You are on page 1of 207

RANCANG BANGUN PROSES PRODUKSI

KARET REMAH BERBASIS PRODUKSI BERSIH

TANTO PRATONDO UTOMO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Rancang


Bangun Proses Produksi Karet Remah berbasis Produksi Bersih adalah karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Agustus 2008

Tanto Pratondo Utomo


F326010041
ABSTRACT
TANTO PRATONDO UTOMO. Design of Crumb Rubber Production Process based
on Cleaner Production. Under the direction of ANAS MIFTAH FAUZI, TUN TEDJA
IRAWADI, MUHAMMAD ROMLI, AMRIL AMAN, dan SUHARTO
HONGGOKUSUMO.

Rubber industry is one of heavy polluted industry that needed to be improved. The
improvement of this industry will also result in the increase of process efficiency and cost
reduction.
The objectives of this research were to identify processing stages for cleaner
production application; to produce crumb rubber improved processing stages which were
more efficient in resources usage and lower in environmental risks based on
environmental and economical profit; and to design crumb rubber production process
based on cleaner production.
The results showed that the crumb rubber processing stages which were potential
for cleaner production implementation were latex field coagulating stage; rubber
coagulum storaging; block rubber re-sizing and cleaning stages; water saving effort by
water recirculation from into block rubber re-sizing and cleaning stages.
Based on environmental benefit aspects, rubber coagulum should be in form of dry,
clean, and thin rubber sheet, and could use coagulant which was added by anti-oxidant
and anti-bacteria compounds. Meanwhile based on economical benefit aspects, these
alternatives could decrease of investment, shortened the crumb rubber processing stages,
and reduced the types and volume of waste.
Simulation implementation of the recommended crumb rubber production process
scenario resulted saved up to 50 percent of transportation cost; shortened the crumb
rubber processing stages and saved up to 81 percent of water, 61 percent of electricity,
and 71 percent of man power; saved up to Rp.12,800/ton dry rubber of equipment
investment; saved equal to Rp. 95,000/ton dry rubber of delay time during14-day
pre-drying period; and saved equal to Rp. 2,000/kg dry rubber of malodor treatment
facility investment. The recommended crumb rubber production process would increase
farmer income due to elimination of off grade block rubber discount price.
Simulation of implemented design scenario of crumb rubber production process was
feasible if it was implemented in 6.000 ha of rubber tree with 1.000 kg dry rubber/ha.year
of productivity.

Keywords: cleaner production, production process, crumb rubber, rubber coagulum


RINGKASAN DISERTASI

TANTO PRATONDO UTOMO. Rancang Bangun Proses Produksi Karet


Remah Berbasis Produksi Bersih. Dibimbing oleh ANAS MIFTAH FAUZI,
TUN TEDJA IRAWADI, MUHAMMAD ROMLI, AMRIL AMAN, dan
SUHARTO HONGGOKUSUMO.

Karet alam merupakan salah satu komoditas agroindustri unggulan Indonesia


dengan luas areal tanam karet 3,3 juta hektar dan jumlah produksi 2,637 juta ton
pada tahun 2006. Sekitar 85 persen dari total produksi karet Indonesia tersebut
diekspor ke beberapa negara dan menghasilkan devisa sebesar 4,32 milyar dollar
AS.
Tanaman karet di Indonesia sebagian besar milik petani yaitu sekitar 80
persen dari total areal tanam karet dengan produktivitas rata-rata sekitar 700 kg
karet kering/ha./tahun sedangkan selebihnya merupakan perkebunan negara dan
swasta dengan produktivitas yang lebih tinggi. Selain itu, perkebunan negara telah
melakukan penanganan tanaman karet dengan baik dan mengolah lateks kebun
yang dihasilkan menjadi beberapa jenis produk karet yaitu ribbed smoked sheet
(RSS), lateks pekat, dan karet remah (SIR) jenis mutu SIR 3 L, 3 WF, dan 20.
Berbeda dengan perkebunan negara yang melakukan integrasi antara kebun
tanaman karet dengan pabrik pengolahannya, petani karet memerlukan peran
pedagang pengumpul dan KUD untuk menjual koagulum karet atau bahan olah
karet (bokar) ke pabrik karet remah. Agroindustri karet remah dengan pola ini
menggunakan sumberdaya berupa air dan energi listrik dalam jumlah yang besar
antara lain diakibatkan oleh kotor dan rendahnya mutu bokar yang digunakan.
Hal ini mengakibatkan industri karet remah harus menangani berbagai jenis
limbah dalam bentuk limbah cair dan padat serta timbul limbah gas berupa bau
busuk menyengat (malodor). Selain itu, produk olahan karet yang dapat
dihasilkan hanya karet remah jenis mutu SIR 20
Pada penelitian ini konsep produksi bersih dikaji untuk memecahkan
masalah utama industri karet remah berbahan baku bahan olah karet (bokar) yang
diakibatkan oleh bokar kotor dan bermutu rendah. Penerapan produksi bersih ini
dapat mengurangi penggunaan air dan energi untuk proses pembersihan sekaligus
berbagai jenis limbah dihasilkan. Konsep produksi bersih dikaji penerapannya
pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu petani karet, pedagang perantara dan KUD,
serta pabrik karet.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tahapan proses pada
rantai nilai proses produksi karet remah yang potensial untuk penerapan konsep
produksi bersih; menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi untuk
meningkatkan efisiensi dan mengurangi resiko pencemaran terhadap lingkungan
berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan;
serta menghasilkan rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku
bokar berbasis produksi bersih.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan proses pengolahan karet remah
berbahan baku bokar yang potensial untuk penerapan konsep produksi bersih
adalah (a) proses penggumpalan lateks kebun menjadi bokar; (b) proses dan lama
penyimpanan bokar; (c) proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar di
pabrik karet remah; (d) upaya penghematan air dengan upaya penggunaan ulang
air dari proses peremahan ke proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar.
Alternatif perbaikan berdasarkan analisis manfaat lingkungan adalah
menghasilkan bokar dalam bentuk slab bersih, slab tipis bersih, menggunakan
koagulan yang mengandung antioksidan dan antimikroba, dan slab bersih tipis
kering. Alternatif perbaikan berdasarkan manfaat ekonomi yang didapatkan
adalah penghematan modal dengan lebih tingginya kadar karet kering yang
diangkut, lebih singkatnya proses pengolahan, hilangnya waktu tunggu selama
penggantungan; berdasarkan manfaat lingkungan adalah berkurangnya jumlah dan
jenis limbah yang harus ditangani.
Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan adalah memisahkan serum dari koagulum karet
dengan proses pengepresan yang dilanjutkan dengan proses pengeringan angin
selama 5 hari. Dampak positif yang dihasilkan dari skenario ini adalah (a)
penghilangan potongan basi bokar yang berkisar antara 7 – 17 persen dari harga
jual bokar; (b) penurunan biaya transportasi bokar sekitar 50 persen; dan (c)
tahapan proses pengolahan bokar menjadi lebih singkat yang menghasilkan
penghematan penggunaan air, listrik, dan energi manusia berturut-turut sebanyak
31,36 m3/ton karet kering (81 persen), 565 MJ/ton karet kering (61 persen), dan
165 MJ/ton karet kering (71 persen), penghematan modal investasi peralatan Rp.
12.840/ton karet kering, hilangnya potensi kerugian akibat pengeringan
pendahuluan yang setara dengan Rp. 95.000/ton karet kering, dan penghematan
akibat tidak diperlukan fasilitas penanganan limbah gas (bau) yang setara dengan
Rp. 2.000/ton karet kering. Dampak negatif dari rancang bangun skenario ini
adalah petani karet harus menyediakan investasi fasilitas penggilingan dan
pengeringan angin sebesar Rp. 68.400/ton karet kering, berpotensi mengalami
kerugian akibat waktu pengeringan selama 5 hari yang setara dengan Rp.
33.000/ton karet kering; dan memerlukan investasi fasilitas unit pengolahan
limbah cair sistem anaerobik yang setara dengan Rp. 23.000/ton karet kering.
Implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah
direkomendasikan dilakukan dengan melibatkan petani karet pada kegiatan
pembuatan sit angin melalui kelompok tani yang mengelola unit pengolahan sit
angin dan pembuatan karet remah melalui gabungan kelompok tani yang
mengelola unit pengolahan karet remah. Pada area tanaman karet seluas 6.000
ha. dengan produktivitas 1000 kg karet kering/thn, terdapat 120 unit pengolahan
sit angin dan 1 unit pengolahan karet remah, skenario rancang bangun proses
produksi karet remah berdasarkan hasil simulasi layak diimplementasikan dan
berpotensi meningkatkan pendapatan petani karet menjadi Rp.
1.534.472/ha.bulan.
Kata kunci: produksi bersih, proses produksi, karet remah, bokar
`

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RANCANG BANGUN PROSES PRODUKSI
KARET REMAH BERBASIS PRODUKSI BERSIH

TANTO PRATONDO UTOMO

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA
(Guru Besar Departemen Teknologi Industri
Pertanian FATETA IPB

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Said, M.A.Dev
(Guru Besar Departemen Teknologi Industri
Pertanian FATETA IPB
Dr. Ir. AFS. Budiman, M.Sc.
(Professional Staff – Counselor, Pusat
Penelitian Karet)
Judul Disertasi : Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah
Berbasis Produksi Bersih

Nama Mahasiswa : Tanto Pratondo Utomo

NIM : F 326010041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng.


Ketua

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc.
Anggota Anggota

Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc. Dr. Suharto Honggokusumo, M.Sc.


Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 4 Juni 2008 Tanggal Lulus:


Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya: “Jadilah!” maka jadilah ia.
(Surat Yaasin: 82)

Persembahan kecil
Untuk doa, dukungan dan kesetiaan yang tulus dan tak berujung dari
Mama - “the most”,
Dian - “the beloved wife”,
Dito dan Laras - “the precious gifts”,
Ibu,
keluarga besar,
dan para sahabat - “the truly friends”.

When you want to give up and your heart’s about to break;


Remember that you’re perfect;
God makes no mistakes.
(Bon Jovi - Welcome to wherever you are)
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan
rahmatNya sehingga penyusunan disertasi yang menjadi tugas dan tanggung
jawab penulis telah dapat diselesaikan. Tema dari disertasi Rancang Bangun
Proses Produksi Karet Remah berbasis Produksi Bersih merupakan suatu upaya
untuk meningkatkan kinerja dari industri karet remah yang kinerjanya pada saat
ini belum dapat dikatakan baik.
Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan adalah dengan mengubah bentuk bokar yang
digumpalkan menggunakan asam format menjadi lebih tipis yang dilanjutkan
dengan proses pengeringan angin selama 5 hari. Dampak positif yang dihasilkan
dari skenario ini adalah (a) penurunan biaya transportasi bokar sekitar 60 persen;
dan (b) tahapan proses pengolahan bokar menjadi lebih singkat yang
menghasilkan penghematan penggunaan air, listrik, dan energi manusia.
penghematan modal investasi peralatan, hilangnya potensi kerugian akibat
pengeringan pendahuluan, dan penghematan akibat tidak diperlukan fasilitas
penanganan limbah gas (bau). Sebaliknya, dampak negatif dari rancang bangun
skenario ini adalah petani karet memerlukan investasi fasilitas penggilingan dan
pengeringan angina, berpotensi mengalami kerugian akibat waktu pengeringan
selama 5 hari; dan memerlukan investasi fasilitas unit pengolahan limbah cair
sistem anaerobik.
Disertasi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, arahan, dan masukan yang
tak kenal lelah dan penuh kesabaran dari komisi pembimbing yang diketuai oleh
Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng. dengan anggota Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi,
M.S., Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc.St., Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc., dan Dr.
Suharto Honggokusumo, M.Sc. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja selaku penguji luar komisi pada saat
ujian tertutup serta Prof Dr. Ir. E. Gumbira-Said, M.A.Dev dan Dr. Ir. AFS.
Budiman, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada saat ujian terbuka. Penulis
tetap mengharapkan kesediaan para pembimbing dan penguji untuk memberikan
kesempatan bertukar pikiran di masa mendatang
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada Dr.
Ir. Irawadi Jamaran selaku ketua program studi Teknologi Industri Pertanian
SPS-IPB dan para staf pengajar PS TIP atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti program pascasarjana pada tingkat Magister dan Doktor
serta dan pengkayaan wawasan di bidang agroindustri.
Kepada para petani karet, pedagang perantara, pabrik karet di Provinsi
Lampung dan PTP Nusantara VII, serta para pakar terutama Bpk Dr. Uhendi
Haris, Bpk. Dr. AFS. Budiman, dan Bpk. Dr. Dadi R. Maspanger (BPTK Bogor),
Bpk. Anwar (PTP Nusantara VII), Bpk. Teddy dan Bpk. Suryadi (PT. Way
Kandis), Bpk Ir. M. Solichin, M.P. (Balai Penelitian Karet Sembawa) yang telah
bersedia meluangkan waktu, berbagi ilmu dan informasi, serta masukan yang
berharga, penulis sampaikan terima kasih dan besar harapan bahwa penelitian
dapat memberikan sesuatu yang berguna walaupun masih sangat sederhana.
Penulis mengucapkan terimakasih atas kebaikan dari para sahabat khususnya
Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, MT., Erdi Suroso, STP, MTA, Dr. Husain Syam,
MP., Dr. Ir. Kusnandar, M.Si., Ir. Lanjar Sumarno, M.Si., Ir. Indah Yuliasih,
M.Si., Ir. Saputera Mardi, M.Si., Dr. Ir. Uhendi Haris, M.Si., Ir. Dwi Haryono,
M.S., Ir. Setyo Widagdo, M.Si., Ir. Sumaryo, M,Si., Ir. Slamet Budi Yuwono,
M.S., Ir. M. Nur St. Nurdin, M.Sc., Dr. Suharyono A.S., M.S., Ir. Otik Nawansih,
M.P., mas Joko Sugiyono, mas Hanafi, Mas Sumidi, para mahasiswa S3 PS TIP,
atas segala bantuan baik moril maupun material. Terimakasih diucapkan juga
kepada Akhmad Fery Fasya, STP., Ketut, STP., Geri Sugiran STP., Lili Masli,
STP, Hasna Wildayati, STP., Lurizaldi Lutfi, dan Suryadi yang telah membantu
kelancaran penelitian ini
Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Prof. Koichi Fujie, Assc. Prof.
Hiroyuki Daimon, Assc. Prof Naohiro Goto dan para mahasiswa di Ecological
Engineering Department, Toyohashi University Technology (TUT) – Japan serta
Mr. Inokawa dan Mr. Kajitani (NEDO) atas kesempatan bergabung sebagai
anggota peneliti dalam riset kerjasama serta kesempatan untuk menimba ilmu
dalam bidang Material Flow Analysis.
Atas segala pengorbanan, dukungan, dan ketulusan serta doa yang tak putus
terutama selama penulis mengikuti program S2 dan S3 dari Mama, istriku Dian
Kemala Putri, anak-anakku Dito dan Laras, adik-adikku Dimas dan Adi, Ibu
mertua Hj. Sri Musiati, Tante Yati serta keluarga besarku, penulis ucapkan
terimakasih yang tak terhingga. Penulis juga memanjatkan doa kepada papa
Arum Utomo (alm.) dan bapak mertua H. M. Hatta (alm.) yang tidak sempat
mendampingi penulis hingga disertasi ini terselesaikan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak lain yang turut
mendukung dan membantu penulis selama ini sekaligus permohonan maaf karena
tidak dapat menyebutkan satu per satu. Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2008

Tanto Pratondo Utomo


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 7 Agustus 1968,


sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Arum Utomo, Bc.AP.
(almarhum) dan Sri Sulastri.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Bhakti Mulya
Berbantuan, Kebumen, Jawa Tengah pada tahun 1981; Sekolah Menengah
Pertama dari SMP Negeri 3 Bandarlampung pada tahun 1984; Sekolah Menengah
Atas dari SMA Negeri 3 Bandarlampung pada tahun 1987. Penulis melanjutkan
pendidikan di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung (UNILA) dan lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1993, penulis
bergabung sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung (UNILA).
Pada tahun 1997 dengan beasiswa dari Dirjen Dikti melalui BPPS, penulis
melanjutkan pendidikan pascasarjana S2 pada Program Studi Teknologi Industri,
Program Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor (PPs-IPB) dan lulus pada tahun
2000. Selanjutnya pada tahun 2001 dengan beasiswa BPPS pula, penulis
melanjutkan pendidikan program S3 pada Program Studi Teknologi Industri,
Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor (SPs IPB).
Penulis menikah dengan Dian Kemala Putri, STP., MT. pada tahun 1999
dan telah dikaruniai 2 orang anak, Dito Satrio Utomo (Dito, 7 tahun) dan Adinda
Larasati Utomo (Laras, 3,5 tahun).
Selama mengikuti pendidikan pada program S3, penulis berkesempatan
menulis beberapa artikel ilmiah yang dipresentasikan di beberapa seminar
nasional, yaitu Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT) 2002, 2004, dan 2006
di Universitas Gunadarma-Jakarta, dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan
Mikrobiologi Indonesia (PIT PERMI) tahun 2003 di Bandung; serta pada satu
seminar internasional, yaitu International Wastewater Association (IWA)
Congress di Bangkok tahun 2006. Selain itu, penulis pada bulan Desember 2005
sampai dengan Januari 2006 berkesempatan mengikuti kursus singkat dengan
topik Material Flow Analysis (MFA) yang berlangsung di Ecological Engineering
Department, Toyohashi University of Technology (TUT), Toyohashi - Japan di
bawah bimbingan Prof. Koichi Fujie.
Sebagian dari disertasi ini telah dipublikasikan pada Majalah Ilmiah
Ekonomi dan Komputer edisi Agustus 2007 no. 2/Tahun XV yang diterbitkan
oleh Universitas Gunadarma (terakreditasi no. 39/DIKTI/Kep/2004 tanggal 10
Oktober 2004) dengan judul Kajian Manfaat Ekonomis Penerapan Konsep
Produksi Bersih pada Industri Karet Remah berbasis Karet Rakyat.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xviii
DAFTAR ISTILAH ................................................................................... xx

PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
Latar Belakang …………………………………………………………... 1
Tujuan Penelitian ………………………………………………………... 4
Ruang Lingkup …………………………………………………………... 5
Manfaat Penelitian ………………………………………………………. 5

TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….... 6


Pengertian Produksi Bersih dan Penerapannya ………………………….. 6
Karet Remah (Crumb Rubber) …………………………………………... 10
Penelitian Terdahulu .................................................................................. 15

LANDASAN TEORI …………………………………………………..... 19


Metodologi Produksi Bersih …………………………………………….. 19
Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional (Guidance
materials for UNIDO/UNEP National Cleaner Production Center) 20
Petunjuk Audit dan Penurunan Emisi dan Limbah Industri (Audit
and reduction material for industrial emission and wastes) ……… 24
Metode Pengambilan Keputusan .................................................................. 28
Interpretative structural modeling (ISM) ......................................... 28
Sistem pakar ................................................................................... 30
Neraca Massa dan Neraca Energi ……………………………………….. 31
Neraca massa …………………………………………………….. 31
Neraca energi ……………………………………………………. 32
Evaluasi Ekonomis Pilihan Produksi Bersih …………………………….. 33
Parameter Mutu Lingkungan Limbah Cair Industri Karet Remah ……..... 34
Total suspended solid (TSS) ……………………………………... 34
Chemical oxygen demand (COD) ……………………………….. 35
Nitrogen amonia (NH3-N) ……………………………………...... 36
Parameter Mutu Bahan Olah Karet dan Karet Remah …………………... 36
Kadar kotoran …………………………………………………..... 36

METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………..... 37


Kerangka Penelitian …………………………………………………….. 37
Tatalaksana Penelitian ………………………………………………….... 39
Lokasi dan waktu penelitian …………………………………….. 39
Pelaksanaan penelitian ................................................................... 41
Metode penelitian ........................................................................... 41
Halaman
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 50
Potensi Komoditas Karet Alam di Provinsi Lampung ............................... 50
Agroindustri Karet Remah di Provinsi Lampung ...................................... 54
Proses penanganan lateks kebun dan pengolahan bokar pada
petani, pedagang perantara, dan Koperasi Unit Desa
(KUD) ............................................................................................ 54
Proses pengolahan karet remah di pabrik ...................................... 64
Analisis Penyebab Timbulnya Limbah pada Industri Karet Remah
berbahan baku bokar .................................................................................. 83
Struktur Sistem Industri Karet Remah berbasis Produksi Bersih .............. 87
Tujuan industri karet remah berbasis produksi bersih ................... 87
Kendala-kendala yang mungkin dihadapi dalam industri karet
remah berbasis produksi bersih ...................................................... 90
Pra-kondisi yang harus disiapkan dalam rancang bangun industri
karet remah berbasis produksi bersih ............................................. 93
Upaya Penerapan Konsep Produksi Bersih yang dapat diterapkan pada
Industri Karet Remah berbahan baku bokar ............................................... 95
Perbandingan Proses Pengolahan Karet Alam di Indonesia dengan proses
pengolahan di Malaysia dan Thailand ....................................................... 107
Rancang Bangun Industri Karet Remah berbasis Produksi Bersih ……… 108

SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 153


Simpulan ........................................................................................ 153
Saran ............................................................................................... 155

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 156

LAMPIRAN ............................................................................................... 162


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1 Upaya-upaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih …….. 9
2 Persyaratan mutu bokar (SNI 06-2047-2002) …………………... 13
3 Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) berdasarkan SK
Menteri Perdagangan RI no. 184/Kp/VI/88 – SNI 06-2046-1997 .. 14
4 Metodologi-metodologi yang digunakan dalam pengujian
produksi bersih ………………………………………………...... 20
5 Karakteristik kimiawi efluen industri karet remah ……………... 34
6 Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air 35
7 Jenis zat-zat yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji
penentuan nilai COD dan BOD ……………………………….... 35
9 Data-data yang dibutuhkan pada kajian produksi bersih pada
tingkat petani, pedagang perantara dan kelembagaan petani, dan
pabrik karet …………………………………………….................. 45
10 Sepuluh provinsi penghasil karet terbesat di Indonesia ................ 50
11 Luas areal tanam, jumlah produksi, dan produktivitas tanaman
karet di Provinsi Lampung tahun 2005 ...................................... 51
12 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya
di Provinsi Lampung tahun 2001 – 2005 ...................................... 51
13 Rata-rata kepemilikan lahan petani karet di sepuluh provinsi
penghasil karet terbesat di Indonesia ............................................ 52
14 Pabrik dan Unit Usaha pengolah lateks kebun, koagulum karet,
dan bokar di Provinsi Lampung .................................................... 53
15 Keragaan penanganan tanaman karet dan pengolahan lateks kebun
menjadi slab di beberapa kabupaten di Provinsi
Lampung ..................................................................................... 56
16 Harga beli dan jual bokar oleh beberapa pedagang perantara di
Provinsi Lampung ........................................................................ 62
17 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
bokar ............................................................................................. 72
18 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks
kebun ............................................................................................ 72
19 Hasil pengamatan karakteristik limbah cair pabrik karet remah
berbahan baku bokar ……………………………………………. 74
20 Hasil pengamatan karakteristik limbah cair pabrik karet remah
berbahan baku lateks kebun …………………………………….. 76
21 Energi listrik yang digunakan pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah ..................................................................... 77
22 Energi bahan bakar yang digunakan pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah ........................................................... 78
23 Energi manusia yang digunakan pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah ..................................................................... 80
24 Jenis masukan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet
remah ............................................................................................ 81
Tabel Halaman
25 Jenis masukan energi pada proses pengolahan lateks kebun
menjadi karet remah ……………………………………………. 82
26 Kesenjangan kondisi industri karet remah berbahan baku bokar . 98
27 Evaluasi kinerja penerapan konsep produksi bersih pada
tahapan-tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar ……………………………………………………………. 100
28 Perbedaan proses pengolahan karet alam di Indonesia, Malaysia,
dan Thailand ……………………………………………………. 107
29 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 1 …………………….. 113
30 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 2 …………………….. 116
31 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 3 …………………….. 120
32 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 4 …………………….. 124
33 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun industri karet
remah berbasis produksi bersih skenario 5 …………………….. 129
34 Rekapitulasi yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi
karet remah berbahan baku bokar pada 5 skenario ………………. 133
35 Struktur marjin tataniaga dan bagian harga bersih yang diterima
petani (% FOB SIR 20 Palembang) ……………………………. 136
36 Persentase biaya pengolahan karet pada beberapa perkebunan ... 136
37 Perbandingan pendapatan petani karet pada kondisi saat ini
dengan prediksi pendapatan petani karet yang terlibat dalam
skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih
yang direkomendasikan (skenario 5) …………………………… 145
38 Analisis sensitivitas penerapan skenario rancang bangun proses
produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan (skenario 5) ………………………………… 146
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1 Pendekatan produksi bersih UNIDO yang bersifat holistik …..... 6
2 Teknik-teknik produksi bersih ………………………………...... 8
3 Proses pengolahan karet remah SIR 3 .................……………........ 11
4 Proses pengolahan karet remah SIR 10 dan SIR 20 …………..... 12
5 Bahan panduan untuk pusat produksi bersih nasional
UNIDO/UNEP ………………………………………………….. 21
6 Petunjuk audit dan penurunan emisi dan limbah industri Technical
Report Series no. 7 ………………………................................... 25
7 Metode QuickScan ……………………………………………... 27
8 Struktur dasar sistem pakar ............................................................. 30
9 Kerangka pemikiran penelitian .................................................... 38
10 Lokasi Pengambilan Sampel di Provinsi Lampung ..................... 40
11 Diagram alir tatalaksaana penelitian ............................................ 42
12 Metodologi kajian produksi bersih .............................................. 43
13 Lima jenis penyebab dihasilkannya limbah dan emisi ................ 44
14 Jenis-jenis pilihan perbaikan dengan pendekatan produksi
bersih ............................................................................................ 44
15 Neraca material dan komponen-komponennya ............................... 46
16 Alur proses sintesis pilihan produksi bersih dalam industri karet
remah berbahan baku bokar …………………………………….. 48
17 Rangkaian kegiatan produksi karet remah tanpa adanya integrasi
antara petani karet, pedagang pengumpul, dan pabrik karet remah
di Provinsi Lampung .................................................................... 63
18 Proses pengolahan bokar menjadi karet remah SIR 20 di pabrik
karet remah responden .................................................................. 65
19 Proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah SIR 3 L dan
3 WF di pabrik karet remah responden ........................................ 66
20 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar . 68
21 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan baku lateks
kebun ............................................................................................ 69
22 Penggunaan air untuk pengolahan karet remah berbahan baku
bokar ............................................................................................. 70
23 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
bokar pada pabrik karet responden ……………………………... 73
24 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
lateks kebun pada pabrik karet responden ……………………… 75
25 Bagan alir masukan energi pada proses pengolahan karet remah .. 77
26 Persentase penggunaan energi listrik pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah ........................................................... 78
27 Persentase penggunaan energi bahan bakar pada proses
pengolahan bokar menjadi karet remah ........................................ 79
28 Persentase penggunaan energi manusia pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah ........................................................... 80
Gambar Halaman
29 Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah ........................................................... 81
30 Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan
lateks kebun menjadi karet remah ……………………………… 83
31 Sumber limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan
baku bokar ……………………………………………………… 84
32 Sumber limbah padat proses pengolahan karet remah berbahan
baku bokar ……………………………………………………… 85
33 Sumber limbah gas (malodor) proses pengolahan karet remah
berbahan baku bokar …………………………………………… 86
34 Struktur hirarki antar sub-elemen tujuan dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 89
35 Diagram klasifikasi sub-elemen tujuan dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 90
36 Struktur hirarki antar sub-elemen kendala dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 91
37 Diagram klasifikasi sub-elemen kendala dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih ………………….. 92
38 Struktur hirarki antar sub-elemen pra-kondisi dalam rancang
bangun industri karet remah berbasis produksi bersih …………. 94
39 Diagram klasifikasi sub-elemen pra-kondisi dalam rancang
bangun industri karet remah berbasis produksi bersih …………. 95
40 Profil industri karet remah berbahan bokar pada saat ini ………. 97
41 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar ……………………………………………………………. 104
42 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku
lateks kebun …………………………………………………….. 104
43 Diagram alir penggunaan energi pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah ……………………………………………. 105
44 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 1 ……………………………. 112
45 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 2 ……………………………. 115
46 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 3 ……………………………. 119
47 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 4 ……………………………. 123
48 Rancang bangun industri karet remah berbahan baku bokar
berbasis produksi bersih skenario 5 ……………………………. 128
49 Konsep pembagian kegiatan pada skenario rancang bangun proses
produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan ………………………………………………. 139
50 Konsep skema pembiayaan dan pengembalian pinjaman unit
usaha pada skenario rancang bangun proses produksi karet remah
berbasis produksi bersih ………………………………………... 143
51 Penerapan proses produksi karet remah berbasis produksi bersih
yang direkomendasikan (skenario 5) ............................................ 149
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Luas areal tanam dan jumlah produksi karet di Provinsi Lampung
tahun 2005 .................................................................................... 157
2 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya
di Provinsi Lampung tahun 2001 – 2005 ..................................... 158
3 Volume dan nilai ekspor komoditas olahan perkebunan Provinsi
Lampung tahun 2005 ................................................................... 159
4 Data luas areal tanam dan produksi tanaman karet pada setiap
kabupaten di Provinsi Lampung .................................................. 160
5 Unit pengolahan hasil komoditas utama perkebunan pada
perusahaan negara dan swasta di Provinsi Lampung ................... 161
6 Profil penanganan tanaman karet dan proses pembuatan bokar
pada tingkat petani karet .............................................................. 163
7 Data jumlah bokar, blanket basah, blanket kering dan karet remah
yang dihasilkan pada pabrik karet remah responden berbahan
baku bokar ....................................................................................... 165
8 Jenis input energi, tahapan proses, dan jumlah atau spesifikasi
peralatan yang digunakan pada proses pengolahan karet remah
pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar ........... 166
9 Penggunaan energi listrik pada pengolahan karet remah pada
pabrik karet remah responden berbahan baku bokar …………... 167
10 Penggunaan energi bahan bakar solar pada pengolahan karet
remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar ... 168
11 Penggunaan energi manusia pada pengolahan karet remah pada
pabrik karet remah responden berbahan baku bokar …………... 171
12 Data penggunaan listrik, bahan bakar, dan tenaga manusia dalam
memproduksi karet remah berbahan baku lateks kebun per bulan
di pabrik karet responden ………………………………………. 176
13 Harga peralatan pengolahan karet remah ………………………. 177
14 Rincian modal tetap unit pengolahan sit angin ………………… 178
15 Kebutuhan bahan baku dan bahan pembantu proses produksi sit
angin ……………………………………………………………. 179
16 Modal kerja per bulan unit pengolahan sit angin per kelompok
tani ............................................................................................... 180
17 Ringkasan modal kerja awal unit pengolahan sit angin per
kelompok tani ………………………………………………….. 181
18 Modal kerja unit pengolahan sit angin per kelompok tani ……... 182
19 Proyeksi laba-rugi unit pengolahan sit angin per kelompok tani . 183
20 Proyeksi arus kas unit pengolahan sit angin per kelompok tani .. 184
21 Rincian modal tetap unit pengolahan karet remah ……………... 185
22 Kebutuhan bahan baku dan bahan pembantu proses produksi
karet remah …………………………………………………….. 187
23 Ringkasan modal kerja awal unit pengolahan karet remah ……. 188
Lampiran Halaman
24 Modal kerja per bulan unit pengolahan karet remah ................... 189
25 Modal kerja unit pengolahan karet remah ................................... 190
26 Proyeksi laba rugi unit pengolahan karet remah .......................... 191
27 Proyeksi arus kas unit pengolahan karet remah ........................... 192
28 Simulasi aplikasi rancang bangun skenario proses produksi karet
remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman
karet 1.000 kg karet kering/ha./tahun .......................................... 193
29 Simulasi pendapatan petani karet yang terlibat dalam rancang
bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih pada produktivitas lahan tanaman karet 1.000 kg karet
kering/ha./tahun ............................................................................ 194
30 Simulasi aplikasi rancang bangun skenario proses produksi karet
remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman
karet turun 20 persen (800 kg karet kering/ha./ tahun) ................ 195
31 Simulasi pendapatan petani karet yang terlibat dalam rancang
bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih pada produktivitas lahan tanaman karet turun 20 persen
(800 kg karet kering/ha./tahun) ................................................... 196
32 Simulasi aplikasi rancang bangun skenario proses produksi karet
remah berbasis produksi bersih pada produktivitas lahan tanaman
karet dan turun 20 persen (800 kg karet kering/ha./ tahun) dan
harga turun 5 persen ..................................................................... 197
33 Simulasi pendapatan petani karet yang terlibat dalam rancang
bangun skenario proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih pada produktivitas lahan tanaman karet turun 20 persen
(800 kg karet kering/ha./tahun) dan harga turun 5 persen ........... 198
DAFTAR ISTILAH

Bokar : bahan olah karet.


Hammer-mills : alat untuk menyeragamkan cabikan bokar keluaran dari
mesin slab cutter dan berguna juga untuk memisahkan
kotoran dari bokar.
Jumbo mangel : mesin penggiling cabikan bokar yang telah bersih
menjadi lembaran kasar karet.
Koagulan : bahan penggumpal, umumnya asam format, yang
digunakan untuk menggumpalkan lateks kebun.
Koagulum karet : hasil proses penggumpalan lateks kebun .
Lum mangkuk : bekuan lateks kebun yang menggumpal pada mangkuk
penampung lateks yang dipasang dipohon karet
Po : nilai plastisitas karet sebelum dipanaskan atau
diusangkan pada suhu tinggi.
Macro-blending : bak untuk mencuci cabikan bokar yang dihasilkan mesin
slab cutter.
Mangel unit : mesin untuk menggiling lembaran karet kasar menjadi
lembaran karet yang siap digantung pada proses
pre-drying.
Pre-drying : proses pengeringan pendahuluan lembaran karet hasil
penggilingan bokar dengan waktu sekitar 2 minggu
untuk mempertahankan nilai Po/PRI sebelum diolah
lebih lanjut menjadi karet remah.
PRI : Plasticity Retention Index merupakan nilai plastisitas
karet setelah dipanaskan atau diusangkan pada suhu
tinggi sehingga mengalami proses oksidasi.
RSS : Ribbed Smoked Sheet atau karet asap lembaran.
SIR : Standar Indonesian Rubber.
Shredder : mesin pengecilan ukuran cabikan bokar keluaran dari
hammer-mills sebelum dibuat menjadi lembaran karet.
Sit : karet lembaran hasil proses penggilingan koagulum atau
bekuan lateks kebun.
Slab : bekuan lateks kebun yang telah digumpalkan
menggunakan koagulan dalam bentuk blok atau persegi
dengan ketebalan umumnya lebih dari 30 cm.
Slab cutter : mesin pencabik bokar yang menghasilkan cabikan bokar
dengan ukuran sekitar 2 inci.
Tunnel drier : mesin pengering remahan karet yang sebelumnya telah
melalui proses pre-drying
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebijakan pembangunan industri di Indonesia diprioritaskan pada


pengembangan tiga kelompok industri yaitu industri masa depan, basis industri
manufaktur, dan industri kecil dan menengah (IKM). Industri masa depan terdiri
dari tiga cabang industri yaitu industri berbasis agro atau agroindustri, industri alat
angkut, dan industri telematika. Basis industri manufaktur terdiri dari industri
yang menghasilkan kebutuhan masyarakat, industri pendukung pembangunan
sektor konstruksi, dan industri komponen; sedangkan industri kecil menengah
terdiri dari tujuh cabang industri yaitu industri kerajinan dan barang seni, industri
batu mulia dan perhiasan, industri gerabah/keramik hias, garam rakyat, minyak
atsiri, dan industri makanan ringan (Depperin 2005).
Karet alam merupakan salah satu dari sepuluh komoditas strategis
agroindustri dengan jumlah produksi 2,637 juta ton yang dihasilkan dari tanaman
karet seluas 3,309 juta hektar pada tahun 2006. Dari luasan lahan tersebut,
petani karet mengelola seluas sekitar 2,8 juta hektar dengan jumlah produksi 1,9
juta sedangkan sisanya dikelola oleh perkebunan negara dan perkebunan swasta.
Dari total produksi karet Indonesia tersebut, 2,286 juta ton karet diekspor ke
beberapa negara dan menghasilkan devisa sebesar sekitar 4,32 milyar dollar AS
(Ditjenbun 2006; Gapkindo 2007).
Industri karet alam di Indonesia menghasilkan produk karet yang didominasi
oleh Karet Spesifikasi Teknis (Technically Specified Rubber/TSR) yang
diperdagangkan sebagai Standard Indonesian Rubber (SIR) sebanyak 83 persen,
sedangkan sisanya berupa Ribbed Smoked Sheet (RSS), lateks pekat, dan jenis
lain. TSR atau karet remah, sebagian besar diproduksi oleh perusahaan swasta
menggunakan bahan baku karet dalam bentuk koagulum, yang dikenal dengan
istilah bahan olah karet (bokar), yang dihasilkan dari tanaman karet yang dikelola
rakyat (Ditjenbun 2006; Gapkindo 2007).
Salah satu masalah utama yang dihadapi industri karet remah dengan bahan
baku karet rakyat adalah bokar yang digunakan dalam kondisi kotor dan bermutu
rendah. Bokar bermutu rendah antara lain berupa slab dan lump yang kotor
2

dengan ketebalan lebih dari 150 mm atau termasuk mutu IV berdasarkan


persyaratan mutu bokar SNI 06-2047-2002.
Bokar kotor dan bermutu rendah menyebabkan beberapa kerugian antara lain
(1) diperlukan air dalam jumlah yang besar, terutama untuk proses pembersihan,
sehingga limbah cair yang dihasilkan lebih dari 40 m3/ton karet kering yaitu
ambang batas berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no.
51/MenLH/10/1995; (2) diperlukan energi dalam jumlah yang lebih besar
terutama untuk memisahkan kotoran yang terkandung dalam bokar; (3) dihasilkan
limbah padat berupa tatal kulit sadapan dan pasir yang memerlukan penanganan
lebih lanjut; dan (4) bau tidak sedap (malodour) akibat penguraian bahan-bahan
organik dalam serum yang berada di dalam bokar oleh mikroorganisme sehingga
menjadi masalah bagi industri karet remah yang umumnya terletak di daerah
perkotaan dan dekat permukiman penduduk seperti yang ditemui di Provinsi
Lampung dan Provinsi Sumatera Selatan.
Bokar kotor dan bermutu rendah meningkatkan biaya produksi untuk
mengolahnya menjadi karet remah akibat diperlukan air dan energi dalam jumlah
yang lebih banyak. Selain itu, limbah dalam beragam bentuk yang dihasilkan
memerlukan biaya penanganan untuk meminimalisir pencemaran lingkungan
yang mungkin ditimbulkan. Hal ini menjadi kendala bagi industri karet remah
yang harus berproduksi seefisien mungkin agar tetap dapat bersaing dengan karet
alam yang dihasilkan oleh negara lain.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
kompleks industri karet remah adalah menerapkan produksi bersih (cleaner
production). Program produksi bersih mulai dimasyarakatkan di Indonesia pada
tahun 1993 sebagai suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif
dan integratif serta perlu diimplementasikan secara berkesinambungan dalam
proses produksi dan daur ulang. Upaya pokok produksi bersih adalah mencegah,
mengurangi, dan mengeliminasi limbah atau pencemaran.
Selama ini, industri-industri dalam menangani limbah yang dihasilkan dari
proses produksinya menggunakan berbagai jenis unit pengolahan limbah (UPL)
atau dengan prinsip reaksi dan penanganan (react and treat). Dengan prinsip ini,
3

upaya penanganan dan pengolahan limbah merupakan sumber pengeluaran bagi


industri (cost center) dengan imbalan berupa terpenuhinya baku mutu lingkungan.
Hal sebaliknya, produksi bersih yang berdasarkan prinsip antisipasi dan
pencegahan (anticipate and prevent) apabila diterapkan pada tahap-tahap yang
potensial pada proses produksi, produk, atau jasa dari suatu industri maka limbah
dapat diminimalkan bahkan dihindarkan. Upaya-upaya pada penerapan
produksi bersih, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks, yaitu
good house-keeping, optimasi proses, substitusi bahan baku, teknologi baru, dan
desain produk baru.
Salah satu hasil penelitian tentang penerapan produksi bersih pada industri
karet telah dilakukan oleh Suparto dan Alfa (1996). Upaya penggunaan ulang air
pada pengolahan karet menunjukkan bahwa air buangan hammer-mill creper dan
shredder dapat digunakan ulang sebagai air proses untuk macro-blending atau
pre-breaker, sedangkan air buangan dari bak macro-blending dapat digunakan
ulang untuk membersihkan bokar setelah mengalami perlakuan untuk
meningkatkan kualitasnya. Apabila dikaitkan dengan hasil penelitian Gapkindo
(1992) maka upaya penggunaan ulang air dapat menghemat air proses sebanyak
4,4 m3/ton karet kering walaupun upaya ini hanya mencukupi sekitar 50 persen
kebutuhan air proses pembersihan bokar tahap 1.
Hal sebaliknya apabila diterapkan upaya pengolahan limbah, dalam hal ini
limbah cair, maka akan diperlukan biaya investasi, operasional, dan perawatan
UPL. Haris (2001) yang melakukan valuasi teknologi pengendalian limbah cair
industri karet remah menyatakan bahwa metode lumpur aktif yang digunakan
untuk mengolah limbah cair industri karet memberikan keluaran yang lebih baik
dibandingkan dengan metode kimia. Keluaran yang dihasilkan memenuhi baku
mutu yang ditetapkan, tetapi membutuhkan biaya operasional harian sebesar Rp.
4/kg karet kering dan lebih rendah apabila dibandingkan dengan biaya operasional
metode kimia yang sebesar Rp. 11/kg karet kering.
Kedua contoh penelitian tersebut di atas menunjukkan perbedaan hasil antara
penerapan produksi bersih dengan upaya pengolahan limbah. Produksi bersih
memberikan hasil berupa penghematan penggunaan sumber daya yang berdampak
pada penurunan biaya produksi dan jumlah limbah yang dihasilkan; sedangkan
4

upaya pengolahan limbah membutuhkan tambahan biaya walaupun berdampak


pada terpenuhinya baku mutu lingkungan.
Berdasarkan kondisi umum industri karet remah di Indonesia maka pada
penelitian ini penerapan produksi bersih dikaji pada pihak-pihak yang terlibat
dalam proses produksinya, yaitu petani karet sebagai penyedia bahan baku,
pedagang perantara dan Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai pengumpul dan
pengangkut, dan pabrik karet sebagai pengolah bahan baku menjadi karet remah,
sebagai satu kesatuan sehingga diharapkan peningkatan efisiensi dan perolehan
manfaat dapat dirasakan secara keseluruhan sekaligus menurunkan resiko
pencemaran lingkungan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.


1. Mengidentifikasi tahapan proses produksi karet remah berbahan baku bokar
yang potensial untuk penerapan konsep produksi bersih pada pihak-pihak
yang terlibat yaitu petani karet sebagai produsen bokar, pedagang perantara
dan KUD sebagai pengumpul dan pengangkut bokar, dan pabrik karet remah
sebagai pengolah bokar;
2. Menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi karet remah berbahan
baku bokar yang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi resiko
pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai
manfaat ekonomis dan lingkungan; dan
3. Menghasilkan rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku
bokar berbasis produksi bersih.

Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini, industri karet alam berbahan baku bokar yang melibatkan
(1) para petani penghasil bahan olah karet (bokar); (2) pedagang perantara dan
KUD sebagai pengumpul dan pengangkut bokar; dan (3) pabrik karet remah yang
mengolah bokar rakyat menjadi karet remah dipilih sebagai obyek penelitian
karena merupakan gambaran umum industri karet alam di Indonesia.
5

Kajian pada tingkat petani difokuskan pada proses penanganan dan


pengolahan lateks kebun menjadi bokar; pada tingkat pedagang perantara dan
KUD difokuskan pada proses penanganan bokar selama pengumpulan dan
transportasi dari petani ke pabrik karet; serta pada tingkat pabrik difokuskan pada
bagian proses pengolahan bokar menjadi karet remah yang menggunakan
sumberdaya (air dan energi) dan menghasilkan limbah dengan jenis dan jumlah
yang besar.
Selanjutnya dilakukan integrasi hasil kajian penerapan konsep produksi
bersih pada tingkat petani karet, pedagang perantara dan KUD, serta pabrik karet
untuk menghasilkan rancang bangun proses produksi karet remah berbasis
produksi bersih.
Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih dikaji
kinerjanya berdasarkan penggunaan air dan energi, jumlah dan jenis limbah
yang dihasilkan, serta penghematan yang didapatkan dengan dibandingkan
dengan industri karet remah pada saat ini.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini menghasilkan skenario rancang bangun proses produksi karet


remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih yang melibatkan petani karet,
pedagang perantara dan KUD, serta pabrik karet yang efisien dalam tahapan
proses produksi, sumberdaya (air dan energi) yang digunakan, serta minimal
dalam jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Produksi Bersih dan Penerapannya

Produksi bersih didefinisikan sebagai penerapan secara kontinyu dari strategi


pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif pada proses produksi, produk dan
jasa untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi resiko
terhadap manusia dan lingkungan akibat dari kegiatan yang dilakukan (UNEP
DTIE dan DEPA 2000). Pendekatan produksi bersih secara holistik menurut
UNIDO dalam upaya meningkatkan daya saing industri dan memenuhi
persyaratan lingkungan disajikan pada Gambar 1.

Produksi Bersih

Strategi pengelolaan
lingkungan yang bersifat
preventif yang diterapkan
pada keseluruhan siklus
produksi dan jasa
Pada tingkat sektoral

Pada tingkat perusahaan


Produk: Proses: Jasa:
• Mengurangi limbah • Konservasi bahan • Manajemen ling-
melalui desain yang baku, energi, dan air kungan yang efisien
lebih baik • Mengurangi emisi dalam perancangan
• Menggunakan pada sumbernya dan pengiriman
limbah untuk produk • Mengevaluasi opsi-
baru opsi teknologi
• Mengurangi biaya
dan resiko

Dampak:
• Peningkatan efisiensi
• Peningkatan kinerja
lingkungan
• Peningkatan keunggulan
kompetitif

Gambar 1 Pendekatan produksi bersih UNIDO yang bersifat holistik (de Bruijn
dan Hofman 2001)
7

Dalam berbagai rujukan, istilah produksi bersih dikaitkan dengan inovasi


teknologi, termasuk upaya pencegahan yang terpadu, pengendalian pencemaran,
dan bahkan remediasi serta clean-up. Akan tetapi, produksi bersih lebih tepat
diartikan sebagai pendekatan operasional ke arah pengembangan sistem produksi
dan konsumsi yang dilandasi suatu pendekatan pencegahan untuk perlindungan
lingkungan dengan tujuan akhir suatu kondisi nir limbah (zero waste) (Pauli
1997).
Produksi bersih berbeda dengan kontrol polusi Produksi bersih difokuskan
pada upaya pengurangan limbah yang dihasilkan selama siklus hidup dari suatu
produk yang dihasilkan. Upaya tersebut dilakukan untuk meminimalkan
sumberdaya dan energi yang digunakan dengan melibatkan penggunaan desain
produk, teknologi yang ramah lingkungan, proses dan kegiatan yang
meminimalkan limbah. Teknologi pengolahan limbah (end-of-pipe) tidak berarti
menjadi tidak diperlukan dengan diterapkannya produksi bersih, tetapi dengan
penerapan filosofi produksi bersih menyebabkan berkurangnya masalah limbah
dan polusi yang pada akhirnya mengurangi beban yang harus diolah dengan
teknik pengolahan limbah (Andrews et al 2002; UNEP DTIE dan DEPA 2000).
Produksi bersih diterapkan antara lain pada
1. proses produksi meliputi penghematan bahan baku dan energi, penggantian
bahan baku yang bersifat racun, dan mengurangi jumlah dan kandungan bahan
berbahaya pada limbah dan emisi yang dihasilkan;
2. desain dan pengembangan produk meliputi pengurangan dampak negatif
yang meliputi siklus hidup dari suatu produk dari bahan baku hingga
pembuangan akhir; dan
3. industri jasa meliputi penerapan pertimbangan aspek lingkungan dalam desain
dan pengadaan layanan atau jasa (UNEP DTIE dan DEPA 2000).
Beberapa upaya dan teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam penerapan
produksi bersih disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 1.
8

TEKNIK
PRODUKSI
BERSIH

Pengurangan Daur Ulang


Sumber Pencemar

Pengubahan Pengendalian Pengambilan Penggunaan


Produk Sumber Kembali Kembali
z Penggantian Pencemar Diproses untuk: z Pengembalian
Produk z Mendapatkan ke proses asal
z Pengubahan kembali bahan z Penggantian
Komposisi asal bahan baku
Produk z Memperoleh untuk proses
produk sam- lain
ping

Pengubahan Material Pengubahan Teknologi Tata Cara Operasi


Input z Pengubahan proses
z Pemurnian z Pengubahan tata z Tindakan-tindakan
material letak, peralatan atau prosedural
z Penggantian perpipaan z Pencegahan
material z Pengubahan tatanan kehilangan
dan ketentuan z Pemisahan aliran
operasi limbah
z Otomatisasi z Peningkatan
peralatan pe-nanganan
material
z Penjadwalan
produksi

Gambar 2 Teknik-teknik Produksi Bersih.


Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000)
9

Tabel 1 Upaya-upaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih


Jenis Upaya Keterangan
Good House- Penerapan produksi bersih melalui perbaikan tatacara kerja dan
keeping upaya perawatan yang memadai sehingga dihasilkan suatu
keuntungan yang nyata. Upaya ini memerlukan biaya yang
rendah.
Optimisasi Konsumsi terhadap sumberdaya yang digunakan dapat dikurangi
Proses dengan mengoptimalkan proses yang digunakan. Upaya ini
memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan housekeeping
Substitusi Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat menghindari
Bahan Baku masalah lingkungan yang mungkin timbul dengan mengganti
bahan-bahan yang berbahaya bagi lingkungan dengan bahan lain
yang bersifat lebih ramah lingkungan. Upaya ini kemungkinan
memerlukan perubahan peralatan proses produksi yang
digunakan.
Teknologi Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat mengurangi
Baru konsumsi sumberdaya dan meminimalkan limbah yang
dihasilkan melalui peningkatan efisiensi operasi/kerja. Upaya
ini umumnya memerlukan invesitasi modal yang tinggi tetapi
jangka waktu kembali modal (payback periods) umumnya
singkat
Desain Penerapan produksi bersih melalui desain produk baru
Produk Baru menghasilkan keuntungan melalui siklus hidup produk tersebut
termasuk mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya,
limbah yang dihasilkan, konsumsi energi, dan meningkatkan
efisiensi proses produksi. Desain produk baru merupakan
strategi jangka panjang yang membutuhkan peralatan produksi
baru dan upaya pemasaran yang lebih intensif, tetapi hasil yang
diperoleh sangat menjanjikan
Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000)

Keberhasilan penerapan upaya perbaikan melalui pendekatan produksi bersih


didukung antara lain melalui
1. perubahan sikap dari pihak-pihak yang terlibat didalam suatu organisasi yang
menerapkan produksi bersih dan hal ini sama pentingnya dengan penerapan
perubahan teknologi;
2. penerapan pengetahuan yang berarti peningkatan efisiensi, penerapan teknik
manajemen yang lebih baik, perbaikan teknik tata cara kerja (housekeeping
practices), dan penyempurnaan kebijakan dan prosedur kerja perusahaan; dan
3. perbaikan teknologi yang dilakukan antara lain dengan perubahan proses dan
teknologi manufaktur; perubahan penggunaan input proses (bahan baku,
sumber energi, resirkulasi air dan lain-lain); perubahan produk akhir atau
10

pengembangan produk-produk alternatif; dan penggunaan kembali limbah dan


hasil samping (UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario 2000).
Produksi bersih yang diterapkan pada berbagai bidang memberikan
keuntungan antara lain:
1. perbaikan proses produksi yang dilakukan dan produk yang dihasilkan;
2. penghematan bahan baku dan energi sehingga mengurangi biaya produksi;
3. peningkatan daya saing sebagai akibat penggunaan teknologi baru dan yang
telah diperbaiki;
4. mengurangi kekhawatiran terhadap peraturan lingkungan yang diterapkan;
5. mengurangi upaya yang berkaitan dengan penanganan, penyimpanan, dan
pembuangan bahan-bahan berbahaya;
6. meningkatkan kesehatan, keselamatan, dan moral para pekerja;
7. meningkatkan citra perusahaan; dan
8. mengurangi biaya penanganan limbah yang dihasilkan (UNEP CCP dan the
CRC WMPC 1999; UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario
2000).
Fauzi (2003) menambahkan bahwa penggerak utama untuk implementasi
prinsip produksi bersih pada suatu industri adalah
1. kebijakan pemerintah dalam bentuk peraturan atau akibat adanya tekanan
publik;
2. persaingan ekonomi; dan
3. kelayakan saintifik dan teknologi.

Karet Remah (Crumb Rubber)

Karet remah (crumb rubber) atau karet spesifikasi teknis (Technically


Spesified Rubber, TSR) mulai diproduksi secara komersial di Indonesia tahun
1968 dan skema Standard Indonesian Rubber (SIR) diterapkan pertama kali pada
tahun 1969. Teknologi pengolahan karet remah dan skema SIR mengalami
perkembangan seiring dengan usaha peningkatan efisiensi dan mutu serta kondisi
bahan olah, terutama bahan olah karet rakyat (bokar) (Suparto et al. 2002).
Karet remah diproduksi melalui tahapan pembersihan dan pengecilan ukuran
bahan baku, penggilingan, peremahan, pengeringan, dan pengempaan hingga
11

dihasilkan bongkahan karet kering. Bongkahan karet kering karet selanjutnya


dibungkus rapi dalam plastik polietilen. Bahan baku karet remah dapat berupa
lateks kebun atau bahan olah karet berupa koagulum. Bahan baku berupa lateks
kebun dapat diolah menjadi karet remah bermutu tinggi yaitu SIR 3, sedangkan
bahan baku berupa koagulum lapang, seperti slab, lump, dan ojol, diolah menjadi
karet remah SIR 10 dan SIR 20 (Maspanger dan Honggokusumo 2004). Secara
umum tahapan proses pengolahan karet remah pada pabrik pengolahan karet
remah untuk berbagai jenis mutu disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Lateks kebun

Penambahan HNS
Penerimaan, penyaringan,
(SIR3CV) atau
pengenceran, dan koagulasi Pabrik B
SMBS (SIR 3L)

Coagulum crusher
Pabrik A

Macerator/creper Macerator/creper

Hammer-mill Shredder

Dryer Dryer

Pengempaan & Pengempaan &


pengemasan pengemasan

SIR 3

Gambar 3 Proses pengolahan karet remah SIR 3 (Maspanger dan


Honggokusumo 2004).
12

Berbahan baku Lump/Slab


bokar bersih

Slicer/Slab Cutter/manual sortasi/Pre-blending

Breaker Washing Vibrator screen


+ washing tank
mangel tank

Pre-breaker

Rotary screen + Vibrator


hammermill screen

Mixing/blending/washing tank

Hammermill/ Creper Breaker Hammermill + Hammer-


vibrator screen
Granulator Hammermill halus mills

Mixing/blending/washing tank

Hammermill Static screen


/Pelletizer + mixing tank

Macerator + Creper

Shredder +
washing tank +
vibrator screen
+ creper

Rak gulung Kamar gantung angin

Creper

Shredder Creper Shredder


HM
Washing tank + vibrator screen

Dryer/Tunnel dryer

Metal detector+ Sortasi + Pengempaan + Pengemasan

Karet Remah
SIR 20

Gambar 4 Proses pengolahan karet remah SIR 10 dan SIR 20 (Maspanger dan
Honggokusumo 2004).
13

Berdasarkan jenis bahan olah karet yang telah ditetapkan, karet remah
diproduksi dengan jenis mutu SIR 3L, SIR 3 CV, dan SIR 3WF menggunakan
bahan baku lateks kebun, dan SIR 10 serta SIR 20 menggunakan bahan baku
koagulum lapangan (Suparto et al. 2002).
Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional merevisi SNI Bokar
menjadi SNI 06-2047-2002 yang bersifat wajib (Tabel 2) seperti yang diatur
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan no. 616/MPP/10/1999
(Maspanger dan Honggokusumo 2004). Bahan olah SIR 20 adalah koagulum
lapang yang harus memenuhi persyaratan dalam SNI-06-2047-2002. Standar
mutu SIR untuk berbagai jenis mutu secara lengkap disajikan pada Tabel 3.

Tabel 2 Persyaratan mutu bokar (SNI 06-2047-2002)

Persyaratan
No. Jenis Uji Lateks Sheet Slab Lump
kebun
1. Kadar Karet Kering
Mutu I (%) 28 - - -
Mutu II (%) 20 - - -
2. Ketebalan maksimum
Mutu I (mm) - 3 50 50
Mutu II (mm) - 5 100 100
Mutu III (mm) - 10 150 150
Mutu IV (mm) - - >150 >150
3. Kebersihan (B) - Tidak Tidak Tidak
terdapat terdapat terdapat
kotoran kotoran kotoran
Batas toleransi pengotor
(maks. %) 5 5 5 5
4. Jenis Koagulan - Asam semut Asam semut Asam semut
dan bahan dan bahan dan bahan
lain yang lain yang lain yang
tidak me- tidak me- tidak me-
nurunkan nurunkan nurunkan
mutu karet*) mutu karet*) mutu karet*)
serta peng- serta peng-
gumpalan gumpalan
alami alami
Keterangan:
*) bahan yang merusak mutu karet sebagai contoh pupuk TSP dan tawas.
14

Tabel 3 Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) berdasarkan SK Menteri


Perdagangan no. 184/Kp/VI/88-SNI 06-2046-1997

SKEMA SIR 3CV SIR 3L SIR 3WF SIR 5 SIR 10 SIR 20


Lateks Koagulu Koagulum lapangb
m lateks
tipisa
Kadar kotoran, % maks (b/b) 0.03 0.03 0.03 0.050 0.10 0.20
Kadar abu, % maks (b/b) 0.050 0.050 0.050 0.050 0.75 1.00
Kadar zat menguap, % maks (b/b) 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80
PRI, min 60 75 75 70 60 50
Po, min - 30 30 30 30 30
Nitrogen, % maks (b/b) 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60
Viskositas/ASHT maks, Wallace 8 - - - - -
Viskositas Mooney, ML (1 + 4) * - - - - -
1000C
Warna, maks, Lovibond - 6 - - - -
Curing characteristic **) **) **) - - -
Warna lambang pada kemasan Hijau Hijau Hijau Hijau Coklat Merah
garis
coklat
Plastik pembungkus
- warna Transp. Transp. Transp. Transp. Transp. Transp.
- tebal, mm 0.02-0.04 0.02-0.04 0.02-0.04 0.02-0.04 0.02-0.04 0.02-0.04
- titik leleh, min, 0C 108 108 108 108 108 108
Warna pita plastic Jingga Transp. Putih Putih Putih Putih
susu susu susu susu
Keterangan:
*) CV-50 : 45-55; CV-60 : 55-65; CV-70 : 65-75
**) Disertakan rheograph dari karakteristik vulkanisasinya
a) Koagulum lateks tipis adalah lateks segar yang digumpalkan dengan asam format,
kemudian digiling dengan ketebalan 1,5 – 2 cm
b) Koagulum lapang adalah kenis-jenis bahan olah karet (Bokar) baik dari perkebunan
rakyat maupun perkebunan besar yang tercantum dalam SNI Bokar.

Suparto et al. (2002) menyatakan bahwa karet remah jenis mutu SIR 20
berkembang di Indonesia akibat adanya beberapa keterbatasan yaitu:
1. Keadaan perkebunan rakyat, yang merupakan lebih dari 80 persen dari total
area tanaman karet Indonesia, sebagian besar merupakan tanaman tua dengan
produktivitas yang rendah, letaknya terpencar dan infrastruktur seperti jalan
yang kurang mendukung, sangat sulit untuk mencari bahan baku lateks cair,
dan semua karet alam yang dihasilkan oleh kebun rakyat dalam kondisi sudah
membeku baik secara alami maupun setelah penambahan koagulan; dan
2. Permintaan SIR 20 sangat tinggi sehingga memproses koagulum karet
menjadi SIR 20 sangat mudah terserap pasar (Tunas 2002).
15

Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang upaya pencegahan pencemaran lingkungan yang


disebabkan produksi karet remah menggunakan prinsip produksi bersih relatif
belum banyak dilakukan terutama yang melakukan kajian pengaruhnya apabila
diterapkan pada petani karet sebagai penghasil bokar, pedagang perantara atau
KUD sebagai pengumpul dan pengangkut bokar, dan pabrik karet yang mengolah
bokar menjadi karet remah.
Kajian upaya pencegahan pencemaran lingkungan melalui perbaikan proses
produksi karet umumnya dilakukan secara parsial, antara lain kajian penyebab
rendahnya mutu bokar yang dihasilkan petani karet dan upaya perbaikannya serta
upaya penghematan penggunaan sumber daya, dalam hal ini air, di pabrik karet
dengan proses penggunaan ulang air.
Walujono (1976) yang meneliti tentang upaya mempertahankan mutu bokar
berdasarkan nilai plasticity retention index (PRI) menyatakan bahwa
1. nilai PRI slab menurun dengan tajam setelah direndam selama 5 hari dalam air,
baik tidak mengalir dan mengalir, dan serum;
2. nilai PRI slab yang dihasilkan dengan koagulan asam format lebih tinggi
dibandingkan dengan slab yang dihasilkan menggunakan koagulan tawas,
alumunium sulfat, dant tanpa koagulan (koagulasi alami);
3. nilai PRI dapat dipertahankan dengan mengeluarkan serum sisa proses
penggumpalan lateks dengan proses pengepresan;
4. nilai PRI slab yang disimpan selama 1 bulan dapat dipertahankan dengan
penggunaan desinfektan berupa p-nitrofenol dan formalin dalam koagulan
5. nilai PRI slab dengan mutu rendah dapat dipertahankan dengan melakukan
pencampuran antara slab dengan bernilai PRI rendah dengan slab yang
bernilai PRI tinggi;
6. upaya perendaman dalam antioksidan dan senyawa pengikat logam tidak
selalu memberikan hasil yang diinginkan;
7. slab yang terlalu lama disinari matahari atau telah digiling terlalu banyak tidak
dapat dinaikkan lagi nilai PRI nya.
16

Budiman (1976) yang meneliti tentang aspek penting pada pengolahan karet
remah dari bahan baku bokar menyatakan bahwa
1. masalah utama pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lump
adalah rendahnya nilai PRI dan Po, serta tingkat keragaman nilainya yang
tinggi di lapang;
2. Nilai PRI bokar yang rendah disebabkan proses pemeraman yang lama
terutama di dalam air; sedangkan nilai Po yang rendah disebabkan akibat karet
teroksidasi pada proses pengeringan;
3. Nilai PRI dapat dicegah penurunannya dengan melakukan pemeraman bokar
secara kering di udara;
4. Untuk mendapatkan keseragaman nilai PRI, bokar diolah terlebih dahulu
dengan proses macro-blending pada cacahan dengan gilingan palu pada tangki
yang dilengkapi pengaduk yang dilanjutkan dengan proses penggilingan
menjadi lembaran pada proses micro-blending.
Suwardin et al. (1988) yang meneliti tentang jenis bokar rakyat anjuran
menyatakan bahwa bokar yang bermutu baik dihasilkan dengan
1. tidak ditambahkan kotoran baik berupa pasir, tatal, tanah maupun bahan
lainnya;
2. digunakan bahan pembeku berupa asam format dengan dosis 4 cc larutan
asam format 90 persen per kg karet kering;
3. dilakukan pengepresan bokar dengan cara digiling atau dipres;
4. dilakukan penyimpanan bokar di dalam gudang atau bedengan khusus dan
tidak dilakukan penjemuran atau perendaman dalam air.
Suwardin (1988) yang meneliti tentang model unit pengolahan sit angin
dalam upaya meningkatkan mutu bokar rakyat menyatakan bahwa dengan
menggunakan model ini maka bokar yang dihasilkan dalam bentuk sit dapat
bertahan sampai dengan 21 hari. Selain itu, unit pengolahan sit angin
menghasilkan sit dengan KKK mencapai 98 persen setelah 5 hari dan belum
tampak pertumbuhan jamur sehingga disarankan sebagai saat sit untuk dijual.
Suparto dan Alfa (1996) yang meneliti tentang daur ulang air pada
pengolahan karet menyatakan bahwa penerapan daur ulang air dapat dilakukan
dengan menggunakan air buangan hammer-mill creper dan shredder sebagai
17

umpan bak macro-blending atau pre-breaker, sedangkan air buangan dari bak
macro-blending dapat didaurulangkan setelah mengalami perlakukan untuk
meningkatkan kualitasnya.
Solichin dan Anwar (2003) yang meneliti tentang penggunaan asap cair
terhadap bau bokar menyatakan bahwa
1. asap cair dapat mengatasi masalah kerusakan bokar karena mengandung
senyawa-senyawa yang bersifat desinfektan, fenol dan derivatnya yang
bersifat antioksidan, dan senyawa-senyawa berbau khas asap seperti karbonil,
furan, fenol, sikolpenten, benzena, dan lain-lain;
2. koagulum karet yang digumpalkan asap cair (deorub) dapat disimpan selama
14 hari tanpa timbul bau busuk, sedangkan koagulum yang digumpalkan
dengan asam format dan proses koagulasi alami mengalami kerusakan dengan
timbulnya bau busuk; dan
3. tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai Po, PRI, dan VR koagulum
yang digumpalkan dengan asap cair dan asam format;
Supriadi dan Nancy (2001) yang meneliti tentang peranan dan potensi
pengembangan karet alam dalam mendukung perekonomian di Provinsi Sumatera
Selatan mengungkapkan tentang terdapatnya dua tipe desa atau daerah karet
rakyat yang sangat berbeda karakteristiknya yaitu “daerah maju” dan “daerah
belum maju”.
Lebih lanjut Supriadi dan Nancy (2001) menjelaskan bahwa “daerah maju”
umumnya terletak relatif dekat dengan jalan utama dengan pra sarana jalan yang
cukup baik, mempunyai fasilitas pasar dan penangkar bibit karet, dekat dengan
pusat informasi atau penyuluhan, dan berada di dalam atau sekitar proyek
pengembangan perkebunan karet yang berhasil. Karakteristik usahatani karet di
“daerah maju” menunjukkan bahwa bahan tanam klon unggul dan jarak tanam
yang dianjurkan telah diterapkan, kegiatan pemeliharaan tanaman telah dilakukan
dengan semestinya, dan sebagian petani telah menghasilkan bokar berbentuk slab
tipis menggunakan koagulan asam semut. “Daerah belum maju” mempunyai
karakteristik klon yang tidak jelas jenisnya, jarak tanam tidak teratur dengan
populasi padat, melakukan penyadapan berat, input pemupukan rendah, bokar
berbentuk slab tebal yang terampur skrep dan kotoran.
18

Haris (2006) yang meneliti tentang rekayasa model aliansi strategis sistem
agroindustri crumb rubber menyimpulkan bahwa
1. model aliansi strategis merupakan bentuk kelembagaan kerjasama jangka
panjang yang menempatkan petani karet dan pengusahan agro industri crumb
rubber sebagai pelaku utama yang dijembatani oleh lembaga ekonomi petani;
2. model aliansi strategis sistem agroindustri crumb rubber dilandasi oleh tujuan
utama meningkatkan sinergi penggabungan sumberdaya dan kompetensi yang
dimiliki oleh petani dan pengusaha agroindustri crumb rubber;
3. tujuan ini selanjutnya menjadi daya dorong terciptanya akses petani terhadap
simpul pengolahan dan pemasaran produk crumb rubber dan menjamin
kontinuitas pasok bokar sebagai bahan baku bagi agroindustri crumb rubber;
dan
4. tujuan ini menjadi perantara terciptanya koordinasi vertikal rantai pasokan
sistem komoditas crumb rubber untuk mencapai rantai nilai yang optimal dan
memberikan distribusi marjin yang proporsional terhadap pelaku transaksi dan
meningkatkan daya saing karet alam di pasar internasional.
LANDASAN TEORI

Metodologi Produksi Bersih

Pengkajian pada produksi bersih berupa suatu metodologi untuk


mengidentifikasi tahap-tahap yang tidak efisien dalam penggunaan bahan baku
dan manajemen penanganan limbah yang tidak baik dengan memfokuskan pada
aspek lingkungan sehingga berdampak pada kegiatan proses suatu industri.
Berbagai organisasi telah menghasilkan pedoman yang menjelaskan metodologi
yang digunakan untuk produksi bersih, walaupun secara prinsip metodologi yang
dikemukakan memiliki kesamaan satu dengan lainnya. Prinsip dasar dari semua
metodologi tersebut adalah memusatkan perhatian pada proses produksi yang
dilakukannya dengan tujuan untuk mengidentifikasi bagian atau tahap yang
mempunyai kemungkinan untuk diefisienkan penggunaan bahan baku, dikurangi
penggunaan bahan-bahan berbahaya dan limbah yang dihasilkan (UNEP 1995
dalam UNEP DTIE and DEPA 2000). Metodologi-metodologi yang dihasilkan
oleh beberapa organisasi dan umum digunakan dalam pengujian produksi bersih
disajikan pada Tabel 4.
Van Berkel (1995) menyatakan bahwa kajian produksi bersih difokuskan
pada proses produksi yang menghasilkan limbah sehingga perlu dilakukan
pengujian dan re-evaluasi pada tahapan proses produksi tersebut. Kegiatan
re-evaluasi adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi sumber (source identification) yang dilakukan dengan
inventarisasi material yang masuk dan keluar dari proses yang berkaitan
dengan biaya sehingga dihasilkan suatu diagram alir proses yang
memungkinkan untuk identifikasi semua sumber limbah dan emisi yang
dihasilkan.
2. Evaluasi penyebab (cause evaluation) berupa penyelidikan terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan komposisi limbah dan emisi
yang dihasilkan dan selanjutnya daftar kemungkinan penyebab limbah dan
emisi digunakan untuk menguji semua kemungkinan faktor penyebab yang
mempengaruhi volume dan atau komposisi limbah dan emisi.
20

3. Perolehan pilihan yang mungkin diterapkan (option generation) yang


dilakukan untuk menghilangkan atau mengontrol setiap penyebab
dihasilkannya limbah dan emisi. Pendekatan produksi bersih atau
teknik-teknik pencegahan dalam konteks konsep digunakan untuk
menghasilkan pilihan-pilihan produksi bersih. Pada saat pilihan produksi
bersih teridentifikasi, maka selanjutnya dilakukan evaluasi seperti layaknya
suatu investasi atau inovasi.

Tabel 4 Metodologi-metodologi yang digunakan dalam pengkajian produksi


bersih

Organisasi Dokumen Metodologi


UNEP (1996) Guidance Materials for 1. Perencanaan dan organisasi
UNIDO/UNEP National 2. Pra pengkajian
Cleaner Production Center 3. Pengkajian
4. Evaluasi dan studi kelayakan
5. Implementasi dan kontinyuitas
UNEP (1991) Audit and Reduction Manual for 1. Pra pengujian
Industrial Emission and Wastes. 2. Neraca material
Technical Report Series no. 7 3. Sintesis
Dutch PREPARE Manual for the 1. Perencanaan dan organisasi
Ministry of Prevention of Wastes and 2. Pengkajian
Economic Emissions 3. Studi kelayakan
Affairs (1991) 4. Implementasi
USEPA (1992) Facility Pollution Prevention 1. Pengembangan program pen-
Guides cegahan polusi
2. Pengkajian pendahuluan
Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000)

Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional UNIDO/UNEP


(Guidance Materials for UNIDO/UNEP National Cleaner Production Center)

Metodologi yang terdapat pada dokumen Bahan Panduan untuk Pusat


Produksi Bersih Nasional UNIDO/UNEP, secara garis besar disajikan pada
Gambar 5.
21

Fase 1: Perencanaan dan organisasi


• Mendapatkan komitmen pihak manajemen
• Menetapkan anggota tim
• Mengembangkan kebijakan, tujuan, dan target
• Merencanakan pengkajian produksi bersih

Fase 2: Pra pengkajian (kajian kualitatif)


• Deskripsi dan bagan alir perusahaan
• Inspeksi
• Menetapkan fokus

Fase 3: Pengkajian (kajian kuantitatif)


• Pengumpulan data-data kuantitatif
• Pembuatan neraca material
• Mengidentifikasi peluang penerapan produksi
bersih
• Mendata dan mengurutkan pilihan-pilihan

Fase 4: Evaluasi dan Studi Kelayakan


• Evaluasi pendahuluan
• Evaluasi teknis
• Evaluasi ekonomis
• Evaluasi lingkungan
• Pemilihan pilihan-pilihan yang layak

Fase 5: Implementasi dan kontinyuasi


• Persiapan rencana implementasi
• Implementasi pilihan-pilihan terpilih
• Memonitor kinerja
• Menjaga keberlangsungan aktivitas produksi
bersih

Gambar 5 Bahan Panduan untuk Pusat Produksi Bersih Nasional


UNIDO/UNEP (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000).

1. Perencanaan dan organisasi


Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan komitmen terhadap kegiatan
produksi bersih, menciptakan sistem, mengalokasikan sumber daya, dan
merencanakan secara detil kegiatan yang akan dilakukan. Perencanaan dan
organisasi dijabarkan dalam (1) organisasi proyek; (2) kebijakan lingkungan
yang meliputi strategi, tujuan, dan target; dan (3) rencana kerja (UNEP 1995
dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000).
22

2. Pra pengkajian (kajian kualitatif)


Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum
perusahaan yang antara lain meliputi aspek produksi dan lingkungan. Kajian
terhadap proses produksi yang dihasilkan dari fase ini dijabarkan dalam
bentuk diagram alir yang memberikan informasi tentang masukan-masukan
yang digunakan (inputs), keluaran-keluaran yang dihasilkan (outputs), dan
masalah lingkungan yang ditimbulkan.
Fase pra pengkajian ini terdiri dari (1) deskripsi dan diagram alir
perusahaan yang menggambarkan kegiatan dalam perusahaan yang antara lain
terdiri dari kegiatan pembersihan, penyimpanan dan penanganan bahan,
ancillary operations (kondisi dingin, uap, dan gas yang dihasilkan), perawatan
dan perbaikan peralatan, bahan-bahan yang sulit dikenali pada aliran keluaran
seperti pelumas, katalis, dan lain-lain, hasil samping yang dilepaskan ke
lingkungan berupa emisi; (2) inspeksi terhadap proses produksi yang dimulai
dari awal proses produksi hingga proses berakhir dan difokuskan pada bagian
dihasilkannya produk, limbah, dan emisi dengan dilakukan wawancara dengan
operator untuk mendapatkan masukan dan dapat menjadi sumber ide untuk
mendapatkan peluang produksi bersih; dan (3) penetapan fokus produksi
bersih pada n bagian-bagian proses yang penting untuk dikaji lebih dalam
dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu menghasilkan limbah dan emisi
dalam jumlah yang besar, menggunakan atau menghasilkan bahan dan bahan
kimia berbahaya, menyebabkan kerugian finansial yang besar, mempunyai
keuntungan dari penerapan produksi bersih yang besar; dan (e) dianggap
menjadi masalah oleh semua pihak yang terlibat (UNEP 1995 dalam UNEP
DTIE dan DEPA 2000).

3. Pengkajian (kajian kuantitatif)


Tujuan dari fase ini adalah untuk mengumpulkan data dan mengevaluasi
kinerja lingkungan dan efisiensi produksi dari suatu perusahaan. Data yang
terkumpul tentang aktivitas manajemen dapat digunakan untuk memonitor dan
mengontrol efisiensi proses secara keseluruhan, menentukan target dan
menghitung indikator bulanan atau tahunan.
23

Fase pengkajian terdiri dari (1) pengumpulan data kuantitatif yang


antara lain berupa data tentang jumlah bahan yang digunakan dan limbah serta
emisi yang dihasilkan per skala produksi berdasarkan data dari perusahaan
atau pengukuran langsung; (2) neraca material untuk menghitung bahan baku
dan jasa atau tenaga kerja yang digunakan selama proses, dan kehilangan,
limbah dan emisi yang dihasilkan dengan mengikuti prinsip “yang masuk ke
dalam pabrik atau proses harus sama dengan yang keluar” (what comes into a
plant or process must equal what comes out); (3) identifikasi peluang
penerapan produksi bersih yang ditentukan oleh pengetahuan dan kreativitas
dari para anggota tim dan staf perusahaan dengan melakukan tukar pikiran
dan diskusi (brainstorming) antar bagian yang berbeda dalam suatu
organisasi dan sumber lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan
peluang-peluang penerapan produksi bersih adalah buku pedoman yang
digunakan, pihak luar industri atau konsultan, asoasiasi perdagangan,
akademisi, pusat inovasi, lembaga penelitian, badan pemerintah, pemasok
peralatan, pusat informasi, seperti UNEP atau UNIDO, pustaka dan basis data
elektronik; dan (4) mencatat dan mengurutkan pilihan-pilihan untuk
menentukan peluang yang dapat langsung diterapkan atau memerlukan
pengkajian lebih lanjut (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000).

4. Fase evaluasi dan studi kelayakan


Tujuan dari fase ini adalah untuk mengevaluasi peluang-peluang
produksi bersih yang diajukan dan untuk memilih peluang yang layak untuk
diterapkan berdasarkan (1) evaluasi ekonomi yang bertujuan untuk
mengevaluasi kefektifan biaya dari suatu peluang produksi bersih dengan
kriteria yang digunakan adalah payback period, net present value, atau
internal rate of return (IRR); (2) evaluasi teknis yang bertujuan untuk
mengetahui dampak potensial produk, proses produksi, dan keamanan yang
ditimbulkan dari perubahan akibat penerapan peluang produksi bersih; (3)
evaluasi aspek lingkungan yang bertujuan untuk menentukan dampak negatif
atau positif dari penerapan peluang produksi bersih antara lain berkurangnya
jumlah bahan berbahaya yang digunakan dan atau jumlah limbah dan emisi
yang dihasilkan, perubahan jumlah dan toksisitas dari limbah dan emisi yang
24

dihasilkan, perubahan konsumsi energi, perubahan konsumsi material,


perubahan tingkat penguraian limbah atau emisi, perubahan penggunaan
bahan baku yang terbarukan, perubahan penggunaan kembali aliran limbah
dan emisi, dan perubahan pengaruh lingkungan dari produk; dan (4)
penentuan pilihan menggunakan metode analisis peringkat atau
pembandingan untuk penentuan prioritas peluang yang akan diterapkan
(UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000).

5. Fase implementasi dan keberlanjutan


Tujuan dari fase terakhir dalam produksi bersih ini adalah untuk
memastikan pilihan yang dihasilkan dari fase-fase sebelumnya
diimplementasikan dan menghasilkan pengurangan penggunaan sumber daya
dan limbah yang dihasilkan dimonitor secara terus menerus yang dijabarkan
dalam (1) mempersiapkan rencana implementasi berupa pembuatan detil
aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan, cara aktivitas tersebut dilakukan,
sumberdaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaannya, personal yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas yang dilakukan, dan jadwal
pelaksanaannya; (2) menerapkan pilihan produksi bersih terpilih yang
kemungkinan berupa modifikasi prosedur dan atau proses dan kemungkinan
memerlukan peralatan baru; dan (c) pemantauan kinerja secara priodik dari
penerapan kegiatan produksi bersih terpilih terhadap pengurangan limbah dan
emisi yang dihasilkan per unit produksi, pengurangan konsumsi sumberdaya,
termasuk energi, per unit produksi, dan peningkatan keuntungan yang
dihasilkan (UNEP 1995 dalam UNEP DTIE dan DEPA 2000).

Petunjuk Audit dan Penurunan Emisi dan Limbah Industri (Audit and
Reduction Manual for Industrial Emission and Wastes)

Metodologi ini terdiri dari 3 fase utama yaitu Analisis Pendahuluan


(Preliminary Analysis), Pembuatan Neraca Material (Material Balancing), dan
Sintesis (Synthesis) (UNEP 1991 dalam FHBB 2005). Diagram alir metodologi
ini disajikan pada Gambar 6.
25

Pengkajian Produksi Bersih Fase 1

Analisis Pendahuluan
QuickScan

Keputusan: analisis lebih lanjut

Pengkajian Produksi Bersih Fase 2

Pembuatan neraca bahan


Analisis kondisi terkini

Pengkajian Produksi Bersih Fase 3

Sintesis
Evaluasi terhadap hasil pengukuran
dan persiapan suatu rencana
tindakan

Keputusan: implementasi

Penyelesaian Proyek

Implementasi
Upaya perbaikan diterapkan dan
efisiensinya dikaji

Gambar 6 Petunjuk Audit dan Penurunan Emisi dan Limbah Industri.


Technical Report Series no. 7 (UNEP 1991 dalam FHBB 2005).

1. Analisis Pendahuluan
Fase ini merupakan suatu cara sistematis untuk mempersempit
kemungkinan atau pilihan yang penerapan produksi bersih yang potensial
dengan metode QuickScan. Hasil yang diperoleh dari analisis pendahuluan
adalah teridentifikasi bagian dari proses produksi yang berpotensi untuk
diterapkan prinsip produksi bersih dan cakupan untuk analisis lebih lanjut
(UNEP 1991 dalam FHBB 2005).
QuickScan merupakan kajian awal tentang proses produksi dari suatu
perusahaan yang dilanjutkan dengan analisis singkat serta menjadi indikator
26

dari potensi penerapan produksi bersih (Buser dan Walder 2002). Prinsip
dasar dari metode QuickScan adalah telaah secara cepat aliran material dari
suatu perusahaan atau industri untuk mengkaji cakupan dari kegiatan
pencegahan pencemaran dengan perusahaan atau industri yang dikaji berperan
pasif. Pada banyak kasus, data didapatkan dari hasil kunjungan berupa
penilaian pakar yang berkompeten dan dikombinasikan dengan data yang
diperoleh dari perusahaan.
Keluaran dari metode Quick Scan adalah gambaran tentang aliran
material secara keseluruhan dan hal-hal yang dapat menjadi kajian yang lebih
spesifik untuk potensi penerapan produksi bersih dan pencegahan pencemaran.
Metode QuickScan membutuhkan waktu yang lebih singkat yaitu berkisar
antara 0,5 – 3 hari dan lebih singkat dibandingkan dengan metode lain, seperti
PRISMA (Project Industriële Successen Met Afvalpreventie) (de Bruijn dan
Hofman 2001; Buser dan Walder 2002).
Metode QuickScan yang digunakan pada analisis pendahuluan
memberikan jawaban antara lain terhadap 1) sumber-sumber utama penyebab
polusi lingkungan dan biaya produksi; 2) kuantitas material dan atau energi
yang digunakan; 3) limbah atau cemaran dan emisi yang dihasilkan; dan 4)
proses penyimpanan dan transportasi dilakukan secara terorganisir (FHBB
2005).
De Bruijn dan Hofman (2000) menyimpulkan bahwa metode QuickScan
merupakan metode yang relatif murah untuk diterapkan, membutuhkan sedikit
keterlibatan perusahaan, dan difokuskan pada pemetaan potensi pencegahan
pencemaran. Metode QuickScan secara rinci disajikan pada Gambar 7.
Tahap persiapan dalam QuickScan berupa kajian pustaka yang sesuai
dengan industri yang dikaji dan pengalaman-pengalaman sebelumnya tentang
produksi bersih pada industri yang sejenis. Tahap ini menghasilkan
pengetahuan dasar tentang produksi bersih pada industri yang bersangkutan
(FHBB 2005).
Prosedur yang digunakan pada QuickScan adalah berupa wawancara
dan peninjauan terhadap fasilitas produksi bersama dengan manajer produksi
industri tersebut untuk mendapatkan data-data operasional yang penting dan
27

untuk pembuatan checklist. Tahap ini menghasilkan suatu gambaran


tentang aliran proses dan data-data serta informasi yang diperlukan
selanjutnya. (FHBB 2005).

QuickScan Fase 1

1. Persiapan
Perolehan informasi

QuickScan Fase 2

2. Prosedur
Wawancara dan kunjungan pabrik

QuickScan Fase 3

3. Evaluasi
Analisis data dan evaluasi

QuickScan Fase 4

4. Laporan singkat
Hasil dan aktivitas

Diskusi tentang pengujian


produksi bersih

Gambar 7 Metode QuickScan (FHBB 2005).

Tahap evaluasi dalam QuickScan dilakukan dengan mengkaji proses,


material, dan energi yang digunakan dengan bantuan diagram alir proses
produksi yang digunakan pada industri yang bersangkutan. Analisis secara
sistematik dapat dilakukan dengan bantuan piranti lunak antara lain
EcoInspector. Hasil dari tahap ini adalah pilihan produksi bersih yang
potensial diterapkan teridentifikasi dan teruji (FHBB 2005).
28

Laporan singkat QuickScan berupa kesimpulan dari data-data yang


terkumpul dan hasil evaluasinya. Diskusi dilakukan dengan pihak
manajemen tentang pilihan penerapan produksi bersih yang potensial dan
rekomendasinya jika pengkajian produksi bersih perlu dilanjutkan (FHBB
2005).

2. Pembuatan neraca material


Fase ini dilakukan dengan melakukan analisis mendalam terhadap
bagian dari proses produksi yang terpilih dari hasil analisis pendahuluan.
Bagian proses produksi yang terpilih untuk dikaji diilustrasikan dalam bentuk
diagram yang menyajikan secara detil tentang aliran material dan energi
sehingga dihasilkan data tentang masukan, keluaran, emisi, limbah, dan biaya.
Fase ini menghasilkan gambar terkini tentang proses produksi dan
teridentifikasi kelemahan atau kekurangannya (UNEP 1991 dalam FHBB
2005).

3. Sintesis
Fase ini dilakukan dengan melakukan evaluasi teknis, ekonomis,
ekologis, dan kriteria organisasi (kondisi TARGET). Hasil dari fase ini
adalah prioritas-prioritas untuk kegiatan implementasi berdasarkan hasil
perhitungan terkoreksi dan rencana tindakan (UNEP 1991 dalam FHBB 2005).

Metode Pengambilan Keputusan

Interpretative Structural Modelling (ISM)


Teknik ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process)
yaitu menghasilkan model-model struktural guna memotret perihal yang
kompleks dari suatu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan
menggunakan grafis serta kalimat. Teknik ISM merupakan salah satu teknik
permodelan sistem untuk menangani kebiasaan yang sulit diubah dari perencana
jangka panjang yang sering menetapkan secara langsung teknik penelitian
operasional dan atau aplikasi statistik deskriptif (Marimin 2004).
Metode dan teknik ISM dibagi menjadi dua bagian yaitu penyusunan hirarki
dan klasifikasi sub-elemen. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dari struktur di
29

dalam suatu sistem yang memberikan manfaat yang tinggi guna meramu sistem
secara efektif dan untuk pengambilan keputusan (Eriyatno 1999). Menurut Hill
dan Wartfield (1972) dalam Saxena et al. (1992), program dapat dibagi menjadi
sembilan elemen yaitu
1. sektor masyarakat yang terpengaruhi;
2. kebutuhan dari program;
3. kendala utama;
4. perubahan yang dimungkinkan;
5. tujuan dari program;
6. tolok ukur untuk menilai setiap tujuan;
7. aktivitas yang dibutuhkan guna merencanakan tindakan;
8. ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas;
9. lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.
Metodologi ISM yang dikembangkan oleh Saxena et al. (1992) diarahkan
untuk memperoleh struktur hirarki sub-elemen di dalam elemen-elemen sistem
berdasarkan hubungan kontekstual dalam bentuk hubungan V, A, X, O yang
kemudian dikenal dengan istilah ISM VAXO. Hubungan kontekstual anatar
sub-elemen di dalam ISM VAXO menunjukkan hubungan yang bersifat langsung
dan tidak menunjukkan hubungan antara sub-elemen yang bersifat tidak langsung.
Simbol VAXO antar sub-elemen pada matriks SSIM akan tergantung dari sifat
hubungan antara elemen tersebut yaitu
V adalah eij = 1 dan eji = 0
A adalah eij = 0 dan eji = 1
X adalah eij = 1 dan eji = 1
O adalah eij = 0 dan eji = 0
dengan simbol angka 1 menunjukkan adanya hubungan kontekstual dan simbol 0
menunjukkan tidak terdapat hubungan kontekstual antar sub-elemen. SSIM
selanjutnya ditrasformasi menjadi RM yang merupakan matriks bilangan biner.
Saxena et al. (1992) juga mengembangkan metode klasifikasi sub-elemen
yang distrukturisasi berdasarkan tingkat driver power dan dependence serta
menentukan elemen kunci dari sistem yang dikaji. Klasifikasi sub-elemen dibagi
menjadi empat struktur yaitu
30

1. sektor 1: weak driver – weak dependent variables (autonomous) yang berisi


peubah yang umumnya tidak berkaitan dengan sistem dan mungkin
mempunyai hubungan yang kecil walaupun dapat saja hubungan tersebut kuat;
2. sektor 2: weak driver – strongly dependent variables (dependent) yang berisi
peubah tidak bebas;
3. sektor 3: strong driver – strongly dependent variables (linkage) yang berisi
peubah yang harus dikaji secara hati-hati karena hubungan antar peubah yang
tidak stabil dan setiap tindakan pada peubah ini dapat memberikan dampak
terhadap peubah lainnya dan umpan balik pengaruhnya dapat memperbesar
dampak;
4. sektor 4: strong driver – weak dependent variables (independent) yang berisi
bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas.

Sistem Pakar
Sistem pakar menurut Hart (1986) didefinisikan sebagai program komputer
yang memiliki basis pengetahuan yang luas dalam domain yang terbatas dan
menggunakan penalaran yang kompleks untuk menjalankan tugas yang biasa
dilakukan oleh seorang ahli. Sistem pakar bersifat interaktif dan mempunyai
kemampuan untuk menjelaskan hal yang ditanyakan oleh pengguna.
Struktur dasar sistem pakar tersusun atas tiga komponen utama yaitu sistem
berbasis pengetahuan, mekanisme inferensi, dan struktur penghubung antara
pengguna dan sistem (Lyons 1994).

Basis pengetahuan

Mekanisme Struktur
inferensi penghubung Pengguna

Gambar 8 Struktur dasar sistem pakar (Lyons, 1994)


31

Aktivitas pengembangan sistem pakar terdiri dari beberapa unsur yang


saling berinteraksi yaitu ahli (pakar), knowledge engineer, alat pengembang
sistem pakar, dan pengguna (Waterman 1986).
Pakar adalah seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan dan kemampuan
mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dan berfungsi sebagai penyedia
informasi, pemecah masalah, dan pemberi penjelasan jika informasi yang
diberikan kurang dipahami (Hart 1986). Knowledge engineer adalah orang yang
memiliki latar belakang pengetahuan tentang komputer dan kecerdasan buatan
serta mengerti cara pengembangan sistem pakar. Alat pengembang sistem pakar
merupakan bahasa pemrograman yang dibuat oleh programmer sehingga menjadi
perangkat lunak yang bersifat interaktif dan dapat digunakan oleh pengguna dan
knowledge engineer (Waterman 1986).
Sistem pakar yang dibentuk menggunakan bahasa komputer sangat perlu
untuk mengerti bahasa manusia. Masalah yang timbul adalah terdapat banyak
keambiguan dalam bahasa manusia sehingga tidak dapat diselesaikan dengan
logika biasa sehingga memerlukan perangkat logika yang mampu
mengekspresikan keambiguan tersebut (Marimin 2004).
Untuk mengatasi hal tersebut maka pada pengembangan sistem pakar dapat
menggunakan logika fuzzy yang pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A.
Zadeh pada tahun 1965. Logika fuzzy merupakan bagian dari logika boolean
yang digunakan untuk menangani konsep derajat kebenaran, yaitu nilai kebenaran
antara benar dan salah. Logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik
dan verbal. Dalam logika fuzzy terdapat beberapa proses yaitu penentuan gugus
fuzzy, penerapan aturan if-then, serta proses inferensi fuzzy (Marimin 2004).

Neraca Massa dan Neraca Energi

Neraca Massa
Neraca massa atau neraca berat (weight balance) seringkali disebut sebagai
neraca material dalam industri kimia. Suatu neraca massa dapat bermakna tanpa
adanya neraca energi, tetapi sebaliknya suatu neraca energi membutuhkan
pengetahuan tentang massa dan komposisi dari semua aliran yang ada dalam
neraca. Kombinasi dari neraca massa dan neraca energi merupakan suatu alat
32

yang penting untuk evaluasi yang efektif terhadap proses rutin suatu industri
kimia (Clausen dan Mattson 1978).
Neraca massa dibuat berdasarkan konsep hukum kekekalan (konservasi)
materi yang menyatakan bahwa atom-atom tidak dapat diciptakan atau
dihancurkan. Atom-atom yang masuk ke dalam suatu sistem terakumulasi dalam
sistem atau meninggalkannya (Clausen dan Mattson 1978). Hal ini dinyatakan
dalam persamaan berikut:
Akumulasi dari atom j total atom j yang total atom j yang
dalam sistem = memasuki sistem - meninggalkan sistem (1)

Dengan menjumlahkan seluruh atom yang masuk dan meninggalkan sistem, total
neraca material yang dihasilkan menjadi:
Total akumulasi dalam total massa total massa
sistem = memasuki sistem - meninggalkan sistem …(2)

Jika tidak terjadi akumulasi dalam sistem maka persamaan 2 direduksi menjadi
sebagai berikut:
total massa total atom massa
memasuki sistem = meninggalkan sistem ………….... (3)

Neraca massa dibuat berdasarkan beberapa tahap yaitu


1. Menggambarkan aliran proses yang telah disederhanakan dalam bentuk
diagram;
2. Menempatkan data-data yang tersedia pada aliran proses yang telah dibentuk
dalam suatu diagram menggunakan satuan unit tertentu (metric system atau the
American engineering system);
3. Membuat semua persamaan kimia untuk reaksi kimia yang terjadi di dalam
proses; dan
4. Memilih basis yang digunakan untuk perhitungan (Clausen dan Mattson
1978).

Neraca Energi
Neraca energi dibuat berdasarkan hukum termodinamika pertama tentang
kekekalan energi. Hukum termodinamika pertama diterapkan dalam bentuk
neraca energi dengan persamaan sebagai berikut:
33

Energi yang terakumulasi = energi yang – energi yang


dalam sistem masuk keluar …. …… (4)

Neraca energi dibuat dengan tahapan yang sama seperti pembuatan neraca
massa dan semua jenis energi yang terdapat dalam sistem harus diekspresikan
dalam satuan unit yang sama (metric system atau the American engineering
system). Jenis-jenis energi yang digunakan dalam neraca energi adalah energi
potensial, energi kinetik, energi termal (thermal energy), energi kerja (work
energy), dan energi dalam (internal energy) (Clausen dan Mattson 1978).
Energi yang merupakan salah satu input dalam proses produksi pertanian
memiliki beberapa bentuk, antara lain energi langsung, energi tidak langsung, dan
energi biologis. Energi yang digunakan dalam proses produksi dan pengolahan
karet remah dapat dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu energi langsung dan
energi tidak langsung. Energi langsung adalah bentuk energi yang digunakan
secara langsung dalam proses produksi yang antara lain berupa energi bahan bakar
dan energi manusia. Energi tidak langsung adalah energi yang digunakan untuk
membentuk barang atau memberikan masukan atau energi yang tidak langsung
berhubungan dengan proses produksi yang antara lain berupa energi biomassa dan
energi alat mesin. Jumlah energi langsung dan tidak langsung yang telah
digunakan dalam memproduksi suatu barang disebut embodied energy (Abdullah
1987)

Evaluasi Ekonomis Pilihan Produksi Bersih

Evaluasi ekonomis terhadap pilihan produksi yang dihasilkan ditentukan


menggunakan instrumen berupa pemulihan modal dengan rangkaian pembayaran
berjumlah sama (Thuesen dan Fabrycky 2002). Hal ini dinyatakan dengan

(1 + i)n - 1
P=A ………………………………… (5)
n
i(1 + i)
Keterangan:
P : investasi atau biaya yang harus dikeluarkan
A : penyusutan
i : suku bunga (persen)
n : umur ekonomis alat (tahun)
34

Persamaan di atas menggambarkan biaya yang harus dibayarkan apabila


terjadi suatu penerapan teknologi baru atau penghematan yang terjadi dengan
berkurangnya investasi yang harus dikeluarkan pada tingkat suku bunga tertentu
yang berlaku, selama umur ekonomisnya, dan pada satu satuan produk yang
dihasilkan.

Parameter Mutu Lingkungan Limbah Cair Industri Karet Remah

Industri karet remah mempunyai potensi mencemari lingkungan karena


mengandung bahan organik berupa senyawa karbon, nitrogen, dan ortofosfat yang
relatif tinggi sehingga berpotensi menyebabkan proses eutrofikasi dan dapat
menstimulasi pertumbuhan ganggang secara cepat (Metcalf dan Eddy 1991).
Karakteristik kimiawi dan baku mutu limbah cair industri karet remah disajikan
pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik kimiawi efluen industri karet remah

Parameter Kisaran Baku mutu


(Revisi Kep. MenLH
51/MenLH/10/1995
Kadar maks. Beban maks.
(kg/ton karet
kering)
Partikel kasar (kg/ton produk) 175 - -
Partikel terapung (kg/ton produk) 25 - -
TSS (ppm) 300-700 100 4,0
BOD (ppm) 300-600 60 2,4
COD (ppm) 600-900 200 8,0
Nitrogen amonia (NH3-N) (ppm) 8-30 5 0,3
Nilai pH 5.5-6.5 6,0-9,0 -
Jumlah limbah (m3/ton produk) 40 40 -
Transparansi (cm) 3-7 - -
Sumber: Tunas (2002)

Total Suspended Solid (TSS)


TSS atau total zat padat tersuspensi diklasifikasikan menjadi zat padat
terapung yang bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis
dan anorganis. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam
keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya
beratnya. Penentuan zat padat terendap ini dapat melalui volumenya yang
disebut dengan analisis volume lumpur (sludge volume) dan dapat melalui
35

beratnya yang disebut dengan analisis lumpur kasar atau umumnya disebut zat
padat terendap (settleable solids) (Alaerts dan Santika 1984).

Chemical Oxygen Demand (COD)


COD atau kebutuhan oksigen secara kimia adalah jumlah oksigen (mg O2)
yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam 1 liter
sampel air atau limbah cair dengan K2Cr2O7 digunakan sebagai oksidator
(oxidizing agent) (Alaerts dan Santika 1984; APHA 1992). Analisis COD
berbeda dengan analisis BOD namun perbandingan antara nilai COD dan nilai
BOD5 dapat ditetapkan seperti yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air


Jenis air BOD5/COD
Air buangan domestik (penduduk) 0,40 – 0,60
Air buangan domestik setelah pengendapan primer 0,60
Air buangan domestik setelah pengolahan biologis 0,20
Air sungai 0,10
Sumber: Alaerts dan Santika (1984)

Zat organik yang terdapat dalam air dan limbah cair tidak semuanya dapat
dioksidasi melalui uji penentuan nilai COD dan BOD5. Tabel 7 menunjukkan
jenis zat organik dan anorganik yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji
penentuan nilai COD dan BOD5.

Tabel 7 Jenis zat-zat yang dapat atau tidak dapat dioksidasi melalui uji
penentuan nilai COD dan BOD
Jenis zat organik/anorganik Dapat dioksidasi melalui uji
COD BOD5
Zat organik yang biodegradable
(protein, gula, dan sebagainya) x x
Selulosa dan sebagainya x -
N organik yang biodegradable
(protein dan sebagainya) x x
N organik yang non-biodegradable
(NO2- , Fe2+, S2+, Mn3+) x -
- xa
NH4 bebas (nitrifikasi)
xb -
Hidrokarbon aromatik dan rantai
Sumber: Alaerts dan Santika (1984)
a
mulai terjadi setelah 4 hari dan dapat dicegah dengan penambahan inhibitor
b
dapat dioksidasi dengan adanya katalisator Ag2SO4
36

Nitrogen amonia (NH3-N)


Nitrogen amonia merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH
rendah dan disebut amonium. Amonia dalam permukaan air berasal dari air seni
dan tinja serta berasal dari oksidasi zat organik (HaObCcNd) secara mikrobiologis
dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 -3c/4) O2 bakteri nCO2 + (a/2 – 3c/2)H2 + cNH3 ...(8)
zat organik oksigen

Zat organik yang mengandung nitrogen diubah menjadi amonia dan


kemudian amonia tersebut dianalisis melalui analisis N amonia. Nitrogen
amonia dapat ditentukan dengan dan tanpa didahului oleh proses destilasi.
Apabila destilasi tidak dilakukan, nitrogen amonia ditentukan langsung dengan
analisis Nessler atau melalui titrasi. Destilasi tidak dilakukan apabila sampel
cukup jernih yaitu tidak melebihi batas kekeruhan 10 NTU dan batas kadar warna
5 mg Pt-Co/l. Keadaan seperti ini ditemui pada air PAM, air sungai jernih, air
sumur jernih, dan efluen sistem pengolahan air buangan yang jernih sedangkan
apabila air atau sampel keruh dan mengandung warna maka diperlukan proses
destilasi (Alaert dan Santika 1984).

Parameter Mutu Bahan Olah Karet

Parameter mutu bahan olah karet dalam bentuk slab dan lump yang dikaji
pada penelitian ini menurut SNI 06-2047-2002 adalah kadar ketebalan maksimum
(cm), kadar pengotor atau kadar kotoran (%), dan jenis koagulan yang digunakan.

Kadar kotoran
Kadar kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui
saringan 325 mesh. Kotoran dalam konsentrasi yang tinggi dalam bokar dan
karet remah dapat mengurang sifat dinamika yang unggul dari vulkanisasi karet
alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran yang
terdapat pada karet mengganggu proses pembuatan vulkanisat tipis (Suwardin
1990).
METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Industri karet remah di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang


melibatkan petani karet sebagai penghasil bahan baku berupa bokar dan pabrik
karet sebagai pengolah bokar menjadi karet remah dalam proses produksinya.
Selain itu, terlibat pedagang perantara dan kelembagaan petani dalam bentuk
koperasi unit desa (KUD) sebagai pengumpul dan pengangkut bokar dari petani
ke pabrik karet. Industri karet remah dengan pola ini menggunakan sumberdaya
berupa air dan energi listrik dalam jumlah yang besar antara lain diakibatkan oleh
kotor dan rendahnya mutu bokar yang digunakan. Hal ini mengakibatkan
industri karet remah harus menangani berbagai jenis limbah yang dihasilkan
berupa limbah cair dan padat dalam jumlah besar serta timbul limbah gas berupa
bau busuk.
Salah satu upaya yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan
tersebut diatas adalah dengan mengaplikasikan konsep produksi bersih. Upaya
pokok dari produksi bersih adalah mencegah, mengurangi, dan mengeliminasi
limbah dengan cara sebagai berikut: (1) menghitung penggunaan bahan-bahan
kimia dan bahan-bahan lainnya serta jumlah limbah yang dihasilkan; (2)
mengidentifikasi penyebab dihasilkannya limbah; (3) mengidentifikasi
kemungkinan-kemungkinan upaya untuk mengurangi limbah; (4) mengevaluasi
kemungkinan-kemungkinan yang layak; dan (5) mengimplementasikan
kemungkinan terbaik dari penerapan produksi bersih. Keluaran yang diharapkan
dari implementasi produksi bersih adalah terjadinya peningkatan efisiensi, kinerja
lingkungan, dan keunggulan kompetitif.
Kajian upaya penerapan konsep produksi bersih pada industri karet remah
dilakukan pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu petani karet, pedagang perantara –
kelembagaan petani, dan pabrik karet, mengingat terdapat keterkaitan yang erat
antar pihak yang terlibat dalam industri karet. Keterkaitan antar pihak yang
terlibat berupa suatu dugaan bahwa apabila petani karet memproduksi bokar yang
bersih dengan mutu yang baik maka pabrik karet akan lebih mudah dalam
mengolahnya menjadi karet remah. Hal ini mengakibat tahapan proses
38

pengolahan bokar menjadi karet remah lebih singkat sehingga terjadi penggunaan
sumberdaya berupa air dan energi berkurang serta limbah yang dihasilkan dapat
dieliminir dan lebih mudah ditangani. Kerangka pemikiran penelitian ini
disajikan pada Gambar 9.

Tatalaksana Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan terhadap petani karet karet, pedagang pengumpul dan
KUD yang berlokasi di beberapa daerah di Provinsi Lampung yaitu Kabupaten
Lampung Selatan, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulang Bawang, dan
Kabupaten Lampung Utara (Gambar 10).
Lokasi untuk masing-masing kabupaten yang terpilih adalah Desa Budi
Lestari, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan; Desa
Sidoarjo Kecamatan Blambangan Umpu, Kabupaten Way Kanan; Desa Sukamaju
Kecamatan Abung Semuli, Kabupaten Lampung Utara; Desa Tirta Kencana,
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang; Desa Semuli
Jaya, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara; Desa Gunung Katon,
Kecamatan Baradatu, Kabupaten Way Kanan.
Pemilihan empat kabupaten didasarkan data Dinas Perkebunan Pemerintah
Provinsi Lampung (Lampiran 2) dengan mengacu pada kabupaten dengan luasan
areal tanam karet terbesar, sedangkan pemilihan desa yang dijadikan daerah
pengambilan contoh didasarkan pada luas areal tanam karet yang didukung
dengan kemudahan akses lokasi.
Pabrik karet remah yang dikaji menggambarkan pabrik karet remah
berbahan baku karet rakyat di sekitar Bandar Lampung. Sebagai pembanding,
dilakukan pengamatan terhadap pabrik karet remah mutu baik (high grade)
berbahan baku lateks kebun dengan asumsi proses koagulasi dilakukan sesuai
standar dengan menggunakan asam format sebagai koagulan sehingga dihasilkan
koagulum bermutu baik dan memerlukan air dan energi dalam jumlah lebih
sedikit dibandingkan dengan pabrik karet remah berbahan baku bokar.
Penelitian ini berlangsung selama 14 bulan dari Bulan November 2005
sampai dengan Desember 2006.
Lateks kebun Bokar
Pengumpulan
bokar
Proses koagulasi Proses
pengolahan
Bokar Pengangkutan
Pedagang bokar Karet Remah
perantara dan Pabrik karet
Penyimpanan remah
Petani karet KUD

QuickScan
ISM

z Tahapan proses produksi


z Penggunaan sumberdaya dan limbah yang dihasilkan
z Tahapan proses produksi potensial untuk penerapan produksi bersih

Profound analysis

z Alternatif-alternatif pilihan produksi bersih


z Skenario-skenario rancang bangun proses produksi berbasis
produksi bersih

Sistem pakar
z Evaluasi ekonomi
z Teknis dan ingkungan
z Dukungan kebijakan

Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih


yang direkomendasikan

Gambar 9 Kerangka pemikiran penelitian


38

Proses produksi karet remah


berbahan baku bahan olah karet
(bokar)

QuickScan
ISM

z Tahapan proses produksi karet


remah
z Penggunaan sumberdaya (air
dan energi)
z Limbah yang dihasilkan
z Bagian atau tahapan proses
yang potensial untuk
penerapan produksi bersih

Profound analysis

z Alternatif-alternatif pilihan
penerapan produksi bersih
z Skenario-skenario rancang
bangun proses produk karet
remah berbasis produksi
bersih

Sintesis berdasarkan
criteria kelayakan
ekonomi, teknis dan
lingkungan, dan
dukungan kebijakan
menggunakan sistem
pakar

Rancang bangun proses produksi


karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan

Gambar 9 Kerangka pemikiran penelitian


Gambar 10 Lokasi Pengambilan Sampel di Provinsi Lampung
Keterangan:
: lokasi penelitian (pengambilan sampel)
41

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu 1) pengamatan dan
kajian produksi bersih pada tingkat petani karet dan pedagang perantara - KUD;
2) pengamatan dan kajian produksi bersih pada tingkat pabrik karet yang terdiri
dari 1 pabrik pengolah karet remah high grade (SIR 3) dan dan 3 pabrik low
grade (SIR 20); dan 3) kajian simulasi implementasi penerapan rancang bangun
proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
pada pelaku agroindustri karet remah berbahan baku bokar, yaitu petani karet,
pedagang perantara dan kelembagaan petani, serta pabrik karet. Secara lengkap
diagram alir tata laksana penelitian disajikan pada Gambar 11.

Metode Penelitian

Pada penelitian ini metodologi yang dikemukakan Gambault and Versteege


(1999) yang disajikan pada Gambar 12 dan Audit and Reduction Manual for
Industrial Emission and Wastes (UNEP 1991 dalam FHBB 2005) digunakan
sebagai metodologi acuan kajian serta metode QuickScan (Buser and Walder
2002; FHBB 2005) digunakan pada tahap analisis pendahuluan. QuickScan
menghasilkan keluaran berupa: 1) sumber-sumber utama penyebab polusi
lingkungan dan biaya produksi; 2) kuantitas material dan atau energi yang
digunakan; 3) limbah atau cemaran dan emisi yang dihasilkan; dan 4) proses
penyimpanan dan transportasi dilakukan secara terorganisir. Metode
QuickScan menghasilkan fokus audit pada pengkajian penerapan produksi bersih
tahap berikutnya terhadap bagian proses produksi dinilai potensial diterapkan
perbaikan berdasarkan konsep produksi bersih (Buser dan Walder 2002).
42

Petani karet
QuickScan
z source identification
z cause evaluation
Pedagang perantara
Strukturisasi sistem dengan ISM

Pabrik karet bagian proses produksi yang


potensial untuk penerapan
produksi bersih

Profound Analysis
z neraca massa dan energi
z options generation

z Alternatif-alternatif pilihan pe-


nerapan produksi bersih
z Skenario rancang bangun
proses produksi karet remah
berbasis produksi bersih

Sintesis
z Evaluasi ekonomi
z Evaluasi teknis dan lingkungan
z Dukungan kebijakan

Tidak tidak layak?


direkomendasikan

ya

Rancang bangun proses produksi


karet remah berbasis produksi bersih
yang direkomendasikan

Gambar 11 Diagram alir tata laksana penelitian


43

1. Persiapan 2. QuickScan

penelitian pendahuluan
untuk menentukan fokus
kemungkinan penerapan
produksi bersih

3. Profound analysis
Alternatif-alternatif pilihan
produksi bersih terpilih analisis mendalam terhadap
proses produksi terpilih,
penjabaran dalam bentuk
neraca massa dan energi

4. Sintesis

pencarian pilihan
pencegahan, penyeleksian
pilihan pencegahan, dan
studi kelayakan

Gambar 12 Metodologi kajian produksi bersih (Gombault dan Versteege 1999)

Analisis QuickScan
Analisis pendahuluan menggunakan teknik QuickScan dilakukan dengan
identifikasi sumber (source identification) yang diikuti dengan evaluasi penyebab
(cause evaluation), dan perolehan pilihan yang mungkin diterapkan (option
generation). Kajian difokuskan pada lima komponen yaitu 1) bahan-bahan
masukan (input); 2) teknologi yang digunakan; 3) pelaksanaan proses; 4)
produk; dan 5) limbah yang dihasilkan (Gambar 13).
Kemungkinan-kemungkinan jenis-jenis pilihan perbaikan yang dihasilkan berupa
1) substitusi bahan-bahan masukan; 2) modifikasi teknologi; 3) good
housekeeping; 4) modifikasi produk yang dihasilkan; dan 5) on-site reuse
(Gambar 14).
Analisis pendahuluan dilakukan pada pihak yang terlibat dalam proses
produksi karet remah berbahan baku bokar yaitu petani karet, pedagang perantara
dan kelembagaan petani, serta pabrik karet.
44

Teknologi Pelaksanaan proses

Produk yang
Bahan-bahan dihasilkan
masukan
PROSES PENGOLAHAN
KARET REMAH
Limbah dan emisi

Gambar 13 Lima jenis penyebab dihasilkannya limbah dan emisi (van Berkel,
1995).

Modifikasi Good Housekeeping


Teknologi

Modifikasi Produk
Substitusi Bahan yang dihasilkan
masukan
PROSES PENGOLAHAN
KARET REMAH
On-site reuse

Gambar 14 Jenis-jenis pilihan perbaikan dengan pendekatan produksi bersih


(van Berkel 1995).

Pengamatan dan kajian terhadap pengolahan lateks kebun menjadi bahan


olah karet (bokar) pada tingkat petani dilakukan terhadap aspek-aspek yang terkait
dan bokar yang dihasilkan. Bokar yang dihasilkan petani ditentukan mutunya
berdasarkan persyaratan mutu bokar SNI 06-2047-2002 yang meliputi ketebalan
bokar (mm), kadar kotoran (%), dan jenis koagulan yang digunakan.
Selanjutnya bokar yang dikumpulkan pedagang perantara dan kelembagaan
petani ditentukan mutunya berdasarkan persyaratan mutu bokar SNI
06-2047-2002 yang meliputi ketebalan bokar (mm) dan kadar kotoran (%).
Pengamatan dan kajian terhadap proses pengolahan bokar menjadi karet
remah oleh pabrik karet dilakukan untuk mendapatkan data tentang penggunaan
sumberdaya (air dan energi), limbah yang dihasilkan, serta biaya produksi untuk
menghasilkan karet remah. Data yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 9.
45

Tabel 9 Data yang dibutuhkan pada kajian produksi bersih pada tingkat petani karet, pedagang perantara dan kelembagaan petani, dan
pabrik karet remah
Pelaku Jenis Pengamatan Keterangan Cara perolehan data
Petani karet Masukan (input) Lateks kebun, bahan penggumpal, air, energi, Pengamatan dan pengukuran langsung
dan lain-lain
Keluaran (output) Produk (bokar), hasil samping, limbah cair, Pengamatan dan pengukuran langsung
limbah padat, tumpahan, dan lain-lain
Proses pembuatan bokar Pengamatan langsung
Mutu bokar Kadar kotoran, kadar karet kering, dan Pengujian laboratorium dan pengukuran
ketebalan bokar langsung
Biaya produksi bokar Wawancara
Pedagang per- Proses pengumpulan dan Pengamatan langsung
antara dan pengangkutan bokar
kelembagaan pe- Mutu bokar Kadar kotoran, kadar karet kering, dan Pengujian laboratorium dan pengukuran
tani ketebalan bokar langsung
Biaya penyimpanan dan Wawancara
transportasi
Pabrik karet remah Masukan (input) Bokar, air, energi, dan lain-lain Pengamatan dan pengukuran langsung
serta data sekunder
Keluaran (output) Produk (bokar), hasil samping, limbah padat, Pengamatan dan pengukuran langsung
limbah cair, limbah padat, tumpahan, dan serta data sekunder
lain-lain
Proses pembuatan karet remah Pengamatan langsung
Limbah cair Jumlah dan karakteristik limbah (nilai pH, Pengukuran langsung dan pengujian
BOD, COD, nitrogen amonia, dan TSS) laboratorium
Limbah padat Jumlah dan jenis limbah Pengamatan dan pengukuran langsung
Biaya produksi karet remah Wawancara dan data sekunder
46

Strukturisasi sistem dalam industri karet remah berbahan baku bokar


Industri karet remah berbahan baku bokar melibatkan tiga pelaku utama yaitu
petani karet dan kelembagaan petani (kelompok tani dan KUD), pedagang
perantara, dan pabrik karet remah dalam proses produksinya sehingga dapat
dikategorikan menjadi suatu bentuk sistem yang kompleks. Strukturisasi sistem
menggambarkan keterkaitan antar sub-elemen dalam elemen sistem dilakukan
menggunakan metode interpretative structural modeling (ISM) (Saxena et al.
1992). Keluaran analisis ISM dalam bentuk hirarki sub-elemen serta diagram
matrix driver power-dependence diharapkan mampu menggambarkan keterkaitan
antar sub-elemen dalam elemen yang ditetapkan serta dapat menghasilkan sub-sub
elemen yang menjadi pendorong bagi sub-elemen lain sehingga menjadi fokus
dalam rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih.

Analisis mendalam (profound analysis)


Tahapan proses pengolahan karet remah, baik pada tingkat petani karet,
pedagang perantara – KUD, dan pabrik, dikaji secara rinci dan mendalam
(profound analysis) untuk mendapatkan informasi tentang masukan yang
digunakan pada proses serta keluaran yang dihasilkan. Masukan pada suatu
tahapan proses berupa bahan-bahan yang digunakan, energi, dan air; sedangkan
keluaran yang dihasilkan berupa produk utama, hasil samping, limbah yang dapat
didaur ulang atau digunakan kembali, dan limbah yang harus ditangani sebelum
dibuang ke lingkungan. Masukan dan keluaran dihitung dalam basis yang sama
dan selanjutnya dijabarkan dalam neraca seperti disajikan pada Gambar 15.

Masukan Gas dan emisi Keluaran

Bahan baku 1 Produk utama

Bahan baku 2 Hasil samping


Proses produksi atau unit operasi
Bahan baku 3 Limbah cair

Air dan energi Limbah yang disimpan


atau dibuang

Gambar 15 Neraca material dan komponen-komponennya


47

Sintesis penentuan skenario rancang bangun proses produksi karet remah


Tahapan proses produksi karet remah yang potensial untuk penerapan
produksi berdasarkan hasil analisis menggunakan quickscan dan ISM, serta
alternatif-alternatif pilihan produksi bersih menggunakan profound analaysis
selanjutnya dibentuk dalam beberapa skenario rancang bangun.
Skenario-skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih selanjutnya dikaji kinerjanya berupa penggunaan air dan energi, limbah
yang dihasilkan, biaya investasi yang dikeluarkan, dan penghematan yang
dihasilkan,
Skenario-skenario tersebut selanjutnya dievaluasi berdasarkan 1) manfaat
ekonomis menggunakan kriteria penghematan yang didapatkan atas berkurangnya
investasi atau biaya yang dikeluarkan untuk investasi yang digunakan berdasarkan
pemulihan modal dengan rangkaian pembayaran berjumlah sama; dan 2) aspek
teknis dan lingkungan berdasarkan kriteria perubahan penggunaan bahan baku
dan pembantu, perubahan penggunaan air dan energi, dan karakteristik limbah
yang dihasilkan berupa nilai TSS, COD, BOD, nitrogen amonia, dan pH ; dan 3)
dukungan kebijakan.
Sintesis untuk menentukan skenario rancang bangun proses produksi karet
remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan dilakukan menggunakan
alat bantu sistem pakar berbasis aturan menggunakan metode inferensi fuzzy.
Pakar dalam penelitian ini memiliki keahlian di bidang teknologi pengolahan
karet dari Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK –Bogor), PTP Nusantara VII,
Pusat Penelitian Karet Sembawa, dan paktisi (pabrik karet), pengembangan
kelembagaan karet dari BPTK-Bogor, dan pengelolaan limbah agroindustri dari
Universitas Lampung (Unila).
Sistem pakar dibuat dirancang secara bertingkat yaitu pada tingkat pertama
melakukan penilaian kelayakan teknis dan lingkungan dan kelayakan ekonomis
berdasarkan beberapa aspek; selanjutnya pada tingkat kedua keluaran kriteria
kelayakan teknis dan lingkungan dan kelayakan ekonomis digabungkan dengan
kriteria dukungan kebijakan untuk menghasilkan keluaran akhir (Gambar 16).
48

Skenario Rancang Bangun Produksi Bersih yang dihasilkan

Evaluasi dukungan kebijakan Kelayakan teknis dan lingkungan Kelayakan ekonomis

Penilaian Penilaian aspek Penilaian Penilaian


kelayakan secara lingkungan kemampuan kelayakan secara
teknis berupa pelaku dalam finansial
penghematan air industri karet
dan energi serta remah berbahan
jenis dan jumlah baku bokar
limbah yang untuk
dihasilkan membiayai

Sekumpulan aturan IF … THEN Sekumpulan aturan IF … THEN

Penilaian dukungan kebijakan Keluaran kriteria kelayakan Keluaran kriteria kelayakan


berupa peraturan dan kebijakan teknis dan lingkungan ekonomis
dalam industri karet remah berbahan
baku bokar

Sekumpulan aturan IF … THEN

Keluaran akhir

Gambar 16 Alur proses sintesis pemilihan rancang bangun proses karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
49

Kajian simulasi implementasi penerapan produksi bersih antara petani karet


dan pabrik karet yang direkomendasikan.

Kajian simulasi implementasi dilakukan terhadap skenario rancang bangun


proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan.
Kajian dilakukan terhadap kelayakan finansial (NPV, IRR, Net B/C ratio, PBP,
dan BEP). Analisis sensitivitas dilakukan dengan asumsi terjadi penurunan
produktivitas tanaman karet dan harga karet remah.
Selain kelayakan finansial, kajian dilakukan terhadap pendapatan kotor
petani karet dan potensi peningkatannya apabila petani karet tergabung dalam
skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih
yang direkomendasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Komoditas Karet di Provinsi Lampung

Karet merupakan salah satu tanaman perkebunan yang potensial di Provinsi


Lampung dan berdasarkan jumlah produksinya Provinsi Lampung termasuk 10
provinsi penghasil karet terbesar di Indonesia (Tabel 10).

Tabel 10 Sepuluh provinsi penghasil karet terbesar di Indonesia


Urutan Provinsi Luas areal Produksi Produktivitas
ke.. (ha.) (ton) (ton/ha.)
1. Sumatera Selatan 658.813 469.574 0,71
2. Sumatera Utara 456.864 407.974 0,89
3. Kalimantan Barat 379.040 234.326 0,62
4. Riau 369.844 297.689 0,80
5. Jambi 433.766 267.665 0,62
6. Kalimantan Tengah 255.720 181.433 0,71
7. Kalimantan Selatan 129.956 84.264 0,65
8. Nanggroe Aceh Darussalam 117.720 72.998 0,62
9. Sumatera Barat 103.228 74.478 0,72
10. Lampung*) 96.297 54.461 0,57
Sumber: Ditjenbun (2006)
*)
Disbun Pemprov Lampung (2006)

Total luas areal tanaman karet Provinsi Lampung adalah 96.297 hektar,
dengan jumlah produksi sebanyak 54.461 ton (Tabel 11). Dari jumlah tersebut,
lebih dari 30 ribu ton karet diekspor dan menghasilkan devisa sekitar 40 juta
dollar AS atau sekitar 10 persen dari total devisa ekspor komoditas olahan
perkebunan Provinsi Lampung pada tahun 2005 (Lampiran 3).
Tanaman karet di Provinsi Lampung didominasi oleh perkebunan rakyat,
yaitu seluas 68.361 hektar dengan produksi sebanyak 29.310 ton (Disbun
Pemprov Lampung 2006). Karet yang rakyat mengalami perkembangan selama
lima tahun terakhir dan tetap mendominasi luasan areal tanam karet di Provinsi
Lampung. Akan tetapi, perkebunan karet rakyat masih memerlukan perbaikan
antara lain akibat rendahnya produktivitas tanaman karet apabila dibandingkan
dengan perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta (Tabel 12).
Selain itu, perkebunan karet rakyat seharusnya mempunyai produktivitas tinggi
karena rata-rata pemilikan lahan petani karet di Indonesia kecil (Tabel 13).
51

Tabel 11 Luas areal tanam, jumlah produksi, dan produktivitas tanaman karet di Provinsi Lampung tahun 2005
Keterangan Komposisi luas areal (ha.) Jumlah Produksi Produktivitas
TBM TM TR (ha.) (ton) (ton/ha.)
Jenis perkebunan
Perkebunan Rakyat 37.723 26.463 4.175 68.361 29.310 1.108
Perkebunan Besar Negara 3.165 14.468 - 17.633 19.498 1.348
Perkebunan Besar Swasta 5.142 4.990 171 10.303 5.653 1.133
Total 46.030 45.921 4.346 96.297 54.461 1.186
Sumber: Disbun Pemprov Lampung (2006)
Keterangan:
TBM : tanaman belum menghasilkan
TM : tanaman menghasilkan
TR : tanaman rusak

Tabel 12 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya di Provinsi Lampung tahun 2001 - 2005
Keterangan Tahun Rata-rata
pertumbuhan
2001 2002 2003 2004 2005 %
Luas areal tanam (ha.)
Perkebunan Rakyat 64.685 66.898 68.639 67.669 68.361 1,14
Perkebunan Besar Negara 10.264 10.264 25.065 25.065 17.633 0,98
Perkebunan Besar Swasta 18.933 18.329 10.264 10.264 10.303 0,09
Total luas areal tanam (ha.) 93.882 95.491 103.968 102.998 96.297 0,79
Produksi (ton)
Perkebunan Rakyat 29.673 26.680 27.983 28.105 29.310 -0,12
Perkebunan Besar Negara 20.012 29.477 25.604 25.846 19.498 2,64
Perkebunan Besar Swasta 6.264 6.264 6.264 6.056 5.653 -2,49
Total produksi (ton) 56.111 53.932 59.311 60.007 54.461 - 0,49
Sumber: Disbun Pemprov Lampung (2006)
52

Tabel 13 Rata-rata pemilikan lahan petani karet di sepuluh provinsi penghasil karet
terbesar di Indonesia

Urutan ke.. Provinsi Rata-rata kepemilikan lahan (ha.)


1. Sumatera Selatan 0,84
2. Sumatera Utara 1,84
3. Kalimantan Barat 1,92
4. Riau 1,86
5. Jambi 2,79
6. Kalimantan Tengah 1,83
7. Kalimantan Selatan 1,18
8. Nanggroe Aceh Darussalam 1,33
9. Sumatera Barat 1,07
10. Lampung 0,99
Rata-rata Indonesia 1,41
Sumber: Ditjenbun (2006)
Perkebunan karet yang didominasi oleh perkebunan karet rakyat di Provinsi
Lampung menyediakan bahan baku berupa bahan olah karet (bokar) untuk tiga buah
pabrik karet remah berbahan baku bokar yang ada dan juga sebagian dipasok ke
pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi (Tabel 14). Apabila
dilakukan perbandingan, bokar yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat dan
perkebunan besar swasta belum mencukupi total kebutuhan bokar pabrik karet di
Provinsi Lampung. Berdasarkan data kapasitas terpasang pabrik dan asumsi bahwa
waktu kerja 300 hari per tahun maka diketahui bahwa pabrik karet remah di Provinsi
Lampung membutuhkan sekitar 36.000 ton bokar per tahun (Lampiran 6); sedangkan
total produksi perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta sekitar 35.000 ton
bokar per tahun (Lampiran 2).
53

Tabel 14 Pabrik dan Unit Usaha pengolah lateks kebun, koagulum karet, dan bokar di Provinsi Lampung
Nama pabrik atau Unit Usaha Unit Kapasitas terpasang Lokasi Bahan olah
PT MK III 1 15.000 ton/tahun Bandarlampung Bokar
PT Way Kandis 1 6.000 ton/tahun Bandarlampung Bokar
PTPN VII
Unit Usaha Kedaton 1 20 ton/hari (SIR) Kedaton – Lampung Selatan Lateks kebun
1 10 ton/hari (RSS) Kedaton – Lampung Selatan Lateks kebun
Unit Usaha Way Berulu 1 30 ton/hari (SIR) Way Berulu – Lampung Selatan Lateks kebun
Unit Usaha Tulung Buyut 1 40 ton/hari (SIR) Tulung Buyut – Way Kanan Lateks kebun
1 30 ton/hari (RSS) Tulung Buyut – Way Kanan Lateks kebun
Unit Usaha Pematang Kiwah 1 30 ton/hari (SIR) Pematang Kiwah – Lampung Selatan Koagulum karet dan bokar
Jumlah 8 69.000 ton/tahun*)
Sumber: Disbun Pemprov Lampung (2006)
*)
Perkiraan dengan asumsi 1 tahun setara dengan 300 hari kerja
54

Agroindustri Karet Remah di Provinsi Lampung

Agroindustri karet remah secara umum dikategorikan menjadi dua kelompok


yaitu (1) karet remah yang diproduksi pada satu rangkaian terintegrasi dalam
suatu unit usaha atau pabrik, dalam kasus ini dilakukan oleh Unit Usaha Way
Berulu, Unit Usaha Kedaton, dan Unit Usaha Tulung Buyut di Provinsi Lampung
yang seluruhnya dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara VII, yang meliputi
penanganan tanaman karet, produksi dan pengumpulan lateks kebun, dan proses
pengolahan lateks kebun menjadi karet remah; (2) karet remah yang dibuat tanpa
adanya integrasi dari para pelaku yang terlibat yaitu petani karet sebagai penghasil
bahan baku, pedagang perantara dan kelembagaan petani, antara lain dalam
bentuk Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai pengumpul lateks kebun dan bokar,
dan pabrik karet remah sebagai pengolah bokar menjadi karet remah.
Pada agroindustri karet remah kelompok kedua, ketiga pihak yang terlibat
merupakan suatu mata rantai yang saling mempengaruhi terutama dari sisi mutu
bokar yang dihasilkan, baik oleh petani, pedagang perantara, dan KUD, harga
bokar, proses pengolahan bokar menjadi karet remah, dan limbah yang dihasilkan
baik dari segi jumlah, jenis, dan kualitasnya. Kelompok kedua ini merupakan
bagian yang dominan di Provinsi Lampung yaitu sekitar 70 persen dari luas areal
total tanaman karet. Agroindustri karet yang melibatkan petani karet, pedagang
pengumpul, kelompok tani dan KUD, dan pabrik karet tanpa adanya integrasi
menjadi fokus penelitian ini sedangkan agroindustri karet remah yang bersifat
terintegrasi digunakan sebagai pembanding dalam upaya penerapan konsep
produksi bersih dengan asumsi proses pengolahan yang dilakukan pada
agroindustri karet remah terintegrasi lebih baik dan efisien.

Proses penanganan lateks kebun dan pengolahan bokar pada petani,


pedagang pengumpul, dan KUD

Agroindustri karet yang melibatkan petani, pedagang pengumpul - KUD, dan


pabrik karet dalam bentuk tanpa adanya integrasi antar ketiganya memerlukan
perhatian dari aspek-aspek manajemen dan teknologi. Dalam manajemen dan
teknologi budidaya tanaman karet, aspek-aspek yang harus diperhatikan menurut
Anwar (2006) adalah: (1) syarat tumbuh tanaman karet; (2) klon tanaman karet
55

yang digunakan; (3) bahan tanaman atau bibit yang digunakan; (4) persiapan
tanam dan penanaman; (5) pemeliharaan tanaman berupa pengendalian gulma,
pemupukan, dan pengendalian penyakit; dan (6) penyadapan lateks yang
dilakukan. Hasil survai lapang tentang keragaan petani karet, pedagang
pengumpul, dan kelembagaan petani dalam bentuk KUD disajikan pada Tabel 15.
Tanaman karet dapat dikatakan cocok dibudidayakan di Provinsi Lampung,
disebabkan terpenuhinya salah satu syarat tumbuh tanaman karet yaitu jenis tanah.
Tanah jenis PMK, yang dominan di Provinsi Lampung, bersifat asam, berpasir,
mudah terjadi pencucian, liat, berombak, memiliki daya menyimpan air yang
rendah sehingga tidak mudah tergenang, tingkat kesuburannya tergolong sangat
rendah hingga sedang, mempunyai nilai pH rendah (Paimin dan Nazarudin 1992).
Walaupun tanah jenis PMK memiliki tingkat kesuburan yang rendah, tanaman
karet dapat ditanam pada jenis tanah ini dengan tingkat produktivitas yang
memuaskan (Setiawan dan Andoko 2005).
Hal lain yang mendukung tanaman karet berkembang dengan baik di
Provinsi Lampung adalah terpenuhinya ketinggian dataran, suhu udara,
kelembaban, dan ketersediaan sinar matahari dengan kriteria (1) ketinggian 0 –
400 meter dengan suhu harian 25 – 30oC; (2) kelembaban yang tinggi dengan
tingkat curah hujan 2.000 – 2.500 mm/tahun; dan (3) sinar matahari sepanjang
hari, minimum 5 – 7 jam/hari (Paimin dan Nazaruddin 1992).
Petani karet responden pada penelitian ini umumnya memiliki lahan tanaman
karet seluas 1 hektar, sedangkan sebagian kecil petani responden lain memiliki
lahan seluas 2 hektar ; 2,5 hektar; 4 hektar; dan 9 hektar. Hal ini selaras dengan
kondisi umum petani karet di Provinsi Lampung yang rata-rata memiliki 0,99
hektar tanaman karet/petani. Apabila dibandingkan dengan rata-rata
kepemilikan lahan petani karet di Indonesia, petani karet di Provinsi Lampung
memiliki luas lahan tanaman karet lebih sedikit sehingga diperlukan upaya untuk
meningkatkan produktivitas tanaman karet antara lain menggunakan klon tanaman
karet unggul, mengoptimalkan jumlah tanaman karet per luas lahan, serta
melakukan penanganan tanaman karet dan lateks yang dihasilkan dengan baik.
56

Tabel 15 Keragaan penanganan tanaman karet dan pengolahan lateks kebun


menjadi slab di beberapa kabupaten di Provinsi Lampung

Kriteria Hasil pengamatan


Luas lahan yang dimiliki 1 – 9 hektar
Jumlah tanaman karet 250 – 500 pohon/hektar
Klon tanaman yang digunakan - Umumnya tidak diketahui
- Bibit yang disediakan inti (PTP
Nusantara VII)
Umur tanaman karet saat ini 10 – 26 tahun
Pemupukan:
Frekuensi pemupukan 2 kali/tahun
Jenis dan dosis pupuk yang - NPK: 22 kg/hektar/tahun
digunakan - KCl: 45 – 160 kg/hektar/tahun
- TSP: 45 – 160 kg/hektar/tahun
- Urea: 100 – 160 kg/hektar/tahun
Pestisida:
Frekuensi pemberian 2 kali/tahun
Umur tanaman karet saat pertama
kali disadap 6 – 8 tahun
Penyadapan:
Frekuensi penyadapan 2 – 6 kali seminggu
Hasil sadapan - 1000 – 1500 kg karet kering/ha./thn.
(tanaman dewasa; 11 – 20 tahun)
- 800 - 1100 kg karet kering/ha./thn.
(tanaman setengah tua; 21 – 28 tahun)
- 4000 – 6000 liter lateks/ha./thn.
(tanaman dewasa; 11 – 20 tahun)
- 3200 – 4400 liter lateks/ha./thn.
(tanaman setengah tua; 21 – 28 tahun)
Jenis koagulan yang digunakan - Asam format
- Tawas
Wadah penggumpalan
Jenis wadah Wadah kayu dan lubang dalam tanah
Ukuran wadah Ketebalan 15 – 40 cm
Bokar yang dihasilkan
Bentuk Slab tebal (15 – 40 cm)
Kadar karet kering (KKK) 46,7 – 56,7 persen
Kadar kotoran 0,540 – 1,104 persen
Penyimpanan
Cara penyimpanan - Di dalam gudang
- Direndam dalam air
- Disimpan dalam lubang di tanah
Lama penyimpanan 2 – 25 hari
Kemasan Masih ditemui menggunakan karung
bekas pupuk
Harga jual - Rp. 3500 – 7000 per kg bokar
- Rp. 3000 per kg lateks
57

Klon tanaman karet yang digunakan petani karet responden umumnya tidak
diketahui dan hanya petani yang tergabung sebagai petani plasma dengan PTP
Nusantara VII bertindak sebagai inti yang mendapatkan bibit dengan klon yang
baik. Klon tanaman karet yang baik ditujukan untuk memperoleh tanaman karet
yang mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan yaitu (1) produksi lateks yang
tinggi sejak awal dan tetap konsisten selama umur produktifnya; (2) tahan
terhadap hama dan penyakit; (3) kuat dan kokoh sehingga tidak mudah roboh
akibat tiupan angin; (4) pohon tumbuh lurus ke atas; (5) cabang menyebar merata
di sekeliling batang; dan (6) kulit murni, halus, tebal, dan lekas pulih setelah
disadap (Setiawan dan Andoko 2005).
Klon-klon baru tanaman karet yang direkomendasikan pada Lokakarya
Nasional Pemuliaan Tanaman Karet adalah klon unggul generasi 4 untuk periode
2006 – 2010 yang meliputi IRR 5, IRR 32, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR
118; sedangkan klon-klon lama yang telah dilepas seperti GT 1, AVROS 2037, PR
255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM
107, BPM 109, PB 260, dan RRIC 100 masih memungkinkan untuk
dikembangkan tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan
lokasinya maupun sistem pengelolaannya (Anwar 2006).
Keragaan petani karet rakyat di Provinsi Lampung berdasarkan aspek
pemeliharaan tanaman menunjukkan bahwa petani karet responden telah
melakukan penanganan tanaman karet dengan relatif memadai yaitu melakukan
penyadapan pertama pada saat umur tanaman 6 – 8 tahun karena tanaman karet
dapat disadap mulai dari umur 5 tahun sampai dengan 30 tahun. Selain itu,
pemupukan juga telah dilakukan secara memadai untuk tanaman karet yang sudah
menghasilkan dengan dosis memenuhi kisaran yang dianjurkan yaitu 80 – 140 kg
urea/ha./tahun; 76 – 104 kg SP 36/ha./tahun; dan 60 – 120 kg KCl/ha./tahun dan
frekuensi pemupukan 2 kali/tahun (Setiawan dan Andoko 2005; Anwar 2006).
Hal yang sebaliknya terlihat pada rendahnya produktivitas tanaman karet
rakyat yang diusahakan petani responden di beberapa daerah sentra produksi karet
di Provinsi Lampung yaitu kurang dari 7.200 liter lateks/ha./tahun atau setara
dengan 1.800 kg karet kering/ha./tahun untuk tanaman dewasa dan 4.000 liter
lateks/ha./tahun atau setara dengan 1.150 kg karet kering/ha./tahun untuk tanaman
58

tua (Anwar 2006). Beberapa faktor yang kemungkinan menjadi penyebab


rendahnya produktivitas tanaman karet rakyat di beberapa sentra karet di Provinsi
Lampung antara lain adalah (1) bibit tanaman karet yang digunakan sebagian
besar bukan klon unggul yang dianjurkan; (2) tanaman karet telah memasuki usia
setengah tua (lebih dari 21 tahun); (3) jumlah tanaman karet per hektar yang
sangat sedikit atau kurang dari jumlah anjuran yaitu 476 pohon/hektar untuk tanah
landai atau 500 pohon per hektar untuk areal bergelombang atau berbukit dengan
kemiringan 8 – 15 derajat; (4) tidak dilakukan penanganan yang memadai seperti
kurangnya pemupukan pada saat tanaman karet belum menghasilkan; dan (5)
kegiatan penyadapan yang kurang baik, antara lain frekuensi penyadapan yang
terlalu sering (penyadapan berat) sehingga mempengaruhi kemampuan tanaman
karet dalam memproduksi lateks serta dapat juga mempengaruhi struktur dari
tanaman karet tersebut.
Petani karet di Provinsi Lampung dalam menggumpalkan lateks kebun
menjadi bokar masih ditemui menggunakan tawas. Tawas tidak diperkenankan
digunakan dalam proses koagulasi lateks seperti yang dipersyaratkan dalam SNI
06-2047-2002.
Tawas (K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O) berfungsi sebagai koagulan karena dapat
menjadi ion bermuatan positif sedangkan lateks kebun segar merupakan larutan
bermuatan negatif sehingga apabila tawas ditambahkan ke dalam lateks kebun
menyebabkan gangguan kestabilan lateks kebun sehingga terjadi proses
penggumpalan partikel karet. Tawas tidak diperkenankan digunakan sebagai
koagulan karena 1) mampu menahan air sehingga dapat memacu pertumbuhan
mikroorganisme yang mampu menguraikan senyawa organik dalam serum yang
tertahan dalam slab menjadi senyawa volatil penyebab bau; 2) dapat
menyebabkan terjadinya penurunan nilai plasticity retention index (PRI); dan 3)
meningkatkan kadar abu yang akan menurunkan mutu karet remah yang
dihasilkan.
Nilai PRI menggambarkan ketahanan karet mentah terhadap degradasi oleh
oksidasi pada suhu tinggi dan nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang
tinggi terhadap degradasi oleh oksidasi (Suwardin 1990; Budiman 2000).
Walujono (1976) menyatakan bahwa nilai PRI yang rendah menunjukkan karet
59

peka terhadap oksidasi sehingga pada suhu tinggi karet menjadi cepat lunak.
Nilai PRI yang rendah menyebabkan pabrik karet berbahan baku bokar
memerlukan proses pre-drying sekitar 2 minggu dengan cara menggantung
lembaran basah karet pada ruang gantung (Suwardin 1990). Hal ini merupakan
salah satu perbedaan proses pengolahan antara pabrik karet remah berbahan baku
bokar dengan pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun sehingga dengan
adanya tahapan pre-drying menyebabkan diperlukannya investasi tambahan yang
berdampak pada peningkatan biaya proses pengolahan.
Berdasarkan hasil analisis terhadap proses penggumpalan lateks kebun
menggunakan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format ternyata relatif tidak
mempengaruhi biaya produksi. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui
bahwa untuk menghasilkan 1 kg bokar menggunakan tawas membutuhkan biaya
berkisar antara Rp. 30 – 42/kg bokar; sedangkan dengan asam format
membutuhkan biaya berkisar antara Rp. 17,5 – 60/kg bokar. Bokar yang
menggunakan koagulan asam semut mempunyai harga jual yang lebih baik
dibandingkan dengan bokar yang menggunakan koagulan tawas sehingga biaya
koagulan yang lebih tinggi dapat tertutupi oleh harga jual bokar yang lebih baik.
Hasil ini selaras dengan penelitian Haris (1999) yaitu upaya good housekeeping
practices berupa penggunaan koagulan asam format pada kelembagaan tataniaga
lelang dan kemitraan relatif tidak menambah biaya.
Kegiatan penyimpanan bokar yang dilakukan petani dan sebagian besar
pedagang perantara menunjukkan bahwa umumnya masih merendam bokar dalam
air, menyimpan dalam lubang, dan kondisi ruang penyimpanan yang kotor
(Lampiran 6). Selain itu, bokar disimpan dalam waktu yang relatif lama yaitu
sampai 25 hari. Bokar yang disimpan dalam air dalam waktu yang lama akan
menurunkan mutu karet yang diindikasikan dengan rendahnya nilai PRI. Hasil
penelitian Walujono (1976) menunjukkan bahwa bokar yang direndam dalam air
mulai mengalami penurunan nilai PRI pada perendamanan hari ke 3 dan nilai PRI
bokar menjadi berkisar antara 10 – 15 setelah direndam selama 25 hari.
Kegiatan perendaman bokar dalam air yang terlalu lama merupakan salah
satu faktor yang berperan dalam penurunan nilai PRI. Secara rinci, Watson
(1969) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam penurunan nilai PRI
60

adalah sebagai berikut:


1. kontaminasi dengan zat aktivator oksidasi terutama tembaga, mangan, dan
besi dalam bentuk ion yang dapat larut dalam air;
2. penyinaran langsung oleh sinar matahari pada karet yang kering, dengan sinar
ultraviolet yang bersifat paling merusak;
3. perendaman yang terlalu lama dalam air;
4. penggilingan yang berlebihan;
5. pengeringan pada suhu yang terlalu tinggi; dan
6. pengeceran lateks yang berlebihan.
Bokar yang dihasilkan petani responden masih memenuhi persyaratan mutu
bokar berdasarkan SNI 06-2047-2002 yang mensyaratkan batas toleransi pengotor
maksimal 5 persen. Bokar yang memiliki kadar kotoran yang tinggi apabila
diolah lebih lanjut menjadi karet remah dapat mengurangi sifat dinamika yang
unggul dari vulkanisasi karet alam antara ketahanan retak lenturnya. Selain itu,
kotoran yang terdapat pada karet mengganggu proses pembuatan vulkanisat tipis
(Suwardin 1990).
Bokar yang dihasilkan petani sebagian masih dikemas dalam karung bekas
pupuk. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar, cara pengemasan menggunakan
karung bekas pupuk menimbulkan gangguan pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah karena serat-serat kemasan terikut dalam bokar dan sulit
dipisahkan selama proses pengolahan. Karet remah yang tercemar dengan serat
dari karung pupuk menyebabkan produk akhir yang dihasilkan mempunyai mutu
yang rendah.
Bokar yang dihasilkan petani karet berdasarkan hasil pengamatan dibeli oleh
pedagang pengumpul dan KUD dengan kisaran Rp. 3.500,- – 7000,- per kg bokar;
sedangkan dalam bentuk lateks dibeli seharga Rp. 3.000,-/kg. Harga bokar
tersebut di atas berkisar antara 40 – 80 persen FOB dengan asumsi harga karet
remah Rp. 18.000,- per kg karet kering (1 kg karet remah SIR 20 US$ 2 dengan
US$ 1 adalah Rp. 9.000). Variasi harga beli bokar petani berdasarkan hasil
pengamatan dan wawancara disebabkan oleh beberapa faktor antara lain mutu
bokar yang dihasilkan, jenis koagulan yang digunakan, kemudahan daerah
penghasil karet dicapai, dan keberadaan kelompok tani pada daerah tersebut.
61

Dalam penentuan harga jual bokar dan lateks kebun, petani karet yang tidak
tergabung dalam kelompok tani pada daerah tertentu, umumnya akibat ketiadaan
kelompok tani, memiliki posisi tawar yang rendah dalam penetapan harga jual
bokar dan lateks kebun yang dominan ditentukan oleh pembeli. Keberadaan
kelompok tani menyebabkan petani karet memiliki posisi tawar yang lebih baik
sehingga apabila harga beli bokar dinilai terlalu rendah maka dapat beralih ke
pembeli lain yang memberikan harga beli yang lebih tinggi.
Hasil pengamatan terhadap proses penyimpanan bokar yang dibeli pedagang
perantara dan KUD menunjukkan bahwa bokar yang dibeli dari petani karet
disimpan terlebih dahulu sampai jumlah tertentu. Pedagang perantara umumnya
menyimpan bokar dengan merendam dalam air selama sekitar 1 – 3 minggu;
sedangkan pada KUD responden (KUD Catur Tunggal, Kecamatan Blambangan
Umpu, Kabupaten Way Kanan), yang beranggotakan petani plasma, bokar
disimpan selama 1 – 2 minggu dalam gudang sebelum dijual ke pabrik karet di
Provinsi Sumatera Selatan dan Lampung. Beberapa pedagang perantara juga
membeli lateks kebun dari petani tetapi umumnya tidak melakukan cara
penyimpanan bokar yang dianjurkan yaitu dengan merendam bokar di dalam air.
Pedagang perantara dalam membeli bokar yang dihasilkan petani karet
melakukan pemilahan menjadi beberapa kelas atau jenis mutu. Hasil
pengamatan terhadap pembelian bokar oleh pedagang perantara di Provinsi
Lampung menunjukkan bahwa bokar digolongkan menjadi mutu A1, A, dan B.
Selain itu, bokar bermutu rendah, yang ditunjukkan dengan kondisi kotor,
digumpalkan dengan koagulan selain asam format, dan telah direndam dalam air
dalam waktu lama, kemungkinan terkena potongan harga yang dikenal sebagai
potongan basi. Hasil pengamatan terhadap pembelian bokar oleh pedagang
perantara di beberapa daerah di Provinsi Lampung disajikan pada Tabel 16.
Hasil pengamatan terhadap pembelian bokar dari petani karet terlihat bahwa
pedagang perantara di beberapa daerah di Provinsi Lampung menerapkan sistem
potongan harga atau yang umum dikenal dengan istilah potongan basi yang
berkisar antara 7 – 17 persen. Potongan basi diartikan sebagai bagian yang tidak
dibayar oleh pedagang perantara dari jumlah bokar keseluruhan yang dijual oleh
petani.
62

Tabel 16 Harga beli dan jual bokar oleh beberapa responden pedagang perantara di Provinsi Lampung

Daerah dan jenis Harga 100 persen KKK (Rp.) Tujuan Keterangan
responden Beli Jual
Lampung Utara (pe- Mutu A1: 14.570 – 17.170 23.3001) Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 2
dagang perantara) persen
- Kadar kotoran 0,32 persen
- KKK 60 – 70 persen
Mutu A: 14.000 – 16.670 23.3001) Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 4
persen
- Kadar kotoran 1,02 persen
- KKK 50 – 59 persen
Mutu B : 15.600 – 16.000 11.000 – 12.000 Pabrik karet di Bandarlampung - Potongan harga bokar 12 –
14 persen
- Kadar kotoran 1,53 persen
- KKK 40 – 49 persen
Way Kanan (koperasi 14.530 – 15.980 15.550 - 17.700 Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 10
unit desa) persen
- Kadar kotoran 0,05 persen
- KKK 50 – 55 persen
Tulang Bawang (pe- Mutu B: 6.930 – 9.300 14.400 - 15.430 Pabrik karet di Palembang - Potongan harga bokar 10 -
dagang perantara 11.730 – 12.570 Pabrik karet di Bandarlampung 15 persen
- Kadar kotoran 0,05 persen
- KKK 70 – 75 persen
Lampung Selatan (pe- Mutu B: 11.940 - 14.170 13.380 – 15.670 Pabrik di Bandarlampung - Potongan harga bokar 7 -17
dagang perantara) persen
- Kadar kotoran 1,1 persen
- KKK 60 – 67 persen
Keterangan: 1) Umumnya dibeli dalam keadaan dicampur antara mutu A1 dan A
KKK : kadar karet kering
63

Berdasarkan hasil pengamatan lapang yang dilakukan di beberapa daerah di


Provinsi Lampung maka rangkaian aliran bahan baku untuk proses produksi karet
remah tanpa adanya integrasi dalam suatu unit usaha disajikan pada Gambar 17.

Petani karet

Lateks kebun Bokar

Pedagang KUD Pedagang KUD


Perantara Perantara

diolah menjadi

Bokar Bokar

Pabrik Karet di Pabrik Karet


luar Provinsi di Provinsi
Lampung Lampung

Gambar 17 Rangkaian aliran bahan baku untuk proses produksi karet remah
antara petani karet, pedagang perantara dan KUD, serta pabrik karet
remah di Provinsi Lampung

Hasil pengamatan terhadap aliran bokar ke pabrik karet menunjukkan bahwa


pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan adalah pembeli utama bokar yang
dihasilkan petani karet di Provinsi Lampung. Selain itu, pabrik karet di Provinsi
Sumatera Selatan menetapkan kriteria mutu bokar yang lebih tinggi dibandingkan
pabrik karet remah di Provinsi Lampung. Hal ini ditunjukkan dengan pedagang
perantara bokar dari Provinsi Lampung yang membawa pulang kembali bokar
yang akan dijual ke pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan. Bokar yang
ditolak oleh pabrik karet di Provinsi Sumatera Selatan selanjutnya dijual ke pabrik
karet di Provinsi Lampung dan apabila masih ditolak maka pada beberapa kasus
dijual ke pabrik karet di salah satu daerah di Provinsi Jawa Tengah.
Apabila dikaitkan dengan pernyataan Supriadi dan Nancy (2001) maka
sebagian daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Lampung dikategorikan
64

sebagai “daerah belum maju”. Hal ini ditunjukkan dari (1) bokar masih
diproduksi dalam bentuk slab tebal dan tercampur kotoran; (2) masih digunakan
koagulan selain asam format yang antara lain adalah tawas; (3) tanaman karet
bukan merupakan klon unggulan; dan (4) melakukan penyadapan berat.
Apabila harga bokar (KKK 50 persen) dikonversikan menjadi karet (KKK
100 persen) maka harganya berkisar antara Rp. 7.000,- sampai dengan Rp.
14.000,-/kg karet kering. Apabila dikaitkan dengan produksi karet per hektar yang
dihasilkan, petani karet responden menerima pendapatan kotor berkisar antara Rp.
700.000 - Rp.1.750.000/ha/bulan.
Dari pendapatan yang diterima tersebut, petani karet masih mengeluarkan
biaya yang besar terutama untuk kegiatan penyadapan yang umumnya disepakati
30 persen dari lateks yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan petani karet di
Provinsi Lampung yang rata-rata memiliki 1 hektar tanaman karet sebagian masih
berpendapatan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan
Pemprov Lampung sebesar Rp. 505.000,-/bulan untuk tahun 2005. Hal ini yang
menjadi hal yang harus diperhatikan dalam meningkatkan keinginan petani untuk
memperbaiki tata cara penanganan dan pengolahan lateks kebun. Selain itu,
kebijakan pemerintah yang menetapkan harga karet yang diterima petani adalah
85 persen FOB selayaknya segera direalisasikan sehingga petani karet yang
sebagian besar memiliki lahan tanaman karet dalam jumlah yang kecil (1
hektar/kepala keluarga) dapat hidup layak.

Proses pengolahan karet remah di pabrik

Tahapan proses pengolahan karet remah


Proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar secara umum terdiri
dari proses pembersihan, pengecilan ukuran, penggilingan, peremahan, dan
pengeringan. Proses pengolahan karet remah memerlukan masukan berupa air
dan energi yang berasal dari listrik, bahan bakar (solar), dan tenaga manusia
dalam jumlah yang relatif besar. Hasil pengamatan terhadap proses pengolahan
bokar menjadi karet remah disajikan pada Gambar 18 sedangkan proses
pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun disajikan pada Gambar 19.
65

Lump/Slab

Slab Cutter
(Pencabikan bokar sampai berukuran sekitar 2 inci)

Bak macroblending
(Pencucian cabikan bokar)

Hammermill
(Pengecilan cabikan bokar sehingga dihasilkan cabikan berukuran seragam)

Shredder
(Pengecilan ukuran sehingga siap untuk digiling menjadi lembaran kasar)

Jumbo mangel
(Penggilingan cabikan bokar menjadi lembaran kasar karet)

Mangel unit
(Penggilingan lembaran kasar karet menjadi blanket basah yang siap dijemur)

Bak perendaman blanket basah


(Perendaman selama 30 menit dalam larutan untuk mencegah timbulnya
bau/off-odor selama penjemuran blanket basah )

Ruang gantung
(Penggantungan blanket basah karet dengan diangin-anginkan selama 14 hari)

Shredder
(Pencabikan blanket kering karet menjadi remahan)

Tunnel dryer
(Pengeringan remahan karet dengan auto-dryer sistem lorong pada suhu
110-115 oC selama 4 jam yang selanjutnya didinginkan menggunakan blower
sehingga dihasilkan bongkahan dengan suhu 80 oC)

Pengempa hidrolis
(Pengempaan remahan karet kering menjadi bandela karet remah dengan berat
35 kg per bandela)

Pengemasan dan penyimpanan bandela


(Pengemasan bandela karet dengan plastik polietilen dan selanjutnya
ditempatkan pada kemasan box shrink wraped, peti kayu, atau slip try)

Karet remah

Gambar 18 Proses pengolahan bokar menjadi karet remah SIR 20 di pabrik


karet remah responden
66

Lateks kebun

Bulking and mixing tank


(Pengumpulan lateks kebun dan penambahan dengan air sampai KKK yang
ditentukan)

Bak penggumpalan
(Penggumpalan lateks kebun dengan penambahan asam format)

Mobile crusher
(Penggilingan gumpalan karet sehingga dihasilkan lembaran setebal 5 cm)

Creper 1
(Penggilingan lembaran karet sehingga dihasilkan lembaran setebal 1 cm )

Creper 2
(Penggilingan lembaran karet sehingga dihasilkan lembaran setebal 0,5 cm )

Shredder
(Penghancuran lembaran karet menjadi remahan)

Vortex pumps
(Penghisapan remahan karet menuju wadah pengeringan/box dryer)

Tunnel dryer
(Pengeringan remahan karet dengan auto-dryer sistem lorong pada suhu
118-120 oC selama 3,5 jam yang selanjutnya didinginkan menggunakan
cooling fan extra dan cooling fan sehingga dihasilkan bongkahan dengan suhu
tidak lebih dari 40 oC)

Pengempa hidrolis
(Pengempaan remahan karet kering menjadi bandela karet remah dengan berat
33,33 kg per bandela)

Pengemasan dan penyimpanan bandela


(Pengemasan bandela karet dengan plastik polietilen dan selanjutnya
ditempatkan pada pallet kayu yang dilapisi plastik hitam)

Karet remah

Gambar 19 Proses pengolahan lateks kebun menjadi karet remah SIR 3 L dan 3
WF di pabrik karet remah responden
67

Dari Gambar 18 terlihat bahwa proses pengolahan karet remah berbahan


baku bokar pada pabrik karet remah responden terdiri dari rangkaian slab cutter -
macro-blending – hammer-mills – shredder – jumbo mangel - mangel unit –
penjemuran – shredder – tunnel dryer – sortasi, pengempaan, dan pengemasan.
Apabila dibandingkan dengan beberapa rangkaian tahapan proses pengolahan
karet remah berbahan baku bokar (Gambar 4) maka rangkaian proses pengolahan
karet remah yang dilakukan di pabrik karet responden dikategorikan relatif
singkat karena rangkaian proses terpanjang terdiri dari 15 tahap yang didominasi
oleh kegiatan pembersihan bokar sebanyak 2 tahap.
Untuk proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun pada
pabrik karet responden menggunakan proses yang sama dengan proses yang
dilakukan pada pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun pada umumnya
(Gambar 3).
Apabila dibandingkan dengan proses pengolahan karet remah high grade
pada dua pabrik di Baturaja dan Tebenan (Suwardin 1990) maka proses
pengolahan karet remah yang dilakukan di pabrik karet remah responden lebih
singkat karena tidak menggunakan macerator pada tahap awal proses penipisan
lembaran dan hanya menggunakan 2 buah creper.
Dari Gambar 18 dan 19 terlihat perbedaan utama antara proses pengolahan
karet remah berbahan baku bokar dan karet remah berbahan baku lateks kebun
yaitu pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar dibutuhkan proses
pembersihan dan penjemuran blanket basah karet (pre-drying), sedangkan pada
pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun dibutuhkan proses
pemisahan serum atau cairan sisa proses penggumpalan lateks. Proses
pengolahan karet remah berbahan baku bokar yang memerlukan tahapan proses
pembersihan dan penjemuran (pre-drying) menyebabkan beberapa kerugian antara
lain:
1. memerlukan tahapan proses pengolahan yang lebih panjang;
2. membutuhkan investasi pengadaan mesin-mesin untuk proses pembersihan;
3. membutuhkan input berupa tenaga listrik dan tenaga manusia untuk
mengoperasikan mesin-mesin proses pembersihan;
4. membutuhkan investasi untuk ruang penjemuran;
68

5. membutuhkan input berupa tenaga manusia dan peralatan untuk proses


penjemuran; dan
6. mengalami kerugian finansial selama proses penjemuran blanket basah selama
sekitar 14 hari.

Penggunaan air pada proses pengolahan karet remah, kualitas limbah cair
yang dihasilkan serta teknik penanganannya

Hasil pengamatan terhadap penggunaan air pada pabrik karet remah


berbahan baku bokar dan pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun sebagai
pembanding di Provinsi Lampung disajikan pada Gambar 20 dan 21.

Bokar
1 ton Air 1,100 m3 Pembersihan lantai Air limbah
(air 0,428 m3) dan peralatan 1,100 m3
18,506 m3

Uap air
0,192 m3

Slab cutter Hammer- Scrap washer Jumbo mangel Pre-drying Shredder


dan mills dan shredder dan mangel unit
macro-blending
534 kg

Air limbah Air limbah Air limbah Air limbah Air limbah
0,770 m3 4,850 m3 6,220 m3 4,270 m3 2,605 m3

Limbah padat
65 kg Uap air
0,027 m3

Karet remah Auto-drier


507 kg

Gambar 20 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar
69

Lateks kebun
1 ton
(air 0,753 m3)
Asam format Air Air Air
Air 2,527 kg 3,110 m3 0,479 m3 0,420 m3
0,26 m3
Bulking and Bak Mobile crusher Creper I Creper II
Natrium pembekuan
mixing tank
metabisulfit
0.433 kg
Air limbah Air limbah Air limbah
3.261 m3 0,949 m3 0,511 m3

Uap Air Air Air


0,301 m3 1,052 m3 0,205 m3

Karet terikut dalam serum dan Karet remah


terkumpul dalam rubber trap SIR 3 L dan 3 WF Drier Vortex Shredder
20 kg 227 kg pumps

Air limbah Air limbah


1,052 m3 0,205 m3
Air Pencucian alat dan Air limbah
0,53 m3 pembersihan lantai 0,53 m3

Gambar 21 Air proses untuk pengolahan karet remah berbahan lateks kebun

Dari Gambar 20 dan 21 terlihat bahwa pabrik karet remah berbahan baku
bokar menggunakan lebih banyak air (38,671 m3/ton karet remah) dibandingkan
dengan pabrik karet remah berbahan lateks kebun (24,518 m3/ton karet remah).
Batas maksimal penggunaan air yang ditentukan untuk industri karet remah
berdasarkan Kep. MenLH no. 51/MenLH/10/1995 adalah 40 m3/ton produk.
Sebagai perbandingan, hasil studi yang dilakukan Gapkindo (1992) tentang
penggunaan air pada proses pengolahan bokar menjadi karet remah SIR 20
disajikan pada Gambar 22.
70

1,6 m3 untuk
Uap air 0,1 m3
Air pencuci 40 m3 kebersihan/
Setiap 1 ton karet pengurasan
(air = 0,4 m3)
Pre-drying

Ruang
8,4 m3 12,4 m3 13,2 m3 4,4 m3
gantung/
Karet (air = gulung
Pembersih- Pembersih- Penggilingan 0,3 m3)
an tahap I an tahap II

Pre-breaker Hammer-mill Gilingan


Granulator Karet Creper
Hammer-mill (air= 0,4
Bak macro- Macerator
blending m3) Uap air
0,2 m3

Peremahan Karet (air Pengeringan


= 0,2 m3)
Shredder Dryer

Air terperas
0,1 m3

Limbah cair Limbah cair Limbah cair Limbah cair Karet kering
8,4 m3 12,4 m3 13.2 m3 4,4 m3 1 ton

75% kotoran dihilangkan 25% kotoran dihilangkan


(limbah padat 0,13 m3) (limbah padat 0,045m3)

Gambar 22 Penggunaan air untuk pengolahan karet remah berbahan baku bokar
(Gapkindo 1992)

Pada pabrik responden, proses pembersihan bokar dilakukan pada mesin slab
cutter, hammer-mills, dan scrap washer. Air yang digunakan untuk proses
pembersihan bokar pada pabrik responden adalah sebanyak 22,5 m3/ton karet
kering atau sekitar 60 persen dari total kebutuhan air proses. Air yang digunakan
pabrik karet remah responden lebih tinggi dibandingkan dengan hasil studi
Gapkindo (1992) yaitu sekitar 50 persen dari total air yang digunakan, yaitu 40
m3/ton karet kering, digunakan untuk proses pembersihan.
Hal ini menjadi indikator bahwa pabrik responden menggunakan bokar yang
lebih kotor dibandingkan dengan pabrik karet remah umumnya dengan limbah
padat yang dihasilkan sebanyak 128 kg/ton karet kering atau lebih banyak
dibandingkan dengan rata-rata limbah padat pabrik karet remah yaitu 88 kg/ton
71

karet kering. Selain itu, pabrik karet responden pada kenyataannya sering
mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku sehingga harus menerima
bokar dengan kondisi yang sangat kotor untuk memenuhi kapasitas minimum
produksi.
Hal yang berbeda terjadi pada proses pengolahan karet remah berbahan baku
lateks kebun, proses pengolahannya hanya memerlukan proses penggilingan
menggunakan mobile crusher dan creper 1 dan 2 untuk memisahkan serum dari
koagulum dan penipisan lembaran karet sebelum diremahkan.
Limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar memiliki
karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan yang berbahan baku lateks kebun.
Hasil pengamatan terhadap karakteristik limbah cair kedua jenis limbah ini
disajikan pada Tabel 17 dan 18.
Dari Tabel 17 dan 18 terlihat bahwa limbah cair proses pengolahan karet
remah berbahan baku bokar mengandung bahan cemaran yang lebih sedikit
dibandingkan dengan limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar. Hal ini disebabkan bokar relatif sudah tidak mengandung serum, yang
merupakan sisa proses penggumpalan lateks kebun, karena terpisah atau hilang
selama proses penanganan di tingkat petani, pedagang perantara, dan KUD, yaitu
pada saat perendaman dalam air dan penyimpanan.
72

Tabel 17 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar

Tahap proses Parameter


Kekeruhan TSS N-NH3 COD pH Kuantitas
(NTU) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (m3/ton
bokar))
Air umpan 58 124 0 93 6,97 38,671*)
Slab-cutter dan bak
macro- blending 352 955 93,5 1330 6,75 0,770
Hammer-mills 579 1600 56,75 279 6,95 4,850
Scrap washer dan
shredder 100 415 2,38 350 7,11 6,220
Mangel unit 151 490 9,25 480 6,97 4,270
Shredder crumb
rubber 94 268 30,08 190 7,20 2,610
Limbah segar 120 380 28,13 1155 6,65 39, 083*)
Outlet IPAL 44 108 0 90 7,58
Pembersihan I**) 220 -260 250 - 350 6,0 8,4
Pembersihan II**) 130 – 192 170 - 220 6,5 12,4
Penggilingan**) 103 – 145 150 - 170 6,5 13,2
Peremahan**) 73 – 110 90 - 120 6,5 4,4
Air kurasan bak **) 400 – 760 700-1300 6,5-7,4 1,6
Keterangan:
*)
dalam m3/ton karet remah
**)
Gapkindo (1992)

Tabel 18 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks
kebun

Tahap proses Parameter


Kekeruhan TSS N-NH3 COD pH Kuantitas
(NTU) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (m3/ton
lateks)
Air umpan 2 84,84 0,00 90 7,05 24,518*)
Proses pem-
bekuan lateks
kebun dan
mobile crusher 5,44 825,07 214,55 3200 5,40 3,261
Creper 1 410 1098,31 354,55 7540 5,62 0,949
Creper 2 140 427,63 265,75 5950 5,73 0,511
Hammer mills 85 291,01 194,30 1790 5,62 0,205
Vortex pumps
dan Drier 34 164,33 265,10 890 6,30 1,012
Inlet Rubber
trap 624 706,36 125,30 3752 5,47 26,348*)
Outlet IPAL
Anaerobik 111 335,60 213,00 1280 5,76
Outlet IPAL 15 117,13 0,00 105 7,82
Keterangan:
*)
dalam m3/ton karet remah
73

Serum lateks terdiri dari air, karbohidrat dan inositol, protein dan senyawa
nitrogen, asam nukleat dan nukleosida, ion anorganik, dan ion logam. Serum
adalah komponen utama lateks kebun selain fraksi karet, partikel Frey-Wyssling,
dan lutoid (van Gils dan Honggokusumo 1976; Goutara et al. 1976).
Utomo et al. (2003) menyatakan bahwa limbah cair pabrik karet remah
berbahan baku lateks kebun memiliki nilai COD berkisar antara 3000 – 5000 mg/l
dengan rasio COD: BOD sekitar 1,5 sehingga tergolong limbah yang mudah
terurai secara biologis. Selain itu, limbah cair pabrik karet berbahan baku lateks
kebun mengandung senyawa nitrogen dan fosfor masing-masing sebesar 100 –
300 mg/l N-NH3 dan 20 – 40 mg/l P-PO4.
Hasil pengamatan pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar
menunjukkan bahwa penanganan limbah cair dilakukan dengan menggunakan
serangkaian kolam yang terdiri dari kolam pengendapan, koagulasi, aerasi, dan
penampungan akhir (Gambar 23).

Limbah cair

Kolam pengendapan lumpur

Kolam koagulasi
(sistem kimiawi dengan
penambahan tawas)

Parit oksidasi
(dengan penggunaan sistem
tangga batuan yang disusun
secara zigzag)

Kolam aerobik 1

Kolam aerobik 2

Kolam penampungan akhir

Efluen

Gambar 23 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
bokar pada pabrik karet responden
74

Proses penanganan limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan


baku bokar yang dilakukan di pabrik karet remah responden dapat dikatakan
sudah memadai mengingat karakteristik dari limbah cair pabrik karet remah
berbahan baku bokar lebih ringan dibandingkan dengan limbah cair pabrik karet
remah berbahan baku lateks kebun serta hasil pengamatan terhadap efluen yang
dihasilkan telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan (Tabel 19).

Tabel 19 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku bokar

Parameter Limbah segar Efluen Baku mutu


Kep MenLH no
51 tahun 1995
Nilai pH 6,83 7,58 6.0 – 9,0
COD (mg/l) 1.360 80 200
N-NH3 (mg/l) 36 0 5
TSS (mg/l) 1.134 35 100

Proses penanganan limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan karet
remah berbahan baku lateks kebun pada pabrik karet remah responden adalah
menggunakan sistem kolam yang terdiri dari dua unit rubber trap, dua unit kolam
anaerobik, 2 unit kolam fakultatif, dan 2 unit kolam aerobik (Gambar 24).
Kolam rubber trap digunakan untuk memisahkan padatan dari limbah cair
yaitu partikel-partikel karet yang tidak menggumpal pada proses koagulasi yang
berjumlah sekitar 20 kg/ton lateks kebun. Partikel-partikel karet dalam rubber
trap akan membentuk gumpalan dan dikutip setiap beberapa hari sekali. Karet
yang terkumpul dari rubber trap masih memiliki nilai ekonomi karena dapat
digunakan sebagai bahan baku, terutama untuk industri alas kaki.
Kolam anaerobik merupakan salah satu bagian terpenting dalam rangkain
kolam pada unit pengolahan limbah cair pabrik karet karena pada kolam ini
senyawa organik yang potensial sebagai sumber pencemar didegradasi. Pada
tahap anaerobik terjadi penguraian senyawa organik yang menghasilkan biogas
yaitu gas metana (CH4), amonia, sulfida, dan karbon dioksida (CO2) (Metcalf dan
Eddy 1991). Proses penguraian senyawa organik dilanjutkan pada kolam
fakultatif yaitu penguraian lebih lanjut dari senyawa karbon yang belum terurai
pada kolam anaerobik.
75

Limbah cair

Rubber Trap 1 Gumpalan karet

Rubber Trap 2 Gumpalan karet

Kolam anaerobik 1

Kolam anaerobik 2

Kolam fakultatif 1

Kolam fakultatif 2

Kolam aerobik 1

Kolam aerobik 2

Efluen

Gambar 24 Proses pengolahan limbah cair pabrik karet remah berbahan baku
lateks kebun pada pabrik karet responden

Pada kolam aerobik terjadi penyisihan senyawa karbon yang tersisa menjadi
CO2 dan nitrogen amonia dikonversi menjadi nitrogen nitrat yang selanjutnya
diubah menjadi nitrogen bebas pada tahap anoksik. Ortofosfat yang terbentuk
pada tahap anaerobik dapat disisihkan pada proses aerobik menjadi bentuk
polifosfat dengan memanfaatkan PHB yang terbentuk pada proses anaerobik atau
sumber karbon yang tersedia, sedangkan pada tahap anoksik penyisihan ortofosfat
dapat terjadi dengan tersedianya nitrogen nitrat sebagai elektron akseptor
(Verstraete dan Vaerenbergh, 1986; Metcalf dan Eddy, 1991; Kuba et al., 1996).
Hasil pengamatan kinerja dari unit pengolahan limbah berupa rangkaian
kolam rubber trap - anaerobik – fakultatif – aerobik disajikan pada Tabel 20.
76

Tabel 20 Karakteristik limbah cair pabrik karet remah berbahan baku lateks
kebun

Parameter Limbah segar Efluen Baku mutu


Kep MenLH no
51 tahun 1995
Nilai pH 5,47 7,82 6.0 – 9,0
COD (mg/l) 3752 105 200
N-NH3 (mg/l) 137 2,4 5
TSS (mg/l) 706 77 100

Dari serangkaian kolam yang terdapat pada unit pengolahan limbah cair
pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun maka proses penyisihan senyawa
nutrien, yang meliputi senyawa karbon, nitrogen, dan fosfor, terjadi secara
simultan. Kelemahan dari sistem kolam yang digunakan untuk mengolah limbah
cair pabrik karet remah berbahan baku lateks kebun antara lain adalah diperlukan
lahan yang luas. Pada dua pabrik karet berbahan baku lateks kebun yang diamati,
unit pengolahan limbah masing-masing mampu menampung 42.148 m3 dan
52.180 m3 limbah cair dengan waktu tinggal 130 hari dan 140 hari.

Penggunaan energi pada proses pengolahan karet remah


Hasil pengamatan terhadap energi yang digunakan pada proses pengolahan
karet remah berbahan baku bokar di pabrik karet responden disajikan pada
Gambar 25.
Hasil pengamatan terhadap penggunaan energi listrik menunjukkan bahwa
listrik pengolahan karet remah berbahan baku bokar menggunakan listrik sebesar
0,924 MJ/kg karet kering. Secara rinci energi listrik yang digunakan dan
persentasenya pada masing-masing tahap disajikan pada Tabel 21 dan Gambar 26.
77

Bokar

Pengangkutan

Pengecilan ukuran dan


pembersihan

Penggilingan

Energi listrik Penjemuran blanket basah

Energi manusia
Peremahan
Energi bahan bakar

Pengeringan

Pembuatan bandela

Pengemasan dan
penyimpanan

Karet remah

Gambar 25 Bagan alir masukan energi pada proses pengolahan karet remah

Tabel 21 Energi listrik yang digunakan pada proses pengolahan bokar menjadi
karet remah

Kegiatan Energi listrik (MJ/kg)


Pengecilan ukuran dan pembersihan 0,446
Penggilingan 0,288
Peremahan 0,119
Pengeringan 0,053
Pembuatan bandela 0,018
Total 0,924
78

Pengecilan ukuran dan


6% 2% pembersihan
13% Penggilingan
48%
Peremahan

Pengeringan
31%
Pembuatan bandela

Gambar 26 Persentase penggunaan energi listrik pada proses pengolahan bokar


menjadi karet remah

Dari Tabel 21 dan Gambar 26 terlihat bahwa proses pengecilan ukuran dan
pembersihan merupakan bagian yang dominan menggunakan tenaga listrik yaitu
hampir 50 persen dari total listrik yang dibutuhkan untuk proses pengolahan karet
remah berbahan baku bokar. Hal ini menjadi pertimbangan untuk upaya
efisiensi karena dengan menghasilkan bokar bersih maka penggunaan energi
listrik dapat dikurangi akibat lebih singkatnya proses pembersihan bokar.
Energi bahan bakar pada pabrik karet responden berbahan baku bokar
berasal dari solar yang digunakan pada proses pengangkutan dan pengeringan.
Bahan bakar digunakan truk untuk mengangkut bokar setelah ditimbang menuju
ruang penyimpanan dan mengangkut blanket basah menuju ruang penjemuran.
Hasil pengamatan pada Tabel 22 dan Gambar 27 menunjukkan bahwa
sebagian besar energi dari bahan bakar solar digunakan pada tahap pengeringan
yaitu 1,8433 MJ/kg karet kering atau 97 % dari konsumsi bahan bakar pada
pengolahan karet remah berbahan baku bokar, sedangkan kegiatan pengangkutan
hanya menggunakan 0,0570 MJ/kg karet kering (3 %).

Tabel 22 Energi bahan bakar yang digunakan pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah

Kegiatan Energi bahan bakar (MJ/kg)


Pengangkutan 0,0570
Pengeringan 1,8433
Total 1,9003
79

3%

Pengangkutan
Pembuatan bandela

97%

Gambar 27 Persentase penggunaan energi bahan bakar pada proses pengolahan


bokar menjadi karet remah

Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan pakar diketahui bahwa


jenis tunnel dryer yang digunakan sangat berpengaruh terhadap bahan bakar
yang dibutuhkan. Tunnel dryer atau mesin pengering yang digunakan pada
kebanyakan pabrik karet merupakan mesin tipe lama yang membutuhkan bahan
bakar dalam jumlah yang besar yaitu berkisar antara 40 – 50 liter solar/ton karet
kering. Mesin pengering terbaru yang telah mengalami penyempurnaan hanya
membutuhkan sekitar 25 – 35 liter solar/ton karet kering. Akan tetapi, faktor
penghambat bagi pabrik karet yang ingin meningkatkan efisiensinya dengan
menggunakan mesin pengering karet remah terbaru adalah harga dari peralatan
yang mencapai harga sekitar Rp. 1,5 - 2 milyar per unit (Haris 2006; Balitbang
Deptan 2005).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam kegiatan proses produksi karet
remah berbahan baku bokar pada pabrik karet remah responden, tenaga manusia
digunakan dalam semua tahap, mulai tahap pengangkutan sampai dengan tahap
pengemasan di pabrik. Energi manusia yang digunakan pada masing-masing tahap
proses produksi karet remah dan persentasenya disajikan pada Tabel 23 dan
Gambar 28.
80

Tabel 23 Energi bahan bakar yang digunakan pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah

Kegiatan Energi manusia (MJ/kg)


Pengangkutan 0,0012
Pengecilan ukuran dan pembersihan 0,0055
Penggilingan 0,0055
Penjemuran 0,0055
Peremahan 0,0023
Pengeringan 0,0016
Pembuatan Bandela 0,0008
Pengemasan 0,0008
Total 0,0232

Pengangkutan

Pengecilan ukuran dan


3% 3% 5% pembersihan
7%
10% 24% Penggilingan

Penjemuran blanket basah

24% Peremahan
24%

Pengeringan

Pembuatan bandela
Gambar 28 Persentase penggunaan energi manusia pada proses pengolahan
bokar menjadi karet remah

Dari Tabel 22 dan Gambar 28 dapat dilihat bahwa proses pengecilan ukuran
dan pembersihan bokar merupakan salah satu tahapan proses pembuatan karet
remah yang paling banyak memerlukan tenaga manusia. Hal ini disebabkan
bentuk bokar dalam bentuk slab tebal dan kotor memerlukan perlakuan
pendahuluan untuk pengecilan ukuran dan pemisahan kotoran. Berdasarkan hal
tersebut maka bokar dalam bentuk slab sebaiknya diubah menjadi lembaran tipis
yang bersih sehingga tenaga manusia yang diperlukan dapat lebih dihemat.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa energi tenaga manusia yang
digunakan dalam proses produksi karet remah adalah sebanyak 0,0232 MJ/kg
karet kering. Apabila dilakukan perhitungan terhadap energi yang dikeluarkan
oleh setiap pekerja dengan rata-rata produksi per hari pabrik karet remah
responden sebanyak 11.717 kg karet remah/hari, maka setiap pekerja
81

mengeluarkan energi sebanyak 4,607 MJ/orang atau masih di bawah batas energi
maksimum yang dapat dikeluarkan manusia untuk bekerja yaitu 8,4 MJ/hari
(Banister and Brown 1968 dalam Astrand et al. 2003). Hasil perhitungan
terhadap energi manusia dalam pengolahan karet remah berbahan baku bokar
pada pabrik karet remah responden menunjukkan bahwa jumlah maksimum karet
remah yang dapat dihasilkan per shift kelompok pekerja berjumlah 59 orang per
shift (8 jam kerja) dapat menghasilkan maksimum sekitar 21 ton karet
remah/shift/hari.
Secara keseluruhan, proses produksi pengolahan bokar menjadi karet remah
pada pada pabrik karet responden membutuhkan total energi sebesar 2,5132
MJ/kg karet. Energi bahan bakar merupakan komponen energi terbesar yaitu
sekitar 63 persen dari energi yang digunakan sedangkan tenaga manusia
merupakan bagian terkecil. Jenis masukan energi dan persentasenya disajikan
pada Tabel 24 dan Gambar 29.

Tabel 24 Jenis masukan energi pada proses pengolahan bokar menjadi karet
remah

Jenis energi Jumlah Jumlah*)


(MJ/kg karet kering) (MJ/kg karet kering)*)
Listrik 0,9240 0,7200
Manusia 0,0232 0,0170
Bahan bakar 1,5660 1,4315
Total 2,5132 2,1685
*)
Haris (2006)

1%

37%
Energi Listrik
Energi bahan bakar
Energi tenaga manusia
62%

Gambar 29 Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan


bokar menjadi karet remah
82

Hasil penelitian Haris (2006) terhadap pabrik karet remah berbahan baku
bokar dengan kapasitas 60 ton/hari menunjukkan hal yang sama yaitu energi
bahan bakar merupakan jenis energi yang terbesar dalam pengolahan karet remah
berbahan baku bokar (66 persen); sedangkan energi manusia merupakan energi
yang terkecil (0,8 persen).
Proses pengeringan yang dilakukan pada proses pengolahan karet remah
berbahan baku bokar dan lateks kebun adalah sama yaitu menguapkan air yang
masih terdapat pada remahan karet. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
jenis alat pengering (tunnel dryer) yang digunakan pada pabrik pengolahan karet
remah responden, baik yang berbahan baku bokar dan lateks kebun, masih
tergolong menggunakan teknologi lama. Hal ini ditunjukkan dengan kebutuhan
bahan bakar yang masih melebihi 40 liter/ton karet kering, sedangkan dari hasil
wawancara dengan pakar diketahui bahwa tunnel dryer dengan teknologi baru
hanya membutuhkan bahan bakar berupa solar sekitar 25 liter/ton karet kering.
Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan pustaka yang terkait diketahui
bahwa energi yang digunakan untuk proses pengolahan karet remah berbahan
baku lateks kebun dengan teknologi pengeringan yang baru membutuhkan energi
yang lebih sedikit. Honggokusumo dan Maspanger (2004) menyatakan bahwa
lateks kebun yang diolah menjadi karet remah jenis mutu SIR 3 membutuhkan
energi, dalam bentuk energi listrik, yang lebih sedikit dibandingkan dengan karet
remah jenis mutu SIR 20 yang berbahan baku bokar yaitu maksimal 300 kVA/ton
karet kering atau setara dengan 1,080 MJ/kg karet kering; sedangkan karet remah
berbahan baku bokar dapat melebihi 500 kVA/ton karet kering atau setara dengan
1,800 MJ/kg karet kering. Hasil pengamatan pada pabrik karet remah responden
berbahan baku lateks kebun disajikan pada Tabel 25 dan Gambar 30.

Tabel 25 Jenis masukan energi pada proses pengolahan lateks kebun menjadi
karet remah

Jenis energi Jumlah


(MJ/kg karet kering)
Listrik 0,5920
Manusia 0,0148
Bahan bakar 1,7669
Total 2,3737
83

25%

tenaga listrik
tenaga manusia
1% bahan bakar

74%

Gambar 30 Grafik persentase penggunaan energi pada proses pengolahan lateks


kebun menjadi karet remah

Dari Tabel 25 dan Gambar 30 dapat diketahui bahwa energi bahan bakar
merupakan jenis energi yang paling banyak digunakan dalam mengolah lateks
kebun menjadi karet remah (74 persen); selanjutnya berturut-turut energi listrik
(25 persen) dan energi manusia (kurang dari 1 persen).

Analisis Penyebab Timbulnya Limbah pada Proses Produksi


Karet Remah berbahan baku Bokar

Proses produksi karet remah berbahan baku bokar menghasilkan 3 jenis


limbah yaitu limbah cair, padat, dan gas (malodor).
Limbah cair yang dihasilkan pada proses pengolahan karet remah berbahan
baku bokar merupakan keluaran air proses yang sebagian besar berasal dari proses
pembersihan dan pengecilan ukuran bokar pada tahap pembuatan blanket basah,
yaitu berkisar antara 50 - 60 persen dari total air yang digunakan. Selain itu,
limbah cair proses pengolahan karet remah adalah sisa serum serta air yang terikut
dalam bokar. Sumber limbah cair yang dihasilkan pada pengolahan karet remah
berbahan baku bokar disajikan pada Gambar 31.
84

Lateks kebun
Pada Petani Karet
dan Pedagang
Perantara
Air Proses penggumpalan

Bokar

Air Penyimpanan dengan Serum dan air


perendaman dalam air

Air proses Proses pengolahan bokar Limbah cair

Karet remah Pada Pabrik Karet

Gambar 31 Sumber limbah cair proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar

Limbah cair yang telah diolah dari UPL yang ada umumnya langsung
dibuang ke perairan umum dan belum seluruh pabrik karet remah melakukan
upaya penggunaan kembali (resirkulasi) untuk air proses walaupun efluen yang
dihasilkan telah memenuhi baku mutu dan layak untuk digunakan kembali
terutama untuk proses pembersihan dan pengecilan ukuran bokar (Suparto dan
Alfa 1996). Hasil analisis limbah cair pabrik karet berbahan baku bokar (Tabel
18) menunjukkan bahwa efluen dari IPAL pabrik kerat remah responden
mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan air umpan yang digunakan
sehingga dapat digunakan kembali sebagai air proses untuk pengolahan blanket
basah menjadi karet remah; sedangkan air untuk proses untuk pembuatan blanket
basah dapat menggunakan keluaran proses pengolahan blanket basah menjadi
karet remah.
Limbah padat yang dihasilkan dari proses pengolahan bokar menjadi karet
remah berdasarkan hasil pengamatan berupa potongan atau serpihan kayu, pasir,
dan kotoran lain. Hal ini merupakan kondisi yang umum ditemukan pada proses
pengolahan karet remah berbahan baku bokar (Tunas 2002).
Limbah padat yang terdapat pada bokar umumnya merupakan hal yang
disengaja ditambahkan oleh petani karet dan pedagang perantara pada saat
pengolahan lateks kebun menjadi bokar terutama pada saat penggumpalan lateks.
85

Faktor-faktor lain yang kemungkinan menyebabkan terikutnya cemaran yang


menjadi limbah padat adalah penggunaan wadah kayu dan lubang di tanah untuk
proses penggumpalan lateks; dan proses penyimpanan dengan cara merendam
bokar dalam air dengan waktu yang cukup lama (sampai dengan 25 hari).
Sumber limbah padat yang dihasilkan pada pengolahan karet remah berbahan
baku bokar disajikan pada Gambar 32.

Lateks kebun Pada Petani Karet


dan Pedagang
Tatal kayu, Perantara
pasir, dan lain Proses penggumpalan
lain
Bokar
Padatan
berukuran Penyimpanan dengan
kecil perendaman dalam air

Proses pengolahan bokar


terutama proses Limbah padat
pembersihan

Pada Pabrik Karet


Karet remah

Gambar 32 Sumber limbah padat proses pengolahan karet remah berbahan baku
bokar

Limbah gas berupa bau busuk menyengat dari pabrik karet remah merupakan
senyawa volatil rantai pendek hasil penguraian senyawa yang terdapat pada serum
karet antara lain karbohidrat dan inositol serta protein dan senyawa nitrogen (van
Gils dan Honggokusumo 1976).
Dari hasil pengamatan lapang dan diskusi dengan pakar diketahui bahwa
limbah gas berupa bau busuk menyengat dihasilkan pada tingkat petani karet,
pedagang perantara, dan pabrik karet remah. Pada tingkat petani karet dan
pedagang pengumpul, bau busuk menyengat timbul pada penyimpanan bokar
terutama apabila disimpan di dalam air, sedangkan di pabrik karet remah timbul
pada penyimpanan bahan baku, ruang gantung, dan proses pengeringan remahan
karet menggunakan tunnel dryer. Sumber limbah padat yang dihasilkan pada
pengolahan karet remah berbahan baku bokar disajikan pada Gambar 33.
86

Lateks kebun Pada Petani Karet


dan Pedagang
Perantara
Proses penggumpalan

Bokar

Penyimpanan dengan
perendaman dalam air Limbah gas

Proses penyimpanan bahan Limbah gas


baku

Proses pembuatan blanket


basah

Blanket basah

Proses penjemuran blanket


basah (pre-drying) selama Limbah gas
14 hari

Proses peremahan blanket


kering

Proses pengeringan dengan


tunnel dryer Limbah gas

Karet remah Pada Pabrik Karet

Gambar 33 Sumber limbah gas (malodor) proses pengolahan karet remah


berbahan baku bokar

Hasil pengamatan lapang dan diskusi dengan pakar menunjukkan bahwa


limbah gas berupa bau busuk menyengat (malodor) hanya ditangani pada pabrik
karet remah antara lain menggunakan wet scrubber atau bio-filter (Tunas 2002;
Harianto dkk 2000); sedangkan pada petani karet dan pedagang perantara tidak
dilakukan upaya penanganan bau busuk menyengat.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa semua jenis limbah yang
dihasilkan pada proses produksi karet remah berbahan baku bokar terakumulasi di
87

pabrik karet remah, sedangkan pada tingkat petani dan pedagang perantara – KUD
tidak dihasilkan limbah dalam bentuk nyata kecuali bau busuk menyengat
(malodour). Hal ini yang menyebabkan pabrik karet remah menerapkan
berbagai upaya untuk menangani dan mengolah ketiga jenis limbah sehingga
membutuhkan biaya baik untuk peralatan, operasional, dan pemeliharaan.

Struktur Sistem Industri Karet Remah berbasis Produksi Bersih

Sistem agroindustri karet remah berbahan baku bokar melibatkan setidaknya


tiga pelaku utama yaitu petani karet, pedagang perantara, dan pabrik pengolah
karet remah yang memiliki keterkaitan erat secara fungsional antar pelaku yang
terlibat dan bersifat saling ketergantungan. Rancang bangun industri karet remah
berbahan baku bokar yang berbasis poduksi bersih dikaji struktur elemennya
untuk mendapatkan gambaran (1) struktur tujuan-tujuan yang ingin dicapai, (2)
kendala-kendala yang mungkin dihadapi, dan (3) pra-kondisi yang harus
disiapkan. Struktur elemen ini ditentukan berdasarkan hasil diskusi dengan para
pakar yang terkait di bidang karet remah.

Tujuan industri karet remah berbasis produksi bersih


Dalam kasus agroindustri karet remah, identifikasi elemen tujuan rancang
bangun industri karet remah berbasis produksi bersih menghasilkan 9 sub-elemen
yaitu (1) menghasilkan bokar bersih dan memenuhi syarat mutu yang ditetapkan;
(2) menghasilkan proses pengolahan bokar menjadi karet remah yang lebih
singkat; (3) mengurangi penggunaan sumberdaya berupa air dan energi; (4)
menurunkan biaya produksi bokar menjadi karet remah; (5) meningkatkan
keuntungan bagi pelaku yang terlibat; (6) mengurangi pencemaran lingkungan
yang terjadi; (7) mempertahankan mutu karet remah; (8) meningkatkan citra
industri karet remah; dan (9) meningkatkan daya saing industri karet remah.
Hasil analisis menggunakan model ISM menghasilkan struktur hirarki
elemen tujuan rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih
seperti yang disajikan pada Gambar 34.
88

Hasil analisis menunjukkan bahwa sub-elemen menghasilkan bokar bersih


dan memenuhi syarat mutu yang ditetapkan (1) berada pada level yang merupakan
dasar bagi sub-elemen lain. Selanjutnya, hasil analisis ISM menunjukkan bahwa
apabila mampu dihasilkan bokar bersih dan memenuhi syarat mutu yang
ditetapkan maka dapat mendorong tercapainya tujuan berupa proses pengolahan
bokar menjadi karet remah yang lebih singkat (2) dan mengurangi penggunaan
sumberdaya berupa air dan energi (3). Apabila ketiga tujuan ini telah tercapai
maka dapat mendorong tercapainya tujuan menurunkan biaya produksi (4) yang
selanjutnya berimbas kepada meningkatkan keuntungan (margin) bagi pelaku
yang terlibat (5) , mengurangi pencemaran lingkungan yang terjadi (6), dapat
mempertahankan mutu karet remah (7), dan akhirnya dapat meningkatkan citra
industri karet remah (8), serta dapat meningkatkan daya saingnya (9).
Sub-elemen lainnya yaitu meningkatkan keuntungan bagi pelaku yang
terlibat (5); mengurangi pencemaran lingkungan yang terjadi (6);
mempertahankan mutu karet remah (7); meningkatkan citra industri karet remah
(8); dan meningkatkan daya saing industri karet remah (9) merupakan elemen
yang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pencapaian tujuan sub-elemen
lainnya sehingga keempat tujuan ini dapat dicapai apabila tujuan lainnya telah
tercapai.
89

meningkatkan citra meningkatkan daya


industri karet remah saing industri karet
(8) remah (9)

mempertahankan mutu
karet remah (7)

Mengurangi
pencemaran lingkungan
yang terjadi (6)

Meningkatkan
keuntungan bagi pelaku
yang terlibat (5)

Menurunkan biaya
produksi bokar menjadi
karet remah (4)

Menghasilkan proses Mengurangi


pengolahan bokar penggunaan
menjadi karet remah sumberdaya berupa air
yang lebih singkat (2) dan energi (3)

Menghasilkan bokar
bersih dan memenuhi
syarat mutu yang
ditetapkan (1)

Gambar 34 Struktur hirarki antar sub-elemen tujuan dalam rancang bangun


industri karet remah berbasis produksi bersih
90

9
Independent Linkage
1
8
2,3
7
POWER

6
4
5
DRIVER

5
4
6
3
7
2
8,9
1
Autonomous Dependent
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9

DEPENDENCE

Gambar 35 Diagram klasifikasi sub-elemen tujuan dalam rancang bangun


industri karet remah berbasis produksi bersih

Kendala-kendala yang mungkin dihadapi dalam industri karet remah


berbasis produksi bersih

Hasil identifikasi elemen kendala dalam industri karet remah berbasis


produksi bersih menghasilkan 8 sub-elemen yaitu (1) rendahnya komitmen para
pelaku yang terlibat; (2) ketersediaan bokar yang lebih kecil dari kapasitas pabrik;
(3) lalu lintas bokar yang bebas; (4) kesediaan pabrik karet remah untuk menerima
bokar kotor dan mutu rendah; (5) akses petani karet yang sangat terbatas tehadap
teknologi anjuran; (6) lembaga pendampingan petani yang belum memadai; (7)
ketimpangan budaya antar pelaku yang terlibat; dan (8) penolakan pelaku
terhadap perubahan yang akan terjadi.
Hasil analisis menggunakan model ISM menghasilkan struktur hirarki
elemen kendala rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih
seperti yang disajikan pada Gambar 36.
91

ketersediaan bokar lalu lintas bokar kesediaan pabrik


yang lebih kecil dari yang bebas (3) karet remah untuk
kapasitas pabrik (2) menerima bokar kotor
dan mutu rendah (4)

penolakan pelaku
terhadap perubahan
yang akan terjadi (8)

rendahnya komitmen ketimpangan budaya


para pelaku yang antar pelaku yang
terlibat (1) terlibat (7)

akses petani karet yang lembaga pendampingan


sangat terbatas tehadap petani yang belum
teknologi anjuran (5) memadai (6)

Gambar 36 Struktur hirarki antar sub-elemen kendala dalam rancang bangun


industri karet remah berbasis produksi bersih

Hasil analisis menunjukkan bahwa sub-elemen akses petani karet yang


sangat terbatas terhadap teknologi anjuran (5) dan lembaga pendampingan petani
yang belum memadai (6) berada pada level yang merupakan dasar bagi
sub-elemen lain. Selanjutnya, hasil analisis ISM menunjukkan bahwa akses
petani karet yang sangat terbatas (5) ditambah dengan dengan lembaga
pendampingan petani yang belum memadai (6) menyebabkan timbul kendala
berupa rendahnya komitmen para pelaku yang terlibat (1) yang berkaitan dengan
ketimpangan budaya antar pelaku yang terlibat (7) terutama menghadapi
kemungkinan perubahan yang terjadi apabila konsep produksi bersih diterapkan
yang berakibat timbulnya kendala berupa penolakan pelaku terhadap perubahan
yang akan terjadi (8). Kendala-kendala tersebut pada akhirnya menimbulkan
rendahnya produktivitas di tingkat petani yang berdampak pada ketersediaan
bokar yang lebih kecil dari kapasitas pabrik (2) yang mengakibatkan pabrik karet
remah aktif mencari bahan baku sehingga terjadi lalu lintas bokar yang bebas (3)
92

dan pada timbulnya kesediaan pabrik karet remah untuk menerima bokar kotor
dan mutu rendah (4).
Elemen kunci dari sub elemen kendala yang ingin mungkin dihadapi dalam
rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih adalah akses petani
karet yang sangat terbatas terhadap teknologi anjuran (5) dan lembaga
pendampingan petani yang belum memadai (6). Sub elemen tersebut
mempunyai driver power yang tinggi dan tingkat ketergantungan (dependence)
yang rendah yaitu menunjukkan bahwa sub-elemen ini mendorong timbulnya
kendala lain dan timbulnya kendala (5) dan (6) tidak disebabkan oleh
kendala-kendala lainnya (Gambar 37). Sedangkan sub elemen lainnya yaitu
rendahnya komitmen para pelaku yang terlibat (1); ketimpangan budaya antar
pelaku yang terlibat (7); dan penolakan pelaku terhadap perubahan yang akan
terjadi (8) merupakan sub-elemen yang harus dikaji secara hati-hati karena
memiliki ketergantungan dari sub elemen lainnya.

8 Independent
6 Linkage
7
5 7
6
8
POWER

5
1 3
4
DRIVER

3
2
2
4
1
Autonomous Dependent

0 1 2 3 4 5 6 7 8

DEPENDENCE

Gambar 37 Diagram klasifikasi sub-elemen kendala dalam rancang bangun


industri karet remah berbasis produksi bersih
93

Hal sebaliknya terjadi pada ketersediaan bokar yang lebih kecil dari kapasitas
pabrik (2); kesediaan pabrik karet remah untuk menerima bokar kotor dan mutu
rendah (4) dipengaruhi oleh timbulnya kendala-kendala lainnya.

Pra-kondisi yang harus disiapkan dalam rancang bangun industri karet


remah berbasis produksi bersih

Hasil identifikasi elemen pra-kondisi yang harus disiapkan dalam rancang


bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih menghasilkan 10
sub-elemen yaitu (1) telah dimengerti dan diterimanya konsep produksi bersih
pada pihak-pihak yang terlibat dalam industri karet remah berbahan baku bokar;
(2) terdapat ketergantungan antar pihak-pihak yang terkait; (3) komitmen telah
terbangun antar pihak yang terlibat; (4) petani bersedia menggunakan teknologi
anjuran; (5) pedagang perantara bersedia terlibat dan mengubah perilaku yang
tidak sesuai dengan konsep produksi bersih; (6) pabrik karet remah bersedia
melakukan investasi untuk modifikasi peralatan; (7) terdapat sistem insentif yang
disepakati dengan manfaat dan resiko yang berimbang; (8) terdapat aturan yang
mengikat para pelaku; (9) sarana dan prasarana pendukung kelancaran bokar
tersedia; dan (10) terdapat pasokan bokar dalam jumlah yang memadai dan
bermutu baik.
Hasil analisis menggunakan model ISM menghasilkan struktur hirarki
elemen pra-kondisi untuk rancang bangun industri karet remah berbasis produksi
bersih seperti yang disajikan pada Gambar 38.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sub-elemen telah dimengerti dan
diterimanya konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat dalam industri
karet remah berbahan baku bokar (1) merupakan dasar bagi sub-elemen lain.
Selanjutnya, hasil analisis ISM menunjukkan bahwa telah dimengeri dan
diterimanya konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat dalam industri
karet remah berbahan baku bokar (1) menyebabkan komitmen telah terbangun
antar pihak yang terlibat (3) yang selanjutnya menciptakan ketergantungan antar
pihak-pihak yang terkait (2), dalam hal ini petani karet, pedagang perantara, dan
pabrik karet remah. Selanjutnya, dengan adanya komitemen antar pihak yang
terkait maka kecukupan pasokan bokar bermutu baik dapat tercipta (10) yang
memerlukan sarana dan prasarana pendukung kelancaran bokar tersedia (9).
94

Pada akhirnya, apabila pra-kondisi tersebut untuk rancang bangun industri karet
remah berbahan baku telah terpenuhi maka petani bersedia menggunakan
teknologi anjuran (4); pedagang perantara bersedia terlibat dan mengubah perilaku
yang tidak sesuai dengan konsep produksi bersih; dan (6) pabrik karet remah
bersedia melakukan investasi untuk modifikasi peralatan.

petani pedagang Pabrik Terdapat Terdapat


bersedia perantara karet insentif aturan
mengguna- bersedia remah yang yang
kan terlibat dan bersedia disepakati mengikat
teknologi mengubah melakukan dengan para
anjuran (4) perilaku investasi manfaat pelaku (8)
yang tidak untuk dan resiko
sesuai modifikasi yang
dengan peralatan berimbang
konsep (6) (7)
produksi
bersih (5)

memerlukan sarana kecukupan pasokan


dan prasarana bokar bermutu baik
pendukung kelancaran (10)
bokar tersedia (9)

menciptakan
ketergantungan antar
pihak yang terkait (2)

komitmen telah
terbangun antar pihak
yang terlibat (3)

Dimengerti dan
diterimanya konsep
produksi bersih pada
pihak-pihak yang
terlibat dalam industri
karet remah berbahan
baku bokar (1)
Gambar 38 Struktur hirarki antar sub-elemen pra-kondisi dalam rancang bangun
industri karet remah berbasis produksi bersih
95

Elemen kunci dari sub elemen pra-kondisi yang harus disiapkan dalam
rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih adalah telah
dimengerti dan diterimanya konsep produksi bersih pada pihak-pihak yang terlibat
dalam industri karet remah berbahan baku bokar (3); sedangkan sub-elemen
lainnya yang harus dikaji secara hati-hati karena walaupun memiliki driver power
yang relatif tinggi tetapi memiliki ketergantungan dari sub elemen lainnya yaitu
sub-elemen (1) (Gambar 39).

10 Independent Linkage
9
3 2 9,10 7, 8
8
POWER

1
7
4,5,6
6
DRIVER

1
Autonomous Dependent
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DEPENDENCE

Gambar 39 Diagram klasifikasi sub-elemen pra-kondisi dalam rancang bangun


industri karet remah berbasis produksi bersih

Upaya Penerapan Konsep Produksi Bersih yang dapat diterapkan pada


Industri Karet Remah berbahan baku bokar

Penentuan tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar yang
potensial untuk penerapan produksi bersih dilakukan berdasarkan hasil analisis
penggunaan sumberdaya (air dan energi) pada proses pengolahan karet remah di
96

pabrik karet, penyebab timbulnya limbah, dan strukturisasi sub-elemen


menggunakan ISM.
Hasil analisis penggunaan sumberdaya (air dan energi) menunjukkan bahwa
kegiatan proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar menggunakan air dan
energi dalam jumlah yang besar, yaitu sekitar 60 persen dari total air proses, 48
persen dari total energi listrik, dan 24 persen dari total energi manusia yang
digunakan.
Hasil analisis penyebab timbulnya limbah pada industri karet remah
berbahan baku bokar menunjukkan bahwa limbah sebagian besar disebabkan
proses pengolahan lateks kebun menjadi bokar dan penanganan serta
penyimpanannya pada tingkat petani karet dan pedagang perantara yang tidak
baik. Bokar dalam bentuk slab tebal, kotor dan bermutu rendah yang diolah
menjadi karet remah membutuhkan kegiatan pengecilan ukuran dan pembersihan
yang berdampak dibutuhkannya air proses dan energi dalam jumlah yang besar
seperti tersebut di atas.
Hasil analisis strukturisasi sub-elemen menggunakan ISM juga menunjukkan
bahwa menghasilkan bokar yang bersih dan mutunya memenuhi persyaratan yang
ditetapkan merupakan faktor pendorong bagi tujuan-tujuan lain yang akan dicapai
pada rancang bangun industri karet remah berbasis produksi bersih. Hal ini
menunjukkan bahwa bokar yang dihasilkan petani karet sebagai bahan baku
industri karet remah memiliki peranan yang paling penting sehingga upaya
penerapan konsep produksi bersih harus dimulai dari bokar. Dengan
menggunakan bokar dalam bentuk lembaran tipis, kondisi bersih, dan tidak
mengalami kerusakan akibat terlalu lama disimpan dan kondisi penyimpanan
yang tidak baik menyebabkan tidak diperlukannya kegiatan pengecilan ukuran
dan pembersihan.
Profil industri karet remah berbahan baku bokar berdasarkan hasil
pengamatan lapang dan dampak yang timbul dari aspek mutu bokar, tahapan
proses pengolahan bokar menjadi karet remah, dan jenis serta jumlah limbah yang
dihasilkan disajikan pada Gambar 40, sedangkan kesenjangan antara kondisi
proses produksi karet remah pada saat ini dengan kondisi yang diharapkan
disajikan pada Tabel 26.
97

Petani karet
Lateks kebun Bokar
1 ton Air 1,100 m3 Pembersihan lantai Air limbah
Asam format, (air 0,428 m3) dan peralatan 1,100 m3
tawas, dan lain-
Proses koagulasi dalam 18,506 m3
lain
lubang di tanah, wadah
Air Uap air
kayu, dan lain-lain 0,192 m3

Slab tebal
Slab cutter Hammer- Scrap washer Jumbo mangel Pre-drying Shredder
dan mills dan shredder dan mangel unit 534 kg
Penyimpanan (1 macro-blendi
-25 hari)
Air limbah Air limbah Air limbah Air limbah Air limbah
0,770 m3 4,850 m3 6,220 m3 4,270 m3 2,605 m3

Limbah padat
Pengumpulan 65 kg Uap air
bokar (2 – 25 0,027 m3
hari)
Pedagang
perantara dan Pengangkutan Karet remah Auto-drier
KUD bokar Pabrik karet 507 kg
remah

Gambar 40 Profil proses produksi karet remah berbahan bokar pada saat ini
98

Tabel 26 Kesenjangan kondisi proses produksi karet remah berbahan baku bokar
Keterangan Kondisi saat ini Kondisi yang diharapkan
Penanganan lateks kebun yang dihasilkan
- Wadah penampungan lateks Beragam: wadah plastik, tempurung kelapa, dan lain-lain Wadah plastik dan aluminimum

Bahan olah karet (BOKAR)


- Koagulan yang digunakan Koagulan yang dibolehkan: asam format (asam semut) Koagulan yang dibolehkan: asam format
Koagulan yang dilarang: tawas Koagulan yang mengandung antibakteri dan antioksidan: deorub K
Koagulasi alami
- Wadah penggumpalan Kotak kayu dan di lubang tanah Wadah aluminimum
- Bentuk bokar yang dihasilkan Slab tebal Lembaran tipis
- Pemisahan serum Tidak dilakukan Dilakukan
- Tempat penyimpanan Di gudang, di lubang tanah, di kolam Di gudang bersih
- Kadar karet kering Rendah yaitu berkisar 45 – 55 persen Minimal 70 persen
- Waktu penyimpanan Sampai dengan 25 hari Tidak lebih dari 5 hari atau 14 hari apabila menggunakan deorub K
- Kemasan bokar Tidak dikemas, menggunakan karung bekas pupuk, dan lain-lain Menggunakan kemasan yang tidak mencemari bokar

Kelembagaan
- Rantai tataniaga Panjang Pendek dan meminimalisasi peran tengkulak
- Harga yang diterima petani Bervariasi dan relatif rendah (40 – 80 persen FOB) 75 persen sampai dengan 80 persen (target pemerintah)

Pengolahan karet remah


- Rangkaian proses pengolahan - Menggunakan proses pembersihan bokar - Mengurangi tahapan proses pembersihan bokar
- Memerlukan proses pre-drying dengan menggantung blanket - Menghilangkan proses pre-drying dengan penggantungan dan
basah hasil penggilingan bokar selama 14 hari memperpendek umur simpan sebelum diolah lebih lanjut
- Penggunaan air Lebih dari 50 % untuk proses pembersihan (total 38,5 m3/ton Meminimalisir penggunaan air untuk proses pembersihan dengan
karet kering) upaya resirkulasi
- Penggunaan energi - Energi bahan bakar, energi listrik, dan energi manusia
- Sekitar 50% energi listrik untuk proses pembersihan dan Meminimalisir energi listrik untuk proses pembersihan bokar
pengecilan ukuran bokar
- Limbah yang dihasilkan - Limbah cair, limbah padat, dan limbah gas (malodor) Hanya limbah cair
- Proses pengolahan limbah yang - Sistem lagoon untuk limbah cair - Sistem biologis dengan sistem lumpur aktif
dilakukan - Scrubber untuk menangani limbah gas (malodor) - Tidak memerlukan penanganan limbah gas (malodor)
- Penanganan manual untuk limbah padat - Penanganan limbah padat lebih ringan atau minimal
- Persentase karet remah yang dihasilkan - Sekitar 50 persen - Mendekati 90 persen (dalam bentuk sit angin)
99

Berdasarkan hasil analisis penggunaan sumberdaya, penyebab timbulnya


limbah, strukturisasi sub elemen sistem proses produksi karet remah berbasis
produksi bersih, dan hasil diskusi dengan pakar maka produksi bersih yang dapat
diterapkan pada pada hal-hal sebagai berikut.
1. Proses penggumpalan lateks kebun menjadi bokar. Hal-hal yang menjadi
perhatian adalah jenis koagulan yang digunakan, ukuran/bentuk bokar yang
dihasilkan, dan kebersihan proses.
2. Proses penyimpanan bokar. Hal-hal yang menjadi perhatian adalah
kebersihan tempat penyimpanan dan tidak melakukan penyimpanan dengan
merendam dalam air.
3. Lama penyimpanan. Apabila menggunakan asam format sebagai koagulan
maka lama penyimpanan bokar di udara terbuka diupayakan tidak lebih dari 5
hari (Walujono 1976); sedangkan apabila menggunakan koagulan yang
mengandung antibakteri dan antioksidan maka bokar dapat disimpan sampai
dengan 14 hari tanpa mengalami penurunan nilai PRI yang signifikan
(Solichin dan Anwar 2003)
4. Jenis kemasan bokar selama pengangkutan. Kemasan yang digunakan
tidak berpotensi mencemari bokar seperti yang terjadi apabila dikemas
menggunakan kemasan bekas pupuk. Serat-serat kemasan pupuk apabila
terikut pada bokar akan sulit dipisahkan dan mempengaruhi mutu produk
akhir (Haris 2001).
5. Proses pengecilan ukuran dan pembersihan bokar. Tahapan ini dilakukan
apabila bokar yang digunakan dalam kondisi kotor dan bermutu rendah.
6. Proses penggunaan ulang air di pabrik. Air daur ulang yang berasal dari air
keluaran proses peremahan atau keluaran dari IPAL digunakan untuk proses
pembersihan bokar (Suparto dan Alfa 1996).
Evaluasi kinerja dari penerapan konsep produksi bersih pada
tahapan-tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar pada
pihak-pihak yang terlibat disajikan pada Tabel 27.
100

Tabel 27 Evaluasi kinerja penerapan konsep produksi bersih pada tahapan-tahapan proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar

Tahapan Kriteria Manfaat dan Dampak


Lingkungan Ekonomi
Proses penggumpalan lateks kebun
a. Jenis koagulan - Asam format - Bokar lebih kering - Harga relatif terjangkau
sehingga sisa serum yaitu berkisar Rp. 35 –
yang berkontribusi Rp. 60/kg bokar dan
terhadap timbulnya bau banyak tersedia
dapat diminimalkan
- Dampak negatif berupa - Diperlukan UPL untuk
limbah cair yang bersifat limbah cair
asam
- Koagulan yang mengandung antibakteri - Bokar lebih tahan - Tidak diperlukan unit
dan antioksidan (deorub K) terhadap aktivitas pengolahan limbah gas
mikroorganisme yang - Harga lebih mahal
berperan terhadap dibandingkan asam format
timbulnya bau busuk yaitu sekitar Rp. 100/kg
sehingga tidak bokar tetapi masih belum
diperlukan unit banyak tersedia di pasaran
pengolahan limbah gas
- Dampak negatif berupa - Diperlukan UPL untuk
limbah cair yang bersifat limbah cair
asam
b. Wadah proses koagulasi Alumunium dan plastik serta kebersihan - Limbah padat di- - Tidak dibutuhkan biaya
terjaga minimalkan untuk pemisahan limbah
padat
- Diperlukan investasi
tambahan untuk
penyediaan bak-bak
aluminimum
101

Tabel 27 (lanjutan)
Tahapan Kriteria Manfaat
Lingkungan Ekonomi
c. Bentuk bokar - Tebal atau tanpa proses penggilingan - Sisa serum tertahan di - Pabrik memerlukan
dalam bokar sehingga investasi untuk unit
berpotensi menimbul- pengolahan limbah gas
kan bau busuk - Pabrik membutuhkan
energi yang lebih besar
untuk mengolah bokar
yang tebal
- Biaya pengangkutan
tinggi akibat kadar
karet kering yang
- Tipis hasil proses penggilingan - Limbah gas dapat rendah
diminimalkan - Berpeluang tidak
- Penggunaan air di diperlukan unit peng-
pabrik dapat olahan limbah gas
diminimalkan - Pabrik berpeluang
- Limbah cair di pabrik untuk menggunakan
dapat diminimalkan tahapan proses yang
- Penggunaan energi lebih singkat
dapat diminimalkan - Penghematan peng-
- Berpotensi mencemari gunaan air dan energi
lingkungan dengan - Memerlukan investasi
dihasilkannya limbah tambahan untuk
cair yang terdiri yang fasilitas penggilingan
mengandung senyawa - Biaya pengangkutan
organik pada tingkat rendah karena lebih
petani banyak karet yang
terangkut karena kkk
tinggi
102

Tabel 27 (lanjutan)

Tahapan Kriteria Manfaat dan Dampak


Lingkungan Ekonomi
Proses penyimpanan bokar Tempat bersih dan kering - Berpeluang tidak timbul - Tidak diperlukan unit
limbah gas (bau) pengolahan limbah gas
- Berpeluang tidak - Tidak dibutuhkan biaya
dihasilkan limbah padat untuk pemisahan limbah
padat
Lama penyimpanan Tidak lebih dari 5 hari atau sampai dengan - Berpeluang tidak timbul - Mutu bokar lebih baik
14 hari apabila menggunakan koagulan limbah gas (bau) dan berpeluang tidak
yang mengandung antibakteri dan me- merlukan proses
antioksidan peng- gantungan awal
(pre- drying)
- Berpeluang mencegah
kerugian modal diam
selama masa peng-
gantungan awal blanket
basah selam 14 hari
- Berpeluang tidak
memerlukan unit
pengolahan limbah gas
Jenis kemasan bokar selama pengangkutan Bukan pengemas yang berpotensi - Berpeluang tidak - Mengeliminir ke-
mencemari bokar dengan serat yang sulit memerlukan kegiatan mungkinan komplain dari
dipisahkan pemisahan padatan pengguna akhir karet
remah yang dihasilkan
103

Tabel 27 (lanjutan)

Tahapan Kriteria Manfaat


Lingkungan Ekonomi
Kegiatan atau proses pengecilan ukuran - Proses pembersihan bokar dilakukan - Jumlah limbah cair dapat - Biaya untuk restribusi
dan pembersihan bokar di pabrik karet seminimal mungkin dikurangi air tanah dapat dikurangi
remah - Proses pengecilan ukuran dilakukan - Biaya untuk restribusi
seminimal mungkin listrik dan gaji operator
dapat dikurangi
Proses resirkulasi air di pabrik karet remah Air sisa proses peremahan untuk proses - Jumlah limbah cair dapat - Biaya untuk retribusi air
pembersihan bokar dikurangi tanah dapat dikurangi
- Biaya pengolahan
limbah cair dapat
dikurangi
- Biaya pembuangan
limbah cair dapat
dikurangi
Air keluaran UPL sistem lumpur aktif - Mengurangi jumlah - Mengurangi jumlah air
limbah cair yang yang digunakan
dihasilkan
104

Rekapitulasi masukan dan keluaran pada proses pengolahan karet remah


Hasil pengamatan terhadap proses produksi karet remah menunjukkan bahwa
proses produksi karet remah berbahan baku bokar menggunakan air proses dengan
jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan proses produksi karet remah
berbahan baku lateks kebun. Selain itu, limbah yang dihasilkan dari proses
produksi karet remah berbahan baku bokar lebih beragam dari segi jenisnya.
Rekapitulasi masukan dan keluaran pada pengolahan karet remah berbahan baku
bokar dan lateks kebun disajikan pada Gambar 41 dan 42.

Uap air
0,432 m3

Proses pengolahan
Bokar 1,972 ton Karet Remah SIR 20
karet remah berbahan
Air proses 38,671 m3 1 ton
baku bokar

Limbah cair 39,083 m3


COD 44,80 kg
TSS 14,74 kg
N-NH3 1,09 kg
Limbah padat 128 kg

Gambar 41 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku bokar

Uap air
1,219 m3

Lateks kebun 4,049 ton Proses pengolahan Karet Remah SIR 3L


Air proses 24,518 m3 karet remah berbahan dan 3 WF
Na-bisulfit 1,753 kg baku lateks kebun 0.919 ton
Asam format 10,231 kg

Limbah cair 26,348 m3


COD 98,86 kg
TSS 18,61 kg
N-NH3 3,30 kg
Karet terikut 81 kg

Gambar 42 Neraca massa proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks
kebun
105

Air proses pengolahan bokar menjadi karet remah paling banyak digunakan
pada kegiatan atau tahap pembersihan dan pengecilan ukuran. Demikian juga
dengan jenis limbah yang dihasilkan, kegiatan pembersihan dan pengecilan
ukuran selain menghasilkan limbah cair dalam jumlah dan kandungan bahan
organik yang tinggi, juga menghasilkan limbah padat yang merupakan cemaran
yang terikut dalam bokar.
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan pembersihan dan pengecilan ukuran bokar
di pabrik karet remah menjadi salah satu hal yang diperhatikan pada penerapan
produksi bersih walaupun digunakannya kegiatan ini disebabkan oleh kondisi
bahan baku. Atau dengan kata lain, petani karet yang mengolah lateks kebun
menjadi bokar tidak dengan cara yang dianjurkan menyebabkan pabrik yang
mengolahnya memerlukan kegiatan pembersihan. Hal sebaliknya terlihat
pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun, proses
pengolahan lateks kebun menjadi karet remah tidak memerlukan kegiatan
pengecilan ukuran dan pembersihan karena koagulum karet dihasilkan dalam
keadaan bersih.
Hasil rekapitulasi penggunaan energi untuk proses pengolahan karet remah di
pabrik menunjukkan bahwa sebagian besar energi digunakan untuk kegiatan atau
proses pengecilan ukuran dan pembersihan, penggilingan, dan proses pengeringan
remahan karet (Gambar 43).
Energi dari bahan bakar (solar) yang digunakan untuk proses pengeringan
remahan karet merupakan bagian terbesar baik untuk mengolah bokar maupun
lateks kebun. Proses pengeringan remahan karet pada proses pengolahan karet
remah berbahan baku lateks kebun membutuhkan energi yang lebih besar karena
jumlah air yang harus diuapkan lebih besar dibandingkan dengan blanket kering
yang sebagian air telah menguap pada pengeringan pendahuluan (pre-drying).
Perbedaan kebutuhan energi terlihat pada energi listrik dan manusia yang
dibutuhkan, yaitu energi untuk mengolah bokar menjadi karet remah lebih besar
dibandingkan dengan energi untuk mengolah lateks kebun. Hal ini disebabkan
proses pengolahan bokar menjadi karet remah menggunakan kegiatan pengecilan
ukuran dan pembersihan yang membutuhkan energi listrik dan manusia dalam
jumlah besar yaitu masing-masing 48% dan 24% dari total energi yang digunakan.
106

Bokar

3% Pengangkutan
5%

Pengecilan ukuran dan


24%
48% pembersihan

Penggilingan
24%
31%
Energi listrik
0,924 MJ/kg karet kering
(37%) Penjemuran blanket basah
24%
Energi manusia
0,0232 MJ/kg karet kering
(1%)
Peremahan
10%
13%

Energi bahan bakar (solar)


7% Pengeringan
2,5132 MJ/kg karet kering 6%
(62%)
97%

Pembuatan bandela
3%
2%

Pengemasan dan
3% penyimpanan

Karet remah

Gambar 43. Diagram alir penggunaan energi pada proses pengolahan bokar
menjadi karet remah

Berdasarkan hasil rekapitulasi penggunaan energi, tahap pembersihan dan


pengecilan ukuran harus diperhatikan pada penerapan produksi bersih pada proses
produksi karet remah berbahan baku bokar walaupun tahap ini disebabkan oleh
kotornya bokar yang digunakan. Apabila bokar yang digunakan dalam kondisi
bersih, seperti pada proses produksi karet remah berbahan baku lateks kebun,
maka tidak diperlukan tahap pengecilan ukuran dan pembersihan.
107

Perbandingan Proses Pengolahan Karet Alam di Indonesia dengan proses


pengolahan di Malaysia dan Thailand

Indonesia pada saat ini menduduki urutan kedua sebagai negara penghasil
karet alam terbanyak dunia setelah Thailand, sedangkan Malaysia menduduki
peringkat ketiga. Pada tahun 2006, Indonesia menghasilkan karet alam sebanyak
2,6 juta ton sedangkan Thailand sebanyak lebih dari 3 juta ton. Sampai dengan
tahun 2020, produksi karet alam di Thailand dan Indonesia diperkirakan
cenderung meningkat, sedangkan Malaysia diperkirakan cenderung menurun
(Smit 2007).
Karet alam di Indonesia, Thailand, dan Malaysia didominasi oleh karet yang
diusahakan oleh petani karet. Perbedaan dari ketiga negara penghasil karet alam
terbesar di dunia adalah bentuk olahan lateks kebun yang dihasilkan disajikan
pada Tabel 28.

Tabel 28 Perbedaan proses pengolahan karet alam di Indonesia, Malaysia, dan


Thailand

Kriteria Pengolahan di …
Indonesia Malaysia Thailand
Bentuk Umumnya slab Lum mangkuk Sit atau
tebal lembaran tipis
Kadar karet kering (persen) 45 -50 65 - 70 90

Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan telaah literatur diketahui bahwa
hanya di Indonesia yang masih mengalami masalah dengan proses produksi karet
remah berbahan baku bokar. Bokar dalam bentuk slab tebal dan kotor mudah
mengalami kerusakan akibat tertahannya serum yang mengandung bahan organik.
Mikroorganisme dapat mengurai senyawa organik yang terdapat pada serum yang
tertahan menjadi senyawa volatil yang berperan terhadap timbulnya malodor dan
merusak ikatan struktur karet. Selain itu, bokar yang umumnya disimpan dengan
cara direndam dalam air dengan waktu simpan yang relatif lama menyebabkan
menurunnya mutu bokar. Lebih lanjut, bokar kotor dan bermutu rendah hanya
dapat diolah menjadi karet remah jenis mutu SIR 20 menggunakan tahapan proses
pengolahan yang panjang dan membutuhkan air dan energi yang besar.
108

Hal sebaliknya terjadi di Malaysia dan Thailand, bahan olah berupa lum
mangkuk dan sit angin menyebabkan relatif tidak diperlukan proses pembersihan
bahan baku sebelum diolah menjadi karet remah. Bahan olah yang dihasilkan
petani karet di Thailand dalam bentuk sit angin bahkan dapat diolah menjadi
ribbed smoked sheet (RSS) yang memiliki harga jual yang lebih baik, sebagai
contoh harga jual RSS 3 adalah sebesar 2,58 dollar AS dan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan harga jual SIR 20 yaitu 2 dollar AS per kg.
Pemerintah Indonesia telah berupaya mengatasi permasalahan bokar antara
lain dengan menetapkan harga beli bokar sebesar 85 persen FOB. Harga beli
bokar yang ditetapkan ini sebenarnya lebih tinggi dari harga yang diterima petani
karet Thailand yang hanya 70 persen FOB. Tetapi pada kenyataannya
berdasarkan hasil pengamatan lapang di Provinsi Lampung dan literatur terkait,
petani karet mendapatkan harga jual yang sangat bervariasi dengan rata-rata
sekitar 50 - 60 persen FOB. Hal ini antara lain disebabkan panjangnya rantai
tataniaga karet menyebabkan biaya transaksi menjadi tinggi yang pada akhirnya
menyebabkan petani karet menerima harga beli bokar yang rendah.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, industri karet remah Indonesia yang
didominasi oleh industri berbahan baku bokar yang dihasilkan petani karet rakyat
dapat dikatakan mempunyai daya saing yang lebih rendah dibandingkan industri
karet alam di Thailand dan Malaysia. Hal ini antara lain disebabkan oleh proses
pengolahannya bokar menjadi karet remah memerlukan energi dan air dalam
jumlah yang lebih besar dan produk akhir yang dihasilkan umumnya berupa karet
remah jenis mutu SIR 20 sedangkan industri karet alam di Thailand dan Malaysia
dapat menghasilkan produk akhir lain seperti RSS3 yang mempunyai harga jual
yang lebih tinggi.

Rancang Bangun Proses Produksi Karet Remah berbasis Produksi Bersih

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap penggunaan sumber daya (air proses


dan energi), evaluasi penyebab limbah, analisis strukturisasi sistem sub elemen
tujuan dalam rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih, evaluasi kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi saat
ini, evaluasi kinerja penerapan konsep produksi bersih pada tahapan proses yang
109

potensial, perbandingan dengan proses pengolahan karet remah berbahan baku


lateks kebun yang terintegrasi, dan perbandingan dengan kondisi pengolahan karet
alam di Malaysia dan Thailand maka dihasilkan lima skenario utama rancang
bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi
bersih.
Kelima skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis
produksi bersih ini didasarkan pada upaya mewujudkan bokar bersih dan bermutu.
Rancang bangun dengan empat skenario ini ditunjang hasil penelitian Walujono
(1976), Budiman (1976), Suwardin (1988), dan Solichin dan Anwar (2003)
tentang bokar dan mutunya dalam kaitan dengan jenis koagulan yang digunakan,
pengaruh metode dan lama penyimpanan bokar, pembuatan karet lembaran tipis
yang dikering anginkan, dan penambahan zat antioksidan serta antibakteri.
Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih
menggunakan beberapa upaya yang diterapkan berdasarkan konsep produksi
bersih yaitu 1) good-housekeeping; 2) optimasi proses; dan 3) teknologi baru dan
diwujudkan dalam lima skenario sebagai berikut:
1. skenario 1 menekankan pada upaya menghilangkan kebiasaan mengotori
bokar dengan potongan kayu dan tatal dengan bentuk bokar berupa slab tebal
seperti yang umum dijumpai pada saat ini;
2. skenario 2 menekankan pada upaya mengubah bentuk bokar yang dihasilkan
menjadi koagulum tipis dengan ketebalan sekitar 10 cm, tetapi tidak
melakukan pengepresan;
3. skenario 3 menekankan pada upaya menggunakan koagulan yang
mengandung antimikroba dan antioksidan untuk mencegah kerusakan bokar
dalam bentuk slab tebal;
4. skenario 4 merupakan modifikasi skenario 3 yaitu bokar dalam bentuk slab
tipis yang menggunakan koagulan yang mengandung antimikroba dan
antioksidan;
5. skenario 5 menekankan upaya modifikasi hasil olahan petani yang selama ini
dalam bentuk slab tebal menjadi sit angin tipis hasil penggilingan dan
pengeringan angin yang relatif tidak mengandung serum dengan kkk sekitar
90 persen.
110

Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 1

Rancang bangun skenario 1 tergolong dalam upaya good house-keeping yang


terdiri dari (1) penggunaan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format; (2)
penggunaan wadah pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi, yaitu wadah
aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam
bokar; dan (4) penyimpanan pada tempat yang bersih dan tidak dari lebih 5 hari.
Bokar yang dihasilkan tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama yaitu
maksimum 5 hari karena akan mengalami penurunan mutu bokar karena masih
terikut serum sisa proses koagulasi. Serum yang mengandung senyawa organik
diuraikan oleh mikroorganisme yang menurunkan mutu bokar antara lain
ditunjukkan dengan nilai PRI yang rendah dan berbau busuk (malodor). Hal ini
menyebabkan skenario ini memerlukan proses pre-drying selama 14 hari dalam
proses pengolahannya menjadi karet remah (Gambar 44).
Bokar bersih yang dihasilkan dari skenario 1 ini menyebabkan terjadinya
penghematan di tingkat pedagang perantara dan KUD yaitu penghematan biaya
transportasi akibat dari tidak terikutnya limbah padat. Selanjutnya, pabrik karet
remah tidak memerlukan peralatan hammer-mills yang digunakan untuk
memisahkan kotoran dari bokar sehingga terjadi penghematan investasi dan
penggunaan air dan energi (listrik dan manusia). Dengan tidak terikutnya
kotoran di dalam bokar, petani berpotensi mengalami peningkatan penerimaan
akibat bokar yang dihasilkan bermutu lebih baik sehingga terhindar dari potongan
basi yang berdasarkan hasil pengamatan pada pedagang perantara di beberapa
daerah di Provinsi Lampung berkisar antara 7 – 17 persen.
Petani yang mengubah kebiasaan menambahkan kotoran sehingga bokar
yang dihasilkan bersih berarti telah membantu pabrik karet remah dalam
mematuhi Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
no. 616/MPP/Kep/10/1999. KepMen Perindustrian dan Perdagangan RI tersebut
antara lain mengatur bahwa bokar wajib memenuhi SNI 06-2047-1988 dan
revisi-revisinya, pedagang bokar wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP), pabrik karet remah wajib menggunakan bokar yang memenuhi SNI, dan
pabrik karet remah dikenakan sanksi pencabutan Sertifikat Produk Penggunaan
111

Tanda SNI atau pencabutan Sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 apabila
dengan sengaja atau tidak sengaja membeli bokar dari pedagang yang tidak
memiliki SIUP dan atau menggunakan bokar yang tidak memenuhi persyaratan
SNI.
Dampak dari penerapan rancang bangun proses produksi karet remah
berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 1 disajikan pada Tabel 29.
112

Petani karet
Lateks kebun Bokar Pembersihan
Air 1,100 lantai dan Air limbah
0,935 ton 3
peralatan 1,100 m3
Asam (air 0,428 m3)
Proses koagulasi 8,446 m3 2,605 m3
format
dalam wadah
Air
alumunium Air
Uap air
0,192 m3
2,605 m3
Slab tebal
Scrap washer Jumbo Pre-drying
Slab cutter dan shredder mangel dan 534 kg Shredder
Penyimpanan mangel unit
(maksimum 5
hari)
Air limbah Air limbah
11,260 m3 2,605 m3

Uap air
Pengumpulan 0,027 m3
bokar
Karet remah
Pedagang 507 kg Auto-drier
perantara dan Pengangkutan
kelembagaan bokar Pabrik karet
petani remah
Gambar 44 Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 1
113

Tabel 29 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 1

Jenis Keterangan Dampak


Pada tingkat petani karet
Pembuatan bokar besih Tidak melakukan penambahan tatal, - Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan
potongan kayu, dan cemaran padat lain - Peningkatan penerimaan akibat bokar yang dihasilkan
tidak terkena potongan basi yang berkisar antara 7 -
17 persen dari berat bokar (Rp. 490 – 2.380/kg karet
kering).
Pada tingkat pedagang perantara dan KUD
Penghematan ongkos angkut Bokar bersih Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet kering atau
Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK slab 50 persen dan
ongkos angkut Rp. 450/kg bokar)
Pada tingkat pabrik karet remah
Penghematan air Penggunaan ulang air dari proses shredder Penghematan air sebanyak 14,7 m3/ton karet kering atau
karet remah untuk proses di scrap washer setara dengan Rp. 4,41/kg karet kering (asumsi retribusi air
dan shredder dan mangel unit Rp. 300/m3)
Penghematan investasi Mesin hammer-mills senilai Rp. Penghematan investasi senilai Rp. 4,7/kg. karet kering
175.000.000,- untuk tahap pembersihan asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
tidak diperlukan persen/tahun)
Penghematan energi Mesin hammer-mills untuk tahap - Penghematan energi listrik Rp. 38/kg. karet kering
pembersihan tidak diperlukan (asumsi daya alat 125 HP dan 8 jam kerja)
- Penghematan energi manusia 0,004 MJ/kg karet kering
atau setara dengan Rp. 9,14/kg karet kering (1 MJ =
Rp.2285,7 yang ditentukan menggunakan asumsi upah
minimum Provinsi Lampung Rp. 480.000,-/bulan; hari
kerja 25 hari/bulan; energi manusia untuk kerja 8,4
MJ/hari).
Perolehan karet Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang dihasilkan
cemaran padatan lain menjadi 54,2 persen dari semula 50,7 persen
114

Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 2

Rancang bangun skenario 2 adalah dengan mengubah kebiasaan petani yang


menghasilkan bokar dalam bentuk slab tebal menjadi slab tipis dengan ketebalan
maksimum 15 cm sesuai SNI 06-2047-2002. Rancang bangun skenario ini
tergolong dalam upaya good house-keeping dan optimasi proses produksi yang
terdiri dari (1) penggunaan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format; (2)
penggunaan wadah pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks
kebun, yaitu wadah aluminimum ukuran tipis; (3) tidak melakukan penambahan
tatal dan potongan kayu ke dalam bokar; dan (4) penyimpanan pada tempat yang
bersih dan tidak lebih dari 5 hari.
Bokar yang dihasilkan dalam bentuk slab tipis menyebabkan penghematan
lebih lanjut dibandingkan dengan skenario 1 di pabrik karet remah. Proses
produksi karet remah berbahan baku slab tipis pabrik karet remah tidak
memerlukan peralatan slab cutter yang berfungsi untuk memotong slab tebal
menjadi cacahan berukuran kecil sehingga terjadi penghematan investasi dan
penggunaan air dan energi (listrik dan manusia). Bahan baku berupa bokar
lembaran tipis yang langsung dapat diremahkan menggunakan shredder seperti
pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lateks kebun (Gambar 45).
Dampak lain berupa penghematan ongkos angkut bokar dan peningkatan
pendapatan petani karet sama dengan rancang bangun skenario 1 (Tabel 30).
115

Petani karet
Lateks kebun Pembersihan
Bokar 1,100 m3 lantai dan Air limbah
Air
0,935 ton peralatan 1,100 m3
Asam
Proses koagulasi (air 0,428 m3) 7,676 m3
format 2,605 m3
dalam wadah
Air
alumunium Air
Uap air
0,192 m3 2,605 m3
Slab tipis
Bak pencuci Jumbo mangel Pre-drying
dan shredder dan mangel 534 kg Shredder
Penyimpanan unit
(maksimum 5
hari)

Air limbah Air limbah


10,490 m3 2,605 m3

Pengumpulan Uap air


bokar 0,027 m3
Pedagang
perantara dan Karet remah
Pengangkutan 507 kg Auto-drier
kelembagaan bokar Pabrik karet
petani remah

Gambar 45 Proses produksi karet remah berbahan baku bokar skenario 2


116

Tabel 30 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih
skenario 2

Jenis Keterangan Dampak


Pada tingkat petani karet
Pembuatan bokar bersih Tidak melakukan penambahan tatal, potongan - Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan
kayu, dan cemaran padat lain - Peningkatan penerimaan akibat bokar yang
dihasilkan tidak terkena potongan basi yang
berkisar antara 7 - 17 persen dari berat bokar
(Rp. 490 – 2.380/kg karet kering).
Pembuatan bokar dalam bentuk slab Relatif tidak memerlukan biaya tambahan
tipis
Pada tingkat pedagang perantara dan KUD
Penghematan ongkos angkut Bokar bersih Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet
kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK
slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg
bokar)
Pada tingkat pabrik karet remah
Penghematan air - Mesin slab-cutter untuk tahap Penghematan air sebanyak 16,22 m3/ton karet
pemotongan slab tebal tidak diperlukan kering atau setara dengan Rp. 4,87/kg karet
- Mesin hammer-mills untuk tahap kering (asumsi retribusi air Rp. 300/m3)
pembersihan tidak diperlukan
- Penggunaan ulang air dari proses shredder
karet remah untuk proses di scrap washer
dan shredder dan mangel unit
Perolehan karet Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang
cemaran padatan lain dihasilkan menjadi 54,2 persen dari semula 50,7
persen
117

Tabel 30 (lanjutan)

Jenis Keterangan Dampak


Penghematan investasi Mesin slab-cutter senilai Rp. 40.000.000,-Penghematan Rp. 1,07/kg. karet kering asumsi
untuk tahap pemotongan slab tebal tidak umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
diperlukan persen/tahun)
Mesin hammer-mills senilai Rp. Penghematan Rp. 4,7/kg. karet kering asumsi
175.000.000,- untuk tahap pembersihan umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
tidak diperlukan persen/tahun)
Penghematan energi Mesin slab-cutter untuk tahap pemotongan - Penghematan energi listrik Rp. 2,3/kg karet
slab tebal tidak diperlukan kering (asumsi daya alat 60 HP & 8 jam kerja)
- Penghematan energi manusia sebanyak
0,0008 MJ/kg karet kering atau setara dengan
Rp. 1,83/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7
yang ditentukan menggunakan asumsi upah
minimum Provinsi Lampung Rp.
480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan;
energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari).
Mesin hammer-mills untuk tahap - Penghematan energi listrik Rp. 38/kg. karet
pembersihan tidak diperlukan kering (asumsi daya alat 125 HP dan 8 jam
kerja)
- Penghematan energi manusia sebanyak 0,004
MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp.
9,14/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang
ditentukan menggunakan asumsi upah
minimum Provinsi Lampung Rp.
480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan;
energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari).
118

Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 3

Rancang bangun skenario ini termasuk dalam upaya good house-keeping,


optimasi proses, dan teknologi baru yang terdiri dari (1) penggunaan koagulan
yang mengandung antimikroba dan antiokasidan; (2) penggunaan wadah
pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks kebun, yaitu wadah
aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam
bokar; dan (4) penyimpanan bokar dalam tempat bersih dan dapat sampai dengan
14 hari.
Bokar yang dihasilkan relatif sama dengan bokar umumnya yaitu berukuran
tebal dan dalam kondisi bersih seperti halnya pada skenario 1. Bokar tetap
dalam bentuk slab tebal karena sifat koagulan yang digunakan mampu
menghambat dan mematikan bakteri yang mampu menguraikan senyawa organik
dalam serum menjadi senyawa volatil yang berperan dalam pembentukan bau
busuk. Bokar yang dihasilkan dengan skenario ini mampu disimpan bokar
sampai dengan 14 hari dengan penurunan nilai PRI yang relatif tidak signifikan
(Solichin dan Anwar 2003).
Bokar yang dihasilkan dengan menggunakan koagulan yang mengandung
antioksidan dan antimikroba menyebabkan waktu proses pengolahan bokar oleh
pabrik karet remah dapat lebih dipersingkat dengan tidak diperlukan proses
pengeringan pendahuluan (pre-drying) memerlukan waktu selama 14 hari
(Gambar 46). Salah satu tujuan proses pengeringan pendahuluan adalah untuk
meningkatkan ketahanan karet terhadap proses pengeringan pada suhu 100 –
115oC selama sekitar 3,5 jam.
Dampak lain dari penerapan rancang bangun proses produksi karet remah
berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 3 ini adalah tambahan
biaya yang harus dikeluarkan petani karet mengingat harga koagulan yang
mengandung antioksidan dan antimikroba lebih mahal dibandingkan dengan asam
formiat, sedangkan dampak lainnya sama dengan skenario 1 (Tabel 31).
119

Petani karet
Lateks kebun Bokar Pembersihan
1,100 m3 lantai dan Air limbah
0,935 ton Air
Koagulan +
peralatan 1,100 m3
antioksidan & (air 0,428 m3)
Proses koagulasi 8,446 m3 2,605 m3
antimikroba
dalam wadah
Air
alumunium Air
2,605 m3
Slab tebal
Scrap washer Jumbo mangel
Slab cutter dan shredder dan mangel Shredder
Penyimpanan unit
(maksimum 14
hari)
Air limbah Air limbah
11,260 m3 2,797 m3

Uap air
Pengumpulan 0,027 m3
bokar
Karet remah
Pedagang 507 kg Auto-drier
perantara dan Pengangkutan
kelembagaan bokar Pabrik karet
petani remah

Gambar 46 Proses produksi karet remah berbahan baku bokar skenario 3


120

Tabel 31 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih
skenario 3

Jenis Keterangan Dampak


Pada tingkat petani
Pembuatan bokar bersih Tidak melakukan penambahan tatal, potongan - Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan
kayu, dan cemaran padat lain - Peningkatan penerimaan akibat bokar yang
dihasilkan tidak terkena potongan basi yang
berkisar antara 7 - 17 persen dari berat bokar
(Rp. 490 – 2.380/kg karet kering).
Menggunakan koagulan yang Pembelian antioksidan dan antimikroba Penambahan biaya pembelian koagulan Rp. 40 –
mengandung antioksidan dan 65/kg karet kering
antimikroba
Pada tingkat pedagang dan KUD
Penghematan ongkos angkut Bokar bersih Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet
kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK
slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg
bokar)
Pada tingkat pabrik karet remah
Penghematan air - Penggunaan ulang air dari proses shredder Penghematan air sebanyak 14,07 m3/ton karet
karet remah untuk proses di scrap washer kering atau setara dengan Rp. 4,87/kg karet
dan shredder dan mangel unit kering (asumsi retribusi air Rp. 300/m3)
- Mesin hammer-mills untuk tahap
pembersihan tidak diperlukan
Penghematan investasi peralatan Mesin hammer-mills senilai Rp. Penghematan Rp. 4,7/kg. karet kering asumsi
175.000.000,- untuk tahap pembersihan tidak umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
diperlukan persen/tahun)
121

Tabel 31 (lanjutan)

Jenis Keterangan Dampak


Penghematan energi Mesin hammer-mills untuk tahap - Penghematan energi listrik Rp. 38/kg. karet
pembersihan tidak diperlukan kering (asumsi daya alat 125 HP dan 8 jam
kerja)
- Penghematan energi manusia sebanyak 0,004
MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp.
9,14/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang
ditentukan menggunakan asumsi upah
minimum Provinsi Lampung Rp.
480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan;
energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari).
Penghilangan kerugian modal Tidak diperlukan waktu gantung 14 hari Penghematan Rp. 95/kg karet kering (asumsi:
bunga 16%/tahun; harga beli bokar Rp. 15.200/kg
karet kering)
Potensi tidak timbulnya bau busuk Tidak diperlukan fasilitas wet scrubber yang Penghematan Rp.2/kg karet kering (asumsi umur
bernilai sekitar Rp. 75.000.000,- ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
persen/tahun)
Perolehan karet Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang
cemaran padatan lain dihasilkan menjadi 54,2 persen dari semula 50,7
persen
122

Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 4

Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 4 merupakan modifikasi skenario 3 yaitu dengan
menghasilkan bokar dalam bentuk slab tipis dengan ketebalan maksimum 15 cm
sesuai SNI 06—2047-2002.
Rancang bangun skenario 4 termasuk dalam upaya good house-keeping,
optimasi proses, dan teknologi baru yang terdiri dari (1) penggunaan koagulan
yang mengandung antimikroba dan antioksidan; (2) penggunaan wadah
pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks kebun, yaitu wadah
aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam
bokar; dan (4) penyimpanan bokar pada tempat yang bersih dan lama
penyimpanan dapat mencapai 14 hari.
Bokar dalam bentuk slab tipis yang dihasilkan dengan menggunakan
koagulan yang mengandung antioksidan dan antimikroba memiliki karakteristik
yang sama dengan bokar pada skenario 2 yaitu tidak diperlukan proses
pemotongan slab menggunakan slab cutter dan skenario 3 yaitu tidak diperlukan
pengeringan pendahuluan (pre-drying) selama 14 hari (Gambar 47).
Dampak lain dari penerapan rancang bangun proses produksi karet remah
berbahan baku bokar berbasis produksi bersih skenario 4 ini adalah tambahan
biaya yang harus dikeluarkan petani karet mengingat harga koagulan yang
mengandung antioksidan dan antimikroba lebih mahal dibandingkan dengan asam
format, sedangkan dampak lainnya sama dengan skenario 1 (Tabel 32).
123

Petani karet
Lateks kebun Bokar Pembersihan
Air 1,100 m3 lantai dan Air limbah
Koagulan + 0,935 ton 1,100 m3
antioksidan & (air 0,428 m3) peralatan
Proses koagulasi 7,676 m3
antimikroba 2,605 m3
dalam wadah
Air
alumunium Air
2,605 m3
Slab tipis
Bak pencuci Jumbo mangel
dan shredder dan mangel Shredder
Penyimpanan unit
(maksimum 14
hari)
Air limbah Air limbah
10,490 m3 2,797 m3

Uap air
Pengumpulan 0,027 m3
bokar
Karet remah
Pedagang Auto-drier
507 kg
perantara dan Pengangkutan
kelembagaan bokar Pabrik karet
petani remah

Gambar 47 Proses produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 4


124

Tabel 32 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih
skenario 4

Jenis Keterangan Dampak


Pada tingkat petani
Pembuatan bokar bersih Tidak melakukan penambahan tatal, potongan - Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan
kayu, dan cemaran padat lain - Peningkatan penerimaan akibat bokar yang
dihasilkan tidak terkena potongan basi yang
berkisar antara 7 - 17 persen dari berat bokar
(Rp. 490 – 2.380/kg karet kering).
Menggunakan koagulan yang Pembelian antioksidan dan antimikroba Penambahan biaya pembelian koagulan Rp. 40 –
mengandung antioksidan dan 65/kg karet kering
antimikroba
Pada tingkat pedagang dan KUD
Penghematan ongkos angkut Bokar bersih Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet
kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK
slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg
bokar)
Pada tingkat pabrik karet remah
Penghematan air - Mesin slab cutter untuk tahap pemotongan Penghematan air sebanyak 16,22 m3/ton karet
slab tebal tidak diperlukan kering atau setara dengan Rp. 4,87/kg karet
- Mesin hammer-mills untuk tahap kering (asumsi retribusi air Rp. 300/m3)
pembersihan tidak diperlukan
- Penggunaan ulang air dari proses shredder
karet remah untuk proses di scrap washer
dan shredder dan mangel unit
125

Tabel 32 (lanjutan)

Jenis Keterangan Dampak


Penghematan investasi peralatan Mesin slab cutter senilai Rp. 40.000.000,- Penghematan Rp. 1,07/kg karet kering (asumsi
untuk tahap pemotongan slab tebal tidak umur ekonomis 10 tahun dan suku bungan 16
diperlukan persen/tahun
Mesin hammer-mills senilai Rp. Penghematan Rp. 4,7/kg. karet kering asumsi
175.000.000,- untuk tahap pembersihan tidak umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
diperlukan persen/tahun)
Penghematan energi Mesin slab cutter untuk tahap pembersihan - Penghematan energi listrik Rp. 2,3/kg. Karet
tidak diperlukan kering (asumsi daya alat 60 HP dan 8 jam
kerja)
- Penghematan energi manusia sebanyak
0,0008 MJ/kg karet kering atau setara dengan
Rp. 1,83/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7
yang ditentukan menggunakan asumsi upah
minimum Provinsi Lampung Rp.
480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan;
energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari).
126

Tabel 32 (lanjutan)

Jenis Keterangan Dampak


Mesin hammer-mills untuk tahap - Penghematan Rp. 38/kg. karet kering (asumsi
pembersihan tidak diperlukan daya alat 125 HP dan 8 jam kerja)
- Penghematan energi manusia sebanyak 0,004
MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp.
0,92/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang
ditentukan menggunakan asumsi upah
minimum Provinsi Lampung Rp.
480.000,-/bulan; hari kerja 25 hari/bulan;
energi manusia untuk kerja 8,4 MJ/hari).
Penghilangan kerugian modal Tidak diperlukan waktu gantung 14 hari Penghematan Rp. 95/kg karet kering (asumsi:
bunga 16%/tahun; harga beli bokar Rp. 15.200/kg
karet kering)
Potensi tidak timbulnya bau busuk Tidak diperlukan fasilitas wet scrubber yang Penghematan Rp.2/kg karet kering (asumsi umur
bernilai sekitar Rp. 75.000.000,- ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
persen/tahun)
Perolehan karet Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang
cemaran padatan lain dihasilkan menjadi 54,2 persen dari semula 50,7
persen
127

Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 5

Rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis
produksi bersih skenario 5 menggunakan koagulan asam format dengan bokar
berbentuk lembaran tipis untuk mengeluarkan serum serta dilakukan pengeringan
angin selama 5 hari. Rancang bangun skenario ini termasuk dalam upaya
good house-keeping, optimasi proses, dan teknologi baru yang terdiri dari (1)
penggunaan koagulan yang dianjurkan yaitu asam format; (2) penggunaan wadah
pembekuan yang bersih dan tidak bereaksi dengan lateks kebun, yaitu wadah
aluminimum; (3) tidak melakukan penambahan tatal dan potongan kayu ke dalam
bokar; (4) pemisahan serum dari bokar yang dihasilkan dengan penggilingan; (5)
penggantungan atau pengeringan angin lembaran karet selama 5 hari; dan (6)
penyimpanan pada tempat yang bersih.
Skenario ini merekomendasikan setelah 5 hari pengeringan angin maka harus
diolah karena berpotensi terjadi tumbuhnya jamur dan timbul bau karena asam
format relatif tidak berfungsi sebagai senyawa antioksidan dan antibakteri.
Bokar yang dihasilkan dalam bentuk lembaran tipis, kering, dan bersih
berpotensi mengurangi biaya transportasi bokar karena kadar karet kering (KKK)
bokar meningkat, mempersingkat proses pengolahan karena tidak digunakan lagi
proses pembersihan dan penipisan di pabrik sekaligus menghemat penggunaan air
dan energi. Selain itu, potensi timbulnya malodor dapat dihindari karena serum
yang mengandung bahan organik yang terurai menjadi senyawa volatil telah
terpisah serta jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan dari pengolahan bokar
dalam bentuk lembaran tipis dapat dikurangi (Gambar 48).
Dampak dari penerapan rancang bangun industri karet remah berbahan baku
bokar berbasis produksi bersih skenario 5 disajikan pada Tabel 33.
128

Petani karet
Lateks kebun Bokar Pembersihan
Air 1,100 m3 Air limbah
0,563 ton lantai dan
peralatan 1,100 m3
Asam (air 0,056 m3)
format Proses koagulasi
dalam wadah
Air
alumunium Air
2,605 m3
Limbah cair Penggilingan
Shredder
Lembaran tipis

Pengeringan angin Air limbah


(maksimum 5 hari) 2,634 m3

Uap air
0,027 m3

Karet remah Auto-drier


Pengumpulan
507 kg
bokar
Pabrik karet
Pedagang remah
perantara dan Pengangkutan
kelembagaan bokar
petani

Gambar 48 Proses produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 5


129

Tabel 33 Dampak yang dihasilkan dari rancang bangun proses produksi karet remah berbahan baku bokar berbasis produksi bersih
skenario 5

Jenis Keterangan Dampak


Pada Tingkat Petani
Pembuatan bokar bersih Tidak melakukan penambahan tatal, potongan - Peningkatan mutu bokar yang dihasilkan
kayu, dan cemaran padat lain - Peningkatan penerimaan akibat bokar yang
dihasilkan tidak terkena potongan basi yang
berkisar antara 7 - 17 persen dari berat bokar
(Rp. 490 – 2.380/kg karet kering).
Proses penggilingan dan pengeringan - Memerlukan total investasi sekitar Rp. - Menambah biaya sebesar sekitar Rp. 68,4/kg
bokar menjadi lembaran tipis 15.000.000 yang dikelola oleh kelompok karet kering (asumsi umur ekonomis 10 tahun
tani beranggota 50 orang dengan rata-rata dan suku bunga 16 persen/tahun)
kepemilikan lahan 1 hektar/orang dan hasil
karet kelompok tani per minggu 675 kg
karet kering
- Karet lembaran tipis dikering anginkan - Kerugian akibat penjemuran Rp. 33/kg karet
selama 5 hari kering (asumsi harga beli bokar Rp.
14.000/kg karet kering dan suku bunga 16
persen/tahun)
- Memerlukan unit pengolahan limbah cair - Menambah biaya Rp. 23/kg karet kering
sistem anaerobik sederhana dengan total (asumsi umur ekonomis 10 tahun dan suku
investasi Rp. 5.000.000 bunga 16 persen/tahun)
130

Tabel 33 (lanjutan)
Jenis Keterangan Dampak
Pada Tingkat Pedagang Perantara
Penghematan ongkos angkut - Bokar bersih - Penghematan sebanyak 13,0 persen/kg karet
kering atau Rp. 117/kg karet kering (asumsi KKK
slab 50 persen dan ongkos angkut Rp. 450/kg
- Dihasilkan lembaran karet tipis dan kering bokar)
dengan kadar karet kering (KKK) sekitar 90 - Penghematan biaya angkut 40 persen atau Rp.
persen 360/kg karet kering dengan asumsi ongkos angkut
Rp. 450/kg bokar
Pada Tingkat Pabrik Karet Remah
Penghematan air Tidak diperlukan air untuk proses pembersihan, Penghematan 22,5 m3/ton karet kering atau setara
pengecilan ukuran, dan pembuatan blanket basah dengan Rp. 6,75/kg karet kering (asumsi retribusi air
Rp. 300/m3)
Penghematan investasi peralatan - Mesin slab cutter senilai Rp. 40.000.000,- - Penghematan Rp. 1,07/kg. karet kering asumsi
untuk tahap pengecilan ukuran tidak umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
diperlukan persen/tahun)
- Mesin hammer-mills senilai Rp. 175.000.000,- - Penghematan Rp. 4,7/kg. karet kering asumsi
untuk tahap pembersihan tidak diperlukan umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
persen/tahun)
- Mesin scarp washer senilai Rp. 40.000.000,- - Penghematan Rp. 1,07/kg. karet kering asumsi
untuk tahap pengecilan ukuran tidak umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
diperlukan persen/tahun)
- Mesin shredder senilai Rp. 75.000.000,- - Penghematan Rp. 2,00/kg. karet kering asumsi
untuk tahap penggilingan bokar menjadi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
blanket basah tidak diperlukan persen/tahun)
- Mesin Jumbo mangel senilai Rp. 150.000.,- - Penghematan Rp. 4,00/kg. karet kering asumsi
untuk tahap penggilingan bokar menjadi umur ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16
blanket basah tidak diperlukan persen/tahun)
131

Tabel 33 (lanjutan)

Jenis Keterangan Dampak


Penghematan energi - Mesin slab cutter untuk tahap pengecilan - Penghematan Rp. 18/kg. karet kering (asumsi
ukuran tidak diperlukan daya alat 60 HP dan 8 jam kerja)
- Mesin hammer-mills untuk tahap pembersihan - Penghematan Rp. 38/kg. karet kering (asumsi
tidak diperlukan daya alat 125 HP dan 8 jam kerja)
- Mesin scarp washer untuk tahap pengecilan - Penghematan Rp. 12/kg. karet kering (asumsi
ukuran tidak diperlukan daya alat 40 HP dan 8 jam kerja)
- Mesin shredder untuk tahap penggilingan - Penghematan Rp 18/kg. karet kering (asumsi daya
bokar menjadi blanket basah tidak diperlukan alat 60 HP dan 8 jam kerja)
- Mesin Jumbo mangel untuk tahap
penggilingan bokar menjadi blanket basah - Penghematan Rp 18/kg. karet kering (asumsi daya
tidak diperlukan alat 60 HP dan 8 jam kerja)
- Proses pembersihan bahan baku diminimalisir
dan tidak dilakukan proses penggilingan -Penghematan energi manusia sebanyak 0,0165
MJ/kg karet kering atau setara dengan Rp.
37,71/kg karet kering (1 MJ = Rp.2285,7 yang
ditentukan menggunakan asumsi upah minimum
Provinsi Lampung Rp. 480.000,-/bulan; hari kerja
25 hari/bulan; energi manusia untuk kerja 8,4
MJ/hari).
Penghilangan kerugian modal Tidak diperlukan waktu gantung 14 hari Penghematan Rp. 95/kg karet kering (asumsi: bunga
16%/tahun; harga beli bokar Rp. 15.200/kg karet
kering)
Potensi tidak timbulnya bau busuk Tidak diperlukan fasilitas wet scrubber yang Penghematan Rp.2,00/kg karet kering (asumsi umur
bernilai sekitar Rp. 75.000.000,- ekonomis 10 tahun dan suku bunga 16 persen/tahun)
Perolehan karet Tidak terikutnya tatal, potongan kayu, dan Peningkatan perolehan karet remah yang dihasilkan
cemaran padatan lain serta terpisahnya sebagian menjadi 94,6 persen dari semula 50,7 persen
serum dan air proses penggumpalan lateks kebun
132

Rekapitulasi terhadap dampak yang dihasilkan oleh rancang bangun industri


karet remah berbasis produksi bersih baik pada skenario 1, 2, 3, 4, dan 5
menunjukkan bahwa potensi penghematan dominan terjadi di pabrik karet remah
dengan terjadinya penghematan air, energi, penurunan biaya investasi peralatan,
penghilangan waktu tunggu untuk proses penggantungan blanket basah, dan tidak
diperlukannya fasilitas pengolahan bau; sedangkan pedagang perantara dan
kelembagaan petani berpotensi mendapatkan keuntungan berupa berkurangnya
biaya transportasi dengan penerapan produksi bersih karena tidak terikutnya
pengotor (semua skenario) dan terpisahnya serum karena proses penggilingan
(skenario 5) menyebabkan lebih banyak bokar yang terangkut pada moda
transportasi yang digunakan (Tabel 34).
Hal sebaliknya dialami petani karet, produksi bersih yang diaplikasikan pada
proses produksi karet remah berbahan baku bokar berpotensi memberikan dampak
negatif berupa berkurangnya pendapatan akibat tidak terikutnya kotoran pada
bokar (semua skenario), bertambahnya biaya untuk pembelian koagulan yang
bersifat antimikroba dan antioksidan (skenario 3 dan 4), bertambahnya investasi
untuk penggilingan dan penjemuran bokar dan waktu tunggu minimal 5 hari untuk
penjemuran bokar (skenario 5).
Hasil penilaian pakar menggunakan sistem pakar yang disusun menunjukkan
bahwa skenario rancang bangun skenario 5 menghasilkan kriteria layak
sedangkan skenario 1, 2, 3, dan 4 menghasilkan kriteria layak dengan catatan.
Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain (1) koagulan yang mengandung anti
mikroba dan antioksidan, pada skenario 3 dan 4, berdasarkan hasil pengamatan
dan wawancara masih dirasakan mahal untuk tingkat petani dan ketersediaannya
masih sangat terbatas karena belum diproduksi dalam jumlah yang memadai; (2)
skenario 5 paling optimal dalam meminimalkan limbah yang dihasilkan sehingga
limbah yang seharusnya ditangani di pabrik atau terbentuk selama penyimpanan
dapat diminimalisir; dan (3) skenario 5 menghasilkan penghematan yang terbesar
karena mampu mengadopsi teknologi pengolahan karet remah berbahan baku
lateks kebun yang lebih sedikit menggunakan air dan energi.
133
Tabel 34 Rekapitulasi biaya tambahan dan manfaat yang dihasilkan dari penerapan konsep produksi bersih pada proses produksi karet
remah berbahan baku bokar

Kriteria Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5


Perubahan yang dialami
petani
z Potensi peningkatan Rp. 490 – 2.380/kg karet Rp. 490 – 2.380/kg karet Rp. 490 – 2.380/kg karet Rp. 490 – 2.380/kg karet Rp. 490 – 2.380/kg karet
pendapatan akibat kering kering kering kering kering
bokar bersih
z Potensi pe-
nambahan biaya
• Pembelian Rp. 40 - 65/kg karet Rp. 40 - 65/kg karet
koagulan yang kering kering
bersifat anti-
mikroba
• Investasi fa-
silitas peng- Rp. 68,4/kg karet kering
gilingan dan
pengeringan
• Kerugian mo- Rp. 33/kg karet kering
dal akibat pe-
ngeringan
angin Rp. 23/kg karet kering
• Investasi fa-
silitas UPL
anaerobik se-
derhana
Manfaat
(Rp./kg karet kering) 490 – 2.380 490 – 2.380 450 – 2.315 450 – 2.315 365,5 – 2.255,6
Perubahan yang dialami
pedagang perantara dan
kelembagaan petani
z Potensi penurunan Rp. 117/kg karet kering Rp. 117/kg karet kering Rp. 117/kg karet kering Rp. 117/kg karet kering Rp. 477/kg karet kering
biaya angkut bokar
Manfaat
(Rp./kg karet kering) 117 117 117 117 477
134
Tabel 34 (lanjutan)

Kriteria Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4 Skenario 5


Perubahan yang dialami
pabrik karet
z Potensi penurunan
biaya
• air proses Rp. 4,41/kg karet kering Rp. 4,41/kg karet kering Rp. 4,87/kg karet kering Rp. 4,87/kg karet kering Rp. 9,41/kg karet kering
• energi Rp. 47,14/kg karet kering Rp. 51,27/kg karet kering Rp. 47,14/kg karet kering Rp. 51,27/kg karet kering Rp. 141,71/kg karet
kering
• investasi per- Rp. 4,7/kg karet kering Rp. 5,77/kg karet kering Rp. 6,77/kg karet kering Rp. 12,47/kg karet kering Rp. 14,84/kg karet kering
alatan
z Potensi kerugian Rp. 95/kg karet kering Rp. 95/kg karet kering Rp. 95/kg karet kering
mo dal akibat pre-
drying
z Potensi penurunan
limbah
• limbah cair 14,7 m3/ton karet kering 16,22 m3/ton karet kering 14,70 m3/ton karet kering 16,22 m3/ton karet kering 31,7 m3/ton karet kering
• limbah padat 128 kg/ton karet kering 128 kg/ton karet kering 128 kg/ton karet kering 128 kg/ton karet kering 128 kg/ton karet kering
• limbah gas Potensial tereliminir Potensial tereliminir Potensial tereliminir
(malodour)
z Peningkatan per- 3,5 persen 3,5 persen 3,5 persen 3,5 persen 39 persen
olehan karet
Manfaat (Rp./kg karet 56,25 61,45 153,78 163,61 260,96
kering)
Manfaat total (Rp./kg 663,25 – 2.553,25 668,45 – 2.558,45 760,78 – 2650,78 770,61 – 2.660,61 867,96 – 2.757,96
karet kering)

Keterangan:
skenario 1 : menghasilkan bokar bersih dengan bentuk bokar berupa slab tebal seperti yang umum dijumpai saat ini;
skenario 2 : menghasilkan bokar bersih dengan bentuk bokar yang dihasilkan menjadi koagulum tipis dengan ketebalan sekitar 10 cm, tidak
melakukan pengepresan;
skenario 3 : menghasilkan bokar bersih menggunakan koagulan yang mengandung antimikroba dan antioksidan dengan bokar berbentuk slab tebal;
skenario 4 : menghasilkan bokar bersih menggunakan koagulan yang mengandung antimikroba dan antioksidan dengan bokar berbentuk slab tipis
tanpa pengepresan; dan
skenario 5 : menghasilkan sit angin tipis yang relatif tidak lagi mengandung serum dengan kkk sekitar 90 persen.
135

Rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
dihasilkan pada 5 skenario tersebut menunjukkan terjadinya pergeseran peran
utama dari pabrik karet remah ke petani karet. Hal ini menyebabkan diperlukan
suatu faktor pendorong agar petani karet bersedia melaksanakan perbaikan proses
produksi karet berbasis produksi bersih. Faktor pendorong tersebut adalah
adanya insentif harga atau tambahan penerimaan dengan asumsi bahwa selisih
harga yang diterima petani telah menutup biaya tambahan yang dikeluarkan.
Insentif harga yang dikenal dengan istilah harga premium dapat diberikan
berdasarkan pembagian penghematan yang terjadi akibat dari penerapan produksi
bersih pada proses produksi karet remah.
Hal lain yang dapat menjadi faktor pendorong petani karet terlibat dalam
penerapan skenario produksi bersih pada proses produksi karet remah adalah
adanya peluang hilangnya potongan basi yang dikenakan pedagang perantara dan
pabrik karet. Dengan tidak dikenakannya potongan basi bokar yang berkisar
antara 7 – 17 persen, petani karet seolah merasakan insentif yang sebenarnya
merupakan hak yang hilang akibat tidak menghasilkan bokar bersih.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa petani karet responden
mengeluarkan biaya terbesar pada proses penyadapan karet. Apabila
mempekerjakan penyadap maka petani karet umumnya mengeluarkan upah
menggunakan sistem bagi hasil yaitu 2 bagian karet yang dihasilkan untuk
pemilik tanaman karet dan 1 bagian untuk penyadap atau merupakan 30 persen
dari total penerimaan petani karet. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Haris (1999) terhadap proses produksi karet remah berbahan baku
bokar yang menunjukkan bahwa pada petani karet mengeluarkan biaya yang besar
untuk kegiatan penyadapan lateks kebun, yaitu sekitar 30 persen (Tabel 35). Hal
yang sama juga terjadi pada industri karet yang mengolah lateks kebun, kegiatan
panen, dalam hal ini termasuk penyadapan lateks, merupakan biaya terbesar
dibandingkan dengan kegiatan lain (Tabel 36) (Dalimunthe 1993).
136

Tabel 35 Struktur marjin tataniaga dan bagian harga bersih yang diterima petani
(% FOB SIR 20 Palembang)

Jenis kelembagaan tataniaga


Uraian Lelang Kemitraan Tradisional
Harga di tingkat petani 85,7 76,0 76,3
- Biaya pengolahan 1,1 0,9 1,0
- Biaya angkutan 0,2 1,3 0,2
- Biaya kelompok 0,2 0,5 -
Harga bersih di tingkat petani 84,2 73,3 75,1
- Biaya pemeliharaan kebun 1,8 1,3 1,5
- Biaya penyadapan 26, 24,3 32,0
Keuntungan petani 56,3 47,7 41,6

Harga di tingkat pedagang 88,1 - 84,6


- Biaya pengumpulan - - 0,5
- Biaya muat 0,2 - 0,2
- Biaya angkutan 0,9 - 1,4
- Biaya bongkar 0,1 - 0,1
- Biaya pengolahan - - 0,2
- Fee organisasi pemasaran 0,5 - -
Keuntungan pedagang 0,7 - 5,9

Harga di tingkat Pabrik/Eksportir 100 100 100


- Biaya pengolahan 9,1 10 10,2
- Biaya penjualan ekspor 0,9 1,0 1,0
- Fee organisasi pemasaran - 0,5 -
Keuntungan pengolah 1,9 12,5 4,2
Sumber: Haris (1999)

Tabel 36 Persentase biaya pengolahan karet pada beberapa perkebunan

Kontribusi Biaya(%)
Gaji/tunjangan 2
Pemeliharaan tanaman 6
Penyusutan tanaman 12
Pemupukan 4
Panen 39
Pengangkutan ke pabrik 4
Biaya pengolahan 9
Penyusutan pengolahan 2
Penyusutan lain-lain 8
Penjualan 5
Umum 9
Total 100
Sumber: Dalimunthe (1993)
137

Petani karet pada saat ini umumnya mengalami kendala karena posisi tawar
yang lemah sehingga sulit menjadi pelaku yang berperan penting dalam rancang
bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih. Hal ini
disebabkan beberapa faktor yaitu
1) sebagian besar petani karet hanya memiliki kurang dari 1 hektar tanaman
karet dengan produtivitas per hektar tanaman karet yang rendah yaitu kurang
dari 1000 kg karet kering/hektar/tahun;
2) terdapat kendala pengangkutan bokar ke pabrik karet terutama lokasi tanaman
karet yang umumnya menyebar dan jauh dari pabrik karet remah; dan
3) belum semua petani karet tergabung dalam kelembagaan petani, antara lain
kelompok tani atau tergabung dalam koperasi unit desa (KUD), yang dapat
memperkuat posisi tawar dalam penentuan harga jual bokar.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, implementasi skenario rancang
bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan (skenario 5) didasarkan upaya mengatasi kendala-kendala
tersebut dan meningkatkan pendapatan petani karet.

Simulasi implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet


remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan

Hasil analisis menunjukkan bahwa petani karet berperan penting dalam


rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih tetapi
berpotensi menjadi pihak yang menerima kerugian. Untuk memperkuat posisi
petani karet diperlukan suatu sistem kelembagaan yang dapat mengoptimalkan
pilihan skenario produksi bersih yang menguntungkan petani.
Upaya penguatan posisi petani adalah menggalang potensi yang dimiliki
dalam satu kelompok. Pada rancang bangun proses produksi karet remah
berbasis produksi bersih yang direkomendasikan ini, petani karet membentuk
kelompok tani yang mengelola unit usaha sit angin. Selanjutnya kelompok tani
bergabung dengan kelompok tani yang lain membentuk gabungan kelompok tani
(gapoktan) yang mengelola unit usaha pengolahan karet remah yang mengolah sit
angin yang dihasilkan unit usaha pengolahan sit angin yang dikelola kelompok
tani menjadi karet remah.
138

Fasilitas penggilingan dan pengeringan bokar yang digunakan untuk


memisahkan serum dan menghasilkan bokar berbentuk karet lembaran tipis pada
unit usaha pengolahan sit angin didasarkan pada hasil penelitian Suwardin (1988).
Berdasarkan data kepemilikan lahan petani karet di Provinsi Lampung diketahui
bahwa rata-rata kepemilikan lahan per kepala keluarga petani karet adalah sekitar
satu hektar maka satu unit usaha pengolahan sit angin dikelola oleh satu kelompok
tani yang beranggotakan 50 petani.
Kegiatan penggumpalan lateks kebun dilakukan di unit usaha pengolahan sit
angin karena untuk mencegah timbulnya keragaman kualitas bokar yang
dihasilkan. Bokar dengan kualitas beragam sangat mungkin dihasilkan apabila
kegiatan penggumpalan lateks kebun dilakukan oleh petani karet.
Unit usaha pengolahan karet remah dirancang dengan kapasitas 6000
ton/tahun maka dengan asumsi setiap kepala keluarga petani karet mengelola 1
hektar tanaman karet dengan produktivitas rata-rata 1000 kg karet kering/tahun
maka dibutuhkan 6.000 kepala keluarga petani karet yang tergabung dalam 120
kelompok tani (beranggotakan 50 kepala keluarga petani) yang masing-masing
mengelola 1 unit usaha pengolahan sit angin. Berdasarkan data luas lahan karet
rakyat di Provinsi Lampung maka pada beberapa daerah memungkinkan untuk
dilaksanakan konsep ini adalah di Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tulang
Bawang, dan Kabupaten Way Kanan. Hal ini didasarkan pada kedekatan
geografis dari daerah-daerah ini yang juga merupakan pemekaran dari Kabupaten
Lampung Utara.
Salah satu upaya untuk mendukung implementasi skenario rancang bangun
proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
adalah dengan mendekatkan unit usaha atau pabrik pengolahan karet remah ke
daerah atau sentra produksi karet rakyat. Hal ini dijelaskan oleh Haris (2006)
yang menyatakan bahwa lokasi agorindustri karet remah lebih sesuai mendekat ke
sumber bahan baku dengan basis kawasan fungsional untuk menjamin
kontinyuitas bahan baku dan peningkatan efisiensi transportasi bahan olah dan
tataniaga serta meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
139

Karet remah (SIR 20)

menghasilkan
Melakukan
kegiatan z Peremahan lembaran karet
Gabungan mengelola Unit pengolahan z Pengeringan remahan karet
Kelompok tani karet remah z Pengemasan remahan karet kering

bahan baku
Membentuk dan Sit angin
tergabung dalam
menghasilkan
Melakukan
kegiatan z Proses koagulasi lateks kebun
Kelompok tani mengelola Unit pengolahan sit z Proses penggilingan gumpalan karet
angin z Proses pengering anginan lembaran karet

bahan baku
Membentuk dan Lateks kebun
tergabung dalam
Melakukan menghasilkan
Petani karet mengelola Tanaman karet kegiatan z Perawatan tanaman karet
z Penyadapan dan pengumpulan hasil sadap

Gambar 49 Konsep pembagian kegiatan pada skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan
140

Dengan mendekat ke sentra bahan baku, beberapa permasalahan dalam


agroindustri karet remah dapat diatasi yaitu
1. bokar dapat segera diolah karena walaupun digumpalkan dengan koagulan
anjuran (asam format) tetap memiliki kelemahan berupa terjadinya penurunan
mutu atau kerusakan selama penyimpanan;
2. agroindustri karet remah yang mendekat ke bahan baku diharapkan dapat
mempersingkat rantai tataniaga yang berdampak pada lebih tingginya harga
jual bokar yang diterima petani.
Apabila kapasitas unit usaha pengolahan karet remah diperbesar maka akan
memberikan keuntungan yang lebih besar. Hal ini dijelaskan oleh Haris (2006)
yang menyatakan bahwa apabila agroindustri karet remah merupakan agroindustri
yang relatif padat modal sehingga efisiensi yang tinggi dapat tercapai jika
kapasitas tertentu dipenuhi. Haris (2006) merancang agroindustri karet remah
dengan sistem aliansi strategis berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan dengan
kapasitas 18.000 ton karet remah/tahun. Hal ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan yaitu terjaminnya kontinyuitas bahan baku di daerah Sumatera
Selatan dengan memperhatikan efisiensi biaya pengolahan serta biaya investasi
yang tidak bersifat linier.
Akan tetapi apabila apabila unit usaha pengolahan karet remah yang
dirancang pada skenario yang direkomendasikan ini ditingkatkan maka diperlukan
suatu upaya meningkatkan ketersediaan serta keberlangsungan bahan baku
mengingat kemungkinan terjadi persaingan penggunaan bokar dengan pabrik
karet di Provinsi Sumatera Selatan.
Selain hal tersebut, petani karet memerlukan pendampingan yang memadai
untuk terlaksananya penerapan skenario ini. Hal ini tergambar pada hasil
strukturisasi sistem menggunakan ISM pada sub elemen kendala yang
menyatakan bahwa lembaga pendampingan petani yang belum memadai menjadi
masalah utama selain akses petani yang terbatas terhadap teknologi anjuran.
Salah satu hal yang paling penting dalam terwujudnya rancang bangun
proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang menempatkan petani
sebagai pihak yang berperan paling penting adalah pendanaan untuk unit usaha
pengolahan sit angin dan unit usaha pengolahan karet remah. Dana yang
141

tersedia digunakan untuk investasi peralatan dan bangun serta modal kerja.
Mengingat kondisi petani karet di Indonesia yang sebagian besar mengelola
tanaman karet dengan lahan yang terbatas maka pembiayaan sepenuhnya
ditanggung oleh lembaga pembiayaan atau bank. Untuk memperkecil resiko
terhadap pinjaman atau pendanaan yang diberikan maka skema peminjaman
dilakukan dengan pembagian pinjaman yang diberikan pada pengelola dan
pemilik dari masing-masing unit usaha. Skema ini dilakukan dengan dasar
pemikiran bahwa pemilik dari unit pengolahan sit angin (petani karet) dan pabrik
pengolahan karet remah (kelompok tani) akan berusaha keras untuk menjaga
kelangsungan dari unit usaha yang dimilikinya.
Berdasarkan hal tersebut, unit usaha pengolahan sit angin yang akan dikelola
oleh kelompok tani diberi pinjaman sebanyak 70 persen dari kebutuhan modal
investasi dan modal kerjanya sedangkan 30 persen diberikan atas nama petani
karet. Sebagai konsekuensi dari skema ini, petani karet berkewajiban untuk
mengembalikan pinjaman tersebut dengan mengandalkan dari dividen yang
diperoleh dari keuntungan unit usaha pengolahan sit angin yang dimiliki oleh
petani yang tergabung dalam kelompok tani tertentu.
Skema pembiayaan investasi dan modal kerja yang sama diterapkan pada
pembiayaan unit usaha pengolahan karet remah yang dikelola oleh gapoktan.
Lembaga pembiayaan memberikan pinjaman sebanyak 70 persen dari kebutuhan
investasi dan modal kerja kepada gapoktan, sedangkan sebanyak 30 persen
diberikan atas nama kelompok tani yang mengelola unit usaha pengolahan sit
angin. Sebagai konsekuensi dari skema ini, kelompok tani berkewajiban untuk
mengembalikan pinjaman tersebut dengan mengandalkan dari dividen yang
diperoleh dari keuntungan unit usaha pengolahan karet remah yang dimiliki oleh
kelompok-kelompok tani yang tergabung dalam gapoktan. Skema pembiayaan
dan pembayaran angsuran investasi dan modal kerja baik pada unit usaha
pengolahan sit angin dan pengolahan karet remah disajikan pada Gambar 50.
Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan (skenario 5) dianalisis kelayakan finansialnya
dengan asumsi-asumsi sebagai berikut.
1. umur proyek 10 tahun;
142

2. produktivitas tanaman karet adalah 1000 kg karet kering/hektar/tahun dengan


rata-rata kepemilikan lahan 1 hektar/keluarga petani karet;
3. kapasitas penuh unit pengolahan sit angin adalah 55,56 ton sit angin/tahun
dengan lama operasi 25 hari/minggu atau setara 300 hari/tahun;
4. kapasitas penuh unit pengolahan karet remah adalah 6.000 ton karet
remah/tahun dengan lama operasi pabrik 25 hari/minggu atau setara 300
hari/tahun;
5. harga karet remah 2,185 US$/kg; kurs 1 US$ = Rp. 9.200
6. faktor diskonto yang digunakan pada tingkat suku bunga pinjaman melalui
bank konvensional sebesar 12 persen; jangka waktu pengembalian pinjaman
modal investasi dan modal kerja unit usaha sit angin dan karet remah
masing-masing selama 10 tahun; jangka waktu pengembalian pinjaman
kepemilikan unit usaha pengolahan karet remah oleh kelompok tani selama 10
tahun; dan jangka waktu pengembalian pinjaman kepemilikan unit usaha
pengolahan sit angin oleh petani karet selama 2 tahun;
7. penyusutan menggunakan metode garis lurus tanpa nilai sisa;
8. pajak penghasilan dihitung berdasarkan Undang-Undang no. 17 tahun 2000.
Hasil analisis kelayakan finansial skenario rancang bangun proses produksi
karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan disajikan pada Tabel
37. Dari Tabel 37 terlihat bahwa petani karet menerima pendapatan yang lebih
besar apabila tergabung dalam kelompok tani yang mengolah sit angin dan terlibat
dalam kepemilikan unit usaha pengolahan karet remah. Skenario rancang
bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan masih layak apabila terjadi penurunan produktivitas tanaman
karet petani sebanyak 20 persen dan harga karet remah sebanyak 5 persen.
143
Angsuran pinjaman investasi
Lembaga dan modal kerja unit usaha
pembiayaan pengolahan karet remah
penyedia kredit
70% Gabungan mengelola Unit pengolahan karet menghasilkan Karet remah (SIR 20)
Kelompok tani remah
Kredit investasi dan
modal kerja unit usaha
pengolahan karet remah
Dividen
bahan baku
Angsuran pinjaman investasi dan
modal kerja unit usaha pengolahan
sit angin dan karet remah
30%
Kelompok tani mengelola Unit pengolahan sit menghasilkan Sit angin
angin
Kredit investasi dan 70%
modal kerja unit usaha Sisa dividen unit
pengolahan sit angin pengolahan karet
remah Dividen bahan baku

Angsuran pinjaman
30% Petani karet mengelola Tanaman karet menghasilkan Lateks kebun
investasi dan modal
kerja unit usaha
pengolahan sit angin

Gambar 50 Konsep skema pembiayaan dan pengembalian pinjaman unit usaha pada skenario rancang bangun proses produksi karet
remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan
144

Dengan mengacu pada upah minimum provinsi yang ditetapkan Pemprov


Lampung pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp. 775.000,-/bulan maka petani yang
tergabung dalam skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis
produksi bersih menerima pendapatan kotor yang lebih tinggi walaupun pada
tingkat produktivitas tanaman karet 800 kg karet kering/hektar/tahun dan harga
karet remah turun 5 persen dari harga acuan.
Pada implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah
berbasis produksi bersih yang direkomendasikan tidak terdapat peran dari
pedagang perantara dan pabrik karet. Kelompok tani yang mengelola unit usaha
pengolahan sit angin mengambil alih peran pedagang perantara yaitu tahap
pengumpulan dan penggumpalan lateks kebun, dan sebagian peran pabrik karet
remah yaitu tahap penggilingan atau pengepresan koagulum karet dan
pengeringan pendahuluan. Gapoktan yang mengelola unit usaha pengolahan
karet remah mengambil alih sebagian peran pabrik karet remah yaitu tahap
peremahan, pengeringan remahan, pengempaan, dan pengemasan karet remah.
Dengan diambil alihnya peran dari para pelaku yang sebelumnya terlibat
dalam rantai proses produksi karet remah berbahan baku bokar, yaitu pedagang
perantara dan pabrik karet remah, menyebabkan persoalan meningkatkan
pendapatan petani karet menjadi lebih mudah yaitu dengan mengoptimalkan
upaya penghematan biaya dan peningkatan laba bersih yang dapat dibagikan
(deviden). Hal ini dapat dilakukan mengingat kelompok tani yang mengelola
unit usaha pengolahan sit angin merupakan kumpulan dari petani karet pada suatu
wilayah; sedangkan gapoktan yang mengelola unit usaha pengolahan karet remah
merupakan kumpulan dari kelompok tani atau dengan kata lain merupakan
perpanjangan tangan dari petani karet. Berdasarkan hal tersebut, upaya
meningkatkan pendapatan petani karet melalui optimalisasi deviden yang
dibagikan tidak akan mengalami hambatan karena petani karet terlibat dan
merupakan pemilik, secara langsung maupun tidak langsung, kedua jenis unit
usaha dalam implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah
berbasis produksi bersih yang direkomendasikan.
145

Tabel 37 Perbandingan pendapatan petani karet pada kondisi pada saat ini dengan prediksi pendapatan petani karet yang terlibat dalam
skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5)

Uraian Petani yang tidak Petani yang terlibat dalam skenario proses
terlibat dalam skenario produksi karet remah berbasis produksi
proses produksi karet bersih yang direkomendasikan
remah berbasis produksi Sebelum 24 Setelah 24 Setelah 120
bersih bulan bulan bulan
(Rp./bulan) (Rp./bulan)1) (Rp./bulan)2) (Rp./bulan)3)
Produktivitas tanaman karet 1000 kg karet kering/ha/tahun
Pendapatan dari penjualan lateks kebun atau bokar 1.139.113 1.139.113 1.139.113 1.139.113
Angsuran pengembalian modal kepemilikan unit pengolahan sit angin (60.675) 0 0
Rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan sit angin 94.598 94.598 94.598
Potensi tambahan rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan karet remah 119.556 119.556 150.936
Pendapatan akhir petani karet 1.139.113 1.292.593 1.503.092 1.534.472
Kelayakan unit usaha pengolahan sit angin NPV Rp. 273.011.323; IRR 42%; Net B/C 1,06
Kelayakan unit usaha pengolahan karet remah NPV Rp. 45.768.220.351; IRR 44%; Net B/C 1,08
Keterangan: 1) Selama petani masih mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit sit angin dan kelompok tani masih mengangsur pinjaman modal
kepemilikan unit pengolahan karet remah; 2) selama kelompok tani masih mengangsur pinjaman kepemilikan unit pengolahan karet remah; 3) kondisi
saat petani dan kelompok tani telah selesai mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit pengolahan sit angin dan unit pengolahan karet remah
146

Tabel 38 Analisis sensitivitas penerapan skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan (skenario 5)

Uraian Petani yang tidak Petani yang terlibat dalam skenario proses
terlibat dalam skenario produksi karet remah berbasis produksi
proses produksi karet bersih yang direkomendasikan
remah berbasis produksi Sebelum 24 Setelah 24 Setelah 120
bersih bulan bulan bulan
(Rp./bulan) (Rp./bulan)1) (Rp./bulan)2) (Rp./bulan)3)
Produktivitas tanaman karet turun 20 %
Pendapatan dari penjualan lateks kebun atau bokar 911.291 911.291 911.291 911.291
Angsuran pengembalian modal kepemilikan unit pengolahan sit angin (60.675) 0 0
Rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan sit angin 63.058 63.058 63.058
Potensi tambahan rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan karet remah 90.045 90.045 116.977
Pendapatan akhir petani karet 911.291 1.003.719 1.064.394 1.091.326
Kelayakan unit usaha pengolahan sit angin NPV Rp. 155.980.914; IRR 33%; Net B/C 1.04
Kelayakan unit usaha pengolahan karet remah NPV Rp. 33.338.692.932; IRR 40%; Net B/C 1,08
Produktivitas tanaman karet dan harga karet remah masing-masing turun 20
dan 5 % 856.413 856.413 856.413 856.413
Pendapatan dari penjualan lateks kebun atau bokar (60.675) 0 0
Angsuran pengembalian modal kepemilikan unit pengolahan sit angin 56.112 56.112 56.112
Rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan sit angin 83.448 83.448 109.405
Potensi tambahan rata-rata deviden dari unit usaha pengolahan karet remah 856.413 935.298 995.973 1.021.930
Pendapatan akhir petani karet NPV Rp. 129.501.055; IRR 30%; Net B/C 1,04
Kelayakan unit usaha pengolahan sit angin NPV Rp. 30.440.930.638; IRR 38%; Net B/C 1,07
Kelayakan unit usaha pengolahan karet remah
Keterangan: 1) Selama petani masih mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit sit angin dan kelompok tani masih mengangsur pinjaman modal
kepemilikan unit pengolahan karet remah; 2) selama kelompok tani masih mengangsur pinjaman kepemilikan unit pengolahan karet remah; 3) kondisi
saat petani dan kelompok tani telah selesai mengangsur pinjaman modal kepemilikan unit pengolahan sit angin dan unit pengolahan karet remah
147

Persoalan mendasar lain pada industri karet remah berbahan baku bokar
berupa ketidakseimbangan antara bahan baku (bokar) dengan kapasitas olah
pabrik karet remah yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kapasitas olah dari
pabrik karet remah dapat diminimalisir dengan keterlibatan dan peran penting
petani karet. Dengan terlibatnya petani karet baik pada unit usaha pengolahan sit
angin dan pengolahan karet remah, adanya tanggung jawab untuk mengembalikan
pinjaman modal untuk kepemilikan unit usaha sit angin, dan potensi deviden yang
diterima dari unit usaha pengolahan sit angin dan pengolahan karet remah maka
petani karet akan mempertahankan keberlangsungan dari unit usaha pengolahan
sit angin dan pengolahan karet remah.
Simulasi implementasi rancang bangun proses produksi karet remah berbasis
produksi bersih skenario 5 merupakan upaya mengoptimalkan pemanfaatan
potensi komoditas karet di Indonesia seperti yang tertuang pada strategi untuk
mengembangkan komoditas karet di Indonesia melalui departemen-departemen
terkait, dalam hal ini Departemen Pertanian dalam Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Karet (Balitbang Deptan 2005) dan Departemen
Perindustrian dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional (Depperin 2005).
Strategi-strategi yang ditetapkan pemerintah dalam mengoptimalkan potensi
komoditas karet di Indonesia adalah pengamanan pasokan bahan baku,
peningkatan kualitas bokar rakyat, pengembangan industri pendukung, dan
diversifikasi produk karet hilir, serta mendorong tumbuhnya modifikasi teknologi
pengolahan dan produksi karet (Depperin 2005; Balitbang Deptan 2005).
Sasaran-sasaran yang diharapkan dapat dicapai melalui strategi
pengembangan komoditas karet di Indonesia dibagi menjadi sasaran jangka
menengah (2004-2009) dan jangka panjang (2010-2025).
Sasaran-sasaran jangka menengah dan panjang yang relevan dicapai
implementasi rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan (skenario 5) adalah (1) meningkatnya mutu bokar
dan poduksi karet sesuai SNI; (2) meningkatnya produksi karet Indonesia di atas 2
juta ton/tahun dengan tingkat produktivitas rata-rata kebun di atas 800 kg karet
kering/ha/tahun.; (3) terpeliharanya kestabilan harga di tingkat petani dan
meningkatnya bagian yang diterima petani yaitu minimal 75 persen FOB atau
148

mencapai 1.500 US$/tahun; dan (4) terpeliharanya kestabilan harga di tingkat


petani dan meningkatnya bagian yang diterima petani yaitu minimal 80 persen
FOB atau sekitar 2.000 US$/tahun (Depperin 2005; Balitbang Deptan 2005).
Dari strategi dan sasaran dalam pengembangan agroindustri karet di
Indonesia, maka permasalahan yang berkaitan dengan bokar, yaitu jumlah
produksi, kualitas, keberlangsungan, dan harga, masih menjadi prioritas. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa bokar yang menjadi bahan baku agroindustri
karet merupakan inti dari agroindustri karet dan memiliki keterkaitan yang erat
dengan tahap pengolahan selanjutnya di pabrik karet remah sehingga dengan
bokar yang digunakan bermutu baik dan pasokannya terjamin maka pabrik karet
remah dapat berproduksi dengan baik dan lebih efisien (Gambar 51).
Sisi lain yang harus dipenuhi adalah harga yang diterima petani karet harus
layak dan sesuai dengan upaya yang dilakukan untuk menghasilkan bokar dengan
kualitas baik dan bersih. Hal ini sejalan dengan salah satu pendekatan
pembangunan sektor industri masa depan yaitu pembangunan industri yang
berkelanjutan yang berciri (1) memperhatikan aspek lingkungan dalam
pengembangan industri yang menghasilkan produksi bersih (green
product/ecological product); (2) menerapkan produksi bersih terutama terhadap
industri-industri yang berpotensi menghasilkan limbah; (3) menginternalisasikan
biaya pengelolaan lingkungan ke dalam biaya produksi; (4) mengembangkan zero
waste industry; dan (5) mengembangkan industri berbahan baku lokal yang
terbarukan (Depperin 2005). Dengan dibenahinya masalah bokar, agroindustri
karet di Indonesia diharapkan dapat berkembang lebih baik.
Aspek lain yang harus diperhatikan pada implementasi rancang bangun
skenario proses produksi karet remah berbasis produksi bersih adalah masalah
pencemaran lingkungan. Masalah pencemaran lingkungan pada implementasi
skenario rancang bangun proses produksi karet remah skenario 5 berupa limbah
cair hasil yang dihasilkan dari proses penggilingan gumpalan karet pada unit
pengolahan sit angin.
149

Petani karet
Lateks kebun Sit angin 2,170 m3 Pembersihan
Air Air limbah
4 ton. 1,11 ton lantai dan 2,170 m3
peralatan

Air
Unit pengolahan
5,138 m3
sit angin

Asam
format Proses koagulasi Shredder
dalam wadah
Air
aluminium
1 m3

Limbah cair Penggilingan Air limbah


3.89 m3 5,195 m3

Pengeringan angin Uap air


(maksimum 5 hari) 0,053 m3

Lembaran tipis Karet remah Tunnel dryer


1 ton.
1,11 ton Unit pengolahan
karet remah
Gambar 51 Penerapan proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang direkomendasikan (skenario 5)
150

Limbah cair dari unit usaha pengolahan sit angin mengandung serum lateks
kebun sisa proses penggumpalan. Serum mengandung bahan organik dalam
jumlah yang tinggi dan relatif sama dengan limbah cair yang dihasilkan proses
pengolahan lateks kebun menjadi karet remah (Tabel 17) dan diperkirakan
jumlahnya juga sama dengan limbah cair pabrik karet berbahan baku lateks kebun
(Gambar 32). Setiap unit pengolahan sit angin yang dikelola kelompok tani
diperkirakan menghasilkan limbah cair sebanyak 4.5 m3/minggu dengan
kandungan bahan organik yang harus diolah sekitar 14,4 – 34,0 kg COD/minggu.
Asumsi yang digunakan adalah nilai COD limbah cair unit pengolahan sit angin
sama dengan nilai COD keluaran proses pengepresan koagulum lateks pada
proses produksi karet reman berbahan baku lateks kebun, yaitu 3200 – 7540 mg/l
(Tabel 17).
Apabila limbah cair tersebut diolah menggunakan proses anaerobik, maka
terdapat peluang untuk mendapatkan nilai tambah dalam bentuk gas metana yang
dapat dikonversi menjadi energi. Berdasarkan pernyataan Grady dan Lim (1991)
yang menyatakan bahwa 1 kg COD dapat terkonversi menjadi 0,35 m3 gas metana
dan 80 persen COD akan terkonversi pada kondisi anaerobik maka akan
didapatkan energi setara 3,4 – 8,1 liter solar/minggu (1 m3 CH4 setara dengan 35,9
MJ/m3; 1 liter solar setara dengan 42 MJ). Berdasarkan hal ini, limbah cair dari
proses pembuatan sit angin dapat memberikan nilai tambah yang dapat menjadi
salah faktor pendorong untuk dapat diterapkannya rancang bangun proses
produksi karet remah berbasis produksi bersih skenario 5.
Apabila dikaitkan dengan konsep Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean
Development Mechanism), skenario rancang bangun proses produksi karet remah
berbasis produksi bersih yang direkomendasikan mampu menurunkan emisi
cemaran gas berbahaya ke udara. Hal ini terlihat dari hasil penelitian berupa
penghematan bahan bakar untuk transportasi bahan baku bokar dari petani karet
ke pabrik karet yang mencapai sekitar 50 persen, penghematan energi listrik dan
bahan bakar untuk proses produksi karet remah yang masing-masing mencapai 81
dan 61 persen, dan meminimalkan emisi gas metana dan karbondioksida dengan
memanfaatkannya menjadi energi alternatif.
Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau Clean Development
151

Mechanism (CDM) merupakan salah satu mekanisme yang terdapat di dalam


Protokol Kyoto. Mekanisme MPB merupakan satu-satunya mekanisme yang
melibatkan Negara berkembang, di mana negara maju dapat menurunkan emisi
gas rumah kacanya dengan mengembangkan proyek ramah lingkungan di negara
berkembang. Mekanisme ini sendiri pada dasarnya merupakan perdagangan
karbon, di mana negara berkembang dapat menjual kredit penurunan emisi kepada
negara yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi, yang disebut negara
Annex I.
Sektor industri berbasis hasil pertanian atau agroindustri dengan industri
karet alam termasuk didalamnya merupakan salah satu penyumbang gas rumah
kaca terbesar walaupun tidak sebesar sektor transportasi dan kegiatan de-forestasi.

Kebaruan (novelty) Penelitian


Penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan pada penelitian ini
yaitu Walujono (1976), Budiman (1976), Suwardin et al. (1988), Suwardin (1988),
Suparto dan Alfa (1996), Supriadi dan Nancy (2001), Solichin dan Anwar (2003),
dan Haris (2006). Penelitian-penelitian rujukan tersebut mengkaji aspek-aspek
untuk meningkatkan kinerja dari industri karet alam tetapi dilakukan secara
parsial pada pihak-pihak yang terlibat, yaitu hanya pada petani karet atau pabrik
karet saja.
Walujono (1976), Budiman (1976), dan Suwardin et al. (1988) mengkaji
upaya perbaikan proses penanganan dan pengolahan lateks kebun hanya pada
tingkat petani. Suwardin (1988) mengkaji tentang alternatif pengolahan dari
lateks kebun menjadi sit tipis yang memudahkan proses penanganan selanjutnya
di pabrik. Suparto dan Alfa (1996) mengkaji tentang upaya penerapan produksi
bersih berupa penggunaan kembali air proses proses pengolahan karet remah
berbahan baku bokar dengan kondisi apa adanya tanpa mengkaji apabila
digunakan bokar bersih dan bermutu baik. Solichin dan Anwar (2003) mengkaji
tentang upaya penggunaan koagulan alternatif berupa deorub K yang mampu
mengeliminir timbulnya bau busuk dari bokar yang digunakan.
Dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang dijadikan rujukan tersebut,
penelitian ini mengkaji upaya meningkatkan kinerja industri karet remah berbahan
baku bokar secara terintegrasi pada semua pihak yang terlibat yaitu petani karet,
152

pedagang perantara, dan pabrik karet remah melalui penerapan konsep produksi
bersih. Penelitian ini menghasilkan beberapa skenario rancang bangun proses
produksi karet remah berbasis produksi bersih yang selanjutnya disimulasikan
apabila diterapkan secara terintegrasi pada pihak-pihak yang terlibat. Skenario
rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih yang
direkomendasikan, dengan mengintegrasikan antara kegiatan yang dilakukan oleh
petani karet, pedagang perantara, dan pabrik karet, merupakan kebaruan (novelty)
dari disertasi ini.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tahapan proses produksi karet remah berbahan baku bokar yang potensial
untuk penerapan konsep produksi bersih adalah (a) proses penggumpalan lateks
kebun menjadi bokar yaitu melakukan proses penggumpalan lateks kebun
menggunakan koagulan anjuran, mempertimbangkan ukuran atau bentuk bokar,
dan terjaminnya kebersihan proses; (b) proses penyimpanan bokar pada tempat
yang terjamin kebersihannya, tidak melakukan perendaman bokar dalam air kotor,
proses penyimpanan bokar sebelum pengolahan tidak lebih dari 5 hari, dan tidak
mengemas menggunakan kemasan pupuk; (c) proses pengecilan ukuran dan
pembersihan bokar di pabrik karet remah berkaitan dengan besarnya penggunaan
air proses dan energi; (d) proses daur ulang air dari proses peremahan ke proses
pengecilan ukuran dan pembersihan bokar sebagai upaya penghematan air.
Alternatif perbaikan berdasarkan analisis manfaat lingkungan pada proses
produksi karet remah berbahan baku bokar adalah menghasilkan bokar dalam
bentuk slab bersih, slab tipis bersih, menggunakan koagulan yang mengandung
antioksidan dan antimikroba, dan slab bersih tipis kering. Manfaat ekonomis yang
didapatkan dari perbaikan proses produksi karet remah adalah penghematan biaya
transportasi, lebih tingginya kadar karet kering yang diangkut, lebih singkatnya
proses pengolahan, hilangnya waktu tunggu selama penggantungan; berdasarkan
manfaat lingkungan adalah berkurangnya jumlah dan jenis limbah yang ditangani.
Skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis produksi
bersih yang direkomendasikan adalah dengan mengubah bentuk bokar yang
digumpalkan menggunakan asam format menjadi lebih tipis yang dilanjutkan
dengan proses pengeringan angin selama 5 hari.
Dampak positif yang dihasilkan dari skenario ini adalah (a) penghilangan
potongan basi bokar yang berkisar antara 7 – 17 persen dari harga jual bokar; (b)
penurunan biaya transportasi bokar sekitar 50 persen; dan (c) tahapan proses
pengolahan bokar menjadi lebih singkat yang menghasilkan penghematan
penggunaan air sebanyak 31,36 m3/ton karet kering (81 persen), penghematan
154

penggunaan listrik sebanyak 565 MJ/ton karet kering (61 persen), penghematan
energi manusia sebanyak 165 MJ/ton karet kering (71 persen), penghematan
modal investasi peralatan Rp. 12.840/ton karet kering, hilangnya potensi kerugian
akibat pengeringan pendahuluan yang setara dengan Rp. 95.000/ton karet kering,
dan penghematan akibat tidak diperlukan fasilitas penanganan limbah gas (bau)
yang setara dengan Rp. 2.000/ton karet kering. Dampak negatif dari rancang
bangun skenario ini adalah petani karet harus menyediakan investasi fasilitas
penggilingan dan pengeringan angin sebesar Rp. 68.400/ton karet kering,
berpotensi mengalami kerugian akibat waktu pengeringan selama 5 hari yang
setara dengan Rp. 33.000/ton karet kering; dan memerlukan investasi fasilitas unit
pengolahan limbah cair sistem anaerobik yang setara dengan Rp. 23.000/ton karet
kering.
Implementasi skenario rancang bangun proses produksi karet remah berbasis
produksi bersih yang direkomendasikan melibatkan petani karet yang
menghasilkan lateks kebun; para petani karet membentuk kelompok tani yang
mengelola unit pengolahan sit angin berbahan baku lateks kebun; serta
kelompok-kelompok tani membentuk gabungan kelompok tani (gapoktan) yang
mengelola unit pengolahan karet remah. Skenario rancang bangun proses produksi
karet remah yang direkomendasikan berdasarkan hasil simulasi layak secara
finansial apabila diimplementasikan pada area tanaman karet seluas 6000 hektar
yang dikelola para petani karet yang tergabung dalam 120 unit usaha pengolahan
sit angin yang masing-masing berkapasitas 50 ton karet kering/tahun (BEP 14%;
NPV Rp. 273.011.323; IRR 42%; Net B/C 1,06; dan PBP 6 tahun 8 bulan) dan 1
gapoktan yang mengelola 1 unit usaha pengolahan karet remah berkapasitas 6.000
ton karet kering/tahun (BEP 7%; NPV Rp. 45.768.220.351; IRR 44%; Net B/C
1,08; dan PBP 7 tahun 5 bulan). Skenario ini berpotensi meningkatkan
pendapatan petani karet sampai dengan Rp. 1.534.472,-/hektar/bulan .
155

Saran

Perlu dilakukan kajian aspek kelembagaan komoditas karet apabila rancang


bangun proses produksi karet remah berbasis produksi bersih diterapkan pada
sistem kelembagaan komoditas karet pada saat ini. Hal ini didasarkan pada hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa manfaat-manfaat penerapan produksi bersih
pada proses produksi karet remah hanya dirasakan oleh pedagang perantara dan
kelembagaan petani, serta pabrik karet, sedangkan petani karet yang berperan
sangat penting menanggung pengeluaran dan penambahan biaya dan investasi
walaupun mendapatkan insentif berupa hilangnya potongan basi bokar.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah K. 1987. Energi dan Listrik Pertanian. Bogor: JICA-DGHE.


IPB Project - ADAET.

Alaerts G, Santika SS. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Penerbit


Usaha Nasional.

Andrews SKT, Stearne J, Orbell JD. 2002. Awareness and adoption of cleaner
production in small to medium sized business in Geelong Region, Victoria,
Australia. Journal of Cleaner Production. 10(2002):373-380.

Anwar C. 2006. Manajemen dan teknologi budidaya karet. Disampaikan


pada pelatihan Tekno Ekonomi Agribisnis Karet 18 Mei 2006. Jakarta: PT
FABA Indonesia Konsultan.

________. 2006. Perkembangan pasar dan prospek agribisnis karet di


Indonesia. Disampaikan pada Lokakarya Budidaya Tanaman Karet 4 – 6
September 2006. Medan: Pusat Penelitian Karet - Balai Penelitian Sungei
Putih.

[APHA]. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater.
18th ed. New York: American Public Health Association.

Astrand PO, Rodahl B, Dahl HA, Stromme SB. 2003. Work physiology:
Physiological bases of Exercise. 4th ed. Champaign, IL: McGraw-Hill.

[Balitbang Deptan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen


Pertanian. 20005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet.
Jakarta: Balitbang Deptan.

Budiman AFS. 2000. The Future of natural rubber production and quality in
Indonesia.

Budiman S. 1976. Beberapa aspek penting pada pengolahan karet remah dari
bahan baku lum. Menara Perkebunan. 44 (2): 111 – 121.

[BSN]. 2002. SNI 06-2047-2002: Bahan Olah Karet.

Buser C, Walder J. 2002. Guidelines for Cleaner Production – Conducting


Quick-scans in the Company. Muttenz, Switzerland: FHBB.

Chaume F, Beteau JF. 1997. Model based of an appropriate control strategy


application to an anaerobic digester. Prosiding Seminar Internasional
Peranan Bioteknologi Lingkungan dalam Pengolahan Limbah Cair Industrial.
24 November 1997. Bandung: USA-UNET-ITB.
157

Clausen CA, Mattson G. 1978. Principle of Industrial Chemistry. Toronto:


John Wiley & Sons.

[CTC] Clean Technology Center. 1999. How to prevent waste and emissions
from your company: a self-help guide. Cork City: Cork Institute of
Technology. www.ctc-cork.ie/ftp/pub.guide.pdf [12 April 2005].

Dalimunthe R. 1993. Efisiensi pengolahan karet menyongsong era


industrialisasi. Warta Perkaretan. 12(3): 17 – 22.

de Bruijn TJNM, Hofman PS. 2001. Pollution prevention in small and


medium-sized enterprises: evoking structural changes through partnership.
www.greenleaf-publishing.com/pdfs/debruijn.pdf [24 Februari 2005].

__________________________. 2000. Pollution prevention and industrial


transformation evoking structural changes within companies. Journal of
Cleaner Production. 8(2000):215-223.

[Depperin] Departemen Perindustrian Republik Indonesia. 2005. Kebijakan


Pembangunan Industri Nasional. Jakarta: Deperind.

Dijkmans R. 2000. Methodology for selection of best avalailable techniques


(BAT) at the sector level. Journal of Cleaner Production. 8(2000):11-21.

Djamhari C. 2004. Orientasi pengembangan agroindustri skala kecil dan


menengah: rangkuman pemikiran. Infokop. XX (25): 121-132.

[Disbun Pemprov Lampung] Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Lampung.


2006. Statistik Perkebunan 2006. Bandarlampung: Disbun

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2006. Statistik


Perkebunan Indonesia 2004 – 2006. Jakarta: Ditjenbun.

Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen.


Bogor: IPB Press.

Fannin KF 1987. Start-up, operation, stability, and gas control. In Anaerobic


Digestion of Biomass. Chynoweth DP and Isaacson R (eds.). London:
Elsevier Applied Science

Fauzi AM. 2003. Analisis kelayakan finansial penerapan produksi bersih dan
kendala sosio kultural. Disampaikan pada Pelatihan TOT Cleaner
Production. Jakarta, 13 – 22 Oktober 2003.

[FHBB] Fachbochschule beider Basel. 2005. www.fhbb.cp/cp [7 Maret 2005].

[Gapkindo] Gabungan Perusahaan Karet Indonesia. 1992. Rencana


Pengendalian Pencemaran Limbah Crumb Rubber. Jakarta: Gapkindo.
158

____________. 2004. Ekspor karet alam menurut jenis mutu . Buletin Karet.
XXVI:12.

___________. 2006. Indonesian Natural Rubber Statistic Yearbook 2006.


Jakarta

____________. 2007. List of Members. Jakarta.

Gombault M, Versteege S. 1999. Cleaner production in SMEs through a


partnership with (local) authorities: successes from the Netherlands. Journal
of Cleaner Production. 7 (4): 249 - 261

Goutara B, Djatmiko, Tjiptadi W. 1976. Dasar-dasar Pengolahan Karet.


Bogor: Fatemeta IPB.

Harianto SP, Triyono S, Hasanudin U. 2000. Pengurangan kadar cemaran gas


(bau) Pabrik Karet Remah (crumb rubber) PT. WK. Laporan Penelitian.
Kerjasama Pusat Studi Lingkungan Lembaga Penelitian Universitas
Lampung dengan PT WK.

Hart A. 1986. Knowledge Acquistion for Expert System. New York:


McGraw-Hill Book Co.

Haris U. 1999. Analisis ekonomi kelembagaan tataniaga bahan olah karet


rakyat (bokar): suatu pendekatan hubungan prinsipal-agen. Tesis. Bogor:
Program Pascasarja – Institut Pertanian Bogor.

_______. 2001. Valuasi biaya manfaat alternatif teknologi pengendalian


limbah cair industri karet remah. Disampaikan pada Rapat Kerja Evaluasi
Hasil Penelitian Pusat Penelitian Karet tahun 2000. Salatiga: Balai
Penelitian Getas.

________. 2006. Rekayasa model aliansi strategis sistem agroindustri crumb


rubber. Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana – Institut Pertanian Bogor.

Kuba T, Murnleitner E, van Lossdrecht MCM, Heijnen JJ. 1996. A


metabolic model for biological phosphorus removal by denitrifying
organisms. Biotech. Bioeng. 52: 685-695.

Lyons PJ. 1994. Applying Expert System, Technology to Business. Blemont,


California: Woodsworth Publ. Co.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria


Manajemen. Jakarta: PT Grasindo.

Maiellaro N, Lerario A. 1998. Knowledge system for sustainable design.


sustainable building resource research. http://www.ba.cnr.it/iris/sustain
[13 Nopember 2002].
159

Maspanger D, Honggokusumo S. 2004. Dampak penerapan produksi bersih


industri crumb rubber pada peningkatan pasar global. Disampaikan pada
Seminar/Temu Usaha Sosialisasi Produksi Bersih Industri Crumb Rubber.
Pekanbaru, 6 Oktober 2004.

Metcalf - Eddy. 1996. Wastewater Engineering: Treatment Disposal Reuse.


Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Nurmianto E, 2003. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya:


Penerbit Karya Guna.

Paimin FB, Nazaruddin. 1992. Karet: Budidaya dan Pengolahan, serta


Strategi Pemasaran.Jakarta: Penerbit PS.

Pauli G. 1997. Zero emission: the ultimate goal of cleaner production.


Journal of Cleaner Production. 5(1 – 2):109 – 114.

Saxena JP, Sushil, Vrat P. 1992. Hierarchy and classification of program plan
elements using interpretative structural modeling: a case study of energy
conservation in the Indian cement industry. System Practice. 5(6):651
– 670.

Setiawan HS, Andoko A. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta:


PT. Agromedia Pustaka

Smit H. 2007. Natural rubber: a global perspective an outloook for the future.
Di dalam Asean Rubber Conference 2007: Phnom Penh, 14 – 16 Juni
2007. Phnom Penh: Next View dan Association fo Rubber
Development of Cambodia.

Solichin M, Anwar A. 2003. Pengaruh penggumpalan lateks, perendaman dan


penyemprotan bokar dengan asap cair terhadap bau bokar, sifat teknis
dan sifat vulkanisat. Jurnal Penelitian Karet. 21(1 – 3): 45 - 61

Suparto D, Alfa AA. 1996. Daur ulang air pada pengolahan karet. Jurnal
Penelitan Karet 14(3):262-275.

_________, Maspanger DR, Haris U. 2002. Profil teknologi pengolahan dan


karakteristik limbah pada industri karet remah. Sosialisasi Profil Teknologi
dan Penyusunan Pedoman Penanganan Pencemaran Lingkungan pada
Industri Crumb Rubber. Bogor, 17 September 2002.

________, Suwardin D, Supriadi, M. 2001. Kajian mengenai pemasaran


lateks: profil petani, industri lateks pekat dan industri barang jadi lateks.
Jurnal Penelitian Karet. 19(1 – 3): 54 – 76.
160

Nancy C, Supriadi, M. 2002. Peranan dan potensi pengembangan karet alam


dalam mendukung perekonomian di Propinsi Sumatera Selatan. Warta
Pusat Penelitian Karet. 21(1-3): 89 – 103.

Supriadi M, Nancy C. 2001. Analisis kelembagaan dan dinamika kelompok


pada organisasi petani di kawasan industri masyarakat perkebunan
(Kimbun) Mesuji, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Karet. 19(1 – 3):
32 – 53.

Suwardin D, Raswil R, Solichin M. 1988. Jenis bahan olah karet rakyat


anjuran. Lateks. Vol. III(2): 22 – 25.

_________. 1988. Model unit pengolahan sit angin. Lateks. Vol.


III(2): 26-32.

_________. 1990. Kajian teknik pengolahan dan mutu karet remah (kasus
Pabrik Karet Spesifikasi Teknis PTP X di Baturaja dan Tebenan). Buletin
Karet Rakyat. 6(1):32-38

Thuesen GJ, Fabrycky WJ. 2002. Ekonomi Teknik. Jilid 1. Sarwiji B,


penerjemah; Jakarta: Pearson Education Asia Pte. Ltd. dan PT Prehallindo.
Terjemahan dari: Engineering Economy. 9th ed.

Tunas E. 2002. Proses produksi dan penanganan limbah pada industri crumb
rubber. Sosialisasi Profil Teknologi dan Penyusunan Pedoman
Penanganan Pencemaran Lingkungan pada Industri Crumb Rubber.
Bogor, 17 September 2002.

UNEP Center for Cleaner Production (CCP) and the CRC for Waste Minimisation
and Pollution Control (WMPC), Ltd. 1999. Cleaner Production Self
Assessment Guide: Metal Casting Industries.
www.geosp.uq.edu.au/emc/CP/pdfs/ Guide.pdf [12 April 2005].

[UNEP DTIE] United Nations Enviroment Programme Division of Technology,


Industry, and Economic and [DEPA] Danish Environmental Protection
Agency (DEPA). 2000. Cleaner production assessment in dairy
processing.

Utomo TP, Romli M, Fauzi AM, Ismayana A. 2003. Proses penyisihan nutrien
secara simultan dari limbah pabrik karet menggunakan reaktor tiga tahap.
Disajikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Perhimpunan
Mikrobiologi Indonesia (PERMI) 2003. Bandung: PERMI Cabang
Bandung.

van Berkel R. 1995. Introduction to cleaner production assessments with


application in the food processing industry. www.cet.org.pe/bibliotec/
proc_al_beb/lb.pdf [5 Maret 2005].
161

__________ , van Kampen M. 1999. Application of diagnostic principles for


the identification of cleaner production opportunities. 2nd Asia-Pacific
Cleaner Production Roundtable, April 21-23 1999, Brisbane-Australia.

van Gils GE, Honggokusumo S. 1976. Aliran lateks, komposisi, dan sifat
lateks. Menara Perkebunan. 44(2): 71 – 74.

Verstraete W, van Vaerenbergh V. 1986. Aerobic activated sludge.


Schonborn W (editor). Biotechnology 8: Microbial Degradations. VCH.
Wenheim.

Walujono K. 1976. Usaha peningkatan nilai PRI dari karet rakyat. Menara
Perkebunan. 44(2): 83 – 93.

Waterman DA. 1988. Principle of Artificial Intelligence and Expert System


Development. Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Watson AA. 1969. Improved ageing of natural rubber by chemical treatments.


J. Rubb. Res. Inst. Malaya. 22: 104 – 119.

http://en.wilkipedia.org/wiki/Joule. 20 Maret 2006.

http://en.wilkipedia.org/wiki/Diesel. 20 Juni 2006.


LAMPIRAN
157

Lampiran 1 Luas areal tanam dan jumlah produksi karet di Provinsi Lampung tahun 2005

Keterangan Komposisi luas areal (ha.) Jumlah Produksi Produktivitas


TBM TM TR (ha.) (ton) (ton/ha.)
Jenis perkebunan
Perkebunan Rakyat 37.723 26.463 4.175 68.361 29.310 1.108
Perkebunan Besar Negara 3.165 14.468 - 17.633 19.498 1.348
PTPN VII Kebun Kedaton 886 3.655 - 4.541 3.426 937
PTPN VII Kebun Bergen 575 2.159 - 2.734 2.074 961
PTPN VII Kebun Way Berulu 402 1.665 - 2.067 2.449 1.471
PTPN VII Kebun Way Lima 897 1.883 - 2.780 2.619 1.391
PTPN VII Kebun Tulung Buyut 405 5.106 - 5.511 8.930 1.749
Perkebunan Besar Swasta 5.142 4.990 171 10.303 5.653 1.133
PT Nakau – Lampung Utara - 969 - 969 823 849
PT Huma Indah Mekar – Tulang Bawang - 3.676 - 3.676 5.197 1.414
PT Budi Lampung Sejahtera – Way Kanan 5.000 - - 5.000 - -
PT Tanggamus Indah - Tanggamus 42 426 171 639 221 519
Total 46.030 45.921 4.346 96.297 54.461 1.186
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Lampung 2005
158

Lampiran 2 Perkembangan luas areal tanaman karet dan jumlah produksinya di Provinsi Lampung tahun 2001 - 2005

Tahun Rata-rata
Keterangan pertumbuhan
2001 2002 2003 2004 2005 %
Luas areal tanam (ha.)
Perkebunan Rakyat 64.685 66.898 68.639 67.669 68.361 1,14
Perkebunan Besar Negara 10.264 10.264 25.065 25.065 17.633 0,98
Perkebunan Besar Swasta 18.933 18.329 10.264 10.264 10.303 0,09
Total luas areal tanam (ha.) 93.882 95.491 103.968 102.998 96.297 0,79
Produksi (ton)
Perkebunan Rakyat 29.673 26.680 27.983 28.105 29.310 -0,12
Perkebunan Besar Negara 20.012 29.477 25.604 25.846 19.498 2,64
Perkebunan Besar Swasta 6.264 6.264 6.264 6.056 5.653 -2,49
Total produksi (ton) 56.111 53.932 59.311 60.007 54.461 - 0,49
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Lampung 2005
159

Lampiran 3 Volume dan nilai ekspor komoditas olahan perkebunan Provinsi


Lampung tahun 2005

Januari – Desember 2005


Komoditas Volume ekspor Nilai ekspor
(ton) (US$)
Kopi instant 2.868,64 8.538.541
Abu lada 2,89 50.231
Karet olahan 31.412,43 40.255.204
Tetes tebu 184.606,01 15.295.136
Bungkil kopra 16.638,18 1.152.325
Bungkil kelapa sawit 197.301,68 8.879.511
Arang batok kelapa 23.650,68 3.964.138
Nata de coco 1.429,89 1.256.147
Santan kelapa 19,31 3.089
Minyak kelapa 129.087,40 71.172.590
Kelapa parut kering 6.159,87 5.128.261
Minyak inti sawit 122.239,90 77.268.782
Minyak sawit (CPO) 360.865,38 129.985.119
Jus/air kelapa 0,64 786
Minyak RBD stearin 119.478,65 44.773.866
Asam lemak sawit 13.264,60 4.022.683
Bubuk kayu manis 60,67 52.570
Sapu ijuk 198,00 189.380
Sabut kelapa 323,67 45.363
Minyak pala 197,00 8.258
Jumlah 1.209.805,49 412.041.980
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Lampung 2005
160

Lampiran 4 Data luas areal tanam dan produksi tanaman karet pada setiap
kabupaten di Provinsi Lampung

Kabupaten Komposisi luas areal (ha) Jumlah Produksi Produktivitas*)


TBM TM TR (ton) (kg/ha.)
Lampung Selatan 201 745 60 1.006 689 925
Lampung Tengah 618 180 57 855 104 578
Tanggamus 20 40 24 84 36 900
Lampung Timur 167 269 28 454 214 796
Lampung Utara 6.303 5.091 639 12.033 4.282 841
Way Kanan 17.403 6.476 2.645 26.524 6.291 971
Tulang Bawang 13.011 13.662 732 27.405 17.692 1.295
Lampung Barat 0 0 0 0 0 0
Bandarlampung**) 0 0 0 0 0 0
*)
perbandingan antara produksi dengan luas areal tanaman menghasilan
**)
Kota
161

Lampiran 5 Unit pengolahan hasil komoditas utama perkebunan pada


perusahaan Negara dan swasta di Provinsi Lampung

Komoditas Olahan Unit Kapasitas Lokasi Bahan olah


dan nama perusahaan terpasang
Karet
PT MK III 1 15.000 ton/tahun Bandarlampung Bokar
PT Way Kandis 1 6.000 ton/tahun Bandarlampung Bokar
PT Silva Inhutani 1 5.000 ton/tahun Mesuji – Tulang Bawang Bokar
PTPN VII
Unit Usaha Kedaton 1 20 ton/hari (SIR) Kedaton – Lampung Lateks kebun
1 10 ton/hari (RSS) Selatan Lateks kebun
Unit Usaha Way Berulu 1 30 ton/hari (SIR) Way Berulu – Lampung Lateks kebun
Selatan
Unit Usaha Tulung Buyut 1 40 ton/hari (SIR) Tulung Buyut – Way Kanan Lateks kebun
1 30 ton/hari (RSS) Lateks kebun
Unit Usaha Pematang 1 30 ton/hari (SIR) Pematang Kiwah – Koagulum
Kiwah Lampung Selatan karet dan
bokar
Jumlah 8 67.000 ton/tahun
Kelapa Sawit/CPO
PT Sumber Indah Perkasa 1 30 ton TBS/jam Menggala – Tulang TBS
1 30 ton TBS/jam Bawang TBS
PT Tunas Baru Lampung 1 30 ton TBS/jam Mesuji – Tulang Bawang TBS
1 30 ton TBS/jam Terbanggi Besar – TBS
PTPN VII Lampung Tengah
Unit Usaha Bekri 1 40 ton TBS/jam Terbanggi Besar – TBS
Unit Usaha Rejosari 1 25 ton TBS/jam Lampung Tengah TBS
PT Lampung Inter Pertiwi 1 60 ton TBS/jam TBS
Bekri – Lampung Tengah
Rejosari – Lampung
Selatan
Mesuji – Tulang Bawang
Jumlah 7
162

Lampiran 5 (lanjutan)

Komoditas Olahan Unit Kapasitas Lokasi Bahan


dan nama perusahaan terpasang olah
Tebu
PT Gunung Madu Plantation 1 12.000 TCD Terusan Nunyai – Lampung Tebu
PT Gula Putih Mataram 1 12.000 TCD Tengah Tebu
PT Sweet Indo Lampung 1 11.5000 TCD Bandar Mataram – Tebu
PT Indo Lampung Perkasa 1 10.000 TCD Lampung Tengah Tebu
PTPN VII Unit Usaha 1 6.000 TCD Gedong Meneng – Tulang Tebu
Bunga Mayang Bawang
Gedong Meneng – Tulang
Bawang
Bunga Mayang – Lampung
Utara
Jumlah 5
Kopi bubuk
PT Nestle 1 20 ton/tahun Bandarlampung Biji kopi
PT Bola Dunia 1 20 ton/tahun Bandarlampung Biji kopi
PT Jempol 1 20 ton/tahun Bandarlampung Biji kopi
PT Walet 1 20 ton/tahun Bandarlampung Biji kopi
PT Sinar Baru 1 20 ton/tahun Bandarlampung Biji kopi
PT Sinar Dunia 1 20 ton/tahun Bandarlampung Biji kopi
PT Siger 1 20 ton/tahun Bandarlampung Biji kopi
7
Minyak Kelapa
PT Sinar Laut 1 30.000 ton/tahun Bandarlampung Kopra
PT Bumi Waras 1 60.000 ton/tahun Bandarlampung Kopra
2
Kelapa Hasil Ikutan
PT Sari Segar Husada 1 12.000 TCD Terusan Nunyai – Lampung Air kelapa
PT Nivindo Coconut 1 12.000 TCD Tengah Sabut kelapa
PT Wong Coco 1 11.500 TCD Bandar Mataram – Air kelapa
Lampung Tengah
Gedong Meneng – Tulang
Bawang
3
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Lampung 2005
163

Lampiran 6 Profil penanganan tanaman karet dan proses pembuatan bokar pada
tingkat petani karet

Deresan pada pohon karet dan penampungan lateks yang dihasilkan

Wadah proses penggumpalan dan bokar yang dihasilkan

Tempat penyimpanan bokar yang dihasilkan sebelum dijual


164

Lampiran 6 (lanjutan)

Bokar yang dihasilkan

Pengemasan bokar yang diangkut pedagang perantara

Kondisi penyimpanan bokar di salah satu KUD


165

Lampiran 7 Data jumlah bokar, blanket basah, blanket kering dan karet remah
yang dihasilkan pada pabrik karet remah responden berbahan
baku bokar

Pengamatan ke Bokar Blanket basah Blanket kering Karet remah


(kg) (kg) (kg) SIR 20
(kg)
1 1180 640 475 448
755 625 455 438
1725 1265 935 886
1200 940 700 658
1570 1050 780 735
1700 1195 865 837
3745 2680 1935 1876
6040 4180 3115 2926
830 705 525 494
Jumlah 18745 13280 9785 9296
2 1365 1035 750 725
2230 1595 1150 1117
1545 1160 865 812
5045 3820 2770 2674
595 530 395 371
1120 790 585 553
6795 4905 3620 3434
4665 3505 2560 2454
5860 4765 3560 3336
2565 1835 1360 1285
Jumlah 31785 23940 17615 16758
3 4700 3295 2454 2307
3215 2370 1765 1659
4165 2645 1965 1852
1135 845 615 592
1040 615 450 431
4555 3225 2390 2258
Jumlah 18810 12995 9639 9097
Rataan 23113 16738 12346 11717
166

Lampiran 8 Jenis input energi, tahapan proses, dan jumlah atau spesifikasi
peralatan yang digunakan pada proses pengolahan karet remah
pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar

Jenis input Tahapan proses atau jenis peralatan Jumlah atau spesifikasi
energi peralatan
Listrik Pengecilan dan penghancuran bokar
- Slab cutter 60 HP
- Hammer mill 125 HP
- Scrap washer 40 HP
Penggilingan bokar menjadi blanket
basah
- Shredder 60 HP
- Jumbo mangel 60 HP
- Mangel unit 25 HP
Proses peremahan blanket kering
- Shredder 60 HP
Proses pengeringan remahan karet
- Motor pompa 7,5 HP
- Banner 3,5 HP
- Gear-box 5,5 HP
Proses pembuatan bandela
- Electromotor pump 1 7,5 HP
- Electromotor pump 2 1,5 HP
Bahan bakar
(solar) Autodryer kapasitas 20 ton 400 liter/hari
Manusia Proses pengangkutan bokar 3 orang/shift
Proses pengecilan ukuran dan
penghancuran bokar 14 orang/shift
Proses penggilingan bokar menjadi
blanket basah 14 orang/shift
Proses penjemuran blanket basah 14 orang/shift
Proses peremahan blanket kering 6 orang/shift
Proses pengeringan remahan karet 4 orang/shift
Proses pembuatan bandela 2 orang/shift
Proses pengemasan dan penyimpanan
karet remah 2 orang/shift
167

Lampiran 9 Penggunaan energi listrik pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar

a. Pengecilan ukuran dan pembersihan


Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 18745 0,496 0,139
2 Slab cutter 60 8 31785 0,527 0,077
3 18810 0,484 0,141
Rataan 23113 0,502 0,119
1 18745 0,496 0,289
2 Hammer-mills 125 8 31785 0,527 0,160
3 18810 0,484 0,295
Rataan 23113 0,502 0,248
1 18745 0,496 0,092
2 Scrap-washer 40 8 31785 0,527 0,051
3 18810 0,484 0,094
Rataan 23113 0,502 0,079
Total energi listrik untuk pengecilan ukuran dan pembersihan 0,446
168

Lampiran 9 (lanjutan)

b. Penggilingan
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 18745 0,496 0,139
2 Shredder 60 8 31785 0,527 0,077
3 18810 0,484 0,141
Rataan 23113 0,502 0,119
1 18745 0,496 0,139
2 Jumbo mangel 60 8 31785 0,527 0,077
3 18810 0,484 0,141
Rataan 23113 0,502 0,119
1 18745 0,496 0,058
2 Mangel unit 25 8 31785 0,527 0,032
3 18810 0,484 0,059
Rataan 23113 0,502 0,050
Total energi listrik untuk penggilingan 0,288

c. Peremahan
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 9785 0,950 0,139
2 Shredder 60 8 17615 0,951 0,077
3 9639 0,944 0,142
Rataan 12346 0,948 0,119
Total energi listrik untuk peremahan 0,119
169

Lampiran 9 (lanjutan)

d. Pengeringan
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 9785 0,950 0,017
2 Motor-pump 7,5 8 17615 0,951 0,010
3 9639 0,944 0,018
Rataan 12346 0,948 0,015
1 9785 0,950 0,008
2 Banner 3,5 8 17615 0,951 0,0045
3 9639 0,944 0,008
Rataan 12346 0,948 0,0068
1 9785 0,950 0,023
2 Blower 10 8 17615 0,951 0,013
3 9639 0,944 0,024
Rataan 12346 0,948 0,020
1 9785 0,950 0,013
2 Gear-box motor 5,5 8 17615 0,951 0,007
3 9639 0,944 0,013
Rataan 12346 0,948 0,011
Total energi listrik untuk pengeringan 0,053
170

Lampiran 9 (lanjutan)

e. Pembuatan bandela
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 9785 0,950 0,017
2 Electromotor pump 7,5 8 17615 0,951 0,010
3 1 9639 0,944 0,018
Rataan 12346 0,948 0,015
Pengamatan ke Jenis mesin Daya mesin Waktu kerja Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(HP) (jam) (kg) (MJ/kg)
1 9785 0,950 0,0035
2 Electromotor pump 1,5 8 17615 0,951 0,0019
3 2 9639 0,944 0,0035
Rataan 12346 0,948 0,0030
Total energi listrik untuk pembuatan bandela 0,018

Keterangan :
*)
faktor konversi dari bokar menjadi karet remah
daya mesin (HP x 2.6845***) MJ) x waktu kerja (jam)
**)
Jumlah energi =
Jumlah bokar (kg) x R
***)
faktor konversi 1 HP menjadi MJ (http://id.wikipedia.org/wiki/Joule)
171

Lampiran 10 Penggunaan energi bahan bakar solar pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar

a. Pengangkutan bokar
Pengamatan ke Jumlah solar Nilai kalor solar***) Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(MJ/liter) (kg) (MJ/kg)
1 15 18745 0,496 0,066
2 15 40,9 31785 0,527 0,037
3 15 18810 0,484 0,067
Rataan 23113 0,502 0,057
Total energi bahan bakar solar untuk pengangkutan bokar 0,057

b. Pengeringan karet
Pengamatan ke Jumlah solar Nilai kalor solar*) Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(MJ/liter) (kg) (MJ/kg)
1 400 9785 0,950 1,760
2 400 40,9 17615 0,951 0,977
3 400 9639 0,944 1,790
Rataan 12346 0,948 1,509
Total energi bahan bakar solar untuk pengeringan karet 1,509

Keterangan :
*)
faktor konversi dari bokar menjadi karet remah
Jumlah solar (liter x 40,9 MJ/liter) x waktu kerja (jam)
**)
Jumlah energi =
Jumlah bokar (kg) x R
***)
jumlah energi yang dilepaskan hasil pembakaran 1 liter disel (http://id.wikipedia.org/wiki/Joule)
172

Lampiran 11 Penggunaan energi manusia pada pengolahan karet remah pada pabrik karet remah responden berbahan baku bokar

a. Pengangkutan bokar
Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(orang) (jam) manusia**) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 3 18745 0,496 0,0014
2 3 8 0,523 31785 0,527 0,0008
3 3 18810 0,484 0,0014
Rataan 23113 0,502 0,0012
Total energi manusia untuk pengangkutan bokar 0,0012

b. Pengecilan ukuran dan penghancuran bokar


Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(jam) manusia**) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 14 18745 0,496 0,0064
2 14 8 0,532 31785 0,527 0,0036
3 14 18810 0,484 0,0065
Rataan 23113 0,502 0,0055
Total energi manusia untuk pengecilan ukuran dan penghancuran bokar 0,0055
173

Lampiran 11 (lanjutan)

c. Penggilingan bokar menjadi blanket basah


Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(jam) manusia**) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 14 18745 0,496 0,0064
2 14 8 0,532 31785 0,527 0,0036
3 14 18810 0,484 0,0065
Rataan 23113 0,502 0,0055
Total energi manusia untuk penggilingan bokar menjadi blanket basah 0,0055

d. Penjemuran blanket basah


Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(jam) manusia**) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 14 18745 0,496 0,0064
2 14 8 0,532 31785 0,527 0,0036
3 14 18810 0,484 0,0065
Rataan 23113 0,502 0,0055
Total energi manusia untuk penjemuran blanket basah 0,0055
174

Lampiran 11 (lanjutan)

e. Peremahan blanket kering


Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(jam) manusia**) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 6 9785 0,950 0,0027
2 6 8 0,532 17615 0,951 0,0015
3 6 9639 0,944 0,0028
Rataan 12346 0,948 0,0023
Total energi manusia untuk peremahan blanket kering 0,0023

f. Pengeringan remahan karet


Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(jam) manusia**) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 4 9785 0,950 0,0018
2 4 8 0,532 17615 0,951 0,0010
3 4 9639 0,944 0,0019
Rataan 12346 0,948 0,0016
Total energi manusia untuk pengeringan remahan karet 0,0016
175

Lampiran 11 (lanjutan)

g. Pembuatan bandela
Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(jam) manusia**) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 2 9785 0,950 0,0009
2 2 8 0,532 17615 0,951 0,0005
3 2 9639 0,944 0,0009
Rataan 12346 0,948 0,0008
Total energi manusia untuk pembuatan bandela 0,0008

h. Pengemasan dan penyimpanan karet remah


Pengamatan ke Jumlah tenaga kerja Jam kerja/hari Nilai kalor tenaga Jumlah bokar R*) Jumlah energi**)
(jam) manusia***) (kg) (MJ/kg)
(MJ/jam)
1 2 9785 0,950 0,0009
2 2 8 0,532 17615 0,951 0,0005
3 2 9639 0,944 0,0009
Rataan 12346 0,948 0,0008
Total energi manusia untuk pengemasan dan penyimpanan karet remah 0,0008

Keterangan:
*)
Faktor konversi dari bokar menjadi karet remah
Jumlah tenaga kerja (orang) x waktu kerja (jam/hari) x nilai kalor tenaga manusia (MJ/jam)
**)
Jumlah energi =
Jumlah bokar (kg) x R
***)
Nilai kalori pekerjaan yang tergolong berat (Lehmann 1962 dalam Nurmianto 2003)
176

Lampiran 12 Data penggunaan listrik, bahan bakar, dan tenaga manusia dalam memproduksi karet remah berbahan baku lateks kebun
per bulan di pabrik karet responden

Periode Jumlah karet remah Jumlah asam format Tenaga manusia Penggunaan Listrik Penggunaan solar
(kg.) (liter) (HOK) (kWh.) (liter)
Rataan 2001 437767 1463 1676 77983 24533
Rataan 2002 514956 1585 1717 75617 25643
Rataan 2003 398859 1200 1477 57973 19535
Rataan 2006*) 399378 1234 1566 63359 20837
Keterangan:
*) berdasarkan data bulan Maret dan April 2006
177

Lampiran 13 Harga peralatan pengolahan karet remah

Jenis peralatan dan fasilitas Harga per unit


Bale slab cutter 40.000.000
Hammer-mill 175.000.000
Creper kontinyu (seri) 350.000.000
Creper manual (paralel) 175.000.000
Bucket elevator 175.000.000
Lift blanket 25.000.000
Bak macro-blending 30.000.000
Shredder 75.000.000
Vortex pump 150.000.000
Static screen 25.000.000
Dryer 10.000.000
Cooler 1.500.000.000
Timbangan 10.000.000
Balling press 25.000.000
Metal detector 50.000.000
Trolly box 25.000.000
Packing box 1.000.000
Ruang pre drying 500.000000
Instalasi pengolahan limbah 300.00.000
Sumber: Haris (2006)

You might also like