You are on page 1of 23

SEJARAH KEBUDAYAAN HINDU KEBUDAYAAN INDONESIA

PADA MASA PENGARUH HINDU DAN BUDHA

KELOMPOK 7

Nama Bisa Diisi Disini (154566135)


Nama Bisa Diisi Disini (154566135)
Nama Bisa Diisi Disini (154566135)
Nama Bisa Diisi Disini (154566135)
Nama Bisa Diisi Disini (154566135)

JURUSAN (DIISI SENDIRI YAA DEK)


FAKULTAS DHARMA ACARYA
UHN I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah Kebudayaan Hindu
Kebudayaan Indonesia Pada Masa Pengaruh Hindu Dan Budha" dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Hindu. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah memeberikan support untuk menyelesaikan
makalah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi
kesempurnaan pembuatan makalah ini ke depannya.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 22 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 3
2.1 Unsur-Unsur Kebudayaan Hindu yang Mempengaruhi Kebudayaan Indonesia ..................... 3
2.2 Pengaruh Hindu dan Budha pada Masa Kerajaan di Indonesia ............................................... 4
2.2.1 Kerajaan Kutai................................................................................................................ 4
2.2.2 Kerajaan Tarumanegara ................................................................................................. 5
2.3 Hasil-Hasil Kebudayaan Pada Masa Kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia ..................... 11
2.3.1 Bangunan ...................................................................................................................... 11
2.3.2 Patung Dewa ................................................................................................................ 14
2.2.3 Seni Ukir ...................................................................................................................... 15
2.2.4 Kesusastraan ................................................................................................................. 15
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................ 19
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 19
3.2 Saran .................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan
suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing yang
sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri (Koentjaraningrat, 1980).
Pendapat lama mengatakan bahwa kebudayaan Indonesia sebelum masuknya pengaruh
Hindu ke Indonesia adalah sangat rendah. Dan pendapat ini harus diterima dengan hati-hati. Dari
keterangan-keterangan orang asing, didapat kesan bahwa mereka memandang bangsa Indonesia
telah memiliki kebudayaan yang agak lumayan kebudayaannya tetapi masih perlu dihidupkan agar
dapat lebih maju (Setyawati Sulaiman: 1986).
Berdasarkan data arkeologi, dapat diketahui bahwa bagaimana kebudayaan Indonesia
sebelum mendapat pengaruh Hindu itu masuk. Hal itu bisa dilihat dari hiasan-hiasan pada nekara-
nekara perunggu sehingga dapat diketahui bahwa rumah-rumah orang kaya merupakan rumah
besar bertiang dengan atap melengkung. Kolong rumah merupakan tempat pemeliharaan ternak.
Rumah semacam ini biasanya didiami oleh beberapa keluarga.(Putu Gelgel dkk, 1996: 92)
Kebudayaan Indonesia asli yang belum mendapat pengaruh unsur-unsur kebudayaan Hindu
India tercermin dalam kebudayaan yang berkembang pada masa prasejarah. Unsur-unsur
kebudayaan asli tersebut terwujud dalam bentuk bahasa, teknologi, organisasi sosial, religi dan
kesenian prasejarah Indonesia dan telah memberi gambaran kepribadian dari manusia
pendukungnya.
Akulturasi terjadi di dalam kebudayaan Indonesia dimulai pada awal zaman sejarah, di
mana kebudayaan Indonesia mulai mendapat pengaruh dari Kebudayaan Hindu dari India.
Dikatakan pada awal zaman sejarah karena sebelum Hindu masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia
belum mengenal tulisan. Semenjak Hindu masuk ke Indonesia, banyak kebudayaan yang mendapat
pengaruh serta mengalami akulturasi dengan kebudayaan Hindu India.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja unsur-unsur kebudayaan Hindu yang mempengaruhi kebudayaan Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh unsur-unsur kebudayaan Hindu dan Budha pada masa kerajaan di
Indonesia?
3. Apa saja hasil-hasil kebudayaan pada masa kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengkaji apa saja unsur-unsur kebudayaan Hindu yang mempengaruhi kebudayaan
Indonesia
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana pengaruh unsur-unsur kebudayaan Hindu dan Budha
pada masa kerajaan di Indonesia
3. Untuk mendeskripsikan apa saja hasil-hasil kebudayaan pada masa kerajaan Hindu dan
Budha di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Unsur-Unsur Kebudayaan Hindu yang Mempengaruhi Kebudayaan Indonesia


Unsur-unsur dari kebudayaan Hindu India yang datang mempengaruhi kebudayaan
Indonesia sedikitnya terdiri dari enam unsur, yaitu:
a. Bahasa (Bahasa Sansekerta), serta huruf Pallawa
Sebelum bahasa Sanskerta masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah memiliki bahasa
Ibu. Di mana pada masa ini telah berkembang bahasa Austronesia yang berkembang sejalan
dengan perkembangan kebudayaan bercocok tanam. Setelah bahasa Sankerta masuk
disertai dengan adanya penggunaan huruf Pallawa, maka bangsa Indonesia masuk ke dalam
masa sejarah yang dimulai dengan berdirinya kerajaan Kutai.
b. Teknologi, terutama arsitektur bangunan dan irigasi
Teknologi dalam hal ini bukan hanya terbatas benda-benda yang terlihat pada zaman
sekarang, tetapi teknologi yang dimaksud yaitu pada intinya suatu alat yang dipakai untuk
dapat menguasai lingkungan. Sistem peralatan dan teknologi kebudayaan Hindu yang
mempengaruhi kebudayaan Indonesia terutama dapat dilihat dalam teknologi arsitektur dan
irigasi. Contoh konkret dari pengaruh unsur peralatan dan teknologi ini adalah terlihat
dalam bentuk bangunan candi-candi di pulau Jawa seperti: Candi Prambanan, Candi
Borobudur, Candi Mendut dan lain-lain. Namun yang perlu diingat bahwa pengaruh unsur
kebudayaan Hindu ini tidak langsung ditelan mentah-mentah oleh bangsa Indonesia, tetapi
mengalami penyesuaian dengan kepribadian yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sehingga
bentuk candi-candi yang berada di Inonesia tidak sama dengan candi-candi yang berada di
India.
c. Organisasi sosial
Unsur kebudayaan Hindu di bidang organisasi sosial yang mempengaruhi kebudayaan
Indonesia dalam hal ini tampak nyata dalam konsep dasar sistem kerajaan dan sistem Warna
yang berkembang di Indonesia. Sebab, sebelum kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia,
bangsa Indonesia belum mengenal sistem kerajaan serta sistem Warna. Hal ini terbukti
dengan kerajaan pertama di Indonesia adalah kerajaan yang beridentitaskan Hindu
(kerajaan Hindu) yaitu kerajaan Kutai.

3
d. Sistem pengetahuan
Dalam sistem pengetahuan, pengaruh kebudayaan Hindu terlihat dalam ilmu kedokteran,
yang tercantum dalam buku-buku Usada, Ilmu hukum antara lain terdapat dalam
kitabManawadharmasastra, dan pengetahuan seksologi yang terdapat dalam
kitab Kamasutra.
e. Agama atau Religi
Kebudayaan Hindu memberikan pengaruh di bidang agama yaitu yang berupa agama Hindu
dan Budha. Dalam hal kepercayaan atau religi, bangsa Indonesia tidak menelan begitu saja
pengaruh kebudayaan Hindu di bidang agama karena sebelum agama Hindu datang ke
Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal sistem kepercayaan pemujaan kepada roh
nenek moyang yang merupakan budaya asli Indonesia berdampingan dengan pemujaan
kepada Sang Hyang Widhi yang merupakan pengaruh kebudayaan Hindu.
f. Kesenian
Unsur kesenian adalah unsur yang paling menonjol dalam suatu kebudayaan jika
dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya. Mengenai unsur kesenian dari kebudayaan
Hindu yang mempengaruhi kebudayaan Indonesia terlihat dalam wujud seni sastra, seni
bangunan, seni patung dan seni hias (Koentjaraningrat,1980:84).

2.2 Pengaruh Hindu dan Budha pada Masa Kerajaan di Indonesia


2.2.1 Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia abad ke 4 Masehi. Bukti
sejarahnya dengan ditemukan 7 buah prasasti dalam bentuk yupa yang memakai huruf Pallawa
berbahasa Sanskerta dalam bentuk syair.
Ditulisnya prasasti-prasati yang menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa
menunjukkan bahwa kerajaan Kutai telah mendapat pengaruh agama Hindu dari India, di mana
bahasa serta tulisan banyak dikuasai oleh kaum Brahmana yang menduduki status tertinggi dalam
masyarakat. Golongan ini pula yang mungkin memimpin upacara vratyastoma untuk
pengangkatan Aswawarman dan Mulawarman sebagai raja dan Pendeta Brahmana agama Hindu
di Kerajaan Kutai.
Salah satu prasasti yang berbentuk yupa menyebutkan bahwa raja yang memerintah adalah
Raja Mulawarman yang merupakan raja yang besar, yang berbudi baik, kuat, anak Aswawarman,

4
cucu Kundungga. Nama Kudungga kemungkinan adalah nama asli yang belum mendapat pengaruh
dari India, sedangkan kata yang berakhiran –warman merupakan nama yang biasa digunakan di
India. Ini menunjukkan bahwa pada saat Kudungga memiliki anak yang kemudian diberi nama
Aswawarman, kerajaan Kutai telah mendapat pengaruh Hindu.
Prasasti lainnya semua berkaitan dengan yajna yang dilakukan oleh Raja Mulawarman.
Menurut cerita penduduk setempat, Kerajaan Hindu di Kalimantan Timur yang disebut Kutai
Martapura ini berlangsung sampai 25 generasi. Raja terakhir bernama Dharma Setia dikalahkan
oleh Pangeran Sinum Panji Mendapa yang beragama Islam pada awal abad ke-17.
2.2.2 Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara berdiri di Jawa Barat sekitar abad ke 4-5 Masehi. Raja yang berkuasa
adalah Purnawarman. Bukti tentang keberadaan kerajaan ini terlihat dari ditemukan 7 buah prasasti
antara lain: Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Ciaten, Tugu, dan Lebak. Prasasti
ini menggunakan Huruf Pallawa dengan Bahasa Sanskerta. Ketujuh prasasti tersebut memberi
keterangan tentang keberadaan kerajaan Purnawarman di Jawa Barat.
Diantaranya yang terpenting adalah :
a. Prasasti Ciaruteun
Prasasti ini menyebutkan bahwa adanya bekas tapak kaki seperti kaki dewa Wisnu yaitu
kaki yang mulia Purnawarman, raja di negeri Taruma yang gagah berani. Sedangkan di
Kebon Kopi disebutkan adanya gambar tapak kaki gajah yang dikatakan sebagai tapak kaki
gajah Dewa Indra (Airawata).
b. Prasasti Tugu
Prasasti ini merupakan prasasti terpanjang dan paling lengkap diantara prasasti Raja
Purnawarman. Prasasati ini menyebutkan Raja Purnawarman yang berhasil menggali
sebuah sungai bernama Gomati yang mengalir di tengah-tengah istana Raja Purnawarman.
Penggalian dilakukan dalam waktu 21 hari dengan panjang 12 km. Pekerjaan ditutup
dengan pemberian hadian 1000 ekor lembu kepada para brahmana.
Selain prasasti-prasasti tersebut, ada 3 buah artefak (arca) yang ditemukan :
a. Arca Rajarsi
Dalam prasasti Tugu juga disebutkan bahwa arca ini menggambarkan rajarsi yang
memperlihatkan sifat-sifat Wisnu-Surya, dan Purnawarman dianggap penganut ajaran

5
tersebut. W.F. Stutterheim berpendapat arca tersebut adalah arca Ciwa yang berasal dari
abad ke-11 Masehi.
b. Arca Wisnu Cibuaya I
Diperkirakan berasal dari abad ke-7 Masehi, dianggap memiliki persamaan dengan
langgam seni Pallawa di India Selatan dari abad ke-7 sampai ke-8 Masehi, atau dengan
Calukya (Marwati Djoened Poesponegoro, dkk; 1984:43)
c. Arca Wisnu Cibuaya II
Ditemukan di daerah Cibuaya juga, diperkirakan sebagai arca yang agak tua dilihat dari
segi jenis bahan batu yang digunakan, bentuk arca, bentuk badan dan mahkotanya.
Dari semua artefak baik prasasti maupun arca yang ditemukan, dapat dilihat bahwa kerajaan
Tarumanegara mendapat pengaruh dari Agama Hindu. Kerajaan ini merupakan kerajaan kedua di
Indonesia. Unsur-unsur kehinduan pada masa pemerintahan raja Purnawarman sangat jelas
diungkapkan dalam prasasti-prasatinya antara lain disebutkan dalam prasasti Ciaruteun tentang
gambar telapak kaki dewa Wisnu, prasasti Jambu tentang tapak tentang tapak kaki gajah Airawata
yaitu gajah Dewa Indra dan hal ini mencerminkan adanya unsur-unsur yang tertuang dalam
Rg.Weda. Selanjutnya dalam prasasti Tugu diungkapkan tentang adanya pelaksanaan upacara
kurban setelah selesai melakukan penggalian sebuah sungai dengan pemberian hadiah 1000 ekor
lembu kepada Brahmana. Ungkapan ini menunjukkan adanya pelaksanaan yadnya serta pemberian
hadiah kepada brahmana tidak lain merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan ajaran dana punia
yang merupakan isi dari ajaran agama Hindu.
Unsur-unsur budaya Hindu India yang mempengaruhi budaya Indonesia pada masa
kerajaan Tarumanegara terutama pada masa pemerintahan raja Purnawarman dapat terlihat dari
budaya tulisan yang telah mempergunakan tulisan dan bahasa Sanskerta di samping agama Hindu.
Namun pengaruh Hindu masih belum kuat pada golongan rakyat jelata, tetapi golongan bangsawan
elit lingkungan keraton Raja Purnawarman sangat kuat memegang kebudayaan Hindu India.
Mereka merupakan golongan terdidik yang menguasi bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Raja
Purnawarman sendiri adalah pemeluk Hindu yang taat dan sangat dekat hubungannya dengan
golongan Brahmana. Diberikannya 1000 ekor slembu kepada golongan ini yang tertulis dalam
prasasti Tugu, menunjukkan bukti eratnya hubungan tersebut. Dari segi ekonomi diungkapkan
dalam prasasti Tugu yakni penggalian sungai Gomati ini membuktikan bahwa raja Purnawarman

6
menaruh perhatian besar terhadap kesejahteraan masyarakat terutama di bidang pertanian dan
keamanan sebagai pengendali banjir.
2.2.3 Kerajaan Holing/Kaling
Keberadaan tentang adanya Kerajaan Holing/Kalingga yang berlokasi di Jawa Tengah ini
terdapat dalam sumber luar negeri yaitu berita Cina dan Prasasti Mahakutta serta sumber dalam
negeri yakni Prasasti Tuk Mas yang ditemukan di lereng Gunung Merbabu
Prasasti Mahakutta (601 Masehi) menyebutkan bahwa raja Kertiwarman I yaitu raja negeri
Calukya barat yang mengalahkan beberapa musuh-musuhnya raja negeri Pandya, Dramila, Chola
dan Kalingga. Pembesar Kalingga melarikan diri ke Indonesia beserta orang Hindu dan mendirikan
kerajaan Kalingga. Sumber berita Tionghoa dari zaman pemerintahan raja T’ang (618-906)
disebutkan nama kerajaan Kaling/Holing berlokasi di Jawa Tengah. Holing/Kalingga diperintah
oleh seorang raja putri bernama Ratu Sima (674-675 M) dengan hukum kejujuran dan setiap
peraturan mutlak dilaksanakan.
Kabar dari I-tsing menceritakan tentang kegiatan keagamaan di Holing/Kalingga,
khususnya Agama Budha Hinayana dibuktikan dengan kunjungan pendeta tionghoa bernama
Hwui-ning bekerjasama dengan seorang pendeta Holing bernama Joh-po-to-lo yg menerjemahkan
salah satu kitab Agama Budha. Kitab tersebut memuat cerita tentang nirwana yang amat berlainan
dengan cerita nirwana yang lazim di dalam agama Budha Mahayana. Sifat Kehinayanaan agama
Budha di tanah Jawa diceritakan pula oleh T-tsing dengan membandingkan agama Budha yang
dipeluk oleh orang kepulauan selatan, termasuk juga di Holing (tanah Jawa) ialah agama Budha
Hinayana menurut mazhab Mulasawastiwadin (Poerbatjaraka; 1981:12).
Sumber dalam negeri tentang proses kehidupan di Jawa Tengah sekitar pertengahan abad
ketujuh didapatkan di dalam sumber prasasti yaitu Prasasti Tuk Mas. Dalam prasasti Tuk Mas (650
Masehi) mempergunakan huruf Pallawa dan Bahasa Sanskerta. Isi lengkapnya adalah:
“sumber mata air yang airnya jernih dan dingin mengalir dari celah-celah
batu pasir dihiasi dengan bunga tunjung putih dan berkumpul menjadi satu seperti Sungai
Gangga”.
Di samping itu terdapat pula gambar alat-alat untuk upacara keagamaan Hindu seperti
kendi, kapak, kalasangka dan sebagainya. Dari bukti-bukti yang didapat, terlihat bahwa kerajaan
Holing/Kaling ini mendapat pengaruh selain agama Budha Hinayana yang berkembang pada

7
pertengahan adab ke tujuh, juga hidup agama Hindu sesuai dengan keterangan yang didapat dari
prasasti Tuk Mas berangka Tahun 650 Masehi.
2.4 Kerajaan Sriwijaya
Kata Sriwijaya dijumpai dalam prasasti Kota Kapur (pulau Bangka). Sriwijaya yang
dimaksud di sini adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan dengan pusat kerajaannya
adalah Palembang. Bukti-bukti adanya kerajaan Sriwijaya terlihat dari ditemukannya 6 buah
prasasti yang tersebar di Sumatera Selatan dan pulau Bangka.
Prasasti tua ditemukan di daerah Kedukan Bukit di tepi sungai Talang, dekat Palembang
yang berangka tahun 604 Saka atau 682 Masehi. Prasasti ini mempergunakan huruf Pallawa dan
bahasa Melayu Kuno. Isinya mengenai perjalanan suci yang dilakukan oleh Depunta Hyang dengan
perahu yang membawa tentara sebangyak 20.000 orang dan berhasil menaklukan daerah-daerah di
sekitarnya.
Prasasti Talangtuo (dekat Palembang) berangka tahun 684 Masehi ditulis dengan
mempergunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Isinya tentang pembuatan taman
Sriksetra atas perintah Dapunta Hyang Sri Jayanasa untuk kemakmuran semua mahluk Semua
harapan dan doa yang tercantum dalam prasasti itu jelas sekali bersifat agama Buddha Mahayana.
Prasasti Telaga Batu ditemukan dekat Palembang dengan huruf Pallawa dan bahasa Melayu
Kuno. Pada bagian atas prasasti ini dihiasi dengan tujuh kepala ular kobra berbentuk pipih dengan
mahkota berbentuk permata bulat. Lehernya mengembang dengan hiasan kalung. Di bagian bawah
prasasti ini terdapat cerat (pancuran) seperti yoni. Menurut Casparis prasasti ini diperkirakan
sezaman dengan prasasti Kota Kapur yaitu dari pertengahan abad ke-7 Masehi. Isi prasasti ini
adalah tentang kutukan-kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat
kepada perintah raja, serta memuat tentang data bagi penyusunan ketatanegaraan Sriwijaya. Dilihat
dari isinya, maka dapat disimpulkan bahwa Prasasti Telaga Batu memiliki fungsi sebagai tempat
untuk melaksanakan sumpah jabatan para pembesar keraton sebelum melaksanakan tugasnya.
Prasasti Kota Kapur ditemukan di dekat sungai Menduk di Pulau Bangka bagian barat.
Prasasti ini mempergunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno dengan angka tahun 686
Masehi. Isinya tentang kutukan kepada mereka yang berbuat jahat, tidak tunduk dan setia kepada
perintah raja akan mendapat celaka dan yang terpenting isinya adalah mengenai usaha Sriwijaya
untuk menaklukan bumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.

8
Prasasti yang isinya hampir sama dengan prasasti Kota Kapur adalah Prasasti Karang
Berahi yang ditemukan di tepi sungai Merangin di Jambi Hulu. Prasasti ini tidak menyebut kalimat
terakhir prasasti kapur yang memuat angka tahun dan usaha penyerangan bumi Jawa.
Adapun prasasti-prasasti singkat (pragmen) yang ditemukan yang berkaitan dengan
kerajaan Sriwijaya, seperti prasasti Palas Pasemah yang diperkirakan berasal dari abad ke-7 M
yang isinya tentang peringatan hari takhluknya daerah Lampung Selatan oleh Sriwijaya.
Disebutkan pula tentang kutukan-kutukan yang ditujukan terhadap daerah bumi Jawa termasuk di
daerah Lampung Selatan dan daerah sekitarnya yang berani memberontak kepada Sriwijaya.
Kemudian ditemukan pula pragmen prasasti Bukit Seguntang, pragmen prasasti Sabukiling dan
sebagainya.
Dari daerah Ligor Tanah Melayu ditemukan sebuah prasasti batu yang kedua sisinya
bertulisan. Prasasti ini dikenal dengan nama prasasti Ligor A yang berangka tahun 775 Masehi dan
menyebutkan seorang raja Sriwijaya membangun trisamaya caitya untuk Padmapani, Sakyamuni
dan Vajrapani. Selanjutnya yang biasanya disebut prasasti Ligor B tidak menyebutkan angka
tahun tetapi menyebutkan tentang seorang raja yang bernama Wisnu dengan gelar
Sarwarimadawimathana atau pembunuh musuh-musush yang sombong tiada bersisa.
Kemudian dari Nalada di India bagian Timur (Negara bagian Bihar) ditemukan sebuah
prasasti yang dikeluarkan oleh raja Dewapaladewa yang mempergunakan bahasa Sanskerta yang
diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-9 M. Isinya tentang pendirian bangunan biara di
Nalanda oleh raja Balaputradewa, raja Sriwijaya yang menganut agama Budha serta menyebutkan
kakek raja Balaputradewa yang dikenal sebagai raja Jawa dengan gelar Sailendrawamsatilaka Sri
Wirairimathana atau permata keluarga Syailendra pembunuh musuh-musuh yang gagah berani.
Berdasarkan sumber-sumber berita Cina menyebutkan bahwa kerajaan Sriwijaya sebagai
pusat kegiatan ilmiah agama Budha dan merupakan tempat persinggahan pendeta-pendeta Budha
dari Cina yang akan menuju ke India dan juga yang akan pulang ke Cina dari India. Berita I-Tshing
pada abad ke-8 menyebutkan terdapat 1000 orang pendeta yang belajar Agama Budha di bawah
bimbingan pendeta Budha terkenal yaitu Sakyakirti. Salah seorang guru besar Budha yang berdarah
asli Sriwijaya adalah Dharmakirti yang bukan hanya disegani di Sriwijaya, melainkan juga oleh
para pendeta dari Cina. Seorang pendeta Cina bernama Atica sangat mengagumi Dharmakirti dan
menjadikannya sebagai guru Budha.
2.5 Kerajaan Mataram

9
Sebelum kerajaan ini disebut kerajaan mataram, terdapat dua keluarga raja atau dinasti atau
wangsa yang berkuasa di Jawa tengah sejak abad ke-8. Kedua wangsa tersebut memiliki corak
kebudayaan yang berbeda. Mereka adalah Wangsa Sanjaya yang bercorak Hindu dan Wangsa
Syailendra yang bercorak Budha. Penyatuan kedua wangsa ini terjadi pada abad ke-9 dengan
adanya perkawinan antara Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya) dan raja seorang putri keluarga
Syailendra bernama Pramodawardhani yang merupakan anak Samaratungga, raja Syailendra.
Bukti tentang keberadaan kerajaan ini terdapat dalam prasasti yang ditemukan di desa
Canggal (sebelah barat daya Magelang), kemudian diberi nama Prasasti Canggal yang berangka
Tahun 732 Masehi dan mempergunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskreta. Isinya menyebutkan
tentang peringatan didirikannya sebuah lingga (lambang Siwa) di atas sebuah Bukit di daerah
Kunjarakunja oleh raja Sanjaya.
Prasasti Canggal juga menyebutkan Raja Sanjaya yg memerintah kerajaan Mataram di Jawa
Tengah pertengahan abad ke-8 M adalah memeluk agama Hindu yang berkonsepsikan Tri
Murti. Candi Arjuna di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo Jawa Tengah yang dihiasi /
dipahatkan dengan relief Tri Murti di ketiga dinding candi. Candi Prambanan dekat Klaten Jawa
Tengah, arca Tri Murti masing-masing diletakkan dalam candi sendiri-sendiri. Diperkirakan
didirikan tahun 856 M dan dihubungkan dengan raja Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya.
Pendirian sebuah lingga yang dilakukan oleh Raja sanjaya merupakan perlambang
pendirian suatu kerajaan. Oleh karena itu, Sanjaya dianggap sebagai pendiri atau wamsakarta dari
kerajaan Mataram Hindu. Ternyata pernyataan ini ditemukan juga dalam sumber-sumber yang lain
seperti sumber cerita Parahyangan yaitu sebuah kitab yang menguraikan tentang sejarah Pasundan.
Dalam kitab ini disebutkan bahwa Sanna dikalahkan oleh Purbasora dari Galuh, dan menyingkir
ke gunung merapi, tetapi penggantinya Sanjaya kemudian menaklukan Jawa Barat, Jawa Timur,
Bali dan Melayu.
Gunawarman, putra raja Kasmir membawa ajaran Agama Budha Hinayana ke Jawa.
Kehidupan Budha di Jawa Tengah berlangsung hanya sampai munculnya Dinasti Sailendra yang
menganut Budha Mahayana. Munculnya Budhisme Mahayana di Jawa Tengah berasal dari
Sriwijaya di Sumatera yang telah memeluk Budha Mahayana tahun 683 M
Dalam kurun waktu 100 tahun pemerintahan Dinasti Sailendra didirikan beberapa
bangunan suci Budha Mahayana seperti Candi Kalasan, Mendut, Borobudur, Tahun 856 M, Rakai

10
Pikatan dari Dinasti Sanjaya dapat merebut kekuasaaan pemerintahan di Jawa Tengah, selanjutnya
pemujaan Dewa Tri Murti mendapat tepat yang utama.

2.3 Hasil-Hasil Kebudayaan Pada Masa Kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia
Salah satu unsur-unsur kebudayaan yang mempengaruhi kebudayaan Indonesia pada masa
kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia yang menjadi pokok bahasan di sini adalah adalah unsur
kesenian yang terutama berwujud seni sastra, seni bangunan, seni patung dan seni
hias. Beberapa hasil kebudayaan pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia
adalah sebagai berikut:
2.3.1 Bangunan
Hasil kebudayaan berupa bangunan yang dimaksudkan adalah bangunan sebagai tempat
suci yaitu candi. Candi sebagai salah satu hasil kebudayaan pengaruh Hindu dan Budha adalah
berasal dari perkataan/nama untuk Durga sebagai Dewi Maut atau Candika. Jadi bangunan Candi
erat hubungannya dengan Dewi Durga sebagai Dewi Maut. Memang candi itu sebenarnya adalah
bangunan untuk memuliakan orang yang sudah meninggal, khususnya untuk orang tertentu yaitu
para Raja atau orang-orang terkemuka. Yang dikuburkan dalam candi bukanlah sang raja atau pun
abu jenasah, melainkan bermacam-macam logam dan batu-batu akik yang disertai dengan saji-
sajian. Benda-benda demikian dinamakan pripih.
Dilihat dari segi fungsinya, maka candi dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu
candi berfungsi sebagai pedharman, candi berfungsi sebagai petirtaan/permandian, candi berfungsi
sebagai pintu gerbang/pintu masuk suatu areal bangunan tertentu. Beberapa peninggalan/hasil
kebudayaan dalam bentuk bangunan candi pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang
terletak di Jawa Tengah adalah:
a. Candi Kalasan,
Candi ini terletak di Desa Kalasan (antara jalan jurusan Jogjakarta menuju Surakarta). Menurut
perkiraan, candi ini dibangun oleh Raja Panangkaran tahun 778 M. Hal ini didasarkan atas
temuan prasasti Kalasan tahun778 M yang menyebutkan tentang seorang raja dari keluarga
Syailendra membuat suatu bangunan keramat untuk menghormti Dewi Tara dan
menghadiahkan kepada pendeta suatu wihara.
b. Candi Sari

11
Candi Sari terletak dekat dengan candi Kalasan. Candi ini diperkirakan didirikan pada waktu
yang bersamaan dengan Candi Kalasan. Dilihat dari bentuknya, diperkirakan bahwa candi ini
berfungsi sebagai wihara.
c. Candi Borobudur
Candi Borobudur adalah candi peninggalan kerajaan Syailendra yang beragama Budha dan
terletak di desa Muntilan, daerah kabupaten Kedu (Magelang), Jawa Tengah. Borobudur berarti
asrama/wihara (kelompok candi) yang terletak di atas bukit. Berdasarkan prasasti Sri
Kahulunan yang berangka tahun 842 M disebutkan adanya kuil ”Bhumisambhara Bhudara”
yang akhirnya menjadi nama Borobudur. Bangunan Borobudur pada hakikatnya adalah stupa
yang telah mengalami perkembangan dan bercampur dengan arsitektur Indonesia. Di samping
Borobudur berfungsi sebagai lambang tertinggi agama Budha, stupa Borobudur juga sebagai
tiruan (replica) dari alam semesta, yang menurut filsafat agama Budha terdiri dari tiga bagian
besar, yaitu:
a. Kamadhatu (alam bawah), dapat dilihat pada kaki candi
b. Rupadhatu (alam tengah) yaitu bagian badan candi dengan bentuk bujur sangkar
c. Arupadhatu (alam atas) yaitu stupa induk
d. Candi Mendut
Candi Mendut terletak di sebelah timur Borobudur yang sifat keagamaannya adalah Budha
Mahayana. Tepatnya terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang.
Candi ini erat kaitannya dengan prasati Karang Tengah tahun 824 Masehi yaitu disebut dengan
Wenuwanamamandira. Bangunan candi ini berfungsi sebagai tempat pemujaan yang bersifat
Budha. Beberapa candi lainnya yang ditemukan di daerah Jawa Tengah yang bersifta Budha
antara lain Candi Plaosan, Candi Sewu, Candi Lumbung dan sebagainya.
e. Candi Loro Jongrang/Prambanan
Nama candi Loro jongrang erat kaitannya dengan cerita rakyat setempat, dan disebut dengan
candi Loro Jongrang adalah khusus untuk candi Siwa karena di dalamnya ada sebuah arca yaitu
arca Durga yang dianggap sebagai penggambaran putri raja Baka yang diberi nama Loro
Jongrang. Nama Prambanan ditemukan dalam prasasti di Desa Poh tahun 905 M yang
menyebutkan bahwa nama sebuah desa yaitu Paramwan yang kemudian menjadi Prambanan.
Bila dihubungkan dengan raja yang berkuasa saat itu adalah raja Rakai Wutukura Diah Balitung

12
(898-910 M). Hal ini diperkuat pula adanya pendapat yang mengatakan bahwa arca Siwa yang
terdapat dalam candi Siwa diperkirakan sebagai arca perwujudan dari raja Balitung itu sendiri.
Beberapa candi sebagai peninggalan sejarah pada masa kerajaan Hindu dan Budha yang
terdapat di Jawa Timur adalah:
a. Candi Kidal
Candi Kidal ditemukan dekat Malang dan merupakan candi untuk memuliakan raja
Anusapati dan didirikan pada tahun 1260 Masehi. Menurut kitab Negarakertagama candi
Kidal didirikan pada upacara Srada yaitu 12 tahun setelah wafatnya sang raja. Pada candi
Kidal didapatkan adanya relief yang menggambarkan cerita pragmen Adi Parwa.
b. Candi Jago
Candi Jago terletak di desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Dalam
kitab Negarakertagama candi ini dinamakan candi Jajaghu yang lama-kelamaan menjadi
candi Jago. Struktur bangunan candi jago memperlihatkan adanya pencampuran antara
unsur India dengan Indonesia asli. Relief yang dipahatkan dalam candi diambil dari cerita
Tantri, Kunjarakarna, Parthyadnya, Arjuna Wiwaha, dan Kresnayana. Candi ini merupakan
pedharman dari raja Wisnuwardhana.
c. Candi Singosari
Nama candi ini diperkirakan disesuaikan dengan nama letak candi yaitu di desa Singosari.
Fungsinya adalah sebagai pedharman dari raja Kertanegara yang dimuliakan sebagai
Bhairawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya temuan arca Bhairawa di sekitar candi
tersebut. Sifat candi Siwa Budha dengan dasar candi menggambarkan Siwa dan bagian atas
candi menggambarkan Budha.
d. Candi Penataran
Candi Penataran merupakan sebuah komplek candi yang terletak di desa Penataran, Klegok,
Blitar. Candi Penataran terdiri dari tiga halaman serupa dengan pura di Bali yaitu terdiri
dati Jaba Luar, Jaba Tengah, dan jeroan (Jaba Dalam). Candi Penataran dihubungkan
dengan kerajaan Majapahit dan sebagai pedharman terbesar dari raja. Ada sebuah candi di
dalam kompleks candi Penataran yang disebut dengan candi Palah atau Paduraksa, di
bawah Klamrga terdapat angka tahun 1291 Saka. Di samping itu pada sebuah bangunan
yang merupakan Bale Agung terdapat relief dari cerita Bubhukshah dan Gagak Aking dan
angka tahun 1297 Saka. Di sebelah timur atau pada bagian belakang candi Penataran

13
terdapat sebuah kolam dan pada bagian dinding kolam sebelah barat bertulis angka tahun
1337 Saka. Ini menunjukkan diperkirakan bangunan-bangunan ini didirikan secara
bertahap pada masa kerajaan Majapahit.
2.3.2 Patung Dewa
Seni patung/arca tersebut erat kaitannya dengan keagamaan. Patung-patung itu
menggambarkan dewa/dewi. Raja yang telah wafat dan telah bersatu kembali dengan dewa
penitisnya, maka dibuatkanlah sebuah patung sebagai perwujudannya dan patung atau arca menjadi
arca induk dalam sebuah candi. Untuk membedakan arca dewa yang satu dengan dewa yang
lainnya, maka setiap arca mempunyai tanda-tanda tersendiri atau disebut dengan laksana, seperti:
a. Arca Siwa sebagai Mahadewa laksananya: bulan sabit, tengkorak, mata ketiga di dahi,
upawita ular naga, cawat kulit harimau, tangannya empat masing-masing memegang
camara, aksamala, kamandalu dan trisula.
b. Arca Siwa sebagai Mahaguru atau Mahayogi laksananya: kamandalu, trisula, perutnya
gendut, kumis panjang, dan berjanggut runcing.
c. Arca Siwa sebagai Mahakala laksananya: bersenjatakan gada dan wajahnya menakutkan
seperti raksasa.
d. Arca Durga biasanya dilukiskan sebagai Mahisasuramardhini. Berdiri di atas seekor lembu,
bertangan 8,10,12, masing-masing tangannya memegang senjata.
e. Ganesha yaitu arca dewa berkepala gajah berbadan manusia yang disembah sebagai dewa
ilmu dan penyingkir rintangan-rintangan serta mempunyai kedudukan sebagai dewa
perang.
f. Arca Wisnu laksananya: bertangan empat masing-masing memegang gada, cakra, sangkha
dan kuncup teratai, kendaraannya garuda dan saktinya adalah Laksmi.
g. Arca Brahma laksananya: bermuka empat, tangan empat memegang aksamala dan camara.
Kendaraannya angsa dan saktinya Saraswati.
Selanjutnya di dalam agama Budha dikenal adanya Dhyani-Budha, Manisa Budha, dan
Dhyani Bodhisattwa. Bentuk patung Dhyani-Budha dengan Manusi-Budha adalah hampir sama,
hanya dapat dibedakan dalam hubungannya dengan lain-lain petunjuk. Arca Budha bentuknya
sangat sederhana tanpa memakai hiasan, hanya memakai jubah. Rambutnya keriting, di atas kepala
ada tonjolan seperti sanggul yang bernama usnisa, dan diantara keningnya ada semacam jerawat
yang disebut urna.

14
2.2.3 Seni Ukir
Hasil-hasil seni ukir adalah berupa hiasan-hiasan pengisi pada bangunan candi utamanya
pada bagian dinding. Pola hiasan yang dipergunakan adalah pola hiasan makhluk-makhluk ajaib
dan tumbuh-tumbuhan sesuai degan suasana pegunungan dalam hal ini adalah gunung Mahameru.
Makhluk-makhluk ajaib itu biasanya dipancangkan di atas relung atau ambang pintu yang disebut
dengan Kepala Kala atau Banaspati. Pada candi-candi Jawa Tengah banaspati ini dirangkai dengan
makara atau semacam ikan yang mulutnya ternganga, sedangkan bibir atasnya melingkar ke atas
seperti belalai gajah yang diangkat.
2.2.4 Kesusastraan
Beberapa hasil kebudayaan pada zaman Hindu dan Budha di Indonesia yang berasal dari
kesusastraan terutama dari kerajaan Kediri adalah sebagai berikut:
a. Arjunawiwaha
Kitab ini dikarang oleh Mpu Kanwa, menceritakan tentang Arjuna bertapa untuk
mendapatkan senjata dalam rangka perang melawan Kurawa. Sebagai pertapa, Arjuna
berhasil membunuh raksasa Niwatakawaca yang menyerang kahyangan.
b. Kresnayana
Isinya menceritakan Kresna sebagai anak nakal, tetapi dikasihi orang karena suka
menolong dan mempunyai kesaktian dan kekuatan luar biasa dan setelah dewasa ia menikah
dengan Rukmini. Kitab ini dikarang oleh Mpu Triguna.
c. Sumanasantaka
Kitab ini dikarang oleh Mpu Monaguna yang menceritakan tentang bidadari Harini yang
dikutuk Bhagawan Trnawindhu dan menjelma menjadi seorang putri, kemudian menikah
dengan seorang raja. Dari perkawinan ini lahirlah putra yang bernama Dasaratha. Setelah
habis masa kutukannya ia kembali ke kahyangan.
d. Smaradhahana
Kitab ini dipersembahkan kepada raja Kameswara yang dianggap sebagai titisan dewa
Kama. Inti ceritanya adalah lenyapnya Kama dan Ratih dari kahyangan, karena habis
terbakar oleh sinar api dari mata ketiga dewa Siwa dan kemudian mengembara di atas dunia
menjadi penggoda umat manusia. Kitab ini dikarang oleh Mpu Darmaja.
e. Bharatayudha

15
Bharatayudha karangan oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang
peperangan selama 18 hari antara pandawa dan Korawa.
f. Gatotkacasraya
Kitab ini dikarang oleh Mpu Panuluh, isinya tentang perkawinan antara Abimanyu dengan
Siti Sundhari dan hanya dapat dilakukan dengan bantuan Gatotkaca. Dalam kitab ini untuk
pertama kalinya muncul tokoh penawakan.
g. Wrttasancaya
Dikarang oleh Mpu Tanakung dimaksudkan untuk dapat dipakai sebagai
bimbingan/pelajaran dalam melayani tembang Jawa Kuno (kekawin). Isinya mengisahkan
burung belibis dalam usaha menolong seorang putri yang kehilangan kekasih.
h. Lubdhaka
Dikarang oleh Mpu Tanakung yang menceritakan soerang pemburu yang tidak sengaja
melakukan pemujaan yang sangat istimewa terhadap Siwa, maka meskipun roh seorang
pemburu yang mestinya masuk neraka, namun karena ia memuja Siwa tepat pada waktunya,
roh Lubdhaka diangkat oleh Siwa ke surga.
Beberapa hasil kesusastraan pada zaman kerajaan Majapahit, meliputi:
1. Negarakertagama
Merupakan karangan Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi. Isinya menguraikan tentang
Singasari dan Majapahit sebagai sumber pertama dan tenyata sesuai dengan isi prasasti.
Kitab ini memuat tentang kota Majapahit, daerah jajaran Majapahit, perjalanan Hayam
Wuruk di sepanjang Jawa Timur dijalin dengan daftar candi-candi, upacara Sradha yang
dilakukan oleh roh Gayatri, termasuk soal pemerintahan dan keagamaan pada masa
pemerintahan hayam Wuruk.
2. Sutasoma
Merupakan karangan dari Mpu Tantular yang menceritakan tentang riwayat Sutasoma
seorang anak raja, yang meninggalkan kehidupan dunianya karena taat dengan ajaran
agama Budha.
3. Kunjarakarna
Kitab ini menceritakan tentang seorang raksasa, Kunjarakarna yang ingin menjelma
menjadi manusia, kemudian menghadap Wairocana dan diizinkan melihat keadaan neraka.
Ia taat kepada ajaran agama Budha dan akhirnya permohonannya dikabulkan.

16
4. Perhyayajna
Isinya tentang para Pandawa setelah kalah main dadu dan mendapat penghinaan-
penghinaan dari para korawa. Akhirnya meraka ke hutan dan Arjuna bertapa di gunung
Indrakila.
5. Tantu panggelaran
Isinya tentang penugasan Brahma dan Wisnu serta Bhatara Guru mengisi pulau Jawa
dengan manusia karena pulau tersebut selalu goncang sehingga para dewa pun
memindahkan gunung Mahameru dari India ke Jawa. Runtuhan gunung tersebut jatuh dan
menjadi gunung-gunung yang berjajar sepanjang pulau Jawa. Sedangkan gunung
Mahameru menjadi gunung Semeru di dekat Malang. Wisnu kemudian menjadi raja
pertama di pulau Jawa dengan nama Kandiawan.
6. Calon Arang
Menceritakan kisah tentang seorang janda yang memiliki anak gadis yang cantik namun
tak seorang pun yang berani meminang karena janda tersebut ditakuti oleh masyarakat
sebagai juru tenung. Akibatnya janda yang bernama Calon Arang tersebut menyebarkan
wabah penyakit di seluruh Negara pada masa pemerintahan Airlangga di Jawa Timur.
Calon Arang dapat dibunuh oleh Mpu Baradah dengan tipu muslihat atas perintah raja
Airlangga.
7. Korawasrama
Isinya menceritakan tentang sehabis perang besar antara korawa dan pandawa, maka para
korawa dihidupkan kembali. Kepada mereka dijanjikan kelak akan dapat membalas
dendam kepada para Pandawa, kalau mereka bersedia melakukan tapa yang berat sekali.
Maka pergilah mereka ke hutan-hutan untuk bertapa.
8. Bubhukshah
Mengisahkan tentang dua orang bersaudara yaitu Bubhukshah dan Gagang Aking yang
tidak dapat sepakat mengenai cara-cara yang baik untuk mendapatkan kesempurnaan. Maka
mereka pergi bertapa. Bubhukshah makan segala apa yang dapat dimakan, sedangkan
Gagang Aking hanya makan tumbuh-tumbuhan, datanglah kepada mereka seekor harimau
putih utusan Bhatara Guru. Harimau itu menginginkan daging manusia. berkatalah Gagang
Aking bahwa tak ada gunanya kalau harimau itu hendak memakan dirinya yang kurus
kering itu. Sebaliknya Bubhukshah dengan tak ragu-ragu menyediakan dirinya untuk

17
dimakan. Bubhukshah segera digendong oleh harimau itu ke surga sedangkan Gagang
Aking boleh turut berjalan kaki.
9. Pararaton
Isinya menceritakan tentang perjalanan atau kisah para orang-orang besar, namun sifatnya
tidak seperti sejarah, melainkan dongeng. Mula-mula diuraikan sifat Ken Arok yang penuh
dengan kegaiban. Begitu pula denga raja Singosari lainnya. Kemudian menguraikan Raden
Wijaya mulai ikut Kertanegara sampai menjadi raja Majapahit. Kemudian diceritakan
tentang Jayanegara dan pemberontakan-pemberontakan Rangga Lawe, Sora dan juga
peristiwa putri Sunda di Bubat.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebudayaan Hindu banyak mempengaruhi kebudayaan yang ada di Indonesia terutama
pada masa kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Adanya kebudayaan Hindu yang
masuk ke Indonesia menyebabkan adanya akulturasi budaya. Bangsa Indonesia sangat berperan
aktif dalam proses akulturasi Kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Indonesia. Bangsa Indonesia
tidak menelan begitu saja pengaruh kebudayaan Hindu tersebut tetapi kebudayaan itu diolah dan
disesuaikan dengan kepribadian kebudayaan bangsa Indonesia itu sendiri sehingga kebudayaan
Hindu akhirnya mampu memperkaya kebudayaan yang ada di Indonesia.
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para
pembaca. Saya mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang
kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena saya hanyalah manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan Dan saya juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari saya semoga dapat diterima di hati dan kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ardhana Suparta, I.B. 2002. Sejarah Perkembangan Agama Hindu di Indonesia. Surabaya :
Paramita.
Putu Gelgel, dkk. 1996. Sejarah Kebudayaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Hindu dan Budha dan Universitas Terbuka.
Supriatna, Nana. 2006. Sejarah SMA (Kelas XI). Jakarta : Grafindo Media Utama.
http://agus-aan.web.ugm.ac.id/2008/12/27/sejarah-kerajaan-bali-kuno-sebelum-kedatangan-
majapahit/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Bali
http://pusathotel.com/seputar-kerajaan-yang-pernah-ada-di-bali_422.htm
http://tutorjunior.blogspot.com/2009/10/penyebab-kejayaan-dan-kemunduran.html

20

You might also like