You are on page 1of 10

DOPS

Materi Dops :

 (Intoksikasi Organofosfat, Ileus Obstruktif/ Paralitik, Sirosis Hepatik dan Hipertensi


Portal)
 (Pemeriksaan JVP, Shifting Dullnes dan Undulasi)
 (Tindakan NGT dan Infus)
 Alat dan bahan: (Manekin, ngt, infus, stetoskop, handscoon, mistar dan pena)

Anamnesis :

 Salam, perkenalan, identitas pasien dan informed consent


 Keluhan utama
 Keluhan tambahan
 Riwayat perjalanan penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan Fisik Head to toe

1. Intoksikasi Organofosfat :
Organfosfat (Krisis kolinergik akut, intermediate syndrome, OPIDPN)
 KU : Bau Peptisida, Tidak sadarkan diri, Muntah-muntah.
 KT : Berkeringat, Kedutan otot, Kejang, Air liur berlebih, diare, emesis.
 RPP : Tidak sadarkan diri karna apa? Sejak kapan? Baru pertama kali?
Pekerjaan sebagai petani? Menggunakan inteksida? Tercemar?
Percobaan untuk bunuh diri? Menghabiskan semua minuman?
Minum susu?
 RPO : Obat yang didapat?
 RPD : Hipertensi, kencing manis, jantung, gangguan mental.
 RPK : Hipertensi, kencing manis, jantung.

Pem. Fisik: Hipo/hipertensi, Bradi/takiardi, miosis/midriasis, paralisis, BU Meningkat

Pem. Penunjang : Eritrosit asetilkolinesterase, EKG (aritmia)

Diagnosis: Intoksikasi Organofosfat

Memo Harry Sandra, S.Ked


1. Kontak dengan organofosfat
2. Gejala :
- Overstimulasi muscarinic: diare, lakrimasi, muntah
- Overstimulasi nicotinic saraf perifer: berkeringat
- Overstimulasi nicotinic saraf pusat: agitasi, gagal nafas
- Overstimulasi nicotinic neuromuscular junction: kedutan otot, kelemahan otot

DD : Intoksikasi karbamat

Terapi :

Ringan

1. Suportif : ABC (O2 dan bantuan ventilasi)


Dekontaminasi gastrointestinal: NGT, bilas lambung 1000cc Nacl 0,9 %, Arang
aktif dilarutkan1g/kgBB
2. Pemberian anti-dotum
3. Pasisen dipuasakan
4. Tirah baring

Berat

1. Oksigen
2. Atropine IV, 70 mg per infus 30m / interminten 2 mg tiap 15 menit. Hipersekresi
teratasi. Efek takikardia dgn propanolol.
3. Oxime 4 gr/hari dibagi 4 dosis. Loading dos 2 gr iv 20m. lanjutan 1 gr per inf
setiap jam.

2. Ileus Obstruktif/Paralitic :
Gangguan/hilangnya pasase isi usus (Sumbatan mekanik atau hilangnya paralitic usus)
 KU : Nyeri Abdomen, mual/muntah, rasa penuh diperut, tdk bisa flatus.
 KT : Gelisah, oliguria, sembelit
 RPP : Nyeri sejak kapan? Memberat? Melilit? Tdk BAB sejak? Sulit sejak?
Bab sedikit? Keras? Hitam? Kotoran kambing?
Perut membesar sejak? Penurunan nafsu makan? Susah kentut?
 RPO : Obat yang didapat? Dulcolax supos?
 RPD : Hipertensi, kencing manis, jantung.
 RPK : Hipertensi, kencing manis, jantung.

Pem. Fisik:

Abdomen

Memo Harry Sandra, S.Ked


a. Inspeksi : Perut distensi, darm kontur & darm steifung. Benjolan inguinal,
femoral, skrotum (hernia inkaserata), bekas luka operasi (Adhesi)
b. Palpasi : Teraba masa, Nyeri lepas
c. Perkusi : Redup, Undulasi, Shifting dullnes (+)
d. Auskultasi : Hiperperistaltik, BU nada tinggi (metalic sound)

Rectal Toucher: Sekitar ani, tonus sphincter ani, mukosa rektum licin, nyeri tekan,
feses, darah

Pem. Penunjang : Rontgen “Step ladder & Air fluid level”

Diagnosis: Ileus Obstruktif

DD : Ileus Paralitik

Terapi :

1. Konservatif
a. Kontrol status ABC
b. Pasien dipuasakan
c. Dekompresi dengan NGT
d. Kateter urin untuk hitung balance cairan
2. Farmakologi
a. Antibiotik
b. Analgesik
c. Antiemetik
3. Operasi

3. Sirosis Hepatis :
:Perubahan menjadi tidak teratur sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar.
 KU : BAB warna hitam dan muntah darah
 KT : Lesu, berat badan turun, dispepsia, nyeri perut
 RPP : Nyeri sejak kapan? Memberat? Melilit? Tdk BAB sejak? Sulit sejak?
Bab sedikit? Keras? Hitam? Kotoran kambing? Konsumsi alkohol?
Perut membesar sejak? Penurunan nafsu makan? Susah kentut?
 RPO : Obat yang didapat?
 RPD : Hipertensi, kencing manis, jantung, hepatitis.
 RPK : Hipertensi, kencing manis, jantung.

Pem. Fisik:

Memo Harry Sandra, S.Ked


Mata: Sklera ikterik

Thorax: Spider nervi, Ginekomasti

Abdomen

 Inspeksi : Cembung, venektasi, caput medusa


 Palpasi : hepar tidak teraba, lien teraba schuffner 2
 Perkusi : Redup, Undulasi, Shifting dullnes (+)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Rectal Toucher: Sekitar ani, tonus sphincter ani, mukosa rektum licin, nyeri tekan,
feses, darah

Pem. Penunjang : USG Abdomen, biopsi hati

Diagnosis: Sirosis Hepatis Dekompensata

Hipertensi Portal : Peningkatan tekanan dalam sistem vena porta (Varises & Asites)

DD :

Terapi :

1. Suportif:
 Istirahat tirah baring
 Diet rendah garam
2. Diuretik (Meningkatkan laju diuresis)
3. Propanolol (Menurunkan hipertensi portal & mencegah terulangnya perdarahan
gastrointestinal)

Memo Harry Sandra, S.Ked


PEMERIKSAAN JVP, SHIFTING DULLNES, UNDULASI

Pemeriksaan JVP

1. Memposisikan pasien tidur dengan bantal.


2. Memposisikan pasien berbaring dengan kepala membuat sudut 30-45o.
3. Minta pasien menoleh ke sebelah kiri
4. Identifikasi vena jugularis externa pasien yang tampak jelas di sisi lateral leher. Carilah
pulsasi tertinggi pada vena jugularis dengan cara menekan bagian proksimal dan distal vena
jugularis dengan jari telunjuk dan jempol kemudian lepas bagian distal vena jugularis
sehingga tampak pulsasi aliran darah vena
5. Identifikasi posisi angulus sternum pasien.
6. Ukur jarak (dalam cm) antara pulsasi tertinggi vena jugularis externa ke angulus sternum
dengan menggunakan 2 mistar
7. Tentukan jaraknya (dalam cm) dari bidang yang melalui angulus sternum.
8. Lakukan interpretasi dari hasil pengukuran tersebut.

Interpretasi Hasil

JVP normal: tinggi pulsasi vena jugularis terhadap angulus sternum kurang dari 2 cm. Bila
tingginya lebih dari 2 cm, menandakan kenaikan tekanan vena jugularis,
misalnya akibat gagal jantung kanan. JVP normal = 5-2 cm H2O

Pemeriksaan Shifting Dullnes dan Undulasi

1. Posisikan pasien berbaring


2. Minta pasien membuka pakaian sehingga area dari prosesus sifoideus hingga simfisis pubis.
3. Perkusi dari daerah medial ke lateral kiri. Tentukan dan tandai batas peralihan bunyi timpani
ke redup. Kemudian minta pasien untuk miring ke arah kontralateral, tunggu selama ± 30
detik, lakukan perkusi kembali dari peralihan bunyi dari batas yang telah kita tandai
sebelumnya.
4. Untuk melakukan teknik undulasi, minta orang lain atau pasien sendiri untuk meletakkan
kedua tangannya di tengah abdomen, vertikal sejajar garis tengah tubuh. Kemudian
pemeriksan meletakan tangan di kedua sisi abdomen pasie. Lakukan ketukan pada satu sisi,
dan tangan yang lain merasakan apakah terdapat gelombang cairan yang datang dari arah
ketukan.

Interpretasi Hasil
1. Jika terdapat asites, pada pemeriksaan shifting dullnes, didapatkan bunyi redup saat perkusi
pertama akan berubah menjadi timpani saat pasienkita miringkan ke salah satu sisi.
2. Pada pemeriksaan undulasi, bisa menunjukkan hasil positif jika akumulasi cairan sudah
banyak, dan dapat positif pada pasien tanpa asites.

Memo Harry Sandra, S.Ked


PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE

1.1 Landasan Teori


Pemasukan selang nasogastrik (NGT insertion) melalui saluran hidung adalah suatu prosedur
yang biasa dilakukan untuk menyediakan akses ke lambung. Hal ini dilakukan untuk terapi atau untuk
menegakkan diagnosis. Pemasangan NGT ini sangat tidak nyaman bagi pasien apabila tidak disertai
anestesi yang baik pada saluran hidung dan instruksi yang benar bagi pasien agar berkooperasi selama
pemasangan NGT.

Indikasi pemasangan NGT adalah:


1. Tindakan diagnostik.
2. Evaluasi adanya perdarahan saluran pencernaan bagian atas.
3. Aspirasi (pengambilan) cairan lambung.
4. Identifikasi letak esophagus dan lambung pada foto ronsen.
5. Administrasi (pemasukan) cairan kontras ke dalam saluran cerna pada pemeriksaan radiografi.
6. Tindakan pengobatan.
7. Dekompresi gaster, termasuk pemeliharaan suasana dekompresi setelah pemasangan selang
endotracheal (ETT), biasanya dipasang melalui orofaring.
8. Mengurangi gejala dan mengistirahatkan usus pada kasus obstruksi usus kecil
9. Aspirasi cairan lambung setelah masuknya material beracun
10. Administrasi obat-obatan.
11. Untuk memberi nutrisi.
12. Irigasi usus.

Berikut ini beberapa kontraindikasi pemasangan NGT, yaitu:


a. Kontraindikasi absolut
a. Trauma wajah yang berat.
b. Adanya operasi hidung baru-baru ini.
b. Kontraindikasi relatif
c. Abnormalitas koagulasi darah.
d. Varises esophagus atau striktur esophagus.
e. Adanya pengikatan atau kauterisasi varises esophagus baru-baru ini.
f. Terminum cairan alkaline (basa).

1.2 Alat Dan BAhan


1. NGT No. 14 atau 16 (nomor untuk anak lebih kecil)
2. Jeli NGT
3. Spatula lidah (tongue spatel)
4. Sarung tangan
5. Spuit ukuran 5 cc
6. Plester
7. Stetoskop
8. Bengkok

Memo Harry Sandra, S.Ked


1.3 Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemasangan NGT.
4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemasangan NGT.
5. Mempersiapkan alat dan bahan.
6. Pasien diminta berbaring pada posisi high fowler. Pasang handuk di dada pasien.
7. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
8. Untuk menentukan insersi NGT, minta pasien untuk rileks dan bernafas normal dengan
menutup satu hidung kemudian mengulanginya dengan menutup hidung yang lain.
9. Mengukur selang yang akan dimasukkan dengan menggunakan (pilih salah satu):
a. Metode tradisional
Ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga bawah dan prosesus
xifoideus di sternum.

Gambar 1. Cara tradisional mengukur panjang NGT


Sumber: www.note3.blogspot.com

b. Metode Hanson
Mula-mula selang NGT ditandai sepanjang 50 cm menggunakan plester (plester 1).
Kemudian lakukan pengukuran dengan metode tradisional seperti di atas, lalu
tandai juga dengan plester (plester 2). Batas selang NGT yang akan dimasukkan
adalah pertengahan antara plester 1 dan plester 2.
9. Beri tanda pada selang yang sudah diukur dengan menggunakan plester.
10. Olesi jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm.
11. Ingatkan pasien bahwa selang akan segera dimasukkan dan instruksikan klien untuk
mengatur posisi kepala ekstensi, masukkan selang melalui lubang hidung yang telah
ditentukan.
12. Lanjutkan memasukkan selang sepanjang rongga hidung. Jika agak tertahan, putarlah
selang dan jangan dipaksakan untuk dimasukkan.
13. Lanjutkan memasang selang sampai melewati nasofaring. Setelah melewati nasofaring 3-4
cm anjurkan pasien untuk menekuk leher dan menelan.

Memo Harry Sandra, S.Ked


14. Dorong pasien untuk menelan dengan memberikan sedikit air minum (jika perlu). Tekankan
pentingnya bernafas lewat mulut.
15. Jangan memaksakan selang untuk masuk. Jika ada hambatan atau pasien tersedak, sianosis,
hentikan mendorong selang, periksa posisi selang di belakang tenggorok dengan
menggunakan spatula lidah dan senter.
16. Jika telah selesai memasang selang sampai ujung yang telah ditentukan, anjurkan pasien
rileks dan bernapas normal.
17. Periksakan letak selang dengan:
a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian diafragma stetoskop pada
perut di kuadran kiri atas pasien (lambung) kemudian suntikkan 10-20 cc udara
bersamaan dengan auskultasi abdomen.
ATAU
b. Mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung
ATAU
c. Memasukkan ujung bagian luar selang ke dalam mangkuk yang berisi air. Jika
terdapat gelembung udara berarti selang masuk ke dalam paru-paru. Jika tidak
terdapat gelembung udara, berarti selang masuk ke dalam lambung.

Gambar 2. Posisi NGT setelah terpasang dengan benar.


Sumber: www.nursingfile.com

18. Oleskan alkohol pada ujung hidung pasien dan biarkan sampai kering.
19. Fiksasi selang dengan plester pada puncak hidung dan hindari penekanan pada
hidung.

1.4 Interpretasi
NGT terpasang dengan benar di lambung apabila terdengar bunyi seperti letupan di lambung
pada saat spuit berisi udara ditekan, atau isi lambung keluar dari NGT. Isi lambung dapat
berupa sisa makanan, darah, air.

Memo Harry Sandra, S.Ked


PEMSANGAN INFUS (INTRAVENOUS FLUID DRIP)

1.1 Landasan Teori


Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan sebagai
tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk memasukkan bahan-bahan larutan ke
dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek pengobatan secara cepat.
Bahan yang dimasukkan dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Istilah khusus untuk infus
darah adalah transfusi darah.

1.2 Langkah Kerja


Persiapan alat :
1. Cairan yang diperlukan, sesuaikan cairan dengan kebutuhan pasien.
2. Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit selang infus
untuk mengatur kecepatan tetesan. Jenis infus set berdasarkan penggunaannya :
a. Macro drip set b. Micro drip set c. Tranfusion Set
3. Kateter Intravena
4. Desinfektan : kapas alkohol, larutan povidone iodine 10%
5. Kassa steril, plester, kassa pembalut
6. Torniket
7. Gunting
8. Bengkok
9. Tiang infus
10. Perlak kecil
11. Sarung tangan steril yang tidak mengandung bedak
12. Tempat sampah medis

Memo Harry Sandra, S.Ked


Prosedur tindakan:
1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang mudah dijangkau
oleh dokter/ petugas. Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan sudah
sesuai dengan identitas atau kebutuhan pasien. Dilihat kembali keutuhan kemasan dan
tanggal kadaluwarsa dari setiap alat, obat dan cairan yang akan diberikan kepada pasien.
2. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus.
3. Memasang infus set pada kantung infuse :
- Buka tutup botol cairan infus.
- Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran infus.
- Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan membuka kran selang sehingga tidak
ada udara pada saluran infus, lalu dijepit dan jarum ditutup kembali. Tabung tetesan diisi
sampai ½ penuh.
- Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang infus.
4. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir, keringkan dengan
handuk bersih dan kering.
5. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.
6. Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat suntikan.
7. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas, membentuk
sudut 30-40o terhadap permukaan kulit.
8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir keluar.
9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet) kira-kira 1 cm
ke arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum agar jarum tidak melukai
dinding vena bagian dalam. Dorong kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.
10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang memfiksasi bagian
proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang berwarna putih ke dalam vena.
11. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena.
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung infus atau
kantung darah.
13. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan.
14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester.
17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk) supaya jarum tidak
mudah bergeser.
18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam sharp disposal
(jarum tidak perlu ditutup kembali).
19. Bereskan alat-alat yang digunakan.

Memo Harry Sandra, S.Ked

You might also like