahwa bokar yang bermutu baik dihasilkan dengan
1. tidak ditambahkan kotoran baik berupa pasir, tatal, tanah maupun bahan
lainnya;
2. digunakan bahan pembeku berupa asam format dengan dosis 4 cc larutan
asam format 90 persen per kg karet kering;
3. dilakukan pengepresan bokar dengan cara digiling atau dipres;
4. dilakukan penyimpanan bokar di dalam gudang atau bedengan khusus dan
tidak dilakukan penjemuran atau perendaman dalam air.
Suwardin (1988) yang meneliti tentang model unit pengolahan sit angin
dalam upaya meningkatkan mutu bokar rakyat menyatakan bahwa dengan
menggunakan model ini maka bokar yang dihasilkan dalam bentuk sit dapat
bertahan sampai dengan 21 hari. Selain itu, unit pengolahan sit angin
menghasilkan sit dengan KKK mencapai 98 persen setelah 5 hari dan belum
tampak pertumbuhan jamur sehingga disarankan sebagai saat sit untuk dijual.
Suparto dan Alfa (1996) yang meneliti tentang daur ulang air pada
pengolahan karet menyatakan bahwa penerapan daur ulang air dapat dilakukan
dengan menggunakan air buangan hammer-mill creper dan shredder sebagai
17
umpan bak macro-blending atau pre-breaker, sedangkan air buangan dari bak
macro-blending dapat didaurulangkan setelah mengalami perlakukan untuk
meningkatkan kualitasnya.
Solichin dan Anwar (2003) yang meneliti tentang penggunaan asap cair
terhadap bau bokar menyatakan bahwa
1. asap cair dapat mengatasi masalah kerusakan bokar karena mengandung
senyawa-senyawa yang bersifat desinfektan, fenol dan derivatnya yang
bersifat antioksidan, dan senyawa-senyawa berbau khas asap seperti karbonil,
furan, fenol, sikolpenten, benzena, dan lain-lain;
2. koagulum karet yang digumpalkan asap cair (deorub) dapat disimpan selama
14 hari tanpa timbul bau busuk, sedangkan koagulum yang digumpalkan
dengan asam format dan proses koagulasi alami mengalami kerusakan dengan
timbulnya bau busuk; dan
3. tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai Po, PRI, dan VR koagulum
yang digumpalkan dengan asap cair dan asam format;
Supriadi dan Nancy (2001) yang meneliti tentang peranan dan potensi
pengembangan karet alam dalam mendukung perekonomian di Provinsi Sumatera
Selatan mengungkapkan tentang terdapatnya dua tipe desa atau daerah karet
rakyat yang sangat berbeda karakteristiknya yaitu “daerah maju” dan “daerah
belum maju”.
Lebih lanjut Supriadi dan Nancy (2001) menjelaskan bahwa “daerah maju”
umumnya terletak relatif dekat dengan jalan utama dengan pra sarana jalan yang
cukup baik, mempunyai fasilitas pasar dan penangkar bibit karet, dekat dengan
pusat informasi atau penyuluhan, dan berada di dalam atau sekitar proyek
pengembangan perkebunan karet yang berhasil. Karakteristik usahatani karet di
“daerah maju” menunjukkan bahwa bahan tanam klon unggul dan jarak tanam
yang dianjurkan telah diterapkan, kegiatan pemeliharaan tanaman telah dilakukan
dengan semestinya, dan sebagian petani telah menghasilkan bokar berbentuk slab
tipis menggunakan koagulan asam semut. “Daerah belum maju” mempunyai
karakteristik klon yang tidak jelas jenisnya, jarak tanam tidak teratur dengan
populasi padat, melakukan penyadapan berat, input pemupukan rendah, bokar
berbentuk slab tebal yang terampur skrep dan kotoran.
18
Haris (2006) yang meneliti tentang rekayasa model aliansi strategis sistem
agroindustri crumb rubber menyimpulkan bahwa
1. model aliansi strategis merupakan bentuk kelembagaan kerjasama jangka
panjang yang menempatkan petani karet dan pengusahan agro industri crumb
rubber sebagai pelaku utama yang dijembatani oleh lembaga ekonomi petani;
2. model aliansi strategis sistem agroindustri crumb rubber dilandasi oleh tujuan
utama meningkatkan sinergi penggabungan sumberdaya dan kompetensi yang
dimiliki oleh petani dan pengusaha agroindustri crumb rubber;
3. tujuan ini selanjutnya menjadi daya dorong terciptanya akses petani terhadap
simpul pengolahan dan pemasaran produk crumb rubber dan menjamin
kontinuitas pasok bokar sebagai bahan baku bagi agroindustri crumb rubber;
dan
4. tujuan ini menjadi perantara terciptanya koordinasi vertikal rantai pasokan
sistem komoditas crumb rubber untuk mencapai rantai nilai yang optimal dan
memberikan distribusi marjin yang proporsional terhadap pelaku transaksi dan
meningkatkan daya saing karet alam di pasar internasional.
LANDASAN TEORI
Petunjuk Audit dan Penurunan Emisi dan Limbah Industri (Audit and
Reduction Manual for Industrial Emission and Wastes)
Analisis Pendahuluan
QuickScan
Sintesis
Evaluasi terhadap hasil pengukuran
dan persiapan suatu rencana
tindakan
Keputusan: implementasi
Penyelesaian Proyek
Implementasi
Upaya perbaikan diterapkan dan
efisiensinya dikaji
1. Analisis Pendahuluan
Fase ini merupakan suatu cara sistematis untuk mempersempit
kemungkinan atau pilihan yang penerapan produksi bersih yang potensial
dengan metode QuickScan. Hasil yang diperoleh dari analisis pendahuluan
adalah teridentifikasi bagian dari proses produksi yang berpotensi untuk
diterapkan prinsip produksi bersih dan cakupan untuk analisis lebih lanjut
(UNEP 1991 dalam FHBB 2005).
QuickScan merupakan kajian awal tentang proses produksi dari suatu
perusahaan yang dilanjutkan dengan analisis singkat serta menjadi indikator
26
dari potensi penerapan produksi bersih (Buser dan Walder 2002). Prinsip
dasar dari metode QuickScan adalah telaah secara cepat aliran material dari
suatu perusahaan atau industri untuk mengkaji cakupan dari kegiatan
pencegahan pencemaran dengan perusahaan atau industri yang dikaji berperan
pasif. Pada banyak kasus, data didapatkan dari hasil kunjungan berupa
penilaian pakar yang berkompeten dan dikombinasikan dengan data yang
diperoleh dari perusahaan.
Keluaran dari metode Quick Scan adalah gambaran tentang aliran
material secara keseluruhan dan hal-hal yang dapat menjadi kajian yang lebih
spesifik untuk potensi penerapan produksi bersih dan pencegahan pencemaran.
Metode QuickScan membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu berkisar
antara 0,5 – 3 hari dan lebih singkat dibandingkan dengan metode lain, seperti
PRISMA (Project Industriële Successen Met Afvalpreventie) (de Bruijn dan
Hofman 2001; Buser dan Walder 2002).
Metode QuickScan yang digunakan pada analisis pendahuluan
memberikan jawaban antara lain terhadap 1) sumber-sumber utama penyebab
polusi lingkungan dan biaya produksi; 2) kuantitas material dan atau energi
yang digunakan; 3) limbah atau cemaran dan emisi yang dihasilkan; dan 4)
proses penyimpanan dan transportasi dilakukan secara terorganisir (FHBB
2005).
De Bruijn dan Hofman (2000) menyimpulkan bahwa metode QuickScan
merupakan metode yang relatif murah untuk diterapkan, membutuhkan sedikit
keterlibatan perusahaan, dan difokuskan pada pemetaan potensi pencegahan
pencemaran. Metode QuickScan secara rinci disajikan pada Gambar 7.
Tahap persiapan dalam QuickScan berupa kajian pustaka yang sesuai
dengan industri yang dikaji dan pengalaman-pengalaman sebelumnya tentang
produksi bersih pada industri yang sejenis. Tahap ini menghasilkan
pengetahuan dasar tentang produksi bersih pada industri yang bersangkutan
(FHBB 2005).
Prosedur yang digunakan pada QuickScan adalah berupa wawancara
dan peninjauan terhadap fasilitas produksi bersama dengan manajer produksi
industri tersebut untuk mendapatkan data-data operasional yang penting dan
27
QuickScan Fase 1
1. Persiapan
Perolehan informasi
QuickScan Fase 2
2. Prosedur
Wawancara dan kunjungan pabrik
QuickScan Fase 3
3. Evaluasi
Analisis data dan evaluasi
QuickScan Fase 4
4. Laporan singkat
Hasil dan aktivitas
3. Sintesis
Fase ini dilakukan dengan melakukan evaluasi teknis, ekonomis,
ekologis, dan kriteria organisasi (kondisi TARGET). Hasil dari fase ini
adalah prioritas-prioritas untuk kegiatan implementasi berdasarkan hasil
perhitungan terkoreksi dan rencana tindakan (UNEP 1991 dalam FHBB 2005).
dalam suatu sistem yang memberikan manfaat yang tinggi guna meramu sistem
secara efektif dan untuk pengambilan keputusan (Eriyatno 1999). Menurut Hill
dan Wartfield (1972) dalam Saxena et al. (1992), program dapat dibagi menjadi
sembilan elemen yaitu
1. sektor masyarakat yang terpengaruhi;
2. kebutuhan dari program;
3. kendala utama;
4. perubahan yang dimungkinkan;
5. tujuan dari program;
6. tolok ukur untuk menilai setiap tujuan;
7. aktivitas yang dibutuhkan guna merencanakan tindakan;
8. ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas;
9. lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.
Metodologi ISM yang dikembangkan oleh Saxena et al. (1992) diarahkan
untuk memperoleh struktur hirarki sub-elemen di dalam elemen-elemen sistem
berdasarkan hubungan kontekstual dalam bentuk hubungan V, A, X, O yang
kemudian dikenal dengan istilah ISM VAXO. Hubungan kontekstual anatar
sub-elemen di dalam ISM VAXO menunjukkan hubungan yang bersifat langsung
dan tidak menunjukkan hubungan antara sub-elemen yang bersifat tidak langsung.
Simbol VAXO antar sub-elemen pada matriks SSIM akan tergantung dari sifat
hubungan antara elemen tersebut yaitu
V adalah eij = 1 dan eji = 0
A adalah eij = 0 dan eji = 1
X adalah eij = 1 dan eji = 1
O adalah eij = 0 dan eji = 0
dengan simbol angka 1 menunjukkan adanya hubungan kontekstual dan simbol 0
menunjukkan tidak terdapat hubungan kontekstual antar sub-elemen. SSIM
selanjutnya ditrasformasi menjadi RM yang merupakan matriks bilangan biner.
Saxena et al. (1992) juga mengembangkan metode klasifikasi sub-elemen
yang distrukturisasi berdasarkan tingkat driver power dan dependence serta
menentukan elemen kunci dari sistem yang dikaji. Klasifikasi sub-elemen dibagi
menjadi empat struktur yaitu
30
Sistem Pakar
Sistem pakar menurut Hart (1986) didefinisikan sebagai program komputer
yang memiliki basis pengetahuan yang luas dalam domain yang terbatas dan
menggunakan penalaran yang kompleks untuk menjalankan tugas yang biasa
dilakukan oleh seorang ahli. Sistem pakar bersifat interaktif dan mempunyai
kemampuan untuk menjelaskan hal yang ditanyakan oleh pengguna.
Struktur dasar sistem pakar tersusun atas tiga komponen utama yaitu sistem
berbasis pengetahuan, mekanisme inferensi, dan struktur penghubung antara
pengguna dan sistem (Lyons 1994).
Basis pengetahuan
Mekanisme Struktur
inferensi penghubung Pengguna
Neraca Massa
Neraca massa atau neraca berat (weight balance) seringkali disebut sebagai
neraca material dalam industri kimia. Suatu neraca massa dapat bermakna tanpa
adanya neraca energi, tetapi sebaliknya suatu neraca energi membutuhkan
pengetahuan tentang massa dan komposisi dari semua aliran yang ada dalam
neraca. Kombinasi dari neraca massa dan neraca energi merupakan suatu alat
32
yang penting untuk evaluasi yang efektif terhadap proses rutin suatu industri
kimia (Clausen dan Mattson 1978).
Neraca massa dibuat berdasarkan konsep hukum kekekalan (konservasi)
materi yang menyatakan bahwa atom-atom tidak dapat diciptakan atau
dihancurkan. Atom-atom yang masuk ke dalam suatu sistem terakumulasi dalam
sistem atau meninggalkannya (Clausen dan Mattson 1978). Hal ini dinyatakan
dalam persamaan berikut:
Akumulasi dari atom j total atom j yang total atom j yang
dalam sistem = memasuki sistem - meninggalkan sistem (1)
Dengan menjumlahkan seluruh atom yang masuk dan meninggalkan sistem, total
neraca material yang dihasilkan menjadi:
Total akumulasi dalam total massa total massa
sistem = memasuki sistem - meninggalkan sistem …(2)
Jika tidak terjadi akumulasi dalam sistem maka persamaan 2 direduksi menjadi
sebagai berikut:
total massa total atom massa
memasuki sistem = meninggalkan sistem ………….... (3)
Neraca Energi
Neraca energi dibuat berdasarkan hukum termodinamika pertama tentang
kekekalan energi. Hukum termodinamika pertama diterapkan dalam bentuk
neraca energi dengan persamaan sebagai berikut:
33
Neraca energi dibuat dengan tahapan yang sama seperti pembuatan neraca
massa dan semua jenis energi yang terdapat dalam sistem harus diekspresikan
dalam satuan unit yang sama (metric system atau the American engineering
system). Jenis-jenis energi yang digunakan dalam neraca energi adalah energi
potensial, energi kinetik, energi termal (thermal energy), energi kerja (work
energy), dan energi dalam (internal energy) (Clausen dan Mattson 1978).
Energi yang merupakan salah satu input dalam proses produksi pertanian
memiliki beberapa bentuk, antara lain energi langsung, energi tidak langsung, dan
energi biologis. Energi yang digunakan dalam proses produksi dan pengolahan
karet remah dapat dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu energi langsung dan
energi tidak langsung. Energi langsung adalah bentuk energi yang digunakan
secara langsung dalam proses produksi yang antara lain berupa energi bahan bakar
dan energi manusia. Energi tidak langsung adalah energi yang digunakan untuk
membentuk barang atau memberikan masukan atau energi yang tidak langsung
berhubungan dengan proses produksi yang antara lain berupa energi biomassa dan
energi alat mesin. Jumlah energi langsung dan tidak langsung yang telah
digunakan dalam memproduksi suatu barang disebut embodied energy (Abdullah
1987)
(1 + i)n - 1
P=A ………………………………… (5)
n
i(1 + i)
Keterangan:
P : investasi atau biaya yang harus dikeluarkan
A : penyusutan
i : suku bunga (persen)
n : umur ekonomis alat (tahun)
34
beratnya yang disebut dengan analisis lumpur kasar atau umumnya disebut zat
padat terendap (settleable solids) (Alaerts dan Santika 1984).
Zat organik yang terdapat dalam air dan limbah cair tidak semuanya dapat
dioksidasi melalui uji penentuan nilai COD dan BOD5. Tabel 7 menunjukkan
jenis zat organik dan anorganik yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji
penentuan nilai COD dan BOD5.
Tabel 7 Jenis zat-zat yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji
penentuan nilai COD dan BOD
Jenis zat organik/anorganik Dapat dioksidasi melalui uji
COD BOD5
Zat organik yang biodegradable
(protein, gula, dan sebagainya) x x
Selulosa dan sebagainya x -
N organik yang biodegradable
(protein dan sebagainya) x x
N organik yang non-biodegradable
(NO2- , Fe2+, S2+, Mn3+) x -
- xa
NH4 bebas (nitrifikasi)
xb -
Hidrokarbon aromatik dan rantai
Sumber: Alaerts dan Santika (1984)
a
mulai terjadi setelah 4 hari dan dapat dicegah dengan penambahan inhibitor
b
dapat dioksidasi dengan adanya katalisator Ag2SO4
36
CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 -3c/4) O2 bakteri nCO2 + (a/2 – 3c/2)H2 + cNH3 ...(8)
zat organik oksigen
Parameter mutu bahan olah karet dalam bentuk slab dan lump yang dikaji
pada penelitian ini menurut SNI 06-2047-2002 adalah kadar ketebalan maksimum
(cm), kadar pengotor atau kadar kotoran (%), dan jenis koagulan yang digunakan.
Kadar kotoran
Kadar kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui
saringan 325 mesh. Kotoran dalam konsentrasi yang tinggi dalam bokar dan
karet remah dapat mengurang sifat dinamika yang unggul dari vulkanisasi karet
alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran yang
terdapat pada karet mengganggu proses pembuatan vulkanisat tipis (Suwardin
1990).
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
pengolahan bokar menjadi karet remah lebih singkat sehingga terjadi penggunaan
sumberdaya berupa air dan energi berkurang serta limbah yang dihasilkan dapat
dieliminir dan lebih mudah ditangani. Kerangka pemikiran penelitian ini
disajikan pada Gambar 9.
Tatalaksana Penelitian
QuickScan
ISM
Profound analysis
Sistem pakar
z Evaluasi ekonomi
z Teknis dan ingkungan
z Dukungan kebijakan
QuickScan
ISM
Profound analysis
z Alternatif-alternatif pilihan
penerapan produksi bersih
z Skenario-skenario rancang
bangun proses produk karet
remah berbasis produksi
bersih
Sintesis berdasarkan
criteria kelayakan
ekonomi, teknis dan
lingkungan, dan
dukungan kebijakan
menggunakan sistem
pakar
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu 1) pengamatan dan
kajian produksi bersih pada tingkat petani karet dan pedagang perantara - KUD;
2) pengamatan dan kajian produksi bersih pada tingkat pabrik karet yang terdiri
dari 1 pabrik pengolah karet remah high grade (SIR 3) dan dan 3 pabrik low
grade (SIR 20); dan 3) kajian simulasi implementasi penerapan rancang bangun
proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
pada pelaku agroindustri karet remah berbahan baku bokar, yaitu petani karet,
pedagang perantara dan kelembagaan petani, serta pabrik karet. Secara lengkap
diagram alir tata laksana penelitian disajikan pada Gambar 11.
Metode Penelitian
Petani karet
QuickScan
z source identification
z cause evaluation
Pedagang perantara
Strukturisasi sistem dengan ISM
Profound Analysis
z neraca massa dan energi
z options generation
Sintesis
z Evaluasi ekonomi
z Evaluasi teknis dan lingkungan
z Dukungan kebijakan
ya
1. Persiapan 2. QuickScan
penelitian pendahuluan
untuk menentukan fokus
kemungkinan penerapan
produksi bersih
3. Profound analysis
Alternatif-alternatif pilihan
produksi bersih terpilih analisis mendalam terhadap
proses produksi terpilih,
penjabaran dalam bentuk
neraca massa dan energi
4. Sintesis
pencarian pilihan
pencegahan, penyeleksian
pilihan pencegahan, dan
studi kelayakan
Analisis QuickScan
Analisis pendahuluan menggunakan teknik QuickScan dilakukan dengan
identifikasi sumber (source identification) yang diikuti dengan evaluasi penyebab
(cause evaluation), dan perolehan pilihan yang mungkin diterapkan (option
generation). Kajian difokuskan pada lima komponen yaitu 1) bahan-bahan
masukan (input); 2) teknologi yang digunakan; 3) pelaksanaan proses; 4)
produk; dan 5) limbah yang dihasilkan (Gambar 13).
Kemungkinan-kemungkinan jenis-jenis pilihan perbaikan yang dihasilkan berupa
1) substitusi bahan-bahan masukan; 2) modifikasi teknologi; 3) good
housekeeping; 4) modifikasi produk yang dihasilkan; dan 5) on-site reuse
(Gambar 14).
Analisis pendahuluan dilakukan pada pihak yang terlibat dalam proses
produksi karet remah berbahan baku bokar yaitu petani karet, pedagang perantara
dan kelembagaan petani, serta pabrik karet.
44
Produk yang
Bahan-bahan dihasilkan
masukan
PROSES PENGOLAHAN
KARET REMAH
Limbah dan emisi
Gambar 13 Lima jenis penyebab dihasilkannya limbah dan emisi (van Berkel,
1995).
Modifikasi Produk
Substitusi Bahan yang dihasilkan
masukan
PROSES PENGOLAHAN
KARET REMAH
On-site reuse
Tabel 9 Data yang dibutuhkan pada kajian produksi bersih pada tingkat petani karet, pedagang perantara dan kelembagaan petani, dan
pabrik karet remah
Pelaku Jenis Pengamatan Keterangan Cara perolehan data
Petani karet Masukan (input) Lateks kebun, bahan penggumpal, air, energi, Pengamatan dan pengukuran langsung
dan lain-lain
Keluaran (output) Produk (bokar), hasil samping, limbah cair, Pengamatan dan pengukuran langsung
limbah padat, tumpahan, dan lain-lain
Proses pembuatan bokar Pengamatan langsung
Mutu bokar Kadar kotoran, kadar karet kering, dan Pengujian laboratorium dan pengukuran
ketebalan bokar langsung
Biaya produksi bokar Wawancara
Pedagang per- Proses pengumpulan dan Pengamatan langsung
antara dan pengangkutan bokar
kelembagaan pe- Mutu bokar Kadar kotoran, kadar karet kering, dan Pengujian laboratorium dan pengukuran
tani ketebalan bokar langsung
Biaya penyimpanan dan Wawancara
transportasi
Pabrik karet remah Masukan (input) Bokar, air, energi, dan lain-lain Pengamatan dan pengukuran langsung
serta data sekunder
Keluaran (output) Produk (bokar), hasil samping, limbah padat, Pengamatan dan pengukuran langsung
limbah cair, limbah padat, tumpahan, dan serta data sekunder
lain-lain
Proses pembuatan karet remah Pengamatan langsung
Limbah cair Jumlah dan karakteristik limbah (nilai pH, Pengukuran langsung dan pengujian
BOD, COD, nitrogen amonia, dan TSS) laboratorium
Limbah padat Jumlah dan jenis limbah Pengamatan dan pengukuran langsung
Biaya produksi karet remah Wawancara dan data sekunder
46
Keluaran akhir
Gambar 16 Alur proses sintesis pemilihan rancang bangun proses karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
49
Total luas areal tanaman karet Provinsi Lampung adalah 96.297 hektar,
dengan jumlah produksi sebanyak 54.461 ton (Tabel 11). Dari jumlah tersebut,
lebih dari 30 ribu ton karet diekspor dan menghasilkan devisa sekitar 40 juta
dollar AS atau sekitar 10 persen dari total devisa ekspor komoditas olahan
perkebunan Provinsi Lampung pada tahun 2005 (Lampiran 3).
Tanaman karet di Provinsi Lampung didominasi oleh perkebunan rakyat,
yaitu seluas 68.361 hektar dengan produksi sebanyak 29.310 ton (Disbun
Pemprov Lampung 2006). Karet yang rakyat mengalami perkembangan selama
lima tahun terakhir dan tetap mendominasi luasan areal tanam karet di Provinsi
Lampung. Akan tetapi, perkebunan karet rakyat masih memerlukan perbaikan
antara lain akibat rendahnya produktivitas tanaman karet apabila dibandingkan
dengan perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta (Tabel 12).
Selain itu, perkebunan karet rakyat seharusnya mempunyai produktivitas tinggi
karena rata-rata pemilikan lahan petani karet di Indonesia kecil (Tabel 13).
51
Tabel 11 Luas areal tanam, jumlah produksi, dan produktivitas tanaman karet di Provinsi Lampung tahun 2005
Keterangan Komposisi luas areal (ha.) Jumlah Produksi Produktivitas
TBM TM TR (ha.) (ton) (ton/ha.)
Jenis perkebunan
Perkebunan Rakyat 37.723 26.463 4.175 68.361 29.310 1.108
Perkebunan Besar Negara 3.165 14.468 - 17.633 19.498 1.348
Perkebunan Besar Swasta 5.142 4.990 171 10.303 5.653 1.133
Total 46.030 45.921 4.346 96.297 54.461 1.186
Sumber: Disbun Pemprov Lampung (2006)
Keterangan:
TBM : tanaman belum menghasilkan
TM : tanaman menghasilkan
TR : tanaman rusak
Tabel 12 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya di Provinsi Lampung tahun 2001 - 2005
Keterangan Tahun Rata-rata
pertumbuhan
2001 2002 2003 2004 2005 %
Luas areal tanam (ha.)
Perkebunan Rakyat 64.685 66.898 68.639 67.669 68.361 1,14
Perkebunan Besar Negara 10.264 10.264 25.065 25.065 17.633 0,98
Perkebunan Besar Swasta 18.933 18.329 10.264 10.264 10.303 0,09
Total luas areal tanam (ha.) 93.882 95.491 103.968 102.998 96.297 0,79
Produksi (ton)
Perkebunan Rakyat 29.673 26.680 27.983 28.105 29.310 -0,12
Perkebunan Besar Negara 20.012 29.477 25.604 25.846 19.498 2,64
Perkebunan Besar Swasta 6.264 6.264 6.264 6.056 5.653 -2,49
Total produksi (ton) 56.111 53.932 59.311 60.007 54.461 - 0,49
Sumber: Disbun Pemprov Lampung (2006)
52
Tabel 13 Rata-rata pemilikan lahan petani karet di sepuluh provinsi penghasil karet
terbesar di Indonesia
Tabel 14 Pabrik dan Unit Usaha pengolah lateks kebun, koagulum karet, dan bokar di Provinsi Lampung
Nama pabrik atau Unit Usaha Unit Kapasitas terpasang Lokasi Bahan olah
PT MK III 1 15.000 ton/tahun Bandarlampung Bokar
PT Way Kandis 1 6.000 ton/tahun Bandarlampung Bokar
PTPN VII
Unit Usaha Kedaton 1 20 ton/hari (SIR) Kedaton – Lampung Selatan Lateks kebun
1 10 ton/hari (RSS) Kedaton – Lampung Selatan Lateks kebun
Unit Usaha Way Berulu 1 30 ton/hari (SIR) Way Berulu – Lampung Selatan Lateks kebun
Unit Usaha Tulung Buyut 1 40 ton/hari (SIR) Tulung Buyut – Way Kanan Lateks kebun
1 30 ton/hari (RSS) Tulung Buyut – Way Kanan Lateks kebun
Unit Usaha Pematang Kiwah 1 30 ton/hari (SIR) Pematang Kiwah – Lampung Selatan Koagulum karet dan bokar
Jumlah 8 69.000 ton/tahun*)
Sumber: Disbun Pemprov Lampung (2006)
*)
Perkiraan dengan asumsi 1 tahun setara dengan 300 hari kerja
54
yang digunakan; (3) bahan tanaman atau bibit yang digunakan; (4) persiapan
tanam dan penanaman; (5) pemeliharaan tanaman berupa pengendalian gulma,
pemupukan, dan pengendalian penyakit; dan (6) penyadapan lateks yang
dilakukan. Hasil survai lapang tentang keragaan petani karet, pedagang
pengumpul, dan kelembagaan petani dalam bentuk KUD disajikan pada Tabel 15.
Tanaman karet dapat dikatakan cocok dibudidayakan di Provinsi Lampung,
disebabkan terpenuhinya salah satu syarat tumbuh tanaman karet yaitu jenis tanah.
Tanah jenis PMK, yang dominan di Provinsi Lampung, bersifat asam, berpasir,
mudah terjadi pencucian, liat, berombak, memiliki daya menyimpan air yang
rendah sehingga tidak mudah tergenang, tingkat kesuburannya tergolong sangat
rendah hingga sedang, mempunyai nilai pH rendah (Paimin dan Nazarudin 1992).
Walaupun tanah jenis PMK memiliki tingkat kesuburan yang rendah, tanaman
karet dapat ditanam pada jenis tanah ini dengan tingkat produktivitas yang
memuaskan (Setiawan dan Andoko 2005).
Hal lain yang mendukung tanaman karet berkembang dengan baik di
Provinsi Lampung adalah terpenuhinya ketinggian dataran, suhu udara,
kelembaban, dan ketersediaan sinar matahari dengan kriteria (1) ketinggian 0 –
400 meter dengan suhu harian 25 – 30oC; (2) kelembaban yang tinggi dengan
tingkat curah hujan 2.000 – 2.500 mm/tahun; dan (3) sinar matahari sepanjang
hari, minimum 5 – 7 jam/hari (Paimin dan Nazaruddin 1992).
Petani karet responden pada penelitian ini umumnya memiliki lahan tanaman
karet seluas 1 hektar, sedangkan sebagian kecil petani responden lain memiliki
lahan seluas 2 hektar ; 2,5 hektar; 4 hektar; dan 9 hektar. Hal ini selaras dengan
kondisi umum petani karet di Provinsi Lampung yang rata-rata memiliki 0,99
hektar tanaman karet/petani. Apabila dibandingkan dengan rata-rata
kepemilikan lahan petani karet di Indonesia, petani karet di Provinsi Lampung
memiliki luas lahan tanaman karet lebih sedikit sehingga diperlukan upaya untuk
meningkatkan produktivitas tanaman karet antara lain menggunakan klon tanaman
karet unggul, mengoptimalkan jumlah tanaman karet per luas lahan, serta
melakukan penanganan tanaman karet dan lateks yang dihasilkan dengan baik.
56
Klon tanaman karet yang digunakan petani karet responden umumnya tidak
diketahui dan hanya petani yang tergabung sebagai petani plasma dengan PTP
Nusantara VII bertindak sebagai inti yang mendapatkan bibit dengan klon yang
baik. Klon tanaman karet yang baik ditujukan untuk memperoleh tanaman karet
yang mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan yaitu (1) produksi lateks yang
tinggi sejak awal dan tetap konsisten selama umur produktifnya; (2) tahan
terhadap hama dan penyakit; (3) kuat dan kokoh sehingga tidak mudah roboh
akibat tiupan angin; (4) pohon tumbuh lurus ke atas; (5) cabang menyebar merata
di sekeliling batang; dan (6) kulit murni, halus, tebal, dan lekas pulih setelah
disadap (Setiawan dan Andoko 2005).
Klon-klon baru tanaman karet yang direkomendasikan pada Lokakarya
Nasional Pemuliaan Tanaman Karet adalah klon unggul generasi 4 untuk periode
2006 – 2010 yang meliputi IRR 5, IRR 32, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR
118; sedangkan klon-klon lama yang telah dilepas seperti GT 1, AVROS 2037, PR
255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM
107, BPM 109, PB 260, dan RRIC 100 masih memungkinkan untuk
dikembangkan tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan
lokasinya maupun sistem pengelolaannya (Anwar 2006).
Keragaan petani karet rakyat di Provinsi Lampung berdasarkan aspek
pemeliharaan tanaman menunjukkan bahwa petani karet responden telah
melakukan penanganan tanaman karet dengan relatif memadai yaitu melakukan
penyadapan pertama pada saat umur tanaman 6 – 8 tahun karena tanaman karet
dapat disadap mulai dari umur 5 tahun sampai dengan 30 tahun. Selain itu,
pemupukan juga telah dilakukan secara memadai untuk tanaman karet yang sudah
menghasilkan dengan dosis memenuhi kisaran yang dianjurkan yaitu 80 – 140 kg
urea/ha./tahun; 76 – 104 kg SP 36/ha./tahun; dan 60 – 120 kg KCl/ha./tahun dan
frekuensi pemupukan 2 kali/tahun (Setiawan dan Andoko 2005; Anwar 2006).
Hal yang sebaliknya terlihat pada rendahnya produktivitas tanaman karet
rakyat yang diusahakan petani responden di beberapa daerah sentra produksi karet
di Provinsi Lampung yaitu kurang dari 7.200 liter lateks/ha./tahun atau setara
dengan 1.800 kg karet kering/ha./tahun untuk tanaman dewasa dan 4.000 liter
lateks/ha./tahun atau setara dengan 1.150 kg karet kering/ha./tahun untuk tanaman
58
peka terhadap oksidasi sehingga pada suhu tinggi karet menjadi cepat lunak.
Nilai PRI yang rendah menyebabkan pabrik karet berbahan baku bokar
memerlukan proses pre-drying sekitar 2 minggu dengan cara menggantung
lembaran basah karet pada ruang gantung (Suwardin 1990). Hal ini merupakan
salah satu perbedaan proses pengolahan antara pabrik karet remah berbahan baku
bokar dengan pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun sehingga dengan
adanya tahapan pre-drying menyebabkan diperlukannya investasi tambahan yang
berdampak pada peningkatan biaya proses pengolahan.
Berdasarkan hasil analisis terhadap proses penggumpalan lateks kebun
menggunakan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format ternyata relatif tidak
mempengaruhi biaya produksi. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui
bahwa untuk menghasilkan 1 kg bokar menggunakan tawas membutuhkan biaya
berkisar antara Rp. 30 – 42/kg bokar; sedangkan dengan asam format
membutuhkan biaya berkisar antara Rp. 17,5 – 60/kg bokar. Bokar yang
menggunakan koagulan asam semut mempunyai harga jual yang lebih baik
dibandingkan dengan bokar yang menggunakan koagulan tawas sehingga biaya
koagulan yang lebih tinggi dapat tertutupi oleh harga jual bokar yang lebih baik.
Hasil ini selaras dengan penelitian Haris (1999) yaitu upaya good housekeeping
practices berupa penggunaan koagulan asam format pada kelembagaan tataniaga
lelang dan kemitraan relatif tidak menambah biaya.
Kegiatan penyimpanan bokar yang dilakukan petani dan sebagian besar
pedagang perantara menunjukkan bahwa umumnya masih merendam bokar dalam
air, menyimpan dalam lubang, dan kondisi ruang penyimpanan yang kotor
(Lampiran 6). Selain itu, bokar disimpan dalam waktu yang relatif lama yaitu
sampai 25 hari. Bokar yang disimpan dalam air dalam waktu yang lama akan
menurunkan mutu karet yang diindikasikan dengan rendahnya nilai PRI. Hasil
penelitian Walujono (1976) menunjukkan bahwa bokar yang direndam dalam air
mulai mengalami penurunan nilai PRI pada perendamanan hari ke 3 dan nilai PRI
bokar menjadi berkisar antara 10 – 15 setelah direndam selama 25 hari.
Kegiatan perendaman bokar dalam air yang terlalu lama merupakan salah
satu faktor yang berperan dalam penurunan nilai PRI. Secara rinci, Watson
(1969) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam penurunan nilai PRI
60
Dalam penentuan harga jual bokar dan lateks kebun, petani karet yang tidak
tergabung dalam kelompok tani pada daerah tertentu, umumnya akibat ketiadaan
kelompok tani, memiliki posisi tawar yang rendah dalam penetapan harga jual
bokar dan lateks kebun yang dominan ditentukan oleh pembeli. Keberadaan
kelompok tani menyebabkan petani karet memiliki posisi tawar yang lebih baik
sehingga apabila harga beli bokar dinilai terlalu rendah maka dapat beralih ke
pembeli lain yang memberikan harga beli yang lebih tinggi.
Hasil pengamatan terhadap proses penyimpanan bokar yang dibeli pedagang
perantara dan KUD menunjukkan bahwa bokar yang dibeli dari petani karet
disimpan terlebih dahulu sampai jumlah tertentu. Pedagang perantara umumnya
menyimpan bokar dengan merendam dalam air selama sekitar 1 – 3 minggu;
sedangkan pada KUD responden (KUD Catur Tunggal, Kecamatan Blambangan
Umpu, Kabupaten Way Kanan), yang beranggotakan petani plasma, bokar
disimpan selama 1 – 2 minggu dalam gudang sebelum dijual ke pabrik karet di
Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung. Beberapa pedagang perantara juga
membeli lateks kebun dari petani tetapi umumnya tidak melakukan cara
penyimpanan bokar yang dianjurkan yaitu dengan merendam bokar di dalam air.
Pedagang perantara dalam membeli bokar yang dihasilkan petani karet
melakukan pemilahan menjadi beberapa kelas atau jenis mutu. Hasil
pengamatan terhadap pembelian bokar oleh pedagang perantara di Provinsi
Lampung menunjukkan bahwa bokar digolongkan menjadi mutu A1, A, dan B.
Selain itu, bokar bermutu rendah, yang ditunjukkan dengan kondisi kotor,
digumpalkan dengan koagulan selain asam format, dan telah direndam dalam air
dalam waktu lama, kemungkinan terkena potongan harga yang dikenal sebagai
potongan basi. Hasil pengamatan terhadap pembelian bokar oleh pedagang
perantara di beberapa daerah di Provinsi Lampung disajikan pada Tabel 16.
Hasil pengamatan terhadap pembelian bokar dari petani karet terlihat bahwa
pedagang perantara di beberapa daerah di Provinsi Lampung menerapkan sistem
potongan harga atau yang umum dikenal dengan istilah potongan basi yang
berkisar antara 7 – 17 persen. Potongan basi diartikan sebagai bagian yang tidak
dibayar oleh pedagang perantara dari jumlah bokar keseluruhan yang dijual oleh
petani.
62
Tabel 16 Harga beli dan jual bokar oleh beberapa responden pedagang perantara di Provinsi Lampung
Daerah dan jenis Harga 100 persen KKK (Rp.) Tujuan Keterangan
responden Beli Jual
Lampung Utara (pe- Mutu A1: 14.570 – 17.170 23.3001) Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 2
dagang perantara) persen
- Kadar kotoran 0,32 persen
- KKK 60 – 70 persen
Mutu A: 14.000 – 16.670 23.3001) Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 4
persen
- Kadar kotoran 1,02 persen
- KKK 50 – 59 persen
Mutu B : 15.600 – 16.000 11.000 – 12.000 Pabrik karet di Bandarlampung - Potongan harga bokar 12 –
14 persen
- Kadar kotoran 1,53 persen
- KKK 40 – 49 persen
Way Kanan (koperasi 14.530 – 15.980 15.550 - 17.700 Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 10
unit desa) persen
- Kadar kotoran 0,05 persen
- KKK 50 – 55 persen
Tulang Bawang (pe- Mutu B: 6.930 – 9.300 14.400 - 15.430 Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 10 -
dagang perantara 11.730 – 12.570 Pabrik karet di Bandarlampung 15 persen
- Kadar kotoran 0,05 persen
- KKK 70 – 75 persen
Lampung Selatan (pe- Mutu B: 11.940 - 14.170 13.380 – 15.670 Pabrik di Bandarlampung - Potongan harga bokar 7 -17
dagang perantara) persen
- Kadar kotoran 1,1 persen
- KKK 60 – 67 persen
Keterangan: 1) Umumnya dibeli dalam keadaan dicampur antara mutu A1 dan A
KKK : kadar karet kering
63
Petani karet
diolah menjadi
Bokar Bokar
Gambar 17 Rangkaian aliran bahan baku untuk proses produksi karet remah
antara petani karet, pedagang perantara dan KUD, serta pabrik karet
remah di Provinsi Lampung
sebagai “daerah belum maju”. Hal ini ditunjukkan dari (1) bokar masih
diproduksi dalam bentuk slab tebal dan tercampur kotoran; (2) masih digunakan
koagulan selain asam format yang antara lain adalah tawas; (3) tanaman karet
bukan merupakan klon unggulan; dan (4) melakukan penyadapan berat.
Apabila harga bokar (KKK 50 persen) dikonversikan menjadi karet (KKK
100 persen) maka harganya berkisar antara Rp. 7.000,- sampai dengan Rp.
14.000,-/kg karet kering. Apabila dikaitkan dengan produksi karet per hektar yang
dihasilkan, petani karet responden menerima pendapatan kotor berkisar antara Rp.
700.000 - Rp.1.750.000/ha/bulan.
Dari pendapatan yang diterima tersebut, petani karet masih mengeluarkan
biaya yang besar terutama untuk kegiatan penyadapan yang umumnya disepakati
30 persen dari lateks yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan petani karet di
Provinsi Lampung yang rata-rata memiliki 1 hektar tanaman karet sebagian masih
berpendapatan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan
Pemprov Lampung sebesar Rp. 505.000,-/bulan untuk tahun 2005. Hal ini yang
menjadi hal yang harus diperhatikan dalam meningkatkan keinginan petani untuk
memperbaiki tata cara penanganan dan pengolahan lateks kebun. Selain itu,
kebijakan pemerintah yang menetapkan harga karet yang diterima petani adalah
85 persen FOB selayaknya segera direalisasikan sehingga petani karet yang
sebagian besar memiliki lahan tanaman karet dalam jumlah yang kecil (1
hektar/kepala keluarga) dapat hidup layak.
Lump/Slab
Slab Cutter
(Pencabikan bokar sampai berukuran sekitar 2 inci)
Bak macroblending
(Pencucian cabikan bokar)
Hammermill
(Pengecilan cabikan bokar sehingga dihasilkan cabikan berukuran seragam)
Shredder
(Pengecilan ukuran sehingga siap untuk digiling menjadi lembaran kasar)
Jumbo mangel
(Penggilingan cabikan bokar menjadi lembaran kasar karet)
Mangel unit
(Penggilingan lembaran kasar karet menjadi blanket basah yang siap dijemur)
Ruang gantung
(Penggantungan blanket basah karet dengan diangin-anginkan selama 14 hari)
Shredder
(Pencabikan blanket kering karet menjadi remahan)
Tunnel dryer
(Pengeringan remahan karet dengan auto-dryer sistem lorong pada suhu
110-115 oC selama 4 jam yang selanjutnya didinginkan menggunakan blower
sehingga dihasilkan bongkahan dengan suhu 80 oC)
Pengempa hidrolis
(Pengempaan remahan karet kering menjadi bandela karet remah dengan berat
35 kg per bandela)
Karet remah
Lateks kebun
Bak penggumpalan
(Penggumpalan lateks kebun dengan penambahan asam format)
Mobile crusher
(Penggilingan gumpalan karet sehingga dihasilkan lembaran setebal 5 cm)
Creper 1
(Penggilingan lembaran karet sehingga dihasilkan lembaran setebal 1 cm )
Creper 2
(Penggilingan lembaran karet sehingga dihasilkan lembaran setebal 0,5 cm )
Shredder
(Penghancuran lembaran karet menjadi remahan)
Vortex pumps
(Penghisapan remahan karet menuju wadah pengeringan/box dryer)
Tunnel dryer
(Pengeringan remahan karet dengan auto-dryer sistem lorong pada suhu
118-120 oC selama 3,5 jam yang selanjutnya didinginkan menggunakan
cooling fan extra dan cooling fan sehingga dihasilkan bongkahan dengan suhu
tidak lebih dari 40 oC)
Pengempa hidrolis
(Pengempaan remahan karet kering menjadi bandela karet remah dengan berat
33,33 kg per bandela)
Karet remah
Gambar 19 Proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah SIR 3 L dan 3
WF di pabrik karet remah responden
67
Penggunaan air pada proses pengolahan karet remah, kualitas limbah cair
yang dihasilkan serta teknik penanganannya
Bokar
1 ton Air 1,100 m3 Pembersihan lantai Air limbah
(air 0,428 m3) dan peralatan 1,100 m3
18,506 m3
Uap air
0,192 m3
Air limbah Air limbah Air limbah Air limbah Air limbah
0,770 m3 4,850 m3 6,220 m3 4,270 m3 2,605 m3
Limbah padat
65 kg Uap air
0,027 m3
Gambar 20 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar
69
Lateks kebun
1 ton
(air 0,753 m3)
Asam format Air Air Air
Air 2,527 kg 3,110 m3 0,479 m3 0,420 m3
0,26 m3
Bulking and Bak Mobile crusher Creper I Creper II
Natrium pembekuan
mixing tank
metabisulfit
0.433 kg
Air limbah Air limbah Air limbah
3.261 m3 0,949 m3 0,511 m3
Gambar 21 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan lateks kebun
Dari Gambar 20 dan 21 terlihat bahwa pabrik karet remah berbahan baku
bokar menggunakan lebih banyak air (38,671 m3/ton karet remah) dibandingkan
dengan pabrik karet remah berbahan lateks kebun (24,518 m3/ton karet remah).
Batas maksimal penggunaan air yang ditentukan untuk industri karet remah
berdasarkan Kep. MenLH no. 51/MenLH/10/1995 adalah 40 m3/ton produk.
Sebagai perbandingan, hasil studi yang dilakukan Gapkindo (1992) tentang
penggunaan air pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah SIR 20
disajikan pada Gambar 22.
70
1,6 m3 untuk
Uap air 0,1 m3
Air pencuci 40 m3 kebersihan/
Setiap 1 ton karet pengurasan
(air = 0,4 m3)
Pre-drying
Ruang
8,4 m3 12,4 m3 13,2 m3 4,4 m3
gantung/
Karet (air = gulung
Pembersih- Pembersih- Penggilingan 0,3 m3)
an tahap I an tahap II
Air terperas
0,1 m3
Limbah cair Limbah cair Limbah cair Limbah cair Karet kering
8,4 m3 12,4 m3 13.2 m3 4,4 m3 1 ton
Gambar 22 Penggunaan air untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar
(Gapkindo 1992)
Pada pabrik responden, proses pembersihan bokar dilakukan pada mesin slab
cutter, hammer-mills, dan scrap washer. Air yang digunakan untuk proses
pembersihan bokar pada pabrik responden adalah sebanyak 22,5 m3/ton karet
kering atau sekitar 60 persen dari total kebutuhan air proses. Air yang digunakan
pabrik karet remah responden lebih tinggi dibandingkan dengan hasil studi
Gapkindo (1992) yaitu sekitar 50 persen dari total air yang digunakan, yaitu 40
m3/ton karet kering, digunakan untuk proses pembersihan.
Hal ini menjadi indikator bahwa pabrik responden menggunakan bokar yang
lebih kotor dibandingkan dengan pabrik karet remah umumnya dengan limbah
padat yang dihasilkan sebanyak 128 kg/ton karet kering atau lebih banyak
dibandingkan dengan rata-rata limbah padat pabrik karet remah yaitu 88 kg/ton
71
karet kering. Selain itu, pabrik karet responden pada kenyataannya sering
mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku sehingga harus menerima
bokar dengan kondisi yang sangat kotor untuk memenuhi kapasitas minimum
produksi.
Hal yang berbeda terjadi pada proses pengolahan karet remah berbahan baku
lateks kebun, proses pengolahannya hanya memerlukan proses penggilingan
menggunakan mobile crusher dan creper 1 dan 2 untuk memisahkan serum dari
koagulum dan penipisan lembaran karet sebelum diremahkan.
Limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar memiliki
karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan yang berbahan baku lateks kebun.
Hasil pengamatan terhadap karakteristik limbah cair kedua jenis limbah ini
disajikan pada Tabel 17 dan 18.
Dari Tabel 17 dan 18 terlihat bahwa limbah cair proses pengolahan karet
remah berbahan baku bokar mengandung bahan cemaran yang lebih sedikit
dibandingkan dengan limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar. Hal ini disebabkan bokar relatif sudah tidak mengandung serum, yang
merupakan sisa proses penggumpalan lateks kebun, karena terpisah atau hilang
selama proses penanganan di tingkat petani, pedagang perantara, dan KUD, yaitu
pada saat perendaman dalam air dan penyimpanan.
72
Tabel 17 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar
Tabel 18 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks
kebun
Serum lateks terdiri dari air, karbohidrat dan inositol, protein dan senyawa
nitrogen, asam nukleat dan nukleosida, ion anorganik, dan ion logam. Serum
adalah komponen utama lateks kebun selain fraksi karet, partikel Frey-Wyssling,
dan lutoid (van Gils dan Honggokusumo 1976; Goutara et al. 1976).
Utomo et al. (2003) menyatakan bahwa limbah cair pabrik karet remah
berbahan baku lateks kebun memiliki nilai COD berkisar antara 3000 – 5000 mg/l
dengan rasio COD: BOD sekitar 1,5 sehingga tergolong limbah yang mudah
terurai secara biologis. Selain itu, limbah cair pabrik karet berbahan baku lateks
kebun mengandung senyawa nitrogen dan fosfor masing-masing sebesar 100 –
300 mg/l N-NH3 dan 20 – 40 mg/l P-PO4.
Hasil pengamatan pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar
menunjukkan bahwa penanganan limbah cair dilakukan dengan menggunakan
serangkaian kolam yang terdiri dari kolam pengendapan, koagulasi, aerasi, dan
penampungan akhir (Gambar 23).
Limbah cair
Kolam koagulasi
(sistem kimiawi dengan
penambahan tawas)
Parit oksidasi
(dengan penggunaan sistem
tangga batuan yang disusun
secara zigzag)
Kolam aerobik 1
Kolam aerobik 2
Efluen
Gambar 23 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
bokar pada pabrik karet responden
74
Tabel 19 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar
Proses penanganan limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan karet
remah berbahan baku lateks kebun pada pabrik karet remah responden adalah
menggunakan sistem kolam yang terdiri dari dua unit rubber trap, dua unit kolam
anaerobik, 2 unit kolam fakultatif, dan 2 unit kolam aerobik (Gambar 24).
Kolam rubber trap digunakan untuk memisahkan padatan dari limbah cair
yaitu partikel-partikel karet yang tidak menggumpal pada proses koagulasi yang
berjumlah sekitar 20 kg/ton lateks kebun. Partikel-partikel karet dalam rubber
trap akan membentuk gumpalan dan dikutip setiap beberapa hari sekali. Karet
yang terkumpul dari rubber trap masih memiliki nilai ekonomi karena dapat
digunakan sebagai bahan baku, terutama untuk industri alas kaki.
Kolam anaerobik merupakan salah satu bagian terpenting dalam rangkain
kolam pada unit pengolahan limbah cair pabrik karet karena pada kolam ini
senyawa organik yang potensial sebagai sumber pencemar didegradasi. Pada
tahap anaerobik terjadi penguraian senyawa organik yang menghasilkan biogas
yaitu gas metana (CH4), amonia, sulfida, dan karbon dioksida (CO2) (Metcalf dan
Eddy 1991). Proses penguraian senyawa organik dilanjutkan pada kolam
fakultatif yaitu penguraian lebih lanjut dari senyawa karbon yang belum terurai
pada kolam anaerobik.
75
Limbah cair
Kolam anaerobik 1
Kolam anaerobik 2
Kolam fakultatif 1
Kolam fakultatif 2
Kolam aerobik 1
Kolam aerobik 2
Efluen
Gambar 24 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
lateks kebun pada pabrik karet responden
Pada kolam aerobik terjadi penyisihan senyawa karbon yang tersisa menjadi
CO2 dan nitrogen amonia dikonversi menjadi nitrogen nitrat yang selanjutnya
diubah menjadi nitrogen bebas pada tahap anoksik. Ortofosfat yang terbentuk
pada tahap anaerobik dapat disisihkan pada proses aerobik menjadi bentuk
polifosfat dengan memanfaatkan PHB yang terbentuk pada proses anaerobik atau
sumber karbon yang tersedia, sedangkan pada tahap anoksik penyisihan ortofosfat
dapat terjadi dengan tersedianya nitrogen nitrat sebagai elektron akseptor
(Verstraete dan Vaerenbergh, 1986; Metcalf dan Eddy, 1991; Kuba et al., 1996).
Hasil pengamatan kinerja dari unit pengolahan limbah berupa rangkaian
kolam rubber trap - anaerobik – fakultatif – aerobik disajikan pada Tabel 20.
76
Tabel 20 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks
kebun
Dari serangkaian kolam yang terdapat pada unit pengolahan limbah cair
pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun maka proses penyisihan senyawa
nutrien, yang meliputi senyawa karbon, nitrogen, dan fosfor, terjadi secara
simultan. Kelemahan dari sistem kolam yang digunakan untuk mengolah limbah
cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun antara lain adalah diperlukan
lahan yang luas. Pada dua pabrik karet berbahan baku lateks kebun yang diamati,
unit pengolahan limbah masing-masing mampu menampung 42.148 m3 dan
52.180 m3 limbah cair dengan waktu tinggal 130 hari dan 140 hari.
Bokar
Pengangkutan
Penggilingan
Energi manusia
Peremahan
Energi bahan bakar
Pengeringan
Pembuatan bandela
Pengemasan dan
penyimpanan
Karet remah
Gambar 25 Bagan alir masukan energi pada proses pengolahan karet remah
Tabel 21 Energi listrik yang digunakan pada proses pengolahan bokar menjadi
karet remah
Pengeringan
31%
Pembuatan bandela
Dari Tabel 21 dan Gambar 26 terlihat bahwa proses pengecilan ukuran dan
pembersihan merupakan bagian yang dominan menggunakan tenaga listrik yaitu
hampir 50 persen dari total listrik yang dibutuhkan untuk proses pengolahan karet
remah berbahan baku bokar. Hal ini menjadi pertimbangan untuk upaya
efisiensi karena dengan menghasilkan bokar bersih maka penggunaan energi
listrik dapat dikurangi akibat lebih singkatnya proses pembersihan bokar.
Energi bahan bakar pada pabrik karet responden berbahan baku bokar
berasal dari solar yang digunakan pada proses pengangkutan dan pengeringan.
Bahan bakar digunakan truk untuk mengangkut bokar setelah ditimbang menuju
ruang penyimpanan dan mengangkut blanket basah menuju ruang penjemuran.
Hasil pengamatan pada Tabel 22 dan Gambar 27 menunjukkan bahwa
sebagian besar energi dari bahan bakar solar digunakan pada tahap pengeringan
yaitu 1,8433 MJ/kg karet kering atau 97 % dari konsumsi bahan bakar pada
pengolahan karet remah berbahan baku bokar, sedangkan kegiatan pengangkutan
hanya menggunakan 0,0570 MJ/kg karet kering (3 %).
Tabel 22 Energi bahan bakar yang digunakan pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah
3%
Pengangkutan
Pembuatan bandela
97%
Tabel 23 Energi bahan bakar yang digunakan pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah
Pengangkutan
24% Peremahan
24%
Pengeringan
Pembuatan bandela
Gambar 28 Persentase penggunaan energi manusia pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah
Dari Tabel 22 dan Gambar 28 dapat dilihat bahwa proses pengecilan ukuran
dan pembersihan bokar merupakan salah satu tahapan proses pembuatan karet
remah yang paling banyak memerlukan tenaga manusia. Hal ini disebabkan
bentuk bokar dalam bentuk slab tebal dan kotor memerlukan perlakuan
pendahuluan untuk pengecilan ukuran dan pemisahan kotoran. Berdasarkan hal
tersebut maka bokar dalam bentuk slab sebaiknya diubah menjadi lembaran tipis
yang bersih sehingga tenaga manusia yang diperlukan dapat lebih dihemat.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa energi tenaga manusia yang
digunakan dalam proses produksi karet remah adalah sebanyak 0,0232 MJ/kg
karet kering. Apabila dilakukan perhitungan terhadap energi yang dikeluarkan
oleh setiap pekerja dengan rata-rata produksi per hari pabrik karet remah
responden sebanyak 11.717 kg karet remah/hari, maka setiap pekerja
81
mengeluarkan energi sebanyak 4,607 MJ/orang atau masih di bawah batas energi
maksimum yang dapat dikeluarkan manusia untuk bekerja yaitu 8,4 MJ/hari
(Banister and Brown 1968 dalam Astrand et al. 2003). Hasil perhitungan
terhadap energi manusia dalam pengolahan karet remah berbahan baku bokar
pada pabrik karet remah responden menunjukkan bahwa jumlah maksimum karet
remah yang dapat dihasilkan per shift kelompok pekerja berjumlah 59 orang per
shift (8 jam kerja) dapat menghasilkan maksimum sekitar 21 ton karet
remah/shift/hari.
Secara keseluruhan, proses produksi pengolahan bokar menjadi karet remah
pada pada pabrik karet responden membutuhkan total energi sebesar 2,5132
MJ/kg karet. Energi bahan bakar merupakan komponen energi terbesar yaitu
sekitar 63 persen dari energi yang digunakan sedangkan tenaga manusia
merupakan bagian terkecil. Jenis masukan energi dan persentasenya disajikan
pada Tabel 24 dan Gambar 29.
Tabel 24 Jenis masukan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet
remah
1%
37%
Energi Listrik
Energi bahan bakar
Energi tenaga manusia
62%
Hasil penelitian Haris (2006) terhadap pabrik karet remah berbahan baku
bokar dengan kapasitas 60 ton/hari menunjukkan hal yang sama yaitu energi
bahan bakar merupakan jenis energi yang terbesar dalam pengolahan karet remah
berbahan baku bokar (66 persen); sedangkan energi manusia merupakan energi
yang terkecil (0,8 persen).
Proses pengeringan yang dilakukan pada proses pengolahan karet remah
berbahan baku bokar dan lateks kebun adalah sama yaitu menguapkan air yang
masih terdapat pada remahan karet. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
jenis alat pengering (tunnel dryer) yang digunakan pada pabrik pengolahan karet
remah responden, baik yang berbahan baku bokar dan lateks kebun, masih
tergolong menggunakan teknologi lama. Hal ini ditunjukkan dengan kebutuhan
bahan bakar yang masih melebihi 40 liter/ton karet kering, sedangkan dari hasil
wawancara dengan pakar diketahui bahwa tunnel dryer dengan teknologi baru
hanya membutuhkan bahan bakar berupa solar sekitar 25 liter/ton karet kering.
Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan pustaka yang terkait diketahui
bahwa energi yang digunakan untuk proses pengolahan karet remah berbahan
baku lateks kebun dengan teknologi pengeringan yang baru membutuhkan energi
yang lebih sedikit. Honggokusumo dan Maspanger (2004) menyatakan bahwa
lateks kebun yang diolah menjadi karet remah jenis mutu SIR 3 membutuhkan
energi, dalam bentuk energi listrik, yang lebih sedikit dibandingkan dengan karet
remah jenis mutu SIR 20 yang berbahan baku bokar yaitu maksimal 300 kVA/ton
karet kering atau setara dengan 1,080 MJ/kg karet kering; sedangkan karet remah
berbahan baku bokar dapat melebihi 500 kVA/ton karet kering atau setara dengan
1,800 MJ/kg karet kering. Hasil pengamatan pada pabrik karet remah responden
berbahan baku lateks kebun disajikan pada Tabel 25 dan Gambar 30.
Tabel 25 Jenis masukan energi pada proses pengolahan lateks kebun menjadi
karet remah
25%
tenaga listrik
tenaga manusia
1% bahan bakar
74%
Dari Tabel 25 dan Gambar 30 dapat diketahui bahwa energi bahan bakar
merupakan jenis energi yang paling banyak digunakan dalam mengolah lateks
kebun menjadi karet remah (74 persen); selanjutnya berturut-turut energi listrik
(25 persen) dan energi manusia (kurang dari 1 persen).
Lateks kebun
Pada Petani Karet
dan Pedagang
Perantara
Air Proses penggumpalan
Bokar
Gambar 31 Sumber limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar
Limbah cair yang telah diolah dari UPL yang ada umumnya langsung
dibuang ke perairan umum dan belum seluruh pabrik karet remah melakukan
upaya penggunaan kembali (resirkulasi) untuk air proses walaupun efluen yang
dihasilkan telah memenuhi baku mutu dan layak untuk digunakan kembali
terutama untuk proses pembersihan dan pengecilan ukuran bokar (Suparto dan
Alfa 1996). Hasil analisis limbah cair pabrik karet berbahan baku bokar (Tabel
18) menunjukkan bahwa efluen dari IPAL pabrik kerat remah responden
mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan air umpan yang digunakan
sehingga dapat digunakan kembali sebagai air proses untuk pengolahan blanket
basah menjadi karet remah; sedangkan air untuk proses untuk pembuatan blanket
basah dapat menggunakan keluaran proses pengolahan blanket basah menjadi
karet remah.
Limbah padat yang dihasilkan dari proses pengolahan bokar menjadi karet
remah berdasarkan hasil pengamatan berupa potongan atau serpihan kayu, pasir,
dan kotoran lain. Hal ini merupakan kondisi yang umum ditemukan pada proses
pengolahan karet remah berbahan baku bokar (Tunas 2002).
Limbah padat yang terdapat pada bokar umumnya merupakan hal yang
disengaja ditambahkan oleh petani karet dan pedagang perantara pada saat
pengolahan lateks kebun menjadi bokar terutama pada saat penggumpalan lateks.
85
Gambar 32 Sumber limbah padat proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar
Limbah gas berupa bau busuk menyengat dari pabrik karet remah merupakan
senyawa volatil rantai pendek hasil penguraian senyawa yang terdapat pada serum
karet antara lain karbohidrat dan inositol serta protein dan senyawa nitrogen (van
Gils dan Honggokusumo 1976).
Dari hasil pengamatan lapang dan diskusi dengan pakar diketahui bahwa
limbah gas berupa bau busuk menyengat dihasilkan pada tingkat petani karet,
pedagang perantara, dan pabrik karet remah. Pada tingkat petani karet dan
pedagang pengumpul, bau busuk menyengat timbul pada penyimpanan bokar
terutama apabila disimpan di dalam air, sedangkan di pabrik karet remah timbul
pada penyimpanan bahan baku, ruang gantung, dan proses pengeringan remahan
karet menggunakan tunnel dryer. Sumber limbah padat yang dihasilkan pada
pengolahan karet remah berbahan baku bokar disajikan pada Gambar 33.
86
Bokar
Penyimpanan dengan
perendaman dalam air Limbah gas
Blanket basah
pabrik karet remah, sedangkan pada tingkat petani dan pedagang perantara – KUD
tidak dihasilkan limbah dalam bentuk nyata kecuali bau busuk menyengat
(malodour). Hal ini yang menyebabkan pabrik karet remah menerapkan
berbagai upaya untuk menangani dan mengolah ketiga jenis limbah sehingga
membutuhkan biaya baik untuk peralatan, operasional, dan pemeliharaan.
mempertahankan mutu
karet remah (7)
Mengurangi
pencemaran lingkungan
yang terjadi (6)
Meningkatkan
keuntungan bagi pelaku
yang terlibat (5)
Menurunkan biaya
produksi bokar menjadi
karet remah (4)
Menghasilkan bokar
bersih dan memenuhi
syarat mutu yang
ditetapkan (1)
9
Independent Linkage
1
8
2,3
7
POWER
6
4
5
DRIVER
5
4
6
3
7
2
8,9
1
Autonomous Dependent
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
DEPENDENCE
penolakan pelaku
terhadap perubahan
yang akan terjadi (8)
dan pada timbulnya kesediaan pabrik karet remah untuk menerima bokar kotor
dan mutu rendah (4).
Elemen kunci dari sub elemen kendala yang ingin mungkin dihadapi dalam
rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih adalah akses petani
karet yang sangat terbatas terhadap teknologi anjuran (5) dan lembaga
pendampingan petani yang belum memadai (6). Sub elemen tersebut
mempunyai driver power yang tinggi dan tingkat ketergantungan (dependence)
yang rendah yaitu menunjukkan bahwa sub-elemen ini mendorong timbulnya
kendala lain dan timbulnya kendala (5) dan (6) tidak disebabkan oleh
kendala-kendala lainnya (Gambar 37). Sedangkan sub elemen lainnya yaitu
rendahnya komitmen para pelaku yang terlibat (1); ketimpangan budaya antar
pelaku yang terlibat (7); dan penolakan pelaku terhadap perubahan yang akan
terjadi (8) merupakan sub-elemen yang harus dikaji secara hati-hati karena
memiliki ketergantungan dari sub elemen lainnya.
8 Independent
6 Linkage
7
5 7
6
8
POWER
5
1 3
4
DRIVER
3
2
2
4
1
Autonomous Dependent
0 1 2 3 4 5 6 7 8
DEPENDENCE
Hal sebaliknya terjadi pada ketersediaan bokar yang lebih kecil dari kapasitas
pabrik (2); kesediaan pabrik karet remah untuk menerima bokar kotor dan mutu
rendah (4) dipengaruhi oleh timbulnya kendala-kendala lainnya.
Pada akhirnya, apabila pra-kondisi tersebut untuk rancang bangun industri karet
remah berbahan baku telah terpenuhi maka petani bersedia menggunakan
teknologi anjuran (4); pedagang perantara bersedia terlibat dan mengubah perilaku
yang tidak sesuai dengan konsep produksi bersih; dan (6) pabrik karet remah
bersedia melakukan investasi untuk modifikasi peralatan.
menciptakan
ketergantungan antar
pihak yang terkait (2)
komitmen telah
terbangun antar pihak
yang terlibat (3)
Dimengerti dan
diterimanya konsep
produksi bersih pada
pihak-pihak yang
terlibat dalam industri
karet remah berbahan
baku bokar (1)
Gambar 38 Struktur hirarki antar sub-elemen pra-kondisi dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih
95
Elemen kunci dari sub elemen pra-kondisi yang harus disiapkan dalam
rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih adalah telah
dimengerti dan diterimanya konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat
dalam industri karet remah berbahan baku bokar (3); sedangkan sub-elemen
lainnya yang harus dikaji secara hati-hati karena walaupun memiliki driver power
yang relatif tinggi tetapi memiliki ketergantungan dari sub elemen lainnya yaitu
sub-elemen (1) (Gambar 39).
10 Independent Linkage
9
3 2 9,10 7, 8
8
POWER
1
7
4,5,6
6
DRIVER
1
Autonomous Dependent
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DEPENDENCE
Penentuan tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar yang
potensial untuk penerapan produksi bersih dilakukan berdasarkan hasil analisis
penggunaan sumberdaya (air dan energi) pada proses pengolahan karet remah di
96
Petani karet
Lateks kebun Bokar
1 ton Air 1,100 m3 Pembersihan lantai Air limbah
Asam format, (air 0,428 m3) dan peralatan 1,100 m3
tawas, dan lain-
Proses koagulasi dalam 18,506 m3
lain
lubang di tanah, wadah
Air Uap air
kayu, dan lain-lain 0,192 m3
Slab tebal
Slab cutter Hammer- Scrap washer Jumbo mangel Pre-drying Shredder
dan mills dan shredder dan mangel unit 534 kg
Penyimpanan (1 macro-blendi
-25 hari)
Air limbah Air limbah Air limbah Air limbah Air limbah
0,770 m3 4,850 m3 6,220 m3 4,270 m3 2,605 m3
Limbah padat
Pengumpulan 65 kg Uap air
bokar (2 – 25 0,027 m3
hari)
Pedagang
perantara dan Pengangkutan Karet remah Auto-drier
KUD bokar Pabrik karet 507 kg
remah
Gambar 40 Profil proses produksi karet remah berbahan bokar pada saat ini
98
Tabel 26 Kesenjangan kondisi proses produksi karet remah berbahan baku bokar
Keterangan Kondisi saat ini Kondisi yang diharapkan
Penanganan lateks kebun yang dihasilkan
- Wadah penampungan lateks Beragam: wadah plastik, tempurung kelapa, dan lain-lain Wadah plastik dan aluminimum
Kelembagaan
- Rantai tataniaga Panjang Pendek dan meminimalisasi peran tengkulak
- Harga yang diterima petani Bervariasi dan relatif rendah (40 – 80 persen FOB) 75 persen sampai dengan 80 persen (target pemerintah)
Tabel 27 Evaluasi kinerja penerapan konsep produksi bersih pada tahapan-tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar
Tabel 27 (lanjutan)
Tahapan Kriteria Manfaat
Lingkungan Ekonomi
c. Bentuk bokar - Tebal atau tanpa proses penggilingan - Sisa serum tertahan di - Pabrik memerlukan
dalam bokar sehingga investasi untuk unit
berpotensi menimbul- pengolahan limbah gas
kan bau busuk - Pabrik membutuhkan
energi yang lebih besar
untuk mengolah bokar
yang tebal
- Biaya pengangkutan
tinggi akibat kadar
karet kering yang
- Tipis hasil proses penggilingan - Limbah gas dapat rendah
diminimalkan - Berpeluang tidak
- Penggunaan air di diperlukan unit peng-
pabrik dapat olahan limbah gas
diminimalkan - Pabrik berpeluang
- Limbah cair di pabrik untuk menggunakan
dapat diminimalkan tahapan proses yang
- Penggunaan energi lebih singkat
dapat diminimalkan - Penghematan peng-
- Berpotensi mencemari gunaan air dan energi
lingkungan dengan - Memerlukan investasi
dihasilkannya limbah tambahan untuk
cair yang terdiri yang fasilitas penggilingan
mengandung senyawa - Biaya pengangkutan
organik pada tingkat rendah karena lebih
petani banyak karet yang
terangkut karena kkk
tinggi
102
Tabel 27 (lanjutan)
Tabel 27 (lanjutan)
Uap air
0,432 m3
Proses pengolahan
Bokar 1,972 ton Karet Remah SIR 20
karet remah berbahan
Air proses 38,671 m3 1 ton
baku bokar
Gambar 41 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar
Uap air
1,219 m3
Gambar 42 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks
kebun
105
Air proses pengolahan bokar menjadi karet remah paling banyak digunakan
pada kegiatan atau tahap pembersihan dan pengecilan ukuran. Demikian juga
dengan jenis limbah yang dihasilkan, kegiatan pembersihan dan pengecilan
ukuran selain menghasilkan limbah cair dalam jumlah dan kandungan bahan
organik yang tinggi, juga menghasilkan limbah padat yang merupakan cemaran
yang terikut dalam bokar.
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan pembersihan dan pengecilan ukuran bokar
di pabrik karet remah menjadi salah satu hal yang diperhatikan pada penerapan
produksi bersih walaupun digunakannya kegiatan ini disebabkan oleh kondisi
bahan baku. Atau dengan kata lain, petani karet yang mengolah lateks kebun
menjadi bokar tidak dengan cara yang dianjurkan menyebabkan pabrik yang
mengolahnya memerlukan kegiatan pembersihan. Hal sebaliknya terlihat
pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun, proses
pengolahan lateks kebun menjadi karet remah tidak memerlukan kegiatan
pengecilan ukuran dan pembersihan karena koagulum karet dihasilkan dalam
keadaan bersih.
Hasil rekapitulasi penggunaan energi untuk proses pengolahan karet remah di
pabrik menunjukkan bahwa sebagian besar energi digunakan untuk kegiatan atau
proses pengecilan ukuran dan pembersihan, penggilingan, dan proses pengeringan
remahan karet (Gambar 43).
Energi dari bahan bakar (solar) yang digunakan untuk proses pengeringan
remahan karet merupakan bagian terbesar baik untuk mengolah bokar maupun
lateks kebun. Proses pengeringan remahan karet pada proses pengolahan karet
remah berbahan baku lateks kebun membutuhkan energi yang lebih besar karena
jumlah air yang harus diuapkan lebih besar dibandingkan dengan blanket kering
yang sebagian air telah menguap pada pengeringan pendahuluan (pre-drying).
Perbedaan kebutuhan energi terlihat pada energi listrik dan manusia yang
dibutuhkan, yaitu energi untuk mengolah bokar menjadi karet remah lebih besar
dibandingkan dengan energi untuk mengolah lateks kebun. Hal ini disebabkan
proses pengolahan bokar menjadi karet remah menggunakan kegiatan pengecilan
ukuran dan pembersihan yang membutuhkan energi listrik dan manusia dalam
jumlah besar yaitu masing-masing 48% dan 24% dari total energi yang digunakan.
106
Bokar
3% Pengangkutan
5%
Penggilingan
24%
31%
Energi listrik
0,924 MJ/kg karet kering
(37%) Penjemuran blanket basah
24%
Energi manusia
0,0232 MJ/kg karet kering
(1%)
Peremahan
10%
13%
Pembuatan bandela
3%
2%
Pengemasan dan
3% penyimpanan
Karet remah
Gambar 43. Diagram alir penggunaan energi pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah
Indonesia pada saat ini menduduki urutan kedua sebagai negara penghasil
karet alam terbanyak dunia setelah Thailand, sedangkan Malaysia menduduki
peringkat ketiga. Pada tahun 2006, Indonesia menghasilkan karet alam sebanyak
2,6 juta ton sedangkan Thailand sebanyak lebih dari 3 juta ton. Sampai dengan
tahun 2020, produksi karet alam di Thailand dan Indonesia diperkirakan
cenderung meningkat, sedangkan Malaysia diperkirakan cenderung menurun
(Smit 2007).
Karet alam di Indonesia, Thailand, dan Malaysia didominasi oleh karet yang
diusahakan oleh petani karet. Perbedaan dari ketiga negara penghasil karet alam
terbesar di dunia adalah bentuk olahan lateks kebun yang dihasilkan disajikan
pada Tabel 28.
Kriteria Pengolahan di …
Indonesia Malaysia Thailand
Bentuk Umumnya slab Lum mangkuk Sit atau
tebal lembaran tipis
Kadar karet kering (persen) 45 -50 65 - 70 90
Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan telaah literatur diketahui bahwa
hanya di Indonesia yang masih mengalami masalah dengan proses produksi karet
remah berbahan baku bokar. Bokar dalam bentuk slab tebal dan kotor mudah
mengalami kerusakan akibat tertahannya serum yang mengandung bahan organik.
Mikroorganisme dapat mengurai senyawa organik yang terdapat pada serum yang
tertahan menjadi senyawa volatil yang berperan terhadap timbulnya malodor dan
merusak ikatan struktur karet. Selain itu, bokar yang umumnya disimpan dengan
cara direndam dalam air dengan waktu simpan yang relatif lama menyebabkan
menurunnya mutu bokar. Lebih lanjut, bokar kotor dan bermutu rendah hanya
dapat diolah menjadi karet remah jenis mutu SIR 20 menggunakan tahapan proses
pengolahan yang panjang dan membutuhkan air dan energi yang besar.
108
Hal sebaliknya terjadi di Malaysia dan Thailand, bahan olah berupa lum
mangkuk dan sit angin menyebabkan relatif tidak diperlukan proses pembersihan
bahan baku sebelum diolah menjadi karet remah. Bahan olah yang dihasilkan
petani karet di Thailand dalam bentuk sit angin bahkan dapat diolah menjadi
ribbed smoked sheet (RSS) yang memiliki harga jual yang lebih baik, sebagai
contoh harga jual RSS 3 adalah sebesar 2,58 dollar AS dan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan harga jual SIR 20 yaitu 2 dollar AS per kg.
Pemerintah Indonesia telah berupaya mengatasi permasalahan bokar antara
lain dengan menetapkan harga beli bokar sebesar 85 persen FOB. Harga beli
bokar yang ditetapkan ini sebenarnya lebih tinggi dari harga yang diterima petani
karet Thailand yang hanya 70 persen FOB. Tetapi pada kenyataannya
berdasarkan hasil pengamatan lapang di Provinsi Lampung dan literatur terkait,
petani karet mendapatkan harga jual yang sangat bervariasi dengan rata-rata
sekitar 50 - 60 persen FOB. Hal ini antara lain disebabkan panjangnya rantai
tataniaga karet menyebabkan biaya transaksi menjadi tinggi yang pada akhirnya
menyebabkan petani karet menerima harga beli bokar yang rendah.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, industri karet remah Indonesia yang
didominasi oleh industri berbahan baku bokar yang dihasilkan petani karet rakyat
dapat dikatakan mempunyai daya saing yang lebih rendah dibandingkan industri
karet alam di Thailand dan Malaysia. Hal ini antara lain disebabkan oleh proses
pengolahannya bokar menjadi karet remah memerlukan energi dan air dalam
jumlah yang lebih besar dan produk akhir yang dihasilkan umumnya berupa karet
remah jenis mutu SIR 20 sedangkan industri karet alam di Thailand dan Malaysia
dapat menghasilkan produk akhir lain seperti RSS3 yang mempunyai harga jual
yang lebih tinggi.
Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 1
Tanda SNI atau pencabutan Sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 apabila
dengan sengaja atau tidak sengaja membeli bokar dari pedagang yang tidak
memiliki SIUP dan atau menggunakan bokar yang tidak memenuhi persyaratan
SNI.
Dampak dari penerapan rancang bangun proses produksi karet remah
berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 1 disajikan pada Tabel 29.
112
Petani karet
Lateks kebun Bokar Pembersihan
Air 1,100 lantai dan Air limbah
0,935 ton 3
peralatan 1,100 m3
Asam (air 0,428 m3)
Proses koagulasi 8,446 m3 2,605 m3
format
dalam wadah
Air
alumunium Air
Uap air
0,192 m3
2,605 m3
Slab tebal
Scrap washer Jumbo Pre-drying
Slab cutter dan shredder mangel dan 534 kg Shredder
Penyimpanan mangel unit
(maksimum 5
hari)
Air limbah Air limbah
11,260 m3 2,605 m3
Uap air
Pengumpulan 0,027 m3
bokar
Karet remah
Pedagang 507 kg Auto-drier
perantara dan Pengangkutan
kelembagaan bokar Pabrik karet
petani remah
Gambar 44 Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 1
113
Tabel 29 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 1
Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 2
Petani karet
Lateks kebun Pembersihan
Bokar 1,100 m3 lantai dan Air limbah
Air
0,935 ton peralatan 1,100 m3
Asam
Proses koagulasi (air 0,428 m3) 7,676 m3
format 2,605 m3
dalam wadah
Air
alumunium Air
Uap air
0,192 m3 2,605 m3
Slab tipis
Bak pencuci Jumbo mangel Pre-drying
dan shredder dan mangel 534 kg Shredder
Penyimpanan unit
(maksimum 5
hari)
Tabel 30 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih
skenario 2
Tabel 30 (lanjutan)
Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 3
Petani karet
Lateks kebun Bokar Pembersihan
1,100 m3 lantai dan Air limbah
0,935 ton Air
Koagulan +
peralatan 1,100 m3
antioksidan & (air 0,428 m3)
Proses koagulasi 8,446 m3 2,605 m3
antimikroba
dalam wadah
Air
alumunium Air
2,605 m3
Slab tebal
Scrap washer Jumbo mangel
Slab cutter dan shredder dan mangel Shredder
Penyimpanan unit
(maksimum 14
hari)
Air limbah Air limbah
11,260 m3 2,797 m3
Uap air
Pengumpulan 0,027 m3
bokar
Karet remah
Pedagang 507 kg Auto-drier
perantara dan Pengangkutan
kelembagaan bokar Pabrik karet
petani remah
Tabel 31 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih
skenario 3
Tabel 31 (lanjutan)
Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 4
Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 4 merupakan modifikasi skenario 3 yaitu dengan
menghasilkan bokar dalam bentuk slab tipis dengan ketebalan maksimum 15 cm
sesuai SNI 06—2047-2002.
Rancang bangun skenario 4 termasuk dalam upaya good house-keeping,
optimasi proses, dan teknologi baru yang terdiri dari (1) penggunaan koagulan
yang mengandung antimikroba dan antioksidan; (2) penggunaan wadah
pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks kebun, yaitu wadah
aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam
bokar; dan (4) penyimpanan bokar pada tempat yang bersih dan lama
penyimpanan dapat mencapai 14 hari.
Bokar dalam bentuk slab tipis yang dihasilkan dengan menggunakan
koagulan yang mengandung antioksidan dan antimikroba memiliki karakteristik
yang sama dengan bokar pada skenario 2 yaitu tidak diperlukan proses
pemotongan slab menggunakan slab cutter dan skenario 3 yaitu tidak diperlukan
pengeringan pendahuluan (pre-drying) selama 14 hari (Gambar 47).
Dampak lain dari penerapan rancang bangun proses produksi karet remah
berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 4 ini adalah tambahan
biaya yang harus dikeluarkan petani karet mengingat harga koagulan yang
mengandung antioksidan dan antimikroba lebih mahal dibandingkan dengan asam
format, sedangkan dampak lainnya sama dengan skenario 1 (Tabel 32).
123
Petani karet
Lateks kebun Bokar Pembersihan
Air 1,100 m3 lantai dan Air limbah
Koagulan + 0,935 ton 1,100 m3
antioksidan & (air 0,428 m3) peralatan
Proses koagulasi 7,676 m3
antimikroba 2,605 m3
dalam wadah
Air
alumunium Air
2,605 m3
Slab tipis
Bak pencuci Jumbo mangel
dan shredder dan mangel Shredder
Penyimpanan unit
(maksimum 14
hari)
Air limbah Air limbah
10,490 m3 2,797 m3
Uap air
Pengumpulan 0,027 m3
bokar
Karet remah
Pedagang Auto-drier
507 kg
perantara dan Pengangkutan
kelembagaan bokar Pabrik karet
petani remah
Tabel 32 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih
skenario 4
Tabel 32 (lanjutan)
Tabel 32 (lanjutan)
Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 5
Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 5 menggunakan koagulan asam format dengan bokar
berbentuk lembaran tipis untuk mengeluarkan serum serta dilakukan pengeringan
angin selama 5 hari. Rancang bangun skenario ini termasuk dalam upaya
good house-keeping, optimasi proses, dan teknologi baru yang terdiri dari (1)
penggunaan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format; (2) penggunaan wadah
pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks kebun, yaitu wadah
aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam
bokar; (4) pemisahan serum dari bokar yang dihasilkan dengan penggilingan; (5)
penggantungan atau pengeringan angin lembaran karet selama 5 hari; dan (6)
penyimpanan pada tempat yang bersih.
Skenario ini merekomendasikan setelah 5 hari pengeringan angin maka harus
diolah karena berpotensi terjadi tumbuhnya jamur dan timbul bau karena asam
format relatif tidak berfungsi sebagai senyawa antioksidan dan antibakteri.
Bokar yang dihasilkan dalam bentuk lembaran tipis, kering, dan bersih
berpotensi mengurangi biaya transportasi bokar karena kadar karet kering (KKK)
bokar meningkat, mempersingkat proses pengolahan karena tidak digunakan lagi
proses pembersihan dan penipisan di pabrik sekaligus menghemat penggunaan air
dan energi. Selain itu, potensi timbulnya malodor dapat dihindari karena serum
yang mengandung bahan organik yang terurai menjadi senyawa volatil telah
terpisah serta jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dari pengolahan bokar
dalam bentuk lembaran tipis dapat dikurangi (Gambar 48).
Dampak dari penerapan rancang bangun industri karet remah berbahan baku
bokar berbasis produksi bersih skenario 5 disajikan pada Tabel 33.
128
Petani karet
Lateks kebun Bokar Pembersihan
Air 1,100 m3 Air limbah
0,563 ton lantai dan
peralatan 1,100 m3
Asam (air 0,056 m3)
format Proses koagulasi
dalam wadah
Air
alumunium Air
2,605 m3
Limbah cair Penggilingan
Shredder
Lembaran tipis
Uap air
0,027 m3
Tabel 33 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih
skenario 5
Tabel 33 (lanjutan)
Jenis Keterangan Dampak
Pada Tingkat Pedagang Perantara
Penghematan ongkos angkut - Bokar bersih - Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet
kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK
slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg
- Dihasilkan lembaran karet tipis dan kering bokar)
dengan kadar karet kering (KKK) sekitar 90 - Penghematan biaya angkut 40 persen atau Rp.
persen 360/kg karet kering dengan asumsi ongkos angkut
Rp. 450/kg bokar
Pada Tingkat Pabrik Karet Remah
Penghematan air Tidak diperlukan air untuk proses pembersihan, Penghematan 22,5 m3/ton karet kering atau setara
pengecilan ukuran, dan pembuatan blanket basah dengan Rp. 6,75/kg karet kering (asumsi retribusi air
Rp. 300/m3)
Penghematan investasi peralatan - Mesin slab cutter senilai Rp. 40.000.000,- - Penghematan Rp. 1,07/kg. karet kering asumsi
untuk tahap pengecilan ukuran tidak umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
diperlukan persen/tahun)
- Mesin hammer-mills senilai Rp. 175.000.000,- - Penghematan Rp. 4,7/kg. karet kering asumsi
untuk tahap pembersihan tidak diperlukan umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
persen/tahun)
- Mesin scarp washer senilai Rp. 40.000.000,- - Penghematan Rp. 1,07/kg. karet kering asumsi
untuk tahap pengecilan ukuran tidak umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
diperlukan persen/tahun)
- Mesin shredder senilai Rp. 75.000.000,- - Penghematan Rp. 2,00/kg. karet kering asumsi
untuk tahap penggilingan bokar menjadi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
blanket basah tidak diperlukan persen/tahun)
- Mesin Jumbo mangel senilai Rp. 150.000.,- - Penghematan Rp. 4,00/kg. karet kering asumsi
untuk tahap penggilingan bokar menjadi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
blanket basah tidak diperlukan persen/tahun)
131
Tabel 33 (lanjutan)
Keterangan:
skenario 1 : menghasilkan bokar bersih dengan bentuk bokar berupa slab tebal seperti yang umum dijumpai saat ini;
skenario 2 : menghasilkan bokar bersih dengan bentuk bokar yang dihasilkan menjadi koagulum tipis dengan ketebalan sekitar 10 cm, tidak
melakukan pengepresan;
skenario 3 : menghasilkan bokar bersih menggunakan koagulan yang mengandung antimikroba dan antioksidan dengan bokar berbentuk slab tebal;
skenario 4 : menghasilkan bokar bersih menggunakan koagulan yang mengandung antimikroba dan antioksidan dengan bokar berbentuk slab tipis
tanpa pengepresan; dan
skenario 5 : menghasilkan sit angin tipis yang relatif tidak lagi mengandung serum dengan kkk sekitar 90 persen.
135
Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
dihasilkan pada 5 skenario tersebut menunjukkan terjadinya pergeseran peran
utama dari pabrik karet remah ke petani karet. Hal ini menyebabkan diperlukan
suatu faktor pendorong agar petani karet bersedia melaksanakan perbaikan proses
produksi karet berbasis produksi bersih. Faktor pendorong tersebut adalah
adanya insentif harga atau tambahan penerimaan dengan asumsi bahwa selisih
harga yang diterima petani telah menutup biaya tambahan yang dikeluarkan.
Insentif harga yang dikenal dengan istilah harga premium dapat diberikan
berdasarkan pembagian penghematan yang terjadi akibat dari penerapan produksi
bersih pada proses produksi karet remah.
Hal lain yang dapat menjadi faktor pendorong petani karet terlibat dalam
penerapan skenario produksi bersih pada proses produksi karet remah adalah
adanya peluang hilangnya potongan basi yang dikenakan pedagang perantara dan
pabrik karet. Dengan tidak dikenakannya potongan basi bokar yang berkisar
antara 7 – 17 persen, petani karet seolah merasakan insentif yang sebenarnya
merupakan hak yang hilang akibat tidak menghasilkan bokar bersih.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa petani karet responden
mengeluarkan biaya terbesar pada proses penyadapan karet. Apabila
mempekerjakan penyadap maka petani karet umumnya mengeluarkan upah
menggunakan sistem bagi hasil yaitu 2 bagian karet yang dihasilkan untuk
pemilik tanaman karet dan 1 bagian untuk penyadap atau merupakan 30 persen
dari total penerimaan petani karet. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Haris (1999) terhadap proses produksi karet remah berbahan baku
bokar yang menunjukkan bahwa pada petani karet mengeluarkan biaya yang besar
untuk kegiatan penyadapan lateks kebun, yaitu sekitar 30 persen (Tabel 35). Hal
yang sama juga terjadi pada industri karet yang mengolah lateks kebun, kegiatan
panen, dalam hal ini termasuk penyadapan lateks, merupakan biaya terbesar
dibandingkan dengan kegiatan lain (Tabel 36) (Dalimunthe 1993).
136
Tabel 35 Struktur marjin tataniaga dan bagian harga bersih yang diterima petani
(% FOB SIR 20 Palembang)
Kontribusi Biaya(%)
Gaji/tunjangan 2
Pemeliharaan tanaman 6
Penyusutan tanaman 12
Pemupukan 4
Panen 39
Pengangkutan ke pabrik 4
Biaya pengolahan 9
Penyusutan pengolahan 2
Penyusutan lain-lain 8
Penjualan 5
Umum 9
Total 100
Sumber: Dalimunthe (1993)
137
Petani karet pada saat ini umumnya mengalami kendala karena posisi tawar
yang lemah sehingga sulit menjadi pelaku yang berperan penting dalam rancang
bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih. Hal ini
disebabkan beberapa faktor yaitu
1) sebagian besar petani karet hanya memiliki kurang dari 1 hektar tanaman
karet dengan produtivitas per hektar tanaman karet yang rendah yaitu kurang
dari 1000 kg karet kering/hektar/tahun;
2) terdapat kendala pengangkutan bokar ke pabrik karet terutama lokasi tanaman
karet yang umumnya menyebar dan jauh dari pabrik karet remah; dan
3) belum semua petani karet tergabung dalam kelembagaan petani, antara lain
kelompok tani atau tergabung dalam koperasi unit desa (KUD), yang dapat
memperkuat posisi tawar dalam penentuan harga jual bokar.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, implementasi skenario rancang
bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan (skenario 5) didasarkan upaya mengatasi kendala-kendala
tersebut dan meningkatkan pendapatan petani karet.
menghasilkan
Melakukan
kegiatan z Peremahan lembaran karet
Gabungan mengelola Unit pengolahan z Pengeringan remahan karet
Kelompok tani karet remah z Pengemasan remahan karet kering
bahan baku
Membentuk dan Sit angin
tergabung dalam
menghasilkan
Melakukan
kegiatan z Proses koagulasi lateks kebun
Kelompok tani mengelola Unit pengolahan sit z Proses penggilingan gumpalan karet
angin z Proses pengering anginan lembaran karet
bahan baku
Membentuk dan Lateks kebun
tergabung dalam
Melakukan menghasilkan
Petani karet mengelola Tanaman karet kegiatan z Perawatan tanaman karet
z Penyadapan dan pengumpulan hasil sadap
Gambar 49 Konsep pembagian kegiatan pada skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan
140
tersedia digunakan untuk investasi peralatan dan bangun serta modal kerja.
Mengingat kondisi petani karet di Indonesia yang sebagian besar mengelola
tanaman karet dengan lahan yang terbatas maka pembiayaan sepenuhnya
ditanggung oleh lembaga pembiayaan atau bank. Untuk memperkecil resiko
terhadap pinjaman atau pendanaan yang diberikan maka skema peminjaman
dilakukan dengan pembagian pinjaman yang diberikan pada pengelola dan
pemilik dari masing-masing unit usaha. Skema ini dilakukan dengan dasar
pemikiran bahwa pemilik dari unit pengolahan sit angin (petani karet) dan pabrik
pengolahan karet remah (kelompok tani) akan berusaha keras untuk menjaga
kelangsungan dari unit usaha yang dimilikinya.
Berdasarkan hal tersebut, unit usaha pengolahan sit angin yang akan dikelola
oleh kelompok tani diberi pinjaman sebanyak 70 persen dari kebutuhan modal
investasi dan modal kerjanya sedangkan 30 persen diberikan atas nama petani
karet. Sebagai konsekuensi dari skema ini, petani karet berkewajiban untuk
mengembalikan pinjaman tersebut dengan mengandalkan dari dividen yang
diperoleh dari keuntungan unit usaha pengolahan sit angin yang dimiliki oleh
petani yang tergabung dalam kelompok tani tertentu.
Skema pembiayaan investasi dan modal kerja yang sama diterapkan pada
pembiayaan unit usaha pengolahan karet remah yang dikelola oleh gapoktan.
Lembaga pembiayaan memberikan pinjaman sebanyak 70 persen dari kebutuhan
investasi dan modal kerja kepada gapoktan, sedangkan sebanyak 30 persen
diberikan atas nama kelompok tani yang mengelola unit usaha pengolahan sit
angin. Sebagai konsekuensi dari skema ini, kelompok tani berkewajiban untuk
mengembalikan pinjaman tersebut dengan mengandalkan dari dividen yang
diperoleh dari keuntungan unit usaha pengolahan karet remah yang dimiliki oleh
kelompok-kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan. Skema pembiayaan
dan pembayaran angsuran investasi dan modal kerja baik pada unit usaha
pengolahan sit angin dan pengolahan karet remah disajikan pada Gambar 50.
Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan (skenario 5) dianalisis kelayakan finansialnya
dengan asumsi-asumsi sebagai berikut.
1. umur proyek 10 tahun;
142
Angsuran pinjaman
30% Petani karet mengelola Tanaman karet menghasilkan Lateks kebun
investasi dan modal
kerja unit usaha
pengolahan sit angin
Gambar 50 Konsep skema pembiayaan dan pengembalian pinjaman unit usaha pada skenario rancang bangun proses produksi karet
remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
144
Tabel 37 Perbandingan pendapatan petani karet pada kondisi pada saat ini dengan prediksi pendapatan petani karet yang terlibat dalam
skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5)
Uraian Petani yang tidak Petani yang terlibat dalam skenario proses
terlibat dalam skenario produksi karet remah berbasis produksi
proses produksi karet bersih yang direkomendasikan
remah berbasis produksi Sebelum 24 Setelah 24 Setelah 120
bersih bulan bulan bulan
(Rp./bulan) (Rp./bulan)1) (Rp./bulan)2) (Rp./bulan)3)
Produktivitas tanaman karet 1000 kg karet kering/ha/tahun
Pendapatan dari penjualan lateks kebun atau bokar 1.139.113 1.139.113 1.139.113 1.139.113
Angsuran pengembalian modal kepemilikan unit pengolahan sit angin (60.675) 0 0
Rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan sit angin 94.598 94.598 94.598
Potensi tambahan rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan karet remah 119.556 119.556 150.936
Pendapatan akhir petani karet 1.139.113 1.292.593 1.503.092 1.534.472
Kelayakan unit usaha pengolahan sit angin NPV Rp. 273.011.323; IRR 42%; Net B/C 1,06
Kelayakan unit usaha pengolahan karet remah NPV Rp. 45.768.220.351; IRR 44%; Net B/C 1,08
Keterangan: 1) Selama petani masih mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit sit angin dan kelompok tani masih mengangsur pinjaman modal
kepemilikan unit pengolahan karet remah; 2) selama kelompok tani masih mengangsur pinjaman kepemilikan unit pengolahan karet remah; 3) kondisi
saat petani dan kelompok tani telah selesai mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit pengolahan sit angin dan unit pengolahan karet remah
146
Tabel 38 Analisis sensitivitas penerapan skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan (skenario 5)
Uraian Petani yang tidak Petani yang terlibat dalam skenario proses
terlibat dalam skenario produksi karet remah berbasis produksi
proses produksi karet bersih yang direkomendasikan
remah berbasis produksi Sebelum 24 Setelah 24 Setelah 120
bersih bulan bulan bulan
(Rp./bulan) (Rp./bulan)1) (Rp./bulan)2) (Rp./bulan)3)
Produktivitas tanaman karet turun 20 %
Pendapatan dari penjualan lateks kebun atau bokar 911.291 911.291 911.291 911.291
Angsuran pengembalian modal kepemilikan unit pengolahan sit angin (60.675) 0 0
Rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan sit angin 63.058 63.058 63.058
Potensi tambahan rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan karet remah 90.045 90.045 116.977
Pendapatan akhir petani karet 911.291 1.003.719 1.064.394 1.091.326
Kelayakan unit usaha pengolahan sit angin NPV Rp. 155.980.914; IRR 33%; Net B/C 1.04
Kelayakan unit usaha pengolahan karet remah NPV Rp. 33.338.692.932; IRR 40%; Net B/C 1,08
Produktivitas tanaman karet dan harga karet remah masing-masing turun 20
dan 5 % 856.413 856.413 856.413 856.413
Pendapatan dari penjualan lateks kebun atau bokar (60.675) 0 0
Angsuran pengembalian modal kepemilikan unit pengolahan sit angin 56.112 56.112 56.112
Rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan sit angin 83.448 83.448 109.405
Potensi tambahan rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan karet remah 856.413 935.298 995.973 1.021.930
Pendapatan akhir petani karet NPV Rp. 129.501.055; IRR 30%; Net B/C 1,04
Kelayakan unit usaha pengolahan sit angin NPV Rp. 30.440.930.638; IRR 38%; Net B/C 1,07
Kelayakan unit usaha pengolahan karet remah
Keterangan: 1) Selama petani masih mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit sit angin dan kelompok tani masih mengangsur pinjaman modal
kepemilikan unit pengolahan karet remah; 2) selama kelompok tani masih mengangsur pinjaman kepemilikan unit pengolahan karet remah; 3) kondisi
saat petani dan kelompok tani telah selesai mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit pengolahan sit angin dan unit pengolahan karet remah
147
Persoalan mendasar lain pada industri karet remah berbahan baku bokar
berupa ketidakseimbangan antara bahan baku (bokar) dengan kapasitas olah
pabrik karet remah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kapasitas olah dari
pabrik karet remah dapat diminimalisir dengan keterlibatan dan peran penting
petani karet. Dengan terlibatnya petani karet baik pada unit usaha pengolahan sit
angin dan pengolahan karet remah, adanya tanggung jawab untuk mengembalikan
pinjaman modal untuk kepemilikan unit usaha sit angin, dan potensi deviden yang
diterima dari unit usaha pengolahan sit angin dan pengolahan karet remah maka
petani karet akan mempertahankan keberlangsungan dari unit usaha pengolahan
sit angin dan pengolahan karet remah.
Simulasi implementasi rancang bangun proses produksi karet remah berbasis
produksi bersih skenario 5 merupakan upaya mengoptimalkan pemanfaatan
potensi komoditas karet di Indonesia seperti yang tertuang pada strategi untuk
mengembangkan komoditas karet di Indonesia melalui departemen-departemen
terkait, dalam hal ini Departemen Pertanian dalam Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Karet (Balitbang Deptan 2005) dan Departemen
Perindustrian dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional (Depperin 2005).
Strategi-strategi yang ditetapkan pemerintah dalam mengoptimalkan potensi
komoditas karet di Indonesia adalah pengamanan pasokan bahan baku,
peningkatan kualitas bokar rakyat, pengembangan industri pendukung, dan
diversifikasi produk karet hilir, serta mendorong tumbuhnya modifikasi teknologi
pengolahan dan produksi karet (Depperin 2005; Balitbang Deptan 2005).
Sasaran-sasaran yang diharapkan dapat dicapai melalui strategi
pengembangan komoditas karet di Indonesia dibagi menjadi sasaran jangka
menengah (2004-2009) dan jangka panjang (2010-2025).
Sasaran-sasaran jangka menengah dan panjang yang relevan dicapai
implementasi rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan (skenario 5) adalah (1) meningkatnya mutu bokar
dan poduksi karet sesuai SNI; (2) meningkatnya produksi karet Indonesia di atas 2
juta ton/tahun dengan tingkat produktivitas rata-rata kebun di atas 800 kg karet
kering/ha/tahun.; (3) terpeliharanya kestabilan harga di tingkat petani dan
meningkatnya bagian yang diterima petani yaitu minimal 75 persen FOB atau
148
Petani karet
Lateks kebun Sit angin 2,170 m3 Pembersihan
Air Air limbah
4 ton. 1,11 ton lantai dan 2,170 m3
peralatan
Air
Unit pengolahan
5,138 m3
sit angin
Asam
format Proses koagulasi Shredder
dalam wadah
Air
aluminium
1 m3
Limbah cair dari unit usaha pengolahan sit angin mengandung serum lateks
kebun sisa proses penggumpalan. Serum mengandung bahan organik dalam
jumlah yang tinggi dan relatif sama dengan limbah cair yang dihasilkan proses
pengolahan lateks kebun menjadi karet remah (Tabel 17) dan diperkirakan
jumlahnya juga sama dengan limbah cair pabrik karet berbahan baku lateks kebun
(Gambar 32). Setiap unit pengolahan sit angin yang dikelola kelompok tani
diperkirakan menghasilkan limbah cair sebanyak 4.5 m3/minggu dengan
kandungan bahan organik yang harus diolah sekitar 14,4 – 34,0 kg COD/minggu.
Asumsi yang digunakan adalah nilai COD limbah cair unit pengolahan sit angin
sama dengan nilai COD keluaran proses pengepresan koagulum lateks pada
proses produksi karet reman berbahan baku lateks kebun, yaitu 3200 – 7540 mg/l
(Tabel 17).
Apabila limbah cair tersebut diolah menggunakan proses anaerobik, maka
terdapat peluang untuk mendapatkan nilai tambah dalam bentuk gas metana yang
dapat dikonversi menjadi energi. Berdasarkan pernyataan Grady dan Lim (1991)
yang menyatakan bahwa 1 kg COD dapat terkonversi menjadi 0,35 m3 gas metana
dan 80 persen COD akan terkonversi pada kondisi anaerobik maka akan
didapatkan energi setara 3,4 – 8,1 liter solar/minggu (1 m3 CH4 setara dengan 35,9
MJ/m3; 1 liter solar setara dengan 42 MJ). Berdasarkan hal ini, limbah cair dari
proses pembuatan sit angin dapat memberikan nilai tambah yang dapat menjadi
salah faktor pendorong untuk dapat diterapkannya rancang bangun proses
produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 5.
Apabila dikaitkan dengan konsep Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean
Development Mechanism), skenario rancang bangun proses produksi karet remah
berbasis produksi bersih yang direkomendasikan mampu menurunkan emisi
cemaran gas berbahaya ke udara. Hal ini terlihat dari hasil penelitian berupa
penghematan bahan bakar untuk transportasi bahan baku bokar dari petani karet
ke pabrik karet yang mencapai sekitar 50 persen, penghematan energi listrik dan
bahan bakar untuk proses produksi karet remah yang masing-masing mencapai 81
dan 61 persen, dan meminimalkan emisi gas metana dan karbondioksida dengan
memanfaatkannya menjadi energi alternatif.
Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau Clean Development
151
pedagang perantara, dan pabrik karet remah melalui penerapan konsep produksi
bersih. Penelitian ini menghasilkan beberapa skenario rancang bangun proses
produksi karet remah berbasis produksi bersih yang selanjutnya disimulasikan
apabila diterapkan secara terintegrasi pada pihak-pihak yang terlibat. Skenario
rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan, dengan mengintegrasikan antara kegiatan yang dilakukan oleh
petani karet, pedagang perantara, dan pabrik karet, merupakan kebaruan (novelty)
dari disertasi ini.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tahapan proses produksi karet remah berbahan baku bokar yang potensial
untuk penerapan konsep produksi bersih adalah (a) proses penggumpalan lateks
kebun menjadi bokar yaitu melakukan proses penggumpalan lateks kebun
menggunakan koagulan anjuran, mempertimbangkan ukuran atau bentuk bokar,
dan terjaminnya kebersihan proses; (b) proses penyimpanan bokar pada tempat
yang terjamin kebersihannya, tidak melakukan perendaman bokar dalam air kotor,
proses penyimpanan bokar sebelum pengolahan tidak lebih dari 5 hari, dan tidak
mengemas menggunakan kemasan pupuk; (c) proses pengecilan ukuran dan
pembersihan bokar di pabrik karet remah berkaitan dengan besarnya penggunaan
air proses dan energi; (d) proses daur ulang air dari proses peremahan ke proses
pengecilan ukuran dan pembersihan bokar sebagai upaya penghematan air.
Alternatif perbaikan berdasarkan analisis manfaat lingkungan pada proses
produksi karet remah berbahan baku bokar adalah menghasilkan bokar dalam
bentuk slab bersih, slab tipis bersih, menggunakan koagulan yang mengandung
antioksidan dan antimikroba, dan slab bersih tipis kering. Manfaat ekonomis yang
didapatkan dari perbaikan proses produksi karet remah adalah penghematan biaya
transportasi, lebih tingginya kadar karet kering yang diangkut, lebih singkatnya
proses pengolahan, hilangnya waktu tunggu selama penggantungan; berdasarkan
manfaat lingkungan adalah berkurangnya jumlah dan jenis limbah yang ditangani.
Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan adalah dengan mengubah bentuk bokar yang
digumpalkan menggunakan asam format menjadi lebih tipis yang dilanjutkan
dengan proses pengeringan angin selama 5 hari.
Dampak positif yang dihasilkan dari skenario ini adalah (a) penghilangan
potongan basi bokar yang berkisar antara 7 – 17 persen dari harga jual bokar; (b)
penurunan biaya transportasi bokar sekitar 50 persen; dan (c) tahapan proses
pengolahan bokar menjadi lebih singkat yang menghasilkan penghematan
penggunaan air sebanyak 31,36 m3/ton karet kering (81 persen), penghematan
154
penggunaan listrik sebanyak 565 MJ/ton karet kering (61 persen), penghematan
energi manusia sebanyak 165 MJ/ton karet kering (71 persen), penghematan
modal investasi peralatan Rp. 12.840/ton karet kering, hilangnya potensi kerugian
akibat pengeringan pendahuluan yang setara dengan Rp. 95.000/ton karet kering,
dan penghematan akibat tidak diperlukan fasilitas penanganan limbah gas (bau)
yang setara dengan Rp. 2.000/ton karet kering. Dampak negatif dari rancang
bangun skenario ini adalah petani karet harus menyediakan investasi fasilitas
penggilingan dan pengeringan angin sebesar Rp. 68.400/ton karet kering,
berpotensi mengalami kerugian akibat waktu pengeringan selama 5 hari yang
setara dengan Rp. 33.000/ton karet kering; dan memerlukan investasi fasilitas unit
pengolahan limbah cair sistem anaerobik yang setara dengan Rp. 23.000/ton karet
kering.
Implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis
produksi bersih yang direkomendasikan melibatkan petani karet yang
menghasilkan lateks kebun; para petani karet membentuk kelompok tani yang
mengelola unit pengolahan sit angin berbahan baku lateks kebun; serta
kelompok-kelompok tani membentuk gabungan kelompok tani (gapoktan) yang
mengelola unit pengolahan karet remah. Skenario rancang bangun proses produksi
karet remah yang direkomendasikan berdasarkan hasil simulasi layak secara
finansial apabila diimplementasikan pada area tanaman karet seluas 6000 hektar
yang dikelola para petani karet yang tergabung dalam 120 unit usaha pengolahan
sit angin yang masing-masing berkapasitas 50 ton karet kering/tahun (BEP 14%;
NPV Rp. 273.011.323; IRR 42%; Net B/C 1,06; dan PBP 6 tahun 8 bulan) dan 1
gapoktan yang mengelola 1 unit usaha pengolahan karet remah berkapasitas 6.000
ton karet kering/tahun (BEP 7%; NPV Rp. 45.768.220.351; IRR 44%; Net B/C
1,08; dan PBP 7 tahun 5 bulan). Skenario ini berpotensi meningkatkan
pendapatan petani karet sampai dengan Rp. 1.534.472,-/hektar/bulan .
155
Saran
Andrews SKT, Stearne J, Orbell JD. 2002. Awareness and adoption of cleaner
production in small to medium sized business in Geelong Region, Victoria,
Australia. Journal of Cleaner Production. 10(2002):373-380.
[APHA]. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater.
18th ed. New York: American Public Health Association.
Astrand PO, Rodahl B, Dahl HA, Stromme SB. 2003. Work physiology:
Physiological bases of Exercise. 4th ed. Champaign, IL: McGraw-Hill.
Budiman AFS. 2000. The Future of natural rubber production and quality in
Indonesia.
Budiman S. 1976. Beberapa aspek penting pada pengolahan karet remah dari
bahan baku lum. Menara Perkebunan. 44 (2): 111 – 121.
[CTC] Clean Technology Center. 1999. How to prevent waste and emissions
from your company: a self-help guide. Cork City: Cork Institute of
Technology. www.ctc-cork.ie/ftp/pub.guide.pdf [12 April 2005].
Fauzi AM. 2003. Analisis kelayakan finansial penerapan produksi bersih dan
kendala sosio kultural. Disampaikan pada Pelatihan TOT Cleaner
Production. Jakarta, 13 – 22 Oktober 2003.
____________. 2004. Ekspor karet alam menurut jenis mutu . Buletin Karet.
XXVI:12.
Saxena JP, Sushil, Vrat P. 1992. Hierarchy and classification of program plan
elements using interpretative structural modeling: a case study of energy
conservation in the Indian cement industry. System Practice. 5(6):651
– 670.
Smit H. 2007. Natural rubber: a global perspective an outloook for the future.
Di dalam Asean Rubber Conference 2007: Phnom Penh, 14 – 16 Juni
2007. Phnom Penh: Next View dan Association fo Rubber
Development of Cambodia.
Suparto D, Alfa AA. 1996. Daur ulang air pada pengolahan karet. Jurnal
Penelitan Karet 14(3):262-275.
_________. 1990. Kajian teknik pengolahan dan mutu karet remah (kasus
Pabrik Karet Spesifikasi Teknis PTP X di Baturaja dan Tebenan). Buletin
Karet Rakyat. 6(1):32-38
Tunas E. 2002. Proses produksi dan penanganan limbah pada industri crumb
rubber. Sosialisasi Profil Teknologi dan Penyusunan Pedoman
Penanganan Pencemaran Lingkungan pada Industri Crumb Rubber.
Bogor, 17 September 2002.
UNEP Center for Cleaner Production (CCP) and the CRC for Waste Minimisation
and Pollution Control (WMPC), Ltd. 1999. Cleaner Production Self
Assessment Guide: Metal Casting Industries.
www.geosp.uq.edu.au/emc/CP/pdfs/ Guide.pdf [12 April 2005].
Utomo TP, Romli M, Fauzi AM, Ismayana A. 2003. Proses penyisihan nutrien
secara simultan dari limbah pabrik karet menggunakan reaktor tiga tahap.
Disajikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Perhimpunan
Mikrobiologi Indonesia (PERMI) 2003. Bandung: PERMI Cabang
Bandung.
van Gils GE, Honggokusumo S. 1976. Aliran lateks, komposisi, dan sifat
lateks. Menara Perkebunan. 44(2): 71 – 74.
Walujono K. 1976. Usaha peningkatan nilai PRI dari karet rakyat. Menara
Perkebunan. 44(2): 83 – 93.
Lampiran 1 Luas areal tanam dan jumlah produksi karet di Provinsi Lampung tahun 2005
Lampiran 2 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya di Provinsi Lampung tahun 2001 - 2005
Tahun Rata-rata
Keterangan pertumbuhan
2001 2002 2003 2004 2005 %
Luas areal tanam (ha.)
Perkebunan Rakyat 64.685 66.898 68.639 67.669 68.361 1,14
Perkebunan Besar Negara 10.264 10.264 25.065 25.065 17.633 0,98
Perkebunan Besar Swasta 18.933 18.329 10.264 10.264 10.303 0,09
Total luas areal tanam (ha.) 93.882 95.491 103.968 102.998 96.297 0,79
Produksi (ton)
Perkebunan Rakyat 29.673 26.680 27.983 28.105 29.310 -0,12
Perkebunan Besar Negara 20.012 29.477 25.604 25.846 19.498 2,64
Perkebunan Besar Swasta 6.264 6.264 6.264 6.056 5.653 -2,49
Total produksi (ton) 56.111 53.932 59.311 60.007 54.461 - 0,49
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Lampung 2005
159
Lampiran 4 Data luas areal tanam dan produksi tanaman karet pada setiap
kabupaten di Provinsi Lampung
Lampiran 5 (lanjutan)
Lampiran 6 Profil penanganan tanaman karet dan proses pembuatan bokar pada
tingkat petani karet
Lampiran 6 (lanjutan)
Lampiran 7 Data jumlah bokar, blanket basah, blanket kering dan karet remah
yang dihasilkan pada pabrik karet remah responden berbahan
baku bokar
Lampiran 8 Jenis input energi, tahapan proses, dan jumlah atau spesifikasi
peralatan yang digunakan pada proses pengolahan karet remah
pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar
Jenis input Tahapan proses atau jenis peralatan Jumlah atau spesifikasi
energi peralatan
Listrik Pengecilan dan penghancuran bokar
- Slab cutter 60 HP
- Hammer mill 125 HP
- Scrap washer 40 HP
Penggilingan bokar menjadi blanket
basah
- Shredder 60 HP
- Jumbo mangel 60 HP
- Mangel unit 25 HP
Proses peremahan blanket kering
- Shredder 60 HP
Proses pengeringan remahan karet
- Motor pompa 7,5 HP
- Banner 3,5 HP
- Gear-box 5,5 HP
Proses pembuatan bandela
- Electromotor pump 1 7,5 HP
- Electromotor pump 2 1,5 HP
Bahan bakar
(solar) Autodryer kapasitas 20 ton 400 liter/hari
Manusia Proses pengangkutan bokar 3 orang/shift
Proses pengecilan ukuran dan
penghancuran bokar 14 orang/shift
Proses penggilingan bokar menjadi
blanket basah 14 orang/shift
Proses penjemuran blanket basah 14 orang/shift
Proses peremahan blanket kering 6 orang/shift
Proses pengeringan remahan karet 4 orang/shift
Proses pembuatan bandela 2 orang/shift
Proses pengemasan dan penyimpanan
karet remah 2 orang/shift
167
Lampiran 9 Penggunaan energi listrik pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar
Lampiran 9 (lanjutan)
b. Penggilingan
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 18745 0,496 0,139
2 Shredder 60 8 31785 0,527 0,077
3 18810 0,484 0,141
Rataan 23113 0,502 0,119
1 18745 0,496 0,139
2 Jumbo mangel 60 8 31785 0,527 0,077
3 18810 0,484 0,141
Rataan 23113 0,502 0,119
1 18745 0,496 0,058
2 Mangel unit 25 8 31785 0,527 0,032
3 18810 0,484 0,059
Rataan 23113 0,502 0,050
Total energi listrik untuk penggilingan 0,288
c. Peremahan
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 9785 0,950 0,139
2 Shredder 60 8 17615 0,951 0,077
3 9639 0,944 0,142
Rataan 12346 0,948 0,119
Total energi listrik untuk peremahan 0,119
169
Lampiran 9 (lanjutan)
d. Pengeringan
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 9785 0,950 0,017
2 Motor-pump 7,5 8 17615 0,951 0,010
3 9639 0,944 0,018
Rataan 12346 0,948 0,015
1 9785 0,950 0,008
2 Banner 3,5 8 17615 0,951 0,0045
3 9639 0,944 0,008
Rataan 12346 0,948 0,0068
1 9785 0,950 0,023
2 Blower 10 8 17615 0,951 0,013
3 9639 0,944 0,024
Rataan 12346 0,948 0,020
1 9785 0,950 0,013
2 Gear-box motor 5,5 8 17615 0,951 0,007
3 9639 0,944 0,013
Rataan 12346 0,948 0,011
Total energi listrik untuk pengeringan 0,053
170
Lampiran 9 (lanjutan)
e. Pembuatan bandela
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 9785 0,950 0,017
2 Electromotor pump 7,5 8 17615 0,951 0,010
3 1 9639 0,944 0,018
Rataan 12346 0,948 0,015
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 9785 0,950 0,0035
2 Electromotor pump 1,5 8 17615 0,951 0,0019
3 2 9639 0,944 0,0035
Rataan 12346 0,948 0,0030
Total energi listrik untuk pembuatan bandela 0,018
Keterangan :
*)
faktor konversi dari bokar menjadi karet remah
daya mesin (HP x 2.6845***) MJ) x waktu kerja (jam)
**)
Jumlah energi =
Jumlah bokar (kg) x R
***)
faktor konversi 1 HP menjadi MJ (http://id.wikipedia.org/wiki/Joule)
171
Lampiran 10 Penggunaan energi bahan bakar solar pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar
a. Pengangkutan bokar
Pengamatan ke Jumlah solar Nilai kalor solar***) Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(MJ/liter) (kg) (MJ/kg)
1 15 18745 0,496 0,066
2 15 40,9 31785 0,527 0,037
3 15 18810 0,484 0,067
Rataan 23113 0,502 0,057
Total energi bahan bakar solar untuk pengangkutan bokar 0,057
b. Pengeringan karet
Pengamatan ke Jumlah solar Nilai kalor solar*) Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(MJ/liter) (kg) (MJ/kg)
1 400 9785 0,950 1,760
2 400 40,9 17615 0,951 0,977
3 400 9639 0,944 1,790
Rataan 12346 0,948 1,509
Total energi bahan bakar solar untuk pengeringan karet 1,509
Keterangan :
*)
faktor konversi dari bokar menjadi karet remah
Jumlah solar (liter x 40,9 MJ/liter) x waktu kerja (jam)
**)
Jumlah energi =
Jumlah bokar (kg) x R
***)
jumlah energi yang dilepaskan hasil pembakaran 1 liter disel (http://id.wikipedia.org/wiki/Joule)
172
Lampiran 11 Penggunaan energi manusia pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar
a. Pengangkutan bokar
Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(orang) (jam) manusia**) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 3 18745 0,496 0,0014
2 3 8 0,523 31785 0,527 0,0008
3 3 18810 0,484 0,0014
Rataan 23113 0,502 0,0012
Total energi manusia untuk pengangkutan bokar 0,0012
Lampiran 11 (lanjutan)
Lampiran 11 (lanjutan)
Lampiran 11 (lanjutan)
g. Pembuatan bandela
Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(jam) manusia**) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 2 9785 0,950 0,0009
2 2 8 0,532 17615 0,951 0,0005
3 2 9639 0,944 0,0009
Rataan 12346 0,948 0,0008
Total energi manusia untuk pembuatan bandela 0,0008
Keterangan:
*)
Faktor konversi dari bokar menjadi karet remah
Jumlah tenaga kerja (orang) x waktu kerja (jam/hari) x nilai kalor tenaga manusia (MJ/jam)
**)
Jumlah energi =
Jumlah bokar (kg) x R
***)
Nilai kalori pekerjaan yang tergolong berat (Lehmann 1962 dalam Nurmianto 2003)
176
Lampiran 12 Data penggunaan listrik, bahan bakar, dan tenaga manusia dalam memproduksi karet remah berbahan baku lateks kebun
per bulan di pabrik karet responden
Periode Jumlah karet remah Jumlah asam format Tenaga manusia Penggunaan Listrik Penggunaan solar
(kg.) (liter) (HOK) (kWh.) (liter)
Rataan 2001 437767 1463 1676 77983 24533
Rataan 2002 514956 1585 1717 75617 25643
Rataan 2003 398859 1200 1477 57973 19535
Rataan 2006*) 399378 1234 1566 63359 20837
Keterangan:
*) berdasarkan data bulan Maret dan April 2006
177