You are on page 1of 125

PERANAN STAKEHOLDERS TERHADAP

PENGEMBANGAN EKOWISATA
DI TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH
KABUPATEN TELUK WONDAMA
PROVINSI PAPUA BARAT

MANEREP SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Peranan


Stakeholders Terhadap Pengembangan Ekowisata Di Taman Nasional Teluk
Cenderawasih Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat” adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Manerep Siregar
NRP E352090081
ABSTRACT

MANEREP SIREGAR. Role Of The Stakeholders Towards To Ecotourism


Development At Teluk Cendrawasih National Park Teluk Wondama Regency
West Papua Province. Supervised by HARINI MUNTASIB and RINEKSO
SOEKMADI.

Teluk Cendrawasih National Park (TCNP) is one of nature conservation


areas which has a high tourism attraction both in marine or terrestrial.
Development of TCNP ecotourism can not be done by only one single institution,
but it needs to be supported by every part of other institutions. Role of
stakeholders expected to be able to construct a directional and measured
ecotourism development based on interest, concern, desire and personal anxiety.
The aim of this research is to formulate the role of stakeholders related with the
development of ecotourism at TCNP. In order to achieve this aim, there are some
following steps that should be done: 1) analyze of stakeholders involvement; 2)
analyze of stakeholders needs; 3) analyze of policy/regulation related to
ecotourism development at TCNP Teluk Wondama Regency. The results showed
that there are 20 (twenty) stakeholders which involved in ecotourism development
at TCNP Teluk Wondama Regency. There are two stakeholders as subject
position; 14 (fourteen) as key player; three stakeholders as context setter, and
YALHIMO as Crowd. Activities dealing, the stakeholder has along with
ecotourism development at TCNP. The policy of ecotourism development at
TCNP Teluk Wondama Regency has already referred to Centre and West Papua
Province Policy also Teluk Wondama Regency Policy. Generally, the identified
stakeholder has its own role accord with their main tasks and function, however,
ecotourism development program still needs to be synchronized among others
stakeholders in order to make it more directionally.

Keywords: TCNP, Stakeholders, Role, Wondama


RINGKASAN
MANEREP SIREGAR. Peranan stakeholders terhadap pengembangan ekowisata
di Taman Nasional Teluk Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat.
Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan RINEKSO SOEKMADI.

Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) salah satu kawasan


pelestarian alam memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata dengan obyek
daya tarik wisata yang tinggi baik di perairan maupun di daratan. Pengembangan
ekowisata tidak bisa dilaksanakan oleh satu organisasi atau institusi saja namun
harus didukung oleh para pihak (stakeholders) yang terkait, baik langsung
maupun tidak langsung. Pengembangan ekowisata di TNTC tidak cukup hanya
memetakan potensi dan menawarkan obyek daya tarik wisata yang ada, namun
diperlukan peran aktif dari stakeholders secara nyata dilapangan. Untuk
mengoptimalkan pengembangan ekowisata di TNTC perlu menganalisis
bagaimana peranan stakeholders terhadap pengembangan ekowisata. Peranan
stakeholders di TNTC berkaitan erat dengan kebijakan pusat dan daerah serta
kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap pengembangan ekowisata di
TNTC Kabupaten Teluk Wondama. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan utama
penelitian adalah untuk merumuskan peranan stakeholders terkait
pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama. Untuk mencapai
tujuan utama tersebut dilakukan berbagai analisis terhadap : 1) Stakeholders yang
terlibat dalam pengembangan ekowisata di TNTC, 2) Kebutuhan stakeholders
terkait dengan pengembangan ekowisata di TNTC dan 3) Kebijakan yang
berkaitan dengan pengembangan ekowisata di TNTC.
Penelitian lapangan dilakukan mulai bulan Januari sampai Maret 2011.
Teknik pengambil contoh dilakukan secara purposive sampling, selanjutnya
dilakukan Wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan sesuai
topik penelitian. Observasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang
lokasi, keadaan kawasan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan stakeholders terkait
dengan pengembangan ekowisata di TNTC. Data penunjang diperoleh dari
instansi terkait melalui penelusuran dokumen, studi pustaka, laporan dan
peraturan perundang-undangan. Data yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1)
kepentingan dan pengaruh stakeholders terkait pengembangan ekowisata di
TNTC; 2) Kebutuhan stakeholders terkait dengan pengembangan ekowisata di
TNTC; 3) Kebijakan/peraturan yang terkait dengan pengembangan ekowisata di
TNTC.
Analisis stakeholders dilakukan dengan matriks kepentingan dan pengaruh
stakeholders terkait pengembangan ekowisata TNTC dengan menggunakan
stakeholders grid dengan bantuan Microsoft Exel. Analisis kebutuhan dilakukan
secara deskriptif dengan mengelompokkan menurut jenis kebutuhan terkait
pengembangan ekowisata di TNTC. Analisis kebijakan dilakukan dengan
mengidentifikasi peraturan perundang-undangan selanjutnya dilakukan dengan
content analysis (analisis isi). Untuk mendapatkan rumusan peranan stakeholders
terkait pengembangan ekowisata di TNTC dilakukan sintesis hasil analisis
stakeholders dan analisis kebijakan dengan metode deskriptif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stakeholders yang terlibat dalam
pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama yang berada
posisi sebagai Subject ada dua stakeholders yaitu Kantor Lingkungan Hidup
Kabupaten Teluk Wondama dan Dinas Perhubungan Kabupaten Teluk Wondama.
Posisi sebagai Key player ada 14 (empat belas) stakeholders yakni BBTNTC,
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Papua Barat, DKP Provinsi Papua
Barat, Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Teluk
Wondama, Badan Perencanaan Pengendalian Pembangunan Daerah (BP3D)
Kabupaten Teluk Wondama, DKP Kabupaten Teluk Wondama, Distrik Roswar,
Distrik Roon, Distrik Rumberpon, Kampung Yende, Kampung Isenebuay, Tokoh
Adat Isenebuay, Kampung Waprak dan WWF. Keempat belas stakeholders
tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi dan untuk
pengembangan ekowisata di TNTC perlu dibina kerjasama pada stakeholders
tersebut. Posisi sebagai Context Setter ada tiga stakeholders yaitu Konsorsium
Mitra Bahari, Pengusaha Transportasi Laut dan UNIPA. Posisi sebagai Crowd
adalah YALHIMO (Yayasan Lingkungan Hidup Manokwari).
Hasil analisis Kebutuhan stakeholders terhadap pengembangan ekowisata
di TNTC secara umum sudah sinergis dengan pengembangan ekowisata.
Kebutuhan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC meliputi: 1)
Inventarisasi dan identifikasi ODTW; 2) Perlindungan dan pengamanan ODTWA;
3) Pengembangan sarana dan prasarana ekowisata; 4) Promosi dan publikasi
Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW); 5) Penyusunan paket-paket wisata; 6) Studi
analisis pasar ekowisata; 7) Peningkatan penyuluhan sadar wisata kepada
masyarakat; 8) Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM bidang ekowisata; 9)
Pelatihan pemandu wisata (guide) kepada masyarakat dalam TNTC; 10)
Pengembangan pendidikan lingkungan hidup; 11) Pemberdayaan masyarakat
berkaitan dengan program ekowisata; 12) Pengelolaan KP3K berbasis ekowisata
13) Penyusunan Rencana Induk Pengembangan ekowisata TNTC.
Kebijakan BBTNTC terkait dalam pengembangan ekowisata di TNTC
Kabupaten Teluk Wondama adalah tercapainya pelestarian dan pemanfaatan
sumber daya alam melalui pengembangan ekowisata untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kebijakan Kabupaten Teluk Wondama yaitu membuat
program kawasan TNTC sebagai zona pengembangan pariwisata bahari yang
berpusat di Kampung Aisandami sesuai Perda Nomor 11 Tahun 2008 tentang
RTRW Kabupaten Teluk Wondama. Kebijakan Provinsi Papua Barat yaitu
membuat program kawasan TNTC masuk dalam Wilayah Pengembangan
Pariwisata zona II dengan obyek daya tariknya adalah wisata bahari sesuai
dengan RIPPDA Provinsi Papua
Pada umumnya stakeholders sudah berperan sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya, namun program pengembangan ekowisata yang dibuat belum
sepenuhnya sinkron dengan stakeholders lainnya. Berdasarkan hasil analisis
menunjukkan bahwa ada 7 (tujuh) stakeholders yang berperan dalam proses
perencanann, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program ekowisata.
Ada 5 (lima) kelompok stakeholders yang berperan sebagai mitra dalam
pelaksanaan program pengembangan ekowisata di TNTC. Sedangkan BP3D
Kabupaten Teluk Wondama berperan sebagai perencanaan dan pengendalian
pembangunan yang merencanakan pengembangan pariwisata menjadi salah satu
program prioritas di Kabupaten Teluk Wondam.

Kata kunci: TNTC, Stakeholders, Peranan, Wondama.


©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PERANAN STAKEHOLDERS TERHADAP
PENGEMBANGAN EKOWISATA
DI TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH
KABUPATEN TELUK WONDAMA
PROVINSI PAPUA BARAT

MANEREP SIREGAR

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Bambang Supriyanto, MSc
Judul Tesis : Peranan Stakeholders Terhadap Pengembangan
Ekowisata Di Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat

Nama : Manerep Siregar

NRP : E352090081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F.
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Manajemen Ekowisata dan Jasa
Lingkungan

Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 18 Juli 2011 Tanggal Lulus :


PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan kasih dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari sampai
Maret 2011 adalah Peranan Stakeholders Terhadap Pengembangan Ekowisata
Di Taman Nasional Teluk Cenderawasih Kabupaten Teluk Wondama Provinsi
Papua Barat.
Penghargaan dan ucapan rasa terimakasih penulis sampaikan dengan tulus
kepada:
1. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kepala Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan dan Kepala Balai Besar Taman Nasional
Teluk Cenderawasih yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan pada Sekolah Pascasarjana IPB.
2. Prof. Dr.E.K.S. Harini Muntasib selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berguna.
3. Dr. Ir. Bambang Supriyanto, MSc selaku penguji Luar Komisi dan
Ir Rachmad Hermawan, MSi selaku pimpinan sidang pada ujian tesis.
4. Orang tua, istri dan anak-anakku, atas segala doa dan kasih sayangnya yang
selalu memberikan semangat dalam penulisan tesis ini.
5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa
Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan Tahun 2009 yang ikut
memberikan dukungan moril selama dalam penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, namun
demikian semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2011

Manerep Siregar
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sosor Bagot Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara


pada tanggal 12 April 1973 dari Firman Siregar (alm.) dan Ibu Mutiara Sianturi.
Penulis merupakan putra keenam dari delapan bersaudara. Pada tahun 1999
menikah dengan Lisbet Handayani, AMKeb dan dikaruniai dua orang anak yaitu
Cantika Siregar (lahir 8 September 2000) dan Zefanya Siregar (lahir 9 Agustus
2004).
Pada tahun 1990 lulus dari SMA Negeri Lintongnihuta Kabupaten Tapanuli
Utara dan tahun 1991 penulis melanjutkan studi ke Fakultas Pertanian Universitas
Cenderawasih Manokwari Provinsi Papua Barat. Penulis memilih Jurusan Budi
Daya Pertanian dengan Program Studi Agronomi dan lulus tahun 1996. Pada
tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada program studi Manajemen Ekowisata
dan Jasa Lingkungan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan
beasiswa Kementerian Kehutanan.
Pada tahun 1999 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen
Kehutanan dan bertugas di Balai Taman Nasional Wasur Merauke Provinsi
Papua. Pada tahun 2008 penulis dipromosikan sebagai Kepala Seksi Wilayah III
Aisandami pada Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih Manokwari
Provinsi Papua Barat.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan salah satu
kawasan pelestarian alam memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata.
Pengembangan ekowisata di TNTC tidak bisa dilaksanakan oleh satu organisasi
atau institusi saja, namun harus dilakukan oleh semua para pihak yang terkait
baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan ekowisata. Para pihak
(stakeholders) yang terkait harus memiliki kepedulian dan komitmen untuk
melaksanakan pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata di TNTC
bukan hanya tanggungjawab pemerintah, tetapi memerlukan peran aktif dari
seluruh stakeholders. Menurut Freeman (1984) dalam Reed et al. (2009) bahwa
stakeholders adalah orang-orang yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
keputusan atau tindakan. Pengembangan ekowisata memiliki beberapa komponen
penting antara lain yaitu aspek potensi sumberdaya alam yang berkelanjutan,
sumber pembiayaan, aspek pengelolaan teknis maupun non teknis serta
pengaturan kewenangan. Di dalam aspek pengelolaan maupun pengaturan
kewenangan pengembangan ekowisata terlibat banyak pihak yang
berkepentingan. Para Pihak tersebut adalah pemerintah, swasta, LSM dan
masyarakat. Kondisi saat ini di TNTC bahwa keterlibatan stakeholders belum
dilakukan secara menyeluruh bahkan beberapa pihak tertentu saja yang terlibat
dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan penting, ataupun dalam aspek
pengelolaan berkaitan dengan pengembangan ekowisata di TNTC. Peran dari
setiap stakeholders diharapkan mampu untuk menciptakan pengembangan
ekowisata di TNTC secara teratur (BBTNTC, 2009a).
Kolaborasi pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam sangat penting dalam
pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah. Kolaborasi dapat
membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan pelestarian alam
secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan
kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Para pihak yang dimaksud adalah semua pihak yang memiliki minat, kepedulian,
atau kepentingan dengan upaya konservasi Kawasan Pelestarian Alam, antara
lain: Lembaga pemerintah pusat, Lembaga pemerintah daerah (eksekutif dan
2

legislatif), masyarakat setempat, LSM, BUMN, BUD, swasta nasional,


perorangan maupun masyarakat internasional,Perguruan
Tinggi/Universitas/Lembaga Pendidikan/Lembaga Ilmiah. Peran serta para pihak
meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh para pihak yang timbul atas
minat, kepedulian, kehendak dan atas keinginan sendiri untuk bertindak dan
membantu dalam mendukung pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam (Dephut,
2004).
TNTC mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Taman Nasional dimanfaatkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi alam (UU RI No. 5 Tahun 1990). Kawasan TNTC
ditunjuk sebagai Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor:472/Kpts-II/1993 dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 8009/Kpts-II/2002 tanggal 29 Agustus 2002 dengan luas
1.453.500 ha yang terdiri dari 1.385.300 ha (95,31%) laut/perairan dan 68.200
(4,69 % ) daratan. Secara administratif TNTC terletak di dua kabupaten dan dua
propinsi yaitu 30,98 % di Kabupaten Nabire Provinsi Papua dan 69,02 % di
Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat (BBTNTC, 2009a).
TNTC memiliki 5 tipe ekosistem yaitu: ekosistem hutan tropis
daratan/pulau, ekosistem hutan pantai, ekosistem hutan mangrove, ekosistem
padang lamun, dan ekosistem terumbu karang. Keragaman ekosistem tersebut
menjadikan TNTC memiliki potensi keanekaragaman flora dan fauna yang
tinggi. Potensi flora meliputi: potensi flora laut (algae dan rumput laut), potensi
flora pantai dan pulau didominasi vegetasi pepohonan (Baringtonia asiatica,
Terminalia cattapa, Casuarina equisetifolia dan Calophyllum inophyllum).
Sedangkan potensi fauna meliputi terumbu karang (coral reef) terdapat ± 460
jenis, ikan (fish) 718 jenis, moluska ± 201 jenis, mamalia 14 jenis, reptil 7 jenis,
dan burung (aves) seperti junai mas (Chaloenas nicobarica), dara laut (Ducula
sp), camar laut (Stema sp), dan lain-lain (BBTNTC, 2009a).
Selain potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, TNTC juga memiliki
potensi obyek daya tarik wisata berupa obyek wisata bahari, obyek wisata
3

pantai/pesisir, obyek wisata sejarah dan obyek wisata budaya. Adanya potensi
obyek daya tarik wisata TNTC maka kawasan ini sejak tahun 2004 menjadi salah
satu daerah tujuan wisata bagi wisatawan domestik maupun wisata mancanegara.
Kegiatan wisata yang ada di TNTC meliputi diving, snorkeling, birds watching,
pengamatan paus, pengamatan ikan lumba-lumba, menikmati sumber air panas,
wisata pantai, pengamatan goa bersejarah dan pengamatan budaya. Obyek Daya
Tarik Wisata (ODTW) tersebut bisa ditemukan di beberapa lokasi di kawasan
TNTC seperti di Pulau Rumberpon, Pulau Roswar, Pulau Yoop, Pulau Roon,
Pulau Anggromeos, Pulau Papaya, Tanjung Mangguar, Napan Yaur, Pulau
Nusambier dan Teluk Wondama. (BBTNC, 2009a).
Menurut Wiratno et al. (2004) menjelaskan bahwa beberapa kendala yang
masih dihadapi dalam pengelolaan Taman Nasional di Indonesia antara lain: (1)
keterbatasan anggaran, (2) sumberdaya pengelola masih belum memadai, (3)
kelemahan infrastruktur, (4) hubungan yang belum harmonis dengan masyarakat
di sekitar kawasan. Untuk mewujudkan fungsi pengelolaan TNTC terutama dalam
pemanfaatan sumber daya alam melalui pengembangan ekowisata perlu
dukungan dari berbagai pihak, khusus pengelolaan zona pariwisata diperlukan
jaringan kerja dan komitmen para pihak yang berkepentingan terkait dalam
pengembangan ekowisata di TNTC.
Atas dasar pemikiran tersebut diatas, untuk mengoptimalkan pengembangan
kegiatan ekowisata di TNTC perlu dilakukan analisis peranan stakeholders dan
kebijakan pemerintah yang terkait dengan pengembangan ekowisata di kawasan
TNTC Kabupaten Teluk Wondama.
1.2. Rumusan masalah
Secara administratif TNTC berada di dua kabupaten dan dua propinsi yaitu
69,02 % di Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat dan 30,98 % di
Kabupaten Nabire Provinsi Papua (BBTNTC, 2009a). Kabupaten Teluk
Wondama merupakan salah satu kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Manokwari pada Tahun 2002 sehingga dalam perencanaan pembangunan
mengalami berbagai kendala diantaranya adalah sarana dan prasarana yang kurang
memadai, database potensi daerah belum tereksplorasi dengan baik dan tata ruang
kota belum tersusun secara komprehensif (Pemkab Teluk Wondama, 2006).
4

TNTC sejak tahun 2004 telah menjadi daerah tujuan wisata bagi wisatawan
mancanegara maupun wisata nusantara. Berdasarkan data tahun 2004-2009
bahwa pengunjung TNTC sebanyak 401 orang yang terdiri dari wisatawan
domestik 87 orang; wisatawan mancanegara 227 orang dan peneliti 87 orang.
Jumlah pengunjung pertahunnya selama 6 (enam) tahun terakhir sifatnya
berfluktuasi bahkan cenderung menurun dari tahun 2007 ke tahun 2008 dan tahun
2009 (BBTNTC, 2010). Perkembangan ekowisata di TNTC terkesan lambat
secara umum diindikasikan dapat terjadi karena: 1) Aksesibilitas ke obyek daya
tarik wisata masih sulit; (2) Sarana prasarana belum memadai; (3) Jumlah dan
kualitas sumberdaya manusia masih terbatas; (4) Kebijakan pemerintah pusat dan
Pemerintah Teluk Wondama belum sinergis; (5) Peranan stakeholders terhadap
pengembangan ekowisata belum terarah/belum sinergis dengan program
ekowisata.
Pengembangan ekowisata di TNTC saat ini seolah-olah hanya
tanggungjawab pemerintah pusat (Balai Besar TNTC) sehingga berkesan kurang
berkembang. Pada hal untuk pengembangannya diperlukan peranan dari semua
stakeholders dan dukungan kebijakan serta peraturan perundang-undangan yang
jelas. Untuk meningkatkan pengelolaan TNTC dan mengakomodir berbagai
kepentingan bahwa TNTC dikelola dalam 6 (enam) zona. Salah satu diantaranya
adalah zona pariwisata yang dapat digunakan untuk pengembangan ekowisata.
Zona pariwisata ini telah di rumuskan dalam Rencana Pengelolaan Taman
Nasional (RPTN) jangka waktu 20 tahun yaitu periode tahun 2010-2029
(BBTNTC, 2009a). Namun terkait pengembangan ekowisata di TNTC bahwa
implementasi peranan dari masing-masing stakeholder belum nyata dilapangan
sehingga pengembangan ekowisata belum optimal. Untuk mendukung
keberhasilan pengembangan ekowisata di TNTC khususnya di Kabupaten Teluk
Wondama sangat ditentukan oleh berbagai faktor seperti: eksistensi Taman
Nasional Teluk Cenderawasih, jumlah dan kualitas sumber daya manusia (SDM)
yang memadai, sarana dan prasarana yang memadai, dukungan pemerintah dan
para pihak serta potensi sumberdaya alam TNTC (BBTNTC, 2009a).
Pengembangan ekowisata di TNTC tidak cukup hanya memetakan potensi
dan menawarkan obyek daya tarik wisata yang ada, namun perlu peranan
5

stakeholders secara nyata dilapangan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka


permasalahan yang muncul dalam pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten
Teluk Wondama adalah belum diketahui bagaimana peranan stakeholders dan
dukungan kebijakan terhadap pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten
Teluk Wondama. Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut maka pertanyaan
penelitian adalah:
1. Siapa saja stakeholders yang terlibat dalam pengembangan ekowisata di
TNTC?
2. Apa saja kebutuhan masing-masing stakeholders terkait dengan
pengembangan ekowisata di TNTC?
3. Apa saja instrumen kebijakan Balai Besar TNTC dan Kebijakan Pemda Teluk
Wondama yang sudah ada berkaitan dengan pengembangan ekowisata di
TNTC ?.
4. Bagaimana implementasi peranan stakeholders terhadap pengembangan
ekowisata di TNTC?.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan utama penelitian adalah untuk merumuskan peranan stakeholders
terkait pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai analisis terhadap :
1) Stakeholders yang terlibat dalam pengembangan ekowisata di TNTC.
2) Kebutuhan stakeholders terkait dengan pengembangan ekowisata di TNTC.
3) Kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata di TNTC.
4) Merumuskan peranan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di
TNTC Kabupaten Teluk Wondama.
Manfaat penelitian yakni (1) Sebagai sumber informasi bagi stakeholders
berkaitan dengan pengembangan ekowisata di TNTC; (2) masukan kepada
pengambil keputusan dalam pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten
Teluk Wondama; dan (3) sebagai pedoman pengembangan ekowisata secara
khusus di TNTC Kabupaten Teluk Wondama dan secara umum di Indonesia.
1.4. Kerangka Pemikiran
Peranan stakeholders terhadap pengembangan ekowisata di TNTC
Kabupaten Teluk Wondama dilihat dari aspek kebijakan atau peraturan
6

perundang-undangan dan aspek kepentingan, pengaruh. Aspek kebijakan


dilakukan dengan analisis kebijakan sedangkan aspek kepentingan, pengaruh
dilakukan dengan analisis stakeholders. Hasil analisis kebijakan dan analisis
stakeholders selanjutnya disintesiskan sehingga menghasilkan rumusan peranan
stakeholders terhadap pengembangan ekowisata di TNTC. Kerangka pemikiran
peranan stakeholders terhadap pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten
Teluk Wondama secara rinci dapat dilihat pada gambar 1.

Stakeholders Terhadap Pengembangan Ekowisata di


TN. Teluk Cenderawasih

Pemerintah Pusat Masyarakat, Pemda Kab. Teluk Wondama


(BBTNTC) Swasta, LSM, PT & Pemda Prov. Papua Barat

Analisis

Kebijakan Stakeholders

Peraturan Fakta Kepentingan Pengaruh Kebutuhan


perundang-undangan

Rumusan Peranan Stakeholders Terhadap Pengembangan


Ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran


II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Prinsip Ekowisata
Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar
terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Masyarakat ekowisata internasional
mengartikannya sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab dengan
cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal
(responsible travel to natural area that conserves the environment and improves
the well-being of local people) (TIES, 2000 dalam Damanik dan Weber, 2006).
Dari definisi ini ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni: pertama,
ekowisata sebagai produk; kedua, ekowisata sebagai pasar; ketiga, ekowisata
sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua
atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan
perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Akhirnya
sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Disini kegiatan
wisata yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan
pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata.
Pihak yang berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan tetapi juga
pelaku wisata lain (tour operator) yang memfasilitasi wisatawan untuk
menunjukkan tanggungjawab tersebut (Damanik dan Weber, 2006).
Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip
pariwisata berkelanjutan yang membedakan dengan bentuk wisata lain. Didalam
praktik hal ini terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang; a) secara aktif
menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya; b) melibatkan masyarakat
lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta
memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka; dan c) dilakukan
dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompk kecil
(UNEP, 2000; Heher, 2003 dalam Damanik dan Weber, 2006).
Dalam kaitannya ini From (2004) dalam Damanik dan Weber, (2006)
menyusun tiga konsep dasar yang lebih operasional tentang ekowisata, yaitu
sebagai berikut:
8

Pertama, Perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan


kerusakan lingkungan. Dalam wisata ini orang biasanya menggunakan
sumberdaya hemat energi, seperti tenaga surya, bangunan kayu, bahan daur ulang,
dan mata air. Sebaliknya kegiatan tersebut tidak mengorbankan flora dan fauna,
tidak mengubah topografi lahan dan lingkungan dengan mendirikan bangunan
yang asing bagi lingkungan dan budaya masyarakat setempat.
Kedua, wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang
diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan itu. Prinsipnya, akomodasi yang
tersedia bukanlah perpanjangan tangan hotel internasional dan makanan yang
ditawarkan juga bukan makanan berbahan baku impor, melainkan semuanya
berbasis produk lokal. Oleh sebab itu wisata ini memberikan keuntungan langsung
bagi masyarakat lokal.
Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam
dan budaya lokal. Para wisatawan biasanya banyak belajar dari masyarakt lokal
bukan sebaliknya mengurangi mereka. Wisatawan tidak menuntut masyarakat
lokal agar menciptakan pertunjukan dan hiburan ektra, tetapi mendorong mereka
agar diberi peluang untuk menyaksikan upacara dan pertunjukan yang sudah
dimiliki oleh masyarakat setempat.
Dari definisi di atas dapat diidentifikasi beberapa prinsip ekowisata (TIES,
2000 dalam Damanik dan Weber, 2006), yakni sebagai berikut:
a). Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan
dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.
b). Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di
destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku
wisata lainnya.
c). Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun
masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjsama
dalam pemeliharaan atau konservasi obyek daya tarik wisata.
d). Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan bagi
keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
e). Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal
dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.
9

f). Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di


daerah tujuan wisata.
g). Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan
kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi
wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan
disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 bahwa
prinsip pengembangan ekowisata meliputi: (1) kesesuaian antara jenis dan
karakteristik ekowisata; (2) konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan
memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata;
(3) ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi
penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan; (4) edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan
untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab,
dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya; (5) memberikan
kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung; (6) partisipasi masyarakat, yaitu
peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan
keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan (7) menampung kearifan lokal.
Menurut Yulianda (2007), konsep pembangunan ekowisata hendaknya
dilandasi pada prinsip dasar ekowisata yang meliputi :
1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktifitas wisatawan terhadap alam
dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan
karakter alam budaya setempat.
2. Pendidikan konservasi lingkungan; Mendidik pengunjung dan masyarakat
akan pentingnya konservasi.
3. Pendapatan langsung untuk kawasan; Retribusi atau pajak konservasi
(conservation tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan.
4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; Merangsang masyarakat agar
terlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan.
5. Penghasilan bagi masyarakat; Masyarakat mendapat keuntungan ekonomi
sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan.
10

6. Menjaga keharmonisan dengan alam; Kegiatan dan pengembangan fasilitas


tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam.
7. Daya dukung sebagai batasan pemanfaatan; Daya tampung dan
pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung
lingkungan.
8. Konstribusi pendapatan bagi negara (pemerintah daerah dan pusat).
Menurut Yulianda (2007) Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata
pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut dengan
memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut. Pengelolaan ekowisata
bahari merupakan suatu konsep pengelolaan yang memprioritaskan kelestarian
dan memanfaatkan sumberdaya alam dan budaya masyarakat. Konsep
pengelolaan ekowisata tidak hanya berorientasi pada keberlanjutan tetapi juga
mempertahankan nilai sumberdaya alam dan manusia. Agar nilai-nilai tersebut
terjaga maka pengusahaan ekowisata tidak melakukan eksploitasi sumberdaya
alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan budaya untuk memenuhi
kebutuhan fisik, pengetahuan dan fisikologis penunjung. Dengan demikian
ekowisata bukan menjual tempat (destinasi) atau kawasan melainkan menjual
filosofi. Hal inilah yang membuat ekowisata mempunyai nilai lestari dan tidak
akan mengenal kejenuhan pasar.
2.2 Pengembangan Ekowisata Dalam Kawasan konservasi
Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis
lingkungan adalah kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan
raya, Taman wisata Alam), kawasan suaka alam (Suaka Margasatwa) dan hutan
lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas serta Hutan produksi yang
berfungsi sebagai Wana Wisata (Ridwan, 2000).
Pengembangan ekowisata di dalam kawasan hutan dapat menjamin keutuhan
dan kelestarian ekosistem hutan. Ecotraveler menghendaki persyaratan kualitas
dan keutuhan ekosistem. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip
pengembangan ekowisata yang harus dipenuhi. The Ecotourism Society
(Eplerwood 1999 dalam Fandeli 2000) menyebutkan ada tujuh prinsip dalam
kegiatan ekowisata yaitu: (1) Mencegah dan menanggulangi dari aktivitas
wisatawan yang mengganggu terhadap alam dan budaya; (2) Pendidikan
11

konservasi lingkungan; (3) Pendapatan langsung untuk kawasan; (3) Partisipasi


masyarakat dalam perencanaan; (4) Meningkatkan penghasilan masyarakat; (5)
Menjaga keharmonisan dengan alam; (6) Menjaga daya dukung lingkungan; (7)
Meningkatkan devisa buat pemerintah.
Menurut Ridwan (2000) bahwa pengembangan ekowisata harus
melibatkan berbagai unsur seperti: pengunjung atau ekowisatawan, sumber daya
alam, pengelola, masyarakat setempat, kalangan bisnis termasuk tour operator,
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan lain sebagainya. Pada prinsipnya
pengembangan ekowisata yang baik merupakan simbiosis antara konservasi dan
pembangunan, namun kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara pelaku
ekowisata bisa terjadi.
Perencanaan pengembangan ekowisata diantaranya mengacu pada
perencanaan perlindungan dan pelestarian lingkungan, perencanaan penggunaan
lahan dan tata ruang. Perencanaan ekowisata merupakan bagian dari proses
pemanfaatan dari sumberdaya dan berkelanjutan yang terkoordinasi dan interaktif
berdasarkan aspek pelestarian ekologis kawasan, biodiversitas, dan nilai sosial
dalam keterlibatan wisatawan bersama masyarakat lokal. Daerah pesisir adalah
merupakan sumberdaya alam yang cukup penting bagi kehidupan. Berbagai
aktifitas sosial dan ekonomi membutuhkan lokasi pesisir yang memiliki nilai
lansekap, habitat alam dan sejarah yang tinggi, yang harus dijaga dari kerusakan
secara sengaja maupun tidak sengaja. Perencanaan tata ruang (zonasi) wilayah
pesisir, berperan untuk menyerasikan kebutuhan pembangunan dengan kebutuhan
untuk melindungi, melestarikan, dan meningkatkan kualitas lansekap, lingkungan
serta habitat flora dan fauna (Darwanto 1998). Rencana zonasi wilayah pesisir
diperlukan untuk menjaga kelestarian pantai dan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan wilayah pesisir mempunyai
ruang lingkup yang luas, meliputi banyak aspek dan sektor pembangunan, maka
perlu optimalisasi pemanfaatan sumberdaya melalui pengelolaan yang terpadu,
agar kebutuhan manusia dapat terpenuhi sekaligus menjaga sumberdaya alam agar
tetap lestari dan berkelanjutan. Bengen (2005) bahwa salah satu cara untuk
mencapai keseimbangan antara ketersediaan sumberdaya dan kebutuhan manusia
12

adalah menetapkan jenis dan besaran aktifitas manusia sesuai dengan kemampuan
lingkungan untuk menampungnya. Artinya, setiap aktifitas pembangunan disuatu
wilayah harus didasarkan pada analisis kesuaian lingkungan.
Selanjutnya menurut Bengen (2005), analisis kesesuaian lingkungan harus
mencakup aspek ekologis, sosial dan ekonomis yaitu:
1). Aspek ekologis; dapat didekati dengan menganalisis:
a. Potensi maksimum sumberdaya berkelanjutan. Berdasarkan analisis ilmiah
dan teoritis, dihitung potensial atau kapasitas maksimum sumberdaya untuk
menghasilkan barang dan jasa (goods and services) dalam jangka waktu
tertentu.
b. Kapasitas daya dukung (carrying capacity). Daya dukung didefinisikan
sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara
berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dan
lingkungannya.
c. Kapasitas penyerapan limbah (assimilative capacity). Kapasitas penyerapan
limbah adalah kemampuan sumberdaya alam dapat pulih (misalnya air,
udara, tanah) untuk menyerap limbah aktifitas manusia. Kapasitas ini
bervariasi akibat faktor eksternal seperti cuaca, temperature dan aktifitas
manusia.
2). Aspek Sosial
Aspek sosial dapat ditilik dari penerimaan masyarakat terhadap aktifitas yang
akan dilakukan, mencakup dukungan sosial/terhindar dari konflik
pemanfaatan, terjaganya kesehatan masyarakat dari akibat pencemaran,
budaya, estetika,keamanan dan kompatibilitas.
3). Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi dapat ditinjau dari kelayakan usaha dari aktifitas yang akan
dilaksanakan. Analisisnya meliputi : revenue cost ratio (R/C), net present
value (NPV), net benefit cost ratio (net B/C), internal rate return (IRR) dan
analisis sensitivitas (sensitivy analysis).
2.3. Konsep Pengelolaan Taman Nasional
Berdasarkan undang-undang RI nomor 5 Tahun 1990, Taman nasional
adalah kawasan pelestarian alam (KPA) yang mempunyai ekosisten asli dan
13

dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Taman
nasional mempunyai fungsi pokok sebagai berikut:
1. Sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
2. Sebagai pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa liar
beserta ekosistemnya;
3. Untuk pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Pengelolaan taman nasional dalam mencapai tujuan, fungsi dan peranannya
dilakukan sistem zonasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, bahwa zona
taman nasional terdiri dari:
1. Zona inti
2. Zona rimba; zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan
3. Zona pemanfaatan
4. Zona lain, antara lain; zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya
dan sejarah serta zona khusus.
Berdasarkan Peraturan pemerintah No 28 Tahun 2011 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam pada pasal 8 menyebutkan bahwa
suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional apabila telah memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki sumberdaya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang
masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik;
2. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;
3. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis
secara alami; dan
4. Merupakan wilayah yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan,
zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan.
Taman nasional dalam konteks pembangunan berkelanjutan memiliki peran
yang sangat penting. Menurut MacKinnon et al. (1993), sumbangan taman
nasional sebagai salah satu kawasan yang dilindungi dalam pelestarian
sumberdaya alam dan kelangsungan pembangunan, antara lain:
14

1. Sebagai wahana pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu wahana kegiatan


penelitian biologi dan konservasi in-situ.
2. Sebagai wahana pendidikan lingkungan, yaitu wahana untuk meningkatkan
pemahaman dan kepedulian masyarakat di sekitar kawasan taman nasional
dan pengunjung atau masyarakat luas tentang konservasi.
3. Mendukung pengembangan budidaya tumbuhan dan penangkaran satwa
dalam rangka mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
4. Sebagai wahana kegiatan wisata alam dalam rangka mendukung pertumbuhan
industri pariwisata alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Sumber plasma nutfah dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
sekaligus untuk mendukung upaya pelestarian kekayaan keanekaragaman
hayati asli.
6. Untuk melestarikan ekosistem hutan sebagai pengatur tata air dan iklim mikro
serta sumber mata air bagi masyarakat di sekitar taman nasional.
2.4. Manajemen Kolaboratif
Istilah manajemen kolaboratif dipakai secara luas dan meliputi berbagai
aktifitas seperti pengelolaan hutan partisipatif, kehutanan masyarakat atau sosial,
pengelolaan hutan bersama dan proyek-proyek pembangunan konservasi (Fisher
1995). Manajemen kolaboratif diterapkan pada lahan dan hutan adat, swasta,
Negara dan pada pengelolaan kawasan lindung. Petheram et al. (2004)
mengemukakan bahwa kolaborasi adalah suatu proses yang melibatkan orang-
orang yang secara konstruktif mengeksplorasi perbedaan dan tujuan mereka
kemudian mencari dan mengembangkan rencana mereka untuk merubah
manajemen yang menyenangkan untuk semua pihak.
Fisher (1995) mengemukakan empat asumsi dalam manajemen kolaboratif
yaitu: (1) penggunaan masyarakat memerlukan kontrol lokal yang terus
meningkat atas penggunaan sumberdaya dan pengambilan keputusan; (2)
keterlibatan stakeholders yang semakin besar akan menghasilkan taraf hidup yang
lebih berkesinambungan; (3) pengakuan legitimasi atas keragaman yang berbeda-
beda dan (4) pembangunan dan konservasi tidak selalu bertentangan. Mengacu
pada asumsi terakhir, manajemen kolaboratif mengakui nilai-nilai lingkungan dan
15

kebutuhan untuk menggunakan dan mengelola sumberdaya untuk menjamin


kesinambungan ekologis. Berkaitan dengan keyakinan ini, masih ada peluang
untuk menemukan cara mencapai tujuan ekonomi tanpa mengorbankan standar
lingkungan hidup.
Pengelolaan hutan secara kolaboratif dapat dipandang sebagai pemberian
kekuasaan yang lebih besar kepada masyarakat lokal dan pengakuan otoritas
manajemen mereka secara formal. Semakin lama, masyarakat menuntut
manajemen kolaboratif sebagai bagian dari gerakan politik masyarakat akar
rumput, tidak peduli bagiamana kolaborasi itu diprakarsai atau dibangun, akhirnya
mau tidak mau konflik harus dihadapi.
Manajemen kolaborasi yang diharapkan sebagaimana adalah posisi ditengah
dimana terjadi pembagian tugas dan tanggungjawab yang berimbang antara
pemerintah dengan stakeholders lainnya. Ada negosiasi dalam mengambil
keputusan dan mengembangkan kesepakatan-kesepakatan khusus dalam
pengelolaan kawasan lindung. Manajemen kolaboratif meliputi sejumlah proses
untuk membantu membangun dan memelihara seperangkat prinsip dan praktek
yang sama-sama disetujui dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Pentingnya
pengelolaan konflik dalam kerangka manajemen kolaboratif bervariasi dari stuasi
kesituasi lain bergantung pada derajat dan skala konflik yang ada atau yang
berpotensi ada.
Kolaborasi pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam sangat penting dalam
pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka
membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan pelestarian alam
secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan
kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Para pihak yang dimaksud adalah semua pihak yang memiliki minat, kepedulian,
atau kepentingan dengan upaya konservasi Kawasan Pelestarian Alam, antara
lain: Lembaga pemerintah pusat, Lembaga pemerintah daerah (eksekutif dan
legislatif), masyarakat setempat, LSM, BUMN, BUD, swasta nasional,
perorangan maupun masyarakat internasional, Perguruan
Tinggi/Universitas/Lembaga Pendidikan/Lembaga Ilmiah. Peran serta para pihak
meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh para pihak yang timbul atas
16

minat, kepedulian, kehendak dan atas keinginan sendiri untuk bertindak dan
membantu dalam mendukung pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam (Dephut,
2004b).
Kassa (2009) mengemukakan setidaknya ada tujuh faktor kunci yang
menentukan keberhasilan konsep kolaborasi dalam pengelolaan Taman Nasional
Lore Lindu yaitu : (1) partipasi stakeholders, (2) negosiasi, (3) konsensus, (4)
batas teritori, (5) kejelasan hak dan tanggungjawab stakeholders, (6) pengakuan
terhadap hak lahan adat, (7) penerapan sanksi adat.
2.5. Analisis Stakeholders
Stakeholders mencakup semua aktor atau kelompok yang mempengaruhi
dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari sebuah proyek.
Stakeholders juga mencakup kategori yang lebih samar dari ‘generasi masa
depan’, ‘ketertarikan nasional’, dan ‘masyarakat yang lebih luas’. Stakeholders
menyajikan suatu sistem dengan tujuan, sumber dan sensitivitas yang berasal dari
mereka sendiri. Istilah lain yang digunakan untuk menggantikan istilah
‘stakeholders’ dalam bahasa sehari-hari dan perbedaan konotasi yang sangat tipis
diantaranya adalah ‘aktor’, ‘aktor kunci,’ ‘kelompok aktor’, ‘aktor sosial’, dan
‘partai’ (Groenendijk, 2003).
Menurut Reed et al. (2009), analisis stakeholders dilakukan dengan cara: (1)
Melakukan identifikasi stakeholders; (2) mengelompokkan dan membedakan
antar stakeholders; dan (3) menyelidiki hubungan antar stakeholders. Identifikasi
stakeholders merupakan proses yang dilakukan secara berulang, hingga
ditetapkan stakeholders yang benar-benar mengetahui permasalahan. Jika
pembatasan telah ditetapkan sejak awal, maka stakeholders memang dapat lebih
mudah terindetifikasi. Namun hal ini mengandung resiko bahwa beberapa
stakeholders akan terabaikan, dan tentu saja identifikasi ini tidak relevan lagi.
Menurut Colfer et al. (1999) untuk mengidentifikasi stakeholders dilakukan
melalui pemberian skor 1 (tinggi), 2 (sedang), dan 3 (rendah) terhadap dimensi
antara lain kedekatan dengan kawasan, hak-hak yang sudah ada, ketergantungan,
kemiskinan, pengetahuan lokal, dan intergrasi budaya.
Setelah para stakeholders terindetifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu
mengelompokkan dan membedakan antar stakeholders. Menurut Eden dan
17

Ackermann (1998) yang dikutif oleh Bryson (2004) dan Reed et al. (2009)
metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan matriks pengaruh dan
kepentingan dengan mengklasifikasikan stakeholder ke dalam Key players,
context setters, subjects, dan crowd. Pengaruh (influence) merujuk pada kekuatan
(power) yang dimiliki stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu
keputusan. Kepentingan (importance) merujuk pada kebutuhan stakeholders di
dalam pencapaian output dan tujuan (Reed et al. 2009).
Key player merupakan stakeholders yang aktif karena mereka mempunyai
kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengembangan suatu proyek.
Context setter memiliki pengaruh yang tinggi tetapi sedikit kepentingan. Oleh
karena itu, mereka dapat menjadi resiko yang signifikan untuk harus dipantau.
Subjects memiliki kepentingan yang tinggi tetapi pengaruhnya rendah dan
walaupun mereka mendukung kegiatan, kapasistasnya terhadap dampak mungkin
tidak ada. Namun mereka dapat menjadi pengaruh jika membentuk aliansi dengan
stakeholders lainnya. Crowd merupakan stakeholders yang memiliki sedikit
kepentingan dan pengaruh terhadap hasil yang diinginkan dan hal ini menjadi
pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan.
Pengaruh dan kepentingan akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu,
sehingga perlu menjadi bahan pertimbangan.
Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada
deskripsi pertanyaan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor)
dan selanjutnya dikelompokkan menurut krieteria. Analisis stakeholders
dilakukan dengan penafsiran matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders
terhadap pengembangan ekowisata di TNTC dengan menggunakan stakeholders
grid dengan bantuan microssoft Excel. Untuk menentukan angka pada setiap
indikatornya, kemudian disandingkan sehingga membentuk koordinat.
Penyelidikan hubungan antara stakeholders secara deskriftip digambarkan
kedalam matriks actor-linkage. Stakeholders yang terindetifikasi ditulis dalam
baris dan kolom tabel yang menggambarkan hubungan antar stakeholders. Kata
kunci yang digunakan untuk menggambarkan hubungan ini yaitu berkonflik,
saling mengisi atau bekerjasama (Reed et al. 2009).
18

2.6. Analisis Kebijakan


Kebijakan merupakan serangkaian kegiatan/tindakan yang diusulkan
seseorang, kelompok atau pemerintah agar dapat mencapai tujuan yang dimaksud
(Carl F, 1969:79 dalam Agustino L, 2008). Menurut Dunn (2003), analisis
kebijakan (Policy Analisys) adalah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan
berbagai metode pengkajian multiple dalam konteks argumentasi dan debat politik
untuk menciptakan secara kritis menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan
yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau lebih tahapan proses pembuatan
kebijakan. Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan secara kritis penilaian
dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu
atau lebih tahapan proses pembuatan kebijakan. Analisis kebijakan dapat juga
didefinisikan sebagai pengkomunikasian, atau penciptaan dan penilaian kritis,
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan.
Dalam analisis kebijakan, prosedur umumnya yaitu (1) pemantauan, (2)
peramalan (prediksi), (3) evaluasi, (4) rekomendasi (preskripsi), dan (5)
perumusan masalah. Proses analisis kebijakan merupakan serangkaian aktifitas
intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat
politis. Aktivitas politis tersebut sering sebagai proses pembuatan kebijakan dan
divisualisasi sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur
menurut urutan waktu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,
implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Analisis kebijakan dapat
menghasilakan informasi yang relevan dengan kebijakan pada suatu, beberapa
atau seluruh tahapan dari proses kebijakan, tergantung pada tipe masalah yang
dihadapi dalam sebuah permasalahan.
Keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh sumberdaya manusia,
institusi, dan organisasi yang juga harus memiliki kemampuan untuk melakukan
rekayasa ulang. Menurut Person (1995), dalam model proses suatu penetapan
kebijakan dapat dikaji dari input dan output. Faktor-faktor input terdiri dari
persepsi, organisasi, tuntutan, dukungan dan keluhan. Unsur kebijakan antara lain
adalah regulasi, distribusi, redistribusi, kapitalisasi dan nilai-nilai etika. Outputnya
antara lain adalah aplikasi, penegakan hukum, interpretasi, evaluasi, legitimasi,
modifikasi, penyesuaian, dan penarikan diri atau pengingkaran.
19

Ilmu kebijakan dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat


melalui perannya dalam upaya meningkatkan kualitas keputusan, yang diperoleh
dari proses perumusan tujuan kebijakan, mengenali permasalahan kebijakan, dan
mencari jalan pemecahan masalah kebijakan. Pengetahuan analisis kebijakan
berkembang pesat, apabila: 1) Terjadi keterpaduan antara praktisi dan akademisi
atas dasar pengalaman, hasil-hasil renungan, dan hasil-hasil penelitian, 2)
Menyatukan peranan sistem nilai kedalam studi kebijakan, 3) Peningkatan
kualitas proses refleksi dan pengambilan keputusan, 4) Kemampuan mengaitkan
berbagai bidang kajian dengan praktik kebijakan, 5) Kemampuan membuat
kerangka permasalahan kebijakan, 6) Kemampuan meningkatkan kredibilitas
pelaksana studi kebijakan (Eriyatno, 1989).
Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi untuk
membantu para pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah
publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan
dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai
alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak
pembuat kebijakan.
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan
antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah
adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan
publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar
sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis
kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang
sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar
didapat kebijakan yang lebih berkualitas. Dunn (2003) membedakan tiga bentuk
utama analisis kebijakan publik, yaitu:
1. Analisis kebijakan prospektif yang berupa produksi dan transformasi
informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis
kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk
dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang
dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan
20

kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan


kebijakan.
2. Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan transformasi
informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis
berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni
analisis yang berorientasi pada disiplin, analisis yang berorientasi pada
masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe
analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan.
3. Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada
penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan
kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya
mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif
dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus
menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat.
III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Manokwari (BBTNTC, DKP Provinsi Papua
Barat, Dinas Pariwisata Provinsi Papua Barat) dan Kabupaten Teluk Wondama
(Wasior, Distrik Roswar, Distrik Roon dan Distrik Rumberpon). Lokasi penelitian
disajikan pada gambar 2. Penelitian lapangan dilaksanakan selama tiga bulan
yaitu mulai dari Januari sampai Maret 2011.

: Lokasi Penelitian
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Alat tulis menulis, alat
perekam dan kamera. Sedangkan bahan yang diperlukan adalah daftar
pertanyaan (panduan wawancara).
3.3. Jenis dan Sumber Data.
Dalam penelitian ini jenis data yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua
yaitu data utama dan data penunjang. Data utama diperoleh melalui pengamatan
langsung di lapangan (observasi) dan hasil wawancara mendalam (indepth
22

interview) dengan stakeholders. Jenis dan sumber data utama berdasarkan tujuan
penelitian disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Utama Berdasarkan Tujuan Penelitian.
Tujuan Variable yang Sumber Data Teknik Teknik Output yang
Penelitian diukur Pengumpu- Analisis diharapkan
lan Data Data
Menganalisis Kepenting- BBTNTC, Observasi Analisis Kepentingan
kepentingan an dan DKP Prov. dan indepth- stakehold- dan pengaruh
dan pengaruh pengaruh Papua Barat, interview ers (analisis stakeholders
stakeholders stake- Dinparbud kepentingan terkait
holders Prov. Papua dan pengembang-
Barat, Pemda pengaruh) an ekowisata
Kab. Teluk
Wondama
BP3D, DKP,
Dinas
pariwisata,
Dinhub, KLH,
Distrik
Roswar,
Distrik Roon,
Distrik
Rumberpon,
PT, Tokoh
Masyarakat,
Kepala
kampung
Isenebuay,
Waprak,
Yende, WWF,
KMB.
YALHIMO,
dan Pengusaha
transportasi.
Menganalisis Kebutuhan BBTNTC, Observasi Analisis Kebutuhan
kebutuhan stake- DKP Prov. dan indepth- kebutuhan stakeholders
stakeholders holders Papua Barat, interview terkait
terkait Dinparbud pengembang-
pengem- Prov. Papua an ekowisata
bangan Barat, Kab.
ekowisata Teluk
Wondama
(BP3D, DKP,
Dinas
pariwisata,
Dinhub, KLH,
Distrik
Roswar,
Distrik Roon,
Distrik
Rumberpon),
PT, Tokoh
Masyarakat,
Kepala
kampung
Isenebuay,
23

Waprak,
Yende, WWF,
KMB.
YALHIMO,
dan Pengusaha
transportasi.
Menganalisis 1. Peraturan BBTNTC, Observasi Analisis Kebijakan
kebijakan perundang- BP3D, DKP, dan indepth- kebijakan yang sudah
Pusat undangan Dinas interview (content ada dan
(BBTNTC) 2. Fakta Pariwisata. analisis) fakta-fakta
dan Kebijakan terkait terkait
pemda Teluk pengembang pengembang-
Wondama an ekowisata an ekowisata
Merumuskan Kesuaian Hasil olahan Hasil Analisis Rumusan
peranan dukungan Pengolahan Deskriptif peranan
stakeholders Pengembang- data stakeholders
terhadap an terkait
pengembang- pengembang-
an ekowi-sata an ekowi-sata

Data penunjang diperoleh dari dokumen yang dipublikasikan oleh pihak-


pihak terkait baik berupa buku, laporan hasil penelitian, dan laporan lainnya serta
peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan dan pengembangan
Ekowisata Taman Nasional Cenderawasih. Secara rinci jenis dan sumber data
penunjang yang dibutuhkan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Penujang yang Digunakan Dalam Penelitian
No Jenis Data Sumber Data Teknik
Pengumpulan data
1. Kondisi umum lokasi penelitian BBTNTC, Bappeda Studi Pustaka
(Kondisi fisik, biologi dan kondisi sosial dan Dinas Pariwisata
ekonomi dan budaya) dan potensi Kab. Teluk
Keanekaragam hayati serta potensi Wondama
ODTWA
2. Data Pengunjung : BBTNTC,Dinas Studi Pustaka
Data Wisatawan ke TNTC (5 tahun Pariwisata Kab.
terakhir) Teluk Wondama,
BPS
3. Peta potensi ODTWA, Peta pariwisata BBTNTC, Bappeda Studi Pustaka
Kabupaten Teluk Wondama dan RIPDA dan Dinas Pariwisata
Kab. Teluk Wondama. Kab. Teluk
Wondama

3.4. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: studi
pustaka, pengamatan langsung dilapangan (observasi) dan wawancara (Idrus,
2004).
24

3.4.1. Studi Pustaka


Studi pustaka yang dimaksud untuk mengetahui keadaan umum lokasi
penelitian, data kunjungan ke TNTC, peta potensi ODTW, peta pariwisata
Kabupaten Teluk Wondama, kebijakan serta peraturan perundang-undangan
terkait dengan pengembangan pariwisata dan ekowisata di TNTC.
3.4.2. Pengamatan lapangan
Pengamatan lapangan dilakukan untuk melihat dan mengetahui potensi
ODTWA, infrastruktur, fasilitas dan pelayanan, akomodasi. Selain itu pengamatan
dilapangan untuk melakukan verifikasi dari pengelola, LSM, masyarakat dan
Pemda Kabupaten Teluk Wondama terkait dengan pengembangan ekowisata di
TNTC Kabupaten Teluk Wondama.
3.4.3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan indepth interview (wawancara mendalam)
menggunakan metode Semi-Directive Interveiw yaitu wawancara dilakukan
dengan semi terarah dimana informan dipandu dalam diskusi oleh peneliti terkait
dengan topik penelitian. Teknik pengambilan contoh dengan purposive sampling.
Pemilihan informan berdasarkan teknik purposive sampling dengan pertimbangan
bahwa imforman adalah pelaku, baik individu maupun lembaga yang mengerti
permasalahan. Penetapan imforman dalam konteks ini bukan ditentukan oleh
pemikiran bahwa responden harus representatif terhadap populasinya, melainkan
responden harus representatif dalam memberikan informasi yang diperlukan
sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian. Menurut Moleong (2010) bahwa
informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
stuasi dan kondisi latar penelitian serta mempunyai pengalaman/pemahaman
tentang topik penelitian. Data yang diambil dari pihak terkait adalah kebijakan
dan peraturan terkait pengembangan ekowisata, fakta-fakta yang terjadi terkait
pengembangan ekowisata, kepentingan dan pengaruh stakeholders, kebutuhan
stakeholders terkait pengembangan ekowisata serta harapan atau aspirasi
stakeholders. Informan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 3.
25

Tabel 3. Sumber informan dalam penelitian


No. Stakeholders Sumber Informasi (instansi)
1. Pemerintah Pusat Balai Besar TNTC
2. Pemerintah Prov. Papua Barat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
Papua Barat
DKP Provinsi Papua Barat
3. Pemerintah Kab. Teluk Wondama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, BP3D
Dinas Kelautan dan perikanan, Kantor
Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Distrik
Roswar, Distrik Roon dan Distrik Rumberpon.
4. Perguruan Tinggi Universitas Negeri Papua
5. Lembaga Swadaya Masyarakat WWF, Konsorsium Mitra Bahari, YALIMO
6. Masyarakat Tokoh Masyarakat Isenebuay
Kepala kampung Isenebuay
Kepala kampung Yende
Kampung Waprak
7. Swasta Pengusaha transportasi laut

3.5. Prosedur Pengukuran dan Pengolahan Data


Data yang diamati adalah: (1) Tingkat kepentingan dan pengaruh
stakeholders terhadap pengembangan ekowisata TNTC; (2) Kebutuhan
stakeholders tentang implementasi pengembangan ekowisata; (3) Bentuk-bentuk
peranan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC.
Jawaban informan yang diperoleh ditranformasikan menjadi data kuantitatif
(skoring) dengan membuat kriteria kepentingan dan kriteria pengaruh
stakeholders terhadap pengembangan ekowisata TNTC. Penetapan skoring
menggunakan pertanyaan untuk mengukur tingkat kepentingan dan pengaruh
stakeholders adalah modifikasi dari model yang dikembangkan oleh Abbas (2005)
yaitu pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada tabel 4. Nilai skor dari
lima pertanyaan dijumlahkan dan nilainya dipetakan ke dalam bentuk matriks
kepentingan dan pengaruh.
Tabel 4. Ukuran Kuantitatif terhadap Kepentingan dan Pengaruh stakeholders
Skor Nilai Kriteria Keterangan
Kepentingan Stakeholders
5 20-25 Sangat tinggi Sangat mendukung pengembangan ekowisata
4 16-20 Tinggi Mendukung pengembangan ekowisata
3 11-15 Cukup tinggi Cukup mendukung pengembangan ekowisata
2 6-10 Kurang tinggi Kurang mendukung pengembangan ekowisata
1 0-5 Rendah Tidak mendukung pengembangan ekowisata
26

Lanjutan tabel 4.
Pengaruh Stakeholders
5 20-25 Sangat tinggi Sangat mempengaruhi pengembangan ekowisata
4 16-20 Tinggi Mempengaruhi pengembangan ekowisata
3 11-15 Cukup tinggi Cukup mempengaruhi pengembangan ekowisata
2 6-10 Kurang tinggi Kurang mempengaruhi pengembangan ekowisata
1 0-5 Rendah Tidak mempengaruhi pengembangan ekowisata
Pengukuran tingkat kepentingan stakeholders terhadap pengembangan
ekowisata TNTC di Kabupaten Teluk Wondama berdasarkan 5 (lima) pertanyaan
pokok yakni:
 Kepentingan Pertama (K1) : Bagaimana keterlibatan stakeholders terkait
dengan pengembangan ekowisata TNTC?
Jika keterlibatan stakeholders meliputi perencanaan, pengorganisasaian,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi pengembangan ekowisata diberi skor
5; jika keterlibatan hanya ada empat diberi skor 4; jika keterlibatan hanya
ada tiga diberi skor 3; jika keterlibatan hanya ada dua diberi skor 2; jika
keterlibatannya hanya satu diberi skor 1.
 Kepentingan Kedua (K2): Bagaimana manfaat pengembangan ekowisata
terhadap stakeholders ?
Jika manfaatnya ekowisata sebagai sumber penerimaan Negara/mata
pencaharian; sebagai perlindungan sumberdaya alam; membuka
akses/keramaian; Menciptakan lapangan kerja; berinterkasi dengan
masyarakat luar diberi skor 5; jika manfaat ekowisata ada empat diberi
skor 4; jika manfaat ekowisata ada tiga diberi skor 3; jika manfaat
ekowisata ada tiga diberi skor 2; jika manfaat ekowisata hanya satu diberi
skor 1.
 Kepentingan Ketiga (K3) : Bagaimana kewenangan stakeholders terkait
pengembangan ekowisata di TNTC?
Jika kewenangannya meliputi perlindungan sumberdaya alam/ODTWA,
pembangunan sarana prasarana ekowisata, pemberdayaan masyarakat
setempat dalam bidang ekowisata, memberikan pelayanan perijinan kepada
penunjung; penyediaan data dan informasi diberi skor 5; jika
kewenangannya ada empat diberi skor 4; jika kewenangannya ada tiga
diberi skor 3; jika kewenangannya ada dua diberi skor 2; jika
kewenangannya ada satu diberi skor 1.
27

 Kepentingan Keempat (K4): Apakah pengembangan ekowisata di TNTC


merupakan program prioritas dalam tupoksi stakeholders?
Jika pengembangan ekowisata merupakan 81-100 % dalam tupoksi
stakeholders diberi skor 5; jika pengembangan ekowisata 61-80 % dalam
tupoksi stakeholders diberi skor 4; jika pengembangan ekowisata 41-60 %
dalam tupoksi stakeholders diberi skor 3; jika pengembangan ekowisata
21-40 % dalam tupoksi stakeholders diberi skor 2; jika pengembangan
ekowisata ≤ 20 % dalam tupoksi stakeholders diberi skor 1.
 Kepentingan Kelima (K5): Bagaimana ketergantungan stakeholders terkait
dalam pengembangan ekowisata di TNTC?
Jika ketergantungan stakeholders 81-100 % ekowisata sebagai sumber
pendapatan diberi skor 5; jika ekowisata 61-80 % sebagai sumber
pendapatan diberi skor 4; jika ekowisata 41-60 % sebagai sumber
pendapatan diberi skor 3; jika ekowisata 21-40 % sebagai sumber
pendapatan diberi skor 2 dan ≤ 20 % diberi skor 1 .
Pengukuran tingkat pengaruh stakeholders terhadap pengembangan
ekowisata TNTC di Kabupaten Teluk Wondama berdasarkan 5 (lima) pertanyaan
pokok yakni:
 Pengaruh Pertama (P1): Berapa besar kemampuan stakeholders dalam
memperjuangkan aspirasi pengembangan ekowisata TNTC di kabupaten
Teluk Wondama?
Jika 76-100 % usulan pengembangan ekowisata diterima diberi skor 5; Jika
51-75 % usulan pengembangan ekowisata diterima diberi skor 4; jika 26-50
% usulan diterima diberi skor 3; jika 25 % usulan diterima diberi skor
2; jika usulan tidak ada diterima diberi skor 1.
 Pengaruh Kedua (P2): Berapa besar kontribusi fasilitas yang diberikan
dalam pengembangan ekowisata TNTC di Kabupaten Teluk Wondama?
Jika kontribusi yang diberikan stakeholders terkait pengembangan ekowisata
berupa tempat tinggal, transportasi, trail/jalur wisata, perlengkapan/sapras
wisata dan tempat perbelanjaan diberikan skor 5; jika hanya empat saja
yang diberikan diberi skor 4; jika hanya tiga diberikan diberi skor 3; jika
hanya dua diberikan skor 2; jika hanya satu diberi skor 1.
28

 Pengaruh ketiga (P3): Berapa besar kapasitas SDM yang disediakan


stakeholders untuk ikut aktif dalam pengembangan ekowisata TNTC di
Kabupaten Teluk Wondama?
Jika yang aktif adalah top manajer atau setingkat eselon II atau pimpinan
atau kepala kampung atau kepala suku atau pimpinan perusahaan diberi skor
5; jika middle manajer atau setingkat eselon III atau sekretaris kampung
diberi skor 4; Jika yang aktif adalah eselon IV atau kaur kampung diberi
skor 3; jika yang aktif staf atau anggota masyarakat diberi skor 2; jika tidak
ada yang aktif diberi skor 1.
 Pengaruh Keempat (P4): Berapa besar dukungan anggaran stakeholders
yang digunakan untuk pengembangan ekowisata TNTC di Kabupaten Teluk
Wondama?
Jika 81-100 % untuk ekowisata di beri skor 5; jika 61-80 % untuk
ekowisata diberi skor 4; jika 41-60 % untuk ekowisata diberi skor 3; jika
21-40 % untuk ekowisata diberi skor 2; jika ≤ 20 % untuk ekowisata
diberi skor 1.
 Pengaruh Kelima (P5): Berapa besar kemampuan stakeholders dalam
pelaksanaan pengembangan ekowisata TNTC di Kabupaten Teluk
Wondama?
Jika stakeholders memiliki kemampuan untuk pengamanan potensi
ODTWA, memiliki fasilitas pengamanan potensi ODTW, memiliki
kemampuan untuk promosi potensi ODTW; kemampuan menjalin hubungan
sesame stakeholders dan Kemampuan menarik wisatawan diberi skor 5;
jika stakeholders kemampuan hanya empat diberi skor 4; jika kemampuan
hanya tiga diberi skor 3; jika kemampuan hanya dua diberi skor 2; jika
kemampuan hanya 1 diberi skor 1.
Data kebutuhan stakeholders dikelompokkan menurut kemiripannya
berdasarkan kebutuhan sinergis dari masing-masing stakeholders terkait dengan
pengembangan ekowisata di TNTC. Bentuk kebutuhan diukur berdasarkan hasil
analisis kebutuhan dan aspirasi stakeholders. Data kebutuhan dan aspirasi
stakeholders diperoleh dengan wawancara mendalam dengan stakeholders, selain
itu juga dibantu kuisioner.
29

3.6. Metode Analisis Data


Data utama dan data penujang yang diperoleh akan dianalisis dengan 3
(tiga) tahap alat analisis sesuai dengan karakteristik tujuan analisis data yaitu:
3.6.1. Analisis Stakeholders
Untuk mengetahui peranan stakeholders terhadap pengembangan ekowisata
di TNTC dilakukan analisis stakeholders dari aspek pengaruh dan
kepentingannya. Menurut Groenendjik, (2003); Bryson JM, (2004); Reed et al.
(2009) Analisis stakeholders dilakukan dengan cara: 1) melakukan identifikasi
stakeholders dan kepentingannya; 2) mengelompokkan dan mengkategorikan
stakeholders.
Analisis stakeholders dilakukan dengan dengan penafsiran matriks
kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap pengembangan ekowisata TNTC
dengan menggunakan stakeholder grid dengan bantuan Microsoft exel. Hasil
analisis stakeholders dikategorikan menurut tingkat kepentingan dan pengaruh
yang diilustrasikan pada gambar 3. Hasil skoring terhadap tingkat kepentingan
dan pengaruh masing-masing stakeholders dikelompokkan menurut jenis
indikatornya dan kemudian disandingkan sehingga membentuk koordinat.
Tinggi

Subjects Key player


KEPENTINGAN

Kuadran I Kuadran II

Crowd Context setters


Kuadran IV Kuadran III
Rendah

Rendah Tinggi
PENGARUH

Gambar 3. Matriks Pengaruh dan Kepentingan Hasil Analisis Stakeholders (Reed


et al. 2009)

Posisi kuadaran dapat menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang


dimainkan oleh masing-masing stakeholders terkait dengan pengembangan
ekowisata TNTC di Kabupaten Teluk Wondama yaitu: (1) Subjects (kepentingan
30

tinggi tetapi pengaruh rendah); (2) Key Players (kepentingan dan pengaruh
tinggi); (3) Context setters (kepentingan rendah tetapi pengaruh tinggi) dan (4)
Crowd (kepentingan dan pengaruh rendah);
3.6.2. Analisis Kebutuhan Stakeholders
Analisis kebutuhan dikelompokkan menurut kemiripannya berdasarkan
kebutuhan sinergis dari masing-masing stakeholders dengan metode deskriptif.
Jika kebutuhan antara stakeholders saling mendukung terhadap pengembangan
ekowisata maka sinergis dan sebaliknya jika saling bertentangan maka tidak
sinergis. Hasil analisis kebutuhan dijadikan salah satu acuan dasar dalam
merumuskan peranan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC.
Analisis kebutuhan dilakukan untuk pencermatan terhadap faktor-faktor yang
menjadi kebutuhan stakeholders (Abidin, Z. 2007).
3.6.3. Analisis kebijakan.
Analisis kebijakan dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pengembangan ekowisata dengan metode content analysis
(Subiakto dalam Bungin B, 2007) dan analisis terhadap fakta berkaitan dengan
pengembangan ekowisata dilakukan metode deskriptif. Analisis kebijakan ini
bertujuan untuk mengetahui kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan pengembangan ekowisata di TNTC. Analisis dititik beratkan pada
peraturan bidang pariwisata dan ekowisata di Taman Nasional, Peraturan terkait
dengan zonasi Taman Nasional, dan kebijakan Pemda Teluk Wondama berkaitan
dengan kepariwisataan daerah serta kebijakan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Teluk Wondama.
3.7. Sintesis
Untuk mendapatkan rumusan peranan stakeholders terhadap pengembangan
ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama dilakukan dengan mensintesis
hasil analisis kebijakan, hasil analisis stakeholders dan hasil analisis kebutuhan
stakeholders dengan menggunakan metode deskriptif. Perumusan peranan
stakeholders dengan memperhatikan fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan
(planning); pengorganisasian (organizing); pelaksanaan (actuating) dan
pengawasan (controling).
IV. GAMBARAN UMUM TAMAN NASIONAL TELUK
CENDERAWASIH

4.1. Sejarah Kawasan


Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) awalnya
ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam Laut melalui Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor:58/Kpts-II/1990 pada tanggal 3 Februari 1990 dengan luas ±
1.450.500 hektar. Kemudian dinyatakan sebagai Taman Nasional melalui
pernyataan Menteri kehutanan pada acara Pekan Konservasi Alam Nasional di
Mataram Nusa Tenggara Barat. Pernyataan ini tertuang dalam Surat Pernyataan
Nomor 448/Kpts-II/1990 pada tanggal 6 Maret 1990. Selanjutnya, kawasan Teluk
Cenderawasih di Tunjuk Sebagai Taman Nasional melalui Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor: 472/Kpts-II/1993 pada tanggal 2 september 1993
dengan luas 1.453.500 hektar dan ditetapkan berdasarkan Kepmenhut Nomor:
8009/Kpts-II/2002 tanggal 29 Agustus 2002 (BBTNTC, 2009a).
Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih dimulai pada Tahun
anggaran 1991/1992 dalam bentuk Proyek Pengembangan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih dibawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam VIII
Maluku-Irian Jaya sampai dengan Tahun Anggaran 1994/1995. Selanjutnya, pada
Tahun Anggaran 1995/1996 sampai dengan Tahun Anggaran 1997/1998 Proyek
Pengembangan TNTC berada di bawah pengawasan Sub Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Irian Jaya I Sorong (BBTNTC, 2009a).
Penerbitan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:185/Kpts-II/1997
tanggal 31 Maret 1997 tentang Organisasi dan Tata kerja Balai Taman Nasional
dan Unit Taman Nasional, maka pengelolaan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih selanjutnya berada dibawah wewenang dan tanggungjawab Balai
TNTC di Manokwari.
Dengan melihat potensi sumber daya alam hayati & ekosistemnya, luas
kawasan dan wilayah yang berada pada lintas provinsi (Papua dan Papua Barat),
serta untuk lebih memudahkan dalam hal koordinasi lintas sektoral, maka status
Balai TNTC berubah menjadi Balai Besar TNTC yang terbentuk berdasarkan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari
2007 tentang Organisasi dan Tata kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.
32

4.2. Letak, Batas dan Luas Kawasan


Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) terletak di tepi
Samudara Pasifik dan merupakan daerah pertemuan antara lempeng Benua
Australia dan lempeng samudra Pasifik yang secara geografis terletak pada
koordinat 134⁰06’-135⁰10’ BT dan 01⁰43’-03⁰22’LS, posisi ini menyebabkan
kawasan konservasi ini kaya akan potensi sumberdaya alam khususnya sumber
daya alam perairan.
Kawasan ini berdasarkan administrasi pemerintahan, berada dalam
wilayah Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Nabire
Provinsi Papua. Kabupaten Teluk Wondama meliputi 13 Distrik yaitu Distrik
Wasior, Distrik Wondiboi, Distrik Rasiei, Distrik Naikere, Distrik Pesisir kuri,
Distrik Teluk Duairi, Distrik Roon, Distrik Rumberpoon, Distrik Soug Wepu,
Distrik Windesi,Distrik dataran Wamesa dan Distrik Roswar. Sedangkan
kabupaten Nabire meliputi 2 distrik Distrik Yaur dan Distrik Teluk Umar.
Batas-batas alam Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih terdiri
dari :
 Sebelah Utara, perpotongan lurus dari arah Barat desa Manci Distrik Ransiki
Kabupaten Manokwari mengarah ke sebelah Timur yang berbatasan langsung
dengan titik perpotongan batasan Timur (Selatan-Utara) dengan perairan Laut
Kabupaten Yapen Waropen.
 Sebelah Selatan, berbatasan langsung dengan daratan Pulau Induk Papua.
 Sebelah Barat, berbatasan daratan pulau induk Papua.
 Sebelah Timur, tegak lurus dari Selatan Kampung Sima Distrik Yaur
kabupaten Nabire mengarah ke pantai yang berbatasan langsung dengan
wilayah laut Kabupaten Yapen Waropen sampai pada titik pertemuan
perpotongan lurus kearah Barat.
Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih secara definitif ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 8009/Kpts-II/2002
tanggal 29 Agustus 2002 dengan luas 1.453.500 ha, terdiri dari 68.000 Ha daratan
yang meliputi 12.400 Ha (0,85 %) pesisir pantai, 55.800 Ha (3,84 %) daratan pada
33

pulau-pulau, 80.000 Ha (5,5 %) terumbu karang dan luas lautan 1.305.500 Ha


(89,8 %).
4.3. Topografi, Geologi, Oseanografi dan Tanah
Daerah pesisir pantai pulau induk dari TNTC pada umumnya berbukit-
bukit dan bergunung-gunung yang bersisi curam. Sepanjang sisi Baratnya
sederetan puncak yang tingginya hingga mencapai 915 meter dpl. Topografi
kawasan TNTC pada beberapa tempat tertentu seperti di Tanjung Kwatisore dan
tanjung Wandamen yang kedua puncaknya mencapai ketinggian lebih dari 1000
meter dpl. Pulau Roswar bukit tertingginya mencapai 467 meter dpl, sedangkan
Pulau Rumberpon dan Pulau Roon titik tertingginya masing-masing 173 meter dpl
dan 380 meter dpl.
Daerah daratan rendah yang utama adalah daratan sekitar Sungai Wosimi
dibagian Selatan Teluk Wondamen, daerah ini ditandai dengan hutan mangrove,
nipah, rawa sagu dan membentang sampai ke pedalaman sekitar 20-25 km pada
ketinggian kurang dari 1000 meter. Tofografi kawasan TNTC di bawah laut
memiliki empat bentuk pertumbuhan utama terumbu karang yaitu:
 Terumbu karang tepi pantai (Frigging Reef)
 Terumbu karang potongan (Patch Reef)
 Terumbu karang penghalang (Barier Reef), tridacna atol dan
 Terumbu karang perairan dangkal (Shallow Water Reef)
Topografi gugusan kepulauan Auri dan pulau lainnya di dalam kawasan
TNTC bervariasi dari yang bertevi landai sampai terjal dengan kelerengan 90⁰,
pulau-pulau bertipe terjal dan landai dapat pula dijumpai di pesisir pantai pulau
induk dan pulau Rumberpon, pulau Roswar dan pulau Roon.
Daerah pantai bagian Barat Pulau Papua berasal dari lempeng tektonik
Australia. Kepulauan Auri diduga merupakan garis pertemuan antara lempeng
pasifik dan lempeng Australia, diantara sesar Ransiki memanjang ke bawah lautan
di Teluk Cenderawasih, mengikuti garis Kepulauan Auri mungkin berasal dari
kerucut lava dibawah permukaan laut yang diakibatkan benturan kedua lempeng
tersebut. Pulau Maransabadi dan Pulau Anggrameos di Kepulauan Auri ini
terbentuk dari bongkahan batu pasir dan batu lumpur metamofosa kwartose
(BBTNTC, 2009a).
34

Bagian tengah Pulau Roswar terbentuk dari batu tulis hitam dan kwarsit
dari Zaman Jurassik, sedangkan P.Rumberpon terdiri dari bukit-bukit karang yang
tinggi terbentuk dari batuan kapur endapan/kalkarius dari Zaman Silurian, yang
diapit oleh batuan quarter pada bagian timur. Tanjung Wandamen dan P. Roon
terbentuk dari batuan metamorfosa anomalia berkadar ambifolit (BBTNTC,
2009a).
Suhu permukaan laut merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi pertumbuhan, kesehatan dan penyebaran organism laut. Umumnya
organisme di daerah terumbu beradaptasi dengan kisaran suhu yang normal
dimana mereka tinggal dan apabila suhu air menjadi lebih dingin atau lebih panas
dari suhu normal, organisma yang hidup disitu akan menderita atau bahkan mati.
Khususnya organisma seperti koral yang tidak dapat berpindah keperairan yang
lebih dingin atau lebih hangat seperti ikan, perubahan suhu yang cukup besar
dapat menyebabkan meluasnya pemutihan karang dan menyebabkan kematian
bagi karang tersebut.
Pemantauan suhu permukaan laut di kawasan Kepala Burung Papua
termasuk kawasan TNTC telah dilakukan oleh CI-Indonesia, TNTC dan WWF
mulai dari tahun 2005 hingga 2008 untuk memperoleh informasi mengenai pola
permukaan laut dan kondisi oceanografi dari suatu kawasan terumbu karang
dengan variasi yang lebih luas disepanjang kawasan bentang laut kepala burung.
Untuk pemantauan di kawasan Teluk Cenderawasih dipasang 16 alat pengumpul
data suhu. Hasil pemantauan suhu ini diperoleh bahwa rata-rata suhu 29,5⁰C
dengan kisaran antara 24,94⁰-31,59⁰C. Temuan lain menunjukkan Teluk
Cenderawasih dapat dilihat sebagai sebuah danau air asin yang sangat besar
dengan lingkungan yang relative stabil tetapi secara genetik dan oceanografi
populasinya terisolasi yang dalam berbagai hal terjadi dari lintasan evolusinya.
Kawasan TNTC terbentuk atas kelompok tanah (peta tanah berdasarkan
Brookfield dan Slast, (1971) dalam Ronal Petocs, (1987) sebagai berikut:
1. Latosol dan Tanah Liat
Asosiasi tanah ini meliputi daerah dataran rendah yang mengalami
pembentukan oleh iklim yang berkabut (Tanah laterik yang terbentuk dalam
keadaan yang sama, tetapi dengan pengaruh hidromorfish karena adanya
35

goncangan permukaan air. Tanah latosol berada pada daerah datar samapai
bergelombang, termasuk diatas batuan sedimen plestosin yang sudah
mengalami penghancuran oleh iklim. Pembentukan tanah ini diduga karena
pengaruh musim yang bergantian basah dan kering, sehingga didaerah ini
tanah menjadi lembek dengan bercak dipermukaannya.
2. Aluvial
Tanah alluvial yang kasar dan kering terdapat didaerah sekitar pantai, dataran
pasang surut dan sekitarnya.Bahan utama tanah ini adalah endapan erosi atau
perpindahan dari tempat lain karena terbawa arus air. Tanah aluvial yang
pengeringannya kurang sempurna terdapat didaerah rawa-rawa aluvial dan
dataran pasang surut.
3. Tanah Bergaram
Tanah bergaram yang halus tetapi tidak sempurna pengeringannya dari rawa-
rawa hutan bakau dan tanah liat laut karena adanya intrusi air laut daerah ini
menjadi bergaram. Kawasan TNTC didominasi oleh perairan laut dan terdapat
82 muara sungai. Selain itu pada beberapa pulau di dalam kawasan ini
terdapat air tawar, antara lain : P.Rumberpon, P. Roswar, P. Yoop, P. Roon,
P.Anggrameos, P.Abaruki, P.Rumarakan dan P.Papaya. Sungai besar antara
lain adalah Sungai Wosimi di Teluk Wandamen dan anak-anak sungai kecil
lainnya dalam kawasan TNTC. Diperkirakan terdapat sejumlah 82 sungai
(besar dan kecil) yang bermuara di kawasan TNTC.
4.4. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan TNTC
termasuk dalam iklim tipe A dengan nilai Q = 12,47 %. Rata-rata curah hujan
per tahun berkisar antara 1500 mm - 3500 mm dengan temperatur udara 25º -
30ºC dan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 75 - 90 % (BBTNTC,
2009a).
Curah hujan di kawasan ini sering berfluktuasi namun secara umum tidak
Nampak antara musim hujan dengan musim kemarau. Distribusi hujan terjadi
secara merata sepanjang tahun, karena pola ngin lokal yang setiap saat bertiup
dari arah Barat atau Barat laut akan mengakibatkan gelombang besar dan hujan
lebat. Angin musim yang berpengaruh pada daerah TNTC adalah :
36

Musim Barat, terjadi pada bulan September sampai dengan Maret, angin yang
kuat, umumnya dari arah barat atau barat laut disertai hujan lebat, cuaca
buruk, dan lautan dengan ombak besar.
Musim Timur, terjadi pada bulan April sampai Juli dengan kondisi lautan
tenang karena angin tidak begitu kuat dari arah timur atau tenggara.
Musim Pancaroba, terjadi pada bulan Agustus yang merupakan masa peralihan
kedua musim ini dan selama bulan ini cuaca sangat tidak menentu.

4.5. Potensi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem


Kawasan TNTC terbagi dalam 5 tipe ekosistem; ekosistem hutan tropis
daratan/pulau, ekosistem hutan mangrove, ekosistem hutan pantai, ekosistem
padang lamun, dan ekosistem terumbu karang. Posisi TNTC yang terletak pada
tepi samudra pasifik dan merupakan daerah pertemuan lempengan benua
Australia dan lempengan Samudra Pasifik menyebabkan kawasan ini kaya akan
keanekaragaman sumber daya alam terutama keanekaragaman flora dan fauna
(BBTNTC, 2009a).

4.5.1. Potensi Flora


4.5.1.1 Flora Daratan/ Pulau
Jenis-jenis vegetasi pohon yang tumbuh mendominasi pulau-pulau pada
kawasan TNTC antara lain : Baringtonia asiatica, Terminalia cattapa, Casuarina
equisetifolia, dan Calophyllum inophyllum paling banyak dijumpai. Beberapa
pulau di Kepulauan Auri, terutama P. Kabuai, P. Rorebo, P. Kuwom, P. Matas
dan P. Wairundi, pohon Casuarina equisetifolia merupakan spesies yang paling

Gambar 4. Vegetasi mangrove dan gugusan pulau karang di TNTC


37

dominan. Saat ini, jenis ini terancam karena banyak digunakan oleh masyarakat
sebagai kayu bakar. Jenis-jenis Angiosperma antara lain tumbuhan bawah berupa
semak seperti Hibiscus tiliaceus, jenis-jenis Piperaceae, rumput dan jenis
merambat Ipomea pescaprae yang mudah tumbuh. Terdapat beberapa jenis
Pandannus sp. sejumlah spesies Anggrek (Dendrobium sp.)
Hutan mangrove tumbuh di sebagian besar garis pantai daratan Pulau Induk
Papua, Pulau Rumberpon, serta daerah di sekitar Sungai Wosimi bagian Selatan
Teluk Wandamen, dengan jenis-jenis antara lain: Daccenia spp., Bruguiera
gymnorhyza, Ceriops tagal, Heritiera littoralis, Rhizophora apiculata, Sonneratia
alba , Xylocarpus granatum, terjalin jauh ke hulu di jumpai jenis Nypa fructicans
dan Metroxylon sago. Tumbuhan lainnya adalah jenis Cocos nucifera (kelapa)
tumbuh di sepanjang Pulau Induk Papua, pantai P. Rumberpon, dan beberapa
pulau di Kepulauan Auri, terutama di P. Papaya, P. Nutabari, P. Rumarakon, P.
Abaruki dan P. Nusambier dan pulau yang agak besar dari rangkaian kapulauan
Auri yaitu P. Anggrameos (BBTNTC, 2009a).
4.5.1.2. Flora Perairan/ Laut
Flora laut (jenis tumbuhan yang hidup pada perairan laut) yang dijumpai di
kawasan TNTC terdiri dari dua kelompok : (i) Tumbuhan yang tidak berbunga
(algae), dan (ii) Tumbuhan laut yang berbunga (umumnya dikenal sebagai rumput
laut). Banyak diantara jenis-jenis algae itu yang telah mengeras karena kapur,
terutama jenis algae merah. Algae merupakan dasar dari rantai makanan bagi
terumbu karang, dan jenis-jenis yang mengandung kapur ini menyediakan bahan
yang cukup banyak untuk pengendapan karang bersama dengan sisa-sisa kerangka
karang dan moluska membentuk dasar dari pulau-pulau karang.
Lamun membentuk padang lebat pada dasar pesisir kawasan pelestarian
laut, TNTC memiliki beberapa padang lamun yang luas ditumbuhi oleh Thalasia
hempricii, Enhalus acoroides, Cymodaceae rotundatta, Cymodoceae serulatta,
Halodule uninervis, Halophyla minor dan Halophyla ovalis (BBTNTC, 2009a).
4.5.2. Potensi Fauna
4.5.2.1. Terumbu Karang (Coral reef)
Hasil Survey kerjasama WWF Indonesia, Conservation International
Indonesia (CI-Indonesia), The National Conservation (TNC) dan Universitas
38

Negeri Papua (UNIPA) pada tahun 2006 bahwa terumbu karang di TNTC ± 460
jenis karang, 30 jenis ditemukan jenis karang baru, dan 11 jenis karang yang
belum teridentifikasi. Pulau Purup dan Selat Numamuram, merupakan
biodeversity tertinggi di Indo-Pasifik (± 220 spp/Ha). Persentase penutupan
karang berbeda untuk setiap lokasi, hal ini dipengaruhi oleh tingkat interaksi
masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam (BBTNTC, 2009a).
Ekosistem terumbu karang di kawasan TNTC tersebar dalam dua zona yaitu
zona rataan terumbu karang (reef flat) dan zona lereng terumbu karang (reef
slope). Pada zona rataan terumbu pada sisi yang dekat garis pantai didominasi
oleh substrat pasir dan lamun, setelah bagian ini beberapa jenis karang mulai
terlihat dari marga Porites, Acropora, Poccilopora, dan Favites.
Hamparan terumbu karang luas bisa dijumpai di beberapa pulau seperti P.
Papaya dan Tridacna Atol. Pada beberapa pulau zona rataan terumbu mempunyai
ciri khas tersendiri, antara lain dijumpai adanya koloni Blue coral (Heliopora
coenelea), karang lunak (soft coral) dari jenis Sacroplyton sp., Gorgonians
(Anthipathes sp.). Ada dua tipe reef slope di kawasan TNTC yaitu reef slope yang
landai dan reef slope yang berbentuk tubir (drop off). Jenis-jenis karang yang
dapat dijumpai pada zona reff slope antara lain : Leptoseris spp., Montipora spp.,
Oxypora spp., Pacyseris spp. dan Hicedium clepantatus serta H. poritesrus.

Sumber: BBTNTC, 2009


Gambar 5. Keanekaragaman terumbu karang di TNTC
39

4.5.2.2. Mamalia
Jenis mamalia yang terdapat di dalam kawasan adalah Duyung (Dugong
dugon), Paus biru (Balaenoptera musculus) dan Lumba-lumba (Dolphinidae)
sering dijumpai di sekitar perairan Windesi, P. Roswar dan P. Yoop. Beberapa
jenis mamalia darat seperti Kuskus (Phalanger sp), Babi Hutan (Sus scrofa), Rusa
Timor (Cervus timorensis) dan Kanguru Tanah (Thilogale spp) dan Kalong
(Pterocarpus vampyrus) dapat ditemukan pada hutan daratan pulau maupun pada
hutan di pulau induk Papua yang merupakan wilayah penyangga kawasan TNTC.
4.5.2.3. Reptil
Terdapat tujuh jenis penyu di seluruh dunia, enam diantaranya terdapat di
perairan Indonesia, dan di dalam kawasan TNTC terdapat 4 jenis penyu yakni,
penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu
lekang (Lephidochelys olivacea) dan Penyu belimbing (Dermochelys coriacea).
Jenis reptil lain seperti Biawak abu-abu (Varanus nebolosus), Biawak Coklat
(Varanus timorensis), Biawak Ambon (Varanus amboinensis), Buaya Muara
(Crocodylus porosus), Buaya Air tawar (Crocodylus novaeguineae), Kadal dan
ular. Terdapat beberapa lokasi yang dijadikan tempat peneluran penyu yaitu di P.
Wairundi, P. Sima, P. Iwari (BBTNTC, 2009a).
4.5.2.4. Burung (Aves)
Pulau-pulau dan pantai di TNTC merupakan tempat bersarang dan mencari
makanan yang paling penting bagi berbagai jenis burung, antara lain Junai Mas
(Chaloenas nicobarica), Dara Laut (Ducula sp.), Camar laut (Sterna sp.) dll.
Jenis-jenis burung ini memiliki daerah bersarang di P. Kumbur, Kuwom dan
Matas. Burung gosong (Megapodius freicinet) dan Elang laut dada putih
(Haliaetus leucogaster), pasangan-pasangan elang merupakan pandangan
menakjubkan ketika melayang-layang mengikuti arus udara di atas pulau-pulau.
Daratan lumpur sekitar Sungai Wosimi dan pasir Sobei khususnya penting sebagai
tempat mencari makan bagi berbagai burung, termasuk burung Undan Australia
(Pelicanus conspicillatus) yang ditemukan pada waktu-waktu tetentu selama
melakukan migrasi dan bangau kuntul (Egretta Spp.) (BBTNTC, 2009a).
Hasil kegiatan inventarisasi dan identifikasi burung yang dilakukan di
kampung Yende oleh Tim dari Balai Besar TNTC pada tahun 2008 diperoleh data
40

dan informasi mengenai jenis burung pada kampung Yende. Terdapat 38 jenis
burung dimana 17 jenis diantaranya merupakan jenis burung yang dilindungi,
seperti : Cacatua galerita, Lorius roratus, Lorius lory, Eclectus roratus, Gracula
religiosa, Haliastus indus, Alcedo euryzona, Alcedo coemlescens, Buceros
rhinoceros, Egretta sacra, Fregata minor, Sula leucogaster, Nyticorax
caledonicus, Megapodius reinwardt, Egreta eulophotes dan Goura cristata.
(BBTNTC,2009a).
4.5.2.5. Ikan (Fish)
Keanekaragaman jenis ikan di kawasan TNTC sangat tinggi, telah
ditemukan sebanyak 836 jenis ikan yang terdiri dari jenis ikan muara, ikan
mangrove, ikan karang dan ikan pelagis. Hasil survey BBTNTC, UNIPA dan CI-
Indonesia tahun 2008, ditemukan 9 jenis ikan baru, dan diprediksikan ± 1.118
spesies ikan dalam kawasan TNTC. Jenis-jenis ikan karang merupakan jenis yang
paling banyak dijumpai seperti jenis ikan dari famili Chaetodantidae (kepe-
kepe/Buterfly fishes), famili Pomacantridae (Angelfish, Damselfish, dan
Anemonefish), Labridae (Wrasses), Scaridae (Parrotfish), Acanthuridae (Surgean
fishses), Siganidae (Rabbitfishes), Balistidae (Tigerfihses) dan beberapa jenis ikan
karang lainnya (BBTNTC, 2009a).
Gerombolan besar ikan panembah ekor kuning Caesio cuning merupakan
pemandangan menakjubkan, yang biasa dijumpai pada daerah reef slope. Ikan
kaka tua besar (Bolbomethopon muricatum) dan beberapa jenis ikan Pari Rajawali
fosal (Aetobatus nannari) dan ikan pari manta (Manta birostris), ikan Hiu jenis
Reef whitesip (Trianodon obesus), Hiu Paus (Rhincodon typus), Hiu Beach ship
(Charcarinus melanopterus) sering pula dijumpai di kawasan TNTC seperti :
Kakap (Lutjanidae), Kerapu/geropa (Serranidae), Kuwe (Carangidae) dan jenis-
jenis lain seperti tenggiri (Scomberomorus commersonnianus), Cakalang
(Katsuwonus pelamis), dan tongkol (Euthynnus affinis) (BBTNTC, 2009a).
4.5.2.6. Moluska
Jenis moluska dalam kawasan TNTC tercatat 153 jenis. Kelompok
Gastropoda/ karang antara lain : Keong Cowries (Cypraea spp.), Keong
Strombidae (Lambis lambis), dan Keong kerucut (Conus spp.), Triton terompet
(Charonia tritonis), Kepala kambing (Cassis cornuta) dan Lola/Susu Bundar
41

(Trochus nilotichus). Kelompok moluska katup ganda dari famili Tridacnidae


(kima/kerang raksasa). yaitu Kima raksasa (Tridacna gigas), Kima selatan
(Tridacna derasa), Kima sisik (Tridacna squamosa), Kima besar (Tridacna
maxima), Kima kebang (Tridacna crocea), dan Kima tapak kuda (Hippopus
hipopus).

4.6. Potensi Pariwisata Taman Nasional Teluk Cenderawasih


4.6.1. Wisata Budaya dan Sejarah
Potensi budaya dalam kawasan taman nasional antara lain dilihat di P.
Roswar, P.Rumberpon dan P. Roon. Pulau Roswar merupakan pulau yang relative
besar dan di dalamnya terdapat 4 (empat) daerah pemukiman penduduk yaitu
Kampung Yomber dan Seiwar di sebelah Timur dan kampong saref dan Nordiwar
di sebelah Selatan pulau. Kawasan ini ditetapkan sebagai zona sejarah dan budaya
berdasarkan potensi budaya peninggalan nenek moyang masyarakat setempat
yaitu adanya kerangka peti disertai piring antic yang tersimpan di dalam goa.
Potensi alam yang menarik terdapat di P. Roswar berupa sungai berair panas
mengandung belerang yang bermuara ke laut, serta sejarah kedatangan nenek
moyang masyarakat pulau ini.
Di pulau Roon, kesenian seruling tanbur sering dimainkan oleh masyarakat
pada acara-acara keagamaan dan menyambut tamu. Selain itu di kampung Yende
(P. Roon) ditemukan Alkitab tua agama Kristen terbitan tahun 1898 yang masih
disimpan dengan baik dalam gereja dan ditulis dalam bahasa Belanda dan makam

Gambar 6. Makam misionaris dan patung misionaris di kampung Yende

misionaris yang menjadi objek wisata sejarah. Sedangkan di pulau Rumberpon


dalam upacara pelepasan perahu baru dilaksanakan dengan upacara adat yang
42

cukup unik. Disamping beberapa aktivitas budaya tersebut, kawasan TNTC


menyimpan potensi wisata yang masih dapat dilihat berupa peninggalan yang
bernilai historis, antara lain:
a. Terdapat peninggalan Perang Dunia II berupa kerangka pesawat tempur
Jepang yang jatuh diperairan P.Rumberpoon dan Pulau Rouw.
b. Peninggalan zaman zending abad ke-18 berupa Rumah sakit Kusta di Wasior
yang sekarang tidak berfungsi lagi.
c. Bangunan-bangunan bersejarah tua peninggalan zaman pemerintahan Kolonial
Belanda di Distrik Wasior.
d. Sumber air bersih yang dibangun Pemerintah Kolonial Belanda di Distrik
Wasior, potensi air bersih inilah yang menjadikan salah satu pertimbangan
ditetapkan wasior sebagai basis pertahanan Belanda.
e. Batu Anitu di pulau Yop, sebuah batu unik yang dipercaya masyarakat
setempat menurut kepercayaan masyarakat kampong Yopmeos apabila
seseorang mampu mengangkat batu tersebut maka keinginan atau cita-cita
orang yang mengangkat tersebut akan terkabulkan.
f. Disisi barat pulau Yop sebelah selatan kampung Yopmeos, terdapat batu-batu
karang dimana dalam celah karang terdapat tulang-tulang tengkorak . Menurut
penuturan masyarakat Yopmeos wilayah ini merupakan tempat kuburan orang
Yop kuno.
4.6.2 Wsata Alam/Wisata Bahari
Kawasan TNTC merupakan TN. Laut, maka potensi wisata yang dominan
adalah wisata bahari. Kegiatan wisata bahari yang dapat dikembangkan di
kawasan TNTC antara lain diving (menyelam), snorkeling, fotografi bawah air,

Gambar 7. Objek wisata pantai di Pulau Nusrowi Distrik Rumberpon dan kampung
Isenebuay kawasan TNTC
43

wisata pantai, dan memancing ikan. Selain obyek wisata tersebut, penduduk asli
dengan sejarah , budaya adat-istiadatnya yang unik dan masih kuat merupakan
aset pariwisata yang dapat dikembangkan. Potensi obyek dan daya tarik wisata
alam yang telah di identifikasi di TNTC disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam di Kawasan Taman
Nasional Teluk Cenderwasih.
No Tempat Aktifitas Fasilitas
1 P. Rumberpon, P. Wisata pantai-bahari Pondok kerja,
Nusrowi Diving pondok jaga,
Snorkeling dermaga, garasi
Bird watching speed boat, shelter,
Penangkaran rusa rumah diesel.
Pengamatan kerangka pesawat
tempur Jepang yang jatuh
2 P. Roswar Diving
Snorkeling
Goa bersejarah peninggalan suku
Biak Numfor
Sumber air panas

3 P. Yop dan Perairan Bird watching Pondok kerja,


Windesi Pengamatan ikan lumba-lumba pondok jaga, pos
Pengamatan ikan paus jaga

4 P.Roon Diving Pondok kerja,


Snorkeling pondok jaga, pos
Water sky jaga, dermaga,
Air terjun rumah diesel.
Gereja tua di Yende
Pengamatan budaya masyarakat
desa Yende
5 P. Anggrameos Diving
Snorkeling
Birds watching

6. P. Papaya Wisata pantai


Pengamatan burung junai mas

7. Tanjung Mangguar, Diving (laut dalam) Pondok kerja,


Napan Yaur, P. Bird watching pondok jaga, pos
Nurage, Yaur jaga

8. Teluk Wandamen Pengamatan ekosistem rawa sagu, Pondok jaga, pos


nipah dan mangrove jaga
Pemandangan alam Teluk
Wandamen

9. P. Nusambier, P. Diving
Rouw, P. Snorkeling
Rumawakan Wisata pantai
Sumber: BBTNTC, 2009a
44

4.7. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi


Secara administratif, kawasan TNTC berada di Kabupaten Nabire Provinsi
Papua dan Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat. Jumlah penduduk
Kabupaten Teluk Wondama berdasarkan Distrik disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah penduduk Kabupaten Teluk Wondama Berdasarkan Distrik
No Distrik KK Penduduk (Jiwa)
1 Naikere 218 861
2 Wondiboy 334 1.398
3 Rasiey 572 2.342
4 Kuri Wamesa 374 1.607
5 Wasior 1.729 7.841
6 Teluk Duairi 335 1.365
7 Roon 334 1.736
8 Windesi 318 1.464
9 Nikiwar 215 824
10 Wamesa 183 703
11 Roswar 144 666
12 Rumberpon 339 1.472
13 Soug Jaya 210 861
Jumlah 5.305 23.140
Sumber : BPS Kabupaten Teluk Wondama (2008).
4.7.1. Sarana dan Prasarana dalam Kawasan
Masyarakat di daerah ini belum memperoleh pelayanan yang maksimal
dimana sarana dan prasarana pendidikan maupun tenaga pendidik yang ada masih
sangat terbatas. Pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat pesisir di
kawasan TNTC masih sangat kurang. Keadaan ini disebabkan terbatasnya jumlah
tenaga medis maupun prasarana kesehatan yang ada di kampung-kampung.
4.7.2. Tingkat Pendidikan Masyarakat
Tingkat pendidikan formal masyarakat pesisir dalam kawasan masih
tergolong rendah (BBTNTC, 2009a). Sebagian besar masyarakat hanya
menyelesaikan pendidikan sampai pada tingkat sekolah dasar. Rendahnya tingkat
pendidikan ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya ekonomi keluarga yang
rendah pada saat itu, kurangnya motivasi orang tua untuk menyekolahkan anak,
tidak adanya tingkat pendidikan lanjutan di kampung, juga rendahnya pemahaman
orang tua tentang pentingnya pendidikan bagi anak.
Pengamatan di lapangan terhadap pendidikan non formal masyarakat pesisir
dalam kawasan TNTC terlihat bahwa sebagian besar masyarakat tidak pernah
45

mengikuti kegiatan penyuluhan, kursus, maupun latihan kerja yang berhubungan


dengan peningkatan kapasitasnya sebagai nelayan. Tentunya keadaan ini akan
mempengaruhi kemampuan dan keterampilan mereka dalam menjalankan
kegiatan usahanya. Hanya sebagian kecil masyarakat yang pernah mengikuti
kegiatan pendidikan non formal (1–3 kali) baik yang diadakan oleh instansi
pemerintah maupun LSM yang bekerja dalam kawasan TNTC.
4.7.3. Mata Pencaharian Masyarakat
Mata pencaharian utama masyarakat pesisir dalam kawasan sebagian besar
sebagai nelayan. Keadaan ini menunjukkan ketergantungan masyarakat akan
sumber daya laut sangat besar. Kegiatan mencari ikan yang dilakukan masih
bersifat ekstraktif, artinya dalam melakukan aktivitas di laut, masyarakat hanya
mengambil komoditi yang disediakan oleh alam tanpa ada upaya-upaya perlakuan
budidaya untuk meningkatkan produksi.
Selain sebagai nelayan, masyarakat juga melakukan kegiatan sampingan
dengan bertani maupun berburu. Kegiatan pertanian dilakukan hanya pada
tanaman-tanaman pokok seperti keladi, ubi jalar, singkong, juga sayur-sayuran.
Berburu hanya dilakukan sesekali saja oleh masyarakat dan bukan merupakan
keharusan, hasil berburu yang diperoleh masyarakat biasanya rusa, babi hutan,
tikus tanah, kuskus dan juga berbagai jenis burung. Sebagian kecil masyarakat
yang menjadi PNS bekerja dan mengabdi di daerah pesisir adalah aparatur
pemerintahan kampung, perawat, bidan desa, maupun guru.
Tingkat pendapatan masyarakat pesisir dalam kawasan TNTC masih
tergolong rendah dan hanya sebagian kecil yang memiliki pendapatan tinggi yaitu
mereka yang bekerja sebagai PNS (aparatur kampung, perawat, bidan desa, guru)
dan nelayan yang memiliki perahu motor. Rendahnya tingkat pendapatan
masyarakat pesisir diduga karena sarana produksi masih sangat sederhana. Selain
itu juga disebabkan karena nelayan mengalami kesulitan dalam pemasaran hasil
tangkapan mereka. Hal ini disebabkan karena ketergantungan mereka pada
pedagang pengumpul cukup besar.
Rendahnya tingkat pendapatan diduga akan memberi dampak pada bidang
kehidupan lain dari masyarakat, seperti tingkat kesehatan karena asupan gizi
dalam keluarga kecil, motivasi untuk menyekolahkan anak berkurang karena
46

besarnya biaya pendidikan, demikian juga rendahnya partisipasi untuk menjaga


dan melestarikan sumber daya alam yang berada dalam kawasan TNTC, sehingga
tekanan terhadap sumber daya alam akan semakin besar.

4.7.4. Etnisitas dan Pola Kekerabatan

Suku Wandamen merupakan masyarakat asli terbanyak mendiami daerah


pesisir, tersebar di wilayah Kabupaten Teluk Wondama, demikian pula dengan
suku Wamesa, Wepu dan Sough. Suku Yaur, Mor dan Goni merupakan orang asli
di Kabupaten Nabire (Distrik Yaur dan Teluk Umar). Pendatang yang mendiami
daerah pesisir adalah orang-orang yang berasal dari suku Biak, Sorong, Serui,
Jawa, Toraja dan Makassar, mereka lebih banyak sebagai PNS dan pedagang yang
menjual kebutuhan pokok di kampung-kampung (BBTNTC 2009a).
Pola kekerabatan masyarakat pesisir dalam kawasan dapat dilihat dengan
Garis Keturunan, Pewarisan Sumber Daya, Pola Perkawinan, dan Tempat
Tinggal Pasca Nikah. Pada masyarakat asli (Wandamen, Wamesa, Sough, Wepu,
Goni, Mor, Yaur) yang mendiami daerah pesisir dalam kawasan, Garis keturunan
yang dianut adalah Patrilineal, yaitu marga/fam yang dipakai oleh keturunan
(anak) baik anak laki-laki maupun anak perempuan adalah marga/fam ayah.
Suku-suku asli tersebut melakukan sistem atau cara pembagian warisan.
Pola yang dianut adalah sama untuk semua anak, baik kakak, adik, anak laki-laki
maupun perempuan. Kecuali warisan tanah, anak laki-laki mendapat bagian lebih
besar dari saudaranya yang perempuan dan laki-laki yang tertua mendapat lebih
besar pula dari adik-adiknya.
Pola perkawinan pada suku asli yaitu calon suami atau istri dipilih sendiri
oleh anak yang akan menikah. Sebelum menikah, calon istri yang sudah
disepakati bersama oleh kedua belah pihak akan dilamar terlebih dahulu oleh
keluarga laki-laki dengan membayar mas kawin. Mas kawin dapat dibayar
langsung semuanya secara sekaligus atau dengan cara menyicil sesuai
kesepakatan bersama. Barang-barang yang biasa digunakan sebagai mas kawin
adalah piring besar, piring batu kecil, guci, gelang besi putih, dan uang tunai.
Setelah menikah, keluarga baru tersebut dapat tinggal serumah bersama dengan
orang tua laki-laki atau perempuan untuk sementara waktu dan setelah itu dapat
menempati rumah sendiri jika sudah memiliki.
47

4.7.5. Aksesblitas Kawasan


Kawasan TNTC dapat dicapai dengan menggunakan transportasi laut dan
udara serta kendaraan darat. Kawasan TNTC berada dalam wilayah Kabupaten
Teluk Wondama dan Kabupaten Nabire. Jarak tempuh dan saran transportasi yang
digunakan dari kota Manokwari ke kawasan secara terperinci pada tabel 7.
Tabel 7. Cara Pencapaian kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih dari
Arah Kota manokwari.
No Rute Sarana Jenis Kendaraan Waktu Keterangan
Tempuh
I. Dari Jakarta
Jakarta-Biak Udara Boeing 737 8 Jam R, 3 kali/hari
Laut PELNI 5-6 hari R
Biak-Nabire Udara Twin Otter 1 Jam R,1
Laut PELNI 6 jam R
Jakarta-Manokwari Udara Boeing 737 6 Jam R
Laut PELNI 4-5 Jam

II. Dari Manokwari


Manokwari-Nabire Laut KM. Nggapulu 12 Jam 1 kl/2
Minggu, R
KM.Labobar
KM. Dorolonda
Manokwari-Ransiki Darat MB/BS/SM 3 Jam R/C
Laut SB/JS 3 Jam C
Manokwari-Windesi Laut KP/SB/JS Jam R/C

Manokwari-Wasior Laut KM. Labobar 10 Jam C, Transit


KM. Labobar
KM.Dorolonda
SB/JS 4-5 Jam C
Manokwari-P. Rumberpon Laut SB/JS 4,5 jam C
Manokwari – P. Roswar Laut SB/JS 5 Jam C
Manokwari – P.Roon Laut SB/JS 8 Jam C, Transit
Manokwari- kep. Auri Laut SB/JS 10 jam C, Transit
Ransiki-Windesi Laut SB/JS 2 Jam C
Ransiki- Wasior Laut SB/JS 6 Jam C
Ransiki- P.Rumberpon Laut SB/JS 2 Jam C
Ransiki- P.Roswar Laut SB/JS 3 Jam C
Wasior-P.Roon Laut SB/JS 2 Jam C
Wasior-Kep.Auri Laut SB/JS 5 Jam C

III. Dari Nabire


Nabire-Sima Laut SB/JS 2 Jam R/C
Sima-Kwatisore Laut SB/JS 2 Jam C
Kwatisore-Yaur Laut SB/JS 2 Jam C
Kwatisore-Kep. Auru Laut SB/JS 4 Jam C
Kwatisore-Tj Manguar Laut SB/JS 3 jam C

Sumber: BBTNTC,2009a
Keterangan: Kendaraan Darat:MB: mobil, BS:Bus, SM: Sepeda motor
Kendaraan Laut : KM: Kapal pelni, KP:Kapal Perintis, SB: Speed Boat,
JS : Johnson/Perahu temple, R: Reguler, C:Carter
48

4.7.6. Jenis Suku Dalam Kawasan TNTC

Hasil survei sosial ekonomi dalam kawasan TNTC pada tahun 2008 yang
dilakukan bersama antara WWF dan BBTNTC (BBTNTC, 2009a) diperoleh
informasi bahwa jenis suku yang terdapat dalam kawasan TNTC antara lain :
a. Wandamen : tinggal di sekitar teluk Wandama dari P. Yop hingga Yopanggar;
b. Wamesa : tinggal dari Sombokoro hingga Ransiki dan Bintuni. Mereka
memiliki hak ulayat di laut dan beberapa daerah di daratan;
c. Sough : datang dari pegunungan dan karena perang suku atau konflik mereka
tinggal di daerah pesisir. Mereka tidak memiliki hak ulayat di laut kecuali
mereka menikah dengan suku Wamesa;
d. Wepu : Wamesa yang tinggal di area Suku Sough, tinggal dengan suku Sough
dan karena perang suku mereka menuju daerah pesisir dan tinggal di sepanjang
pesisir utara;
e. Roswar : tinggal di P. Roswar dan memiliki persamaan bahasa dengan
masyarakat Biak;
f. Roon : tinggal di pulau Roon dan memiliki bahasa sendiri tetapi berbeda dialek
dengan suku Roswar;
g. Yaur : tinggal di Napan Yaur, Yaur, Kwatisore, Bawei. Mereka berbicara
dengan bahasa Yaur;
h. Umari : tinggal di Goni, Yeretuar. Mereka berbicara dengan bahasa Umar;
i. Yeresiam : tinggal dari kampung Sima hingga Etna Peninsula di Kaimana.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders


Analisis tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders terkait dengan
pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama dilakukan
melalui beberapa tahapan yaitu identifikasi stakeholders, analisis kepentingan
stakeholders, analisis pengaruh stakeholders dan pemetaan stakeholders.
5.1.1. Identifikasi Stakeholders
Hasil identifikasi stakeholders yang terkait dengan pengembangan
ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama Papua Barat yang
diklasifikasikan ke dalam enam kelompok yakni pemerintah pusat, pemerintah
daerah, masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan swasta disajikan pada tabel 8.
Tabel 8. Stakeholders yang terlibat dalam pengembangan ekowisata di TNTC
berdasarkan level administrasi.
No Stakeholders Prov Kab Distrik Kampung Keterangan
1 BBTNTC √ Pemerintah
2 DinParbud Prov. Papua Barat √ Pemerintah
3 DKP Provinsi Papua Barat √ Pemerintah
4 Dinparbud PO Kab. Teluk Pemerintah

Wondama
5 DKP Kab. Teluk Wondama √ Pemerintah
6 Dinhub. Kab. Teluk Wondama √ Pemerintah
7 BP3D Kab. Teluk Wondama √ Pemerintah
8 KLH Kab. Teluk Wondama √ Pemerintah
9 Distrik Roswar √ Pemerintah
10 Distrik Rumberpon √ Pemerintah
11 Distrik Roon √ Pemerintah
12 Kampung Yende √ Masyarakat
13 Kampung Isenebuay √ Masyarakat
14 Tokoh Adat Isenebuay √ Masyarakat
15 Kampung Waprak √ Masyarakat
16 WWF √ LSM
17 YALHIMO √ LSM
18 Konsorsium Mitra Bahari √ LSM
19 Universitas Negeri Papua √ PT
20 Pengusaha transportasi laut √ Swasta
50

Balai Besar TNTC (BBTNTC) adalah Unit Pelaksana Teknis yang


bertanggungjawab dalam pelaksanaan pengembangan ekowisata di TNTC
sehingga menjadi stakeholders kunci dalam pengelolaannya. Disisi lain,
pengembangan ekowisata berhubungan dengan program pemerintah daerah
berada pada dinas terkait, baik yang di provinsi maupun di kabupaten yakni
Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga di Kabupaten Teluk
Wondama dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di Provinsi Papua Barat.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua Barat dan DKP Provinsi
Papua Barat merupakan stakeholders yang mempunyai peranan penting dalam
pembangunan ekowisata di kawasan TNTC. Kedua instansi ini merupakan
stakeholder yang mempunyai kepentingan dan pengaruh terhadap pemanfaatan
ruang TNTC yang dikenal dengan istilah zonasi.
Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga , Dinas Kelautan dan
Perikanan, Badan Perencanaan Pengendalian Pembangunan Daerah (BP3D),
Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan merupakan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Teluk Wondama yang berkedudukan di
ibukota kabupaten. Distrik Roon merupakan distrik yang berkedudukan di
kepulauan Auri dan merupakan pemekaran dari Distrik Teluk Dua Iri. Distrik
Roswar merupakan distrik pemekaran dari Distrik Rumberpon yang
berkedudukan di Pulau Roswar dan Distrik Rumberpon yang berkedudukan di
pulau Rumberpoon. Semua stakeholders tersebut adalah perpanjangan tangan
Bupati Teluk Wondama untuk melaksanakan misi daerah dalam rangka mencapai
visi yang telah ditetapkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Teluk Wondama Tahun 2007-2027 yaitu “Terwujudnya Kabupaten Teluk
Wondama sebagai Pusat Pariwisata Bahari yang berwawasan lingkungan menuju
masyarakat yang sejahtera lahir dan batin, mandiri serta beriman”.
WWF merupakan lembaga non profit yang bekerja dan memiliki program
membantu pengelolaan TNTC. WWF merintis program pengelolaan taman
nasional bersama pemerintah dan mitra pembangunan lainnya, mendorong
pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekologis dan
sosial budaya di Tanah Papua. Lembaga ini memberikan bantuan teknis dan
pendanaan sehingga merupakan lembaga donor utama dalam pengelolaan TNTC.
51

Yayasan Lingkungan Hidup Manokwari (YALHIMO) merupakan LSM


lokal yang memfasilitasi masyarakat dalam pemberdayaan sosial dan ekonomi
serta budaya masyarakat di dalam kawasan TNTC. Konsorsium Mitra Bahari
merupakan perpanjangan tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai
amanat dari Undang-Undang No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kawasan
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Konsorsium ini berkedudukan di ibukota provinsi
sebagai Mitra Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat.
Keanggotaan Konsorsium Mitra Bahari merupakan personal yang berasal dari
berbagai kalangan seperti perguruan tinggi, lembaga pemerintah, LSM dan para
pemerhati kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Sekretariat Konsorsium Mitra
Bahari Provinsi Papua Barat berkedudukan di Kampus Universitas Negeri Papua
cq. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Negeri Papua (UNIPA) adalah Salah satu Perguruan Tinggi
Negeri di Provinsi Papua Barat yang berkedudukan di Manokwari. UNIPA sering
melakukan berbagai penelitian mengenai sumber daya alam di kawasan TNTC
dan menjadikan kawasan TNTC sebagai lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL)
bagi mahasiswa tingkat akhir terutama bidang biologi, kehutanan, perikanan dan
kelautan.
Kampung Yende, dikenal sebagai kampung tertua di Pulau Roon. Kampung
ini merupakan wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV
Roon. Kampung Waprak berada di Pulau Roswar, kampung ini telah berubah
nama menjadi Saref sejak terjadinya pemekaran kampung di Distrik Roswar dan
kampung Waprak menjadi salah satu lokasi pembinaan dari Konsorsium Mitra
Bahari dengan berbasis ekowisata bahari. Kampung Isenebuay terletak di Pulau
Rumberpon. Masyarakat di kampung ini paling banyak disentuh dengan program-
program dari pihak pengelola taman nasional maupun mitra kerja yang ada.
Tokoh Adat tinggal di kampung ini bersama-sama masyarakat setempat.
Kampung Waprak dan Kampung Isenebuay merupakan wilayah kerja Bidang
Pengelolaan TNTC Wilayah III Ransiki.
Kedua puluh instansi tersebut di atas, merupakan stakeholders yang
mempunyai keterkaitan terhadap pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten
Teluk Wondama Provinsi Papua Barat. Menurut Race dan Miller (2006)
52

pemangku kepentingan (stakeholders) didefinisikan sebagai individu, masyarakat,


atau organisasi yang secara potensial dipengaruhi oleh suatu kegiatan atau
kebijakan. Dengan kata lain, stakeholders mencakup pihak-pihak yang terlibat
secara langsung atau tidak langsung dan memperoleh manfaat atau sebaliknya dari
suatu proses pengambilan keputusan.
5.1.2. Tingkat Kepentingan Stakeholders
Hasil penilaian tingkat kepentingan stakeholders terkait dengan
pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama disajikan pada 9.
Tabel 9 . Tingkat Kepentingan Stakeholders Terhadap Pengembangan Ekowisata
di TNTC Kabupaten Teluk Wondama.
No. Stakeholder Kepentingan Jlh
K1K2 K3 K4 K5
1 BBTNTC 5 5 5 3 5 23
2 DKP Prov.PB 4 4 4 2 2 16
3 Dinparbud Prov.PB 4 4 5 4 2 19
4 Dinparbud Kab.TW 5 4 5 4 2 20
5 DKP Kab. TW 4 4 4 3 2 17
6 BP3D Kab.TW 5 4 4 4 2 19
7 KLH Kab.TW 3 4 3 2 1 13
8 Dinhub Kab.TW 4 4 3 2 1 14
9 Distrik Roswar 4 4 4 4 2 18
10 Distrik Rumberpon 4 4 3 4 2 17
11 Distrik Roon 4 4 3 3 2 16
12 Kampung Yende 3 4 3 2 2 14
13 Kampung Isenebuay 4 4 4 2 2 16
14 Tokoh Adat Isenebuay 3 4 2 2 2 13
15 Kampung Waprak 4 4 3 2 1 14
16 WWF 4 4 3 3 2 16
17 YALHIMO 3 3 2 1 1 10
18 KMB 4 3 2 2 1 12
19 UNIPA 3 3 2 2 1 11
20 Pengusaha Transportasi laut 2 3 2 2 2 11
Keterangan:
5: Sangat tinggi; 4: tinggi; 3: Cukup tinggi; 2: kurang tinggi; 1: Rendah.
K1: Keterlibatan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC.
K2: Manfaat pengembangan ekowisata di TNTC bagi stakeholders.
K3: Kewenangan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC.
K4: Program stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC.
K5:Tingkat ketergantungan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC.

Berdasarkan tabel tingkat kepentingan diatas bahwa BBTNTC


mempunyai kepentingan sangat tinggi terkait pengembangan ekowisata di TNTC
Kabupaten Teluk Wondama dibandingkan dengan stakeholders lainnya. Hal ini
53

dapat terjadi karena BBTNTC selaku Unit Pelaksana Teknis Kementerian


Kehutanan memiliki kewenangan dalam penyusunan program pengelolaan TNTC.
Salah satu bentuk pengelolaan kawasan TNTC yang dilakukan adalah
pemanfaatan sumber daya alam melalui pengembangan ekowisata untuk
kesejahteraan masyarakat dalam kawasan. Stakeholders yang mendukung
pengembangan ekowisata di TNTC adalah Dinas Pariwisata Kebudayaan
Pemuda dan Olah Raga, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Papua Barat,
BP3D Kabupaten Teluk Wondama, DKP Provinsi Papua Barat, DKP Kabupaten
Teluk Wondama, Distrik Roswar, Distrik Rumberpon, Distrik Roswar, Kampung
Isenebuay dan WWF. Stakeholders yang cukup mendukung pengembangan
ekowisata adalah Dinas perhubungan Kab. Teluk Wondama, KLH Kab. Teluk
Wondama, Kampung Yende, Kampung Waprak, Tokoh adat Isenebuay,
YALHIMO, UNIPA dan Pengusaha transportasi laut.
5.1.3. Tingkat Pengaruh Stakeholders
Hasil penilaian tingkat pengaruh stakeholders terkait pengembangan
ekowisata di TNTC kabupaten Teluk Wondama disajikan pada tabel 10.
Tabel 10.Tingkat Pengaruh Stakeholders Terkait Dalam Pengembangan
Ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama.
No. Stakeholders Pengaruh
P1 P2 P3 P4 P5 Jlh
1 BBTNTC 5 5 5 2 5 22
2 DKP Prov.PB 4 2 4 2 3 15
3 Dinparbud Prov.PB 3 3 4 2 4 16
4 Dinparbud Kab.TW 4 4 4 3 4 19
5 DKP Kab. TW 3 3 4 2 3 15
6 BP3D Kab.TW 4 4 4 3 3 18
7 KLH Kab.TW 2 2 4 2 2 12
8 Dinhub Kab.TW 3 2 3 2 2 12
9 Distrik Roswar 5 5 4 2 2 18
10 Distrik Rumberpon 4 4 4 2 2 16
11 Distrik Roon 4 4 3 3 3 17
12 Kampung Yende 3 3 4 1 3 14
13 Kampung Isenebuay 3 3 4 1 2 13
14 Tokoh adat Isenebuay 3 4 3 3 3 16
15 Kampung Waprak 3 3 4 1 2 13
16 WWF 3 3 4 2 4 16
17 YALHIMO 2 2 3 1 3 11
54

Lanjutan tabel 10
18 KMB 3 2 4 2 3 14
19 UNIPA 3 3 3 1 3 13
20 Pengusaha transportasi laut 2 3 3 3 3 14
Keterangan:
5: Sangat tinggi; 4: Tinggi; 3: Cukup tinggi; 2:Kurang tinggi; 1:Rendah.
P1: Kemampuan stakeholders dalam memperjuangkan aspirasinya terkait
pengembangan ekowisata di TNTC.
P2: Kontribusi fasilitas yang diberikan oleh stakeholders terkait pengembangan
ekowisata.
P3: Kapasitas kelembagaan/SDM yang ditugaskan oleh stakeholders terkait dengan
pengembangan ekowisata.
P4: Dukungan anggaran stakeholders yang digunakan terkait pengembangan ekowisata
di TNTC.
P5: Kemampuan stakeholders melaksanakan pengembangan ekowisata.

Berdasarkan analisis pengaruh stakeholders bahwa BBTNTC sangat


mempengaruhi pengembangan ekowisata di kawasan TNTC. Hal ini dapat terjadi
karena kewenangan dan tanggungjawab BBTNTC sesuai dengan Permenhut No.
03/Menhut-II/2007 untuk melakukan pengelolaan kawasan. BBTNTC selaku
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan cq. Ditjen PHKA
berpengaruh dalam penentuan kebijakan berkaitan dengan pengembangan
ekowisata di TNTC. Selain itu BBTNTC mempunyai kewajiban untuk
melindungi, melestarikan dan memanfaatkan secara lestari sumber daya alam di
kawasan TNTC.
Selanjutnya stakeholders yang turut mempengaruhi pengembangan
ekowisata di TNTC adalah Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga
Kab. Teluk Wondama, BP3D Kab. Teluk Wondama, Distrik Roswar, Distrik
Roon, Dinas pariwisata Provinsi Papua Barat, WWF, Distrik Rumberpon dan
Tokoh adat Isenebuay. Stakeholders yang cukup mempengaruhi pengembangan
ekowisata di TNTC adalah DKP Provinsi Papua Barat, Kampung Yende, KMB,
Kampung Waprak, Dinas Perhubungan Kab. Teluk Wondama, KLH Kab. Teluk
Wondama, Kampung Isenebuay, UNIPA dan Pengusaha Transportasi Laut.
Pengaruh stakeholders berkaitan dengan kekuasaan (power) terhadap
kegiatan, termasuk pengawasan terhadap keputusan yang telah dibuat dan
memfasilitasi pelaksanaan kegiatan sekaligus menangani dampak negatifnya.
Pengaruh stakeholders dapat dinilai dengan mengukur besar kecilnya kemampuan
stakeholders tersebut mempengaruhi atau memaksa pihak lain untuk mengikuti
55

kemauannya. Sumber pengaruh dapat berupa peraturan, uang, opini, informasi,


massa, kepemimpinan dan sebagainya (Asikin, 2001).
5.1.4. Klasifikasi Stakeholders Terhadap Pengembangan Ekowisata

Untuk mengklasifikasikan stakeholders terkait dengan pengembangan


ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama dilakukan dengan penafsiran
matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders dengan menggunakan
stakeholders grid dengan bantuan Microsoft exel. Hasil analisis stakeholders
dikategorikan menurut tingkat kepentingan dan pengaruh yang disajikan seperti
gambar 8.

25.0
High

Kuadran I Kuadran II 1
22.5
Subyek Key Player
20.0 3 4
6
5 10 9
17.5
13
2 16 11
15.0 8
Kepetingan

12
7 15 14
12.5
18
10.0 17 19 20

7.5

5.0
Kuadran IV Kuadran III
2.5 Crowd Context setter
Low

0.0
0.0 2.5 5.0 7.5 10.0 12.5 15.0 17.5 20.0 22.5 25.0
Low Pengaruh High
Gambar 8. Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders terhadap pengembangan
ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama.
Keterangan :
1: Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih; 2: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Papua Barat; 3: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua Barat; 4:Dinas Pariwisata
Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Teluk Wondama; 5: Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Teluk Wondama; 6: BP3D Kabupaten Teluk Wondama; 7: Kantor
Lingkungan Hidup Kabupaten Teluk Wondama; 8; Dinas Perhubungan Kabupaten Teluk
Wondama; 9: Distrik Roswar; 10: Distrik Rumberpon; 11: Distrik Roon; 12: Kampung Yende; 13:
Kampung Isenebuay; 14: Tokoh Adat Isenebuay; 15: Kampung Waprak; 16: WWF Indonesia Site
Teluk Wondama; 17: YALHIMO; 18: Konsorsium Mitra Bahari; 19: UNIPA Manokwari; 20:
Pengusaha Transportasi laut.
56

Posisi kuadaran dapat menggambarkan posisi dan peranan yang dimainkan


oleh masing-masing stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC
Kabupaten Teluk Wondama yaitu: (1) Subyek artinya kepentingan tinggi tetapi
pengaruhnya rendah; (2) Key Player artinya kepentingan dan pengaruhnya tinggi;
(3) Context setter artinya kepentingan rendah tetapi pengaruhnya tinggi, dan (4)
Crowd artinya kepentingan dan pengaruhnya rendah.
Posisi Kuadran I (Subject) ditempati oleh Kantor Lingkungan Hidup Teluk
Wondama dan Dinas Perhubungan Kabupaten Teluk Wondama. Kedua
stakeholders tersebut memiliki kepentingan yang tinggi terhadap pengembangan
ekowisata di TNTC namun pengaruhnya rendah. Kedua stakeholders ini
merupakan stakeholders yang penting namun memerlukan pemberdayaan dalam
proses pengembangan ekowisata di TNTC. Dinas perhubungan memiliki
kepentingan yang lebih tinggi dibandingakn Kantor Lingkungan Hidup
Kabupaten Teluk Wondama. Hal ini dapat terjadi karena Dinas perhubungan
memiliki tanggungjawab untuk membuka akses atau jalur pelayaran ke distrik-
distrik yang ada di kawasan TNTC dan sekaligus sebagai sarana bagi wisatawan
di TNTC. Sedangkan Kantor Lingkungan Hidup memiliki tanggungjawab untuk
pemanfaatan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan hidup secara lestari
dan berkelanjutan namun Kantor Lingkungan Hidup baru dibentuk pada tahun
2008 sehingga program yang dibuat belum nyata di lapangan.
Posisi pada Kuadran II (Key Players) merupakan kelompok yang paling
kritis karena memiliki pengaruh dan kepentingan yang sama-sama tinggi.
Terdapat empat belas stakeholders yang menempati posisi pada Key Players
yaitu BBTNTC; DKP Provinsi Papua Barat; Dinas Pariwisata dan kebudayaan
Provinsi Papua Barat; Dinparbud Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Teluk
Wondama; DKP Teluk Wondama; BP3D Teluk Wondama; Distrik Roswar;
Distrik Rumberpon; Distrik Roon; Kampung Yende; Kampung Isenebuay; Tokoh
Adat Isenebuay; Kampung Waprak; dan WWF . Untuk memastikan keefektifan
dan dukungan koalisi terhadap pengembangan ekowisata harus membangun
hubungan kerja yang baik dengan stakeholders yang ada di kuadaran II.
Kepentingan Dinas Pariwisata kebudayaan Pemuda dan Olah Raga berada
pada urutan terpenting kedua di kuadran II dan pengaruhnya juga pada urutan
57

kedua bahkan dari semua stakeholders yang ada. Hal tersebut terjadi karena
Dinas Pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Teluk Wondama memiliki tingkat
kemampuan yang sangat tinggi dalam memperjuangkan aspirasi dalam
pengembangan ekowisata di TNTC, memiliki kontribusi fasilitas dan kapasitas
kelembagaan/SDM serta keterlibatan dalam pengembangan ekowisata yang
sangat tinggi dan juga kemampuan yang cukup tinggi dalam pengembangan
ekowisata di TNTC.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Teluk Wondama yang
lain yang mempunyai pengaruh yang tinggi dalam pengembangan ekowisata di
TNTC adalah BP3D Kabupaten Teluk Wondama dan Distrik Roswar.
Stakeholders ini memiliki pengaruh yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
Distrik Rumberpon, Distrik Roon, Kampung Yende dan WWF.
Dinas Pariwisata Kabupaten Teluk Wondama mempunyai pengaruh kedua
tertinggi terhadap pengembangan ekowisata. Hal ini terjadi karena Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Teluk Wondama mempunyai kewenangan
dalam pengembangan ekowisata di kabupaten Teluk Wondama namun belum
ada kewenangan dalam memberikan perijinan bagi para wisatawan yang
berkunjung ke kawasan TNTC. BP3D Kabupaten Teluk Wondama dan Distrik
Roswar mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap
pengembangan ekowisata TNTC. BP3D Kabupaten Teluk Wondama mendukung
Gubernur Papua Barat untuk pemanfaatan zona pariwisata yaitu mencanangkan
Pulau Roswar sebagai model dalam pengembangan kawasan perikanan berbasis
ekowisata.
Kampung Isenebuay terletak di sebelah timur Pulau Rumberpon.
Masyarakat di kampung ini paling banyak disentuh dengan program-program dari
pihak pengelola taman nasional maupun mitra kerja yang ada. Kepala Suku
tinggal di kampung ini bersama-sama masyarakat. Kedua stakeholder ini memiliki
kepentingan dan pengaruh yang sama-sama sangat tinggi. Hal ini disebabkan
karena keduanya selalu terlibat dalam proses penetapan zona pariwisata di TNTC.
Kedua stakeholders ini selalu memiliki pemahaman yang sama tentang
pemanfaatan kawasan di wilayah Isenebuay.
58

Kampung Waprak yang berada di Pulau Roswar merupakan stakeholders


yang mempunyai pengaruh dan kepentingan yang tinggi. Kampung ini sedang
melakukan sasi pemanfaatan sumberdaya alam, sasi tersebut akan dibuka
bersama-sama seluruh masyarakat pada saat yang akan ditentukan kemudian.
Biasanya sasi dilakukan selama satu tahun atau tergantung kebutuhan. Sasi
merupakan kearifan lokal yang sangat baik dan perlu dikembangkan karena
merupakan salah satu cara pengelolaan sumberdaya alam yang baik yang telah
dilakukan secara turun-temurun oleh nenek moyang masyarakat di Waprak. Selain
itu, Kampung Waprak juga telah menyepakati untuk membuat Peraturan
Kampung tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup.
Kampung Yende adalah kampung tertua di Pulau Roon. Pulau ini terletak
pada jajaran Kepulauan Auri yang memiliki potensi hasil laut yang sangat
melimpah. Kepulauan Auri sering menjadi sasaran para tourist mancanegara
untuk kegiatan diving dan snorkeling. Itulah sebabnya, Kampung Yende
mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengembangan
ekowisata TNTC. Kampung Yende juga memiliki wisata rohani berupa Gereja tua
dan Alkitab peninggalan Belanda yang ditulis dalam bahasa Belanda pada tahun
1898 serta makam misionaris.
Konsorsium Mitra Bahari, Pengusaha Transportasi Laut dan Universitas
Negeri Manokwari menempati Kuadran III (Context Setter) artinya ketiga
stakeholders ini dapat mempengaruhi pengembangan ekowisata, karena memiliki
pengaruh yang tinggi. Para pengusaha transportasi laut umumnya pendatang dari
Sulawesi yaitu Suku Buton. Pengusaha ini untuk mengangkut kebutuhan bahan
pokok ke distrik-distrik di dalam kawasan TNTC dan sewaktu-waktu bila ada
tourist yang menggunakan kapal tersebut akan dilayani. Stakeholders yang
berperan pada Context Setter dapat menjadi resiko yang signifikan dan perlu
dipantau dan dikelola dengan hati-hati karena dapat memblokir pengembangan
ekowisata di TNTC (Groenendijk. 2003).
Posisi pada Kuadran IV (Crowd) adalah Yayasan Lingkungan Hidup
(YALHIMO) artinya memiliki kepentingan dan pengaruh rendah terhadap
pengembangan ekowisata. Berdasarkan hasil observasi di lapangan bahwa
stakeholders ini tidak terlibat secara langsung dengan pengembangan ekowisata
59

dilapangan. Stakeholders ini membutuhakan sedikit pengawasan dan evaluasi


namun dengan prioritas yang rendah.
Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholders dapat berubah tipenya
sepanjang waktu dan dampak perubahan tersebut perlu dipertimbangkan (Reed et
al. 2009). Stakeholders yang berada pada posisi Key players harus diajak
kerjasma karena mempunyai pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap
fenomena pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama
Provinsi Papua Barat dan stakeholders yang posisi sebagai Subject perlu
dilakukan pemberdayaan, apabila tidak diberdayakan ada kemungkinan mereka
melakukan perlawanan dengan membentuk aliansi. Menurut (Groenendjik, 2003)
bahwa untuk mencapai keberhasilan dalam suatu proyek dalam hal ini
pengembangan ekowisata di TNTC maka stakeholder yang ada di kuadran I, II
dan III adalah merupakan stakeholder inti yang perlu diperhatikan.
5.2. Tingkat Kebutuhan Stakeholders Terkait Pengembangan Ekowisata
Pengembangan ekowisata di TNTC melibatkan beberapa stakeholders
baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebutuhan stakeholders tergantung
pada tugas pokok dan fungsinya masing-masing terkait dengan pengembangan
ekowisata di dalam kawasan TNTC. Kebutuhan stakeholders diperoleh dari hasil
wawancara mendalam dan observasi serta pencermatan terhadap tugas pokok dan
fungsinya berdasarkan peraturan yang menjadi dasar hukumnya. Stakeholders
yang dianalisis adalah stakeholders yang berperan langsung dalam pengembangan
ekowisata di taman nasional saat ini. Kebutuhan stakeholders secara umum sudah
sinergis dengan pengembangan ekowisata di TNTC. Hasil identifikasi kebutuhan
stakeholders dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih
a. Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai baik secara intern di Unit
Pelaksana Teknis (UPT) ataupun bekerjasama dengan Balai Diklat
Kehutanan, Dinas pariwisata (baik Provinsi maupun Kabupaten),
kementerian Lingkungan Hidup;
b. Peningkatan kualitas pegawai dengan studi banding ke kawasan-kawasan
yang lebih maju pada bidang ekowisata;
60

c. Seminar dan lokakarya yang berhubungan dengan pengelolaan kawasan


ekowisata, akan menambah pengetahuan dan wawasan para personil yang
bersangkutan;
d. Peningkatkan prasarana dan sarana transportasi, baik dilakukan oleh
pemerintah setempat atau pihak swasta, penginapan/akomodasi bagi
pengunjung;
e. Perlu promosi dan informasi melalui kerjasama dengan media cetak
maupun media elektronik;
f. Net working dengan organisasi lain, pembuatan dan penyebaran booklet,
leflet, dan lain-lain;
g. Untuk merangsang pasar domestik perlu ada paket-paket wisata yang
bervariasi dan harganya lebih murah yang dikemas sesuai dengan situasi,
kondisi dan keinginan pasar domestik maupun luar;
h. Perlu dukungan anggaran yang memadai dalam pengembanagan ekowisata
TNTC;
i. Perlu pemberdayaan masyarakat lokal yang tinggal di sekitar kawasan
konservasi untuk menyambut program ekowisata;
j. Perlu perlindungan dan pengamanan ODTWA di kawasan TNTC.
2. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat
a. Pemberdayaan masyarakat pesisir untuk dapat menerima program
ekowisata di kawasan TNTC;
b. Program pemberdayaan masyarakat pesisir di kawasan TNTC;
c. Peningkatan sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas
dalam bidang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil.
d. Mempersiapkan Rencana Strategi Pengembangan Kawasan Strategis
Perikanan pada Zona Pemanfaatan di TNTC, terkait dengan ada
pencanangan Roswar sebagai Model ekowisata oleh Gubernur.
3. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua Barat
a. Membutuhkan data dan informasi dalam rangka pengembangan wisata di
TNTC secara khusus dan Provinsi Papua Barat secara umum;
b. Peningkatan sumberdaya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas
dalam bidang ekowisata;
61

c. Pengadaan sarana transportasi wisata baik oleh pemerintah maupun pihak


swsata;
d. Pembuatan paket-paket wisata di kawasan Taman Nasional secara khusus
dan provinsi Papua secara umum.
4. Dinas Pariwsata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kab. Teluk Wondama
a. Perlindungan dan pengamanan kawasan TNTC karena merupakan obyek
dan daya tarik wisata di Kabupaten Teluk Wondama;
b. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA)
Kabupaten Teluk Wondama segera diselesaikan;
c. Perlu mengalihkan alternatif mata pencaharian masyarakat agar tidak
merusak kawasan karena kawasan TNTC merupakan tempat mencari
masyarakat secara turun temurun;
d. Perda tentang Pengelolaan Wisata di Kab Teluk Wondama perlu segera
dibuat sebagai dasar penerimaan PAD dari sektor pariwisata;
e. Koordinasi dengan semua instansi terkait dalam pengelolaan wisata untuk
menyamakan persepsi semua stakeholders;
f. Publikasi potensi wisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan;
g. Sosialisasi dan pengawasan potensi wisata termasuk terumbu karang agar
tidak rusak;
h. Pembentukan kelompok-kelompok sadar wisata agar masyarakat
berpartisipasi dalam mengamankan kawasan mereka sendiri.
i. Peningkatan sumberdaya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas
dalam bidang ekowisata
j. Pembentukan forum ekowisata di kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderwasih.
5. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Teluk Wondama
a. Pemberian SIUP dan SIPI di dalam Kawasan TNTC bagi pengusaha
penangkap ikan di zona pemanfaatan umum;
b. Perlu penyuluhan tentang pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil di TNTC.
c. Pembuatan papan informasi tentang zonasi TNTC terutama zona inti
ditiap-tiap kampung;
62

d. Anggaran yang memadai dalam pengelolaan kawasan konservasi di


TNTC.
6. BP3D Kabupaten Teluk Wondama
a. Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
perencanaan pembangunan daerah;
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemda di bidang tata ruang
dan prasarana fisik;
c. Perencanaan pembangunan pariwisata sebagai salah satu program prioritas
di kabupaten Teluk Wondama;
d. Menjalin kerjasama dengan pengusaha untuk terlibat pengembangan
ekowisata di kawasan TNTC.
7. Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Teluk Wondama
a. Perlu peningkatan penyuluhan tentang pengelolaan lingkungan hidup;
b. Perlu adanya pengawasan dan monitoring sumber daya alam;
c. Peningkatan sumber daya manusia untuk mendukung Pengawasan sumber
daya alam;
d. Perlu sinkronisasi program lintas sektoral terutama pemanfaatan
sumberdaya alam sebagai daya tarik tarik dan obyek wisata.
8. Dinas Perhubungan Kabupaten Teluk Wondama
a. Perlu pembangunan dermaga di setiap distrik terutama distrik yang
menjadi daerah tujuan wisata;
b. Pengadaan alat tranportasi laut oleh pemerintah maupun pihak swasta.
9. Distrik Roswar
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangan;
c. Zona pariwisata yang ada di wilyaha Distrik Roswar perlu dikelola dengan
baik.
d. Kesepakatan bersama yang dibuat di Distrik Roswar perlu ditetapkan
dalam suatau peraturan kampung.
10. Distrik Rumberpon
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
63

b. Perlu pelatihan masyarakat di distrik Rumberpon tentang pengembangan


ekowisata;
c. Forum kolaborasi pengembangan ekowisata sangat dibutuhkan untuk
sinkronisasi program antar sektor terkait di lapangan.
11. Distrik Roon
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang ekowisata;
b. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangan;
c. Forum kolaborasi pengembangan ekowisata sangat dibutuhkan untuk
sinkronisasi program antar sektor terkait di wilayah distrik Roon.
d. Perlu kerjasama antar distrik terkait dalam pengembangan ekowisata
diwilayah distrik Roon.
12. Kampung Yende
a. Pelatihan interpreter atau guide bagi masyarakat kampung Yende;
b. Pemberdayaan masyarakat Yende dibidang program ekowisata berupa
guide maupun lainnya;
c. Zona pariwisata harus diawasi bersama dengan instansi terkait (Balai,
WWF, DKP, Dinas Pariwisata);
d. Perlu pembuatan batas zona inti secara fisik di lapangan agar masyarakat
tahu membedakan dengan zona pariwisata.
e. Perlu pengamanan sumber daya alam bersama dengan pihak pengelola
kawasan agar tidak dirusak oleh para penangkap ikan yang tidak
bertanggungjawab.
13. Kampung Isenebuay
a. Perlu pemberdayaan masyarakat dikampung Isenebuay, agar siap
menerima program ekowisata;
b. Kebutuhan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan masyarakat harus
diperhatikan untuk kesejahteraan masyarakat;
c. Perlu transportasi laut untuk mengamankan sumberdaya alam yang
menjadi daya tarik wisata di wilayah kampung Isenebuay.
14. Tokoh Adat Isenebuay
a. Perlu melindungi aturan adat dan tempat sakral di wilayah adat Isenebuay;
64

b. Perlu pembinaan masyarakat adat berkaitan dengan program ekowisata di


kawasan TNTC;
c. Perlu kerjasama dengan Balai Besar TNTC dalam perlindungan dan
pengamanan kawasan secara bersama-sama sehingga obyek daya tarik
wisata tetap terjaga.
15. Kampung Waprak
a. Perlindungan obyek daya tarik wisata alam dan melestarikan lingkungan
hidup;
b. Pemberlakuan sasi di wilayah kampung waprak perlu dihargai kampung
lain sehingga tidak melanggar kesepakatan adat yang sudah dibuat dan
Peraturan Kampung yang sudah disepakati perlu pengesahan oleh Pemda;
c. Perlu pemasangan tanda batas zona inti dengan zona pariwisata sehingga
mempermudah dalam pengawasan masyarakat dilapangan.
16. WWF Indonesia Site Teluk Wondama
a. Mendorong pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek
ekologis dan sosial budaya;
b. Pemetaan potensi obyek daya tarik wisata di dalam kawasan sebagai bahan
dalam menentukan paket-paket wisata.
c. Promosi dan penyebarluasan informasi tentang obyek daya tarik wisata di
TNTC .
17. Konsorsium Mitra Bahari
a. Perlu koordinasi yang rutin dengan semua anggota Konsorsium;
b. Menyiapkan database Pulau Roswar untuk persiapan desa ekowisata;
c. Pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pelatihan ketrampilan tentang
pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya alam.
18. YALHIMO
a. Mendorong nilai sosial budaya masyarakat untuk dihargai dalam
pengembangan ekowisata di TNTC;
b. Perlu pemberdayaan masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat agar
terlibat mengelola potensi obyek daya tarik wisata di kawasan TNTC;
c. Perlu pengelolaan potensi obyek daya tarik wisata secara berkelanjutan
untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
65

19. Universitas Negeri Papua.


a. Perlu kerjasama bidang penelitian dan pemberdayaan masyarakat untuk
mendukung program ekowista di kawasan TNTC;
b. Promosi dan pembuatan paket-paket ekowisata di kawasan TNTC;
c. Pemberdayaan masyarakat agar bisa menerima program ekowisata;
d. Perlu kerjasama bidang penelitian potensi obyek daya tarik wisata dalam
kawasan TNTC;
20. Pengusaha Transportasi Laut
a) Perlu dukungan Dinas perhubungan serta Kepala-kepala Distrik di TNTC
tentang pelayaran yang rutinitas dalam kawasan;
b) Perlu peran serta masyarakat dalam menjalin hubungan baik dengan
pengusaha transportasi;
Hasil identifikasi kebutuhan stakeholders kemudian dideskripsikan
berdasarkan bidang objek daya tarik wisata, bidang sarana dan prasarana, bidang
publikasi dan informasi, bidang sumber daya manusia, bidang perencanaan
pengembangan ekowisata dan bidang forum ekowisata di TNTC. Rekapitulasi
analisis kebutuhan stakeholders disajikan pada tabel 11.
Tabel 11. Rekapitulasi Kebutuhan Stakeholders Terkait dengan Pengembangan
Ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama
No Kebutuhan/Aspek Stakeholder
I Objek Daya Tarik Wisata
1. Inventarisasi dan identifikasi BBTNTC, Dinparbud PO KTW,
ODTW. Dinparbud PPB. WWF, UNIPA.

2. Perlindungan dan pengamanan BBTNTC, DKP KTW, Dinparbud PO


ODTWA. KTW, WWF.

II Sarana dan Prasarana


3. Pengembangan sarana dan BBTNTC, Dinparbud PO KTW,
prasarana ekowisata (shelter, guest Dinparbud PPB, Dinhub, PTL.
house, alat transportasi)

III. Publikasi dan Informasi


4. Promosi dan publikasi ODTW. BBTNTC, Dinparbud PO KTW,
Dinparbud PPB. WWF.
5. Penyusunan paket-paket ekowisata BBTNTC, Dinparbud PO KTW,
Dinparbud PBB, WWF.
6. Studi analisis pasar ekowisata BBTNTC, Dinparbud KTW,
Dinparbud PPB dan WWF.
7. Penyuluhan sadar wisata kepada BBTNTC, Dinparbud PO KTW,
masyarakat Distrik Roswar, Distrik Roon, Distrik
Rumberpoon, WWF, YALHIMO.
66

Lanjutan tabel 11.


IV. Sumberdaya Manusia
8 Peningkatan kualitas dan BBTNTC, Dinparbud PO KTW,
kuantitas SDM bidang ekowisata. Dinparbud PPB, DKP KTW, DKP
PPB.
9 Pelatihan pemandu wisata (guide) BBTNTC, Dinparbud PO KTW, Distrik
kepada masyarakat di TNTC Roswar, Distrik Roon, Distrik
Rumberpon, YALHIMO, Kpg Waprak,
Kpg Isenebuay, Kpg Yende.
10 Pengembangan pendidikan KLH KTW dan YALHIMO
lingkungan hidup baik secara
formal maupun informal
11 Pemberdayaan masyarakat BBTNTC, Dinparbud PO KTW, DKP
berkaitan dengan program PPB, DKP KTW, WWF, KMB,
ekowisata. YALHIMO, Tokoh adat Isenebuay.
V. Penyusunan pengelolaan ekowisata
12 Penyusunan rencana pengelolaan DKP PPB, DKP KTW dan KMB.
KP3K berbasis ekowisata.
13 Penyusunan Rencana Induk BBTNTC
Pengembangan Ekowisata TNTC.
VI Pembentukan Forum
14. Forum ekowisata atau forum BBTNTC, Dinparbud PO
kolaborasi ekowisata TNTC KTW,Dinparbud PPB, DKP KTW,
DKP PPB, KMB, KLH KTW.
Keterangan: BBTNTC: Balai Besar Taman Nasional Teluk cenderawasih; Dinparbud PO KTW:
Dinas pariwisata dan Kebudayaan pemuda dan Olah Raga Kab. Teluk Wondama; Dinhub: Dinas
Perhubungan; DKP : Dinas Kelautan dan Perikanan; Dinparbud PPB: Dinas Pariwisata dan
kebudayaan Provinsi Papua Barat; BP3D: Badan Perencanaan Pengendalian Pembangunan
Daerah; KLH: Kantor Lingkungan Hidup; KMB: Konsosium Mitra Bahari; YALHIMO: Yayasan
Lingkungan Hidup Manokwari; UNIPA: Universitas Negeri Papua; WWF: World Wild Fund for
Nature; PTL: Pengusaha Tranportasi Laut; Toad Isenebuay: Kpg: Kampung.

Hasil analisis kebutuhan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di


TNTC kabupaten Teluk Wondama menunjukkan bahwa ada beberapa persamaan
kebutuhan stakeholders karena memiliki tugas pokok dan fungsi yang hampir
sama. Stakeholders yang memiliki kebutuhan yang sama adalah BBTNTC,
Dinparbud Provinsi Papua Barat; Dinparbud Pemuda dan Olah Raga Kabupaten
Teluk Wondama. Kesamaan kebutuhan stakeholders tersebut adalah promosi dan
publikasi ODTW; pengadaan sarana dan prasarana ekowisata; peningkatan
sumberdaya manusia dalam bidang ekowisata; inventarisasi dan identifikasi
ODTW dan penyuluhan sadar wisata kepada masyarakat. DKP Provinsi Papua
Barat dan DKP Kabupaten Teluk Wondama memiliki kebutuhan tentang
pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis ekowisata di kawasan TNTC.
KLH Kabupaten Teluk Wondama berkaitan tentang penyuluhan dan pendidikan
lingkungan hidup kepada masyarakat dalam kawasan TNTC.
67

5.3. Pengembangan Ekowisata TNTC Saat Ini.


Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dilapangan, kondisi
ekowisata saat ini di TNTC di sajikan pada tabel 12.
Tabel 12. Kondisi Ekowisata Saat ini Di TNTC Kabupaten Teluk Wondama
No. Aspek Kondisi Saat ini
1. Wisatawan TNTC menjadi daerah tujuan wisata sejak tahun
2004 sampai sekarang.
Wisatawan mancanegara lebih dominan dari
wisata nusantara untuk snorkeling, diving dan
menikmati panorama pantai.
2. Akses Belum ada pelayaran rutin dalam kawasan TNTC
Wisatawan biasa menggunakan sistim carter kapal
untuk berwisata.
3. Sarana dan Sarana dan prasarana masih terbatas.
prasarana Alat transportasi khusus wisatawan belum tersedia.
4. Kebijakan RIPPDA provinsi Papua Barat menetapkan
kawasan TNTC masuk dalam wilayah
pengembangan Pariwisata wilayah II dengan
obyek wisata bahari.
RIPPDA Kabupaten Teluk Wondama masih dalam
tahap proses.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Teluk
Wondama memetakan kawasan TNTC masuk
dalam wilayah pengembangan pariwisata bahari.
5. Ruang dan TNTC dibagi dalam 6 zona dan pengembangan
Pengembangan ekowisata pada zona pariwisata
ekowisata BBTNTC telah melakukan kesepakatan tentang
pengelolaan pariwisata alam dengan Pemda
Kabupaten Teluk Wondama.
Pulau Roswar menjadi salah satu pilot project
pengembangan ekowisata berbasis masyarakat
oleh Provinsi Papua Barat.
Pemerintah dan LSM melakukan pemberdayaan
masyarakat terkait program ekowisata.
6. Kerjasama Pengusaha bidang ekowisata belum ada di TNTC.
mitra Pengelolaan ekowisata secara umum masih
ditangani oleh BBTNTC.
Pengelolaan ekowisata secara umum masih ditangani oleh Balai Besar
TNTC dengan sarana dan prasarana yang terbatas dan belum ada mitra swasta
yang melakukan pengusahan ekowisata di TNTC. Pengembangan ekowisata di
TNTC didukung oleh RIPPDA Pemerintah Provinsi Papua Barat dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Teluk Wondama.
68

5.3.1. Jumlah dan Asal Pengunjung Serta Penerimaan Negara Bukan


Pajak dari Pengunjung.

TNTC telah menjadi daerah tujuan wisata sejak tahun 2004 bagi
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Wisatawan mancanegara
biasanya untuk diving, snorkeling dan menikmati keindahan laut dan pantai.
Bentuk wisata di kawasan TNTC adalah wisata minat khusus bukan wisata
massal. Selain daerah tujuan wisata, kawasan ini menjadi sasaran para peneliti
dari instansi pemerintah, perguruan tinggi maupun mahasiswa menyangkut
keanekaragaman hayati dan juga sosial masyarakat setempat. Berdasarkan data
pengunjung tahun 2005-2010 bahwa jumlah wisatawan di TNTC sebanyak 463
orang terdiri dari wisatawan mancanegara sebanyak 287 orang, wisatawan
nusantara sebanyak 79 orang dan peneliti sebanyak 97 orang. Jumlah kunjungan
tiap tahun sifatnya berfluktuasi. Kunjungan wisatawan mancanegara lebih tinggi
bila dibandingkan dengan wisatawan nusantara. Kunjungan yang paling tinggi
pada tahun 2007 yaitu sebesar 116 orang yang terdiri dari wisatawan mancanegara
sebanyak 79 orang, wisatawan nusantara sebanyak 35 orang dan peneliti 2 orang.
Selanjutnya kunjungan wisatawan mancanegara mengalami penurunan pada
tahun 2008, 2009 dan 2010 (BBTNTC, 2011). Histogram pengunjung ke
kawasan TNTC dapat disajikan pada gambar 9.

80
70
60
Jumlah (orang)

50
40 penelitian
30 wisnu
20 wisman
10
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010

Tahun

Sumber: BBTNTC, 2011.


Gambar 9. Histogram pengunjung ke TNTC selama tahun 2005-2010
69

Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke TNTC berasal dari berbagai


Negara. Data asal wisatawan dari tahun 2005-2010 ada 14 (empat belas) negara
yang pernah berkunjung ke TNTC namun setelah dianalisis yang sering
berkunjung ke TNTC ada sebanyak 9 (sembilan) negara. Wisatawan yang paling
dominan berasal Polandia selanjutnya Swedia dan Amerika (BBTNTC, 2011).
Wisatawan yang berkunjung ke TNTC sifatnya berkelompok atau rombongan dan
lamanya kunjungan berkisar 1-2 minggu. Saat melakukan wisata di kawasan pada
umumnya wisatawan mencarter satu unit kapal dari Manokwari kemudian
menuju daerah tujuan wisata di kawasan TNTC. Kegitan wisatawan pada
umumnya untuk diving, snorkeling dan pengamatan keindahan pantai serta
pengamatan burung-burung laut. Peralatan diving dan snorkeling biasanya
dibawah sendiri dan untuk pengisian oksigen bisa dilakukan di Manokwari yaitu
di kantor Balai Besar TNTC dan Angktan Laut Manokwari. Jumlah wisatawan
berdasarkan asal negara yang sering berkunjung ke kawasan TNTC selama tahun
2005-2010 dapat dilihat pada gambar 10.

160
140
Jumlah (Orang)

120
100
80
60
jumlah
40
20
0

Asal Negara

Sumber: BBTNTC, 2011


Gambar 10. Histogram asal wisatawan yang dominan berkunjung ke TNTC
sejak tahun 2005-2010.

Untuk memonitoring pengunjung ke kawasan TNTC, Balai Besar TNTC


memberikan pelayanan berupa Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi
(SIMAKSI) kepada pengunjung dan mengenakan pungutan sesuai peraturan
70

perundang-undangan yang berlaku. Sejak tahun 2004 SIMAKSI sudah


diberlakukan kepada pengunjung, namun pungutan masuk kawasan berupa
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pengunjung baru dilakukan sejak
tahun 2008-2010. Jumlah PNBP dari pengunjung di TNTC sejak tahun 2008
sampai 2010 sebesar Rp. 30.257.500 (tiga puluh juta dua ratus lima puluh tujuh
ribu lima ratus rupiah). Penerimaan terbesar terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar
Rp.13.383.500 (tiga belas juta tiga ratus delapan puluh tiga lima ratus ribu
rupiah); tahun 2009 sebesar Rp. 11.859.000,- (sebelas juta delapan ratus lima
puluh sembilan ribu rupiah) dan tahun 2008 sebesar Rp. 5.015.000,- (lima juta
lima belas ribu rupiah). Jumlan penerimaan Negara bukan pajak dari pengunjung
ke kawasan TNTC dapat dilihat pada gambar 11.

14,000,000

12,000,000

10,000,000
Julah (Rp)

8,000,000

6,000,000 Jumlah (Rp)


4,000,000

2,000,000

-
2008 2009 2010

Tahun

Sumber: BBTNTC, 2011

Gambar 11. Histogram Jumlah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari
pengunjung di TNTC selama periode tahun 2008-2010.

Berdasarkan histogram diatas bahwa PNBP lebih besar pada tahun 2010
dibandingkan dengan tahun 2008 . Hal ini disebabkan karena Penerimaan Negara
Bukan Pajak berkaitan erat dengan jumlah pengunjung, lamanya kunjungan dan
jenis aktifitas yang dilakukan wisatawan selama berwisata.
71

5.3.2. Kesepakatan Para Pihak Terkait Pengembangan Ekowisata TNTC


Balai Besar TNTC melakukan semiloka pengelolaan pariwisata alam di
kawasan TNTC dengan Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama. Semiloka ini
diikuti oleh Badan Perencanaan Pengendalian dan Pembangunan Daerah, Dinas
Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga, Dinas Kelautan dan Perikanan,
Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kantor Lingkungan Hidup, Polres, Dinas
perhubungan dan Infokom, Distrik Roon dan WWF. Kegiatan semiloka
menghasilkan beberapa kesepakatan yang perlu ditindaklanjuti oleh para pihak
terkait antara lain: peningkatan sumberdaya manusia baik secara kuantitas

Gambar 12. Semiloka Pengembangan pariwisata alam TNTC di Kab. Teluk


Wondama (Dokumentasi saat penelitian)

maupun kualitas; peningkatan sosialisasi dan penyuluhan sadar wisata; promosi


dan pemasaran kepariwisataan; penyusunan Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Teluk Wondama; Pembentukan Tim
Koordinasi pengembangan ekowisata daerah; dukungan anggaran yang memadai
dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup baik secara formal maupun
informal.
5.3.3. Sarana dan Prasarana Ekowisata
Pembangunan sarana prasarana merupakan salah satu faktor penting dalam
mendukung pengembangan ekowisata di kawasan TNTC. Beberapa jenis sarana
dan prasarana yang sudah dibangun oleh Pemda Kabupaten Teluk Wondama dan
BBTNTC dikawasan TNTC untuk mendukung peningkatkan pengembangan
ekowisata antara lain: dermaga kapal dikampung waprak, guest house di
kampung waprak dan di pulau Nusrowi, shelter di kampung Tandia, pos-pos
72

pengamanan, alat transportasi pengamanan kawasan, alat komunikasi radio


terpadu berupa SSB, pembuatan pipa air minum dan listrik desa.

Gambar 13. Dermaga di Kampung Waprak Distrik Roswar dan Guest house di
Pulau Nusrowi Distrik Rumberpon (Dokumentasi saat Penelitian)

5.3.4. Pemberdayaan Masyarakat


Pada saat penelitian berlangsung di Kampung Waprak Distrik Roswar,
Konsorsium Mitra Bahari (KMB) melakukan pemberdayaan masyarakat berupa
pelatihan kepada ibu-ibu tentang membuat makanan ringan dan cara membuat
souvenir. KMB merupakan LSM Lokal perpanjangan tangan dari Departemen
Perikanan dan Kelautan yang dibentuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Papua Barat. KMB memiliki visi utama adalah melakukan pemberdayaan
masyarakat di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Salah satu program KMB
ini adalah pemberdayaan masyarakat berbasis ekowisata di Pulau Roswar.

Gambar 14. Pelatihan kepada ibu-ibu yang dilakukan oleh KMB di Kampung
Waprak Distrik Roswar (Dokumetasi saat penelitian)
73

5.3.5. Kegiatan yang Boleh Dilakukan Di Zona Pariwisata TNTC


Untuk mendukung pengembangan ekowisata di zona Pariwisata TNTC
agar tetap lestari dan berkelanjutan maka Kepala Balai Besar TNTC
mengeluarkan suatu kebijakan mengenai kegiatan yang boleh dan tidak boleh
dilakukan di zona pariwisata. Dengan adanya kebijakan ini maka keberlanjutan
obyek daya tarik wisata bisa tetap terjaga dan lestari. Kegiatan yang boleh
dilakukan di zona pariwisata dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Kegiatan yang boleh dilakukan di Zona periwisata kawasan Taman
Nasional Teluk Cenderawasih
No Jenis Kegiatan Zona Pariwisata
1. Menyelam (diving) √
2. Snorkeling √
3. Wisata √
4. Penelitian √
5. Pendidikan/pengetahuan √
6. Berlayar melintas (tidak berhenti) √
7. Berlabuh √
8. Restorasi dan Pemulihan SDA √
9. Upacara adat, ritual keagamaan √
10. Mancing Tradisional √
11. Pancing tonda √
12. Huhate (pole & line) √
13. Rumpon √
Sumber: BBTNTC 2009a.

Sedangkan kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona pariwisata adalah


budidaya; menyelam untuk mencari lobster, teripang dan kerang; pembuatan
bagan perahu (mobile lift net); pancing ulur; pancing rawai dasar; jaring dasar;
bubu dasar; kompresor; akar tuba; sianida dan bom/bahan peledak. Kegiatan
tersebut dilarang di zona pariwisata karena dapat merusak obyek daya tarik
wisata.
74

5.4. Kebijakan Pengembangan Ekowisata


5.4.1. Identifikasi Peraturan Perundangan Terkait Ekowisata
Ekowisata merupakan kegiatan yang menaruh perhatian besar terhadap
kelestarian sumberdaya pariwisata. Masyarakat ekowisata internasional
mengartikan sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab dengan cara
mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Kebijakan pengembangan ekowisata di Taman Nasional pada umumnya
mengutamakan pendekatan pengelolaan keanekaragaman hayati.
Pengembangan ekowisata di kawasan pelestarian alam secara tersirat telah
diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Pengembangan ekowisata saat ini sudah mulai berkembang terutama di
kawasan-kawasan konservasi namun bila tidak diatur dengan regulasi yang baik
akan dapat merusak sumberdaya alam yang ada dan keberlanjutannya akan
terbatasi. Pengembangan ekowisata secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di
Daerah.
Pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama harus
melibatkan berbagai stakeholders, karena berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku bahwa semua stakeholders mempunyai tugas pokok dan
fungsi serta kewenangan masing-masing. Tugas pokok dan fungsi serta
kewenangan masing-masing stakeholders kadang-kadang tidak jelas dan bahkan
tumpang tindih. Dasar aturan formal dan kebijakan yang digunakan dalam
pengelolaan kadang-kadang tidak konsisten bahkan bertentangan satu sama lain.
Kebijakan yang ditetapkan merupakan sarana legalisasi semata tanpa dasar-dasar
ilmiah yang jelas. Identifikasi peraturan perundang-undangan terkait pengembangan
ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama disajikan pada tabel 14.
75

Tabel 14.Identifikasi Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan


Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Teluk Cenderawasih
No. Peraturan Isi/Hubungan Dengan Pengembangan
Ekowisata
I. Undang-Undang
1. Undang-Undang RI Undang-undang Konservasi Sumber Daya
Nomor: 5 Tahun 1990 Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE)
tentang Konservasi dan yang bersifat nasional mengatur pengelolaan
Sumber Daya Alam kawasan konservasi di Indonesia. Undang-
Hayati dan undang ini diperlukan sebagai dasar hukum
Ekosistemnya untuk mengatur zona pemanfaatan di
kawasan konservasi seperti Taman
Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman
Wisata Alam.
Pasal 1 ayat 14 menyebutkan Taman
Nasional dikelola dengan sistem zonasi
yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, menunjang budidaya,
pariwisata dan rekreasi.
2. Undang-Undang RI No. Pasal 29 menyebutkan kewenanangan
10 Tahun 2009 tentang pemerintah provinsi terkait dengan
kepariwisataan pengembangan pariwisata di provinsi antara
lain menyusun dan menetapkan rencana
induk pembangunan kepariwisataan
provinsi; mengoordinasikan
penyelenggaraan kepariwisataan di wilayah
provinsi; melaksanakan pendaftaran usaha
pariwisata; menetapkan destinasi;
memfasilitasi promosi destinasi pariwisata
provinsi; memelihara aset provinsi yang
menjadi daya tarik wisata dan
mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Pasal 30 menyebutkan kewenangan
Pemerintah kabupaten antara lain:
menyusun dan menetapkan rencana induk
pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota; menetapkan destinasi
pariwisata; menetapkan daya tarik;
melaksanakan pendaftaran usaha pariwisata;
mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan
kepariwisataan di wilayah kabupaten/kota.

3. Undang-undang Nomor Pasal 19 point (h) menjelaskan penyusunan


26 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Penataan Ruang. Harus memperhatikan rencana tata ruang
wilayah provinsi dan rencana tata ruang
wilayah Kabupaten.
76

4. Undang-Undang nomor Pasal 4 menjelaskan bahwa Tujuan


27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pengelolaan Wilayah Pulau Kecil dilaksanakan adalah:
Pesisir dan Pulau-pulau a. melindungi, mengonservasi,
Kecil merehabilitasi, memanfaatkan, dan
memperkaya sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil serta sistem
ekologisnya secara berkelanjutan;
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi
antara Pemerintah dan Pemerintah
daerah dalam pengelolaan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. memperkuat peran serta masyarakat dan
lembaga pemerintah serta mendorong
inisiatif masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil agar tercapai keadilan,
keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan
budaya masyarakat melalui peran serta
masyarakat dalam pemanfaatan sumber
daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

5. Undang-Undang Nomor Pasal 2 ayat 1 point (b) menyebutkan salah


20 Tahun 1997 tentang satu kelompok penerimaan Negara bukan
Penerimaan Negara pajak yaitu Penerimaan dari Pemanfaatan
Bukan pajak (PNBP) sumber daya alam.
Pasal 2 ayat 3 menyebutkan Jenis
penerimaan Negara bukan pajak yang belum
tercakup dalam kelompok penerimaan
Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 ditetapkan dengan peraturan
menteri.

6. Undang-Undang Pasal 64 menyatakan bahwa pemerintah


Nomor 21 Tahun 2001 provinsi Papua berkewajiban melakukan
tentang Otonomi pengelolaan lingkungan hidup secara
Khusus di Provinsi terpadu dengan memperhatikan penataan
Papua. ruang, melindungi sumber daya alam hayati,
sumber daya non hayati, sumber daya
buatan, konservasi sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya, cagar budaya, dan
keanekaragaman hayati serta perubahan
iklim dengan memperhatikan hak-hak
masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan penduduk.
77

7. Undang-Undang Pasal 57 menyebutkan pemeliharaan


Nomor: 32 tahun 2009 lingkungan hidup dilakukan melalui upaya
tentang Perlindungan konservasi sumberdaya alam yang meliputi
dan Pengelolaan perlindungan sumber daya alam,
Lingkungan Hidup. pengawetan sumber daya alam dan
pemanfaatan sumber daya alam secara
lestari.

II. Peraturan Pemerintah


8. Peraturan Pemerintah Pasal 52 menyebutkan Pengusahaan objek
Nomor 67 tahun 1996 dan daya tarik wisata minat khusus
tentang merupakan usaha pemanfaatan sumber daya
Penyelenggaraan alam dan atau potensi seni budaya bangsa,
Kepariwisataan. untuk dijadikan sasaran wisata bagi
wisatawan yang mempunyai minat khusus.
Pasal 53 menyebutkan Pengusahaan objek
dan daya tarik wisata minat khusus
diselenggarakan oleh Perseroan Terbatas,
Koperasi atau perseorangan.
Pasal 54 menyebutkan Penyelenggara
pengusahaan objek dan daya tarik wisata
minat khusus sekurang-kurangnya harus
mempunyai kantor tetap yang dilengkapi
dengan fasilitas pendukung usaha.

9. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan


RI Nomor 22 Tahun pelaksana dari Undang-Undang No. 22 Tahun
1997 tentang Jenis dan 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Penyetoran Penerimaan Lampiran IIA point (9) Peraturan
Negara Bukan Pajak Pemerintah ini menyebutkan ada 11
(sebelas) sumber PNBP di Departemen
Kehutanan.
Salah satu (butir 7) menyebutkan
Penerimaan dari pungutan masuk hutan
wisata, taman nasional, taman hutan raya,
dan taman wisata laut.

10. Peraturan Pemerintah Lampiran Peraturan Pemerintah ini


Nomor 59 tahun 1998 menerangkan tarif atas jenis penerimaan
tentang Tarif atas jenis Negara Bukan Pajak pada Departemen
penerimaan Negara Kehutanan dan Perkebunan.
bukan pajak yang Penerimaan dan pengusahaan pariwisata
berlaku di Dephutbun alam berupa pungutan ijin pengusahaan
wisata alam di Indonesia didasarkan pada
pembagian 3 (tiga) Rayon yaitu Rayon I, II,
dan III.
78

11. Peraturan Pemerintah PP ini merupakan pengganti PP No.68


Nomor 28 Tahun 2011 Tahun 1998 dan peraturan pelaksana UU
tentang Kawasan suaka No. 5 Tahun 1990 yang mengatur tentang
alam dan Kawasan kawasan Taman Nasional dan zona
Pelestarian Alam pemanfaatan di Taman Nasional.
Pasal 8 menjelaskan bahwa suatu kawasan
ditunjuk sebagai Kawasan Taman Nasional,
apabila telah memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. memiliki sumber daya alam hayati dan
ekosistem yang khas dan unik yang
masih utuh dan alami serta gejala alam
yang baik;
b. memiliki satu atau beberapa ekosistem
yang masih utuh;
c. mempunyai luas yang cukup untuk
menjamin kelangsungan proses ekologis
secara alami; dan
d. merupakan wilayah yang dapat dibagi
kedalam zona inti, zona pemanfaatan,
zona rimba dan/ atau zona lainnya
sesuai dengan keperluan.

12 Perauturan Pemerintah Pasal 50 (1) menjelaskan Rencana pola


No. 26 Tahun 2008 ruang wilayah nasional terdiri atas: a).
tentang RTRWN kawasan lindung nasional; dan b). kawasan
budi daya yang memiliki nilai strategis
nasional.
Pasal 51 menjelaskan Kawasan Pelestarian
alam atau Taman Nasional adalah salah
satu Kawasan Lindung Nasional.

13. Peraturan Pemerintah PP ini merupakan peraturan pelaksana dari


RI No. 36 tahun 2010 UU Nomor 5 Tahun 1990, menggantikan PP
tentang Pengusahaan Nomor 18 tahun 1994.
Pariwisata Alam di Pasal 2 menjelaskan Pengusahaan
Suaka Margasatwa, pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan
Taman Nasional, asas konservasi sumber daya alam hayati
Taman Hutan Raya dan dan ekosistemnya. Pengusahaan pariwisata
Taman Wisata Alam alam bertujuan untuk meningkatkan
pemanfaatan keunikan, kekhasan, keindahan
alam dan/atau keindahan jenis atau
keanekaragaman jenis satwa liar dan/atau
jenis tumbuhan yang terdapat di Taman
Nasional.
79

Pasal 5 menyebutkan dalam Taman


Nasional dapat dilakukan kegiatan
mengunjungi, melihat, menikmati
keindahan alam, keanekaragam hayati dan
satwa, serta dapat dilakukan kegiatan
membangun sarana kepariwisataan.

III. Peraturan Menteri Kehutanan


14. Peraturan Menteri Pasal 4 ayat (1) menjelaskan Kolaborasi
kehutanan dalam rangka pengelolaan Kawasan
Nomor:P.19/Menhut- Pelestarian Alam adalah proses kerjasama
II/2004 tentang yang dilakukan oleh para pihak yang
Kolaborasi Pengelolaan bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling
Kawasan Suaka Alam menghormati, saling menghargai, saling
dan kawasan pelestarian percaya dan saling memberikan
Alam kemanfaatan.
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan ini
menjelaskan salah satu jenis pengelolaan di
Taman Nasional yang dapat dikolaborasikan
adalah Pemanfaatan Kawasan (point D)
meliputi: 1) Pariwisata alam dan jasa
lingkungan berupa studi potensi dan obyek
wisata alam dan jasa lingkungan serta
Perencanaan aktivitas wisata alam; 2)
Pendidikan bina cinta alam dan interpretasi
berupa menyusun program interpretasi dan
Pengembangan media, sarana-prasarana
interpretasi.
15. Peraturan Menteri Pasal 1 ayat 6 menjelaskan Zona
Kehutanan pemanfaatan adalah bagian taman nasional
Nomor:P.56/Menhut- yang letak, kondisi dan potensi alamnya
II/2004 tentang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan
Pedoman Zonasi Taman pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan
Nasional lainnya.
Pasal 5 ayat 3 menjelaskan Kriteria zona
pemanfaatan meliputi: a). Mempunyai daya
tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau
berupa formasi ekosistem tertentu serta
formasi geologinya yang indah dan unik; b).
Mempunyai luasan yang cukup untuk
menjamin kelestarian potensial dan daya
tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata
dan rekreasi alam; c). Kondisi lingkungan
yang mendukung pemanfaatan jasa
lingkungan, pengembangan pariwisata alam,
penelitian dan pendidikan; d). Merupakan
wilayah yang memungkinkan dibangunnya
sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan
80

jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi,


penelitian dan pendidikan; e). Tidak
berbatasan langsung dengan zona inti.
16. Permenhut Nomor: Permenhut ini membagi kawasan konservasi
P.11/Menhut-II/2007 di Indonesia kedalam 3 (tiga) Rayon yaitu
tentang Pembagian Rayon I sebanyak 25 unit Taman Nasional,
Rayon Taman Nasional, Rayon II sebanyak 12 unit Taman Nasional
Taman Hutan Raya dan dan Rayon III sebanyak 13 unit Taman
Taman Wisata Alam Nasional.
Lampiran Permenhut ini menjelaskan TNTC
masuk dalam Rayon II dengan Lokasi
Papua.
17. Peraturan Menteri Pasal 1 menyebutkan Unit Pelaksana Teknis
Kehutan Nomor: Taman Nasional adalah organisasi
P.03/Menhut-II/2007 pelaksana teknis pengelolaan taman
tentang Organisasi dan nasional yang berada dibawah dan
Tata Kerja Unit bertanggungjawab secara langsung kepada
Pelaksana Teknis Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Taman Nasional Konservasi Alam.
Pasal 3 menjelaskan bahwa Dalam
melaksanakan tugasnya Unit Pelaksana
Teknis Taman Nasional menyelenggrakan
fungsi: a). Penataan zonasi, penyunan
rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi
pengelolaan kawasan taman nasional; b).
promosi, informasi konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya; c).
Pengembangan bina cinta alam serta
penyuluhan konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya; d). Kerjasama
pengembangan konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya serta
pengembangan kemitraan; e).
pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan
taman nasional; g). Pengembangan dan
pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata
alam.
18. Peraturan Menteri Pasal 2 menyebutkan Ruang lingkup
Kehutanan Nomor : pengusahaan pariwisata meliputi : a). usaha
P.48/Menhut-II/2010 pariwisata alam; b). peralihan kepemilikan
tentang pengusahaan izin; c). kerjasama pariwisata alam; d).
pariwisata alam di pengawasan, evaluasi dan pembinaan; dan
suaka margasatwa, e). sanksi.
taman nasional, taman Pasal 3 ayat (1) menyebutkan Usaha
hutan raya dan taman pariwisata alam sebagaimana dimaksud
wisata alam dalam Pasal 2 huruf a meliputi :a). areal
usaha; b. jenis usaha; dan c. pemberian izin
usaha.
81

IV. Peraturan Menteri Dalam Negeri


19. Peraturan Menteri Peraturan ini menjelaskan bahwa dalam
Dalam Negeri Nomor rangka pengembangan ekowisata di daerah
33 tahun 2009 tentang secara optimal perlu strategi perencanaan,
Pedoman pemanfaatan, pengendalian, penguatan
Pengembangan kelembagaan, dan pemberdayaan
Ekowisata di Daerah. masyarakat dengan memperhatikan kaidah-
kaidah sosial, ekonomi, dan melibatkan
pemangku kepentingan.
Pasal 4 menjelaskan bahwa pemerintah
daerah dalam mengembangkan ekowisata
dilakukan melalui: perencanaan;
pemanfaatan dan pengendalian dan
dilakukan secara terpadu oleh pelaku
ekowisata.
Pasal 14 menjelaskan susunan
kepengurusan Tim Koordinasi Ekowisata di
provinsi terdiri atas: ketua (Kepala Bappeda
Provinsi); Sekretaris (Kepala dinas/lembaga
yang membidangi pariwisata); Anggota
(Kepala SKPD terkait, assosiasi pengusaha
pariwisata, tenaga ahli, akademisi yang
berpengalaman, dan masyarakat yang
diperlukan.
Pasal 15 bahwa susunan Tim Koordinasi
Ekowisata di kabupaten terdiri atas: ketua
(kepala Bappeda Kabupaten/kota);
Sekretaris (Kepala Dinas/lembaga yang
membidangi pariwisata; Anggota (Kepala
SKPD terkait, assosiasi pengusaha
pariwisata, tenaga ahli, akademisi yang
berpengalaman dan masyarakt).

V. Keputusan Menteri
20. Keputusan Menteri Keputusan ini menunjuk Kawasan Teluk
Kehutanan Nomor : Cenderawasih menjadi Taman Nasional Teluk
472/Kpts-II/1993 Cenderawasih dengan luas 1.450.500 hektar
tentang Penunjukan yang secara administrasi berada di kabupaten
Kawasan TNTC Manokwari dan kabupaten Nabire
21. Keputusan Menteri Penetapan kawasan Teluk Cenderawasih
Kehutanan Nomor menjadi TNTC seluas 1.453.000 Ha, dimana
8009/Kpts-II/2002 sebagian besar kawasannya terdiri dari lautan
tanggal 29 Agustus dan secara administrasi berada di wilayah
2002 tentang Penetapan Kabupaten Nabire dan kabupaten Manokwari.
Kawasan Taman
Nasional Teluk
Cenderawasih.
82

22. Keputusan Menteri Pasal 2 menjelaskan Tujuan kerjasama di


Kehutanan Nomor: bidang konservasi sumber daya alam hayati
390/Kpts-II/2003 dan ekosistemnya adalah mengoptimalkan
tentang Tata cara upaya konservasi sumber daya alam
kerjasama di bidang hayati dan ekosistemnya baik sebagai
Konservasi Sumber wilayah sistem penyangga kehidupan,
Daya Alam Hayati pengawetan keanekaragaman jenis
&Ekosistem. tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
maupun pemanfaatan secara lestari sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 3 menjelaskan bahwa Ruang lingkup
kegiatan kerjasama dalam bidang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (KSDAH&E) meliputi
beberapa hal diantaranya adalah point (e)
Pengembangan Wisata Alam dan
Pemanfaatan Jasa Lingkungan; dan point
(g) Pemberdayaan masyarakat yang terkait
dengan upaya KSDAH&E.
VI. Keputusan Menteri Keuangan
23. Keputusan Menteri Pasal 1 ayat 1. Menjelaskan bahwa
keuangan Nomor: Pungutan dibidang Perlindungan dan
656/KMK.06/2001 Konservasi Alam adalah jumlah nominal
tentang Tata cara tertentu sebagai penerimaan negara bukan
pengenaan, pajak (PNBP) yang dikenakan terhadap
pemungutan, kegiatan izin pengusahaan pariwisata alam,
penyetoran pungutan pungutan masuk objek wisata alam di zona
dan iuran bidang pemanfaatan taman nasional.
perlindungan hutan dan Pasal 1 ayat (5) menyebutkan PNBPdi
konservasi alam bidang perlindungan hutan dan konservasi
alam adalah pungutan yang dikenakan
kepada setiap pengunjung dan atau peneliti
dan atau pelaku kegiatan dan setiap
kendaraan yang memasuki kawasan
pelestarian alam.
VII. Peraturan Daerah
24. Peraturan daerah Mengatur tentang RTRW Kabupaten Teluk
Kabupaten Teluk Wondama.
Wondama Nomor 11 Pasal 5 menjelaskan Tujuan Umum
tahun 2008 tentang perencanaan ruang Kab. Teluk Wondama
Rencana Tata Ruang adalah mewujudkan visi pembangunan
Wilayah kabupaten jangka panjang 2006-2025 yaitu
Teluk Wondama. “Terwujudnya Kabupaten Teluk Wondama
sebagai pusat pariwisata bahari yang
berwawasan lingkungan menuju masyarakat
yang sejahtera lahir dan batin, mandiri
serta beriman”.
83

Pasal 16 ayat (4) menyebutkan Dalam


pengembangannya, perencanaan
pembangunan Wilayah kabupaten Teluk
Wondama terbagi dalam 3 (tiga) Wilayah
Pengembangan (WP). Point c menjelaskan
bahwa wilayah pengembangan (WP) III
meliputi Distrik Windesi, Distrik Wamesa,
wilayah daratan Distrik Rumberpon dengan
pusat Wilayah pengembangan di Aisandami.
Salah satu fungsi WP III ini adalah sebagai
pusat kegiatan pariwisata bahari.
VIII. Keputusan dan Peraturan Direktur Jenderal
25. Keputusan Dirjen Zonasi TNTC terbagi dalam 6 (enam)
PHKA Nomor: zona antara lain Zona Inti, Zona
SK.121/IV-KK/2009 perlindungan Bahari/Rimba, Zona
tentang Zonasi Taman Pariwisata, Zona Tradisional, Zona
Nasional Teluk Pemanfaatan Umum dan Zona Khusus.
Cenderawasih Zona pariwisata merupakan bagian taman
nasional yang letak, kondisi dan potensi
alamnya dimanfaatkan untuk kepentingan
pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan
lainnya.
26 Peraturan Direktur Pasal 2 menyebutkan peraturan mengenai
Jenderal Perlindungan ijin masuk kawasan bertujuan untuk
Hutan Nomor:SK menciptakan ketertiban dalam pemanfaatan
192/IV-SET/HO/2006 dan menjaga serta mempertahankan
tentang Ijin Masuk keberdaan kawasan suaka alam, kawasan
Kawasan Suaka Alam, pelestarian alam dan taman buru agar dapat
Kawasan Pelestarian dimanfaatkan secara optimal untuk
Alam dan Taman Buru. menunjang ilmu pengetahuan, penelitian,
pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.
Pasal 4 menjelaskan Setiap orang baik
WNI maupun WNA yang masuk Kawasan
Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam
dan Taman Buru untuk kegiatan penelitian,
ilmu pengetahuan dan pendidikan,
pembuatan film atau video klip, pembuatan
photo komersial dan ekspedisi harus terlebih
dahulu mendapat ijin masuk kawasan.
IX. Surat Edaran Menteri dalam Negeri
27. Surat Edaran Menteri Surat Edaran ini menjelaskan salah satu
Dalam negeri Nomor: model dalam pengelolaan sumberdaya,
660.1/836/V/Bangda khususnya sumberdaya alam yang
tanggal 28 April 2000 berwawasan lingkungan adalah
perihal Pedoman umum pengembangan ekowisata yang berbasiskan
pengembangan penguatan peran daerah dan masyarakat.
ekowisata daerah
84

5.4.2. Kewenangan Pengelolaan Ekowisata Di TNTC


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 bahwa Taman
Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 menjelaskan bahwa penyelenggaran
pengelolaan Taman Nasional dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis yang dibentuk
oleh Menteri Kehutanan. Pasal 1 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.03/Menhut-II/2007 menyebutkan Unit Pelaksana Teknis TNTC adalah Balai
Besar TNTC yang melakukan pengelolaan dan bertanggungjawab secara langsung
kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen
Kehutanan.
Pasal 3 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2007
menjelaskan bahwa fungsi Balai Besar TNTC sebagai berikut: a). Penataan
zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan
kawasan taman nasional; b). Pengelolaan kawasan Taman Nasional; c).
Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan taman nasional; d).
Pengendalian kebakaran hutan; e). promosi, informasi konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya; f). Pengembangan bina cinta alam serta
penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya; g). Kerjasama
pengembangan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta
pengembangan kemitraan; h). pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan taman
nasional; i). Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata
alam; j). pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Menurut Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 pasal 63 bahwa
pembangunan di Provinsi Papua dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan, manfaat, dan
keadilan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah. Pemerintah Provinsi
Papua berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu
dengan memperhatikan penataan ruang, melindungi sumberdaya alam hayati,
sumberdaya non hayati dan ekosistemnya, cagar budaya dan keanekaragaman
hayati serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan
85

untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk. Untuk melindungi


keanekaragam hayati dan proses ekologi terpenting, Pemerintah Provinsi Papua
wajib mengelola kawasan lindung, dan mengikutsertakan lembaga swadaya
masyarakat yang memenuhi syarat dalam pengelolaan dan perlindungan
lingkungan hidup.
Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
menjelaskan Pemerintah Provinsi Papua Barat mempunyai kewenangan terkait
dengan pariwisata di provinsi antara lain: penyusunan Rencana Induk
pembangunan kepariwisataan Provinsi; mengkoordinasikan pelaksanaannya;
menetapkan destinasi; memfasilitasi promosi destinasi pariwisata; memelihara
aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata dan mengalokasikan anggaran
kepariwisataan. Pemerintah Kabupaten kabupaten Teluk Wondama memiliki
kewenangan antara lain menyusun dan menetapkan rencana Induk Pembangunan
kepariwisataan kebupaten; menetapakan destinasi pariwisata; menetapkan daya
tarik; melaksanakan pendaftaran usaha pariwisata; mengatur penyelenggaraan dan
pengelolaan di wilayah, memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi
pariwisata, memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru,
menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dan mengalokasikan
anggaran kepariwisataan.
5.4.3. Pengembangan Ekowisata TNTC
Kebijakan pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk
Wondama mengacu pada Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990
yaitu Taman Nasional dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
pariwisata dan rekreasi. Pasal 1 ayat 6 Permenhut Nomor:P.56/Menhut-II/2004
menjelaskan zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi
serta potensi alamnya dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan
kondisi/jasa lingkungan lainnya. Peraturan Menteri ini juga menyebutkan bahwa
zona pemanfaatan meliputi ciri-ciri antara lain: a). Mempunyai daya tarik alam
berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi
geologinya yang indah dan unik; b). Mempunyai luasan yang cukup untuk
menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata
dan rekreasi alam; c). Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa
86

lingkungan, pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan; d).


Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi
kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan
pendidikan; e). Tidak berbatasan langsung dengan zona inti. Keputusan Dirjen
PHKA Nomor: SK.121/IV-KK/2009 menjelaskan bahwa kawasan TNTC terbagi
dalam 6 (enam) zona antara lain Zona Inti, Zona perlindungan Bahari/Rimba,
Zona Pariwisata, Zona Tradisional, Zona Pemanfaatan Umum dan Zona Khusus.
Sehingga pengembangan ekowisata di TNTC dilakukan di zona pariwisata.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2007 menjelaskan bahwa
pengembangan ekowisata di Taman Nasional dapat memberikan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP). Penerimaan Negara Bukan Pajak di Departemen
Kehutanan berasal dari pungutan masuk dari taman nasional. Besarnya tarif PNBP
yang berlaku di Departemen Kehutanan di atur dalam Peraturan Pemerintah
Nomo 59 Tahun 1998 yaitu berdasarkan Rayon. Permenhut Nomor:
P.11/Menhut-II/2007 menjelaskan bahwa TNTC masuk dalam Rayon II dengan
lokasi Papua. Tata cara pengenaan, pemungutan, penyetoran pungutan dan iuran
bidang hutan dan konservasi alam diatur dalam pasal 1 ayat (5) Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 656/KMK.06/2001. Permenhut ini menjelaskan bahwa
PNBP adalah pungutan yang dikenakan kepada setiap pengunjung dan atau
peneliti dan atau pelaku kegiatan dan setiap kendaraan yang memasuki kawasan
pelestarian alam.
Pasal 16 ayat (4) Perda Kabupaten Teluk Wondama No. 11 tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Teluk Wondama menjelaskan
bahwa pengembangan pariwisata di Kabupaten Teluk Wondama masuk dalam
wilayah III dan pengembangan pariwisata berpusat di Aisandami kawasan TNTC
dengan kegiatan wisata bahari. Pasal 14 Permendagri Nomor 33 Tahun 2009
menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah dalam mengembangkan ekowisata
dilakukan melalui perencanaan, pemanfaatan dan dilakukan secara terpadu. Pasal
15 Permendagri ini menjelaskan bahwa untuk mengembangkan ekowisata daerah
perlu dibentuk kepengurusan Tim Koordinasi tingkat Kabupaten dan Tingkat
Provinsi. Susunan kepengurusan terdiri dari Ketua (Kepala Bappeda
kabupaten/kota/provinsi); Sekretaris (Kepala Dinas/lembaga yang membidangi
87

pariwisata); Anggota (Kepala SKPD terkait, assosiasi pengusaha pariwisata,


tenaga ahli, akedemisi dan masyarakat).
Secara administratif kawasan TNTC sebagian besar (69%) berada di
Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat. Berkaitan hal tersebut
pengembangan ekowisata di TNTC tetap memperhatikan RIPPDA Provinsi Papua
Barat dan RTRW Kabupaten Teluk Wondama.
5.4.4. Kebijakan Pengusahaan Ekowisata Di TNTC
Pengusahaan ekowisata di TNTC mengacu pada Peraturan Pemerintah RI
No. 36 Tahun 2010. Peraturan Pemerintah ini menjelaskan bahwa pengusahaan
pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan asas konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya. Pasal 2 Peraturan pemerintah ini menjelaskan bahwa
Pengusahaan pariwisata alam bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan
keunikan, kekhasan, keindahan alam dan/atau keindahan jenis atau
keanekaragaman jenis satwa liar dan/ atau jenis tumbuhan yang terdapat di Taman
Nasioanal. Usaha Pariwisata Alam adalah keseluruhan kegiatan yang bertujuan
untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan/pengunjung
dalam pelaksanaan kegiatan wisata alam, mencakup usaha obyek dan daya tarik,
penyediaan jasa, usaha sarana, serta usaha lain yang terkait dengan wisata alam.
Tindaklanjut dari Peraturan pemerintah ini terbit Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2010. Permenhut ini menjelaskan ruang
lingkup pengusahaan pariwisata alam di Taman Nasional meliputi (a). usaha
pariwisata alam; (b). peralihan kepemilikan ijin; (c). kerjasama pariwisata alam;
(d). pengawasan, evaluasi dan pembinaan; dan (e) sanksi. Usaha pariwisata alam
meliputi: (a). areal usaha; (b) jenis usaha dan (c). pemberian usaha. Pasal 5
Permenhut No: P.48/Menhut-II/2010 menjelaskan bahwa Jenis usaha pariwisata
alam meliputi : a). penyediaan jasa wisata alam; dan b). penyediaan sarana wisata
alam.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.11/Menhut-II/2007 menyebutkan
TNTC masuk dalam Rayon II dengan lokasi Papua. Jenis dan besarnya
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di TNTC meliputi: a). Pungutan
ijin pengusahaan wisata alam ; b). Iuran hasil usaha pariwisata alam sebesar 10 %
dari keuntungan bersih dalam satu tahun anggaran yang bersangkutan c).
88

Penerimaan dari pungutan masuk Taman Nasional, d) Pengambilan/snapshot, e)


Olahraga/rekreasi alam bebas dan f) Kendaraan Air. Jenis Pungutan masuk
TNTC berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 dapat sajikan
pada tabel 15.
Tabel 15. Jenis Pungutan Masuk yang Berlaku Di Taman Nasional Teluk
Cenderawasih.
No. Jenis Pungutan Satuan Jumlah (Rp)
1. Pungutan ijin pengusahaan wisata alam hektar 1.080.000

2. Iuran hasil usaha pariwisata alam Dari keuntungan 10 %


bersih dalam satu
Tahun anggaran
3. Pengunjung
Wisatawan Mancanegara Orang 15.000
Wisatawan nusantara Orang 1.500

4. Peneliti
Wisatawan mancanegara
a. 1-15 hari Orang 75.000
b. 6-30 hari Orang 150.000
c. 1-6 bulan Orang 300.000
d. ½-1 tahun Orang 450.000
e. Di atas 1 tahun Orang 200.000
Wisata nusantara
a. 1-15 hari Orang 25.000
b. 6-30 hari Orang 50.000
c. 1-6 bulan Orang 100.000
d. ½-1 tahun Orang 150.000
e. Di atas 1 tahun Orang 200.000
5. Kendaraan air
Kapal motor s/d 40 PK Unit 25.000
Kapal motor 41-50 PK Unit 50.000
Kapal motor diatas 80 PK Unit 75.000

6. Pengambilan/snapshot
Wisata mancanegara
a. Film komersial Sekali masuk 2.000.000
b. Video komersial Dokumen cerita 1.500.000
c. Handycam Nonkomersial 100.000
d. Foto Non Komersial 25.000

Wisata nusantara
a. Film komersial Sekali masuk 1.000.000
b. Video komersial Dokumen cerita 500.000
c. Handycam Nonkomersial 10.000
d. Foto Non Komersial 2.500
7. Olahraga/rekreasi alam bebas
Wisata mancanegara
a. Menyelam (diving) 1 jam 40.000
b. Snorkeling 1 jam 30.000
c. Berkemah 1 jam 15.000
d. Kano 1 jam 20.000
89

Lanjutan tabel 15.


Wisatawan nusantara
a. Menyelam (diving) 1 jam 30.000
b. Snorkeling 1 jam 20.000
c. Berkemah 1 jam 10.000
d. Kano 1 jam 15.000

Sumber: Peraturan Pemerintah No.59 Tahun 1998


Kebijakan pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama
berpedoman kepada peraturan perundang-undangan dari pusat dan daerah.
Kebijakan pusat meliputi UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistemnya, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan
UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Kebijakan daerah meliputi
RIPPDA Provinsi Papua Barat dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Teluk Wondama. RIPPDA Provinsi Papua Barat menjelaskan bahwa
Kabupaten Teluk Wondama masuk dalam Wilayah Pengembangan Pariwisata
(WPP) II dan pusat pengembangan di Manokawari dengan obyek daya tarik
wisata bahari yang ada di kawasan TNTC. Kebijakan Kabupaten Teluk Wondama
yang tertuang Perda Nomor 11 tahun 2008 tentang RTRW bahwa TNTC masuk
dalam Wilayah Pengembangan III yaitu zona pariwisata bahari yang berpusat di
Aisandami. Selain itu dijelaskan rencana strategi Kabupaten Teluk Wondama
menjelaskan bahwa pemerintah Kabupaten Teluk Wondama akan meningkatkan
dan memperkuat fungsi TNTC untuk kepentingan ekowisata dan pendidikan
lingkungan.
Kebijakan BBTNTC terkait dengan pengembangan ekowisata mengacu pada
Rencana Pengelolaan TNTC tahun 2010-2029. Salah satu misi BBTNTC adalah
mengembangkan secara optimal pemanfaatan sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya melalui pengembangan pariwisata alam/ekowisata secara
berkelanjutan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan.
Secara ringkas hirarki kebijakan pengembangan ekowisata di TNTC dapat
disajikan pada gambar 15.
90

UU No. 5 TAHUN 1990 UU No.10 TAHUN 2009 UU No. 26 TAHUN 2007


PP No. 28 TAHUN 2011 UU No. 27 TAHUN 2007 Tentang Penataan Ruang
PP No. 59 TAHUN 1998 UU No.32 TAHUN 2009 PP No. 26 Tahun 2008
PP No. 36 TAHUN 2010 RIPPNAS Tentang RTRWN
RPJP DEPHUT 2006-2025

KEBIJAKAN DITJEN RIPPDA PROVINSI RTRW PROVINSI


PHKA PAPUA BARAT BARAT PAPUA BARAT
2006-2017

RPTN TELUK RTRW KAB. TELUK


RIPPDA KAB. TELUK
CENDERAWASIH WONDAMA 2007-2027
WONDAMA/RENSTRA
2009-2029

PENGEMBANGAN EKOWISATA TAMAN NASIONAL TELUK


CENDERAWASIH KAB. TELUK WONDAMA

Gambar 15. Hirarki kebijakan pengembangan ekowisata di TNTC Kab. Teluk


Wondama
5.5. Rumusan Peranan Stakeholders Terhadap Pengembangan Ekowisata di
TNTC
Rumusan peranan stakeholders dianalisis dengan mensintesiskan hasil
analisis kebijakan, hasil analisis stakeholders dan hasil analisis kebutuhan.
Berdasarkan hasil analisis kebijakan bahwa pemerintah provinsi Papua Barat,
Pemerintah Kabupaten Teluk Wondama, masyarakat, LSM, swasta dan Perguruan
Tinggi juga memiliki peranan dalam pengembangan ekowisata di kawasan
TNTC. Hasil analisis stakeholders memetakan bahwa ada 19 (sembilan belas)
stakeholders yang menjadi stakeholders inti yaitu stakeholders yang ada pada
kuadran I, II dan III. Untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan
ekowisata di TNTC maka peranan stakeholders ini perlu diperhatikan. Hasil
analisis kebutuhan menunjukkan bahwa diperoleh 14 (empat belas) jenis
kebutuhan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC. Untuk
merumuskan peranan stakeholders juga memperhatikan aspek fungsi-fungsi
manajemen terkait dengan pengembangan ekowisata di TNTC. Peranan yang
dimaksudkan penelitian ini adalah bagian yang dimainkan stakeholders dalam
91

fungsi-fungsi manajemen terkait dengan pengembangan ekowisata. Menurut


(Tisnawati dan Saefullah K, 2010) bahwa fungsi-fungsi manajemen terhadap
program pengembangan ekowisata meliputi: 1) perencanaan (planning); 2)
pengorganisasian (organizing), 3) pelaksanaan (actuating) dan 4) pengawasan
(controlling). Dalam perumusan peranan stakeholders dalam penelitian ini bahwa
program pengembangan ekowisata di TNTC disinkronkan dari hasil analisis
kebutuhan stakeholders. Berdasarkan analisis kebutuhan stakeholders maka yang
menjadi program pengembangan ekowisata di TNTC Kab. Teluk Wondama
antara lain: 1) Inventarisasi dan identifikasi ODTW; 2) Perlindungan dan
pengamanan ODTWA; 3) Pengembangan sarana dan prasarana ekowisata; 4)
Promosi dan publikasi Obyek Daya Tarik Wisata (ODTW); 5) Penyusunan paket-
paket wisata; 6) Studi analisis pasar ekowisata; 7) Peningkatan penyuluhan sadar
wisata kepada masyarakat; 8) Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM bidang
ekowisata; 9) Pelatihan pemandu wisata (guide) kepada masyarakat dalam TNTC;
10) Pengembangan pendidikan lingkungan hidup; 11) Pemberdayaan masyarakat
berkaitan dengan program ekowisata; 12) Pengelolaan KP3K berbasis ekowisata
13) Penyusunan Rencana Induk Pengembangan ekowisata TNTC dan 14)
Pembentukan forum kolaborasi pengembangan ekowisata di TNTC.
Untuk mendukung program pengembangan ekowisata di TNTC
diperlukan peranan dari masing-masing stakeholders. Matriks peranan
stakeholders berdasarkan fungsi-fungsi manajemen terkait pengembangan
ekowisata di TNTC dapat sajikan pada tabel 16.
Tabel 16. Matriks Peranan Stakeholders terkait Pengembangan Ekowisata Di
TNTC Kabupaten Teluk Wondama.
N Program Ekowisata Peranan
o Planning Organizing Actuating Control
1 Inventarisasi dan BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC,
identifikasi ODTW. DPKPO KTW DPKPO KTW DPKPO DPKPO
KTW, KTW
KAMPUNG
2 Perlindungan dan BBTNTC BBTNTC BBTNTC, BBTNTC
pengamanan DKP KTW,
ODTWA. KAMPUNG
3 Pengembangan BBTNTC, DPK BBTNTC BBTNTC BBTNTC,
sarana dan prasarana PO KTW, DPK DPKPO KTW, DPKPO DPKPO
ekowisata PBB, DINHUB DPK PPB, KTW, DPK KTW, DPK
KTW DINHUB PPB, PPB,
KTW DINHUB DINHUB
KTW, KTW
SWASTA
92

Lanjutan Tabel 16
4 Promosi dan BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC,
publikasi ODTW. DPKPO DPKPO KTW, DPKPO DPKPO
KTW,DPK PPB DPK PBB KTW , DPK KTW, DPK
PPB, WWF. PPB.
5 Penyusunan paket- BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC,
paket ekowisata DPKPO KTW, DPKPO KTW, DPKPO DPKPO
DPK PPB DPK PPB KTW, DPK KTW, DPK
PPB PPB

6 Studi analisis pasar BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC,


ekowisata DPK KTW, DPKPO KTW, DPKPO DPKPO
DKP PBB DPK PPB. KTW, DPK KTW, DPK
PPB. PPB.

7 Peningkatan BBTNTC dan BBTNTC, BTNTC,DP BBTNTC,


penyuluhan sadar DPKPO KTW. DPKPO KTW KPO KTW, DPK PO
wisata kepada DISTRIK, KTW
masyarakat KAMPUNG
8 Peningkatan kualitas BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC,
dan kuantitas SDM DPK PO KTW DPK KTW, DPKPO DPKPO
bidang ekowisata. dan DPK PPB DPK PPB KTW, DPK KTW, DPK
PPB PPB
9 Pelatihan pemandu BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC,
wisata (guide) kepada DPKPO KTW DPKPO KTW DPKPO DPKPO
masyarakat KTW, KTW
DISTRIK,
KMB
10 Pengembangan KLH KTW KLH KTW, KLH KTW, KLH KTW
pendidikan YALHIMO YALHIMO,
lingkungan hidup
baik secara formal
maupun informal
11 Pemberdayaan BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC, BBTNTC,
masyarakat berkaitan DPKPO KTW, DPKPO KTW, DPKPO DPKPO
dengan program DPK PBB, DPK PPB, KTW, LSM, KTW, DPK
ekowisata. DKP KTW, DKP KTW, DISTRIK, PBB, DKP
DKP PPB DKP PPB KAMPUNG KTW, DKP
, KMB PPB
12 Penyusunan DKP KTW, DKP KTW, DKP KTW, DKP KTW,
Pengelolaan KP3K DKP PPB DKP PPB DKP PPB, DKP PPB
berbasis ekowisata. KMB.
13 Penyusunan rencana BBTNTC BBTNTC BBTNTC, BBTNTC
induk pengelolaan DPKPO
ekowisata TNTC KTW, DPK
PBB,
DISTRIK,
KMB,
UNIPA
14 Pembentukan forum BBTNTC BBTNTC BBTNTC, BBTNTC
kolaborasi DPKPO
pengelolaan KTW, DPK
PBB,
DISTRIK,
KMB,
UNIPA
93

Keterangan:
BBTNTC: Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih; DPKPO KTW: Dinas Pariwisata
Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Teluk Wondama; DPK PPB: Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi Papua Barat; DKP PPB: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua
Barat; BP3D: Badan Perencanaan Pengendalian Pembangunan Daerah; KLH: Kantor Lingkungan
Hidup; Dinhub: Dinas Perhubungan; WWF: World Wild Fund for Nature; KMB: Konsorsium
Mitra Bahari; UNIPA: Universitas Negeri Papua.

Berdasarkan matriks peranan stakeholders (tabel 16) bahwa


stakeholders secara umum berperan dalam pengembangan ekowisata di TNTC.
Namun dalam pengembangan ekowisata masing-masing stakeholders masih
bekerjas sesuai tugas dan fungsinya. Berdasarkan fakta dilapangan bahwa
BBTNTC memiliki peranan yang lebih besar dibandingkan dengan stakeholders
lainnya. Hal ini dapat terjadi karena BBTNTC selaku UPT Departemen
Kehutanan memiliki kewenangan dalam pengelolaan TNTC sesuai Permenhut
P.03 Tahun 2007. Untuk meningkatkan pengembangan ekowisata di TNTC
diharapkan BBTNC selaku pengelola kawasan dapat berkolaborasi dengan
stakeholders lainnya. Pengelolaan ekowisata secara kolaboratif salah satu solusi
untuk dapat meningkatkan efektivitas pengembangan ekowisata di TNTC
Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat.
Secara rinci rumusan peranan stakeholders terhadap program
pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk Wondama sebagai berikut:
1. Inventarisasi dan Identifikasi ODTW
Program inventarisasi dan Identifikasi ODTW di TNTC merupakan hal yang
penting sebelum membuat paket-paket wisata. Program ini diharapkan dapat
menggambarkan kondisi dan keunikan dari ODTW yang akan dipromosikan atau
ditawarkan kepada wisatawan. Stakeholders yang berperan dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program inventarisasi dan
identifikasi ODTW adalah BBTNTC dan Dinparbud Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Teluk Wondama. Kedua stakeholders memiliki tugas pokok yang
hampir sama dalam pengembangan ekowisata sehingga diharapkan bisa
berkobalarasi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut dan melibatkan Perguruan
Tinggi (UNIPA) dan WWF. BBTNTC dan Dinparbud Pemuda dan Olah raga
memiliki tugas pokok untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi ODTW di
kawasan TNTC.
94

2. Perlindungan dan pengamanan ODTW


Perlindungan dan pengaman ODTW merupakan hal yang penting secara
rutin dilakukan karena sering terjadi penangkapan ikan dengan menggunakan
bahan peledak di kawasan TNTC. Penggunaan bahan peledak dapat merusak
terumbu karang yang merupakan salah satu ODTW di kawasan TNTC. BBTNTC
adalah stakeholders yang berperan dalam perencanaan perlindungan ODTW dan
pengamanan kawasan TNTC. Pelaksanaan perlindungan dan pengaman ODTW di
kawasan TNTC bahwa BBTNTC bisa bekerjasama dengan DKP Kabupaten Teluk
Wondama bagian pengawasan hasil laut dengan melibatkan pihak Distrik dan
pemerintahan kampung dalam kawasan TNTC.
3. Pengembangan sarana dan prasarana ODTW.
Sarana dan prasarana merupakan hal yang penting dalam pengembangan
ekowisata di TNTC yaitu berupa pembangunan guest house, shelter, pos-pos
pengamanan ODTW, dermaga kapal wisata, pusat informasi dan lain-lain.
Stakeholders yang berperan dalam perencanaan Pengembangan sarana dan
prasarana ODTW adalah BBTNTC, Dinparbud Pemuda dan Olah Raga,
Dinparbud Provinsi Papua Barat, Dinhub Kabupaten Teluk Wondama. Keempat
stakeholder ini adalah memiliki tupoksi dalam pengembangan sarana dan
prasarana ekowisata di TNTC. Pelaksanaan program pengembangan sarana dan
prasarana sebaiknya dilakukan secara sinergis atau dapat dilakukan secara
bersama-sama dan diorganisir oleh masing-masing stakeholder teknis dan
pelaksanaannya bisa bermitra dengan pihak swasta. Pengawasan program
pengembangan sarana dan prasarana ekowisata bisa dilakukan secara bersama
oleh instansi teknis terkait.
4. Promosi dan Publikasi ODTW
Promosi dan publikasi ODTW merupakan program penting untuk menarik
wisatawan ke TNTC. Ada tiga stakeholders yang berperan dalam Promosi dan
Publikasi ODTW di kawasan TNTC yaitu BBTNC, Dinparbud Pemuda dan Olah
Raga Kabupaten Teluk Wondama dan Dinas Pariwisata Kebudayaan provinsi
Papua Barat. Ketiga stakeholders tersebut memiliki kesamaan berkaitan dengan
promosi dan pengembangan ODTW di TNTC mulai dari tahap perencanaan,
pengorganisasiaan, pelaksanaan dan pengawasan program. Untuk melaksanakan
95

promosi dan publikasi ODTW, ketiga stakeholders tersebut bisa bekerjasama


dengan LSM atau pihak swasta yang bergerak dibidang biro perjalanan. Dengan
adanya kesamaan program maka ketiga stakeholders akan lebih mudah untuk
melakukan kolaborasi pengembangan ekowisata di TNTC.
5. Penyusunan paket-paket wisata.
Penyusunan paket-paket wisata akan mempermudah dalam mempromosikan
produk ekowisata yang akan ditawarkan. Paket-paket wisata yang dikemas dengan
baik akan dapat mempengaruhi ketertarikan wisatawan untuk datang ke kawasan
TNTC. Secara teknis yang berperan menyusun paket-paket ekowisata di TNTC
adalah BBTNTC, Dinparbud Provinsi Papua Barat dan Dinparbud Pemuda dan
Olah Raga kabupaten Teluk Wondama. Ketiga stakeholders ini berperan mulai
dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program
penyususnan paket-paket wisata. Ketiga stakeholders bisa saling bekerjasama
dalam penyusunan paket-paket wisata agar lebih efektif dan efisien. Ketiga
stakeholders tersebut dalam pelaksanaan program ini bisa melibatkan WWF dan
UNIPA manokwari.
6. Studi analisis pasar ekowisata
Program studi analisis pasar ekowisata di TNTC diharapkan dapat
menganalisis permintaan ekowisata di TNTC. Stakeholders yang berperan dalam
studi analisis pasar ekowisata adalah BBTNTC, Dinparbud Pemuda dan Olah
Raga Kabupaten Teluk Wondama, Dinas pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
Papua Barat. Ketiga stakeholders ini mempunyai kewenangan dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program analisi pasar. Ketiga
stakeholders tersebut bisa bekerjasama dengan LSM atau pihak swasta untuk
melakukan analisis pasar ekowisata terkait pengembangan ekowisata di TNTC.
Untuk mengawasi pelaksanaan program ini, masing-masing stakeholders bisa
saling bekerjasama agar lebih terarah dan efisien.
7. Penyuluhan sadar wisata kepada masyarakat.
Penyuluhan sadar wisata kepada masyarakat dalam kawasan TNTC sangat
diperlukan. Masyarakat selaku pemilik hak ulayat harus memahami tentang
program ekowisata. Untuk mendukung pengembangan ekowisata di TNTC sangat
ditentukan oleh peranan dan kesadaran masyarakat yang tinggal dalam kawasan
96

agar turut mendukung program ekowisata di TNTC. Stakeholders yang berperan


dalam program penyuluhan sadar wisata kepada masyarakat adalah BBTNTC,
Dinparbud Kabupaten Teluk Wondama. Pelaksanaan penyuluhan ini bisa
bekerjsama dengan pemerintah kampung dan Distrik dalam kawasan TNTC.
Kedua stakeholders ini berperan dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan kegiatan penyuluhan wisata kepada masyarakat
dalam kawasan TNTC.
8. Peningkatan sumber daya manusia dalam bidang ekowisata
Peningkatan sumber daya manusia merupakan hal yang sangat dibutuhkan
dalam pengembangan ekowisata di TNTC. Sumberdaya manusia cukup sangat
sinergis dengan pengembangan ekowisata di TNTC. Stakeholders yang berperan
dalam perencanaan peningkatan sumberdaya manusia dalam bidang ekowisata
adalah BBTNTC, Dinparbud Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Teluk Wondama,
Dinas Pariwisata Kebudayaan Provinsi Papua Barat. Peningkatan sumberdaya
manusia bidang ekowisata bisa dilakukan melalui pendidikan formal, pelatihan
dan bimbingan teknis bagi staf di masing-masing stakeholders atau melalui
pelatihan dan bimbingan teknis bersama.
9. Pelatihan pemandu wisata (guide)
Pelatihan pemandu wisata di TNTC merupakan tanggungjawab pengelola
dalam memberdayakan masyarakat. Bila pemandu wisata berasal dari masyarakat
maka aka nada rasa memiliki terhadap ODTW di kawasan TNTC. Stakeholders
yang berperan perencanaan dan pelaksanaan program pelatihan pemandu wisata
(guide) kepada masyarakat dalam kawasan adalah BBTNTC, Dinparbud Pemuda
dan Olah Raga Kabupaten Teluk Wondama. Kedua stakeholders ini berperan
dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan program.
Untuk melaksanakan program tersebut bisa bekerjsama dengan Distrik dan
kepala-kepala kampung yang ada di kawasan TNTC.
10. Pengembangan pendidikan Lingkungan Hidup.
Pengembangan pendidikan lingkungan hidup salah satu pendukung
penting dalam pelestarian sumber daya alam sebagai ODTW. Stakeholders yang
berperan dalam perencanaan Pengembangan pendidikan lingkungan hidup di
kawasan TNTC adalah Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Teluk Wondama.
97

Program ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang UU Nomor 32


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikawasan
TNTC. Pelaksanaan Program ini bisa bekerjasama dengan kepala Distrik dan
kepala-kepala desa, kepala sekolah di kawasan TNTC serta Yayasan Lingkungan
Hidup Manokwari. Program ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
kepada anak-anak sekolah dan masyarakat dalam kawasan TNTC akan
pentingnya keseimbangan lingkungan dalam kehidupan manusia. Dengan adanya
program ini diharapkan masyarakat tidak menggunakan bom dalam penangkapan
ikan dan semakin peduli terhadap keberlanjutan sumber daya alam sebagai
ODTW.
11. Pemberdayaan masyarakat berkaitan program ekowisata
Pemberdayaan masyatakat untuk mendukung program ekowisata di TNTC
adalah merupakan hal yang sangat penting dalam ekowisata. Program ini
diharapakan adanya keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ekowisata di
TNTC. Stakeholders yang berperan dalam perencanaan pemberdayaan masyarakat
terkait program ekowisata di TNTC adalah BBTNTC, Dinparbud Pemuda dan
Olah Raga kabupaten Teluk Wondama, DKP Provinsi Papua Barat dan DKP
kabupaten Teluk Wondama. Dalam pelaksanaan program ini stakeholders bisa
bekerjasma dengan dengan Kepala-kepala Distrik dan kepala kampung dalam
kawasan TNTC.
12. Perencanaan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
berbasis ekowisata

Pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis ekowisata di TNTC


merupakan program pendukung dalam pengembangan ekowisata di TNTC.
Kawasan TNTC adalah Taman Nasional laut yang memiliki banyak kawasan
pesisir dan gugusan pulau-pulau kecil yang perlu dikelola dan dimanfaatkan
dengan baik untuk tujuan program ekowisata. Stakeholders yang berperan dalam
program ini adalah adalah DKP Kabupaten Teluk Wondama dan DKP provinsi
Papua Barat. Kedua stakeholders ini sudah mulai melakukan kegiatan
pengelolaan pesisir berbasis ekowisata di pulau Roswar. Kedua stakeholders ini
bisa saling bekerjasama dan dalam pelaksanaannya dapat melibatkan Konsorsium
Mitra Bahari selaku LSM yang dibentuk oleh DKP Provinsi Papua Barat.
98

Pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil diharapkan dapat sinkron dengan


rencana pengembangan ekowisata di kawasan TNTC Kabupaten Teluk Wondama.
13. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Ekowisata TNTC
Untuk mengakomodir semua kepentingan stakeholders terkait dengan
pengembangan ekowisata di TNTC maka penyusunan Rencana Induk
Pengembangan ekowisata di TNTC merupakan hal yang penting dalam
pengembangan ekowisata kedepan. Penyusunan rencana induk pengembangan
ekowisata di TNTC dapat menjadi acuan pengembangan ekowisata kedepan agar
lebih efektif dan efisien. Stakeholders yang berperan dalam perencanaan
penyusunan rencana induk pengelolaan ekowisata TNTC adalah BBTNTC.
Pelaksanaan kegiatan ini BBTNTC bisa bekerjsama dengan Dinparbud Provinsi
Papua Barat, Dinparbud Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Teluk Wondama,
BP3D Kabupaten Teluk Wondama, WWF, Konsorsium Mitra Bahari serta
masyarakat dalam kawasan TNTC.
14. Pembentukan Forum Kolaborasi Pengembangan Ekowisata TNTC
Untuk mendorong pengembangan ekowisata di TNTC diperlukan suatu
wadah/forum kolaborasi ekowisata yang dapat digunakan untuk menyalurkan
aspirasi berkaitan dengan pengembangan ekowisata. Forum kolabarasi
pengelolaan ekowisata bisa mengacu pada Permenhut No.19/Menhut-II/2004
tentang kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam. Permenhut ini menjelaskan bahwa pengelolaan Taman Nasional dalam hal
ini melalui pengembangan ekowisata dapat dilakukan kolaborasi dengan para
pihak terkait. Pengembangan secara kolaborasi adalah proses kerjasama yang
dilakukan oleh semua pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling
menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan
kemanfaatan.
Pada prinsipnya masing-masing stakeholders telah berperan dalam
pengembangan ekowisata di TNTC kabupaten Teluk Wondama sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya. Untuk meningkatkan peranan stakeholders perlu
kolabarasi pengembangan ekowisata agar lebih terarah dan efisien. Secara ringkas
rumusan peranan stakeholders terhadap pengembangan ekowisata di TNTC
dilihat berdasarkan fungsi manajemen dapat disajikan pada gambar 16.
99

BBTNTC

DINPAR- DINPAR-
BUD PO BUD
KTW PPB

DKP DKP PPB


KTW

Pengembangan
Ekowisata di
KLH TNTC Kab. DINHUB
KTW Teluk KTW
Wondama

BP3D UNIPA
KTW

DISTRIK KAMPUNG WWF, PENGU-


RUMBER- WAPRAK Konsorsiu SAHA
PON, ROON ISENE- TRANS-
& ROSWAR BUAY &
m Mitra PORTASI
YENDE Bahari

Gambar 16. Diagram rumusan peranan stakeholders terkait


pengembangan ekowisata di TNTC Kabupaten Teluk
Wondama.
Keterangan
: Berperan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
program
: Berperan sebagai mitra dalam pelaksanaan program.
: Berperan sebagai perencanaan dan pengendalian pembangunan.

Gambar 16 menggambarkan rumusan peranan stakeholders bila dianalisis


dari fungsi-fungsi manajemen. Ada tujuh stakeholders yang berperan dalam
proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
pengembangan ekowisata di TNTC kabupaten Teluk Wondama yaitu BBTNTC,
100

Dinparbud Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Teluk Wondama, Dinparbud


Provinsi Papua Barat, DKP Kabupaten Teluk Wondama, DKP Provinsi Papua
Barat, Dinas Perhubungan Kabupaten Teluk Wondama dan Kantor Lingkungan
Hidup kabupaten Teluk Wondama. Ketujuh stakeholders tersebut merupakan
instansi teknis yang berkaitan erat dengan pengembangan ekowisata di TNTC
Kabupaten Teluk Wondama. Untuk meningkatkan pengembangan ekowisata di
TNTC ketujuh stakeholders tersebut diharapkan bisa berkolaborasi agar
pengembangan ekowisata lebih terarah dan efisien.
Kelompok Stakeholder yang berperan sebagai mitra dalam pelaksanaan
pengembangan ekowisata di TNTC adalah UNIPA Manokwari, Distrik
Rumberpon, Distrik Roon, Distrik Roswar, Kampung Waprak, Kampung
Isenebuay, Kampung Yende, WWF, KMB, dan Pengusaha transportasi laut.
BP3D adalah stakeholders yang berperan sebagai perencanaan dan pengendalian
pembangunan secara umum di Kabupaten Teluk Wondama. BP3D Kabupaten
Teluk Wondama telah merencanakan pengembangan pariwisata masuk dalam
salah satu program prioritas dari delapan program yang sudah direncanakan di
kabupaten Teluk Wondama.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Stakeholders yang berkaitan dengan pengembangan ekowisata di Taman
Nasional Teluk Cenderawasih Kabupaten Teluk Wondama sebagai berikut :
a. Posisi sebagai Subject ada dua institusi yaitu Kantor Lingkungan Hidup
Kabupaten Teluk Wondama dan Dinas Perhubungan Kabupaten Teluk
Wondama.
b. Posisi sebagai Key player ada 14 (empat belas) institusi yakni BBTNTC,
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Papua Barat, DKP Provinsi
Papua Barat, Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Teluk Wondama, BP3D Kabupaten Teluk Wondama, DKP
Kabupaten Teluk Wondama, Distrik Roswar, Distrik Roon, Distrik
Rumberpon, Kampung Yende, Kampung Isenebuay, Tokoh Adat
Isenebuay, Kampung Waprak dan WWF.
c. Posisi sebagai Context Setter ada tiga institusi yaitu Konsorsium Mitra
Bahari, Pengusaha Transportasi Laut dan UNIPA.
d. Posisi sebagai Crowd adalah YALHIMO (Yayasan Lingkungan Hidup
Manokwari)
2. Kebutuhan stakeholders terkait pengembangan ekowisata di TNTC secara
umum sudah sinergis dengan program pengembangan ekowisata. Kebutuhan
stakeholders untuk bidang ODTW meliputi: a) Inventarisasi dan identifikasi
Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) ; b) Perlindungan dan pengamanan
ODTWA . Kebutuhan bidang sarana prasaran meliputi Pengembangan sarana
dan prasarana ekowisata berupa shelter, guest house, alat transportasi dan lain-
lain. Kebutuhan bidang publikasi dan informasi meliputi: a) Promosi dan
publikasi ODTW; b) Penyusunan paket-paket wisata; c) Studi analisis pasar
ekowisata; d) Penyuluhan sadar wisata kepada masyarakat. Kebutuhan bidang
sumberdaya manusia meliputi: a) Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM
bidang ekowisata; b) Pelatihan pemandu wisata (guide) terhadap masyarakat
di TNTC; c) Pengembangan pendidikan lingkungan hidup baik secara formal
maupun informal; d) Pemberdayaan masyarakat berkaitan dengan program
ekowisata. Kebutuhan perencanaan pengelolaan ekowisata jangka panjang
102

meliputi: a) Penyusunan rencana pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-


Pulau Kecil berbasis ekowisata di TNTC; dan b) Penyusunan Rencana Induk
Pengembangan ekowisata di TNTC.
3. Kebijakan pengembangan ekowisata di TNTC sebagai berikut:
a. Kebijakan Balai Besar TNTC dalam pengembangan ekowisata adalah
tercapainya pelestarian TNTC dan pemanfaatan sumberdaya alam
melalui pengembangan ekowisata untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat dengan berpedoman pada UU No. 5 Tahun 1990, UU No.
10 Tahun 2009, UU No. 26 Tahun 2007, UU No. 27 Tahun 2007, PP
No. 67 Tahun 1996, PP No. 59 Tahun 1998, PP No. 36 Tahun 2010, dan
PP No. 28 Tahun 2011.
b. Kebijakan Kabupaten Teluk Wondama adalah membuat program bahwa
kawasan TNTC sebagai pusat pengembangan pariwisata bahari sesuai
Perda Nomor 11 Tahun 2008 tentang RTRW Kabupaten Teluk
Wondama dan meningkatkan serta memperkuat fungsi TNTC untuk
kepentingan pengembangan ekowisata.
c. Kebijakan Provinsi Papua Barat adalah menetapkan kawasan TNTC
masuk dalam Wilayah Pengembangan Pariwisata zona III dengan obyek
daya tarik wisata bahari. Kebijakan ini sesuai dengan RIPPDA
Provinsi Papua Barat.
4. Rumusan peranan stakeholders dalam pengembangan ekowisata sebagai
berikut:
a. Stakeholders yang berperan dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan program pengembangan ekowisata di
TNTC kabupaten Teluk Wondama adalah BBTNTC, Dinparbud Pemuda
dan Olah Raga Kabupaten Teluk Wondama, Dinparbud Provinsi Papua
Barat, DKP Kabupaten Teluk Wondama, DKP Provinsi Papua Barat,
Dinas Perhubungan Kabupaten Teluk Wondama dan Kantor Lingkungan
Hidup Kabupaten Teluk Wondama.
b. BP3D Kabupaten Teluk Wondama berperan sebagai perencanaan dan
pengendalian pembangunan di kabupaten Teluk Wondama dan
103

merencanakan pengembangan pariwisata menjadi salah satu program


prioritas di Kabupaten Teluk Wondama.
c. Stakeholder yang berperan sebagai mitra dalam pelaksanaan program
pengembangan ekowisata di TNTC adalah UNIPA Manokwari, Distrik
Rumberpon, Distrik Roon, Distrik Roswar, Kampung Waprak, Kampung
Isenebuay, Kampung Yende, WWF, KMB, dan Pengusaha transportasi.

6.2. Saran
Untuk sinkronisasi program ekowisata serta meningkatkan peranan
stakeholders terhadap pengembangan ekowisata di TNTC perlu adanya
mekanisme hubungan para pihak. Salah satu mekanisme yang diperlukan adalah
Pembentukan Forum Kolaborasi Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional
Teluk Cenderawasih.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas R. 2005. Mekanisme Perencanaan Partisipasi Stakeholder Taman Nasional


Gunung Rinjani. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Abidin, Z.2007. Analisis kebutuhan pembelajaran dan analisis pembelajaran
dalam desain sistem pembelajaran. Suhuf, Jurnal Fakultas Agama Islam, 19
(1). pp. 61-72. ISSN 0852-368X.
Agustino L. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Asikin M. 2001. Stakeholders Participation in SME Policy Design and
Implementation. ADB technical Assistance SME Development. Jakarta.
[BBTNTC] Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih.2009a. Rencana
Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih Tahun 2010-2029.
Manokwari-BBTNTC.
[BBTNTC] Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. 2009b. Buku
Zonasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Manokwari-BBTNTC.
[BBTNTC] Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. 2010. Laporan
Tahunan Tahun 2009 Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih.
Manokwari-BBTNTC.
[BBTNTC] Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih. 2011. Laporan
Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Pengunjung Di Taman Nasional Teluk
Cenderawasih Tahun 2010. Manokwari-BBTNTC.
Bengen DG. 2005. Pentingnya Keterpaduan Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis
Kesesuaian Lingkungan Sebagai Pilar Pembangunan Kelautan
Berkelanjutan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Bogor. Institut Pertanian
Bogor.
Bryson, JM. 2004. What to Do when Stakeholders Matter: Stakeholder
Identification and Analysis Techniques. Public Management Review Vol 6 .
2004:21-53.
Bungin B, 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Colfer, C.J.P., M.A. Brocklesby, C.Diaw, P.Etuge, M. Gunter, E.Harwell,
C.McDougall,N.M. Porro, R.Prabu, A.Salim, M.A. Sardjano, B.
Tchikangwa, A.M. Tiani, R.wadley, J. Woelfel, dan E. Wollenberg. 1999.
Perangkat Kriteria dan Indikator. Center for International Forestry Researh.
Bogor.
Damanik J dan Weber HF, 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi.
Yogjakarta: Pusat Studi Pariwisata UGM dan Penerbit Andi.
Darwanto H. 1998. Perencanaan Wilayah Pesisir. Perpektif Keterpaduan Dalam
Penataan Ruang Darat-Laut Merajut Lokal Menuju Kebijakan Nasional.
Jakarta.
106

[Depkeu] Departemen Keuangan. 2001. Keputusan Menteri Keuangan Nomor


656/KMK.06/2001 tentang Tata cara pengenaan, pemungutan, penyetoran
pemungutan dan iuran bidang perlindungan dan konservasi alam.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2004a. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.56/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2004b. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007a. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.11/Menhut-II/2007 tentang Pembagian Rayon Taman Nasional dan Taman
Wisata Alam.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007b. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Taman Nasional.
[Depdagri] Departemen Dalam Negeri 2009. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di
Daerah. Jakarta: Depdagri.
Ditjen PHKA. 2004. Peraturan Perundang-undangan Bidang Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam. Jakarta. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam
Dunn, W.2003.Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisis Kedua. Universitas
Gajah Mada, Anggota IKAPI. Yogjakarta.
Eryatno SF. 2007. Riset Kebijakan, Metode penelitian untuk Pascasarjana.
Bogor:IPB Press.
Fisher R.J. 1995.Collaborative Management of Forest for Conservation for
Conservation and Development. Gland Switzerland, IUCN/WWF.
Groenendijk. 2003. Planning and Management Tools. Published by: The
International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation
(ITC).
Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Edisi Kedua. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Igbal M dan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Analisis Kebijakan
Pertanian. Volume 5 No. 2, Juni 2007 : 167-182
Kassa S. 2009. Konsep pengembangan Co-Management untuk Melestarikan
Taman Nasional Lore Lindu. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor: P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Alam.
107

MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan kawasan


yang dilindungi di Daerah Tropika. Amir HH. Penerjemah. Ed ke -2
Yogjakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Managing
Pretected Areas in the Tropics.
Moleong, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Parson, W.1995. Public Policy: An Instroduction To The Theory And Practice of
Policy Analysis. Edward Elgar Publishing Co. London.
Pemda Kabupaten Teluk Wondama. 2006. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Teluk Wondama 2006-2010.
Kerjasama Pemda Kabupaten Teluk Wondama dengan Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang.
Petocz, R.G. 1987. Konservasi Alam dan Pembangunan di Irian Jaya. Jakarta :
Pustaka Grafiti Press.
Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan
Kepariwisataan. JAKARTA
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 Tarif Atas Jenis dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak.Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata
Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan
Taman Wisata Alam. Jakarta.
Petheran RJ, Peter Stephen, Don Gilmour.2004. Collaborative Forest
management: a review Australian Forestry 2004 Vol.67,No.2 pp.137-146.
Race D and J Millar. 2006. Training Manual: Social and Community Dimensions
of ACIAR Project. Australian Center for International Agricultural Research
– Institut for Land, Water, and Society of Charles Sturt University,
Australia.
Reed.SM, A.Graves, N. Dandy, H.Posthumus, K. Huback, J.Morris, Ch.Prell,
C.H. Quin, L.C. Stringer. 2009. Who’s in and why? A typology of
stakeholder analysis methods for natural resource management. Journal of
Environmental Management XXX (2009) 1-17.
Ridwan, 2000. Kebijakan Pengembangan Hutan untuk Ekowisata. Di dalam:
Fandeli C, Mukhlisson, Editor. Pengusahaan Ekowisata. Yogjakarta:
Fahutan UGM DIY-UKSDA DIY-Pustaka Pelajar.
Singarimbun dan Effendi [Editor].1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES.
Jakarta.
108

Tisnawati dan Saefullah K.2010. Pengantar Manajemen. Penerbit Perdana Media


Group. Jakarta.
Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak. JAKARTA.
Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Jakarta.
Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta.
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Jakarta.
Yulianda F.2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Konservasi. [Makalah]. Disampaikan pada Seminar Sains
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Yoeti, 2008. Ekonomi Pariwisata. Introduksi, Informasi dan Aplikasi. Penerbit PT
Kompas Media Nusantara. Jakarta.
Widada. 2008. Mendukung Pengelolaan Taman Nasional Yang Efektif Melalui
Pengembangan Masyarakat Sadar Konservasi Yang Sejahtera,
Jakarta:Ditjen PHKA-JICA.
Wiratno, Indriyo D. Syarifudin A, Kartikasari A.2004. Berkaca di Cermin Retak.
Refleksi Konservasi dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman Nasional. Edisi
Kedua (edisi revisi). Publikasi Forest Press, The Gibbon Foundation
Indonesia, Departemen Kehutanan, PILI-NGO Movement, Jakarta.
LAMPIRAN
110

Lampiran 1. KRITERIA PENILAIAN TINGKAT KEPENTINGAN DAN


PENGARUH STAKEHOLDERS.
A. Kriteria Penilaian Tingkat Kepentingan stakeholders terhadap pengembangan
ekowisata.
No Unsur Sub Unsur Ada Ada Ada Ada Ada
5 4 3 2 1
1. Keterlibatan a. Perencanaa ekowisata
stakeholders b. Pengorganisasian 5 4 3 2 1
terkait ekowisata
pengembangan c. Pelaksanaan ekowisata
ekowisata di d. Pengawasan ekowisata
TNTC e. Evaluasi
2. Manfaat a. Sumber penerimaan
pengembangan negara/mata pencaharian 5 4 3 2 1
ekowisata di masyarakat
TNTC bagi b. Sebagai perlindungan SDA
stakeholders secara berkelanjutan
c. Membuka akses/keramaian
d. Menciptakan lapangan
kerja
e. Dapat berinteraksi dengan
orang luar.
3. Kewenangan a. Perlindungan dan
stakeholders pengamanan ODTW/SDA 5 4 3 2 1
terkait dengan b. Pembangunan Sarana dan
pengembangan Prasarana ekowisata serta
ekowisata di pengelolaan
TNTC c. Pemberdayaan masyarakat
setempat dalam bidang
ekowisata
d. Memberikan pelayanan
perijinan
e. Penyediaan data dan
informasi
4. Program a. 81-100 % dalam tupoksi 81- 61- 41- 21- ≤
stakeholders b. 61-80 % dalam tupoksi 100 80 60 40 % 20
terkait ekowisata c. 41-60 % dalam tupoksi % % % %
d. 21-40 % dalam tupoksi
e. ≤ 20 % dalam tupoksi. 5 4 3 2 1
5. Tingkat a. 81-100 % : Ekowisata 81- 61- 41- 21- ≤
ketergantungan sumber pendapatan bagi 100 80 60 40 % 20
stakeholder dalam stakeholders % % %
pengembangan b. 61-80 % ; Ekowisata
ekowisata di sebagai sumber pendapatan 5 4 3 2 1
TNTC bagi stakeholders
c. 41-60 % : Ekowisata
sebagai sumber pendapatan
bagi stakeholders
d. 21-40 %: Ekowisata
sebagai sumber pendapatan
bagi stakeholders
e. <20 % : Ekowisata sebagai
sumber pendapatan bagi
stakeholders
Keterangan : 5 = Sangat tinggi, 4 = Tinggi, 3 = Cukup tinggi, 2 = Kurang tinggi, 1 = Rendah
111

Lanjutan Lampiran 1.
B. Kriteria Penilaian Tingkat Pengaruh Stakeholder Terhadap Pengembangan
Ekowisata.
No Aspek-Aspek Unsur-Unsur Ada Ada Ada Ada Ada
a b c d a
1. Kemampuan a. Jika 75-100 % usulan
stakeholders diterima 5 4 3 2 1
memperjuangkan b. Jika 51-75 % usulan
aspirasi diterima
pengembangan c. Jika 26-50 % usulan
ekowisata di TNTC diterima
d. Jika < 25 % usulan diterima
e. Jika tidak ada sama sekali
usulan
2. Kontribusi Fasilitas a. Bangunan kantor pengelola Ada Ada Ada Ada Ada
yang diberikan b. Mess karyawan/pegawai ≥5 4 3 2 1
stakeholders terkait c. Kendaraan operasional
pengembangan d. Alat komunikasi 5 4 3 2 1
ekowisata di TNTC e. Sarana prasarana/pos jaga
f. Guest House, shelter,
Dermaga wisata.
g. Pusat perbelanjaan (kios,
toko)
3. Kapasitas a. Aktif Top manejer/setingkat Ada Ada Ada Ada Ada
kelembagaan yang Ess. II/kepala a b c d e
disediakan kampong/pimpinan
stakeholders terkait perusahaan 5 4 3 2 1
dengan b. Aktif middle
pengembangan manejer/Ess.III/sekretaris
ekowisata di TNTC. kampung
c. Aktif Ess. IV/Kaur kampung
d. Jika yang aktif adalah staf
dan masyarakat
e. Jika tidak ada yang aktif
4. Tingkat dukungan a. 81-100 % untuk ekowisata Ada Ada Ada Ada Ada
anggaran b. 61-80 % untuk ekowisata a b c d e
stakeholders yang c. 41-60 % untuk ekowisata
digunakan dalam d. 21-40 untuk ekowisata 5 4 3 2 1
pengembangan e. < 20 untuk ekowisata
ekowisata di TNTC
5. Kemampuan a. Pengamanan potensi Ada Ada Ada Ada Ada
stakeholders ODTWA 5 4 3 2 1
melaksanakan b. Memiliki fasilitas
pengembangan pengamanan potensi 5 4 3 2 1
ekowisata di TNTC ODTWA
c. Promosi potensi ODTWA
d. Kemampuan menjalin
hubungan sesama
stakeholders
e. Kemampuan menarik
wisatawan
Keterangan : 5 = Sangat tinggi, 4 = Tinggi, 3 = Cukup tinggi, 2 = Kurang tinggi, 1 = Rendah
112

Lampiran 2.

PANDUAN WAWANCARA INDEPTH INTERVEW


PENELITIAN TESIS
PERANAN STAKEHOLDERS TERKAIT PENGEMBANGAN
EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWSIH
KABUPATEN TELUK WONDAMA

Nama :……………………………………………………………
Jabatan :……………………………………………………………
Instansi :……………………………………………………………
Pendidikan :……………………………………………………………
Umur :……………………………………………………………
Alamat/Telp/HP :……………………………………………………………

A. Pemahaman Stakeholders terhadap Pengembangan Ekowisata di TNTC


Kabupaten Teluk Wondama.
No. Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana Pendapat saudara/i
tentang pengembangan ekowisata di
TNTC Kab. Teluk Wondama.
2. Bagaimana tingkat perkembangan
ekowisata saat ini menurur saudara/i?
3. Sejak kapan saudara terlibat dalam
pengembangan ekowisata TNTC?
(tahun, atau berdasarkan surat
keputusan jika formal).
4. Keterlibatan dalam bidang pekerjaan
apa saja saudara/i (atau dalam bentuk
apa saja ) dalam pengembangan
ekowisata? Apa saja kegiatan yang
sudah dijalankan berkenan dengan
TNTC
5. Bagaimana persepsi saudara/i
terhadap pengembangan ekowisata di
TNTC
6. Apa saja kendala saudara/i dalam
pengembangan ekowisata di TNTC
7. Bagaimana hubungan saudara/i
dengan stakeholders lainnya?
8. Bagaimana sosialisasi dari pengelola
terkait pengembangan ekowisata di
TNTC?
9. Bagaimana posisi dan pengaruh
saudara/i dalam pengembangan
ekowisata di TNTC?
113

10. Bagaimana kepentingan saudara/i


terhadap pengembangan ekowisata
(kepentingan ekonomi, sosial,
budaya, lingkungan?
11. Faktor-faktor apa saja yang penting
menurut saudara/i untuk kesuksesan
pengembangan ekowisata di TNTC?
12. Bagaimana menurut saudara/i tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata di TNTC?

B. Daftar Pertanyaan bagi Kepentingan Stakeholders Terhadap


Pengembangan Ekowisata Di TNTC Kabupaten Teluk Wondama
No Pertanyaan Jawaban Jawaban/Pendapat
5 4 3 2 1
1 Bagaimana keterlibatan
saudara terkait pengem-
bangan ekowisata di
TNTC.

2 Bagaimana manfaat
pengembangan ekowisata
terhadap instansi saudara
di TNTC.

3 Bagaimana kewenangan
instansi saudara terhadap
pengembangan ekowisata
di TNTC?

4 Apakah program
pengembangan ekowisata
di TNTC merupakan skala
prioritas dalam tupoksi
instansi saudara?
5. Bagaimana tingkat
ketergantungan instansi
saudara terhadap
pengembangan ekowisata
di TNTC
Total Nilai
Keterangan:
5=Sangat Tinggi, 4=Tinggi, 3=Cukup Tinggi, 2=Kurang Tinggi, 1=Rendah.
114

Lampiran 2 (Lanjutan).
C. Daftar Pertanyaan Bagi Pengaruh Stakeholders Terhadap Pengembangan
Ekowisata Di TNTC Kabupaten Teluk Wondama
No Pertanyaan Jawaban Jawaban/Pendapat
5 4 3 2 1
1. Bagaimana tingkat
pengaruh instansi saudara
dalam memperjuangkan
aspirasi agar diakomodir
pengembangan ekowisata
di TNTC Kabupaten
Teluk Wondama (Anda
berperan sebagai apa?)
2. Apa saja kontribusi
fasilitas yang diberikan
instansi saudara dalam
pengembangan ekowisata
di TNTC Kabupaten
Teluk Wondama
3. Bagaimana kapasitas
SDM yang dimiliki
instansi saudara untuk
ikut aktif dalam
pengembangan ekowisata
di TNTC Kabupaten
Teluk Wondama
4. Bagaimana dukungan
anggaran instansi saudara
dalam pengembangan
ekowisata di TNTC
5. Bagaimana kemampuan
instansi saudara dalam
pelaksanaan pengem-
bangan ekowisata di
TNTC.
Total Nilai
Keterangan:
5=Sangat Tinggi, 4=Tinggi, 3=Cukup Tinggi, 2=Kurang Tinggi, 1=Rendah.
115

Lampiran 2 (Lanjutan)
D. Rekapitulasi Hasil (skor) dari Identifikasi dan Pemetaan

ASPEK
Stakeholders Lembaga/Instansi Kepentingan Pengaruh
(skor total) (skor total)
Pemerintah Balai Besar TNTC
Pusat
Pemda Provinsi Dinas Parawisata dan
Papua Barat kebudayaan
Dinas Kelautan dan Perikanan
Pemda Kab. Dinas Pariwisata dan
Teluk Wondama kebudayaan
Dinas Kelautan dan Perikanan
BP3D
Dinas Perhubungan
Kantor Lingkungan Hidup
Distrik Roon
Distrik Roswar
Distrik Rumberpoon
LSM WWF
YALHIMO
Konsorsium Mitra bahari
Masyarakat Tokoh masyarakat adat
Isenebuay
Kepala Kampung Waprak
Kepala Desa Yende
Kepala Desa Isenebuay
PT UNIPA Manokwari
Swasta Pengusaha Transportasi laut.
Keterangan : 5 = Sangat tinggi; 4 = Tinggi, 3 = Cukup tinggi, 2= Kurang Tinggi, 1 = Rendah

You might also like