You are on page 1of 14

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Hukum Islam di Indonesia II Jasmiati, M. H.

Falsafah dan Tujuan Hukum Islam

Oleh :

Asih Sundari
(01295.211.17.2019)

PROGRAM STUDI (AKHWAL SYAHSIYYAH)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
TUANKU TAMBUSAI
PASIR PENGARAIAN
ROKAN HULU
RIAU
2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh.


Alhamdulillahirobil’alamin banyak nikmat yang Allah Swt berikan kepada kita
semua, puji dan syukur juga ucapkan kepada Allah Swt sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Dan juga kami mengucapkan terimakasih kepada ibu
Jasmiati, M. H. Selaku dosen mata kuliah Hukum Islam di Indonesia II yang
telah memberi tugas kepada kami. Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini
berkat ridho Allah Swt dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya
kepada semua pihak dan teman teman yang telah membantu membuat makalah
ini. Kami menyadari bahwa tulisan makalah ini jauh dari kata sempurna baik
materi maupun penulisan nya, namun kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang di miliki, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini.

Pasir Pengaraian, 17 Mei 2023

Asih Sundari

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Asas Hukum Islam......................................................................................2
B. Pengertian Prinsip Hukum Islam...................................................................................3
C. Objek Falsafah Hukum Islam........................................................................................4
D. Macam-Macam Tujuan Hukum Islam...........................................................................5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................................10

B. Saran.............................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Islam diyakini oleh umat Islam sebagai hukum yang bersumber pada
wahyu Allah swt. Keyakinan ini didasarkan pada kenyataan bahwa sumber hukum
dalam Islam adalah Alquran dan sunnah, Allah dan RasulNya lazim disebut al-
Syari. Namun demikian harus diakui bahwa Alquran dan Sunnah terbatas, baik
dalam peristiwa maupun waktu penetapan hukumnya; sementara itu peristiwa
semakin hari semankin banyak jumlah dan aneka ragam masalahnya. Dalam
menghadapi masalah inilah penafsiran dan upaya penemuan hukum dan ahli
hukum Islam sangat dituntut. Pemahaman dan penafsiran terhadap sumber hukum
Islam meniscayakan adanya penalaran yang sistematis dan logis. Pemahaman itu
dapat berupa kosa kata dan kalimat yang tertulis dalam Alquran atau hadis, dapat
pula berupa upaya kontestualisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam kedua
sumber hukum itu. Pembahasan tentang berbagai bentuk pemahaman itu terdapat
dalam sebuah ilmu yang disebut ilmu ushul fiqh, yang oleh sebagian ahli hukum
Islam dianggap sebagai ilmu filsafat hukum islam yang original datang dari
kalangan umat Islam, setelah menelaah isi kandungan Alquran dan hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Falsafah Hukum Islam?
2. Apa Pengertian Tujuan Hukum Islam?
3. Apa Objek Falsafah Hukum Islam?
4. Apa Macam-Macam Tujuan Hukum Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Falsafah Hukum Islam.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Tujuan Hukum Islam.
3. Untuk Mengetahui Objek Falsafah Hukum Islam.
4. Untuk Mengetahui Macam-Macam Tujuan Hukum Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Falsafah Hukum Islam
Falsafah atau disebut juga Filsafat Hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan
pada hukum islam. Ia merupakan filsafat khusus dan objeknya adalah hukum
islam. Maka filsafat hukum islam adalah filsafat yang menganalisis hukum islam
secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar,
atau menganalisis hukum islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya. 1
Filsafat menurut bahasa berarti hikmah dan hakim, yang dalam bahasa arab
dipakai kata filsafat dan filisof. Menurut Azhar Basyir, filsafat hukum islam
adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggungjawabkan dan
radikal tentang hukum islam. Filsafat hukum islam merupakan anak sulung dari
filsafat islam. Dengan kata lain filsafat hukum islam adalah pengetahuan tentang
hakikat, rahasia, dan tujuan hukum islam baik yang menyangkut materinya
maupun proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan,
menguatkan, dan memelihara hukum islam, sehingga sesuai dengan maksud dan
tujuan Allah menetapkannya di muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan umat
manusia seluruhnya.
Dengan filsafat ini, hukum islam akan benar-benar cocok sepanjang masa di
semesta alam. Filsafat Hukum islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum
Islam, sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya serta fungsi
dan manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya. 2
Maka filsafat hukum islam itu berupaya menyesuaikan diri dengan keadaan
masyarakat yang terjadi di tengah masyarakat. Dengan kata lain filsafat hukum
islam bersikap kritis terhadap masalah-masalah.

Jawaban-jawabannya tidak luput dari kritik lebih lanjut, sehingga ia dikatakan


sebagai seni kritik, dalam arti tidak pernah merasa puas diri dalam mencari, tidak
1
Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.
14.
2
Hasbi Ash-Shidieqi, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993), hlm. 34.

2
3

menganggap suatu jawaban sudah selesai, tetapi selalu bersedia bahkan senang
membuka kembali perdebatan. Filsafat hukum islam sebagaimana filsafat lainnya
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjangkau oleh ilmu hukum.
B. Pengertian Tujuan Hukum Islam
Tujuan hukum Islam sejatinya adalah tujuan Pencipta hukum Islam itu
sendiri. Tujuan hukum Islam adalah arah setiap perilaku dan tindakan manusianya
dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup dengan mentaati serta menghindari
apa yang telah menjadi hukumNya. Allah SWT menurunkan syari’at hukum Islam
untuk mengatur kehidupan manusia, baik selaku pribadi maupun selaku anggota
masyarakat. Hukum Islam melarang perbuatan yang pada dasarnya merusak
kehidupan manusia, sekalipun perbuatan itu disenangi oleh manusia atau sekalipu
perbuatan itu dilakukan hanya oleh seseorang tanpa merugikan orang lain, seperti
seorang yang minum-minuman memabukkan (khamr). Dalam pandangan Islam
perbuatan orang itu tetap dilarang, karena dapat merusak akalnya yang seharusnya
ia pelihara, walaupun mereka membeli minuman tersebut dengan uangnya sendiri
dan diminum dirumahnya tanpa mengganggu orang lain.
Demikian juga perbutan hubungan seksual di luar nikah (zina), perbuatan
tersebut mutlak dilarang siapapun yang melakukanya, walaupun mereka
melakukanya itu dengan suka sama suka, tanpa paksaan dan tidak merugikan
orang lain. Hal yang sama umpamanya melakukan bunuh diri, membuang jam
tanganya ke laut, atau membakar harta miliknya. Sekalipun perbuatan itu tidak
merugikan orang lain, namum tetap perbuatan tersebut terlarang. Dengan
demikian Islam adalah agama yang memberi pedoman hidup kepada manusia
secara menyeluruh, meliput segala aspek kehidupannya menuju tercapainya
kebahagian hidup rohani dan jasmani, baik dalam kehidupan individunya maupun
dalam kehidupan masyarakatnya.3

C. Objek Falsafah Hukum Islam

3
Faishal Haq, Ushul Fiqh, (Surabaya: Citra Media, 1997), hlm. 248-249.
4

Para ahli ushul fiqh sebagaimana ahli Falsafah Hukum Islam membagi
Falsafah Hukum Islam kepada dua bagian, yaitu:
1. Falsafah Tashri’, yakni filsafat yang memancarkan hukum Islam atau
menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini membicarkan hakikat
dan tujuan penetapan hukum Islam. Filsafat tashri’ terbagi kepada:
a. Da’im Al-Ahkam (dasar-dasar hukum Islam)
b. Mabadi’ Al-Ahkam (Prinsip-prinsip Hukum Islam)
c. Ushul/MashadirAl-Ahkam (pokok-pokok/sumbersumber Hukum
Islam
d. Maqashid Al-Ahkam (tujuan-tujuan Hukum Islam)
e. Qawa’id Al-Ahkam (kaidah-kaidah hukum Islam)
2. Falsafat Shari’ah, yakni filsafat yang diungkapkan dari materi-materi
hukum Islam, seperti ibadah, mu’amalah, jinayah, ‘uqubah, dan
sebagainya. Filsafat ini bertugas menemukan rahasia dan hakikat Hukum
Islam. Termasuk dalam pembagian filsafat Shari’ah adalah:
a. Asrar Al-Ahkam (rahasia-rahasia hukum Islam)
b. Khasa’is Al-Ahkam (keistimewaan hukum Islam)
c. Mahasin/Mazaya Al-Ahkam (keutamaan-keutamaan hukum Islam)
d. Thawabi’ Al-Ahkam (karakteristik hukum Islam)
Dengan rumusan lain, Filsafat Hukum Islam adalah pengetahuan tentang
hakikat, rahasia, dan tujuan hukum Islam, baik yang menyangkut materi maupun
proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan,
menguatkan dan memelihara hukum Islam sehigga sesuai dengan maksud dan
tujuan penetapannya di muka bumi. Yaitu untuk kemaslahatan umat manusia
seluruhnya. Dengan begitu Hukum Islam akan benar-benar Salihun Likulli Zaman
Wa Makan. Sebagaimana watak filsafat, Filsafat Hukum Islam berusaha
menangani pertanyaan-pertanyaan fundamental secara ketat, konsepsional,
metodis, koheren, sistematis, radikal, universal, konprehensif, rasional, serta
bertanggung jawab.
5

Arti pertanggungjawaban ini adalah adanya kesiapan untuk memberikan


jawaban yang objektif dan argumentatif terhadap segala pertanyaan, sangkalan
dan kritikan terhadap Hukum Islam. Dengan demikian, maka Filsafat Hukum
Islam bersikap kritis terhadap masalah-masalah. Jawaban-jawabannya tidak luput
dari kritik labih lanjut, sehingga ia dikatakan sebagai seni kritik, dalam arti tidak
pernah merasa puas dalam mencari, tidak menggap suatu jabawan selesai, tetapi
bersedia bahkan senang membuka kembali perdebatan.
D. Macam-Macam Tujuan Hukum Islam -
Tujuan hukum Islam secara global atau bisa dikategorikan tujuan umumnya
adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya baik kemaslahatan di dunia fana
ini, maupun kemashlahatan di hari yang baqa (kekal) kelak. Seperti yang telah
disinggung dalam latar belakang pengambilan judul ini, keberadaan hukum tidak
dapat terlepas dengan tujuan dan harapan manusia sebagai pelaku atau subjek
hukum, dan harapan manusia sebagai pelaku hukum disini dapat kita kategorikan
sebagai tujuan khusus diantaranya :
1.      Kemashlahatan hidup bagi diri dan orang lain
2.      Tegaknya Keadilan
3.      Persamaan hak dan kewajiban dalam hukum
4.      Saling kontrol di dalam kehidupan bermasyarakat
5.      Kebebasan berekspresi, berpendapat, bertindak dengan tidak melebihi
batas-batas hukum dan norma sosial.
6.      Regenerasi sosial yang positif dan bertanggung jawab.
Asy Syatibi mengatakan bahwa tujuan syariat hukum Islam adalah mencapai
kemashlahatan hambanya, baik di dunia maupun diakhirat. Kemashlahatan
tersebut didasarkan kepada 5 hal mendasar, diantaranya: memelihara agama (hifzh
ad-din), memelihara jiwa (hifzh an-nafs), memelihara akal (hifzh al-‘aql),
memelihara keturunan (hifzh an-nashl), memelihara kekayaan (hifzh al-mal).
Sementara pengertian memelihara itu sendiri ada dua aspek dasar :
1.      Hifzh ad-din min janib al wujud, aspek yang menguatkan unsur-
unsurnya dan mengokohkan landasanya. Contohnya : mengucapkan dua
kalimat syahadat, shalat, puasa, dan naik haji.
6

2.      Hifzh ad-din min janib al-adam, aspek yang mengantisipasi agar kelima
tersebut tidak terganggu dan terjaga dengan baik. Contohnya : adanya
hukum jinayah.4
Kembali kepada dasar dari tujuan syariat Islam yang lima tadi, yakni Al
Maqaashidu ‘l-Khamsah, yaitu :
1.      Memelihara Kemashlahatan Agama
Beragama merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi karena
agamalah yang dapat menyentuh hati nurani manusia. Agama juga
harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung
jawab yang hendak merusakkan akidah, ibadah, dan akhlaknya.
Hal ini didasarkan dengan Firman Allah Surat Asy-Syura’ ayat 13 :[9] yakni
sebagai berikut:
           
         
           
       

Artinya: “Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan
apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-
orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-
Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. As-Syura’: 13).

2.      Memelihara Jiwa
Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam
denngan hukuman qiyas (pembalasan yang seimbang), diharapkan agar
orang-orang yang akan melakukan pembunuhan berfikir seribu kali
karena balasannya akan sama, yakni pembunuh juga akan dibunuh.

3.      Memelihara Akal

4
Beni Ahmad Saebani, Filasafat Hukum Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.
243-246.
7

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, diciptakan Allah


dengan bentuk yang paling sempurna diantara ciptaan Allah yang
lainnya, begitupula dengan akal yang anugerahkan Allah hanya kepada
manusia, bahwa akal sangat penting peranannya dalam hidup di dunia
ini. Oleh karena itu Allah mensyariatkan peraturan untuk manusia guna
memelihara akal yang sangat penting itu, seperti Allah melarang
meminum-minuman keras, dengan tujuan untuk menjaga akal manusia.
4.      Memelihara Keturunan
Islam mengatur pernikahan dan mengaharamkan zina, menetapkan
siapa-siapa yang boleh dan tidak boleh dinikahi, bagaimana cara
perkawinan itu dilakukan dan syarat apa yang harus dipenuhi, agar
pernikahan itu sah, dan anak-anak yang lahir dari hubungan itu
dianggap sah pula menjadi keturunan dari ayahnya.
5.      Memelihara Harta Benda dan Kehormatan
Sejatinya memang harta benda itu milik Allah, namun Islam juga
mengakui hak pribadi seseorang. Manusia terkadang tamak terhadap
harta benda, mendapatkan harta benda itu dengan jalan apapun, maka
dari itu Allah mengatur mengenai muamalat seperti jual-beli, sewa
menyewa, gadai, melarang penipuan, riba dan sebagainya.5
Apabila hukum ditinjau dari sudut yang pertama, maka disebut al-Maslahah
al-Mursalah,bila ditinjau dari sudut yang kedua dinamakan al-Munasib al-Mursal,
dan jika ditinjau dari sudut yang ketiga dinamakan al-Istishlah. Secara etimologis,
kata al-maslahat berarti sesuatu yang baik, yang berfaedah, yang bermanfaat. Ia
merupakan lawan kata dari al-mafsadat yang berarti keburukan atau keruksakan.
Sedangkan menurut istilah syara’.

Imam AlGhazali mendefinsikan maslahat dengan usaha meraih dan


mewujudkan manfaat atau menolak kemudaratan, Jalaluddin Abdurrahman

5
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2003), hlm.
65.
8

memberikan definisi maslahat adalah memelihara hukum syara terhadap berbagai


kebaikan yang telah digariskan dan ditetapkan batas-batasnya, bukan berdasarkan
keinginan dan hawa nafsu belaka. Sedangkan Ibnu Taimiyah sebagimana yang
dikutip oleh Imam Abu Zahrah mendefinisikan maslahat sebagai pandangan
mujtahid mengenai perbuatan yang mengandung kebaikan dan bukan perbuatan
yang berlawanan dengan syara’.
Selain itu al-Khawarizmi, mendefinisikan maslahat dengan pemeliharaan
terhadap tujuan Islam dengan menolak bencana/kerusakan dan hal-hal yang
merugikan bagi manusia. Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa secara prinsip para ulama berpandangan sama, bahwa yang
dimaksud maslahat disana yaitu maslahat yang menjadi tujuan syara’, bukan
kemaslahatan yang semata-mata berdasarkan keinginan dan hawa nafsu manusia
semata. Sebab secara mendasar pensyari’atan hukum bertujuan untuk merealisir
kemaslahatan bagi manusia. Imam Malik dan pengikutnya merupakan mazhab
yang pertama mencanangkan dan menyuarakan maslahat mursalah sebagai dalil
hukum dan hujjah syar’iyah. dengan pandangan, bahwa para sahabat pada zaman
dahulu meraka telah mempraktekkan maslahat mursalah, yaitu mengumpulkan
quran dalam satu mushaf.
Hal tersebut dilakukan walaupun belum pernah terjadi di zaman Rasulullah
didasarkan atas kemaslahatan yaitu menjaga quran dari kepunahan dikarnakan
banyak ahli penghapal quran gugur dimedan pertempuran. Menurut Imam Malik
dan pengikutnya berpegang kepada maslahat merupakan kewajiban, sebab
maslahat merupakan salah satu pegangan pokok yang tidak keluar dari pegangan
pokok yang lainnya. selanjutnya Imam Malik menegaskan bahwa maslahat
mursalah sesungguhnya berpijak pada pencarian keserasian dan sejalan dengan
tujuan syariat walaupun tidak ada nas yang menjelaskannya.

Bagi Imam Malik dan pengikutnya, maslahat merupakan salah satu dasar
tasyri yang penting guna melahirkan nilai-nilai kebaikan, bahkan dalam al
Muafaqaat dijelaskan bahwa Imam Malik meninggalkan hadis, apabila
9

berlawanan dengan sesuatu pokok yang qathi’. Diantara pokok yang qathi’
menurut Imam Malik adalah maslahat mursalah. Maslahat jika dilihat dari segi
kualitas dan kepentingannya dibagi tiga macam, yaitu:
1. Maslahat Al-Dharuriyah Maslahat Al-Dharruriyah adalah kemaslahatn
yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di
akhirat. Adapun yang termasuk maslahat al-dharuriyah adalah:
a. memelihara agama,
b. memelihara jiwa,
c. memelihara akal,
d. memelihara keturunan, dan
e. memelihara harta.
Kemaslahatan yang lima ini disebut dengan Al-Mashalih Al-Khamsah.
Kelima jaminan dasar itu merupakan tiang penyangga kehidupan dunia
agar manusia dapat hidup aman dan sejahtera. Memeluk agama merupakan
fitrah dan naluri insani yang tidak bisa diingkari dan sangat dibutuhkan
oleh umat manusia. Untuk kebutuhan tersebut, Allah mensyariatkan agama
yang wajib dipelihara setiap orang. Terjaminnya keselamatan jiwa
merupakan sesuatu yang pokok bagi manusia, seorang manusia harus
terjamin keselamatan atas hak hidup yang terhormat dan mulia. Termasuk
dalam cakupan pengertian umum dari jaminan ini, ialah: jaminan
keselamatan nyawa, anggota badan. Jaminan keselamatan akal merupakan
sesuatu yang pokok, karena akal merupakan sarana yang menentukan bagi
seseorang dalam menjalankan hidup dan kehidupannya. Jika seseorang
tidak terjamin akal pikirannya ia akan tidak berguna ditengah masyarakat,
sumber kejahatan bahkan menjadi sampah masyarakat.

.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Falsafah atau disebut juga Filsafat Hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan
pada hukum islam. Ia merupakan filsafat khusus dan objeknya adalah hukum
islam. Maka filsafat hukum islam adalah filsafat yang menganalisis hukum islam
secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar,
atau menganalisis hukum islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.
Tujuan hukum Islam sejatinya adalah tujuan Pencipta hukum Islam itu
sendiri. Tujuan hukum Islam adalah arah setiap perilaku dan tindakan manusianya
dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup dengan mentaati serta menghindari
apa yang telah menjadi hukumNya.
Dengan rumusan lain, Filsafat Hukum Islam adalah pengetahuan tentang
hakikat, rahasia, dan tujuan hukum Islam, baik yang menyangkut materi maupun
proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan,
menguatkan dan memelihara hukum Islam sehigga sesuai dengan maksud dan
tujuan penetapannya di muka bumi.
Tujuan hukum Islam secara global atau bisa dikategorikan tujuan umumnya
adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya baik kemaslahatan di dunia fana
ini, maupun kemashlahatan di hari yang baqa (kekal) kelak. Seperti yang telah
disinggung dalam latar belakang pengambilan judul ini, keberadaan hukum tidak
dapat terlepas dengan tujuan dan harapan manusia sebagai pelaku atau subjek
hukum.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini semoga memberi bermanfaat dan membawa
berkah bagi para pembaca dan penulis serta khalayak ramai. Kami selaku penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi berkembangnya
ilmu serta pengetahuan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Saebani, Beni, 2008, Filasafat Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Ash-Shidieqi, Hasbi, 1993, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang.

Djamil, Faturrahman, 1997, Filsafat Hukum Islam, Ciputat : Logos Wacana Ilmu.

Haq, Faishal, 1997, Ushul Fiqh, Surabaya: Citra Media.

Muhammad Syah, Ismail Muhammad, 2003, Filsafat Hukum Islam, Jakarta:


Radar Jaya Offset.

You might also like