Professional Documents
Culture Documents
Askep Kista Ovarium
Askep Kista Ovarium
KISTA OVARIUM
Disusun oleh :
Kelompok 3
1. Rosidah 70300119046
2. Annisa 70300119067
3. Nurul Fahmi 70300119068
4. Nurul Qodri Anggraeni 70300119069
5. Ainun Naima Maharani Putri 70300117070
6. Juswar 70300119065
22 April 2021
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN ...........................................................................................
BAB II : TINJAUAN TEORI DAN KONSEP .............................................................
BAB III : STUDI KASUS .............................................................................................
BAB I V : KESIMPULAN ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Kista ovarium merupakan tumor jinak ginekologi yang paling
sering dijumpai pada wanita di masa reproduksinya (Depkes RI, 2011).
Dian (2016) mendefinisikan kista ovarium sebagai kantung berisi cairan
atau bahan semi-solid yang terdapat di ovarium. Williams (2002)
menjelaskan dalam bukunya bahwa kista ovarium merupakan satu dari
sekian jenis massa ovarium dan setiap jenis massa ovarium bisa
menyebabkan gangguan atau kesulitan pada kehamilan. Jaringan ini sangat
dinamik karena dipengaruhi rangsang hormonal sejak masa pubertas
hingga menopause. Inilah alasan massa ovarium berupa kista atau tumor
jinak banyak timbul di ovarium. Klasifikasi kista dan tumor sendiri tidak
pernah cukup memuaskan karena kompleksitas dari pertumbuhannya,
beberapa hanya bisa dibedakan dengan pemeriksaan histologik (Llewellyn
& Jones, 2002).
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang di Maksud Dengan Kista Ovarium?
2. Apa Penyebab Dari Kista Ovarium?
3. Apa Tanda dan Gejala Pada Kista Ovarium?
4. Kasus
5. Pengkajian
6. Diagnosa Keperawatan
7. Intervensi Keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kista ovarium adalah sebuah kantung yang berisi cairan yang
berkembang/muncul di ovarium. Kista ovarium ini ada yang sederhana
dan ada juga yang kompleks. Kista sederhana terdiri dari satu kantung
yang berisi cairan, sedangkan kista kompleks dapat terdiri dari beberapa
kantung atau tidak hanya berisi cairan, tetapi juga material yang solid.
Kista ovarium diklasifikasikan menjadi 2 jenis: fisiologis
(fungsional) dan patologis (neoplastik). Kista ovarium fungsional terdiri
dari kista folikuler dan kista luteal. Kista ovarium patologis dapat bersifat
jinak atau ganas. Jenis kista ovarium patologis di antaranya adalah
adenoma (kistadenoma), teratoma (kista dermoid), dan endometrioma.
Kista ovarium fungsional atau kista ovarium patologis yang jinak sering
ditemukan pada perempuan usia muda, sedangkan kista ovarium yang
bersifat ganas cenderung lebih sering ditemukan pada perempuan usia tua
(pascamenopause).
Kista ovarium adalah masalah ginekologis yang sangat umum pada
seorang perempuan dan dapat terjadi di tiap tahap kehidupan, mulai dari
janin sampai masa pascamenopause. Akan tetapi, kebanyakan kasus terjadi
pada usia reproduktif yang merupakan periode aktif secara hormonal.
Kista ovarium pada umumnya asimtomatis dan biasanya ditemukan secara
kebetulan. Mayoritas kista ovarium juga dapat hilang/sembuh dengan
sendirinya. Namun, jika kista ovarium ini memiliki ukuran yang besar,
persisten, dan simtomatis (mis.menyebabkan nyeri), keberadaannya harus
diwaspadai. Pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui jenis
kista dan adanya komplikasi yang dapat terjadi seperti ruptur kista yang
dapat menyebabkan perdarahan dan torsio ovarium. Pada kasus-kasus
tersebut terapi pembedahan yakni pengangkatan kista bahkan ovarium
mungkin dibutuhkan.
B. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kista ovarium patologis dipengaruhi oleh pertumbuhan
abnormal sel-sel yang berada di dalam ovarium.
1. Kista Fungsional
Rata-rata siklus menstruasi terjadi selama 28 hari, dimulai dengan
hari pertama dari perdarahan menstruasi dan diakhiri sehari sebelum
periode menstruasi selanjutnya. Paruh pertama dari siklus ini disebut
fase folikuler (fase proliferatif) yang terjadi sampai terjadinya ovulasi
dan paruh kedua dari siklus ini disebut fase luteal (fase sekretorik)
yang berlangsung setelah ovulasi terjadi. Pada fase folikuler dapat
terbentuk kista folikuler dan pada fase luteal dapat terbentuk kista
luteal.
Pada fase folikuler, stimulasi follicle stimulating hormone (FSH)
yang meningkat secara berlebihan atau kurangnya lonjakan luteinizing
hormone (LH) pada pertengahan siklus sebelum ovulasi dapat
menyebabkan kegagalan proses ovulasi. Cairan intrafolikel yang tidak
diabsorbsi kembali dapat menyebabkan folikel berlanjut menjadi
sebuah kista folikuler di dalam ovarium. Sementara itu, pada fase
luteal, kista luteal dapat terjadi akibat pertumbuhan yang berlanjut dari
korpus luteum karena kegagalan disolusi jika tidak terjadi kehamilan
atau kista dapat juga terbentuk karena perdarahan yang mengisi rongga
korpus yang terjadi setelah ovulasi. Terdapat 2 jenis kista luteal yakni
kista granulosa dan kista teka-lutein. Kista granulosa merupakan
pembesaran non-neoplastik ovarium, sedangkan kista teka-lutein
merupakan kista yang dapat disebabkan oleh luteinisasi dan hipertrofi
lapisan sel teka interna sebagai respon terhadap stimulasi yang
berlebihan dari gonadotropin dan hCG. Oleh karena itulah, kista teka-
lutein sering dijumpai pada perempuan dengan penyakit ovarium
polikistik, mola hidatidosa, koriokarsinoma, serta terapi hCG dan
klomifen sitrat.
2. Kista Patologis
Kista patologis muncul melalui pertumbuhan berlebihan dari sel-
sel yang ada di dalam ovarium. Kista patologis ini dapat bersifat jinak
atau ganas. Kista patologis dapat muncul dari semua tipe sel dan
jaringan ovarium. Sel yang paling sering berkembang menjadi kista
patologis yang bersifat ganas adalah sel epitel permukaan
(mesotelium) berupa kista adenomakarsinoma epitel ovarium,
sedangkan kista patologis yang bersifat jinak dapat berupa
kistadenoma serosa dan musinosa. Sel lain yang dapat berkembang
menjadi kista patologis adalah sel germinal yang dapat membentuk
kista dermoid (teratoma). Endometrioma adalah kista yang berisi darah
yang muncul dari endometrium ektopik. Endometrioma ini
berhubungan dengan endometriosis. Luteoma kehamilan dapat terjadi
ketika parenkim ovarium digantikan dengan proliferasi sel stroma
terluteinisasi yang mungkin menjadi aktif secara hormonal dengan
produksi androgen. Penyakit ovarium polikistik adalah kista yang
berhubungan dengan disfungsi hipotalamus.
C. ETIOLOGI
Etiologi kista ovarium fungsional adalah kista folikuler dan kista
luteal yang berasal dari sel-sel fisiologis. Sedangkan, kista patologis dapat
berasal dari semua sel dan jaringan ovarium. Namun, sel epitel pemukaan
(mesotelium) adalah sel yang paling sering berkembang menjadi kista
patologis yang bersifat ganas.
3. Faktor Risiko
Faktor risiko terbentuknya kista ovarium di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Pengobatan infertilitas – pasien yang sedang menjalani terapi infertilitas
dengan induksi ovulasi menggunakan gonadotropin atau agen lainnya
seperti klomifen sitart atau letrozole dapat mengalami kista sebagai bagian
dari sindrom hiperstimulasi ovarium.
b. Tamoxifen – Tamoxifen dapat menyebabkan kista ovarium fungsional
jinak yang biasanya menghilang setelah penggunaan dihentikan.
c. Kehamilan – Pada perempuan hamil, kista ovarium dapat terbentuk di
trimester kedua ketika kadar hCG memuncak.
d. Hipotiroidisme – Karena kesamaan di antara subunit alfa dari TSH dan
hCG, hipotiroidisme dapat menstimulasi ovarium dan pertumbuhan kista.
e. Gonadotropin maternal – Efek transplasenta dari gonadotropin maternal
dapat menyebabkan berkembangnya kista ovarium pada janin dan
neonatus
f. Merokok – Risiko terjadinya kista ovarium fungsional meningkat dengan
merokok
g. Ligasi tuba – Kista ovarium fungsional terbukti berkiatan dengan
sterilisasi dengan cara ligasi tuba.
D. KOMPLIKASI
Komplikasi kista ovarium yang dapat terjadi diantaranya adalah torsio
ovarium dan ruptur kista.
1. Torsio Ovarium
Kista ovarium yang diameternya lebih besar dari 4 cm memiliki
rata-rata terjadinya torsio atau terpuntir sekitar 15%. Kebanyakan
kasus torsio terjadi pada perempuan usia muda, tetapi 17% kasus
dapat terjadi pada perempuan prapubertas dan pascamenopause.
Torsio ovarium lebih umum terjadi pada ovarium kanan karena
pada ovarium kiri, kolon sigmoid membatasi mobilitasnya. Gejala
yang dapat timbul berupa nyeri hebat yang disertai dengan mual
dan muntah. Nyeri yang hebat disebabkan oleh infark pada
pembuluh darah ovarium. Infark ini merupakan akibat dari
obstruksi pada vena dan arteri karena rotasi pedikel vaskuler
ovarium saat terjadinya torsio. Kista ovarium fungsional yang
paling sering berhubungan dengan torsio adalah kista luteal
sementara pada kista patologis adalah kista dermoid. USG dan CT-
Scan dapat membantu diagnosis. Opsi pengobatan termasuk
detorsio laparoskopik dan preservasi adneksa pada perempuan
muda usia reproduktif dan salpingo-ooforektomi pada perempuan
pascamenopause. Fungsi ovarium dapat diselamatkan dengan
detorsio laparoskopik pada 90% kasus.
2. Ruptur Kista
Ruptur kista ovarium pada umumnya muncul pada kista korpus
luteum. Gejala yang timbul dapat berupa nyeri yang mendadak,
unilateral, dan tajam. Dapat juga terjadi takikardia, hipotensi, dan
tanda-tanda peritonitis jika terjadi perdarahan yang masif. Pada
ruptur kista, USG dapat memperlihatkan cairan bebas di kavum
Douglas pada 40% kasus. Ruptur kista dan perdarahan dapat
diterapi secara konservatif dengan observasi jika pasien stabil
dengan follow-up rutin dalam 6 minggu untuk mengkonfirmasi
resolusi perdarahan. Laparoskopi diindikasikan pada kasus dengan
hemodinamik yang memburuk, kemungkinan torsio, gejala yang
tidak menghilang dalam 48 jam, dan peningkatan hemoperitoneum
atau penurunan konsentrasi hemoglobin.
E. PENYEBAB
Penyebab Kista Ovarium dan beberapa faktor risiko berkembangnya
ovarium adalah perempuan yang biasanya memiliki ciri-ciri berikut:
1. Riwayat kista ovarium terdahulu
2. Siklus haid tidak teratur
3. Perut buncit
4. Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih muda)
5. Sulit hamil
6. Penderita hipotiroid
7. Penderita kanker payudara yang pernah menjalani kemoterapi.
F. Klasifikasi Kista Ovarium
Klasifikasi Kista Ovarium Menurut Anwar (2011), kista ovarium dapat
terjadi di bagian korpus luteum dan bersifat non-neoplastik. Ada pula yang
bersifat neoplastik. Oleh karena itu, tumor kista dari ovarium yang jinak di
bagi dalam dua golongan yaitu golongan nonneoplastik dan neoplastik.
Menurut klasifikasi kista ovarium berdasarkan golongan non neoplatik,
kista dapat didapati sebagai:
1. Kista OvariumNon-neoplastik
a. Kista Folikel
Kista folikel merupakan struktur normal dan fisiologis yang berasal
dari kegagalan resorbsi cairan folikel yang tidak dapat berkembang
secara sempurna. Kista folikel dapat tumbuh menjadi besar setiap
bulannya sehingga sejumlah folikel tersebut dapat mati dengan
disertai kematian ovum. Kista folikel dapat terjadi pada wanita
muda yang masih menstruasi. Diameter kista berkisar 2cm. Kista
folikel biasanya tidak bergejala dan dapat menghilang dalam waktu
<60 hari. Jika muncul gejala, biasanya menyebabkan interval antar
menstruasi yang sangat pendek atau panjang. Pemeriksaan untuk
kista <4 cm adalah pemeriksaan ultrasonografi awal, dan
pemeriksaan ulang dalam waktu 4-8 minggu. Sedangkan pada kista
>4 cm atau kista menetap dapat diberikan pemberian kontrasepsi
oral selama 48 minggu yang akan menyebabkan kista menghilang
sendiri.
b. Kista lutein
Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang diluar
kehamilan. Kista luteum yang sesungguhnya, umumnya berasal
dari corpus luteum hematoma. Perdarahan kedalam ruang corpus
selalu terjadi pada masa vaskularisasi. Bila perdarahan ini sangat
banyak jumlahnya, terjadilah korpus leteum hematoma yang
berdinding tipis dan berwarna kekuning-kuningan. Biasanya
gejala-gejala yang di timbulkan sering menyerupai kehamilan
ektopik.
c. Kista stain levental ovary
Biasanya kedua ovarium membesar dan bersifat polykistik,
permukaan rata, berwarna keabu-abuan dan berdinding tebal. Pada
pemeriksaan mikroskopis akan tampak tunika yang tebal dan
fibrotik. Dibawahnya tampak folikel dalam bermacam-macam
stadium, tetapi tidak di temukan korpus luteum. Secara klinis
memberikan gejala yang disebut stain-leventhal syndrome dan
kelainan ini merupakan penyakit herediter yang
autosomaldominant.
d. Kista Korpus Luteum
Kista korpus luteum merupakan jenis kista yang jarang terjadi.
Kista korpus luteum berukuran ≥ 3 cm, dan diameter kista sebesar
10 cm. Kista tersebut dapat timbul karena waktu pelepasan sel telur
terjadi perdarahan dan bisa pecah yang sering kali perlu tindakan
operasi (kistektomi ovari) untuk mengatasinya. Keluhan yang biasa
dirasakan dari kista tersebut yaitu rasa sakit yang berat di rongga
panggul terjadi selama 1460 hari setelah periode menstruasi
terakhir.
2. Kista Ovarium Neoplastik
a. Kistoma Ovarium Simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai,
seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan
cairan di dalam kista jernih, dan berwarna putih. Terapi terdiri atas
pengangkatan kista dengan reseksi ovarium, akan tetapi jaringan yang
di keluarkan harus segera di periksa secara histologik untuk
mengetahui apakah ada keganasan atau tidak
b. Kista Dermoid
Sebenarnya kista dermoid ialah satu terotoma kistik yang jinak dimana
stuktur-stuktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epital
kulit, rambut, gigi dan produk glandula sebasea berwarna putih kuning
menyerupai lemak nampak lebih menonjol dari pada elemen-elemen
entoderm dan mesoderm.Tidak ada ciri-ciri yang khas pada kista
dermoid. Dinding kista kelihatan putih, keabu-abuan, dan agak tipis.
Konsistensi tumor sebagian kistik kenyal, dan dibagian lain padat.
Sepintas lalu kelihatan seperti kista berongga satu.
c. Kista Endometriois
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang
berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan
tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan
nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas
d. Kista Denoma Ovarium Musinosum
Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Namun, kista tersebut
bisa berasal dari suatu teroma dimana dalam pertumbuhannya satu
elemen menghalangkan elemen-elemen lain. Selain itu, kista tersebut
juga berasal dari lapisan germinativum. Penangan terdiri atas
pengangkatan tumor. Jika pada operasi tumor sudah cukup besar
sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal, biasanya di
lakukan pengangkatan ovarian beserta tuba (salpingo-ooforektomi)
e. Kista denoma Ovarium Serosum
Pada umumnya kista ini tidak mencapai ukuran yang amat besar
dibandingkan dengan kista denoma musinosum. Permukaan tumor
biasanya licin, kista serosum pun dapat berbentuk multilokuler
meskipun lazimnya berongga satu. Terapi pada umumnya sama seperti
pada kista denoma musinosum. Hanya berhubung dengan lebih
besarnya kemungkinan keganasan, perlu dilakukan pemeriksaan yang
teliti terhadap tumor yang dikeluarkan. Bahkan kadang-kadang perlu
di periksa sediaan yang dibekukan pada saat operasi untuk menentukan
tindakan selanjutnya pada waktu operasi.
G. Penanganan
Menurut Prawirohardjo (2011) beberapa pilihan pengobatan yang
mungkin disarankan
1. Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan pada klien tentang pemilihan pengobatan
nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti, kompres hangat
pada abdomen, dan teknik relaksasi napas dalam.
2. Pemberian obat anti inflamasi non steroid seperti ibu profen dapat
diberikan kepada pasien dengan penyakit kista untuk mengurangi rasa
nyeri .
3. Pembedahan
Jika kista tidak menghilang setelah beberapa episode menstruasi
semakin membesar, lakukan pemeriksaan ultrasound, dokter harus
segera mengangkatnya. Ada 2 tindakan pembedahan yang utama
yaitu : laparaskopi dan laparatomi.
Prinsip pengobatan kista dengan operasi adalah sebagai berikut:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya sebesar permen) dan pada
pemeriksaan sonogram tidak terlihat tanda-tanda keganasan,
biasanya dokter melakukan operasi dengan laparaskopi. dengan
cara ini, alat laparaskopi di masukkan kedalam rongga panggul
dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut, yaitu
sayatan searah dengan garis rambut kemaluan
b. Apabila kistanya agak besar (lebih dari 5 cm), biasanya
pengangkatan kista dilakukan dengan laparatomi. Tehnik ini
dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara laparatomi,
kista sudah dapat diperiksa apakah sudah mengalami proses
keganasan (kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses
keganasan operasi sekalian mengangkat ovarium dan saluran
tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
c. Perawatan luka insisi / pasca operasi
Beberapa prinsip yang perlu diimplementasikan antara lain:
1. Balutan dari kamar operasi dapat dibuka pada hari
pertama pasca operasi.
2. Klien harus mandi shower bila memungkinkan.
3. Luka harus dikaji setelah operasi dan kemudian setiap
hari selama masa pasca operasi sampai ibu
diperolehkan pulang atau rujuk.
4. Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang di gunakan
harus yang sesuai dan tidak lengket.
5. Pembalutan dilakukan dengan tehnik aseptic.
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nugroho (2014) Pemeriksaan penunjang yang dapat menolong
dalam pembuatan diagnosis yang tepat pada kista ovarium ialah:
1. Laparoskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah
tumor berasal dari ovarium atau tidak dan untuk menentukkan sifat –
sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing,
apakah kistik atau solid dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam
rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang – kadang dapat dilihat adanya
gigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Telah disebut pada pungsi pada asites berguna untuk menentukan
sebab asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat
mencemari kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista
tertusuk.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab
2. Keluhan klien saat masuk rumah sakit: biasanya klien merasa nyeri
pada daerah perut dan terasa ada massa di daerah abdomen,
menstruasi yang tidak berhenti-henti.
3. Riwayat Kesehatan
6. Data Spritual
7. Data Psikologis
Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium
1) Pemeriksaan Hb
b. Ultrasonografi
B. Diagnosis Keperawatan
1. Preoperasi
c. PK: perdarahan
2. Post operasi
C. Intervensi Keperawatan
Pre operasi
DIANGOSA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN TUJUAN (NOC)
§ - Tingkatkan istirahat
§ - Tingkatkan istirahat
v - Pasien nyaman
Referensi :
Mc Closky & Bulechek. (2000). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of America:
Mosby.Meidian, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America: Mosby.
BAB III
Pada tanggal 20 April 2021 Ny. R dengan umur 38 datang ke poli RSUD Labuang Baji dengan
keluhan nyeri pada perut sejak 3 bulan yang lalu dan klien tampak lemas karena pendarahan yang tidak
biasa saat menstruasi. Klien mengatakan merasakan nyeri saat beraktifitas.. Klien juga mengeluh tidak
nafsu makan karena perut terasa penuh dan mengatakan hanya makan sekali sehari sejak 2 minggu terakhir
sehingga klien mengalami penurunan berat badan yg awalnya 71kg menjadi 59kg. Klien mengalami siklus
menstruasi yang tidak teratur sejak usia sekolah. Dari data keluarga didapatkan Ny. R menikah dengan Tn.
J sejak 18 tahun yang lalu. Pernikahan tersebut adalah pernikahan pertama Ny. R hingga sekarang. Ny. R
dan Tn. J dikaruniai seorang anak laki-laki yang sekarang sudah berumur 15 Tahun. Saat melakukan
pengkajian didapati hasil pemeriksaan tanda-tanda vital TD 130/80mmHg , N : 85x/menit, RR : 20x/menit,
S : 36oC, keadaan klien tampak compos mentis dan skala nyeri 7. Pada hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadar hemoglobin 10,8 g/dL, hematokrit 35%, , kadar leukosit Meningkat (19,0x103/mm3) dan
trombosit 212 x103/mm3 dan hasil USG didapatkan gambaranadanya pembesaran uterusdan adanyakista
didaerah ovarium.
Inisial : Ny. R
Alamat :
Tgl pengkajian :
Tindakan medis :
mulai timbulnya : sejak tanggal 20 klien mengatakan nyeri pada perut sejak 3 bulan yang lalu. Dan
klien mengatakan tidak nafsu makan karna perut terasa penuh.
lokasi keluhan :
faktor pencetus :
keluhan lain :
Subyektif :
Menometroragie Amenorea
Jumlah :
Berapa lama :
Status obstetri : G : P : A :
Riwayat persalinan :
Multiple :
Tahun : tempat :
Jenis persalinan :
Komplikasi maternal/bayi :
Obyektif :
Subyektif :
Frekuesi x/hari
Konsumsi cairan/hari
Obyektif :
BB 59kg
TB cm
Turgor kulit :
Kebutuhan cairan :
Eliminasi
Subyektif :
Frekuensi Defekasi :
Penggunaan Laksatif :
Waktu Defekasi terakhir :
Frekuensi berkemih :
Karakter urine :
Nyeri/rasa terbakar/kesulitan berkemih : klien mengatakan nyeri menetap disertai rasa agak gatal
Penggunaan Diuretik :
Obyektif :
Pemasangan kateter :
Bising usus :
Karakter urine :
Konsistensi feces :
Warna Feces :
Haemoroid:
Aktivitas/istirahat
Subyektif :
Pekerjaan :
Hobby :
Status neurologis :
GCS :
Pengkajian Neuromuskuler :
Kuku (warna) :
Tekstur :
Membran Mukosa :
Konjungtiv:
Sklera :
Hygiene
Subyektif :
Kebersihan badan :
Kebersihan gigi/mulut :
Objektif :
Cara berpakaian :
Sirkulasi
Subyektif
Obyektif :
Nadi : 85x/mnt
Bunyi jantung :
Frekuensi :
Kualitas (kuat/lemah/Rub/Murmur) :
Ektremitas :
CRT :
Nyeri/ketidaknyamanan
Subyektif :
Lokasi :
Intensitas (skala 0-10): 7
Frekuensi :
Durasi :
Faktor pencetus :
Cara mengatasi :
Objektif :
Wajah meringis
Fokus menyempit
Pernafasan
Subyektif :
Obyektif :
Frekuensi x/menit
Kusmaul Biots
Bunyi nafas Bronchovesikuler Vesikuler Bronchial
:
Karakteristik sputum :
Hasil rontgen :
Interaksi sosial
Subyektif
Obyektif
Integritas ego
Subyektif
Perencanaan kehamilan :
Status hubungan :
Masalah keuangan :
Obyektif
Agama : Islam
Muncul perasaan (tidak berdaya, putus asa, tidak mampu) : tidak mampu
Neurosensori
Subyektif
Kesemutan/kebas/kelembaban (lokasi):
Keamanan
Subyektif :
Alergi/sensitivitas :
Riwayat imunisasi :
Riwayat kecelakaan:
Pembesaran kelenjar :
Obyektif
Integritas kulit :
Cara berjalan :
Penyuluhan/pembelajaran
Subyektif
Bahasa dominan :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan suami :
Pemeriksaan
diagnostik :
Terapi dan
pengobatan :
Analisa Data
1. DS:
Defisit Nutrisi
Nyeri
Diagnosa Keperawatan
DO:
- Klien mengalami penurunan berat badan
3. Gangguan Mobilitas fisik b/d Nyeri dibuktikan dengan :
DS :
DO :
DO: Identifikasi
kebutuhan kalori
dan jenis nutrient
Monitor asupan
makanan
Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral
hygiene sebelum
makan, jika perlu
Sajikan makanan
secara menarik
dan suhu yang
sesuai
Berikan makan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
Berikan suplemen
makanan, jika
perlu
Edukasi
Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan (mis.
Pereda nyeri,
antiemetik), jika
perlu
Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrient
yang dibutuhkan,
jika perlu
3 Gangguan Mobilitas Setelah Intervensi Utama
fisik b/d Nyeri dilakukan
Dukungan mobilisasi
dibuktikan dengan : tindakan
keperawatan Observasi :
DS :
selam 3x24 jam
Klien diharapkan
mengatakan mobilitas fisik Identifikasi
nyeri pada perut meningkat adanya nyeri atau
sejak 3 bulan keluhan faktor
yang lalu. lainnya
Identifkasi
Pasien merasa
toleransi fisik
sakit saat
melakukan
melakukan
pergerakan
aktifitas/
bergerak
Monitor frekuensi
jantung dan
DO :
tekanan darah
Pasien terlihat sebelum memulai
meringis mobilisasi
Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Duduk di
tempat tidur)
Identifikasi
skala nyeri
Hasil :
08.03 Skala nyeri 7
Identifikasi
respons nyeri
non verbal
08.07 Hasil :
Klien tampak
lemas
identifikasi
faktor yang
memperberat
dan
memperinga
08.10 n nyeri
Hasil :
Klien
mengeluh
nyeri pada
perut sejak 3
bulan yang
lalu dan klien
tampak
lemas karena
pendarahan
yang tidak
biasa saat
menstruasi.
Klien
mengatakan
nyeri
menetap
disertai rasa
agak gatal
Terapeutik
Berikan
teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
rasa nyeri
(mis. TENS,
hypnosis,
08.15 akupresur,
hangat/dingi
n, terapi
bermain)
Hasil :
Pasien
merasa
nyaman
dengan
tekhnik yang
diberikan
Kontrol
lingkungan
yang
memperberat
rasa
nyeri(mis.
Suhu
ruangan,
pencahayaan,
08.18 kebiingan)
Hasil :
Pasien
merasa
nyaman
Fasilitas
istrahat dan
tidur
Hasil :
Pasien
merasa
nyaman
karena
mendapatkan
08.20 istirahat dan
tidur yang
baik
Pertimbangk
an jenis dan
sumber nyeri
dalam
pemilihan
strategis
meredakan
nyeri
Hasil :
Pasien
08.22 merasa
nyaman
dengan
strategi yang
pereda nyeri
yang
diberikan
Edukasi
Jelaskan
penyeba,
periode, dan
pemicu nyeri
Hasil :
Pasien
mengerti
penjelasan
perawat
Jelaskan
08.24 strategi
meredakan
nyeri
Hasil :
Pasien
mengerti
bagaimana
strategi
meredakan
nyeri
08.26 Anjurkan
menonitor
nyeri secara
mandiri
Hasil :
Pasien bisa
memonitor
nyeri secara
mandiri
Anjurkan
menggunaka
08.28 n analgetik
secara tepat
Hasil :
Pasien
mengerti
penjelasan
perawat dan
mampu
menggunaka
n analgetik
08.30 secara tepat
Anjurkan
teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
rasa nyer
Hasil :
Pasien
mengerti
penjelasan
perawat
Kolaborasi
08.32 Kolaborasi
pemberian
analgetik,
jika perlu
Hasil :
Pasien
diberikan
analgetik
08.40
Jum’at,23/04/2021 2 Manajemen S:
Nutrisi Pasien mengalami
penurunan berat
08.00 Observasi badan
O:
Identifikasi Nafsu makan
status nutrisi pasien menurun
Hasil : A:
Klien Status nutrisi pasien
mengeluh meningkat
tidak nafsu P :
Lanjutkan
makan
intervensi pada hari
karena perut Sabtu, 24/04/2021
terasa penuh
dan
mengatakan
hanya makan
sekali sehari
sejak 2
minggu
terakhir
sehingga
klien
mengalami
penurunan
berat badan
yg awalnya
71kg menjadi
59kg
Identifikasi
alergi dan
intoleransi
makanan
08.02
Hasil :
Pasien tidak
memiliki
alergi
Identifikasi
kebutuhan
kalori dan
jenis nutrient
Hasil :
08.04
Pasien butuh
makanan
tinggi kalori
dan proten
Monitor
asupan
makanan
Hasil :
Nafsu makan
pasien
menurun
Monitor hasil
08.06
pemeriksaan
laboratorium
Hasil :
Pada hasil
pemeriksaan
laboratorium
didapatka
kadar
08.08
hemoglobin
10,8 g/dL,
hematokrit
35%, , kadar
leukosit
meningkat
(19,0x103/m
m3) dan
trombosit
212
x103/mm3
Terapeutik
Lakukan oral
hygiene
sebelum
makan, jika
perlu
Hasil :
Pasien
melakukan
oral hygiene
sebelum
makan
Sajikan
makanan
08.10 secara
menarik dan
suhu yang
sesuai
Hasil :
Nafsun
makan
pasien
meningkat
Berikan
makan tinggi
serat untuk
mencegah
konstipasi
08.12 Hasil :
Pasien
makan
makanan
tinggi serat
Berikan
makanan
tinggi kalori
dan tinggi
protein
Hasil :
Pasien
08.14
makan
makanan
tinggi kalori
dan protein
Berikan
suplemen
makanan,
jika perlu
Hasil :
Nafsu makan
pasien
08.16 membaik
Edukasi
Anjurkan
posisi duduk,
jika mampu
Hasil :
Klien
melalukan
posisi duduk
sesuai yang
dianjurkan
08.20
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum
makan (mis.
Pereda nyeri,
antiemetik),
jika perlu
08.22 Hasil :
Pasien
mengonsums
i pereda
nyeri
Kolaborasi
dengan ahli
gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan,ji
ka perlu
08.26 Hasil :
Jumlah
kalori dan
nutrient
pasien
terpenuhi
sesuai yang
dibutuhkan
08.28
Sabtu,24/04/2021 3 Dukungan S:
mobilisasi Pasien merasa sakit
saat melakukan
Observasi : aktifitas/ bergerak
08.00 O:
Pasien tampak
Identifikasi meringis
adanya nyeri A :
Pasien merasa
atau keluhan
mobilisasinya
faktor
membaik
lainnya P:
Hasil : Intervensi
Klien dihentikan
mengeluh
nyeri pada
perut sejak 3
bulan yang
lalu dan klien
tampak
lemas karena
pendarahan
yang tidak
biasa saat
menstruasi
Identifkasi
08.02 toleransi fisik
melakukan
pergerakan
Hasil :
Pasien
merasa sakit
saat
melakukan
aktifitas/
bergerak
Monitor
frekuensi
jantung dan
08.06
tekanan
darah
sebelum
memulai
mobilisasi
Hasil :
Tekanan
darah pasien
130/80mmH
g
Monitor
kondisi
umum
08.08 selama
melakukan
mobilisasi
Hasil :
Klien tampak
meringis
Terapeutik :
Fasilitasi
aktifitas
mobilisasi
08.10
dengan alat
bantu
Hasil :
Mobilisasi
pasien
terbantu
Fasilitasi
melakukan
pergerakan,
08.14
jika perlu
Hasil :
Pasien mau
melakukan
pergerakan
Libatkan
keluarga
untuk
membantu
08.16 pasien dalam
meningkatka
n pergerakan
Hasil :
Pasien
dibantu
keluarga
melakukan
pergerakan
Edukasi :
Jelaskan
tujuan dan
prosedur
mobilisasi
Hasil :
Pasien
mengerti
08.20
penjelasan
perawat
Anjurkan
melakukan
mobilisasi
dini
Hasil :
Pasien mau
melakukan
mobilisasi
08.22 dini
Ajarkan
mobilisasi
sederhana
yang harus
dilakukan
(mis. Duduk
di tempat
08.24 tidur)
Hasil :
Pasien
melakukan
mobilisasi di
tempat tidur
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Setelah dilakukan pendekatan analisis isi dapat disimpulkan bahwa ovarian cysts dapat terjadi
pada wanita usia reproduksi, baik menikah atau belum menikah, dikarenakan faktor hormonal.
Ada penderita kist ayang simtomatis dan asimtomatis. Pada beberapa kista asimtomatis dapat
menjadi berbahaya ketika telah menjadi multilokuler (dapat membesar) dan berkemungkinan
terjadi torsi. Ia akan menimbulkan nyeri hebat yang bisa mengancam nyawa. Oleh karena itu,
penanganan kista telah melebihi 5cm (atau sesuai standar dokter) dianjurkan untuk diangkat
(kistektomi).
Dalam hal pencegahan dan penanganan kista ovarium ditinjau dari pola makan pasien,
disimpulkan bahwa pola makan yang sehat berpengaruh terhadap kesehatan alat reproduksi
wanita, salah satunya sebagai pencegahan dan terapi kista ovarium.
2. SARAN
Ovarium adalah harta paling berharga dari setiap wanita. Oleh karena itu, merupakan tanggung
jawab setiap wanita untuk menjaga kesehatan alat reproduksinya demi melanjutkan
keturunannya. Pasien (wanita dengan kista) maupun wanita normal (tidak memiliki kista)
dianjurkan memiliki pola makan yang sehat. Contoh pola makan yang dimaksud adalah dengan
memiliki porsi sayur dan buah yang lebih banyak daripada karbohidrat, minum air yang cukup,
menghindari lemak jenuh, dan lain-lain. Penulis juga menyarankan agar ada penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui secara lebih detail dan pasti “Pola Makan yang Baik bagi Penderita
Ovarian Cysts”.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Prasanti. (2016). HUBUNGAN PARITAS DAN USIA IBU DENGAN KISTA
OVARIUM DI RSUD dr. R. GOETENG TARUNADIBRATA PURBALINGGA. Bidan Prada:
Jurnal Publikasi Kebidanan, Vol. 9 No. 1 Edisi Juni 2018, hlm. 57- 66
Anwar M, et al. (2011). Ilmu Kandungan Edisi ke-3. Jakarta:Bina Pustaka. Sarwono
Prawiroharjo.
B.L. Hoffman, et.al., (ed). William’s Gynecology Textbook. Mc Graw Hill, New York, 3rd ed.,
2014
H.S. Abduljabbar, dkk., Saudi Medical Journal, 2015, 36(7), 834-38. Tersedia pada
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4503903/pdf/SaudiMedJ-36-834.pdf
Mc Closky & Bulechek. (2000). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America: Mosby.
M. Grabosch, Ovarian Cysts, , 2017.
M.G. Muto, Patient Education: Ovarian Cysts (Beyond the Basics), , 2015.
Meidian, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America: Mosby.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Green top Guideline No.34: The
Management of Ovarian Cysts in Postmenopausal Women. London: RCOG; 2016.
Setyorini, Aniek. 2014. Kesehatan Reproduksi & Pelayanan Keluarga Berencana. Bogor: IN
MEDIA
Susiyanto Azib. 2016. Hijama or Oxidant Drainage Therapy. Depok: Gema Insani
Women and Newborn Health Service King Edward Memorial Hospital. Clinical Guideline:
Ovarian Cyst Accidents. Perth: OGCCU; 2017.